2. Tahapan Transaksi dalam
Perlindungan Konsumen
Tahap Pra transaksi
Konsumen
Pada tahap ini, transaksi
atau penjualan/pembelian
barang dan/jasa belum
terjadi. Konsumen bijak
yang akan mengadakan
transaksi barang dan/jasa
tertentu harus
mempertimbangkan
pembeliannya dengan
mengaitkan pada
dana/uang yang
dimilikinya.
2
Tahap Transaksi
Konsumen
Terjadi proses peralihan
kepemilikan barang
dan/atau jasa tertentu
dari pelaku usaha kepada
konsumen. Pada saat ini,
telah terdapat kecocokan
pilihan barang dan/atau
jasa dengan persyaratan
pembelian serta harga
yang harus dibayarnya.
Tahap Purnatransaksi
Merupakaan tahapan
pemakaian, yaitu
penggunaan dan/atau
pemanfaatan barang
dan/jasa yang telah beralih
pemiliknya atau
pemanfaatannya dari
pelaku usaha kepada
konsumen .
3. Asumsi para pelaku usaha yang
berlangsung selama ini menyatakan
konsumen berhati–hatilah (caveat
emptor).
Asumsi ini telah diubah oleh Undang-
Undang Perlindungan Konsumen
menjadi “Caveat Venditor”, artinya
para pelaku usaha dibebani untuk
jujur dan bertanggung jawab dalam
menjalankan kegiatannya.
4. Perlindungan hukum terhadap
konsumen
4
Perlindungan konsumen dalam bidang
HUKUM PRIVAT paling banyak
ditemukan dalam Buku III BW tentang
perikatan, seperti ketentuan tentang
wanprestasi (Pasal 1243), perikatan
yang lahir karena perjanjian (Pasal 1313
sampai Pasal 1351) dan perikatan yang
lahir karena undang-undang (Pasal 1352
sampai Pasal 1369), terutama perbuatan
melanggar hukum sebagaimana diatur
dalam Pasal 1365 sampai 1369.
Perlindungan konsumen
berdasarkan HUKUM PUBLIK,
khususnya bidang administrasi
lebih banyak memberikan
perlindungan yang lebih bersifat
preventif.
5. “ a. Tuntutan Ganti Kerugian
Berdasarkan Wanprestasi
Apabila tuntutan didasarkan pada
wanprestasi, maka terlebih dahulu
tergugat dengan penggugat terikat suatu
perjanjian. Dengan demikian, pihak ketiga
yang dirugikan tidak dapat menuntut ganti
kerugian dengan alasan wanprestasi.
5
7. Akibat Debitur Wanprestasi
7
Benda yang menjadi
objek perikatan, sejak
terjadinya wanprestasi
menjadi tanggung
gugat debitur.
Mengganti
kerugian
Jika perikatan itu timbul
dari perikatan timbal
balik, kreditur dapat
minta pembatalan
perjanjian.
8. Untuk menghindari terjadinya kerugian bagi kreditur
karena terjadinya wanprestasi, maka kreditur dapat
menuntut salah satu dari lima kemungkinan:
1. Pembatalan
perjanjian
2. Pemenuhan
perjanjian
3. Pembayaran
ganti kerugian
8
4. Pembatalan
perjanjian disertai
ganti kerugian
5. Pemenuhan
perjanjian disertai
ganti kerugian
9. b. Tuntutan Ganti Kerugian
Berdasarkan Perbuatan
Melanggar Hukum
Tuntutan yang didasarkan pada perbuatan
melanggar hukum tidak perlu didahului
dengan perjanjian antara produsen dengan
konsumen, sehingga tuntutan ganti
kerugian dapat dilakukan oleh setiap pihak
yang dirugikan, walaupun tidak pernah
terdapat hubungan perjanjian antara
produsen dengan konsumen.
9
11. 1. Melanggar hak
orang lain
1. Perbuatan Melanggar
Hukum
2. Bertentangan
dengan kewajiban
hukum si pembuat
11
3.Berlawanan dengan
kesusilaan baik
4. Berlawanan dengan
sikap hati-hati yang
seharusnya
diindahkan dalam
pergaulan masyarakat
terhadap diri atau
benda orang lain.
12. Berdasarkan yurisprudensi,
melanggar kewajiban undang-undang
tidak begitu saja merupakan
perbuatan melanggar hukun, karena
memiliki persyaratan tertentu, yaitu :
1. Dengan pelanggaran ini, kepentingan penggugat
dilanggar atau diancam
2. Kepentingan itu dilindungi oleh kewajiban yang
dilanggar
3. Kepentingan itu termasuk yang dilindungi
berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata
4. Pelanggaran tersebut bersifat tidak pantas terhadap
si penggugat, mengingat sikap dan perbuatannya
sendiri
5. Tidak ada alasan pembenar
12
13. 2. Unsur Kesalahan
- Perbuatan yang dilakukan dapat
disesalkan.
- Perbuatan tersebut dapat diduga
akibatnya.
13
- Dapat dipertanggungjawabkan :
debitur dalam keadaan cakap.
14. Teori Kesalahan
▸ Menurut ajaran risiko, apa yang
menggerakkan mereka tidak
semata-mata bahwa pembuat
secara moral dapat
dipersalahkan/dicela melainkan
akibat sosial dari perbuatan itu,
terutama terhadap korban serta
kemungkinan adanya korban lain.
14
15. Wolfsbergen
1. Kita hanya mengenal dasar pelanggaran hukum, yaitu
bertentangan dengan sikap hati-hati yang seharusnya
diindahkan dalam lalu lintas masyarakat, karena
pelanggaran hukum tidak ada bilamana tidak ada norma
sikap hati-hati yang dilanggar;
2. Salah, dalam pengertian Pasal 1365 KUHPerdata adalah
samasekali objektif bukan pengertian subjektif, yaitu
berbuat lain daripada yang diharapkan dari seorang
normal;
3. Kata-kata kesalahan dan melanggar hukum dalam Pasal
1365 harus diberi pengertian yang sama, barang siapa
yang tidak bersalah secara konkret dia juga tidak berbuat
melanggar hukum.
15
16. Ketentuan Perlindungan
Konsumen Dalam KUHP
16
Pasal 378-395, tentang
Penipuan, dan Pasal 396-405,
tentang Perbuatan Merugikan
Kreditur atau orang-orang
yang mempunyai hak; dan
lain-lain.
2
Pasal 204-205, tentang
Ancaman Pidana bagi orang
yang mengalihkan barang
berbahaya (terhadap jiwa
maupun kesehatan) kepada
konsumen.
1
17. 3. Kerugian
▸ Menurut Nieuwenhuis,
kerugian adalah berkurangnya
harta kekayaan pihak yang
satu, yang disebabkan oleh
perbuatan yang melanggar
norma oleh pihak lain.
17
18. 4. Hubungan Sebab Akibat
a. Teori condition sine qua non (Von Buri),
setiap akibat dapat ditentukan sebab-
sebabnya dan masing-masing sebab
memiliki pengaruh terhadap terjadinya
suatu akibat.
b. Teori adequate (Von Kries), faktor yang
menurut kejadian normal adalah adequat
(sebanding) atau layak dengan akibat yang
timbul, yang faktor mana diketahui atau
disadari oleh si pembuat sebagai adequat
untuk menimbulkan akibat.
c. Toerrekening naar redelijkheid (Kooster),
ajaran pertanggungjawaban berdasarkan
kepatutan.
18
19. Menurut Koster
19
Beban tidak seimbang yang
dapat timbul bagi pihak
tergugat dari kewajiban untuk
membayar ganti kerugian,
serta memperhatikan keadaan
keuangan pihak yang
dirugikan.
2
Sifat dari kejadian yang
menjadi dasar pertanggungan
gugatan
1
2
2
4
Sifat kerugian
2
2
3
Besar kecilnya kerugian yang
diperkirakan akan terjadi
20. ▸ Siapa yang berbuat melanggar hukum,
bertanggunggugat atas kerugian yang diakibatkan
oleh perbuatan itu, apabila kerugian itu
berhubungan dengan keadaan, selayaknya dapat
dipertanggungkan kepadanya.
▸ Pola ini dituangkan dalam Pasal 6.19.4
KUHPerdata/BW baru Belanda, yang menentukan
bahwa:
▸ “Kerugian hanya dapat dipertimbangkan untuk
diganti ialah yang berhubungan sedemikian rupa
dengan kejadian dasar pertanggunggugatan orang
yang bersalah, sehingga kerugian ini, sebagai
akibat dari kejadian itu dapat dipertanggungkan
kepadanya, dengan mempertimbangkan juga sifat
pertanggunggugatan dan sifat kerugian”.
20