Ringkasan dokumen proposal proyek pembangunan pabrik minyak goreng dari dedak padi adalah: Proposal ini mengajukan rencana pembangunan pabrik minyak goreng baru yang akan memanfaatkan dedak padi sebagai bahan bakunya, untuk mengurangi impor dan konsumsi minyak sawit serta meningkatkan perekonomian Indonesia.
1. PROPOSAL PROYEK
Nama Proyek: Pembangunan Pabrik Minyak Goreng dari Dedak Padi
Nomor: : 001/PROJ/SBY/JATIM/X/2015
Manager Proyek: Septian Prakoso
MASALAH :
Indonesia merupakan negara besar dengan potensi alam begitu melimpah. Sektor
pertanian adalah salah satu sektor potensial yang bisa dikembangkan di Indonesia. Salah satunya
melalui pengembangan produk minyak goreng dengan bahan baku dedak padi.
Minyak goreng merupakan salah satu komoditas bahan pokok yang cukup penting bagi
masyarakat Indonesia. Pasalnya, hampir semua masakan dan jenis makanan di negara kita ini
membutuhkan minyak goreng sebagai salah satu bahan yang dibutuhkan dalam proses
pembuatannya. Posisi penting minyak goreng ini juga terlihat terlihat jelas dari kontribusinya
dalam perhitungan Indeks Harga Konsumen (inflasi) dimana bobotnya berada di angka 1,3%. Di
Indonesia, saat ini minyak goreng dipasarkan dalam dua bentuk, yaitu secara curah dan dalam
kemasan. Tentu saja banyak perbedaan antara keduanya. Namun, yang paling menonjol adalah
dari sisi higienitasnya. Minyak goreng kemasan itu lebih layak dan lebih sehat untuk dikonsumsi
dibandingkan minyak goreng curah. Sebab, dari segi proses produksi dan distribusinya, tingkat
sanitasi dan kebersihan minyak curah kurang baik dan tidak sebersih minyak kemasan.Dari
proses produksi, minyak goreng kemasan selalu melalui dua kali penyaringan, sedangkan
minyak goreng curah hanya melalui satu proses penyaringan, atau hanya sampai pada
tahap olein saja, sehingga masih mengandung minyak fraksi padat. Perbedaan proses ini pula
yang kemudian menyebabkan warna minyak goreng kemasan lebih jernih dari minyak goreng
curah. Adapun dari segi kandungannya, kadar lemak dan asam oleat pada minyak curah juga
lebih tinggi dibanding minyak kemasan (Kemendag, 2012).
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) adalah tumbuhan penghasil minyak berharga tinggi di
dunia yang kini menguasai sebagian daratan Indonesia. Perkebunan kelapa sawit memang
menjadi sub-sektor perkebunan andalan Indonesia. Sejak diperkenalkan pertama kali di
Indonesia tahun 1911, sub sektor ini mulai menggeliat pada tahun 1970. Namun perkembangan
perkebunan kelapa sawit di Indonesia meningkat pesat sejak tahun 1980. Dari luas lahan 290.000
2. hektar di tahun 1980, areal kelapa sawit tumbuh cepat secara luar biasa menjadi 6,32 juta hektar
pada tahun 2007. Berbagai penelitian dan membuktikan bahwa aktivitas perkebunan kelapa sawit
serta pengolahan hasil produksinya telah meninggalkan jejak menyakitkan bagi ekosistem hutan
dan sekitarnya. Indikatornya banyak dan tak bisa ditutupi. Tanah-tanah pada perkebunan kelapa
sawit dan lahan sekitar yang tercemar oleh aktivitas pengolahan minyaknya mengalami
penurunan densitas Azotobacter, kelompok mikroorganisme indikator kesuburan tanah. Hal itu
diikuti penurunan nilai fiksasi nitrogen dalam tanah. Aktivitas organisme aerob seperti cacing
tanah juga menurun secara nyata di lahan-lahan tersebut. Selain penurunan densitas Azotobacter,
tanah yang telah tercemar mengalami kerusakan struktur yang menyebabkan menurunnya daya
ikat tanah terhadap air. Keseimbangan pH tanah bergeser menjadi lebih basa menyebabkan
pertukaran ion dan nutrient di dalam tanah terganggu. Sebagai tanaman yang “boros air”,
perkebunan kelapa sawit mutlak membutuhkan rekayasa drainase untuk memenuhi kebutuhan
air yang besar. Hal-hal tersebut cukup menjelaskan bagaimana aktivitas perkebunan kelapa sawit
telah menurunkan kesuburan tanah di sekitarnya dan secara lebih luas berdampak pada
keseimbangan nitrogen di dalam ekosistem, serta menyebabkan hilangnya banyak air dan nutrien
dari dalam tanah. (Kompasiana, 2014)
Produksi padi di Indonesia tahun 2009 telah mencapai 63,48 juta ton gabah kering giling
(BPS, 2009). Minyak yang dihasilkan dari ekstraksi dedak padi, yang lebih dikenal dengan nama
Rice Bran Oil ini, dapat dikonsumsi karena mengandung vitamin, antioksidan serta nutrisi yang
diperlukan tubuh manusia. Bahkan minyak dedak dapat diolah menjadi minyak goreng yang
mutunya lebih baik dari minyak kelapa, minyak sawit maupun minyak jagung. Harga minyak
dedak dunia berkisar antara US$ 12-14 per liter dengan pasar utamanya Jepang, Korea, Cina,
Taiwan dan Thailand. Berarti minyak dedak telah digunakan secara luas sebagai minyak makan
berkualitas terbaik. Saat ini produksi minyak dedak dunia berkisar 1,0-1,4 juta ton per tahun.
Produsen utamanya adalah India, Cina, Jepang dan Myanmar.India sendiri mampu memproduksi
minyak dedak 700-900 ribu ton minyak dedak tiap tahun. Bila kadar air Gabah Kering Giling
(GKG) sebesar 14%, maka setiap penggilingan padi akan menghasilkan sekam 18-20%, dedak 8-
10% dan beras 47-60%. Bila produksi padi di Indonesia tahun 2006 sebesar 50 juta ton saja,
maka dedak yang dihasilkan berkisar 5 juta ton. Suatu jumlah yang sangat berlimpah sehingga
perlu usaha-usaha untuk memanfaatkan dedak tersebut (Litbang, 2007).
3. TUJUAN PROYEK :
Selama ini bahan baku yang sering digunakan dalam pembuatan minyak goreng adalah
kelapa sawit. Penanaman kelapa sawit sendiri sebenarnya tidak ramah lingkungan karena harus
mengorbankan lahan hutan alam dan lahan gambut demi perkebunan baru. Untuk menekan
konsumsi kelapa sawit salah satu caranya yaitu dengan mengganti bahan baku pembuatan
minyak goreng dengan dedak padi. Pemilihan bahan baku ini didasarkan atas pertimbangan
bahwa minyak dedak (rice bran oil) tersedia melimpah. Penggilingan padi dengan kadar air 14%
akan menghasilkan rendemen beras 57-60%, sekam 18-20%, dan dedak 8-10%. Bila produk
beras tahun 2013 yang menurut data Badan Pusat Statistik mencapai 71,3 juta ton, maka dedak
yang dihasilkan sekitar 7,13 juta ton, suatu jumlah yang sangat berlimpah sehingga perlu usaha-
usaha memanfaatkaanya (Badan Pusat Statistik, 2013). Karenanya Indonesia masih mengimpor
minyak goreng dari berbagai negara penghasil guna memenuhi kebutuhan konsumsi di
Indonesia. Konsumsi minyak goreng di Indonesia sangatlah tinggi. Tingginya konsumsi minyak
goreng ini tidak terlepas dari penggunaan minyak goreng yang luas, yaitu tentu saja untuk
menggoreng bahan makanan. Negara penghasil minyak goreng yang sudah memenuhi kualitas
tersebut tersebar dekat Indonesia diantaranya India, Malaysia, Australia, Singapura, dan
Thailand. Bahan baku berupa dedak padi akan diolah menjadi minyak goreng sebagai produk
utama. Rangkaian prosesnya yaitu, Tahap Pre-Treatment (Sieving dan Stabilisasi), Tahap
Ekstraksi (Ekstraksi, Desolventizing, Toasting, Drying, dan Cooling), Tahap Distilasi, dan Tahap
Refining (Distilasi, Dewaxing, Degumming, Netralisasi, Bleaching, Deodorization)
SASARAN :
Pada pendirian pabrik, analisa pasar untuk penentuan kapasitas pabrik sangat penting.
Dengan kapasitas yang ada, dapat ditentukan volume reaktor, perhitungan neraca massa, neraca
panas dan lain-lain. Untuk menentukan kapasitas pabrik diperlukan data-data produksi dan
pemakaian bahan, yang bisa diperoleh dari data Biro Pusat Statistik (BPS) sehingga nilai
konsumsi produk dapat diketahui.
Kapasitas produksi didasarkan pada kebutuhan pasar. Berikut adalah tabel impor, ekspor,
produksi, dan konsumsi minyak goreng di Indonesia.
Tabel 1. Data Impor Minyak Goreng di Indonesia
4. Tahun Impor (ton)
%
Pertumbuhan
2009 5.811 0
2010 6.221 0,071
2011 3.937 -0,367
2012 7.887 1,003
2013 10.536 0,336
Rata-rata pertumbuhan 0,2606
*) Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013
Dengan rata-rata % pertumbuhan sebesar 0,2606 dapat ditentukan perkiraan besar impor minyak
goreng di Indonesia pada tahun 2017, menggunakan persamaan berikut:
= (1 + )
(Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian (dalam Pusdatin, 2013))
di mana,
F = Nilai pada tahun ke-n
Fo = Nilai pada tahun awal
n = tahun
i = pertumbuhan
Maka, perkiraan (F) impor minyak goreng tahun 2017 sebesar 26.607 ton.
Tabel 2. Data Ekspor Minyak Goreng di Indonesia
Tahun Ekspor (ton)
%
Pertumbuhan
2009 4.859.655 0
2010 4.767.582 -0,019
2011 5.776.807 0,212
2012 8.772.249 0,519
2013 10.804.997 0,232
5. Rata-rata pertumbuhan 0,0257
*) Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013
Dengan menggunakan persamaan yang sama, didapatkan perkiraan (F) ekspor minyak goreng
tahun 2017 sebesar 25.196.745 ton.
Tabel 3. Kapasitas Produksi Minyak Goreng di Indonesia
Tahun Produksi (ton)
%
Pertumbuhan
2009 13.231.000 0
2010 15.030.000 0,136
2011 15.407.000 0,025
2012 16.670.000 0,082
2013 18.749.000 0,125
Rata-rata pertumbuhan 0,0919
*) Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013
Dengan cara perhitungan yang sama, maka didapatkan perkiraan (F) produksi minyak
goreng tahun 2017 sebesar 26.652.664 ton.
Tabel 4. Konsumsi Minyak Goreng di Indonesia
Tahun Konsumsi (ton)
%
Pertumbuhan
2009 4.416.000 0
2010 5.613.000 1,323
2011 5.903.000 0,052
2012 5.086.000 -0,138
2013 5.220.000 0,026
Rata-rata pertumbuhan 0,0527
*) Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013
Dengan menggunakan persamaan yang sama dengan persoalan sebelumnya, didapatkan
perkiraan (F) konsumsi minyak goreng tahun 2017 adalah sebesar 6.409.654 ton. Sehingga
6. kapasitas pabrik yang akan didirikan adalah sebesar 98.543 ton/tahun untuk memenuhi
kebutuhan minyak goreng di Indonesia, mengurangi jumlah komoditi impor minyak goreng dari
luar negeri, dan meningkatkan nilai jual dari bahan baku, yang dalam hal ini adalah minyak
goreng yang secara tidak langsung akan berakibat pada peningkatan perekonomian Indonesia.
KRITERIA KEBERHASILAN :
Lingkup
Kriteria yang harus dipertimbangkan dalam menentukan lokasi pabrik agar pabrik yang kita
rancang dapat mendatangkan keuntungan yang besar, antara lain: penyediaan bahan baku,
pemasaran produk, fasilitas transportasi dan tenaga kerja. Kesalahan penentuan lokasi pabrik
dapat menyebabkan biaya produksi menjadi mahal sehingga tidak ekonomis, dan berakibat lebih
buruk lagi pada pemberhentian operasi pabrik karena pailit.
Alasan pemilihan lokasi untuk lokasi pendirian pabrik minyak goreng dari dedak padi
yang sesuai dengan studi kelayakan antara lain :
a. dekat dengan bahan baku
b. ketersediaan sumber air
c. dekat dengan konsumen
d. dekat dengan pelabuhan.
Pabrik Minyak Goreng dari Dedak Padi ini direncanakan akan didirikan di Pulau Jawa, tepatnya
di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan
lokasi pabrik di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. ini antara lain sebagai berikut :
1. Bahan Baku
Sumber bahan baku juga menjadi salah satu faktor penting dalam pemilihan lokasi pabrik
terlebih dahulu. Jika bahan yang dikonsumsi dalam jumlah besar, sebab semakin dekat jarak
antara bahan baku dengan pabrik produksi, maka akan semakin mempermudah persiapan
(treatment) bahan baku, selain itu juga dapat menghemat biaya transportasi. atau
pengangkutan bahan.
2. Transportasi
Transportasi merupakan salah satu faktor dalam penentuan lokasi pabrik, dimana
transportasi yang baik akan mempermudah dalam hal pengambilan bahan baku dan juga
distribusi produk ke berbagai pasar konsumen. Pendistribusian produk minyak goreng dapat
7. dilakukan melalui akses jalur darat maupun laut. Kabupaten Indramayu sendiri tidak jauh
dari Pelabuhan Tanjung Priok, yang merupakan salah satu pelabuhan terbesar di Jawa
Bagian Barat. Selain itu, Kabupaten Indramayu dilalui jalur utama pantura, yakni jalur
nomor satu sebagai urat nadi perekonomian pulau Jawa.
3. Penyedia Utilitas
Sarana-sarana pendukung seperti tersedianya air, listrik, dan sarana lainnya juga harus
diperhatikan agar proses produksi dapat berjalan dengan baik. Di Kabupaten Karawang
diperoleh dari PDAM sedangkan aliran listrik disuplai dari PLN setempat.
4. Tenaga Kerja
Untuk tenaga kerja dengan kualitas tertentu dapat dengan mudah diperoleh meski tidak dari
daerah setempat. Sedangkan untuk tenaga buruh diambil dari daerah setempat atau dari para
pendatang pencari kerja.
Kualitas
Kandungan minyak dedak padi sesuai dengan syarat minyak nabati yang digunakan
sebagai bahan baku pembuatan minyak goreng, antara lain :
Tabel 5. Paramater Analisa untuk Minyak Goreng (Refined, Bleaced, Deodorized)
Analisa Level Standar
Level Minyak
Dedak Padic
Iodine value (Wijs method, g/100 g sample) 108-112a
99-108
Peroxide value, PV, meq/kg 1,0 maxa
1,0 max
Moisture (%) 0,15 maxb
0,05 max
Color <3,5a
5.0 max
FFA (%) 0,05 maxa
0,05 max
Acid Value, mg KOH/g 0,6 maxb
1,2
Flavor/odor 8a
7 min
Chlorophyll (ppb) <30a
75 max
Smoke point, °F 210 °C mina
213 °C
a
Gupta, 2005
b
SNI 3741:2013 Minyak Goreng
c
Orthoefer, 2005
Produk pabrik minyak goreng ini adalah menghasilkan kualitas minyak goreng lebih baik
dengan bahan baku dedak padi daripada bahan baku kelapa sawit. Kapasitas produksi
pabrik minyak goreng ini adalah 99.862,49 ton/tahun dengan membutuhkan bahan baku
Dedak Padi sebanyak 599.940,00 ton/tahun, NaOH sebanyak 660 ton/tahun, H3PO4
sebesar 3887,4 ton/tahun dan Bleaching earth sebesar 12,26 ton/tahun.
8. Biaya
Secara cash flow :
- Fixed Capital Investment (FCI) : Rp. 373.558.129.151,87
- Work Capital Investment (WCI) : Rp. 65.922.022.791,51
- Total Capital Investment (TCI) : Rp. 439.480.151.943,38
- Hasil Penjualan : Rp. 600.127.266.587
- Laju Pengembalian Modal : 34%
- Waktu Pengembalian Modal : 2,28 tahun
- BEP : 52,59%
- Umur Pabrik : 10 tahun
- Bunga Bank : 13%
Waktu
1. Perencanaan operasi : Kontinyu, 24 jam/hari, selama 330 hari
2. Umur Pabrik : 10 tahun
3. Pengadaan peralatan, tahun : 2017
4. Mulai konstruksi : 2018
5. Masa konstruksi : 2 tahun
6. Mulai beroperasi, tahun : 2020
Sumber Daya
Sumber pendanaan proyek ini berasal dari investor dan pemerintah.
Pekerja yang dilibatkan adalah dari vendor.
Resiko
Resiko akan tejadi jika hal-hal di bawah ini tidak terpenuhi.
• Komitmen dan dukungan dari pihak manajemen.
• Komitmen dan dukungan dari tim proyek.
• Ketersediaan sumber daya manusia yang sesuai dengan kompetensi masing-masing.
• Kerjasama yang baik dari semua pihak yang sesuai dengan kompetensi masing-
masing.
9. • Kontinuitas pelaksanaan proyek (tanpa adanya interupsi).
• Disiplin pelaksanaan sesuai dengan rencana kerja proyek.
• Dokumentasi proyek yang baik dan lengkap.
• Tersedianya semua fasilitas pendukung proyek yang sesuai dan memadai
Sedangkan hambatan yang dapat terjadi, adalah demo masyarakat sekitar dan masalah
birokrasi. Solusi dapat diselesaikan dengan mendengar dan memenuhi keinginan mereka. Bisa
juga dengan membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar, dan ganti rugi untuk
daerah yang terpaksa harus dialihkan. Untuk masalah birokrasi dapat diselesaikan dengan cara
pembagian hasil dari produksi perusahaan kepada pendapatan daerah serta memperdayakan
masyarakat daerah untuk bekerja disana. Selain itu, juga membantu pembangunan di daerah
sekitar pabrik, mulai dari infrastruktur, pendidikan, lingkungan dan lain-lain.