SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
1
GOVERNMENTAL ENVIRONMENT
GOVERNMENTAL ENVIRONMENT AND ITS SIGNIFICANCE on THE
DEVELOPMENT OF CRUDE PALM OIL (CPO) INDUSTRY
Pengajar:
Dr. Wahyudi Kumorotomo, MPP
Ira Kristina L. Tobing
10/325335/pek/15945
AKHIR PEKAN ANGKATAN 20 C
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
JAKARTA
2012
2
D A F T A R I S I
I. ISI
1. Pendahuluan ............................................................ 3
2. Hasil Temuan ............................................................ 5
II. Kesimpulan dan Saran ............................................................ 7
Daftar Pustaka ............................................................ 7
D A F T A R T A B E L
Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Sawit
Indonesia Tahun 2005 – 2010
......................... 3
3
I. I S I
1. Pendahuluan
Agar dapat memberikan gambaran yang lebih jelas bagaimana governmental
environment menjadi salah satu lingkungan yang mempengaruhi suatu dunia usaha maka
contoh praktis dapat diambil dari operasional suatu industri pengolah Crude Palm Oil
(CPO) menjadi penghasil minyak goreng.
Untuk komoditas kelapa sawit, produsen hulu baik yang menghasilkan tandan buah
segar dan CPO dihasilkan oleh perkebunan baik perkebunan rakyat (PR), perkebunan
besar negara (PBN) dan perkebunan besar swasta (PBS). Luas areal perkebunan kelapa
sawit selama 5 tahun terakhir terus meningkat dari 5,45 juta ha pada tahun 2005 menjadi
7,82 juta ha pada tahun 2010. Demikian pula dengan produksinya yang terus meningkat
dari 11,86 juta ton CPO pada tahun 2005 menjadi 19,84 juta ton CPO pada tahun 2010.
Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Sawit Indonesia Tahun 2005 – 2010
PR PBN PBS Jumlah PR PBN PBS Jumlah
2005 2.356.895 529.854 2.567.068 5.453.817 4.500.769 1.449.254 5.911.592 11.861.615
2006 2.459.572 687.428 3.357.914 6.594.914 5.783.088 2.313.729 9.254.031 17.350.848
2007 2.752.172 606.248 3.408.416 6.766.836 6.358.389 2.117.035 9.189.301 17.664.725
2008 2.881.898 602.963 3.878.986 7.363.847 6.923.042 1.938.134 8.678.612 17.538.788
2009*) 3.013.973 608.580 3.885.470 7.508.023 7.247.979 1.961.813 9.431.089 18.640.881
2010 **) 3.314.663 616.575 3.898.385 7.824.623 7.774.036 2.089.908 9.980.957 19.844.901
Luas Areal (Ha)
Tahun
Produksi (Ton)
Sumber: Ditjenbun, Kementrian Pertanian
Perkebunan sawit rakyat terdiri atas perkebunan plasma dan perkebunan swadaya.
Kondisi kebun sawit rakyat pada umumnya belum dikelola dengan baik sehingga tingkat
produktivitasnya masih rendah. Pada tahun 2010, luas areal perkebunan sawit rakyat
mencapat 3,3 juta ha. Perkebunan swasta mendomasi luas areal perkebunan sawit
Indonesia yaitu mencapai sekitar 49%, sementara perkebunan rakyat mencapai 41% dan
perkebunan Negara hanya 10 persen. Sementara itu selama tahun 2005-2009, produksi
CPO Indonesia tumbuh sebesar 14,5% per tahun, dari 11,9 juta tons pada tahun 2005
menjadi 19,4 juta ton pada tahun 2009.
Seperti terlihat dari pangsa luas dan produksi kelapa sawit nasional, perkebunan rakyat
meliputi sekitar 41%, perkebunan besar swasta nasional sekitar 49%, dan sisanya sekitar
4
10% adalah perkebunan rakyat. Namun demikian umumnya perkebunan rakyat tidak
memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) sehingga penguasaan CPO ada pada
perkebunan besar swasta dan perkebunan negara.
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas andalan bangsa Indonesia yang
memberikan peran yang sangat signifikan dalam pembangunan perekonomian bangsa
Indonesia. Indonesia diharapkan akan menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia.
Industri minyak kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis, karena berhubungan
dengan sektor pertanian (agro‐based industry) yang banyak berkembang di negara‐negara
tropis seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Hasil industri minyak kelapa sawit bukan hanya minyak goreng saja, tetapi juga bisa
digunakan sebagai bahan dasar industri lainnya seperti industri makanan, kosmetika dan
industri sabun. Pengolahan kelapa sawit di Indonesia telah mencapai industri hilir
walaupun masih sangat terbatas (Kementerian Perindustrian, 2011). Industri yang telah
berkembang diantaranya adalah industri hulu yang mengolah CPO menjadi olein, stearin
dan PFAD.
Dari beberapa faktor yang berkaitan dengan standar mutu minyak sawit tersebut,
didapat hasil dari pengolahan kelapa sawit, seperti Crude Palm Oil (CPO), Crude Palm
Stearin, RBD Palm Oil, RBD Olein, RBD Stearin, Palm Kernel Oil, Palm Kernel Fatty
Acid, Palm Kernel, Palm Kernel Expeller (PKE), Palm Cooking Oil, Refined Palm Oil
(RPO), Refined Bleached Deodorised Olein (ROL), Refined Bleached Deodorised Stearin
(RPS) dan Palm Kernel Pellet serta Palm Kernel Shell Charcoal. Beberapa produk dan
teknologi industri hilir kelapa sawit adalah refinery, asam lemak (fatty acid), fatty alkohol,
biodiesel, minyak goreng, margarin, mayonaise, cocoa butter substutute, surfaktan, sabun
dan pembangkit listrik .
Indonesia menghasilkan sekitar 21.5 juta ton CPO di tahun 2009. Dari jumlah itu, ada
sekitar 15.5 juta ton diekspor dan selebihnya digunakan untuk konsumsi dalam negeri.
Dari seluruh penghasil CPO, perusahaan swasta menghasilkan kurang lebih 52%,
sementara petani usaha kecil dan BUMN menghasilkan kurang lebih 36% dan 12%.
Indonesia sekarang menjadi eksportir CPO terbesar di di dunia, mengahalahkan Malaysia
semenjak 2008. Pada tahun 2009, share Indonesia dari pasar ekspor dunia mencapai 54%
dan Malaysia hanya sekitar 45%. Dengan alasan industri pengoolahan CPO merupakan
5
industri yang strategis bagi perekonomian Indonesia dan banyak menguasai hajat hidup
orang banyak terutama di daerah – daerah penghasil kelapa sawit dan pengolah CPO.
Dikarenakan sempitnya waktu untuk penulisan paper ini, maka penelitian yang
dilakukan sebagai dasar untuk penulisan adalah dengan pengamatan empiris dengan
menggunakan data sekunder.
2. Hasil/Temuan
Adapun mengenai pengelolaan perkebunan kelapa sawit dan pengolahan hasil
perkebunannya diatur dalam pengaturan mengenai pembangunan perkebunan di Indonesia
secara khusus yang dibahas dan diatur melalui Undang Undang No. 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan. Salah satu pertimbangan yang mendasari lahirnya UU No.18/2004 tersebut
adalah bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan potensi
yang sangat besar dalam pembangunan perekonomian nasional termasuk didalamnya
pembangunan perkebunan dalam mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara
berkeadilan. Guna mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara berkeadilan,
maka perkebunan perlu dijamin keberlanjutannya serta ditingkatkan fungsi dan peranannya.
Sebagaimana diatur di dalam Pasal 15 UU No.18/2004, Usaha perkebunan terdiri atas usaha
budidaya tanaman perkebunan dan atau usaha industri pengolahan hasil perkebunan2.
Budidaya tanaman perkebunan merupakan serangkaian kegiatan pratanam, penanaman,
pemeliharaan tanaman, pemanenan dan sortasi. Sedangkan usaha industri pengolahan hasil
perkebunan merupakan kegiatan pengolahan yang bahan baku utamanya hasil perkebunan
untuk memperoleh nilai tambah.
Lebih lanjut, pasal 15 tersebut juga menyatakan bahwa industri pengolahan hasil
perkebunan merupakan pengolahan hasil perkebunan yang bahan bakunya karena menurut
sifat dan karakteristiknya tidak dapat dipisahkan dengan usaha budidaya tanaman
perkebunan terdiri dari gula pasir dari tebu, teh hitam dan teh hijau serta ekstraksi kelapa
sawit.
UU No.18/2004 mengatur bahwa untuk melakukan usaha perkebunan, baik budidaya
tanaman perkebunan maupun industri pengolahan hasil perkebunan, dengan luasan dan
kapasitas produksi tertentu wajib memiliki izin usaha perkebunan dari Gubernur untuk
wilayah lintas kabupaten/kota danBupati/Walikota untuk wilayah kabupaten/kota. Namun,
6
khusus untuk pekebun (yang terdefinisikan di dalam ketentuan umum UU No.18/2004
sebagai perorangan warga negara Indonesia yang melakukan usaha perkebunan dengan
skala usaha tidak mencapai skala tertentu) dikecualikan dari ketentuan perizinan dimaksud,
atau tidak wajib memperoleh (mengurus) izin usaha perkebunan.
Sementara untuk pengelolaan usaha budidaya perkebunan terdapat kebijakan teknis
terbaru yang terkait dengan perizinan usaha perkebunan telah diatur secara operasional oleh
Menteri Pertanian melalui Permentan No.26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman
Perizinan Usaha Perkebunan. Di dalam permentan tersebut, yaitu Pasal 5 dan Pasal 6,
menginformasikan bahwa untuk usaha budidaya tanaman perkebunan dengan luasan lahan
lebih dari 25 hektar WAJIB memiliki Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B),
sedangkan untuk luasan lahan kurang dari 25 hektar cukup didaftarkan dengan bukti Surat
Tanda Daftar Usaha Budidaya Perkebunan (STD-B) dari Bupati/Walikota.
Terkait dengan pola usaha perkebunan, Pasal 22 UU No.18/2004 menyebutkan bahwa
Perusahaan perkebunan melakukan kemitraan yang saling menguntungkan, saling
menghargai, saling bertanggungjawab, saling memperkuat dan saling ketergantungan
dengan pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar. Adapun Pola kemitraan usaha
perkebunan dapat berupa kerjasama penyediaan sarana produksi, kerjasama produksi,
pengolahan dan pemasaran, transportasi, kerjasama operasional, kepemilikan saham dan
jasa pendukung lainnya.
Adapun berdasarkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 Permentan No.
No.26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan,
dinyatakan bahwa Perusahaan yang memiliki IUP-B wajib membangun kebun untuk
masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% (dua puluh persen) dari total luas areal
perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan. Pembangunan kebun masyarakat untuk
masyarakat tersebut dapat dilakukan antara lain melalui pola kredit, hibah atau bagi hasil
yang dilakukan bersamaan dengan pembangunan kebun yang diusahakan oleh perusahaan.
Untuk pengaturan dalam aspek pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan,
pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan yang diatur menurut UU
No.18/2004. Kebijakan ini memuat ketentuan bahwa usaha industri pengolahan hasil
perkebunan adalah kegiatan penanganan dan pemrosesan yang dilakukan terhadap hasil
tanaman perkebunan yang ditujukan untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi.
7
Pencapaian nilai tambah tersebut dapat dilakukan di dalam atau di luar kawasan
pengembangan perkebunan dan dilakukan secara terpadu dengan usaha budidaya tanaman
perkebunan, sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 27 ayat (3).
Disamping itu, usaha industri pengolahan hasil perkebunan harus dapat menjamin
ketersediaan bahan bakunya dengan mengusahakan budidaya tanaman perkebunan sendiri,
melakukan kemitraan dengan pekebun, perusahaan perkebunan dan atau bahan baku dari
sumber lainnya, sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 17 UU No.18/2004 dimaksud. Guna
menegaskan keterjaminan pasokan bahan baku bagi usaha industri pengolahan hasil
perkebunan, maka Menteri Pertanian melalui Permentan No.26/Permentan/OT.140/2/2007
mengatur mengenai keharusan bagi usaha industri pengolahan hasil kelapa sawit memenuhi
paling rendah 20% kebutuhan bahan bakunya dari kebun yang diusahakan sendiri,
sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 10 Permentan dimaksud.
Disamping itu, dalam usaha industri pengolahan hasil perkebunan juga diharapkan
adanya pola kemitraan pengolahan sehingga lebih dapat menjamin ketersediaan bahan baku,
terbentuknya harga pasar yang wajar dan terwujudnya peningkatan nilai tambah kepada
pekebun sebagai upaya pemberdayaan pekebun. Kemitraan pengolahan tersebut dilakukan
secara tertulis dalam bentuk perjanjian yang berisikan hak dan kewajiban, pembinaan dan
pengembangan usaha, pendanaan, jangka waktu dan penyelesaian perselisihan yang
ditandatangani kedua belah pihak dengan diketahui Bupati/Walikota. Adapun jangka waktu
perjanjian kemitraan pengolahan paling singkat untuk masa 3 (tiga) tahun.
Terkait dengan Perizinan usaha, Permentan Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007
mengatur bahwa untuk usaha industri pengolahan hasil perkebunan yang WAJIB mendapat
izin usaha perkebunan untuk pengolahan (IUP-P) adalah yang memiliki kapasitas produksi
pengolahan 5 ton tandan buah segar per jam. Sedangkan untuk yang berkapasitas dibawah
dari kapasitas tersebut cukup mendaftarkannya yang kemudian dibuktikan dengan Surat
Tanda Daftar Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan (STD-P) yang diterbitkan oleh
Bupati/Walikota.
Sementara untuk kebijakan harga kelapa sawit diatur melalui Peraturan Menteri
Pertanian No 395/Kpts /OT.140/11/2005 diatur mengenai Pedoman Penetapan Harga
Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun. Pekebun di dalam Permentan ini di
definisikan sebagai perorangan WNI yang melakukan usaha perkebunan sebagai peserta
8
pengembangan pola perusahaan inti rakyat (PIR) atau yang melakukan kemitraan usaha
dengan perusahaan mitra.
Tujuan dari pengaturan harga TBS melalui Permentan 395 tersebut adalah untuk
memberikan perlindungan dalam perolehan harga wajar dari TBS kelapa sawit produksi
petani dan menghindari persaingan tidak sehat diantara pabrik kelapa sawit.
Pasal 4 Permentan Nomor 395 dimaksud, mengatur bahwa Pekebun menjual seluruh
tandan buah segarnya kepada perusahaan dan perusahaan membeli seluruh tandan buah
segar untuk diolah dan dipasarkan sesuai dengan perjanjian kerjasama. Lebih lanjut
mengenai harga, dinyatakan dalam Pasal 5 yang menyatakan bahwa harga pembelian tandan
buah segar oleh perusahaan di dasarkan pada rumus harga pembelian tandan buah segar,
yang mengandung variable indeks proporsi (dalam %) yang menunjukkan bagian yang
diterima oleh pekebun (dinyatakan dalam notasi K), harga rata-rata minyak sawit kasar
(CPO) tertimbang realisasi penjualan ekspor (FOB) dan lokal masing-masing perusahaan
pada periode sebelumnya (dinyatakan dengan notasi Hms), rendemen CPO (dinyatakan
dengan notasi Rms) dan rendemen inti sawit/PKO (dinyatakan dengan notasi Ris) dan harga
rata-rata inti sawit tertimbang realisasi penjualan ekspor (FOB) dan local masing-masing
perusahaan pada periode sebelumnya (dinyatakan dengan notasi His). Secara matematis
formula harga tandan buah segar ditetapkan dengan rumus sebagai berikut:
H TBS = K (Hms X Rms + His X Ris)
Harga pembelian TBS sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh Tim Penetapan Harga
TBS yang dibentuk oleh Gubernur, minimal 1 (satu) kali setiap bulan yang merupakan
harga franco pabrik pengolahan kelapa sawit. Keanggotaan Tim Penetapan Harga TBS
terdiri dari unsur Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota; Dinas yang menangani
Perkebunan Propinsi, 16 Kabupaten/Kota; Perusahaan Inti; Wakil Pekebun PIR Kelapa
Sawit (kelembagaan Pekebun); dan instansi terkait.
Terkait mengenai sanksi apabila tidak memenuhi ketentuan ketetapan harg TBS yang
ditetapkan, Pasal 11 Permentan 395 dimaksud, menginformasikan bahwa
Pekebun/kelembagaan pekebun dan Perusahaan apabila tidak memenuhi ketentuan yang
telah disepakati dikenakan sanksi sesuai dalam perjanjian kerjasama (yang dibuat diantara
kedua belah pihak).
9
II. KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam negara dengan pemerintahannya banyak mengeluarkan kebijakan yang
mengatur dunia bisnis seperti Indonesia, lingkungan pemerintahan menjadi salah satu faktor
penentu perkembangan satu dunia usaha, terutama industri minayk goreng dari kelapa sawit
(pengolah CPO). Kebijakan pemerintah Indonesia mengatur dari sektor hulu, yang dimulai
dari perkebunan, harga tandan buah segar bahkan sampai ke sektor hilirnya, dari sektor
pengolahan dan pemasarannya.
Karena besarnya pengaruh lingkungan pemerintah baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah dalam ruang lingkup kebijakan untuk pengaturan bisnis industri
pengolahan. Maka saran yang dapat diberikan baik kepada dunia usaha maupun sektor
pemerintahan adalah sebelum mengeluarkan kebijakan atau keputusan strategis perusahaan,
sebaiknya pemerintah (instansi pemerintahan terkait) mengadakan kajian terlebih dahulu
untuk menguji apakah kebijakan yang akan dikeluarkan akan menciptakan lingkungan
bisnis yang kondusif. Begitu juga dengan para pembuat keputusan strategi di unit bisnis
yang bergerak di sepanjang rantai nilai pengolahan CPO, adalah sangat disarankan untuk
terlebih dahulu mempelajari lebih mendalam dan terperinci kebijakan pemerintah yang
terkait dengan pengembangan indsutri pengolahan CPO di Indonesia.
10
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Perkebunan. (1991-1998). Statistik Perkebunan Indonesia, Kelapa Sawit
(Indonesia Estate Crop Statistics, Oil Palm), Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta
Kementerian Perdagangan. “Indonesia Business Guide: Invest, Live and Grow. Succesfully
in Indonesia.”Laporan Kegiatan , 2010.
Kementerian Perindustrian, Biro Perencanaan. “Analisis Peluang Kerjasama Investasi
Industri Hilir: Kelapa Sawit, Karet dan Kakao”Laporan Kegiatan BiroPerencanaan ,
2011 .
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. “Evaluasi Kebijakan Perkebunan Kelapa Sawit”
Position Paper KPPU terhadap Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit, 2007.

More Related Content

What's hot

Proposal Alat Pertaniaan RIce Milling Uni (RMU)
Proposal Alat Pertaniaan RIce Milling Uni (RMU)Proposal Alat Pertaniaan RIce Milling Uni (RMU)
Proposal Alat Pertaniaan RIce Milling Uni (RMU)Muhammad Mustafa
 
Proposal Proyek Septian Prakoso (2312100028)
Proposal Proyek Septian Prakoso (2312100028)Proposal Proyek Septian Prakoso (2312100028)
Proposal Proyek Septian Prakoso (2312100028)Septian Prakoso
 
Proposal uppo
Proposal uppoProposal uppo
Proposal uppoassya1
 
Permentan 25-08
Permentan 25-08Permentan 25-08
Permentan 25-08Ismed Nur
 
8 bab 4-pangan-executive
8 bab 4-pangan-executive8 bab 4-pangan-executive
8 bab 4-pangan-executivefamus4417
 
Proposal hand traktor ok
Proposal hand traktor okProposal hand traktor ok
Proposal hand traktor okRaffael Net
 
Penerapan UU tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan penyelengaraan kehutanan
Penerapan UU tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan penyelengaraan kehutananPenerapan UU tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan penyelengaraan kehutanan
Penerapan UU tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan penyelengaraan kehutananCIFOR-ICRAF
 
Perancangan Pabrik Sorbitol Kapasitas 130000 ton/tahun dengan Hidrogenasi Kat...
Perancangan Pabrik Sorbitol Kapasitas 130000 ton/tahun dengan Hidrogenasi Kat...Perancangan Pabrik Sorbitol Kapasitas 130000 ton/tahun dengan Hidrogenasi Kat...
Perancangan Pabrik Sorbitol Kapasitas 130000 ton/tahun dengan Hidrogenasi Kat...Agus Supriyanto
 
Pedoman teknis pengembangan unit pengolah pupuk organik (uppo) 2014
Pedoman teknis pengembangan unit pengolah pupuk organik (uppo) 2014Pedoman teknis pengembangan unit pengolah pupuk organik (uppo) 2014
Pedoman teknis pengembangan unit pengolah pupuk organik (uppo) 2014Dpc Pkb Aceh Tamiang
 
Ppt pengembangan sektor pertanian dan industri
Ppt pengembangan sektor pertanian dan industriPpt pengembangan sektor pertanian dan industri
Ppt pengembangan sektor pertanian dan industriSyntyaJr
 
Penglibatan pp dalam komoditi sawit lpp edit (haji azhar)
Penglibatan pp dalam komoditi sawit lpp edit (haji azhar)Penglibatan pp dalam komoditi sawit lpp edit (haji azhar)
Penglibatan pp dalam komoditi sawit lpp edit (haji azhar)Ridzaludin
 
Rancangan dan perkembangan kelembagaan karawang 7 juli 2020 (yuti)
Rancangan dan perkembangan kelembagaan karawang  7 juli 2020 (yuti)Rancangan dan perkembangan kelembagaan karawang  7 juli 2020 (yuti)
Rancangan dan perkembangan kelembagaan karawang 7 juli 2020 (yuti)Syahyuti Si-Buyuang
 
Pedoman teknis pengembangan system of rice intensification ta. 2014
Pedoman teknis pengembangan system of rice intensification ta. 2014Pedoman teknis pengembangan system of rice intensification ta. 2014
Pedoman teknis pengembangan system of rice intensification ta. 2014Dpc Pkb Aceh Tamiang
 
TANTANGAN BERBAGAI KOMODITAS PERKEBUNAN DALAM MEMENUHI TUJUAN DAN STANDAR BER...
TANTANGAN BERBAGAI KOMODITAS PERKEBUNAN DALAM MEMENUHI TUJUAN DAN STANDAR BER...TANTANGAN BERBAGAI KOMODITAS PERKEBUNAN DALAM MEMENUHI TUJUAN DAN STANDAR BER...
TANTANGAN BERBAGAI KOMODITAS PERKEBUNAN DALAM MEMENUHI TUJUAN DAN STANDAR BER...CIFOR-ICRAF
 

What's hot (20)

Proposal Alat Pertaniaan RIce Milling Uni (RMU)
Proposal Alat Pertaniaan RIce Milling Uni (RMU)Proposal Alat Pertaniaan RIce Milling Uni (RMU)
Proposal Alat Pertaniaan RIce Milling Uni (RMU)
 
Proposal Proyek Septian Prakoso (2312100028)
Proposal Proyek Septian Prakoso (2312100028)Proposal Proyek Septian Prakoso (2312100028)
Proposal Proyek Septian Prakoso (2312100028)
 
Bab 3
Bab 3Bab 3
Bab 3
 
Juknis upja&ldm
Juknis upja&ldmJuknis upja&ldm
Juknis upja&ldm
 
Proposal pertanian
Proposal pertanianProposal pertanian
Proposal pertanian
 
Proposal uppo
Proposal uppoProposal uppo
Proposal uppo
 
Laporan Prakerin Kacang Panjang "Vigna sinensis" SMKN 2 Mimika
Laporan Prakerin Kacang Panjang "Vigna sinensis" SMKN 2 Mimika Laporan Prakerin Kacang Panjang "Vigna sinensis" SMKN 2 Mimika
Laporan Prakerin Kacang Panjang "Vigna sinensis" SMKN 2 Mimika
 
Permentan 25-08
Permentan 25-08Permentan 25-08
Permentan 25-08
 
8 bab 4-pangan-executive
8 bab 4-pangan-executive8 bab 4-pangan-executive
8 bab 4-pangan-executive
 
Proposal hand traktor ok
Proposal hand traktor okProposal hand traktor ok
Proposal hand traktor ok
 
Penerapan UU tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan penyelengaraan kehutanan
Penerapan UU tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan penyelengaraan kehutananPenerapan UU tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan penyelengaraan kehutanan
Penerapan UU tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan penyelengaraan kehutanan
 
Perancangan Pabrik Sorbitol Kapasitas 130000 ton/tahun dengan Hidrogenasi Kat...
Perancangan Pabrik Sorbitol Kapasitas 130000 ton/tahun dengan Hidrogenasi Kat...Perancangan Pabrik Sorbitol Kapasitas 130000 ton/tahun dengan Hidrogenasi Kat...
Perancangan Pabrik Sorbitol Kapasitas 130000 ton/tahun dengan Hidrogenasi Kat...
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Proposal budidaya-cabe
Proposal budidaya-cabeProposal budidaya-cabe
Proposal budidaya-cabe
 
Pedoman teknis pengembangan unit pengolah pupuk organik (uppo) 2014
Pedoman teknis pengembangan unit pengolah pupuk organik (uppo) 2014Pedoman teknis pengembangan unit pengolah pupuk organik (uppo) 2014
Pedoman teknis pengembangan unit pengolah pupuk organik (uppo) 2014
 
Ppt pengembangan sektor pertanian dan industri
Ppt pengembangan sektor pertanian dan industriPpt pengembangan sektor pertanian dan industri
Ppt pengembangan sektor pertanian dan industri
 
Penglibatan pp dalam komoditi sawit lpp edit (haji azhar)
Penglibatan pp dalam komoditi sawit lpp edit (haji azhar)Penglibatan pp dalam komoditi sawit lpp edit (haji azhar)
Penglibatan pp dalam komoditi sawit lpp edit (haji azhar)
 
Rancangan dan perkembangan kelembagaan karawang 7 juli 2020 (yuti)
Rancangan dan perkembangan kelembagaan karawang  7 juli 2020 (yuti)Rancangan dan perkembangan kelembagaan karawang  7 juli 2020 (yuti)
Rancangan dan perkembangan kelembagaan karawang 7 juli 2020 (yuti)
 
Pedoman teknis pengembangan system of rice intensification ta. 2014
Pedoman teknis pengembangan system of rice intensification ta. 2014Pedoman teknis pengembangan system of rice intensification ta. 2014
Pedoman teknis pengembangan system of rice intensification ta. 2014
 
TANTANGAN BERBAGAI KOMODITAS PERKEBUNAN DALAM MEMENUHI TUJUAN DAN STANDAR BER...
TANTANGAN BERBAGAI KOMODITAS PERKEBUNAN DALAM MEMENUHI TUJUAN DAN STANDAR BER...TANTANGAN BERBAGAI KOMODITAS PERKEBUNAN DALAM MEMENUHI TUJUAN DAN STANDAR BER...
TANTANGAN BERBAGAI KOMODITAS PERKEBUNAN DALAM MEMENUHI TUJUAN DAN STANDAR BER...
 

Similar to Governmental environment ~ ir kristina l. tobing

Demographical environment~ira kristina l. tobing
Demographical environment~ira kristina l. tobingDemographical environment~ira kristina l. tobing
Demographical environment~ira kristina l. tobingIra Kristina Lumban Tobing
 
International political environment ~ ira kristina l. tobing
International political environment ~ ira kristina l. tobingInternational political environment ~ ira kristina l. tobing
International political environment ~ ira kristina l. tobingIra Kristina Lumban Tobing
 
Social and cultural environment ~ ira kristina l. tobing
Social and cultural environment ~ ira kristina l. tobingSocial and cultural environment ~ ira kristina l. tobing
Social and cultural environment ~ ira kristina l. tobingIra Kristina Lumban Tobing
 
Technology processing environment ira kristina l. tobing
Technology processing environment ira kristina l. tobingTechnology processing environment ira kristina l. tobing
Technology processing environment ira kristina l. tobingIra Kristina Lumban Tobing
 
2. Profile Industri Oleokimia 2014.pdf
2. Profile Industri Oleokimia 2014.pdf2. Profile Industri Oleokimia 2014.pdf
2. Profile Industri Oleokimia 2014.pdfAkunApasaja
 
#60 palm oil study
#60 palm oil study#60 palm oil study
#60 palm oil studydikacakep
 
Laporan pkl 1 pengenalan administrasi di PG Tasikmadu,Karanganyar
Laporan pkl 1 pengenalan administrasi di PG Tasikmadu,KaranganyarLaporan pkl 1 pengenalan administrasi di PG Tasikmadu,Karanganyar
Laporan pkl 1 pengenalan administrasi di PG Tasikmadu,KaranganyarNatalia Nainggolan
 
Natalia Nainggolan Mahasiswi Akuntansi Politeknik Lpp laporan PKL I pengenala...
Natalia Nainggolan Mahasiswi Akuntansi Politeknik Lpp laporan PKL I pengenala...Natalia Nainggolan Mahasiswi Akuntansi Politeknik Lpp laporan PKL I pengenala...
Natalia Nainggolan Mahasiswi Akuntansi Politeknik Lpp laporan PKL I pengenala...Natalia Nainggolan
 
Laporan PKL I pengenalan administrasi di PG Tasikmadu,karanganyar
Laporan PKL I pengenalan administrasi di PG Tasikmadu,karanganyarLaporan PKL I pengenalan administrasi di PG Tasikmadu,karanganyar
Laporan PKL I pengenalan administrasi di PG Tasikmadu,karanganyarNatalia Nainggolan
 
Pedoman penerapan jaminan_mutu_bokar_final
Pedoman penerapan jaminan_mutu_bokar_finalPedoman penerapan jaminan_mutu_bokar_final
Pedoman penerapan jaminan_mutu_bokar_finalAndi Wahyudin
 
Kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil Pekebun 28082023.pptx
Kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil Pekebun 28082023.pptxKebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil Pekebun 28082023.pptx
Kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil Pekebun 28082023.pptxFadiahChaeraniTaufik1
 
10.Bahan Paparan TA_FGD_060923_Manufaktur_Oleokimia.pdf
10.Bahan Paparan TA_FGD_060923_Manufaktur_Oleokimia.pdf10.Bahan Paparan TA_FGD_060923_Manufaktur_Oleokimia.pdf
10.Bahan Paparan TA_FGD_060923_Manufaktur_Oleokimia.pdfAhmad Taufik
 
Kelapa sawit nunung
Kelapa sawit nunungKelapa sawit nunung
Kelapa sawit nunungSukardiEddie
 
Jurnal 3-optimasi-penentuan-kesepakatan-harga-nilam-pada-rantai-pasok-minyak
Jurnal 3-optimasi-penentuan-kesepakatan-harga-nilam-pada-rantai-pasok-minyakJurnal 3-optimasi-penentuan-kesepakatan-harga-nilam-pada-rantai-pasok-minyak
Jurnal 3-optimasi-penentuan-kesepakatan-harga-nilam-pada-rantai-pasok-minyakAyu Fitria
 
PRESENTASI DIR. IMINTEMGAR PADA RAKER IA SEMARANG.pptx
PRESENTASI DIR. IMINTEMGAR PADA RAKER IA SEMARANG.pptxPRESENTASI DIR. IMINTEMGAR PADA RAKER IA SEMARANG.pptx
PRESENTASI DIR. IMINTEMGAR PADA RAKER IA SEMARANG.pptxAdeSetiawan596927
 
2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf
2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf
2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdfhadiwiryo2019
 

Similar to Governmental environment ~ ir kristina l. tobing (20)

Demographical environment~ira kristina l. tobing
Demographical environment~ira kristina l. tobingDemographical environment~ira kristina l. tobing
Demographical environment~ira kristina l. tobing
 
International political environment ~ ira kristina l. tobing
International political environment ~ ira kristina l. tobingInternational political environment ~ ira kristina l. tobing
International political environment ~ ira kristina l. tobing
 
Economic development ~ ira kristina l. tobing
Economic development ~ ira kristina l. tobingEconomic development ~ ira kristina l. tobing
Economic development ~ ira kristina l. tobing
 
Natural environment ~ ira kristina l. tobing
Natural environment ~ ira kristina l. tobingNatural environment ~ ira kristina l. tobing
Natural environment ~ ira kristina l. tobing
 
Social and cultural environment ~ ira kristina l. tobing
Social and cultural environment ~ ira kristina l. tobingSocial and cultural environment ~ ira kristina l. tobing
Social and cultural environment ~ ira kristina l. tobing
 
Technology processing environment ira kristina l. tobing
Technology processing environment ira kristina l. tobingTechnology processing environment ira kristina l. tobing
Technology processing environment ira kristina l. tobing
 
2. Profile Industri Oleokimia 2014.pdf
2. Profile Industri Oleokimia 2014.pdf2. Profile Industri Oleokimia 2014.pdf
2. Profile Industri Oleokimia 2014.pdf
 
#60 palm oil study
#60 palm oil study#60 palm oil study
#60 palm oil study
 
Laporan pkl 1 pengenalan administrasi di PG Tasikmadu,Karanganyar
Laporan pkl 1 pengenalan administrasi di PG Tasikmadu,KaranganyarLaporan pkl 1 pengenalan administrasi di PG Tasikmadu,Karanganyar
Laporan pkl 1 pengenalan administrasi di PG Tasikmadu,Karanganyar
 
Natalia Nainggolan Mahasiswi Akuntansi Politeknik Lpp laporan PKL I pengenala...
Natalia Nainggolan Mahasiswi Akuntansi Politeknik Lpp laporan PKL I pengenala...Natalia Nainggolan Mahasiswi Akuntansi Politeknik Lpp laporan PKL I pengenala...
Natalia Nainggolan Mahasiswi Akuntansi Politeknik Lpp laporan PKL I pengenala...
 
Laporan PKL I pengenalan administrasi di PG Tasikmadu,karanganyar
Laporan PKL I pengenalan administrasi di PG Tasikmadu,karanganyarLaporan PKL I pengenalan administrasi di PG Tasikmadu,karanganyar
Laporan PKL I pengenalan administrasi di PG Tasikmadu,karanganyar
 
Pedoman penerapan jaminan_mutu_bokar_final
Pedoman penerapan jaminan_mutu_bokar_finalPedoman penerapan jaminan_mutu_bokar_final
Pedoman penerapan jaminan_mutu_bokar_final
 
Indsutri kelapa sawit
Indsutri kelapa sawitIndsutri kelapa sawit
Indsutri kelapa sawit
 
Kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil Pekebun 28082023.pptx
Kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil Pekebun 28082023.pptxKebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil Pekebun 28082023.pptx
Kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil Pekebun 28082023.pptx
 
10.Bahan Paparan TA_FGD_060923_Manufaktur_Oleokimia.pdf
10.Bahan Paparan TA_FGD_060923_Manufaktur_Oleokimia.pdf10.Bahan Paparan TA_FGD_060923_Manufaktur_Oleokimia.pdf
10.Bahan Paparan TA_FGD_060923_Manufaktur_Oleokimia.pdf
 
PTPS-PB
PTPS-PBPTPS-PB
PTPS-PB
 
Kelapa sawit nunung
Kelapa sawit nunungKelapa sawit nunung
Kelapa sawit nunung
 
Jurnal 3-optimasi-penentuan-kesepakatan-harga-nilam-pada-rantai-pasok-minyak
Jurnal 3-optimasi-penentuan-kesepakatan-harga-nilam-pada-rantai-pasok-minyakJurnal 3-optimasi-penentuan-kesepakatan-harga-nilam-pada-rantai-pasok-minyak
Jurnal 3-optimasi-penentuan-kesepakatan-harga-nilam-pada-rantai-pasok-minyak
 
PRESENTASI DIR. IMINTEMGAR PADA RAKER IA SEMARANG.pptx
PRESENTASI DIR. IMINTEMGAR PADA RAKER IA SEMARANG.pptxPRESENTASI DIR. IMINTEMGAR PADA RAKER IA SEMARANG.pptx
PRESENTASI DIR. IMINTEMGAR PADA RAKER IA SEMARANG.pptx
 
2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf
2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf
2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf
 

More from Ira Kristina Lumban Tobing

Introduction to the Psychology of International Cooperation Seventeen motivat...
Introduction to the Psychology of International Cooperation Seventeen motivat...Introduction to the Psychology of International Cooperation Seventeen motivat...
Introduction to the Psychology of International Cooperation Seventeen motivat...Ira Kristina Lumban Tobing
 
UNCTAD ¬ cocoa study industry structures and competition
UNCTAD ¬ cocoa study industry structures and competitionUNCTAD ¬ cocoa study industry structures and competition
UNCTAD ¬ cocoa study industry structures and competitionIra Kristina Lumban Tobing
 
Cocoa ¬ a guide to trade practices of ITC. #NeedToSaveThis
Cocoa ¬   a guide to trade practices of ITC. #NeedToSaveThisCocoa ¬   a guide to trade practices of ITC. #NeedToSaveThis
Cocoa ¬ a guide to trade practices of ITC. #NeedToSaveThisIra Kristina Lumban Tobing
 
Study on the costs, advantages and disadvantages of cocoa certification commi...
Study on the costs, advantages and disadvantages of cocoa certification commi...Study on the costs, advantages and disadvantages of cocoa certification commi...
Study on the costs, advantages and disadvantages of cocoa certification commi...Ira Kristina Lumban Tobing
 
A Guide to traceAbility A Practical Approach to Advance Sustainability in Glo...
A Guide to traceAbility A Practical Approach to Advance Sustainability in Glo...A Guide to traceAbility A Practical Approach to Advance Sustainability in Glo...
A Guide to traceAbility A Practical Approach to Advance Sustainability in Glo...Ira Kristina Lumban Tobing
 
IDENTIFICATION OF KEY SUCCESS FACTORS OF STRATEGIES IN ENTERING THE INDIAN MA...
IDENTIFICATION OF KEY SUCCESS FACTORS OF STRATEGIES IN ENTERING THE INDIAN MA...IDENTIFICATION OF KEY SUCCESS FACTORS OF STRATEGIES IN ENTERING THE INDIAN MA...
IDENTIFICATION OF KEY SUCCESS FACTORS OF STRATEGIES IN ENTERING THE INDIAN MA...Ira Kristina Lumban Tobing
 
Analysis of Cocoa Beans Processing And Quality in Post Harvest in South East ...
Analysis of Cocoa Beans Processing And Quality in Post Harvest in South East ...Analysis of Cocoa Beans Processing And Quality in Post Harvest in South East ...
Analysis of Cocoa Beans Processing And Quality in Post Harvest in South East ...Ira Kristina Lumban Tobing
 
STRATEGI PEMBANGUNAN DAYA SAING INDUSTRI DALAM NEGERI MENGHADAPI ACFTA
STRATEGI PEMBANGUNAN DAYA SAING INDUSTRI DALAM NEGERI MENGHADAPI ACFTASTRATEGI PEMBANGUNAN DAYA SAING INDUSTRI DALAM NEGERI MENGHADAPI ACFTA
STRATEGI PEMBANGUNAN DAYA SAING INDUSTRI DALAM NEGERI MENGHADAPI ACFTAIra Kristina Lumban Tobing
 
Marketing Management Course Assignment ~ LG Electronic Global Strategy in Em...
Marketing Management Course Assignment ~  LG Electronic Global Strategy in Em...Marketing Management Course Assignment ~  LG Electronic Global Strategy in Em...
Marketing Management Course Assignment ~ LG Electronic Global Strategy in Em...Ira Kristina Lumban Tobing
 
Marketing Management Course Assignment ~ Brand In the Hand ADIDAS
Marketing Management Course Assignment ~  Brand In the Hand  ADIDASMarketing Management Course Assignment ~  Brand In the Hand  ADIDAS
Marketing Management Course Assignment ~ Brand In the Hand ADIDASIra Kristina Lumban Tobing
 
Marketing Management Course Assignment ~ Dove Evolution of a Brand
Marketing Management Course Assignment ~  Dove Evolution of a BrandMarketing Management Course Assignment ~  Dove Evolution of a Brand
Marketing Management Course Assignment ~ Dove Evolution of a BrandIra Kristina Lumban Tobing
 
Marketing Management Course Assignment ~ Moods of Norway
Marketing Management Course Assignment  ~  Moods of NorwayMarketing Management Course Assignment  ~  Moods of Norway
Marketing Management Course Assignment ~ Moods of NorwayIra Kristina Lumban Tobing
 
Marketing management course assignment ~Marcks and Spencer plan a
Marketing management course assignment   ~Marcks and Spencer plan aMarketing management course assignment   ~Marcks and Spencer plan a
Marketing management course assignment ~Marcks and Spencer plan aIra Kristina Lumban Tobing
 
Marketing Management Course Assignment ~STARBUCKS
Marketing Management Course Assignment   ~STARBUCKSMarketing Management Course Assignment   ~STARBUCKS
Marketing Management Course Assignment ~STARBUCKSIra Kristina Lumban Tobing
 
Marketing Management Course Paper Assignment ~LV in India
Marketing Management Course Paper Assignment ~LV in IndiaMarketing Management Course Paper Assignment ~LV in India
Marketing Management Course Paper Assignment ~LV in IndiaIra Kristina Lumban Tobing
 
Information technology environment ~ ira kristina l. tobing
Information technology environment ~ ira kristina l. tobingInformation technology environment ~ ira kristina l. tobing
Information technology environment ~ ira kristina l. tobingIra Kristina Lumban Tobing
 
Domestic political environment ~ ira kristina tobing
Domestic political environment ~ ira kristina tobingDomestic political environment ~ ira kristina tobing
Domestic political environment ~ ira kristina tobingIra Kristina Lumban Tobing
 

More from Ira Kristina Lumban Tobing (20)

Introduction to the Psychology of International Cooperation Seventeen motivat...
Introduction to the Psychology of International Cooperation Seventeen motivat...Introduction to the Psychology of International Cooperation Seventeen motivat...
Introduction to the Psychology of International Cooperation Seventeen motivat...
 
State of commodity dependance 2019
State of commodity dependance 2019State of commodity dependance 2019
State of commodity dependance 2019
 
UNCTAD ¬ cocoa study industry structures and competition
UNCTAD ¬ cocoa study industry structures and competitionUNCTAD ¬ cocoa study industry structures and competition
UNCTAD ¬ cocoa study industry structures and competition
 
Cocoa ¬ a guide to trade practices of ITC. #NeedToSaveThis
Cocoa ¬   a guide to trade practices of ITC. #NeedToSaveThisCocoa ¬   a guide to trade practices of ITC. #NeedToSaveThis
Cocoa ¬ a guide to trade practices of ITC. #NeedToSaveThis
 
CHOCOLATE GREENWASHING
CHOCOLATE GREENWASHINGCHOCOLATE GREENWASHING
CHOCOLATE GREENWASHING
 
Study on the costs, advantages and disadvantages of cocoa certification commi...
Study on the costs, advantages and disadvantages of cocoa certification commi...Study on the costs, advantages and disadvantages of cocoa certification commi...
Study on the costs, advantages and disadvantages of cocoa certification commi...
 
A Guide to traceAbility A Practical Approach to Advance Sustainability in Glo...
A Guide to traceAbility A Practical Approach to Advance Sustainability in Glo...A Guide to traceAbility A Practical Approach to Advance Sustainability in Glo...
A Guide to traceAbility A Practical Approach to Advance Sustainability in Glo...
 
IDENTIFICATION OF KEY SUCCESS FACTORS OF STRATEGIES IN ENTERING THE INDIAN MA...
IDENTIFICATION OF KEY SUCCESS FACTORS OF STRATEGIES IN ENTERING THE INDIAN MA...IDENTIFICATION OF KEY SUCCESS FACTORS OF STRATEGIES IN ENTERING THE INDIAN MA...
IDENTIFICATION OF KEY SUCCESS FACTORS OF STRATEGIES IN ENTERING THE INDIAN MA...
 
Analysis of Cocoa Beans Processing And Quality in Post Harvest in South East ...
Analysis of Cocoa Beans Processing And Quality in Post Harvest in South East ...Analysis of Cocoa Beans Processing And Quality in Post Harvest in South East ...
Analysis of Cocoa Beans Processing And Quality in Post Harvest in South East ...
 
STRATEGI PEMBANGUNAN DAYA SAING INDUSTRI DALAM NEGERI MENGHADAPI ACFTA
STRATEGI PEMBANGUNAN DAYA SAING INDUSTRI DALAM NEGERI MENGHADAPI ACFTASTRATEGI PEMBANGUNAN DAYA SAING INDUSTRI DALAM NEGERI MENGHADAPI ACFTA
STRATEGI PEMBANGUNAN DAYA SAING INDUSTRI DALAM NEGERI MENGHADAPI ACFTA
 
Marketing Management Course Assignment ~ LG Electronic Global Strategy in Em...
Marketing Management Course Assignment ~  LG Electronic Global Strategy in Em...Marketing Management Course Assignment ~  LG Electronic Global Strategy in Em...
Marketing Management Course Assignment ~ LG Electronic Global Strategy in Em...
 
Marketing Management Course Assignment ~ Brand In the Hand ADIDAS
Marketing Management Course Assignment ~  Brand In the Hand  ADIDASMarketing Management Course Assignment ~  Brand In the Hand  ADIDAS
Marketing Management Course Assignment ~ Brand In the Hand ADIDAS
 
Marketing Management Course Assignment ~ Dove Evolution of a Brand
Marketing Management Course Assignment ~  Dove Evolution of a BrandMarketing Management Course Assignment ~  Dove Evolution of a Brand
Marketing Management Course Assignment ~ Dove Evolution of a Brand
 
Marketing Management Course Assignment ~ Moods of Norway
Marketing Management Course Assignment  ~  Moods of NorwayMarketing Management Course Assignment  ~  Moods of Norway
Marketing Management Course Assignment ~ Moods of Norway
 
Marketing management course assignment ~Marcks and Spencer plan a
Marketing management course assignment   ~Marcks and Spencer plan aMarketing management course assignment   ~Marcks and Spencer plan a
Marketing management course assignment ~Marcks and Spencer plan a
 
Marketing Management Course Assignment ~STARBUCKS
Marketing Management Course Assignment   ~STARBUCKSMarketing Management Course Assignment   ~STARBUCKS
Marketing Management Course Assignment ~STARBUCKS
 
Marketing Management Course Paper Assignment ~LV in India
Marketing Management Course Paper Assignment ~LV in IndiaMarketing Management Course Paper Assignment ~LV in India
Marketing Management Course Paper Assignment ~LV in India
 
Information technology environment ~ ira kristina l. tobing
Information technology environment ~ ira kristina l. tobingInformation technology environment ~ ira kristina l. tobing
Information technology environment ~ ira kristina l. tobing
 
Fiscal policy ~ ira kristina l. tobing
Fiscal policy ~ ira kristina l. tobingFiscal policy ~ ira kristina l. tobing
Fiscal policy ~ ira kristina l. tobing
 
Domestic political environment ~ ira kristina tobing
Domestic political environment ~ ira kristina tobingDomestic political environment ~ ira kristina tobing
Domestic political environment ~ ira kristina tobing
 

Recently uploaded

DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptxGiftaJewela
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau tripletMelianaJayasaputra
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 

Recently uploaded (20)

DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 

Governmental environment ~ ir kristina l. tobing

  • 1. 1 GOVERNMENTAL ENVIRONMENT GOVERNMENTAL ENVIRONMENT AND ITS SIGNIFICANCE on THE DEVELOPMENT OF CRUDE PALM OIL (CPO) INDUSTRY Pengajar: Dr. Wahyudi Kumorotomo, MPP Ira Kristina L. Tobing 10/325335/pek/15945 AKHIR PEKAN ANGKATAN 20 C PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA JAKARTA 2012
  • 2. 2 D A F T A R I S I I. ISI 1. Pendahuluan ............................................................ 3 2. Hasil Temuan ............................................................ 5 II. Kesimpulan dan Saran ............................................................ 7 Daftar Pustaka ............................................................ 7 D A F T A R T A B E L Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Sawit Indonesia Tahun 2005 – 2010 ......................... 3
  • 3. 3 I. I S I 1. Pendahuluan Agar dapat memberikan gambaran yang lebih jelas bagaimana governmental environment menjadi salah satu lingkungan yang mempengaruhi suatu dunia usaha maka contoh praktis dapat diambil dari operasional suatu industri pengolah Crude Palm Oil (CPO) menjadi penghasil minyak goreng. Untuk komoditas kelapa sawit, produsen hulu baik yang menghasilkan tandan buah segar dan CPO dihasilkan oleh perkebunan baik perkebunan rakyat (PR), perkebunan besar negara (PBN) dan perkebunan besar swasta (PBS). Luas areal perkebunan kelapa sawit selama 5 tahun terakhir terus meningkat dari 5,45 juta ha pada tahun 2005 menjadi 7,82 juta ha pada tahun 2010. Demikian pula dengan produksinya yang terus meningkat dari 11,86 juta ton CPO pada tahun 2005 menjadi 19,84 juta ton CPO pada tahun 2010. Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Sawit Indonesia Tahun 2005 – 2010 PR PBN PBS Jumlah PR PBN PBS Jumlah 2005 2.356.895 529.854 2.567.068 5.453.817 4.500.769 1.449.254 5.911.592 11.861.615 2006 2.459.572 687.428 3.357.914 6.594.914 5.783.088 2.313.729 9.254.031 17.350.848 2007 2.752.172 606.248 3.408.416 6.766.836 6.358.389 2.117.035 9.189.301 17.664.725 2008 2.881.898 602.963 3.878.986 7.363.847 6.923.042 1.938.134 8.678.612 17.538.788 2009*) 3.013.973 608.580 3.885.470 7.508.023 7.247.979 1.961.813 9.431.089 18.640.881 2010 **) 3.314.663 616.575 3.898.385 7.824.623 7.774.036 2.089.908 9.980.957 19.844.901 Luas Areal (Ha) Tahun Produksi (Ton) Sumber: Ditjenbun, Kementrian Pertanian Perkebunan sawit rakyat terdiri atas perkebunan plasma dan perkebunan swadaya. Kondisi kebun sawit rakyat pada umumnya belum dikelola dengan baik sehingga tingkat produktivitasnya masih rendah. Pada tahun 2010, luas areal perkebunan sawit rakyat mencapat 3,3 juta ha. Perkebunan swasta mendomasi luas areal perkebunan sawit Indonesia yaitu mencapai sekitar 49%, sementara perkebunan rakyat mencapai 41% dan perkebunan Negara hanya 10 persen. Sementara itu selama tahun 2005-2009, produksi CPO Indonesia tumbuh sebesar 14,5% per tahun, dari 11,9 juta tons pada tahun 2005 menjadi 19,4 juta ton pada tahun 2009. Seperti terlihat dari pangsa luas dan produksi kelapa sawit nasional, perkebunan rakyat meliputi sekitar 41%, perkebunan besar swasta nasional sekitar 49%, dan sisanya sekitar
  • 4. 4 10% adalah perkebunan rakyat. Namun demikian umumnya perkebunan rakyat tidak memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) sehingga penguasaan CPO ada pada perkebunan besar swasta dan perkebunan negara. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas andalan bangsa Indonesia yang memberikan peran yang sangat signifikan dalam pembangunan perekonomian bangsa Indonesia. Indonesia diharapkan akan menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia. Industri minyak kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis, karena berhubungan dengan sektor pertanian (agro‐based industry) yang banyak berkembang di negara‐negara tropis seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand. Hasil industri minyak kelapa sawit bukan hanya minyak goreng saja, tetapi juga bisa digunakan sebagai bahan dasar industri lainnya seperti industri makanan, kosmetika dan industri sabun. Pengolahan kelapa sawit di Indonesia telah mencapai industri hilir walaupun masih sangat terbatas (Kementerian Perindustrian, 2011). Industri yang telah berkembang diantaranya adalah industri hulu yang mengolah CPO menjadi olein, stearin dan PFAD. Dari beberapa faktor yang berkaitan dengan standar mutu minyak sawit tersebut, didapat hasil dari pengolahan kelapa sawit, seperti Crude Palm Oil (CPO), Crude Palm Stearin, RBD Palm Oil, RBD Olein, RBD Stearin, Palm Kernel Oil, Palm Kernel Fatty Acid, Palm Kernel, Palm Kernel Expeller (PKE), Palm Cooking Oil, Refined Palm Oil (RPO), Refined Bleached Deodorised Olein (ROL), Refined Bleached Deodorised Stearin (RPS) dan Palm Kernel Pellet serta Palm Kernel Shell Charcoal. Beberapa produk dan teknologi industri hilir kelapa sawit adalah refinery, asam lemak (fatty acid), fatty alkohol, biodiesel, minyak goreng, margarin, mayonaise, cocoa butter substutute, surfaktan, sabun dan pembangkit listrik . Indonesia menghasilkan sekitar 21.5 juta ton CPO di tahun 2009. Dari jumlah itu, ada sekitar 15.5 juta ton diekspor dan selebihnya digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Dari seluruh penghasil CPO, perusahaan swasta menghasilkan kurang lebih 52%, sementara petani usaha kecil dan BUMN menghasilkan kurang lebih 36% dan 12%. Indonesia sekarang menjadi eksportir CPO terbesar di di dunia, mengahalahkan Malaysia semenjak 2008. Pada tahun 2009, share Indonesia dari pasar ekspor dunia mencapai 54% dan Malaysia hanya sekitar 45%. Dengan alasan industri pengoolahan CPO merupakan
  • 5. 5 industri yang strategis bagi perekonomian Indonesia dan banyak menguasai hajat hidup orang banyak terutama di daerah – daerah penghasil kelapa sawit dan pengolah CPO. Dikarenakan sempitnya waktu untuk penulisan paper ini, maka penelitian yang dilakukan sebagai dasar untuk penulisan adalah dengan pengamatan empiris dengan menggunakan data sekunder. 2. Hasil/Temuan Adapun mengenai pengelolaan perkebunan kelapa sawit dan pengolahan hasil perkebunannya diatur dalam pengaturan mengenai pembangunan perkebunan di Indonesia secara khusus yang dibahas dan diatur melalui Undang Undang No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Salah satu pertimbangan yang mendasari lahirnya UU No.18/2004 tersebut adalah bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan potensi yang sangat besar dalam pembangunan perekonomian nasional termasuk didalamnya pembangunan perkebunan dalam mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan. Guna mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara berkeadilan, maka perkebunan perlu dijamin keberlanjutannya serta ditingkatkan fungsi dan peranannya. Sebagaimana diatur di dalam Pasal 15 UU No.18/2004, Usaha perkebunan terdiri atas usaha budidaya tanaman perkebunan dan atau usaha industri pengolahan hasil perkebunan2. Budidaya tanaman perkebunan merupakan serangkaian kegiatan pratanam, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemanenan dan sortasi. Sedangkan usaha industri pengolahan hasil perkebunan merupakan kegiatan pengolahan yang bahan baku utamanya hasil perkebunan untuk memperoleh nilai tambah. Lebih lanjut, pasal 15 tersebut juga menyatakan bahwa industri pengolahan hasil perkebunan merupakan pengolahan hasil perkebunan yang bahan bakunya karena menurut sifat dan karakteristiknya tidak dapat dipisahkan dengan usaha budidaya tanaman perkebunan terdiri dari gula pasir dari tebu, teh hitam dan teh hijau serta ekstraksi kelapa sawit. UU No.18/2004 mengatur bahwa untuk melakukan usaha perkebunan, baik budidaya tanaman perkebunan maupun industri pengolahan hasil perkebunan, dengan luasan dan kapasitas produksi tertentu wajib memiliki izin usaha perkebunan dari Gubernur untuk wilayah lintas kabupaten/kota danBupati/Walikota untuk wilayah kabupaten/kota. Namun,
  • 6. 6 khusus untuk pekebun (yang terdefinisikan di dalam ketentuan umum UU No.18/2004 sebagai perorangan warga negara Indonesia yang melakukan usaha perkebunan dengan skala usaha tidak mencapai skala tertentu) dikecualikan dari ketentuan perizinan dimaksud, atau tidak wajib memperoleh (mengurus) izin usaha perkebunan. Sementara untuk pengelolaan usaha budidaya perkebunan terdapat kebijakan teknis terbaru yang terkait dengan perizinan usaha perkebunan telah diatur secara operasional oleh Menteri Pertanian melalui Permentan No.26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Di dalam permentan tersebut, yaitu Pasal 5 dan Pasal 6, menginformasikan bahwa untuk usaha budidaya tanaman perkebunan dengan luasan lahan lebih dari 25 hektar WAJIB memiliki Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B), sedangkan untuk luasan lahan kurang dari 25 hektar cukup didaftarkan dengan bukti Surat Tanda Daftar Usaha Budidaya Perkebunan (STD-B) dari Bupati/Walikota. Terkait dengan pola usaha perkebunan, Pasal 22 UU No.18/2004 menyebutkan bahwa Perusahaan perkebunan melakukan kemitraan yang saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggungjawab, saling memperkuat dan saling ketergantungan dengan pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar. Adapun Pola kemitraan usaha perkebunan dapat berupa kerjasama penyediaan sarana produksi, kerjasama produksi, pengolahan dan pemasaran, transportasi, kerjasama operasional, kepemilikan saham dan jasa pendukung lainnya. Adapun berdasarkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 Permentan No. No.26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, dinyatakan bahwa Perusahaan yang memiliki IUP-B wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% (dua puluh persen) dari total luas areal perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan. Pembangunan kebun masyarakat untuk masyarakat tersebut dapat dilakukan antara lain melalui pola kredit, hibah atau bagi hasil yang dilakukan bersamaan dengan pembangunan kebun yang diusahakan oleh perusahaan. Untuk pengaturan dalam aspek pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan, pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan yang diatur menurut UU No.18/2004. Kebijakan ini memuat ketentuan bahwa usaha industri pengolahan hasil perkebunan adalah kegiatan penanganan dan pemrosesan yang dilakukan terhadap hasil tanaman perkebunan yang ditujukan untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi.
  • 7. 7 Pencapaian nilai tambah tersebut dapat dilakukan di dalam atau di luar kawasan pengembangan perkebunan dan dilakukan secara terpadu dengan usaha budidaya tanaman perkebunan, sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 27 ayat (3). Disamping itu, usaha industri pengolahan hasil perkebunan harus dapat menjamin ketersediaan bahan bakunya dengan mengusahakan budidaya tanaman perkebunan sendiri, melakukan kemitraan dengan pekebun, perusahaan perkebunan dan atau bahan baku dari sumber lainnya, sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 17 UU No.18/2004 dimaksud. Guna menegaskan keterjaminan pasokan bahan baku bagi usaha industri pengolahan hasil perkebunan, maka Menteri Pertanian melalui Permentan No.26/Permentan/OT.140/2/2007 mengatur mengenai keharusan bagi usaha industri pengolahan hasil kelapa sawit memenuhi paling rendah 20% kebutuhan bahan bakunya dari kebun yang diusahakan sendiri, sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 10 Permentan dimaksud. Disamping itu, dalam usaha industri pengolahan hasil perkebunan juga diharapkan adanya pola kemitraan pengolahan sehingga lebih dapat menjamin ketersediaan bahan baku, terbentuknya harga pasar yang wajar dan terwujudnya peningkatan nilai tambah kepada pekebun sebagai upaya pemberdayaan pekebun. Kemitraan pengolahan tersebut dilakukan secara tertulis dalam bentuk perjanjian yang berisikan hak dan kewajiban, pembinaan dan pengembangan usaha, pendanaan, jangka waktu dan penyelesaian perselisihan yang ditandatangani kedua belah pihak dengan diketahui Bupati/Walikota. Adapun jangka waktu perjanjian kemitraan pengolahan paling singkat untuk masa 3 (tiga) tahun. Terkait dengan Perizinan usaha, Permentan Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 mengatur bahwa untuk usaha industri pengolahan hasil perkebunan yang WAJIB mendapat izin usaha perkebunan untuk pengolahan (IUP-P) adalah yang memiliki kapasitas produksi pengolahan 5 ton tandan buah segar per jam. Sedangkan untuk yang berkapasitas dibawah dari kapasitas tersebut cukup mendaftarkannya yang kemudian dibuktikan dengan Surat Tanda Daftar Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan (STD-P) yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota. Sementara untuk kebijakan harga kelapa sawit diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian No 395/Kpts /OT.140/11/2005 diatur mengenai Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun. Pekebun di dalam Permentan ini di definisikan sebagai perorangan WNI yang melakukan usaha perkebunan sebagai peserta
  • 8. 8 pengembangan pola perusahaan inti rakyat (PIR) atau yang melakukan kemitraan usaha dengan perusahaan mitra. Tujuan dari pengaturan harga TBS melalui Permentan 395 tersebut adalah untuk memberikan perlindungan dalam perolehan harga wajar dari TBS kelapa sawit produksi petani dan menghindari persaingan tidak sehat diantara pabrik kelapa sawit. Pasal 4 Permentan Nomor 395 dimaksud, mengatur bahwa Pekebun menjual seluruh tandan buah segarnya kepada perusahaan dan perusahaan membeli seluruh tandan buah segar untuk diolah dan dipasarkan sesuai dengan perjanjian kerjasama. Lebih lanjut mengenai harga, dinyatakan dalam Pasal 5 yang menyatakan bahwa harga pembelian tandan buah segar oleh perusahaan di dasarkan pada rumus harga pembelian tandan buah segar, yang mengandung variable indeks proporsi (dalam %) yang menunjukkan bagian yang diterima oleh pekebun (dinyatakan dalam notasi K), harga rata-rata minyak sawit kasar (CPO) tertimbang realisasi penjualan ekspor (FOB) dan lokal masing-masing perusahaan pada periode sebelumnya (dinyatakan dengan notasi Hms), rendemen CPO (dinyatakan dengan notasi Rms) dan rendemen inti sawit/PKO (dinyatakan dengan notasi Ris) dan harga rata-rata inti sawit tertimbang realisasi penjualan ekspor (FOB) dan local masing-masing perusahaan pada periode sebelumnya (dinyatakan dengan notasi His). Secara matematis formula harga tandan buah segar ditetapkan dengan rumus sebagai berikut: H TBS = K (Hms X Rms + His X Ris) Harga pembelian TBS sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh Tim Penetapan Harga TBS yang dibentuk oleh Gubernur, minimal 1 (satu) kali setiap bulan yang merupakan harga franco pabrik pengolahan kelapa sawit. Keanggotaan Tim Penetapan Harga TBS terdiri dari unsur Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota; Dinas yang menangani Perkebunan Propinsi, 16 Kabupaten/Kota; Perusahaan Inti; Wakil Pekebun PIR Kelapa Sawit (kelembagaan Pekebun); dan instansi terkait. Terkait mengenai sanksi apabila tidak memenuhi ketentuan ketetapan harg TBS yang ditetapkan, Pasal 11 Permentan 395 dimaksud, menginformasikan bahwa Pekebun/kelembagaan pekebun dan Perusahaan apabila tidak memenuhi ketentuan yang telah disepakati dikenakan sanksi sesuai dalam perjanjian kerjasama (yang dibuat diantara kedua belah pihak).
  • 9. 9 II. KESIMPULAN DAN SARAN Dalam negara dengan pemerintahannya banyak mengeluarkan kebijakan yang mengatur dunia bisnis seperti Indonesia, lingkungan pemerintahan menjadi salah satu faktor penentu perkembangan satu dunia usaha, terutama industri minayk goreng dari kelapa sawit (pengolah CPO). Kebijakan pemerintah Indonesia mengatur dari sektor hulu, yang dimulai dari perkebunan, harga tandan buah segar bahkan sampai ke sektor hilirnya, dari sektor pengolahan dan pemasarannya. Karena besarnya pengaruh lingkungan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam ruang lingkup kebijakan untuk pengaturan bisnis industri pengolahan. Maka saran yang dapat diberikan baik kepada dunia usaha maupun sektor pemerintahan adalah sebelum mengeluarkan kebijakan atau keputusan strategis perusahaan, sebaiknya pemerintah (instansi pemerintahan terkait) mengadakan kajian terlebih dahulu untuk menguji apakah kebijakan yang akan dikeluarkan akan menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif. Begitu juga dengan para pembuat keputusan strategi di unit bisnis yang bergerak di sepanjang rantai nilai pengolahan CPO, adalah sangat disarankan untuk terlebih dahulu mempelajari lebih mendalam dan terperinci kebijakan pemerintah yang terkait dengan pengembangan indsutri pengolahan CPO di Indonesia.
  • 10. 10 DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Perkebunan. (1991-1998). Statistik Perkebunan Indonesia, Kelapa Sawit (Indonesia Estate Crop Statistics, Oil Palm), Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta Kementerian Perdagangan. “Indonesia Business Guide: Invest, Live and Grow. Succesfully in Indonesia.”Laporan Kegiatan , 2010. Kementerian Perindustrian, Biro Perencanaan. “Analisis Peluang Kerjasama Investasi Industri Hilir: Kelapa Sawit, Karet dan Kakao”Laporan Kegiatan BiroPerencanaan , 2011 . Komisi Pengawas Persaingan Usaha. “Evaluasi Kebijakan Perkebunan Kelapa Sawit” Position Paper KPPU terhadap Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit, 2007.