MAKALAH PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP ABRSI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hubungan seksual berlainan jenis tidak dapat dihindarkan, karena ini merupakan tuntutan biologis untuk mengembangkan keturunannya dan juga merupakan rahmat Allah yang tidak ternilai. Bagi makhluk selain manusia dalam melakukan hubungan seks, akibatnya kurang dan tidak diperhitungkan. Akan tetapi bagi manusia hal ini akan berakibat fatal apabila tidak melalui saluran yang semestinya dan tidak memikirkan akibat sampingnya.
Hubungan seks sangat erat kaitannya dengan aborsi, karena dengan hubungan inilah awal terjadinya perubahan antara sel-sel dari kedua jenis makhluk itu, baik yang dikehendaki atau tidak. Bagi yang menghendaki terjadinya pembuahan tersebut menilainya sebagai anugerah Allah, tetapi bagi yang tidak menghendakinya ada yang menganggapnya sebagai malapetaka yang harus dihindari walaupun bertentangan dengan hukum dan moral. Cara menghindari setelah terjadinya pembuahan inilah yang disebut aborsi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi aborsi?
2. Bagaimana tinjauan hukum aborsi menurut Islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi aborsi
2. Untuk memahami tinjauan hukum aborsi menurut Islam
1. PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP ABORSI
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Masail Fiqhiyyah
Dosen Pengampu: Dr. M. Sarbini, M.H.I.
Disusun Oleh:
Haristian Sahroni Putra
NIM: 201321043
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
STAI AL-HIDAYAH BOGOR
2016 M/1437 H
2. i
KATA PENGANTAR
Mahasuci Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan segala puji hanya milik-Nya.
Penggenggam segala sesuatu yang telah memberikan kemudahan kepada hamba-
hamba-Nya dalam melakukan segala aktifitas. Sholawat serta salam semoga
dilimpahkan selalu kepada sebaik-baiknya manusia, yaitu Nabi Muhammad
Shollallohu ‘alaihi wasallam kepada para sahabatnya, keluarganya, tabi’in,
tabi’ut-tabi’in dan pada umatnya yang tetap berpegang teguh memegang
risalahnya.
Alhamdulillah, berkat rahmat dan hidayah Alloh, penyusun dapat
menyelesaikan penulisan tugas makalah ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan serta sebagai syarat untuk memenuhi nilai mata kuliah Masail
Fiqhiyyah di Semester keenam di STAI Al-Hidayah Bogor ini.
Penyusun menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan banyak kekurangan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penyusun
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun.
Semoga segala partisipasi dan bantuan dari semua pihak dalam penyusunan
makalah ini baik itu secara materil ataupun formil menjadi amal ibadah di sisi
Alloh Subhanahu wa ta’ala dan mendapat balasan yang tak terhingga.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan
umumnya bagi seluruh mahasiswa.
Bogor, Juli 2016
Penyusun
3. ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP ABORSI 2
A. Pengertian Aborsi 2
B. Macam-Macam Aborsi 3
C. Tinjauan Hukum Aborsi Menurut Islam 4
BAB III KESIMPULAN 15
DAFTAR PUSTAKA 16
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hubungan seksual berlainan jenis tidak dapat dihindarkan, karena ini
merupakan tuntutan biologis untuk mengembangkan keturunannya dan juga
merupakan rahmat Allah yang tidak ternilai. Bagi makhluk selain manusia
dalam melakukan hubungan seks, akibatnya kurang dan tidak diperhitungkan.
Akan tetapi bagi manusia hal ini akan berakibat fatal apabila tidak melalui
saluran yang semestinya dan tidak memikirkan akibat sampingnya.
Hubungan seks sangat erat kaitannya dengan aborsi, karena dengan
hubungan inilah awal terjadinya perubahan antara sel-sel dari kedua jenis
makhluk itu, baik yang dikehendaki atau tidak. Bagi yang menghendaki
terjadinya pembuahan tersebut menilainya sebagai anugerah Allah, tetapi bagi
yang tidak menghendakinya ada yang menganggapnya sebagai malapetaka
yang harus dihindari walaupun bertentangan dengan hukum dan moral. Cara
menghindari setelah terjadinya pembuahan inilah yang disebut aborsi yang
menjadi pokok bahasan dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi aborsi?
2. Bagaimana tinjauan hukum aborsi menurut Islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi aborsi
2. Untuk memahami tinjauan hukum aborsi menurut Islam
5. 2
BAB II
PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP ABORSI
A. Pengertian Aborsi
1. Menurut Bahasa
Kata aborsi berasal dari bahasa Inggris yaitu abortion yang berarti
gugur kandungan atau keguguran. Dalam bahasa Arab disebut Isqatu
Hamli atau al Ijhad.1
2. Menurut Istilah
Menurut Sardikin Guna Putra, aborsi ialah pengakhiran kehamilan
atas hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
Menurut Marsjono Reksodiputra, aborsi ialah pengeluaran hasil
konsepsi dari rahim sebelum hasil konsepsi dapat lahir secara alamiah
dengan adanya kehendak merusak hasil konsepsi tersebut.
Menurut Nani Soendo, aborsi adalah pengeluaran buah kehamilan
pada waktu janin masih demikian kecilnya sehingga tidak dapat hidup.2
Menurut istilah kedoketeran yang dikutip dari wikipedia.org gugur
kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya
kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan
kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu
namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur.3
1 Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah; Kajian Hukum Islam Kontemporer,
(Bandung: Penerbit Angkasa, 2005) hlm. 192.
2 Ibid, hlm. 192-193.
3 Wikipedia, “Gugur Kandungan”, diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Gugur_kandungan pada tanggal 30 Juli 2016 pukul 09.00.
6. 3
B. Macam-Macam Aborsi
Aborsi ada dua macam, yaitu:
1. Aborsi spontan (spontaneous aborts), ialah aborsi yang tidak disengaja.
Aborsi spontan bisa terjadi karena penyakit spylis, demam panas yang
hebat, penyakit ginjal, TBC, kecelakaan dan sebagainya. Aborsi spontan
oleh ulama disebut Isqah al ‘Afwi yang berarti aborsi yang dimaafkan,
karena pengguguran seperti ini tidak menimbulkan akibat hukum.
2. Aborsi yang disengaja (abottus Provocatus). Aborsi macam kedua ini ada
dua macam, yaitu:
a. Aborsi Artificialis Therapicus, yaitu aborsi yang dilakukan oleh dokter
atas dasar indikasi medis, sebelum lahir secara alami untuk
menyelamatkan jiwa ibu yang terancam bila kelangsungan kehamilan
dipertahankan menurut pemeriksaan medis. Aborsi semacam ini di
kalangan ulama disebut Isqath al Dharury atau Isqath al ‘Ilajiy yang
berarti aborsi darurat atau aborsi pengobatan.
b. Aborsi Provocatus Criminalis, yaitu pengguguran yang dilakukan
tanpa indikasi medis untuk meniadakan hubungan seks di luar
perkawinan atau untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki.
Pengguguran semacam ini di kalangan ulama disebut al Isqhat al
Ikhtiyary yang berarti pengguguran yang disengaja tanpa sebab
membolehkan sebelum masa kelahiran tiba.
Pada umumnya wanita melakukan abortus prodokatus criminalis
karena didorong oleh beberapa hal di antaranya:
a. Dorongan ekonomi/dorongan individual. Dorongan ini timbul
karena kekhawatiran terhadap kemiskinan, tidak ingin mempunyai
keluarga besar, memelihara kecantikan, mempertahankan status
sebagai wanita karir dan sebagainya.
b. Dorongan kecantikan. Dorongan ini timbul biasanya bila ada
kekhawatiran bahwa janin dalam kandungan akan lahir dalam
7. 4
keadaan cacat akibat radiasi, obat-obatan, keracunan, dan
sebagainya.
c. Dorongan moral. Dorongan ini biasanya karena wanita yang hamil
tidak sanggup menerima sanksi sosial dari masyarakat, disebabkan
hubungan biologis yang tidak memperhatikan moral dan agama,
seperti kumpul kebo atau kehamilan di luar nikah.
d. Dorongan lingkungan. Faktor lingkungan juga mempengaruhi
insiden pengguguran kehamilan muda, misalnya sikap dari
penolong (dokter, bidan, dukun, dan lain-lain), pemakaian
kontrasepsi, norma tentang aktivitas seksual dan hubungan seksual
di luar pernikahan, norma agama dan moral.4
C. Tinjauan Hukum Aborsi Menurut Islam
1. Aborsi spontan (spontaneous aborts)
Melihat klasifikasi yang ada di atas, dapat dilihat bahwa jenis
pertama yaitu aborsi spontan (spontaneous aborts) tidak masuk dalam
kemampuan dan kehendak manusia, sehingga tentunya masuk dalam
firman Allah Azza wa Jalla :
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya.” (QS. al-Baqarah [2] : 186)
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
اْو ُهِر
ْ
كُت ْاسا َم َو ُانَي ْسِالن َو
ُ
أ
َ
ط
َ
الخ ْي ِتَّم
ُ
أ ْن َع َع ِضُوهْي
َ
ل َع
4 Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah; Kajian Hukum Islam Kontemporer,
(Bandung: Penerbit Angkasa, 2005) hlm. 193-194
8. 5
“Dimaafkan dari umatku kesalahan (tanpa sengaja), lupa dan
keterpaksaan.” (HR al-Baihaqi dalam Sunannya dan dishahîhkan
Syaikh al-Albâni dalam Shahîhul-Jâmi no. 13066)
2. Aborsi Artificialis Therapicus
Sedangkan jenis kedua yaitu aborsi artificialis therapicus tidaklah
dilakukan kecuali dalam keadaan darurat yang menimpa sang ibu,
sehingga kehamilan dan upaya mempertahankannya dapat membahayakan
kehidupan sang ibu. Sehingga aborsi menjadi satu-satunya cara
mempertahankan jiwa sang ibu; dalam keadaan tidak mungkin bisa
mengupayakan kehidupan sang ibu dan janinnya bersama-sama. Dalam
keadaan seperti inilah mengharuskan para medis spesialis kebidanan
mengedepankan nyawa ibu daripada janinnya. Memang nyawa janin sama
dengan nyawa sang ibu dalam kesucian dan penjagaannya, namun bila
tidak mungkin menjaga keduanya kecuali dengan kematian salah satunya
maka hal ini masuk dalam kaedah “Melanggar yang lebih ringan dari dua
madharat untuk menolak yang lebih berat lagi” (Irtikâbul khaffi ad-
Dhararain Lidaf’i A’lahuma).
Di sini jelaslah kemaslahatan mempertahankan nyawa sang ibu
didahulukan daripada kehidupan sang janin, karena ibu adalah induk dan
tiang keluarga. Dengan takdir Allah Azza wa Jalla ia bisa melahirkan
berulang kali, sehingga didahulukan nasib sang ibu dari janinnya.
Syaikh Ahmad al-Ghazâli seorang Ulama Indonesia menyatakan:
“Adapun ulama Indonesia berpendapat keharaman aborsi kecuali apabila
ada dengan sebab terpaksa yang harus dilakukan dan menyebabkan
kematian sang ibu. Hal ini karena syari’at Islam dalam keadaan seperti itu
memerintahkan untuk melanggar salah satu madharat yang teringan.
Apabila tidak ada di sana solusi lain selain menggugurkan janin untuk
menjaga hidup sang ibu”.
9. 6
3. Aborsi Provocatus Criminalis,
Permasalahan yang penting dalam pembahasan ini adalah hukum
aborsi jenis ketiga yaitu Al-Ijhâdh al-Ijtimâ’i dinamakan juga al-Ijhâdh al-
Jinâ`i atau al-Ijrâmi (Abortus Provokatus Kriminalis).
Telah dimaklumi bahwa janin mengalami fase-fase pembentukan
sebelum menjadi janin yang sempurna dan lahir menjadi bayi. Di antara
pembeda yang banyak dilihat para ahli fikih yang berbicara dalam hal ini
adalah adanya ruh dalam janin tersebut. Dengan dasar ini maka hukum
aborsi dapat diklasifikasikan secara umum menjadi dua:
a. Aborsi Sebelum Ditiupkan Ruh
Melihat pendapat para Ulama fikih dari berbagai madzhab, dapat
disimpulkan bahwa pendapat mereka dalam masalah ini menjadi 3
kelompok:
1) Kelompok yang membolehkan aborsi sebelum ditiup ruh pada
janin. Ini pendapat minoritas Ulama madzhab Syâfi’iyah,
Hambaliyah dan Hanafiyah.
2) Kelompok yang membolehkan aborsi sebelum dimulai
pembentukan bentuk janin yaitu sebelum empat puluh hari
pertama. Ini pendapat mayoritas mazhhab Hanafiyah, Syâfi;’iyah
dan Hambaliyah. Pendapat ini dirajihkan Syaikh Ali Thanthawi
rahimahullah.
3) Kelompok yang mengharamkan aborsi sejak terjadinya pembuahan
dalam rahim. Ini pendapat yang rajih dalam madzhab Mâlikiyah,
pendapat imam al-Ghazâli, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu
Rajab al-Hambali dan Ibnu al-Jauzi. Inilah pendapat madzhab
Zhahiriyah.
Pendapat inilah yang dirajihkan mayoritas Ulama kontemporer
dewasa ini, karena adanya pelanggaran terhadap hak janin untuk hidup
dan juga hak masyarakat. DR. Wahbah az-Zuhaili menjelaskan hal ini
10. 7
dengan menyatakan bahwa para Ulama sepakat mengharamkan aborsi
tanpa udzur setelah bulan keempat, yaitu setelah berlalu seratus dua
puluh hari dari permulaan kehamilan. Mereka juga sepakat
menganggap ini sebagai kejahatan yang mengharuskan adanya diyat,
karena ada upaya menghilangkan jiwa dan pembunuhan. Saya sendiri
merajihkan larangan aborsi sejak awal kehamilan, karena adanya
kehidupan dan permulaan pembentukan janin; kecuali karena keadaan
darurat seperti terkena penyakit akut/parah contohnya kelumpuhan
atau kanker. Saya sendiri condong sepakat dengan pendapat al-Ghazâli
yang menganggap aborsi, walaupun dilakukan di hari pertama
kehamilan adalah seperti membunuh janin hidup-hidup (al-Wa`du)
yang merupakan kejahatan terhadap sesuatu yang ada.
Sedangkan Syaikh Ahmad Sahnuun seorang Ulama dari Maroko
menyatakan: “Aborsi adalah perbuatan tercela dan kejahatan besar
yang dilarang dalam Islam. Juga diingkari jiwa kemanusian dan jiwa-
jiwa yang mulia menolaknya. Sebab hal itu adalah pembunuhan jiwa
yang Allah Azza wa Jalla haramkan, perubahan ciptaan Allah Azza wa
Jalla dan menentang takdir/kehendak Allah Azza wa Jalla ”. Islam
telah melarang membunuh jiwa seperti dalam firman Allah Azza wa
Jalla :
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.”
(QS. al-Isra`[17] : 33)
Sebagaimana juga melarang sikap merubah ciptaan Allah Azza
wa Jalla dalam firmanNya:
11. 8
“Dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu
benar-benar mereka meubahnya.” (QS. an-Nisaa [4] : 119)
Aborsi mirip dengan al-Wa`du (membunuh anak hidup-hidup)
yang dahulu pernah dilakukan di zaman Jahiliyah, bahkan tidak lebih
kecil kejahatannya. Islam sangat mengingkari hal ini sebagaimana
firman-Nya:
“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup
ditanya, (at-Takwîr [81]: 8)
Baik aborsi dilakukan di fase awal janin atau setelah ditiupkan
ruh padanya. Sebab semua fase pembentukan janin berisi kehidupan
yang harus dihormati, yaitu kehidupan pertumbuhan dan
pembentukannya. Hal ini menyelisihi orang-orang yang membolehkan
aborsi sebelum ruh ditiupkan. Mereka beranggapan bahwa sebelum
adanya ruh maka tidak ada kehidupan padanya, sehingga tidak ada
kejahatan dan keharaman. Mereka dengan membolehkan hal itu berarti
telah membuka pintu yang sulit dibendung dan memberikan senjata
kepada tangan lawan dan musuh Islam untuk mencela Islam. Juga
melegalkan semua yang terjadi di luar negara Islam yang berupa
perbuatan nista dan tercela; yang membuat pusing para intelektual dan
menggoyangkan tatanan gereja dan para pendetanya. Setelah
dipastikan secara ilmiyah bahwa aborsi memiliki bahaya bagi
kesehatan dan kehidupan wanita, sehingga aborsi diharamkan untuk
dilakukan, karena menghilangkan madharat lebih didahulukan dari
mengambil kemaslahatan.
12. 9
Sedangkan DR. Ibrahim Haqqi menyatakan: “Diharamkan aborsi
karena merupakan pembunuhan jiwa yang tidak berdosa dan
menjerumuskan jiwa lainnya yaitu sang ibu kepada bahaya yang
banyak hingga bahaya kematian. Ini adalah perkara yang terlarang.”[5]
Demikian juga pendapat yang disampaikan Syaikh Ahmad al-
Ghazâli seorang Ulama Indonesia mengatasnamakan Ulama Indonesia.
Inilah pendapat yang dirajihkan Umar bin Ibrahim Ghânim
penulis kitab Ahkâmul-Janîn dalam pernyataan beliau : “Sudah pasti
pendapat kelompok yang melarang aborsi sejak pembuahan adalah
yang lebih dekat kepada kebenaran dan sesuai dengan ruh Islam. Ruh
Islam yang memerintahkan untuk melindungi dan menjaga keturunan;
juga menghalangi kesempatan pengekor hawa dan nafsu syahwat yang
ingin mengambil kesempatan untuk merealisasikan tujuan dan
keinginan mereka untuk melemahkan keturunan kaum Muslimin.
Demikian juga fatwa larangan ini termasuk saddu adz-Dzarî’at yang
sangat bersesuaian dengan ruh syari’at Islam yang mulia.
b. Aborsi Setelah Ditiupkan Ruh Pada Janin (Setelah Empat Bulan) .
Telah dijelaskan bahwa ada perbendaan pendapat di antara para
Ulama dalam hukum aborsi saat sebelum peniupan ruh pada janin.
Sedangkan setelah peniupan ruh, para ahli fikih sepakat bahwa janin
telah menjadi manusia dan bernyawa yang memiliki kehormatan dan
kemuliaan, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Azza wa Jalla :
13. 10
“Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami
angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki
dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.” (QS. al-Isrâ` [17] : 70) dan firman Allah Azza wa Jalla:
Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena
orang itu (membunuh) orang lain atau bukan karena membuat
kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh
manusia seluruhnya. (QS. al-Mâidah [5] : 32)
Di antara Ulama yang menukil kesepakatan ini adalah Ibnu Jizzi,
DR. Wahbah az-Zuhaili dan DR. Muhammad Ali al-Bâr
Demikianlah, menjadi jelas bagi kita bahwa aborsi setelah
ditiupkan ruh pada janin adalah kejahatan yang tidak boleh dilakukan
kecuali dalam keadaan sangat darurat yang dipastikan. Caranya dengan
mengambil keputusan para medis yang terpercaya dan ahli di bidang
tersebut; yaitu bahwa adanya janin itu membahayakan kehidupan sang
14. 11
ibu. Perlu diketahui dengan adanya kemajuan sarana kedokteran modern
dan kemampuan ilmu serta tersedianya semua keperluan tentang hal itu,
maka aborsi untuk penyelamatan nyawa ibu adalah peristiwa yang
sangat jarang terjadi.5
Apabila seorang wanita diperkosa kemudian hamil, apakah wanita ini
boleh menggugurkan kandungannya?6
Sekelompok ulama telah membahas hukum yang berkaitan dengan kasus
ini. Secara global, mungkin dapat kita katakan bahwa apabila prinsip Islam
adalah menghilangkan segala kesukaran, kesulitan, kekerasan dan menepis
hal-hal yang memudharatkan serta kemudaratan yang besar dapat dihilangkan
dengan kemudaratan yang lebih ringan dan kebutuhan primier menempati
posisi hukum darurat baik secara umum maupun khusus.
Maka berdasarkan prinsip ini, apabila seorang muslimah yang merdeka
dan suci dihadapkan kepada peristiwa na’as seperti ini dan dikhawatirkan akan
menjadi bahan pergunjingan serta dikhawatirkan hal itu akan menjadi aib pada
dirinya selamanya atau dikhawatirkan akan tertimpa kemudaratan, misalnya
ancaman pembunuhan atau dikhawatirkan akan timbul penyakit mental dan
saraf pada wanita tersebut atau dapat mengganggu akalnya atau aib tersebut
merembet pada seluruh keluarga yang tidak terlibat dalam kasus itu atau hal-
hal lainnya, maka semoga tidak mengapa jika ia menggugurkan janinnya pada
hari-hari pertama kehamilannya dengan syarat sebagai berikut:
1. Kasus perkosaan tersebut memenuhi persyaratan yang berkaitan dengan
bab pemaksaan.
2. Pengguguran janin itu dilakukan secepatnya setelah kasus tersebut terjadi.
Sebab apabila ditunda, berarti si wanita rela dengan janin yang ia kandung.
5 AlManhaj.org, Islam dan Aborsi Satu Tinjauan Hukum Fiqih, diakses dari
https://almanhaj.or.id/3362-islam-dan-aborsi-satu-tinjaun-hukum-fikih.html pada tanggal 30 Juli
2016 pukul 09.03.
6 Muslimah.or.id, Hukum Aborsi Bagi Wanita yang Diperkosa, diakses dari
https://muslimah.or.id/2881-hukum-aborsi-bagi-wanita-yang-diperkosa.html pada tanggal 30 Juli
2016 pukul 09.05.
15. 12
3. Penguguran janin dilakukan sebelum janin ditiupkan ruh.
4. Penguguran tersebut dilaksanakan berdasarkan izin resmi yang
membenarkan terjadinya kasus perkosaan terhadap wanita yang
bersangkutan dan di bawah pengawasan dokter yang terpercaya dengan
memperhatikan keselamatan si ibu janin.
Pemaksaan yang dipandang oleh syariat adalah orang yang dipaksa tidak
memiliki kemampuan sama sekali untuk menolak dan tidak ada pilihan lain,
syarat-syaratnya adalah:
1. Orang yang memaksa sanggup untuk melaksanakan ancamannya
sementara orang yang diancam tidak mampu menolaknya dan tidak pula
dapat melarikan diri.
2. Orang yang dipaksa memperkirakan apabila ia tidak memenuhi perintah si
pemaksa maka si pemaksa benar-benar akan melaksanakan ancamannya
tersebut.
3. Ancaman tersebut langsung akan dilaksanakan.
4. Orang yang dipaksa tidak melihat ada pilihan lain untuk dirinya.
Di antara mereka yang membolehkan menggugurkan kandungan dari
hasil perkosaan adalah Syaikh Jadu al-Haq, Dr. Al-Buthi, Dr. Hilali Ahmad
dan Sa’iduddin al-Hilali.
Adapun kesimpulan dari pendapat Syaikh Jadul al-Haq adalah, “Menurut
kesepakatan para ulama tidak boleh menggugurkan kandungan hasil
perkosaan setelah ditiupkan ruh. Adapun sebelumnya ada perbedaan pendapat
tentang boleh dan tidaknya menggugurkan janin tersebut. Boleh jadi wanita
ini mendapat dispensasi khusus yang membolehkannya untuk menggugurkan
janin yang ada di dalam kandungannya pada hari-hari pertama kehamilannya
dan tidak boleh menggugurkan kandungan kecuali atas dasar alasan yang
syar’i.
16. 13
Adapun fatwa yang dikeluarkan oleh mayoritas ulama thaun 1413 H
tentang kaum muslimah Bosnia dan Herzegovina yang hamil akibat perkosaan
yang dilakukan oleh pasukan Serbia bahwa mereka tidak boleh menggugurkan
kandungannya, dijawab Dr. Ibrahim Rahim, “Mungkin maksud mereka adalah
menggugurkan setelah ditiupkan ruh. Jika demikian, maka pendapat ini dapat
diterima. Adapun sebelumnya, saya kira mereka tidak bermaksud demikian,
sebab mereka memberikan dispensasi pada beberapa kondisi yang tidak
seberat kasus perkosaan ini dan dispensasi itu mereka tetapkan sebelum
mempertimbangkan penyakit yang mungkin akan menimpa si ibu.”
Fatwa MUI tentang Abortus7
Majelis ulama Indonesia (MUI) memutuskan Fatwa tentang abortus :
Pertama : Ketentuan Umum
1. Darurat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan
sesuatu yang diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati.
2. Hajat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan
sesuatu yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan berat.
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding
rahim ibu (nidasi).
2. Aborsi dibolehkan karena ada uzur, baik bersifat darurat ataupun hajat.
a. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan
aborsi adalah:
1) Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium
lanjut, TBC dengan caverna dan penyakitpenyakit fisik berat
lainnya yang harus ditetapkan oleh tim dokter.
7 MUI, Himpunan Fatwa Majlis Ulama Indonesia, hlm. 455-456. Diakses dari
http://mui.or.id/wp-content/uploads/2014/11/35.-Aborsi.pdf pada tanggal 30 Juli 2016 pukul
09.02.
17. 14
2) Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
b. Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat
membolehkan aborsi adalah:
1) Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetik yang kalau
lahir kelak sulit disembuhkan.
2) Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh tim yang
berwenang yang di dalamnya terdapat antara lainkeluarga korban,
dokter, dan ulama.
c. Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan
sebelum janin berusia 40 hari.
3. Aborsi yang dibolehkan karena uzur sebagaimana dimaksud pada angka 2
hanya boleh dilaksanakan di fasilitas kesehatan yang telah ditunjuk oleh
pemerintah.
4. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat
zina.
18. 15
BAB III
KESIMPULAN
Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya
kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian
janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20
minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur.
Majelis ulama Indonesia (MUI) memutuskan Fatwa tentang abortus :
Pertama : Ketentuan Umum
1. Darurat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan
sesuatu yang diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati.
2. Hajat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan
sesuatu yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan besar.
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding
rahim ibu (nidasi).
2. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun
hajat
3. Aborsi yang dibolehkan karena uzur sebagaimana dimaksud pada angka 2
hanya boleh dilaksanakan di fasilitas kesehatan yang telah ditunjuk oleh
pemerintah.
4. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.
19. 16
DAFTAR PUSTAKA
Yanggo, Huzaimah Tahido, Masail Fiqhiyah; Kajian Hukum Islam Kontemporer,
(Bandung: Penerbit Angkasa, 2005).
MUI, Himpunan Fatwa Majlis Ulama Indonesia, diakses dari http://mui.or.id/wp-
content/uploads/2014/11/35.-Aborsi.pdf pada tanggal 30 Juli 2016 pukul
09.02.
Wikipedia, “Gugur Kandungan”, diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Gugur_kandungan pada tanggal 30 Juli 2016
pukul 09.00.
AlManhaj.org, Islam dan Aborsi Satu Tinjauan Hukum Fiqih, diakses dari
https://almanhaj.or.id/3362-islam-dan-aborsi-satu-tinjaun-hukum-fikih.html
pada tanggal 30 Juli 2016 pukul 09.03.
Muslimah.or.id, Hukum Aborsi Bagi Wanita yang Diperkosa, diakses dari
https://muslimah.or.id/2881-hukum-aborsi-bagi-wanita-yang-diperkosa.html
pada tanggal 30 Juli 2016 pukul 09.05.