Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Roadmap Rabies Eliminasi Indonesia 2030
1. Roadmap Pembebasan Rabies
Lintas Sektor Menuju
Indonesia Bebas Rabies 2030
Drh Tri Satya Putri Naipospos MPhil PhD
Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Kesehatan
Masyarakat Veteriner dan Karantina Hewan
FGD Uji Lapang Vaksin Neo Rabivet Tahun 2020
Pusat Veteriner Farma, Surabaya 12-14 November 2019
2. DOKUMEN RENCANA STRATEGIS
GLOBAL ELIMINASI RABIES
ZERO BY 30 - The Global Strategic
Plan to end human deaths from
dog-mediated rabies by 2030
▪ Suatu rencana strategis global
untuk mengkoordinasikan respon
pencegahan rabies, dengan
mengikutsertakan, dan
memampukan seluruh negara
dalam upaya eliminasi rabies.
3. 3
Rabies yang ditularkan oleh anjing
(dog-mediated rabies)
◆ Rabies yang ditularkan oleh anjing (dog-mediated rabies)
adalah setiap kasus yang disebabkan oleh virus rabies di
dalam populasi anjing (Canis lupus familiaris) tidak
bergantung kepada reservoir spesies hewan lainnya,
seperti yang ditetapkan melalui studi-studi epidemiologi.
◆ Untuk menyesuaikan dengan sasaran dalam Rencana
Strategis Global 2030, Office International des Epizooties
(OIE) melakukan perubahan terhadap OIE Terrestrial
Animal Health Code (TAHC) Bab 8.14. mengenai Infeksi
Rabies.
4. Target global eliminasi rabies
◆ Perubahan status bebas dalam hal cakupan geografis yaitu
dari hanya “negara bebas” dalam OIE TAHC 2018 menjadi
“negara atau zona bebas” dalam OIE TAHC 2019.
◆ Penetapan status bebas rabies pada OIE TAHC 2018 yang
tadinya hanya ada satu kriteria yaitu “negara bebas rabies”
- Artikel 8.14.3.”, dalam OIE TAHC 2019 dibagi 2 kriteria:
1) negara atau zona bebas infeksi virus rabies (Country or
zone infected with rabies virus) - Artikel 8.14.2.; dan
2) negara atau zona bebas dari rabies yang ditularkan oleh
anjing (Country or zone free from dog-mediated rabies) –
Artikel 8.14.4.
4
5. Negara atau zona bebas dari rabies
yang ditularkan anjing (Artikel 8.14.4.)
1. Pelaporan penyakit hewan ke OIE secara regular dan cepat;
2. Rabies yang ditularkan oleh anjing (dog-mediated rabies) adalah
penyakit yang wajib dilaporkan di seluruh wilayah negara dan
apabila ada perubahan situasi epidemiologi atau kejadian yang
relevan;
3. Sistem surveilans telah dijalankan selama 24 bulan terakhir,
dengan suatu persyaratan minimum adanya suatu program
peringatan dini untuk memastikan penyidikan dan pelaporan
hewan terduga infeksi virus rabies;
4. Tindakan-tindakan regulasi importasi hewan dan satwa liar untuk
mencegah infeksi virus rabies telah diimplementasikan;
5. Tidak ada kasus rabies yang ditularkan oleh anjing selama 24
bulan terakhir;
6. Program pengendalian populasi anjing telah diimplementasikan
dan dipertahankan.
5
6. Hal-hal yang tidak mempengaruhi
status bebas rabies (Artikel 8.14.4.)
◆ Vaksinasi untuk pencegahan;
◆ Keberadaan virus rabies pada
satwa liar;
◆ Kasus rabies impor pada
manusia;
◆ Kasus impor di luar stasiun
karantina, apabila penyidikan
epidemiologi mengenyampngkan
kemungkinan kasus sekunder.
7. Dokumen Roadmap Rabies
◆ Untuk memenuhi tujuan
rencana strategis eliminasi
rabies global tersebut, maka
Indonesia harus melakukan
gerakan untuk secara lebih
cepat dan efektif mencapai
target NOL kematian
manusia akibat rabies yang
ditularkan oleh anjing pada
tahun 2030.
8. Visi, Misi, Sasaran dan Tujuan ROADMAP
SASARAN:
"mengeliminasi
rabies pada
manusia yang
ditularkan lewat
anjing di Indonesia
pada tahun 2030"
MISI:
“mengurangi secara
bertahap dan akhirnya
mengeliminasi rabies
pada manusia di
Indonesia melalui
vaksinasi massal
anjing yang
berkelanjutan dan
pemberian profilaksis
pasca pajanan
VISI:
“Indonesia
bebas
rabies
2030”
TUJUAN:
1. Menurunkan kasus rabies pada anjing dan korban manusia di
daerah endemik di Indonesia;
2. Mempertahankan daerah bebas rabies di Indonesia;
3. Mencapai target tidak ada kasus rabies pada hewan dan manusia
yang terkonfirmasi dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
4. Mencapai nol kematian akibat rabies pada manusia.
9. Prinsip Strategi Eliminasi Rabies
◆ Perlu pendekatan kolaborasi multi-sektoral atau yang disebut pendekatan “One
Health” (Cleaveland et al. 2014; Cowen 2016; Lavan et al. 2017).
◆ Anjing domestik terinfeksi rabies menularkan hampir 98% rabies ke manusia di
Indonesia (Kemenkes 2016).
◆ Tidak ada bukti yang terdokumentasi adanya kasus rabies pada satwa liar di
Indonesia (Joseph et al. 1978; ASEAN 2016).
◆ Vaksinasi massal anjing berkelanjutan dalam 3 tahun berturut-turut dari lebih
70% populasi anjing mampu mengeliminasi rabies pada anjing-anjing domestik,
dan selanjutnya pada manusia dan hewan domestik lainnya (Zinsstag et al.
2009; Abera et al. 2015; WHO 2015).
◆ Eliminasi rabies dengan vaksinasi massal anjing adalah strategi hemat biaya,
menyelamatkan jiwa manusia dan menghasilkan penurunan dalam penggunaan
PEP yang biayanya mahal (Fitzpatrick et al. 2014; FAO 2018; WHO 2018).
◆ Mengingat pergantian yang tinggi terjadi di banyak populasi anjing, seluruh
kelompok umur anjing dalam populasi harus divaksin, termasuk anak-anak
anjing (<3 bulan) (Cliquet et al. 2001).
10. Jumlah kasus rabies pada manusia & hewan
di Indonesia (2009-2018)
◆ Grafik mengindikasikan tren yang kurang lebih sama antara
kasus rabies pada manusia dan hewan.
◆ Kasus rabies manusia akan mengikuti tren rabies hewan.
1191
1814
1689
1293
1162 1074
1416
624 625
1085
195
206
184
137
119
98
118
99
111 111
0
50
100
150
200
250
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
2000
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Kasus Rabies pada Hewan
11. Kerangka “ONE HEALTH”
Koordinasi lintas sektor
• 4 kementerian inti (Kemenkes, Kementan, Kemendagri, KLHK);
• Kementerian koordinator (Kemenko PMK);
• BNPB, BAPPENAS;
• Dukungan Kementerian lain (Kemendikbud, Kemenkeu,
Kemenhan, Keminfo, Kemendag, Kemenpar, Kemenhub,
Kemendes PDTT);
• TNI/POLRI;
• Pemda Provinsi dan Pemda Kabupaten/Kota beserta OPD;.
• Badan internasional (WHO, OIE, FAO dan GARC).
Kemitraan pemerintah dan swasta
• Perwakilan berbagai pemangku kepentingan (perguruan tinggi,
organisasi profesi, sektor swasta (LSM, perusahaan dlsbnya),
PMI dan PKK di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
12. StrategiEliminasiRabies
A. Eliminasi Rabies pada Anjing
(A1) vaksinasi massal anjing;
(A2) manajemen populasi anjing;
(A3) promosi kepemilikan anjing yang bertanggung jawab,; dan
(A4) pengawasan lalu lintas hewan dan tindakan karantina.
B. Pencegahan Rabies pada Manusia
(B1) penyediaan akses tepat waktu PEP; dan
(B2) PrEP bagi kelompok berisiko tinggi.
C. Penguatan Surveilans Rabies pada Manusia dan Hewan:
(C1) penguatan sistem surveilans;
(C2) penguatan rencana kesiapsiagaan dan respon wabah; dan
(C3) penguatan kapasitas diagnosis laboratorium.
D. Peningkatan Kesadaran:
(D1) peningkatan kesadaran masyarakat dan edukasi,;
(D2) peningkatan kesadaran dan praktik manajemen TAKGIT.
E. Penguatan Legislasi
F. Pelaksanaan Riset Operasional
G. Penguatan Koordinasi Multisektoral dan Kemitraan
H. Mobilisasi Sumberdaya
13. Tahap 1 s/d 5 dari pelaksanaan strategi
eliminasi rabies nasional (2019-2030)
14. A. Eliminasi Rabies pada anjing
A1. Vaksinasi massal anjing
◆ Target > 70% dari cakupan populasi anjing per tahun untuk 3
tahun berturut-turut.
A2. Manajemen populasi anjing
◆ Legislasi, sterilisasi, fasilitas penampungan anjing, euthanasia,
pengendalian anjing terhadap akses sampah dan limbah
buangan.
A3. Promosi kepemilikan anjing yang bertanggung jawab
◆ Edukasi tentang perawatan kesehatan anjing yang baik,
kesejahteraan hewan, registrasi, dan kewajiban vaksinasi.
A4. Pengawasan lalu lintas hewan dan tindakan karantina
◆ Pemberlakuan persyaratan kesehatan hewan meliputi wajib
vaksinasi, pengujian dan penetapan masa karantina sesuai
peraturan yang berlaku.
15. A1. Vaksinasi massal anjing
>70%
cakupan
vaksinasi
A1.1. Rencana program
vaksinasi massal
A1.2. Estimasi populasi
Anjing
A.1.3. Identifikasi dan
registrasi anjing
A1.4. Vaksinasi anak
anjing < 3 bulan
A1.5. Survei pasca
vaksinasi
A1.6. Vaksin rabies
A1.7. Vaksin rabies
produksi dalam negeri
16. B. Pencegahan rabies pada manusia
B1. Penyediaan akses tepat waktu terhadap
profilaksis pasca pajanan (PEP)
◆ Pencucian luka, vaksinasi, pemberian rabies
immunoglobulin (RIG) untuk semua kasus orang
tergigit anjing yang terduga rabies.
B2. Profilaksis pre-pajanan (PrEP)
◆ Kelompok-kelompok berisiko tinggi terutama bagi para
pekerja kesehatan hewan, pemelihara dan penangkap
hewan, dan staf laboratorium yang menangani virus
dan material yang berpotensi menginfeksi.
17. C. Penguatan surveilans pada
manusia dan hewan
C1. Penguatan sistim surveilans yang ada dan hubungan
sistim surveilans kesehatan hewan dan kesehatan
manusia (TAKGIT)
◆ Pengumpulan dan pelaporan data untuk memonitor dan
mengevaluasi indikator kunci.
C2. Penguatan rencana kesiapsiagaan dan respon wabah
◆ Mobilisasi sumberdaya dan tindakan-tindakan darurat untuk
secepat mungkin menghentikan penyebaran apabila terjadi
wabah rabies di daerah bebas atau apabila terjadi re-
introduksi rabies ke daerah yang sudah mendekati bebas.
C3. Penguatan kapasitas diagnosis laboratorium
18. D. Peningkatan kesadaran
D1. Peningkatan kesadaran masyarakat dan edukasi
◆ Risiko rabies serta pencegahan dan pengendalian rabies
termasuk promosi kepemilikan anjing yang bertanggung
jawab, melalui edukasi di sekolah-sekolah, pembuatan dan
penyebaran materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE),
briefing media dan menyelenggarakan peringatan World
Rabies Day (WRD).
D2. Peningkatan kesadaran dan praktik manajemen
Tatalaksana Kasus Gigitan Terpadu (TAKGIT)
◆ Pelatihan kepada para pekerja kesehatan dan kesehatan
hewan untuk meningkatkan koordinasi dan kerjasama dalam
penanganan terpadu kasus GHPR.
19. One health – terpadu dan berkelanjutan
◆ Vaksinasi massal anjing yang reguler dapat menurunkan kasus
rabies pada manusia dan secara bertahap rabies dieliminasi sampai
kematian menjadi nol.
◆ Vaksin rabies manusia (PEP) dapat mencegah kematian manusia
pada saat kejadian kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR).
Eliminasi rabies
terpadu dan
berkelanjutan
Vaksinasi massal
anjing (A1)
Vaksinasi manusia
(B1)
Perilaku anjing dan
kesadaran tentang rabies
(A2, A3 dan D1)
TAKGIT
(D2)
20. Vaksin rabies
◆ Vaksin rabies hewan yang digunakan harus berkualitas tinggi dan
mememenuhi standar internasional sesuai dengan rekomendasi
OIE Manual of Diagnostic Tests and Vaccines for Terrestrial
Animals Bab 3.1.17.
◆ Akses terhadap sejumlah jenis vaksin rabies hewan internasional
yang berkualitas tinggi bisa dilakukan melalui perusahaan importir
dan distributor dalam negeri, akan tetapi perlu diantisipasi bahwa
pada jangka waktu tertentu jumlah yang tersedia tidak selalu
mencukupi atau bahkan tidak lagi tersedia karena kompetisi
dengan negara lain.
◆ Untuk vaksin rabies hewan, tersedia opsi untuk mendapatkan
vaksin apabila diperlukan dengan mengajukan permintaan
dan/atau membeli ke OIE Regional Rabies Vaccine Bank for Asia.
◆ Penyimpanan vaksin harus sesuai dan dipertahankan sepanjang
waktu untuk mempertahankan kualitas dan efikasi vaksin.
21. Vaksin rabies produksi dalam negeri
◆ Mengingat kebutuhan vaksin rabies hewan cukup tinggi selama
11 tahun (2019-2030), maka ketersediaan akan sangat
bergantung pada kapasitas produksi PUSVETMA yang
berkesinambungan dan kualitasnya harus memenuhi standar
internasional OIE.
◆ Sebagai faktor kritis dari sub-strategi A1, maka pada tahap-tahap
awal perlu dilakukan kajian terhadap peningkatan kualitas vaksin
rabies hewan produksi lokal dengan melakukan ‘kontrol produksi’
termasuk pemenuhan terhadap standar fasilitas dan GMP dan
‘kendali mutu’ (quality control) terhadap ‘in process product’ dan
‘final product’ sesuai dengan OIE Manual Bab 1.1.8.
◆ Sebagai bagian dari penjaminan kualitas ‘final product’ vaksin
rabies, maka diperlukan persyaratan bahwa sampel dari setiap
‘batch/serial’ diuji di BPMSOH (uji sterilitas, uji inaktivasi, uji
toksisitas abnormal, dan uji potensi) sesuai dengan ketentuan
dalam OIE Manual Bab 1.1.8.
22. •Perhitungan untuk penentuan kriteria daerah:
Jumlah penduduk / 1 juta orang/ kasus rabies
pada manusia tertinggi (2010-2018)
Misal:
– Jumlah penduduk di Sulawesi Utara= 2.461.000 jiwa.
– Kasus rabies pada manusia tertinggi di Sulawesi
Utara pada periode 2010-2018 = 39.
– Kriteria daerah tertular berat = 2.461.000 / 1.000.000 /
39 = 86 kasus (kisaran 51-150).
23. No. Status Kriteria Provinsi/pulau
1. Daerah tertular
berat
Daerah dengan insidensi rabies pada
manusia yang terlaporkan > 51-150
kasus per 1 juta penduduk*)
(1) Sumut; (2) Sulsel;
(3) Riau; (4) Sumbar; (5) NTT;
(6) Kalbar; (7) Bali; (8) Sulteng;
(9) Sulut; (10) Maluku
2. Daerah tertular
sedang
Daerah dengan insidensi rabies pada
manusia yang terlaporkan > 16-50
kasus per 1 juta penduduk*)
(1) Jabar, (2) Lampung;
(3) Sumsel; (4) NTB; (5)
Kalteng; (6) Sultra
3. Daerah tertular
ringan
Daerah dengan insidensi rabies pada
manusia yang terlaporkan < 1-15
kasus per 1 juta penduduk*)
(1) Aceh; (2) Banten; (3)
Kalsel; (4) Kaltim; (5) Kaltara;
(6) Jambi; (7) Bengkulu; (8)
Sulbar; (9) Malut; (10) Gorontalo
4. Daerah bebas
terancam
Daerah yang telah dinyatakan bebas
secara resmi, akan tetapi berada satu
pulau dengan daerah tertular
(1) DKI Jakarta, (2)
Jateng, (3) DI Yogyakarta; (4)
Jatim
5. Daerah bebas Daerah yang rabies tidak pernah
terlaporkan paling tidak selama 25
tahun atau memiliki status bebas
historis (OIE Article 1.4.6.)
(1) Kepri; (2) Kep Babel; (3)
Papua; (4) Papua Barat
Penetapan daerah berdasarkan situasi rabies
25. Estimasi Populasi Anjing
• Populasi anjing di seluruh Indonesia diestimasi 16.148.283
ekor berdasarkan estimasi rasio manusia : anjing berkisar
antara (8 – 32) : 1.
• Rasio yang ideal antara jumlah penduduk dengan jumlah
anjing menurut FAO adalah 16 : 1.
• Rasio yang lebih kecil dari 16 : 1 adalah sebuah kondisi yang
dianggap rawan terhadap potensi kejadian rabies.
• Dengan menggunakan standar FAO tersebut di atas, maka
estimasi rasio manusia : anjing:
• daerah tertular berat diestimasi berkisar (8 – 16) : 1 = 5.571.360
ekor;
• daerah tertular sedang berkisar (18 – 22) : 1 = 3.980.143 ekor; dan
• daerah tertular ringan berkisar (24 – 32) : 1 = 1.392.415 ekor.
26. Estimasi populasi anjing di daerah tertular
berat, tertular sedang dan tertular ringan
Status
daerah
Provinsi Jumlah
daerah
tertular
Estimasi
kisaran
rasio
manusia :
anjing
Estimasi
populasi
anjing
Daerah
tertular
berat
Sumut; Sulsel; Riau;
Sumbar; NTT; Kalbar; Bali;
Sulteng; Sulut; Maluku
10 (8 – 16) : 1 5.571.360
Daerah
tertular
sedang
Jabar; Lampung; Sumsel;
NTB; Kalteng; Sultra
6 (18 – 22) : 1 3.980.143
Daerah
tertular
ringan
Aceh; Banten; Kalsel;
Kaltim; Kaltara; Jambi;
Bengkulu; Sulbar; Malut;
Gorontalo
10 (24 – 32) : 1 1.392.415
Total 26 10.943.918
27. Rencana Kebutuhan Vaksin Rabies
untuk Anjing
◆ Kebutuhan vaksin rabies hewan per tahun
menjadi suatu faktor kritis karena pengadaan
vaksin harus berkelanjutan dan tidak terputus.
◆ Perencanaan kebutuhan vaksin jangka panjang
dengan mengandalkan kapasitas produksi vaksin
dalam negeri, maka diperlukan suatu strategi
yang jelas dan terarah untuk meningkatkan
kuantitas dan kualitas vaksin lokal (PUSVETMA).
28. Perhitungan kebutuhan vaksin per tahun
◆ Jumlah vaksinasi anjing yang dibutuhkan untuk daerah
tertular berat, sedang dan ringan diperoleh dari dari
kalkulasi total estimasi populasi anjing per provinsi, sasaran
cakupan vaksinasi (70%) pada tahun ke-1 dimana kampanye
vaksinasi massal dimulai.
◆ Untuk tahun ke-2, dan seterusnya, angka ini dikalikan dengan
tingkat pertumbuhan populasi anjing per tahun yang diestimasi
sebesar 10% (World Animal Protection).
◆ Kalkulasi ini digunakan untuk menghasilkan angka perkiraan
kebutuhan vaksin rabies hewan pada tahun ke-1 s/d ke-3.
Untuk tahun ke-4 dan ke-5, kebutuhan vaksin dikalkulasi
berturut-turut 40% dan 20% dari tahun ke-3.
29. Jumlah dosis vaksin rabies yang direncanakan
sesuai dengan strategi eliminasi rabies (2019-2030)
◆ Rencana kebutuhan vaksin rabies untuk anjing selama 2019-2030
diperkirakan sebanyak 30.882.148 dosis untuk populasi anjing
yang diestimasi sebesar 10.943.918 ekor di daerah tertular berat,
sedang dan ringan.
371569 408726
2973658
3960629
65685146443673
5501033
3080765
1249974
323607
0 0
0
1000000
2000000
3000000
4000000
5000000
6000000
7000000
2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
30. Lima faktor kritis menentukan
keberhasilan Indonesia bebas rabies 2030
1. Komitmen pemerintah yang tinggi dan bersifat jangka panjang
terhadap penganggaran dan pelaksanaan One Health Roadmap
Eliminasi Rabies Nasional 2030.
2. Komitmen pemerintah daerah seluruh daerah tertular rabies untuk
menjalankan strategi eliminasi rabies nasional sejak tahap awal
dan bergerak secara bertahap seperti yang direncanakan.
3. Jangka waktu yang ditentukan selama 11 (sebelas) tahun (2019-
2030) merefleksikan secara akurat perkembangan suatu daerah
tertular menuju eliminasi.
4. Vaksinasi berkelanjutan dengan vaksin berkualitas internasional
terhadap 70% populasi anjing berisiko di daerah tertular per tahun
tetap dapat dipertahankan paling tidak selama 3-5 tahun.
5. Sumberdaya yang cukup dan berkesinambungan untuk
menjalankan strategi eliminasi rabies nasional, terutama
ketersediaan VAR dan SAR (PEP) serta stok vaksin rabies untuk
vaksinasi massal anjing per tahun.