1. Akselerasi RUU KUHP & Akomodasi Syariah
dalam Hukum Pidana Nasional
H. Arsul Sani, SH, MSi.
Anggota Komisi III & Badan Legislasi DPR RI
Anggota Panitia Kerja,Tim Perumus danTim Sinkorinsasi RKUHP
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
2. Tujuan & Target Seminar
Tujuan
mendorong pemerintah agar
mengakomodir nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat dalam perumusan
RUU KUHP
Target
memberikan usulan rekomendasi
kepada pemerintah dan DPR untuk
melakukan akselerasi RUU KUHP dan
mengesahkannya menjadi KUHP yang
responsi dan akomodatif terhadap
hukum yang hidup dalam masyarakat.
3. Progres Pembahasan RKUHP
Secara umum pembahasan Buku I RKUHP selesai dibahas olehTim Perumus
(Timus) pada akhir Oktober 2017;
Secara umum pembahasan Buku I RKUHP selesai dibahas olehTim
Sinkronisasi (Timsin) pada 25 Nopember 2017;
Pembahasan Buku II RKUHP olehTim Sinkronisasi dimulai sejak 15 Januari
2018;
Masih ada beberapa Pasal yang tertunda pembahasannya.
4. Beberapa Materi Pembahasan yang Tertunda
• terkait rumusan hukum yang hidup dalam masyarakat yang perlu diperjelas;Pasal 2
• terkait Hukuman Mati;Pasal 73 & 109
• terkait batasan umur yang dapat dijatuhkan pidana penjara (< 18 tahun; > 70/75
tahun);
Pasal 76 (1) a
• terkait alasan yang memperingan dan memperberat pidana;Pasal 139 – 143
• hanya berisi core crime (tindak pidana pokok);
BabTindak Pidana
Khusus
• terkait mendirikan organisasi yang menganut ajaran komunisme/marxisme
dan lenimisme;
Pasal 220
• terkaitTindak Pidana terhadap Martabat Presiden danWakil Presiden;Pasal 238 – 240
• terkait perluasan zina (laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak
terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan);
Pasal 460 (1) (e)
• terkait setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar
perkawinan yang sah;
Pasal 463
• terkait setiap orang yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang
sama jenis kelaminnya;
Pasal 469
• terkait PerjudianPasal 478
5. Rumusan Penjelasan Pasal 2 (1)
Hukum yang hidup di dalam masyarakat adalah hukum yang masih berlaku
dan berkembang dalam kehidupan masyarakat hukum Indonesia. Di
beberapa daerah tertentu di Indonesia masih terdapat ketentuan hukum
yang tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat dan berlaku sebagai hukum
di daerah tersebut. Dalam lapangan hukum pidana hal tersebut dikenal
sebagai hukum pidana adat.
Untuk memberikan dasar hukum mengenai berlakunya hukum pidana adat,
maka hal tersebut mendapat pengaturan secara tegas dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana ini dan dikompilasi oleh pemerintah melalui
peraturan daerah masing-masing.
Ketentuan pada ayat ini merupakan pengakuan atas hukum yang hidup
dalam masyarakat. Diakuinya hukum yang hidup tersebut untuk lebih
memenuhi rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat tertentu.
6. Rumusan Pasal 2 Ayat (2)
Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak
diatur dalam UU ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila, UUD 1945, HAM, dan asas-asas hukum umum yang
diakui masyarakat beradab.
Penjelasan:Ayat ini mengandung pedoman atau kriteria atau
rambu-rambu dalam menetapkan sumber hukum materiel
(hukum yang hidup dalam masyarakat), yakni hukum adat yang
masih berlaku di beberapa tempat di Indonesia dan yang telah
dikompilasi oleh Pemerintah. Kompilasi ini dilakukan dengan
memperhatikan Peraturan Daerah yang telah memuat mengenai
hukum yang hidup di dalam masyarakat yang dikualifikasi sebagai
tindak pidana adat. Kompilasi tersebut juga harus berorientasi
pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945,
HAM, dan asas-asas hukum umum yang diakui masyarakat
beradab.
7. Akomodasi Syariah dalam Pengaturan Tindak Pidana Kesusilaan
• Pasal 460, tentang perluasan Zina. Pasal ini telah dilimitasi
dengan delik aduan di mana tindakan dimaksud tidak dilakukan
penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, Orang Tua,
anak.
• Pasal 463, tentang Kumpul Kebo. Terdapat usulan untuk
dikenakan pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban
menurut hukum adat setempat atau hukum yang hidup dalam
masyarakat.
• Pasal 469, tentang LGBT. Pasal ini bertujuan untuk melindungi
anak-anak, yang menekankan pada perbuatan LGBT di muka
umum dan mempromosikan LGBT serta pornografi.
• Pasal 478, tentang Perjudian. Terdapat frasa “setiap orang yang
tanpa izin”, perlu dibuat penjelasan siapa yang berhak
memberikan izin.
Nilai-nilai syariah
terakomodir
terutama dalam
Bab Tindak
Kesusilaan.
Bab ini paling
mendapatkan
sorotan dan
dinamis
pembahasannya.
8. Pemidanaan terhadap Promosi LGBT
71 negara memiliki UU yang memidanankan aktivitas seksual sesama jenis, salah satunya adalah
mana Senior Minister of State for Law and Home Affairs menyatakan bahwa Singapura secara umum
merupakan masyarakat konservatif dan mayoritas masyarakatnya masih menganggap perilaku
tidak dapat diterima;
19 negara memiliki UU yang memidanakan aktivitas mempromosikan/ mempropaganda orientasi
salah satunya adalah Rusia di mana UU Propaganda Gay (the gay propaganda law/anti-gay law) di
bertujuan untuk melindungi anak-anak dari informasi yang mendorong pengabaian nilai-nilai
keluarga;
Fraksi PPP berpandangan bahwa pemidanaan dijatuhkan terhadap perbuatan yang mempromosikan
LGBT;
Pemidanaan terhadap LGBT selain mempertimbangkan landasan yuridis, perlu juga
landasan sosiologis dan filosofis, terutama nilai-nilai agama, budaya dan tradisi bangsa Indonesia;
Orientasi Pemidanaan terhadap LGBT perlu dilihat sebagai perlindungan dan pengayoman
Pasal 58 RKUHP: “mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi
pelindungan dan pengayoman masyarakat”
9. Penutup
DPR akan semaksimal mungkin mempercepat pembahasan RKUHP untuk disahkan
pada periode masa jabatan 2014-2019;
DPR terus mendorong Pemerintah agar segera merampungkan reformulasi rumusan-
rumusan Pasal yang masih tertunda pembahasannya;
RKUHP sejauh mungkin menyerap nilai-nilai dan hukum yang hidup dalam masyarakat
terutama yang terkait dengan nilai-nilai syariah dan fiqh jinâyah, yang diselaraskan
dengan sistem hukum nasional;
Untuk memformalkan fiqh jinâyah sebagai hukum nasional perlu mempertimbangkan
kondisi bangsa Indonesia yang plural, dan tidak bertentangan dengan kesadaran hukum
masyarakat Indonesia (dasar negara dan konstitusi), serta selaras dengan sistem hukum
nasional (penghormatan terhadap HAM).