SlideShare a Scribd company logo
1 of 27
Download to read offline
PROFIL INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR
DAN BIODIESEL
1 Profil Industri Oleokimia 2014
Profil Industri Oleokimia
I. Pendahuluan
Sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, peran pemerintah dalam mendorong kemajuan
sektor industri ke depan dilakukan secara terencana serta disusun secara sistematis dalam suatu dokumen perencanaan. Dokumen
perencanaan tersebut harus menjadi pedoman dalam menentukan arah kebijakan pemerintah dalam mendorong pembangunan
sektor industri dan menjadi panduan bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam pembangunan industri nasional.
Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) disusun sebagai pelaksanaan amanat pasal 8 ayat 1, Undang-Undang No.
3 tahun 2014, dan menjadi pedoman bagi pemerintah dan pelaku industri dalam perencanaan dan pembangunan industri
sehingga tercapai tujuan penyelenggaraan Perindustrian. RIPIN memiliki masa berlaku untuk jangka waktu 20 tahun, dan bila
diperlukan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun.
Di dalam RIPIN telah ditentukan 10 industri prioritas yang dikelompokkan ke dalam industri andalan, industri pendukung dan
industri hulu sebagai berikut :
Industri Andalan
1. Industri Pangan
2. Industri Farmasi, Kosmetik dan Alat Kesehatan
3. Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka
4. Industri Alat Transportasi
5. Industri Elektronika dan Telematika (ICT)
6. Industri Pembangkit Energi
Industri Pendukung
7. Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong dan Jasa Industri
Industri Hulu
8. Industri Hulu Agro
9. Industri Logam Dasar dan Bahan Galian Bukan Logam
10. Industri Kimia Dasar Berbasis Migas dan Batubara
2 Profil Industri Oleokimia 2014
Kesepuluh industri prioritas tersebut merupakan bagian dari Bangun Industri Nasional. Bangun industri nasional berisikan industri
andalan masa depan, industri pendukung, dan industri hulu, dimana ketiga kelompok industri tersebut memerlukan modal dasar
berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, serta teknologi, inovasi dan kreativitas. Pembangunan industri di masa depan
tersebut juga memerlukan prasyarat berupa ketersediaan infrastruktur dan pembiayaan yang memadai, serta didukung oleh
kebijakan dan regulasi yang efektif. Adapun bagan Bangun Industri Nasional bisa dilihat seperti Gambar I.1. berikut.
Gambar I.1.
Bangun Industri Nasional
3 Profil Industri Oleokimia 2014
Industri Oleokimia Dasar dan Kemurgi merupakan salah satu industri hulu prioritas yang akan dikembangkan. Dalam RIPIN 2015-
2035, industri hulu agro yang akan dikembangkan antara lain adalah industri oleofood, oleokimia dan kemurgi. Industri oleofood
yang difokuskan untuk dikembangkan atau dibangun hingga tahun 2035 adalah olein; stearin; gliserol; Palm Fatty Acid Distillate
(PFAD); coco butter substitute; margarin; shortening; other specialty fats; Specialty fats (coco butter substitute); tocopherol;
betacaroten; asam organik dan alkohol dari limbah industri sawit dan specialty fats bahan tambahan pangan. Industri oleokimia
yang difokuskan untuk dikembangkan atau dibangun hingga tahun 2035 meliputi fatty acids, fatty alcohols, Asam lemak nabati
(fatty amine), methyl estersulfonat (biosurfactant), biolubricant (rolling oils), glycerine based chemical, Isopropyl Palmitate (IPP),
Isopropyl Myristate (IPM), Asam stearat (Stearic acid), Methyl esters, Bioplastic (Polybetahydroxybutirate/PHB,
Polyhydroxyvalerate/ PHV, polylactate) berbasis limbah industri sawit; dan polymers turunan minyak sawit. Sedangkan industri
kemurgi yang difokuskan untuk dikembangkan atau dibangun hingga tahun 2035 adalah Biodiesel (Fatty Acid Methyl Ester/
FAME), Bioavtur (Bio jet fuel), Biodiesel, Bioethanol, Biogas dari POME, Biomaterial untuk peralatan medis, aromatic building blocks
berbasis lignin untuk sintesis obat/farmasi; dan Nano-cellulose derivatives, bio-based fiber & polymers (carbon fiber, viscous), new
generation of biobased composite, secondary biofuel.
Gambar I.2 Produk CPO
Pada penulisan profil industri hulu agro ini, ruang lingkup dibatasi pada industri Fatty Acids, Fatty Alcohol, Gliserol (oleokimia
dasar), dan biodiesel. Tujuan penulisan profil ini adalah untuk memberikan informasi pada masyarakat dan pemangku
kepentingan bahwa industri hulu agro, khususnya industri oleokimia dasar dan biodiesel, merupakan industri prioritas yang akan
dikembangkan, dan memberikan gambaran profil singkat mengenai perkembangan industri tersebut di Indonesia.
4 Profil Industri Oleokimia 2014
II. FEEDSTOCK INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR DAN BIODIESEL
Feedstock atau bahan baku dari industri oleokimia dasar adalah Crude Palm Oil (CPO). Indonesia adalah penghasil CPO kedua
terbesar di dunia. Perkembangan produksi CPO meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 tercatat produksi CPO
Indonesia sebesar 19,3 juta ton, dan meningkat pesat pada tahun 2013 menjadi 27,75 juta ton atau naik sebesar 43,6 persen,
dengan rata-rata kenaikan 9,52 persen per tahun, serta pertumbuhan tahun 2013 terhadap 2012 adalah sebesar 6,65 persen.
Provinsi Riau adalah provinsi penghasil CPO terbesar dengan jumlah 6,6 juta ton pada tahun 2013, disusul oleh Sumatera Utara
dengan 4,4 juta ton, kemudian Kalimantan Tengah dengan 2,98 juta ton.
Gambar II.1
Pertumbuhan Industri CPO Tahun 2013
Sumber : Data Ditjen Perkebunan Kementan
5 Profil Industri Oleokimia 2014
Dilihat dari pertumbuhan produksi CPO per provinsi, rata-rata pertumbuhan tertinggi pada tahun 2013 terhadap 2012 didominasi
oleh Pulau Kalimantan. Kalimantan Timur mempunyai pertumbuhan produksi CPO sebesar 14,2 persen, Kalimantan Barat sebesar
13,13 persen dan Kalimantan Selatan sebesar 11,27 persen. Di Pulau Sumatera, Provinsi Bangka Belitung memimpin pertumbuhan
dengan 14,36 persen disusul dengan Sumatera Barat dengan 10,04 persen. Pulau Sumatera dan Kalimantan merupakan sumber
utama produksi CPO, dan pulau lainnya seperti Sulawesi dan Papua hampir tidak ada peningkatan produksi. Selengkapnya
dapat dilihat pada tabel II.1.
Tabel II.1.
Produksi CPO per Provinsi (Ton)
No Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013*
Perubahan
2013/2012
1 Aceh 482.895 662.201 585.744 724.548 736.090 1,59
2 Sumatera Utara 3.158.144 3.113.006 4.071.143 4.182.052 4.432.611 5,99
3 Sumatera Barat 833.476 962.782 937.715 960.969 1.057.440 10,04
4 Riau 5.932.310 6.358.703 5.736.722 6.421.228 6.629.864 3,25
5 Kepulauan Riau 187 13.367 14.501 14.546 15.332 5,4
6 Jambi 1.265.788 1.509.560 1.684.174 1.885.530 2.065.185 9,53
7 Sumatera Selatan 2.036.553 2.227.963 2.203.275 2.603.536 2.737.324 5,14
8
Kepulauan Bangka
Belitung
482.206 511.330 504.268 546.275 624.739 14,36
9 Bengkulu 602.735 689.643 862.450 871.463 930.249 6,75
10 Lampung 364.862 396.587 394.813 401.539 402.705 0,29
11 Jawa Barat 24.957 23.787 16.793 20.072 20.072 0
12 Banten 24.674 25.972 25.956 29.360 29.662 1,03
13 Kalimantan Barat 862.515 1.102.860 1.434.171 1.601.200 1.811.416 13,13
14 Kalimantan Tengah 1.677.976 2.251.077 2.146.160 2.771.268 2.984.841 7,71
6 Profil Industri Oleokimia 2014
No Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013*
Perubahan
2013/2012
15
Kalimantan
Selatan
424.309 698.702 1.044.492 1.164.672 1.295.945 11,27
16 Kalimantan Timur 553.834 800.362 805.587 1.092.483 1.247.616 14,2
17 Sulawesi Tengah 154.638 157.257 197.057 264.775 264.775 0
18 Sulawesi Selatan 30.949 32.849 33.456 46.409 46.409 0
19 Sulawesi Barat 314.520 285.157 244.446 246.765 247.021 0,1
20 Sulawesi Tenggara - - 15.113 24.520 24.520 0
21 Papua 33.533 84.349 73.865 74.032 74.032 0
22 Papua Barat 63.233 50.606 64.641 68.278 68.278 0
Total 19.324.294 21.958.120 23.096.541 26.015.518 27.746.125 6,65
Sumber : Ditjen Perkebunan Kementan
*) Data Sementara
Produksi CPO dan CPKO di Indonesia tidak sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. CPO (HS 1511100000) dan
CPKO (HS 1513211000) juga diekspor dan menghasilkan devisa negara yang sangat menguntungkan. Provinsi Riau mengekspor
CPO sebesar 2,57 juta ton, kemudian Lampung 1,35 juta ton. Ekspor yang tinggi dari Lampung ini karena CPO yang diekspor
berasal Sumatera Selatan, Jambi, dan Bangka Belitung. Total produksi CPO yang diekspor turun sejak tahun 2010. Pada tahun
2010, CPO yang diekspor adalah 1,34 juta ton, dan turun pada tahun 2011 dengan 1,1 juta ton, dan turun lagi pada tahun
2012 dengan 626 ribu ton, dan kemudian turun lagi pada tahun 2013 dengan ekspor sebesar 452 ribu ton. Dengan produksi
CPO yang meningkat pada tabel II.1 dan ekspor yang menurun pada tabel II.2 menandakan bahwa konsumsi CPO dalam negeri
meningkat. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa program hilirisasi dari CPO berhasil, yang nanti akan diperlihatkan pada
pada bab berikutnya. Selengkapnya untuk data ekspor CPO dan CPKO dapat dilihat pada tabel II.2.
7 Profil Industri Oleokimia 2014
Tabel II.2
Distribusi Ekspor CPO dan CPKO per Provinsi (Ribu Ton)
No Provinsi 2010 2011 2012 2013
CPO
1 Sumatera Utara 1.877 1.594 1.196 879
2 Sumatera Barat 1.272 1.145 976 869
3 Riau 3.868 3.357 2.791 2.574
4 Jambi 168 117 13
5 Sumatera Selatan 98 48
6 Lampung 668 764 933 1.354
7
Kepulauan Bangka
Belitung
170 150 135 46
8 Kepulauan Riau 169 190 390 210
9 Dki Jakarta 0 16 11 19
10 Jawa Tengah 3
11 Jawa Timur 13 3 2 19
12 Kalimantan Barat 13 9 3 4
13 Kalimantan Tengah 306 170 72 16
14 Kalimantan Selatan 287 377 418 300
15 Kalimantan Timur 377 422 277 258
16 Kalimantan Utara 62 51 29 37
17 Sulawesi Utara 14 2
18 Sulawesi Tengah 23 9 5
19 Sulawesi Barat 32 2
20 Papua 26
TOTAL CPO 9.444 8.424 7.253 6.585
CPKO
1 Sumatera Utara 262 167 84 54
2 Sumatera Barat 180 124 46 59
3 Riau 551 511 203 74
4 Jambi 50 21 16
5 Sumatera Selatan 55 18 18 3
6 Lampung 108 121 162 165
8 Profil Industri Oleokimia 2014
No Provinsi 2010 2011 2012 2013
7
Kepulauan Bangka
Belitung
6 8 1
8 Kepulauan Riau 1 0
9 Dki Jakarta 1
10 Jawa Timur 35 18
11 Kalimantan Barat 2
12 Kalimantan Tengah 11 17 3
13 Kalimantan Selatan 57 86 72 88
14 Kalimantan Timur 10 4 4
15 Kalimantan Utara 3 1 2
16 Sulawesi Utara 9 3 12 7
TOTAL CPKO 1.336 1.101 626 452
Sumber : BPS, diolah Kemenperin
Luas Kebun Kelapa Sawit di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun terutama di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan.
Pada tahun 2013 tercatat luas kebun kelapa sawit di Indonesia adalah 10 juta hektar, meningkat 4,8 persen dari tahun 2012
yang seluas 9,57 juta hektar. Perluasan kebun sawit yang signifikan terjadi di Provinsi Lampung dengan pertumbuhan perluasan
sebesar 13,26 persen, kemudian Kalimantan Barat dengan 9,29 persen dan Kalimantan Selatan dengan 7,86 persen. Kebun sawit
terluas terdapat di Provinsi Riau dengan luas 2,13 juta hektar, Sumatera Utara dengan 1,24 juta hektar, disusul Kalimantan
Tengah dengan 1,03 juta hektar. Di Pulau Jawa dan Sulawesi hampir tidak ada perluasan yang signifikan. Di Pulau Jawa,
terdapat perluasan kebun sawit di Provinsi Banten sebesar 4,99 persen menjadi 21 ribu hektar, dan di Pulau Sulawesi terjadi
perluasan kebun sawit di Sulawesi Barat sebesar 0,61 persen. Kebun sawit di Sulawesi yang terluas adalah di Provinsi Sulawesi
Tengah dengan 112 ribu hektar. Selengkapnya untuk data perkebunan sawit per provinsi dapat dilihat pada Tabel II.3.
Tabel II.3
Distribusi Kebun Kelapa Sawit per Provinsi (Hektar)
No Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013*
Perubahan
2013/2012
1 Aceh 313.745 329.562 354.615 363.660 374.323 2,93
9 Profil Industri Oleokimia 2014
No Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013*
Perubahan
2013/2012
2 Sumatera Utara 1.044.854 1.054.849 1.175.078 1.192.466 1.240.934 4,06
3 Sumatera Barat 344.352 353.412 374.211 376.858 394.852 4,77
4 Riau 1.925.344 2.031.817 1.912.009 2.037.733 2.126.038 4,33
5 Kepulauan Riau 2.645 8.488 8.535 8.932 9.125 2,16
6 Jambi 489.384 488.911 625.974 687.892 722.095 4,97
7 Sumatera Selatan 775.339 777.716 820.787 821.391 865.596 5,38
8
Kepulauan Bangka
Belitung
141.897 164.482 178.408 197.586 202.253 2,36
9 Bengkulu 224.651 274.728 299.886 309.723 322.989 4,28
10 Lampung 153.160 157.402 117.673 144.466 163.618 13,26
11 Jawa Barat 12.140 12.323 9.196 9.039 9.039 -
12 Banten 15.023 15.734 16.491 20.044 21.044 4,99
13 Kalimantan Barat 602.124 750.948 683.276 885.075 967.290 9,29
14 Kalimantan Tengah 1.091.620 911.441 1.003.100 1.024.973 1.026.820 0,18
15 Kalimantan Selatan 312.719 353.724 420.158 423.208 456.492 7,86
16 Kalimantan Timur 530.552 446.094 676.395 716.662 754.734 5,31
17 Sulawesi Tengah 65.055 55.214 95.820 112.661 112.661 -
18 Sulawesi Selatan 17.407 19.853 23.416 41.982 41.982 -
19 Sulawesi Barat 107.249 95.770 100.059 94.819 95.396 0,61
20 Sulawesi Tenggara 21.669 25.465 38.660 40.041 40.041 -
21 Papua 26.256 35.664 35.502 39.928 39.928 -
22 Papua Barat 31.142 21.798 23.575 23.575 23.575 -
Total 8.248.328 8.385.394 8.992.824 9.572.715 10.010.824 4,58
Sumber : Ditjen Perkebunan Kementan
*) Data Sementara
10 Profil Industri Oleokimia 2014
III. RANTAI NILAI (POHON INDUSTRI) INDUSTRI OLEOKIMIA
Gambar III.1.
Pohon Industri Hulu Agro berbasis Kelapa Sawit
11 Profil Industri Oleokimia 2014
Jika dilihat dari dari gambar III.1, dimana yang berwarna hijau adalah industri yang telah ada di Indonesia, yang berwarna
kuning adalah industri yang sedang dibangun dan yang berwarna merah adalah industri yang belum ada di Indonesia, maka
dapat disimpulkan bahwa hilirisasi harus dikembangkan pada industri berbahan baku fatty acids. Industri hilir dari fatty acids yang
dapat dikembangkan adalah metalic salt ( Ba-oleat; Ca, Zn - palmilat stearat; Ca, Mg–stearat; Al, Li stearat; Zn, Pb oleat);
polyethoxylated derivatives (palmitat/ethylene propylene oxide; stearat/ethylene propylene oxide; oleic acid dimer ethylene propylene
oxide); oxygenated fatty acids/esther (epoxy stearic/octanol ester; epthio stearin mono & polyhdric alcohol ester); processed fatty
alcohol (C16&C18 alcohol/sulphated; C16&C18 alcohol/ethoxylation; monogliserida ethoxylation); fatty acids amides (stearamide;
alkanolamides; suphated alkanolamide of palmitat, stearic&oleic acids; dan oleamide). Sedangkan industri yang sedang dibangun di
Indonesia adalah beta karoten, glyserol mono oleat dan food emulsifier.
Teknologi Proses Produksi Oleokimia Dasar
Oleokimia adalah bahan kimia yang diturunkan dari minyak atau lemak melalui proses splitting trigliserida (triacylgliserol)
menjadi turunan asam-asam lemaknya dan gliserol. Proses tersebut dapat dilakukan secara kimia maupun enzymatis. Keunggulan
oleokimia dari petrokimia ialah bahwa oleokimia adalah produk yang terbarukan, biodegradable, lebih aman (tidak beracun).
Oleokimia dasar yang banyak diproduksi antara lain fatty acids, , fatty alcohols, fatty methyl ester, fatty amines dan gliserol.
Oleokimia dasar tersebut dapat diproses lebih lanjut menjadi produk akhir yang mempunyai nilai lebih tinggi.
Produksi oleokimia dasar yang telah dilakukan dalam industri adalah melalui proses termal, yaitu, melalui proses pemecahan
lemak (fat splitting), esterifikasi, transesterifikasi dan hidrogenasi (Gambar III.2.). Alternatif lain untuk proses termal tersebut
adalah reaksi enzimatik yang memanfaatkan enzim lipase dari mikroorganisme sebagai biokatalisator bagi reaksi penguraian
minyak/lemak (hidrolisis) menjadi gliserin asam-asam lemak murni. Kemudian asam lemak hasil hidrolisis tersebut difraksinasi
dengan cara destilasi.Diagram proses pembuatan oleokimia dari minyak sawit maupun inti sawit melalui proses splitting dapat
dilihat pada Gambar III.2.
12 Profil Industri Oleokimia 2014
Gambar III.2.
Diagram proses pembuatan Oleokimia Dasar
Produksi fatty acids melibatkan pretreatment dengan asam phospat untuk menghilangkan phosphatida. Umumnya untuk minyak inti
sawit tidak memerlukan pre-treatment, karena minyak tersebut relatif bersih. Namun untuk minyak sawit mentah (CPO) diperlukan
13 Profil Industri Oleokimia 2014
proses pre-treatment untuk menghilangkan gum dan bahan padatan lainnya. Selanjutnya minyak dilakukan splitting dengan
menggunakan demineralized water. Produk yang dihasilkan berupa campuran asam lemak dan glyserin sekitar 15%.
Campuran asam lemak dan gliserin dimurnikan untuk menghilangkan warna, glyserida, bahan tak tersabunkan dan asam lemak
yang terpolimer dengan cara distilasi atau pemisahan asam-asamnya dengan distilasi fraksinasi. Proses hidrogenasi dapat juga
dilakukan untuk menghasilkan asam lemak jenuh dengan kualitas tinggi. Asam lemak tersebut diatas dapat direaksikan lebih lanjut
menjadi produk oleokimia dasar lainnya seperti fatty methyl ester dan fatty alcohol. Pembuatan methyl ester dapat melalui jalur
esterifikasi yaitu reaksi antara asam lemak dan methanol menggunakan katalis asam atau jalur transesterifikasi antara minyak
sawit dan methanol menggunakan katalis basa. Transesterifikasi minyak menjadi methyl ester dapat dilakukan dalam satu step
atau dua step tergantung pada kualitas bahan baku yang digunakan. Jika bahan baku mengandung asam lemak bebas > 5%
maka proses perlu dilakukan dalam dua step yaitu step pertama merubah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak
menjadi esternya dan kedua merubah minyak netral menjadi fatt methyl ester. Fatty alcohol dapat dibuat dengan mereaksikan
fatty methyl ester dengan hydrogen menggunakan katalis logam.
Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Proses ini
menghasilkan dua produk yaitu metil esters (biodiesel)/mono-alkyl esters dan gliserin yang merupakan produk samping. Bahan
baku utama untuk pembuatan biodiesel antara lain minyak nabati, lemak hewani, lemak bekas/lemak daur ulang. Sedangkan
sebagai bahan baku penunjang yaitu alkohol. Pada ini pembuatan biodiesel dibutuhkan katalis untuk proses esterifikasi, katalis
dibutuhkan karena alkohol larut dalam minyak.
Alkohol yang digunakan sebagai pereaksi untuk minyak nabati adalah methanol, namun dapat pula digunakan ethanol,
isopropanol atau butyl, tetapi perlu diperhatikan juga kandungan air dalam alcohol tersebut. Bila kandungan air tinggi akan
mempengaruhi hasil biodiesel kualitasnya rendah, karena kandungan sabun, ALB dan trig;iserida tinggi.
Katalisator dibutuhkan pula guna meningkatkan daya larut pada saat reaksi berlangsung, umumnya katalis yang digunakan
bersifat basa kuat yaitu NaOH atau KOH atau natrium metoksida. Blok diagram proses pembuatan biodiesel dapat dilihat pada
gambar berikut.
14 Profil Industri Oleokimia 2014
Gambar III.3. Blok Diagram Proses Biodiesel
IV. KONDISI SAAT INI INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR DAN BIODIESEL
Industri oleokimia dasar dan biodiesel dimasukan dalam kode KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) 20115. Deskripsi
lengkap industri yang dicakup dalam KBLI 20115 adalah Industri Kimia Dasar Organik Yang Bersumber Dari Hasil Pertanian
dengan rincian sebagai berikut : Kelompok ini mencakup usaha industri kimia dasar organik yang menghasilkan bahan kimia dari
15 Profil Industri Oleokimia 2014
hasil pertanian termasuk kayu dan getah (gum), seperti asam formiat, asam asetat, asam citrat, asam benzoat, fatty acid, fatty
alkohol, furfural, sorbitol dan bahan kimia organik lainnya dari hasil pertanian. Termasuk biofuel.
Pertumbuhan industri pupuk, kimia dan barang dari karet pada tahun 2013 tercatat sebesar 2,21 persen, lebih rendah daripada
pertumbuhan industri pengolahan non migas yang sebesar 6,10 persen dan pertumbuhan ekonomi yang sebesar 5,78 persen.
Akan tetapi hal ini bukan merupakan sesuatu yang negatif mengingat pada tahun 2012, pertumbuhan industri pupuk, kimia dan
barang dari karet mencapai double digit yaitu 10,50 persen. Rata-rata pertumbuhan per tahun untuk industri pupuk,
kimia&barang dari karet adalah 5,34 persen, masih lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan per tahun untuk industri pengolahan
non-migas dari tahun 2010-2013 yaitu sebesar 6,09 persen. Pertumbuhan industri pupuk, kimia dan barang dari karet dari tahun
2010 hingga 2013 dapat dilihat pada Tabel IV.1.
Tabel IV.1.
Pertumbuhan Industri Pupuk, Kimia& Barang dari Karet (Persen)
Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013
Pupuk, Kimia & Barang dari karet 4,70 3,95 10,50 2,21
Industri Pengolahan Non Migas 5,12 6,74 6,42 6,10
Produk Domestik Bruto 6,22 6,49 6,26 5,78
Sumber : BPS
Nilai PDB industri pupuk, kimia dan barang dari karet adalah Rp. 230,2 triliun rupiah atau menyumbang 12,2 persen dari total
PDB Industri Non Migas pada tahun 2013, konstribusinya menurun dibandingkan pada tahun 2012 yang menyumbang sebesar
12,6 persen walaupun secara nilai PDB tahun 2012 lebih rendah dari tahun 2013 yaitu sebesar Rp. 216,8 triliun. Selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel IV.2.
16 Profil Industri Oleokimia 2014
Tabel IV.2.
Nilai dan Kontribusi Industri Pupuk, Kimia & Barang dari Karet terhadap Industri Non Migas
Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013
PDB Pupuk, Kimia & Barang dari karet (Rp.
Miliar)
176.212,4 189.700,0 216.863,8 230.236,1
Kontribusi Pupuk, Kimia & Barang dari karet
(persen)
12,7 12,2 12,6 12,2
Perkembangan investasi industri kimia dan farmasi meningkat signifikan khususnya pada PMDN. Pada tahun 2012, nilai investasi
PMDN sebesar 5,07 triliun rupiah, meningkat menjadi 8,89 triliun rupiah pada tahun 2013. Begitu pula dari sisi PMA dimana
terjadi peningkatan investasi, dimana tahun 2013 investasi PMA senilai 3,14 milyar USD meningkat 13,45 persen dibandingkan
dengan tahun 2012 yang senilai 2,77 milyar USD. Rata-rata pertumbuhan investasi PMDN per tahun adalah 48,42 persen dan
investasi PMA per tahun adalah 62,39 persen. Selengkapnya untuk perkembangan investasi industri kimia dan farmasi, baik PMA
maupun PMDN dapat dilihat pada Tabel IV.3
Tabel IV.3.
Perkembangan Investasi Industri Kimia dan Farmasi
Lapangan Usaha Investasi Satuan 2010 2011 2012 2013
Industri Kimia dan
Farmasi
PMDN Rp Miliar 3.266,02 2.711,87 5.069,45 8.886,48
PMA US$ Juta 793,36 1.467,40 2.769,79 3.142,31
Sumber : BKPM, diolah Kemenperin
Untuk mengetahui indikator ekspor dan impor, perlu kita ketahui pengelompokan HS ke dalam komoditi oleokimia dasar dan
biodiesel seperti yang terlihat pada Tabel IV.4.
17 Profil Industri Oleokimia 2014
Tabel IV.4.
Pengelompokan HS 2012 ke dalam Kelompok Oleokimia Dasar dan Biodiesel
Komoditi HS12 DESKRIPSI
Fatty Acid
3823110000 Stearic acids
3823120000 Oleic acids
3823191000 Acids oil from refining
Fatty Alcohol
3823701000 Industry fatty alcohols in the form of wax
3823709000 Oth industry fatty alcohols in the form of wax
Gliserol
1520001000 Crude glycerol
1520009000 Glycerol waters & glycerol lyes
2905450000 Glycerol
Biodiesel 3826009010 Fatty acid methyl ester (FAME)
Ekspor fatty acid mempunyai kecenderungan menurun pada tahun 2011-2013, pada tahun 2012 ekspor fatty acid mencapai
645,60 ribu ton menurun dibandingkan pada tahun 2011 yang sebesar 685,52 ribu ton, dan pada tahun 2013 menurun lagi
sebesar 16,73 persen yaitu sebesar 537,37 ribu ton. Pada tahun 2013, ekspor fatty alcohol sebesar 259,78 ribu ton, naik 41,63
persen dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 183,41 ribu ton. Gliserol juga mengalami kenaikan, jika pada tahun 2012
ekspor gliserol adalah sebesar 409,38 ribu ton, maka pada tahun 2013 meningkat menjadi 485,27 ribu ton. Sedangkan Biodiesel
meningkat dari 1,32 juta ton pada tahun 2012 menjadi 1,69 juta ton pada tahun 2013. Rata-rata pertumbuhan ekspor fatty acid
sebesar 3,52 persen, fatty alcohol sebesar 19,88 persen, gliserol sebesar 43, 18 persen dan biodiesel sebesar 27,72 persen.
Untuk selengkapnya mengenai ekspor industri oleokimia dasar dan biodiesel dapat dilihat pada Tabel IV.5.
Tabel IV.5.
Perkembangan Ekspor Industri Oleokimia Dasar (Ribu Ton)
Komoditi 2010 2011 2012 2013
Fatty Acid 516,11 685,52 645,60 537,57
Fatty Alcohol 156,13 188,13 183,41 259,78
Gliserol 170,86 291,20 409,38 485,27
Biodiesel 1.321,40 1.687,68
Total 843,10 1.164,85 2.559,79 2.970,30
Sumber : BPS, diolah Kemenperin
18 Profil Industri Oleokimia 2014
Dibandingkan dengan ekspor, maka nilai impor industri oleokimia dasar dan biodiesel lebih rendah. Namun demikian, nilai impor
secara total dari oleokimia dasar dan biodiesel meningkat dari tahun ke tahun. Total impor oleokimia dasar dan biodiesel pada
tahun 2013 adalah sebesar 48,65 ribu ton, meningkat dari tahun 2012 yang sebesar 27,87 ribu ton. Impor fatty Acid dan fatty
alcohol meningkat, fatty acid mengalami rata-rata kenaikan impor sebesar 118,93 persen karena kenaikan yang cukup tajam
dari tahun 2013 terhadap tahun 2012. Sedangkan fatty alcohol mengalami kenaikan sebesar 22,54 persen per tahun, namun
demikian pertumbuhan tahun 2013 terhadap tahun 2012 untuk fatty alcohol terbilang cukup rendah dibanding tahun sebelumnya
yaitu 5,5 persen. Sementara itu, impor gliserol dan biodiesel menurun, bahkan untuk tahun 2013, tercatat tidak ada impor
biodiesel. Data selengkapnya mengenai impor oleokimia dasar dan biodiesel dapat dilihat pada Tabel IV.6.
Tabel IV.6.
Perkembangan Impor Industri Oleokimia Dasar (Ribu Ton)
Komoditi 2010 2011 2012 2013
Fatty Acid 5,45 5,05 5,62 25,45
Fatty Alcohol 11,45 14,26 19,62 20,70
Gliserol 7,79 14,24 2,53 2,50
Biodiesel 0,10
Total 24,69 33,54 27,87 48,65
Sumber : BPS, diolah Kemenperin
Perusahaan-perusahaan besar yang merupakan pelaku utama (major player) dari industri oleokimia dasar adalah PT. Musim Mas
(kapasitas 450.000 Ton/tahun; PT. Ecogreen (419.000 Ton/tahun); PT. Nubika Jaya (150.000 Ton/tahun); PT. Wilmar Nabati
Indonesia (132.000 Ton/tahun); PT. Domba Mas (104.600 Ton/tahun); PT. Sumi Asih 101.000 (Ton/tahun); PT. Cisadane Raya
(100.000 Ton/tahun); PT. Soci Mas ( 88.000 Ton/tahun); dan PT. Flora Sawita (55.100 Ton/tahun). Sehingga, total kapasitas
terpasang untuk industri oleokimia dasar pada tahun 2013 adalah 1.599.700 Ton/tahun.
19 Profil Industri Oleokimia 2014
Sedangkan pemain besar atau major player dari industri biodiesel adalah PT. Wilmar Bioenergy Indonesia Dumai , Riau
(1.300.000 Ton/tahun); PT. Wilmar Nabati Indonesia Gresik, Jatim (1.300.000 Ton/tahun); PT. Musim Mas Batam, Kepri
(615.000 Ton/tahun); PT. Ciliandra Perkasa , Dumai Riau (250.000 Ton/tahun); PT. Cemerlang Energi Perkasa, Dumai Riau
(250.000 Ton/tahun); PT. Musim Mas Medan ( 235.000 Ton/tahun); PT. Pelita Agung Agri Industries Bengkalis Riau (200.000
Ton/tahun); PT. Multi Biofuel Indonesia, Kalsel (160.000 Ton/tahun); PT. Darmex Biofuels, Cikarang Jabar (150.000 Ton/tahun);
PT. Anugerah Inti Gemanusa, Gresik Jatim (120.000 Ton/tahun); PT. Sumi Asih Oleo Chem, Bekasi Jabar (100.000 Ton/tahun).
Total kapasitas terpasang untuk industri biodiesel pada tahun 2013 adalah 4.977.000 Ton/tahun.
Gambar IV.1.
Sebaran Industri Oleokimia Dasar (Sumber : Ditjen IA, Kemenperin)
20 Profil Industri Oleokimia 2014
Gambar IV.2.
Sebaran Industri Biodiesel (Sumber : Ditjen IA, Kemenperin)
Dari jumlah perusahaan industri penghasil produk oleokimia dasar dan biodiesel di atas, baru satu perusahaan yang melakukan
verifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang sertifikatnya masih berlaku pada tahun 2014 seperti tampak pada Tabel
IV.7. berikut.
21 Profil Industri Oleokimia 2014
Tabel IV.7.
TKDN Produk Oleokimia Dasar dan Biodiesel
No Nama Perusahaan Jenis Produk Spesifikasi Nilai TKDN (%)
1 PT. CEMERLANG ENERGI PERKASA Biodiesel
CFPP 14°C Max, POME (Palm Oil
Methyl Ester)
90,17
2 PT. CEMERLANG ENERGI PERKASA Biodiesel
CFPP 18°C Max, PSME (Palm Stearin
Methyl Ester)
90,12
3 PT. CEMERLANG ENERGI PERKASA Biodiesel
CFPP 12°C Max, PLME (Palm Olein
Methyl Ester)
89,65
22 Profil Industri Oleokimia 2014
V. PERMINTAAN (PELUANG INVESTASI) INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR DAN BIODIESEL
Gambar V.1.
Prediksi Konsumsi Fatty Acid Dunia tahun 2022 (Sumber : Frost and Sullivan)
Pada tahun 2022 diperkirakan konsumsi dunia untuk fatty acid meningkat sebesar rata-rata 4 persen pertahun
(Compund Annual Growth Rate (CAGR)). Pertumbuhan konsumsi fatty acid tertinggi adalah di Asia dengan
rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 5,9 persen. Jika pada tahun 2011 konsumsi fatty acid di Asia
sebesar 3 juta ton, maka pada tahun 2022 konsumsi fatty acid diperkirakan sebesar 5,5 juta ton. Pertumbuhan
23 Profil Industri Oleokimia 2014
konsumsi fatty acid di Amerika dan Eropa pada tahun 2011 adalah sebesar 1,3 juta ton dan diperkirakan
meningkat pada tahun 2022 menjadi 1,5 juta ton. Sedangkan untuk bagian dunia lainnya, konsumsi fatty acid
adalah sebesar 1 juta ton pada tahun 2011 dan diperkirakan meningkat dengan rata-rata pertumbuhan
sebesar 7 persen pertahun sehingga konsumsi fatty acid di bagian dunia lainnya selain Amerika Utara, Eropa
dan Asia adalah sebesar 1,8 juta ton. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar V.1.
Gambar V.2.
Prediksi Konsumsi Fatty Alcohol Dunia tahun 2022 (Sumber : Frost and Sullivan)
24 Profil Industri Oleokimia 2014
Pada tahun 2022 diperkirakan konsumsi dunia untuk fatty alcohol meningkat sebesar rata-rata 4 persen
pertahun (Compund Annual Growth Rate (CAGR)). Pertumbuhan konsumsi fatty alcohol tertinggi di Asia adalah
di India dan China. Pertumbuhan konsumsi fatty alcohol di India diperkirakan 10 persen pertahun, jika pada
tahun 2011 konsumsi fatty alcohol India adalah 76 ribu ton maka pada tahun 2022 diperkirakan konsumsi
fatty alcohol sebesar 235 ribu ton. Di China, pada tahun 2011 konsumsi fatty alcohol sebesar 380 ribu ton
maka pada tahun 2022 diperkirakan sebesar 878 ribu ton dengan rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar
8,9 persen. Di Eropa, pada tahun 2011 konsumsi fatty alcohol sebesar 653 ribu ton dan pada tahun 2022
diperkirakan menjadi 736 ribu ton. Pertumbuhan konsumsi fatty alcohol di Amerika diperkirakan 0,9 persen
pertahun sehingga pada tahun 2022 konsumsi fatty alcohol di Amerika Utara sebesar 641 ribu ton. Sedangkan
untuk bagian dunia lainnya, konsumsi fatty alcohol adalah sebesar 50 ribu ton pada tahun 2011 dan
diperkirakan meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7 persen pertahun sehingga konsumsi fatty
alcohol di bagian dunia lainnya (selain Amerika Utara, Amerika Selatan, India, China, Jepang dan Asia
Tenggara) sebesar 104 ribu ton. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar V.2.
25 Profil Industri Oleokimia 2014
PT. Darmex Biofuels,
Dumai, Riau (Juli 2015)
401.500 MT/th
PT. Permata Hijau
Palm Oleo,
Medan Sumut
(Desember 2015)
140.000 MT/Th
• Rencana Tambahan Kapasitas s.d.
2015: 2,322 Juta Ton/th
• Proyeksi Total Kapasitas s.d. Tahun
2015: 7,319 Juta Ton/th
PT. Bits Energy
Kaltim (Desember 2014)
100.000 MT/Th
PT. Darmex Biofuels, Bekasi
Jabar (Januari 2014)
100.000 MT/th
PT. Indo Biofuels Energy,
Jambi (Maret 2014)
160.000 MT/Th
PT. Indo Biofuels Energy,
Sulsel (Juni 2014)
160.000 MT/Th
PT. Indo Biofuels Energy,
Kalbar (Agustus 2014)
100.000 MT/Th
PT. Darmex Biofuels, Bayas
Kaltim (Juli 2015)
401.500 MT/th
PT. Multi Biofuel Indonesia,
Sulut (Juni 2014)
160.000 MT/Th
PT. Oleokimia Sejahtera
Mas, Dumai Riau
(Desember 2015)
500.000 MT/Th
PT. Nusa Energy
Kaltim (Agustus 2014)
100.000 MT/Th
Gambar V.3.
Rencana Pengembangan Kapasitas Industri Biodiesel (Sumber : Ditjen IA, Kemenperin)
Industri oleokimia dasar dan biodiesel berkembang signifikan di Indonesia, hal ini dibuktikan dengan rencana penambahan
kapasitas produksi untuk industri biodiesel pada tahun 2015. Direncanakan pada tahun 2015, kapasitas industri biodiesel
ditingkatkan sebesar 2,322 juta ton/tahun, sehingga proyeksi total kapasitas industri biodiesel berbahan dasar kelapa sawit
pada tahun 2015 adalah sebesar 7,319 juta Ton/tahun.
26 Profil Industri Oleokimia 2014
VI. KESIMPULAN
1. Luas perkebunan kelapa sawit sebagai potensi sumber daya alam untuk industri oleokimia dasar dan
biodiesel meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013 luas kebun kelapa sawit di Indonesia sebesar 10
juta hektar atau naik 4,58 persen dari tahun sebelumnya
2. Produksi CPO Indonesia sebagai feedstock industri oleokimia dasar dan biodiesel meningkat sebesar 6,65
persen pada tahun 2013 dari 26 juta ton pada tahun 2012 menjadi 27,75 juta ton pada tahun 2013.
3. Permintaan fatty acid dan fatty alcohol diperkirakan naik dengan rata-rata pertumbuhan konsumsi pertahun
sebesar 4 persen hingga tahun 2022.
4. Dengan potensi yang dimiliki Indonesia untuk industri oleokimia dasar dan biodiesel serta permintaan dunia
yang terus meningkat maka tidak mengherankan bahwa Industri ini menjadi industri prioritas yang akan
dikembangkan di Indonesia, sesuai dengan Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional, dengan
memperkuat struktur industrinya

More Related Content

Similar to 2. Profile Industri Oleokimia 2014.pdf

Buku 6 prioritas industri kecil dan menengah
Buku 6 prioritas industri kecil dan menengahBuku 6 prioritas industri kecil dan menengah
Buku 6 prioritas industri kecil dan menengaherlangga13
 
Social and cultural environment ~ ira kristina l. tobing
Social and cultural environment ~ ira kristina l. tobingSocial and cultural environment ~ ira kristina l. tobing
Social and cultural environment ~ ira kristina l. tobingIra Kristina Lumban Tobing
 
Demographical environment~ira kristina l. tobing
Demographical environment~ira kristina l. tobingDemographical environment~ira kristina l. tobing
Demographical environment~ira kristina l. tobingIra Kristina Lumban Tobing
 
Perancangan Pabrik Sorbitol Kapasitas 130000 ton/tahun dengan Hidrogenasi Kat...
Perancangan Pabrik Sorbitol Kapasitas 130000 ton/tahun dengan Hidrogenasi Kat...Perancangan Pabrik Sorbitol Kapasitas 130000 ton/tahun dengan Hidrogenasi Kat...
Perancangan Pabrik Sorbitol Kapasitas 130000 ton/tahun dengan Hidrogenasi Kat...Agus Supriyanto
 
laporan-kinerja-industri-dan-kinerja-kemenperin-2012
laporan-kinerja-industri-dan-kinerja-kemenperin-2012laporan-kinerja-industri-dan-kinerja-kemenperin-2012
laporan-kinerja-industri-dan-kinerja-kemenperin-2012Nirma Kinasih
 
EKONOMI INDONESIA & NK-APBN 2014
EKONOMI INDONESIA & NK-APBN 2014EKONOMI INDONESIA & NK-APBN 2014
EKONOMI INDONESIA & NK-APBN 2014Partai Golkar
 
Statistik Ekonomi Nasional dan Perannya terhadap Kebijakan Daerah
Statistik Ekonomi Nasional dan Perannya terhadap Kebijakan DaerahStatistik Ekonomi Nasional dan Perannya terhadap Kebijakan Daerah
Statistik Ekonomi Nasional dan Perannya terhadap Kebijakan DaerahDadang Solihin
 
Siaran Pers : Penerimaan Sektor Pertambangan Sulawesi Tenggara Harus Transpar...
Siaran Pers : Penerimaan Sektor Pertambangan Sulawesi Tenggara Harus Transpar...Siaran Pers : Penerimaan Sektor Pertambangan Sulawesi Tenggara Harus Transpar...
Siaran Pers : Penerimaan Sektor Pertambangan Sulawesi Tenggara Harus Transpar...Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Road Map PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI PENUNJANG INDUSTRI ...
Road Map PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI PENUNJANG INDUSTRI ...Road Map PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI PENUNJANG INDUSTRI ...
Road Map PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI PENUNJANG INDUSTRI ...Kacung Abdullah
 
Laporan profil bitung
Laporan profil bitung Laporan profil bitung
Laporan profil bitung Dimas Hastomo
 
[revisi 3-6-2022] 38. Nuryanti - NTB Halal Industrial Park.pptx
[revisi 3-6-2022] 38. Nuryanti - NTB Halal Industrial Park.pptx[revisi 3-6-2022] 38. Nuryanti - NTB Halal Industrial Park.pptx
[revisi 3-6-2022] 38. Nuryanti - NTB Halal Industrial Park.pptxNazmulWatan
 
Indonesia Economic Outlook 2nd Semester 2015
Indonesia Economic Outlook 2nd Semester 2015Indonesia Economic Outlook 2nd Semester 2015
Indonesia Economic Outlook 2nd Semester 2015IGIco Advisory
 
Investasi SDA di Indonesia
Investasi SDA di IndonesiaInvestasi SDA di Indonesia
Investasi SDA di Indonesia01112015
 
Proposal bakesbang
Proposal bakesbangProposal bakesbang
Proposal bakesbangUmmi1211
 
PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JAWA TIMUR - BADAN PERENCANA PEMBANGUNAN DAERAH
PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JAWA TIMUR - BADAN PERENCANA PEMBANGUNAN DAERAH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JAWA TIMUR - BADAN PERENCANA PEMBANGUNAN DAERAH
PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JAWA TIMUR - BADAN PERENCANA PEMBANGUNAN DAERAH Adi T Wibowo
 
INFRASTRUKTUR STRATEGIS DI JAWA TIMUR
INFRASTRUKTUR STRATEGIS DI JAWA TIMURINFRASTRUKTUR STRATEGIS DI JAWA TIMUR
INFRASTRUKTUR STRATEGIS DI JAWA TIMURAndi Pranawa
 

Similar to 2. Profile Industri Oleokimia 2014.pdf (20)

Buku 6 prioritas industri kecil dan menengah
Buku 6 prioritas industri kecil dan menengahBuku 6 prioritas industri kecil dan menengah
Buku 6 prioritas industri kecil dan menengah
 
Social and cultural environment ~ ira kristina l. tobing
Social and cultural environment ~ ira kristina l. tobingSocial and cultural environment ~ ira kristina l. tobing
Social and cultural environment ~ ira kristina l. tobing
 
Demographical environment~ira kristina l. tobing
Demographical environment~ira kristina l. tobingDemographical environment~ira kristina l. tobing
Demographical environment~ira kristina l. tobing
 
Perancangan Pabrik Sorbitol Kapasitas 130000 ton/tahun dengan Hidrogenasi Kat...
Perancangan Pabrik Sorbitol Kapasitas 130000 ton/tahun dengan Hidrogenasi Kat...Perancangan Pabrik Sorbitol Kapasitas 130000 ton/tahun dengan Hidrogenasi Kat...
Perancangan Pabrik Sorbitol Kapasitas 130000 ton/tahun dengan Hidrogenasi Kat...
 
laporan-kinerja-industri-dan-kinerja-kemenperin-2012
laporan-kinerja-industri-dan-kinerja-kemenperin-2012laporan-kinerja-industri-dan-kinerja-kemenperin-2012
laporan-kinerja-industri-dan-kinerja-kemenperin-2012
 
EKONOMI INDONESIA & NK-APBN 2014
EKONOMI INDONESIA & NK-APBN 2014EKONOMI INDONESIA & NK-APBN 2014
EKONOMI INDONESIA & NK-APBN 2014
 
Pendahuluan
PendahuluanPendahuluan
Pendahuluan
 
Pendahuluan
PendahuluanPendahuluan
Pendahuluan
 
Dpjk for bengkulu 16112017
Dpjk for bengkulu 16112017Dpjk for bengkulu 16112017
Dpjk for bengkulu 16112017
 
Statistik Ekonomi Nasional dan Perannya terhadap Kebijakan Daerah
Statistik Ekonomi Nasional dan Perannya terhadap Kebijakan DaerahStatistik Ekonomi Nasional dan Perannya terhadap Kebijakan Daerah
Statistik Ekonomi Nasional dan Perannya terhadap Kebijakan Daerah
 
Siaran Pers : Penerimaan Sektor Pertambangan Sulawesi Tenggara Harus Transpar...
Siaran Pers : Penerimaan Sektor Pertambangan Sulawesi Tenggara Harus Transpar...Siaran Pers : Penerimaan Sektor Pertambangan Sulawesi Tenggara Harus Transpar...
Siaran Pers : Penerimaan Sektor Pertambangan Sulawesi Tenggara Harus Transpar...
 
Presentasi Industri Cpo
Presentasi Industri CpoPresentasi Industri Cpo
Presentasi Industri Cpo
 
Road Map PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI PENUNJANG INDUSTRI ...
Road Map PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI PENUNJANG INDUSTRI ...Road Map PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI PENUNJANG INDUSTRI ...
Road Map PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI PENUNJANG INDUSTRI ...
 
Laporan profil bitung
Laporan profil bitung Laporan profil bitung
Laporan profil bitung
 
[revisi 3-6-2022] 38. Nuryanti - NTB Halal Industrial Park.pptx
[revisi 3-6-2022] 38. Nuryanti - NTB Halal Industrial Park.pptx[revisi 3-6-2022] 38. Nuryanti - NTB Halal Industrial Park.pptx
[revisi 3-6-2022] 38. Nuryanti - NTB Halal Industrial Park.pptx
 
Indonesia Economic Outlook 2nd Semester 2015
Indonesia Economic Outlook 2nd Semester 2015Indonesia Economic Outlook 2nd Semester 2015
Indonesia Economic Outlook 2nd Semester 2015
 
Investasi SDA di Indonesia
Investasi SDA di IndonesiaInvestasi SDA di Indonesia
Investasi SDA di Indonesia
 
Proposal bakesbang
Proposal bakesbangProposal bakesbang
Proposal bakesbang
 
PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JAWA TIMUR - BADAN PERENCANA PEMBANGUNAN DAERAH
PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JAWA TIMUR - BADAN PERENCANA PEMBANGUNAN DAERAH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JAWA TIMUR - BADAN PERENCANA PEMBANGUNAN DAERAH
PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JAWA TIMUR - BADAN PERENCANA PEMBANGUNAN DAERAH
 
INFRASTRUKTUR STRATEGIS DI JAWA TIMUR
INFRASTRUKTUR STRATEGIS DI JAWA TIMURINFRASTRUKTUR STRATEGIS DI JAWA TIMUR
INFRASTRUKTUR STRATEGIS DI JAWA TIMUR
 

2. Profile Industri Oleokimia 2014.pdf

  • 1. PROFIL INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR DAN BIODIESEL
  • 2. 1 Profil Industri Oleokimia 2014 Profil Industri Oleokimia I. Pendahuluan Sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, peran pemerintah dalam mendorong kemajuan sektor industri ke depan dilakukan secara terencana serta disusun secara sistematis dalam suatu dokumen perencanaan. Dokumen perencanaan tersebut harus menjadi pedoman dalam menentukan arah kebijakan pemerintah dalam mendorong pembangunan sektor industri dan menjadi panduan bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam pembangunan industri nasional. Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) disusun sebagai pelaksanaan amanat pasal 8 ayat 1, Undang-Undang No. 3 tahun 2014, dan menjadi pedoman bagi pemerintah dan pelaku industri dalam perencanaan dan pembangunan industri sehingga tercapai tujuan penyelenggaraan Perindustrian. RIPIN memiliki masa berlaku untuk jangka waktu 20 tahun, dan bila diperlukan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun. Di dalam RIPIN telah ditentukan 10 industri prioritas yang dikelompokkan ke dalam industri andalan, industri pendukung dan industri hulu sebagai berikut : Industri Andalan 1. Industri Pangan 2. Industri Farmasi, Kosmetik dan Alat Kesehatan 3. Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka 4. Industri Alat Transportasi 5. Industri Elektronika dan Telematika (ICT) 6. Industri Pembangkit Energi Industri Pendukung 7. Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong dan Jasa Industri Industri Hulu 8. Industri Hulu Agro 9. Industri Logam Dasar dan Bahan Galian Bukan Logam 10. Industri Kimia Dasar Berbasis Migas dan Batubara
  • 3. 2 Profil Industri Oleokimia 2014 Kesepuluh industri prioritas tersebut merupakan bagian dari Bangun Industri Nasional. Bangun industri nasional berisikan industri andalan masa depan, industri pendukung, dan industri hulu, dimana ketiga kelompok industri tersebut memerlukan modal dasar berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, serta teknologi, inovasi dan kreativitas. Pembangunan industri di masa depan tersebut juga memerlukan prasyarat berupa ketersediaan infrastruktur dan pembiayaan yang memadai, serta didukung oleh kebijakan dan regulasi yang efektif. Adapun bagan Bangun Industri Nasional bisa dilihat seperti Gambar I.1. berikut. Gambar I.1. Bangun Industri Nasional
  • 4. 3 Profil Industri Oleokimia 2014 Industri Oleokimia Dasar dan Kemurgi merupakan salah satu industri hulu prioritas yang akan dikembangkan. Dalam RIPIN 2015- 2035, industri hulu agro yang akan dikembangkan antara lain adalah industri oleofood, oleokimia dan kemurgi. Industri oleofood yang difokuskan untuk dikembangkan atau dibangun hingga tahun 2035 adalah olein; stearin; gliserol; Palm Fatty Acid Distillate (PFAD); coco butter substitute; margarin; shortening; other specialty fats; Specialty fats (coco butter substitute); tocopherol; betacaroten; asam organik dan alkohol dari limbah industri sawit dan specialty fats bahan tambahan pangan. Industri oleokimia yang difokuskan untuk dikembangkan atau dibangun hingga tahun 2035 meliputi fatty acids, fatty alcohols, Asam lemak nabati (fatty amine), methyl estersulfonat (biosurfactant), biolubricant (rolling oils), glycerine based chemical, Isopropyl Palmitate (IPP), Isopropyl Myristate (IPM), Asam stearat (Stearic acid), Methyl esters, Bioplastic (Polybetahydroxybutirate/PHB, Polyhydroxyvalerate/ PHV, polylactate) berbasis limbah industri sawit; dan polymers turunan minyak sawit. Sedangkan industri kemurgi yang difokuskan untuk dikembangkan atau dibangun hingga tahun 2035 adalah Biodiesel (Fatty Acid Methyl Ester/ FAME), Bioavtur (Bio jet fuel), Biodiesel, Bioethanol, Biogas dari POME, Biomaterial untuk peralatan medis, aromatic building blocks berbasis lignin untuk sintesis obat/farmasi; dan Nano-cellulose derivatives, bio-based fiber & polymers (carbon fiber, viscous), new generation of biobased composite, secondary biofuel. Gambar I.2 Produk CPO Pada penulisan profil industri hulu agro ini, ruang lingkup dibatasi pada industri Fatty Acids, Fatty Alcohol, Gliserol (oleokimia dasar), dan biodiesel. Tujuan penulisan profil ini adalah untuk memberikan informasi pada masyarakat dan pemangku kepentingan bahwa industri hulu agro, khususnya industri oleokimia dasar dan biodiesel, merupakan industri prioritas yang akan dikembangkan, dan memberikan gambaran profil singkat mengenai perkembangan industri tersebut di Indonesia.
  • 5. 4 Profil Industri Oleokimia 2014 II. FEEDSTOCK INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR DAN BIODIESEL Feedstock atau bahan baku dari industri oleokimia dasar adalah Crude Palm Oil (CPO). Indonesia adalah penghasil CPO kedua terbesar di dunia. Perkembangan produksi CPO meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 tercatat produksi CPO Indonesia sebesar 19,3 juta ton, dan meningkat pesat pada tahun 2013 menjadi 27,75 juta ton atau naik sebesar 43,6 persen, dengan rata-rata kenaikan 9,52 persen per tahun, serta pertumbuhan tahun 2013 terhadap 2012 adalah sebesar 6,65 persen. Provinsi Riau adalah provinsi penghasil CPO terbesar dengan jumlah 6,6 juta ton pada tahun 2013, disusul oleh Sumatera Utara dengan 4,4 juta ton, kemudian Kalimantan Tengah dengan 2,98 juta ton. Gambar II.1 Pertumbuhan Industri CPO Tahun 2013 Sumber : Data Ditjen Perkebunan Kementan
  • 6. 5 Profil Industri Oleokimia 2014 Dilihat dari pertumbuhan produksi CPO per provinsi, rata-rata pertumbuhan tertinggi pada tahun 2013 terhadap 2012 didominasi oleh Pulau Kalimantan. Kalimantan Timur mempunyai pertumbuhan produksi CPO sebesar 14,2 persen, Kalimantan Barat sebesar 13,13 persen dan Kalimantan Selatan sebesar 11,27 persen. Di Pulau Sumatera, Provinsi Bangka Belitung memimpin pertumbuhan dengan 14,36 persen disusul dengan Sumatera Barat dengan 10,04 persen. Pulau Sumatera dan Kalimantan merupakan sumber utama produksi CPO, dan pulau lainnya seperti Sulawesi dan Papua hampir tidak ada peningkatan produksi. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel II.1. Tabel II.1. Produksi CPO per Provinsi (Ton) No Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013* Perubahan 2013/2012 1 Aceh 482.895 662.201 585.744 724.548 736.090 1,59 2 Sumatera Utara 3.158.144 3.113.006 4.071.143 4.182.052 4.432.611 5,99 3 Sumatera Barat 833.476 962.782 937.715 960.969 1.057.440 10,04 4 Riau 5.932.310 6.358.703 5.736.722 6.421.228 6.629.864 3,25 5 Kepulauan Riau 187 13.367 14.501 14.546 15.332 5,4 6 Jambi 1.265.788 1.509.560 1.684.174 1.885.530 2.065.185 9,53 7 Sumatera Selatan 2.036.553 2.227.963 2.203.275 2.603.536 2.737.324 5,14 8 Kepulauan Bangka Belitung 482.206 511.330 504.268 546.275 624.739 14,36 9 Bengkulu 602.735 689.643 862.450 871.463 930.249 6,75 10 Lampung 364.862 396.587 394.813 401.539 402.705 0,29 11 Jawa Barat 24.957 23.787 16.793 20.072 20.072 0 12 Banten 24.674 25.972 25.956 29.360 29.662 1,03 13 Kalimantan Barat 862.515 1.102.860 1.434.171 1.601.200 1.811.416 13,13 14 Kalimantan Tengah 1.677.976 2.251.077 2.146.160 2.771.268 2.984.841 7,71
  • 7. 6 Profil Industri Oleokimia 2014 No Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013* Perubahan 2013/2012 15 Kalimantan Selatan 424.309 698.702 1.044.492 1.164.672 1.295.945 11,27 16 Kalimantan Timur 553.834 800.362 805.587 1.092.483 1.247.616 14,2 17 Sulawesi Tengah 154.638 157.257 197.057 264.775 264.775 0 18 Sulawesi Selatan 30.949 32.849 33.456 46.409 46.409 0 19 Sulawesi Barat 314.520 285.157 244.446 246.765 247.021 0,1 20 Sulawesi Tenggara - - 15.113 24.520 24.520 0 21 Papua 33.533 84.349 73.865 74.032 74.032 0 22 Papua Barat 63.233 50.606 64.641 68.278 68.278 0 Total 19.324.294 21.958.120 23.096.541 26.015.518 27.746.125 6,65 Sumber : Ditjen Perkebunan Kementan *) Data Sementara Produksi CPO dan CPKO di Indonesia tidak sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. CPO (HS 1511100000) dan CPKO (HS 1513211000) juga diekspor dan menghasilkan devisa negara yang sangat menguntungkan. Provinsi Riau mengekspor CPO sebesar 2,57 juta ton, kemudian Lampung 1,35 juta ton. Ekspor yang tinggi dari Lampung ini karena CPO yang diekspor berasal Sumatera Selatan, Jambi, dan Bangka Belitung. Total produksi CPO yang diekspor turun sejak tahun 2010. Pada tahun 2010, CPO yang diekspor adalah 1,34 juta ton, dan turun pada tahun 2011 dengan 1,1 juta ton, dan turun lagi pada tahun 2012 dengan 626 ribu ton, dan kemudian turun lagi pada tahun 2013 dengan ekspor sebesar 452 ribu ton. Dengan produksi CPO yang meningkat pada tabel II.1 dan ekspor yang menurun pada tabel II.2 menandakan bahwa konsumsi CPO dalam negeri meningkat. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa program hilirisasi dari CPO berhasil, yang nanti akan diperlihatkan pada pada bab berikutnya. Selengkapnya untuk data ekspor CPO dan CPKO dapat dilihat pada tabel II.2.
  • 8. 7 Profil Industri Oleokimia 2014 Tabel II.2 Distribusi Ekspor CPO dan CPKO per Provinsi (Ribu Ton) No Provinsi 2010 2011 2012 2013 CPO 1 Sumatera Utara 1.877 1.594 1.196 879 2 Sumatera Barat 1.272 1.145 976 869 3 Riau 3.868 3.357 2.791 2.574 4 Jambi 168 117 13 5 Sumatera Selatan 98 48 6 Lampung 668 764 933 1.354 7 Kepulauan Bangka Belitung 170 150 135 46 8 Kepulauan Riau 169 190 390 210 9 Dki Jakarta 0 16 11 19 10 Jawa Tengah 3 11 Jawa Timur 13 3 2 19 12 Kalimantan Barat 13 9 3 4 13 Kalimantan Tengah 306 170 72 16 14 Kalimantan Selatan 287 377 418 300 15 Kalimantan Timur 377 422 277 258 16 Kalimantan Utara 62 51 29 37 17 Sulawesi Utara 14 2 18 Sulawesi Tengah 23 9 5 19 Sulawesi Barat 32 2 20 Papua 26 TOTAL CPO 9.444 8.424 7.253 6.585 CPKO 1 Sumatera Utara 262 167 84 54 2 Sumatera Barat 180 124 46 59 3 Riau 551 511 203 74 4 Jambi 50 21 16 5 Sumatera Selatan 55 18 18 3 6 Lampung 108 121 162 165
  • 9. 8 Profil Industri Oleokimia 2014 No Provinsi 2010 2011 2012 2013 7 Kepulauan Bangka Belitung 6 8 1 8 Kepulauan Riau 1 0 9 Dki Jakarta 1 10 Jawa Timur 35 18 11 Kalimantan Barat 2 12 Kalimantan Tengah 11 17 3 13 Kalimantan Selatan 57 86 72 88 14 Kalimantan Timur 10 4 4 15 Kalimantan Utara 3 1 2 16 Sulawesi Utara 9 3 12 7 TOTAL CPKO 1.336 1.101 626 452 Sumber : BPS, diolah Kemenperin Luas Kebun Kelapa Sawit di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun terutama di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Pada tahun 2013 tercatat luas kebun kelapa sawit di Indonesia adalah 10 juta hektar, meningkat 4,8 persen dari tahun 2012 yang seluas 9,57 juta hektar. Perluasan kebun sawit yang signifikan terjadi di Provinsi Lampung dengan pertumbuhan perluasan sebesar 13,26 persen, kemudian Kalimantan Barat dengan 9,29 persen dan Kalimantan Selatan dengan 7,86 persen. Kebun sawit terluas terdapat di Provinsi Riau dengan luas 2,13 juta hektar, Sumatera Utara dengan 1,24 juta hektar, disusul Kalimantan Tengah dengan 1,03 juta hektar. Di Pulau Jawa dan Sulawesi hampir tidak ada perluasan yang signifikan. Di Pulau Jawa, terdapat perluasan kebun sawit di Provinsi Banten sebesar 4,99 persen menjadi 21 ribu hektar, dan di Pulau Sulawesi terjadi perluasan kebun sawit di Sulawesi Barat sebesar 0,61 persen. Kebun sawit di Sulawesi yang terluas adalah di Provinsi Sulawesi Tengah dengan 112 ribu hektar. Selengkapnya untuk data perkebunan sawit per provinsi dapat dilihat pada Tabel II.3. Tabel II.3 Distribusi Kebun Kelapa Sawit per Provinsi (Hektar) No Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013* Perubahan 2013/2012 1 Aceh 313.745 329.562 354.615 363.660 374.323 2,93
  • 10. 9 Profil Industri Oleokimia 2014 No Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013* Perubahan 2013/2012 2 Sumatera Utara 1.044.854 1.054.849 1.175.078 1.192.466 1.240.934 4,06 3 Sumatera Barat 344.352 353.412 374.211 376.858 394.852 4,77 4 Riau 1.925.344 2.031.817 1.912.009 2.037.733 2.126.038 4,33 5 Kepulauan Riau 2.645 8.488 8.535 8.932 9.125 2,16 6 Jambi 489.384 488.911 625.974 687.892 722.095 4,97 7 Sumatera Selatan 775.339 777.716 820.787 821.391 865.596 5,38 8 Kepulauan Bangka Belitung 141.897 164.482 178.408 197.586 202.253 2,36 9 Bengkulu 224.651 274.728 299.886 309.723 322.989 4,28 10 Lampung 153.160 157.402 117.673 144.466 163.618 13,26 11 Jawa Barat 12.140 12.323 9.196 9.039 9.039 - 12 Banten 15.023 15.734 16.491 20.044 21.044 4,99 13 Kalimantan Barat 602.124 750.948 683.276 885.075 967.290 9,29 14 Kalimantan Tengah 1.091.620 911.441 1.003.100 1.024.973 1.026.820 0,18 15 Kalimantan Selatan 312.719 353.724 420.158 423.208 456.492 7,86 16 Kalimantan Timur 530.552 446.094 676.395 716.662 754.734 5,31 17 Sulawesi Tengah 65.055 55.214 95.820 112.661 112.661 - 18 Sulawesi Selatan 17.407 19.853 23.416 41.982 41.982 - 19 Sulawesi Barat 107.249 95.770 100.059 94.819 95.396 0,61 20 Sulawesi Tenggara 21.669 25.465 38.660 40.041 40.041 - 21 Papua 26.256 35.664 35.502 39.928 39.928 - 22 Papua Barat 31.142 21.798 23.575 23.575 23.575 - Total 8.248.328 8.385.394 8.992.824 9.572.715 10.010.824 4,58 Sumber : Ditjen Perkebunan Kementan *) Data Sementara
  • 11. 10 Profil Industri Oleokimia 2014 III. RANTAI NILAI (POHON INDUSTRI) INDUSTRI OLEOKIMIA Gambar III.1. Pohon Industri Hulu Agro berbasis Kelapa Sawit
  • 12. 11 Profil Industri Oleokimia 2014 Jika dilihat dari dari gambar III.1, dimana yang berwarna hijau adalah industri yang telah ada di Indonesia, yang berwarna kuning adalah industri yang sedang dibangun dan yang berwarna merah adalah industri yang belum ada di Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa hilirisasi harus dikembangkan pada industri berbahan baku fatty acids. Industri hilir dari fatty acids yang dapat dikembangkan adalah metalic salt ( Ba-oleat; Ca, Zn - palmilat stearat; Ca, Mg–stearat; Al, Li stearat; Zn, Pb oleat); polyethoxylated derivatives (palmitat/ethylene propylene oxide; stearat/ethylene propylene oxide; oleic acid dimer ethylene propylene oxide); oxygenated fatty acids/esther (epoxy stearic/octanol ester; epthio stearin mono & polyhdric alcohol ester); processed fatty alcohol (C16&C18 alcohol/sulphated; C16&C18 alcohol/ethoxylation; monogliserida ethoxylation); fatty acids amides (stearamide; alkanolamides; suphated alkanolamide of palmitat, stearic&oleic acids; dan oleamide). Sedangkan industri yang sedang dibangun di Indonesia adalah beta karoten, glyserol mono oleat dan food emulsifier. Teknologi Proses Produksi Oleokimia Dasar Oleokimia adalah bahan kimia yang diturunkan dari minyak atau lemak melalui proses splitting trigliserida (triacylgliserol) menjadi turunan asam-asam lemaknya dan gliserol. Proses tersebut dapat dilakukan secara kimia maupun enzymatis. Keunggulan oleokimia dari petrokimia ialah bahwa oleokimia adalah produk yang terbarukan, biodegradable, lebih aman (tidak beracun). Oleokimia dasar yang banyak diproduksi antara lain fatty acids, , fatty alcohols, fatty methyl ester, fatty amines dan gliserol. Oleokimia dasar tersebut dapat diproses lebih lanjut menjadi produk akhir yang mempunyai nilai lebih tinggi. Produksi oleokimia dasar yang telah dilakukan dalam industri adalah melalui proses termal, yaitu, melalui proses pemecahan lemak (fat splitting), esterifikasi, transesterifikasi dan hidrogenasi (Gambar III.2.). Alternatif lain untuk proses termal tersebut adalah reaksi enzimatik yang memanfaatkan enzim lipase dari mikroorganisme sebagai biokatalisator bagi reaksi penguraian minyak/lemak (hidrolisis) menjadi gliserin asam-asam lemak murni. Kemudian asam lemak hasil hidrolisis tersebut difraksinasi dengan cara destilasi.Diagram proses pembuatan oleokimia dari minyak sawit maupun inti sawit melalui proses splitting dapat dilihat pada Gambar III.2.
  • 13. 12 Profil Industri Oleokimia 2014 Gambar III.2. Diagram proses pembuatan Oleokimia Dasar Produksi fatty acids melibatkan pretreatment dengan asam phospat untuk menghilangkan phosphatida. Umumnya untuk minyak inti sawit tidak memerlukan pre-treatment, karena minyak tersebut relatif bersih. Namun untuk minyak sawit mentah (CPO) diperlukan
  • 14. 13 Profil Industri Oleokimia 2014 proses pre-treatment untuk menghilangkan gum dan bahan padatan lainnya. Selanjutnya minyak dilakukan splitting dengan menggunakan demineralized water. Produk yang dihasilkan berupa campuran asam lemak dan glyserin sekitar 15%. Campuran asam lemak dan gliserin dimurnikan untuk menghilangkan warna, glyserida, bahan tak tersabunkan dan asam lemak yang terpolimer dengan cara distilasi atau pemisahan asam-asamnya dengan distilasi fraksinasi. Proses hidrogenasi dapat juga dilakukan untuk menghasilkan asam lemak jenuh dengan kualitas tinggi. Asam lemak tersebut diatas dapat direaksikan lebih lanjut menjadi produk oleokimia dasar lainnya seperti fatty methyl ester dan fatty alcohol. Pembuatan methyl ester dapat melalui jalur esterifikasi yaitu reaksi antara asam lemak dan methanol menggunakan katalis asam atau jalur transesterifikasi antara minyak sawit dan methanol menggunakan katalis basa. Transesterifikasi minyak menjadi methyl ester dapat dilakukan dalam satu step atau dua step tergantung pada kualitas bahan baku yang digunakan. Jika bahan baku mengandung asam lemak bebas > 5% maka proses perlu dilakukan dalam dua step yaitu step pertama merubah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak menjadi esternya dan kedua merubah minyak netral menjadi fatt methyl ester. Fatty alcohol dapat dibuat dengan mereaksikan fatty methyl ester dengan hydrogen menggunakan katalis logam. Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Proses ini menghasilkan dua produk yaitu metil esters (biodiesel)/mono-alkyl esters dan gliserin yang merupakan produk samping. Bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel antara lain minyak nabati, lemak hewani, lemak bekas/lemak daur ulang. Sedangkan sebagai bahan baku penunjang yaitu alkohol. Pada ini pembuatan biodiesel dibutuhkan katalis untuk proses esterifikasi, katalis dibutuhkan karena alkohol larut dalam minyak. Alkohol yang digunakan sebagai pereaksi untuk minyak nabati adalah methanol, namun dapat pula digunakan ethanol, isopropanol atau butyl, tetapi perlu diperhatikan juga kandungan air dalam alcohol tersebut. Bila kandungan air tinggi akan mempengaruhi hasil biodiesel kualitasnya rendah, karena kandungan sabun, ALB dan trig;iserida tinggi. Katalisator dibutuhkan pula guna meningkatkan daya larut pada saat reaksi berlangsung, umumnya katalis yang digunakan bersifat basa kuat yaitu NaOH atau KOH atau natrium metoksida. Blok diagram proses pembuatan biodiesel dapat dilihat pada gambar berikut.
  • 15. 14 Profil Industri Oleokimia 2014 Gambar III.3. Blok Diagram Proses Biodiesel IV. KONDISI SAAT INI INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR DAN BIODIESEL Industri oleokimia dasar dan biodiesel dimasukan dalam kode KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) 20115. Deskripsi lengkap industri yang dicakup dalam KBLI 20115 adalah Industri Kimia Dasar Organik Yang Bersumber Dari Hasil Pertanian dengan rincian sebagai berikut : Kelompok ini mencakup usaha industri kimia dasar organik yang menghasilkan bahan kimia dari
  • 16. 15 Profil Industri Oleokimia 2014 hasil pertanian termasuk kayu dan getah (gum), seperti asam formiat, asam asetat, asam citrat, asam benzoat, fatty acid, fatty alkohol, furfural, sorbitol dan bahan kimia organik lainnya dari hasil pertanian. Termasuk biofuel. Pertumbuhan industri pupuk, kimia dan barang dari karet pada tahun 2013 tercatat sebesar 2,21 persen, lebih rendah daripada pertumbuhan industri pengolahan non migas yang sebesar 6,10 persen dan pertumbuhan ekonomi yang sebesar 5,78 persen. Akan tetapi hal ini bukan merupakan sesuatu yang negatif mengingat pada tahun 2012, pertumbuhan industri pupuk, kimia dan barang dari karet mencapai double digit yaitu 10,50 persen. Rata-rata pertumbuhan per tahun untuk industri pupuk, kimia&barang dari karet adalah 5,34 persen, masih lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan per tahun untuk industri pengolahan non-migas dari tahun 2010-2013 yaitu sebesar 6,09 persen. Pertumbuhan industri pupuk, kimia dan barang dari karet dari tahun 2010 hingga 2013 dapat dilihat pada Tabel IV.1. Tabel IV.1. Pertumbuhan Industri Pupuk, Kimia& Barang dari Karet (Persen) Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 Pupuk, Kimia & Barang dari karet 4,70 3,95 10,50 2,21 Industri Pengolahan Non Migas 5,12 6,74 6,42 6,10 Produk Domestik Bruto 6,22 6,49 6,26 5,78 Sumber : BPS Nilai PDB industri pupuk, kimia dan barang dari karet adalah Rp. 230,2 triliun rupiah atau menyumbang 12,2 persen dari total PDB Industri Non Migas pada tahun 2013, konstribusinya menurun dibandingkan pada tahun 2012 yang menyumbang sebesar 12,6 persen walaupun secara nilai PDB tahun 2012 lebih rendah dari tahun 2013 yaitu sebesar Rp. 216,8 triliun. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel IV.2.
  • 17. 16 Profil Industri Oleokimia 2014 Tabel IV.2. Nilai dan Kontribusi Industri Pupuk, Kimia & Barang dari Karet terhadap Industri Non Migas Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 PDB Pupuk, Kimia & Barang dari karet (Rp. Miliar) 176.212,4 189.700,0 216.863,8 230.236,1 Kontribusi Pupuk, Kimia & Barang dari karet (persen) 12,7 12,2 12,6 12,2 Perkembangan investasi industri kimia dan farmasi meningkat signifikan khususnya pada PMDN. Pada tahun 2012, nilai investasi PMDN sebesar 5,07 triliun rupiah, meningkat menjadi 8,89 triliun rupiah pada tahun 2013. Begitu pula dari sisi PMA dimana terjadi peningkatan investasi, dimana tahun 2013 investasi PMA senilai 3,14 milyar USD meningkat 13,45 persen dibandingkan dengan tahun 2012 yang senilai 2,77 milyar USD. Rata-rata pertumbuhan investasi PMDN per tahun adalah 48,42 persen dan investasi PMA per tahun adalah 62,39 persen. Selengkapnya untuk perkembangan investasi industri kimia dan farmasi, baik PMA maupun PMDN dapat dilihat pada Tabel IV.3 Tabel IV.3. Perkembangan Investasi Industri Kimia dan Farmasi Lapangan Usaha Investasi Satuan 2010 2011 2012 2013 Industri Kimia dan Farmasi PMDN Rp Miliar 3.266,02 2.711,87 5.069,45 8.886,48 PMA US$ Juta 793,36 1.467,40 2.769,79 3.142,31 Sumber : BKPM, diolah Kemenperin Untuk mengetahui indikator ekspor dan impor, perlu kita ketahui pengelompokan HS ke dalam komoditi oleokimia dasar dan biodiesel seperti yang terlihat pada Tabel IV.4.
  • 18. 17 Profil Industri Oleokimia 2014 Tabel IV.4. Pengelompokan HS 2012 ke dalam Kelompok Oleokimia Dasar dan Biodiesel Komoditi HS12 DESKRIPSI Fatty Acid 3823110000 Stearic acids 3823120000 Oleic acids 3823191000 Acids oil from refining Fatty Alcohol 3823701000 Industry fatty alcohols in the form of wax 3823709000 Oth industry fatty alcohols in the form of wax Gliserol 1520001000 Crude glycerol 1520009000 Glycerol waters & glycerol lyes 2905450000 Glycerol Biodiesel 3826009010 Fatty acid methyl ester (FAME) Ekspor fatty acid mempunyai kecenderungan menurun pada tahun 2011-2013, pada tahun 2012 ekspor fatty acid mencapai 645,60 ribu ton menurun dibandingkan pada tahun 2011 yang sebesar 685,52 ribu ton, dan pada tahun 2013 menurun lagi sebesar 16,73 persen yaitu sebesar 537,37 ribu ton. Pada tahun 2013, ekspor fatty alcohol sebesar 259,78 ribu ton, naik 41,63 persen dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 183,41 ribu ton. Gliserol juga mengalami kenaikan, jika pada tahun 2012 ekspor gliserol adalah sebesar 409,38 ribu ton, maka pada tahun 2013 meningkat menjadi 485,27 ribu ton. Sedangkan Biodiesel meningkat dari 1,32 juta ton pada tahun 2012 menjadi 1,69 juta ton pada tahun 2013. Rata-rata pertumbuhan ekspor fatty acid sebesar 3,52 persen, fatty alcohol sebesar 19,88 persen, gliserol sebesar 43, 18 persen dan biodiesel sebesar 27,72 persen. Untuk selengkapnya mengenai ekspor industri oleokimia dasar dan biodiesel dapat dilihat pada Tabel IV.5. Tabel IV.5. Perkembangan Ekspor Industri Oleokimia Dasar (Ribu Ton) Komoditi 2010 2011 2012 2013 Fatty Acid 516,11 685,52 645,60 537,57 Fatty Alcohol 156,13 188,13 183,41 259,78 Gliserol 170,86 291,20 409,38 485,27 Biodiesel 1.321,40 1.687,68 Total 843,10 1.164,85 2.559,79 2.970,30 Sumber : BPS, diolah Kemenperin
  • 19. 18 Profil Industri Oleokimia 2014 Dibandingkan dengan ekspor, maka nilai impor industri oleokimia dasar dan biodiesel lebih rendah. Namun demikian, nilai impor secara total dari oleokimia dasar dan biodiesel meningkat dari tahun ke tahun. Total impor oleokimia dasar dan biodiesel pada tahun 2013 adalah sebesar 48,65 ribu ton, meningkat dari tahun 2012 yang sebesar 27,87 ribu ton. Impor fatty Acid dan fatty alcohol meningkat, fatty acid mengalami rata-rata kenaikan impor sebesar 118,93 persen karena kenaikan yang cukup tajam dari tahun 2013 terhadap tahun 2012. Sedangkan fatty alcohol mengalami kenaikan sebesar 22,54 persen per tahun, namun demikian pertumbuhan tahun 2013 terhadap tahun 2012 untuk fatty alcohol terbilang cukup rendah dibanding tahun sebelumnya yaitu 5,5 persen. Sementara itu, impor gliserol dan biodiesel menurun, bahkan untuk tahun 2013, tercatat tidak ada impor biodiesel. Data selengkapnya mengenai impor oleokimia dasar dan biodiesel dapat dilihat pada Tabel IV.6. Tabel IV.6. Perkembangan Impor Industri Oleokimia Dasar (Ribu Ton) Komoditi 2010 2011 2012 2013 Fatty Acid 5,45 5,05 5,62 25,45 Fatty Alcohol 11,45 14,26 19,62 20,70 Gliserol 7,79 14,24 2,53 2,50 Biodiesel 0,10 Total 24,69 33,54 27,87 48,65 Sumber : BPS, diolah Kemenperin Perusahaan-perusahaan besar yang merupakan pelaku utama (major player) dari industri oleokimia dasar adalah PT. Musim Mas (kapasitas 450.000 Ton/tahun; PT. Ecogreen (419.000 Ton/tahun); PT. Nubika Jaya (150.000 Ton/tahun); PT. Wilmar Nabati Indonesia (132.000 Ton/tahun); PT. Domba Mas (104.600 Ton/tahun); PT. Sumi Asih 101.000 (Ton/tahun); PT. Cisadane Raya (100.000 Ton/tahun); PT. Soci Mas ( 88.000 Ton/tahun); dan PT. Flora Sawita (55.100 Ton/tahun). Sehingga, total kapasitas terpasang untuk industri oleokimia dasar pada tahun 2013 adalah 1.599.700 Ton/tahun.
  • 20. 19 Profil Industri Oleokimia 2014 Sedangkan pemain besar atau major player dari industri biodiesel adalah PT. Wilmar Bioenergy Indonesia Dumai , Riau (1.300.000 Ton/tahun); PT. Wilmar Nabati Indonesia Gresik, Jatim (1.300.000 Ton/tahun); PT. Musim Mas Batam, Kepri (615.000 Ton/tahun); PT. Ciliandra Perkasa , Dumai Riau (250.000 Ton/tahun); PT. Cemerlang Energi Perkasa, Dumai Riau (250.000 Ton/tahun); PT. Musim Mas Medan ( 235.000 Ton/tahun); PT. Pelita Agung Agri Industries Bengkalis Riau (200.000 Ton/tahun); PT. Multi Biofuel Indonesia, Kalsel (160.000 Ton/tahun); PT. Darmex Biofuels, Cikarang Jabar (150.000 Ton/tahun); PT. Anugerah Inti Gemanusa, Gresik Jatim (120.000 Ton/tahun); PT. Sumi Asih Oleo Chem, Bekasi Jabar (100.000 Ton/tahun). Total kapasitas terpasang untuk industri biodiesel pada tahun 2013 adalah 4.977.000 Ton/tahun. Gambar IV.1. Sebaran Industri Oleokimia Dasar (Sumber : Ditjen IA, Kemenperin)
  • 21. 20 Profil Industri Oleokimia 2014 Gambar IV.2. Sebaran Industri Biodiesel (Sumber : Ditjen IA, Kemenperin) Dari jumlah perusahaan industri penghasil produk oleokimia dasar dan biodiesel di atas, baru satu perusahaan yang melakukan verifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang sertifikatnya masih berlaku pada tahun 2014 seperti tampak pada Tabel IV.7. berikut.
  • 22. 21 Profil Industri Oleokimia 2014 Tabel IV.7. TKDN Produk Oleokimia Dasar dan Biodiesel No Nama Perusahaan Jenis Produk Spesifikasi Nilai TKDN (%) 1 PT. CEMERLANG ENERGI PERKASA Biodiesel CFPP 14°C Max, POME (Palm Oil Methyl Ester) 90,17 2 PT. CEMERLANG ENERGI PERKASA Biodiesel CFPP 18°C Max, PSME (Palm Stearin Methyl Ester) 90,12 3 PT. CEMERLANG ENERGI PERKASA Biodiesel CFPP 12°C Max, PLME (Palm Olein Methyl Ester) 89,65
  • 23. 22 Profil Industri Oleokimia 2014 V. PERMINTAAN (PELUANG INVESTASI) INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR DAN BIODIESEL Gambar V.1. Prediksi Konsumsi Fatty Acid Dunia tahun 2022 (Sumber : Frost and Sullivan) Pada tahun 2022 diperkirakan konsumsi dunia untuk fatty acid meningkat sebesar rata-rata 4 persen pertahun (Compund Annual Growth Rate (CAGR)). Pertumbuhan konsumsi fatty acid tertinggi adalah di Asia dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 5,9 persen. Jika pada tahun 2011 konsumsi fatty acid di Asia sebesar 3 juta ton, maka pada tahun 2022 konsumsi fatty acid diperkirakan sebesar 5,5 juta ton. Pertumbuhan
  • 24. 23 Profil Industri Oleokimia 2014 konsumsi fatty acid di Amerika dan Eropa pada tahun 2011 adalah sebesar 1,3 juta ton dan diperkirakan meningkat pada tahun 2022 menjadi 1,5 juta ton. Sedangkan untuk bagian dunia lainnya, konsumsi fatty acid adalah sebesar 1 juta ton pada tahun 2011 dan diperkirakan meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7 persen pertahun sehingga konsumsi fatty acid di bagian dunia lainnya selain Amerika Utara, Eropa dan Asia adalah sebesar 1,8 juta ton. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar V.1. Gambar V.2. Prediksi Konsumsi Fatty Alcohol Dunia tahun 2022 (Sumber : Frost and Sullivan)
  • 25. 24 Profil Industri Oleokimia 2014 Pada tahun 2022 diperkirakan konsumsi dunia untuk fatty alcohol meningkat sebesar rata-rata 4 persen pertahun (Compund Annual Growth Rate (CAGR)). Pertumbuhan konsumsi fatty alcohol tertinggi di Asia adalah di India dan China. Pertumbuhan konsumsi fatty alcohol di India diperkirakan 10 persen pertahun, jika pada tahun 2011 konsumsi fatty alcohol India adalah 76 ribu ton maka pada tahun 2022 diperkirakan konsumsi fatty alcohol sebesar 235 ribu ton. Di China, pada tahun 2011 konsumsi fatty alcohol sebesar 380 ribu ton maka pada tahun 2022 diperkirakan sebesar 878 ribu ton dengan rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 8,9 persen. Di Eropa, pada tahun 2011 konsumsi fatty alcohol sebesar 653 ribu ton dan pada tahun 2022 diperkirakan menjadi 736 ribu ton. Pertumbuhan konsumsi fatty alcohol di Amerika diperkirakan 0,9 persen pertahun sehingga pada tahun 2022 konsumsi fatty alcohol di Amerika Utara sebesar 641 ribu ton. Sedangkan untuk bagian dunia lainnya, konsumsi fatty alcohol adalah sebesar 50 ribu ton pada tahun 2011 dan diperkirakan meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7 persen pertahun sehingga konsumsi fatty alcohol di bagian dunia lainnya (selain Amerika Utara, Amerika Selatan, India, China, Jepang dan Asia Tenggara) sebesar 104 ribu ton. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar V.2.
  • 26. 25 Profil Industri Oleokimia 2014 PT. Darmex Biofuels, Dumai, Riau (Juli 2015) 401.500 MT/th PT. Permata Hijau Palm Oleo, Medan Sumut (Desember 2015) 140.000 MT/Th • Rencana Tambahan Kapasitas s.d. 2015: 2,322 Juta Ton/th • Proyeksi Total Kapasitas s.d. Tahun 2015: 7,319 Juta Ton/th PT. Bits Energy Kaltim (Desember 2014) 100.000 MT/Th PT. Darmex Biofuels, Bekasi Jabar (Januari 2014) 100.000 MT/th PT. Indo Biofuels Energy, Jambi (Maret 2014) 160.000 MT/Th PT. Indo Biofuels Energy, Sulsel (Juni 2014) 160.000 MT/Th PT. Indo Biofuels Energy, Kalbar (Agustus 2014) 100.000 MT/Th PT. Darmex Biofuels, Bayas Kaltim (Juli 2015) 401.500 MT/th PT. Multi Biofuel Indonesia, Sulut (Juni 2014) 160.000 MT/Th PT. Oleokimia Sejahtera Mas, Dumai Riau (Desember 2015) 500.000 MT/Th PT. Nusa Energy Kaltim (Agustus 2014) 100.000 MT/Th Gambar V.3. Rencana Pengembangan Kapasitas Industri Biodiesel (Sumber : Ditjen IA, Kemenperin) Industri oleokimia dasar dan biodiesel berkembang signifikan di Indonesia, hal ini dibuktikan dengan rencana penambahan kapasitas produksi untuk industri biodiesel pada tahun 2015. Direncanakan pada tahun 2015, kapasitas industri biodiesel ditingkatkan sebesar 2,322 juta ton/tahun, sehingga proyeksi total kapasitas industri biodiesel berbahan dasar kelapa sawit pada tahun 2015 adalah sebesar 7,319 juta Ton/tahun.
  • 27. 26 Profil Industri Oleokimia 2014 VI. KESIMPULAN 1. Luas perkebunan kelapa sawit sebagai potensi sumber daya alam untuk industri oleokimia dasar dan biodiesel meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013 luas kebun kelapa sawit di Indonesia sebesar 10 juta hektar atau naik 4,58 persen dari tahun sebelumnya 2. Produksi CPO Indonesia sebagai feedstock industri oleokimia dasar dan biodiesel meningkat sebesar 6,65 persen pada tahun 2013 dari 26 juta ton pada tahun 2012 menjadi 27,75 juta ton pada tahun 2013. 3. Permintaan fatty acid dan fatty alcohol diperkirakan naik dengan rata-rata pertumbuhan konsumsi pertahun sebesar 4 persen hingga tahun 2022. 4. Dengan potensi yang dimiliki Indonesia untuk industri oleokimia dasar dan biodiesel serta permintaan dunia yang terus meningkat maka tidak mengherankan bahwa Industri ini menjadi industri prioritas yang akan dikembangkan di Indonesia, sesuai dengan Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional, dengan memperkuat struktur industrinya