Dokumen tersebut merangkum pengertian peraturan perundang-undangan nasional dan tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Juga dijelaskan asas-asas dan proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari tingkat nasional hingga daerah.
2. Pengertian Peraturan Perundang-
undangan Nasional
UU No. 12 Tahun 2011 “Peraturan perundang-
undangan adalah peraturan tertulis yang memuat
norma hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara
atau pejabat yang berwewenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan
Perundang-undangan.”
3. Tata Urutan Peraturan Perundang-
undangan di Indonesia
Dasar peraturan perundang-undangan selalu
peraturan perundang-undangan.
Hanya peraturan perundang-undangan tertentu
saja yang dapat dijadikan landasan yudiris.
Peraturan perundang-undangan yang masih
berlaku hanya dapat dihapus atau dicabut oleh
peraturan perundang-undangan yang sederajat
atau lebih tinggi,
Peratuan perundang undangan yang baru
mengesampingkan yang lama.
4. Peratuan perundang-undangan yang lebih tinggi
mengeyampingkan peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah.
Peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus mengenyampingakan peraturan
perundang-undangan yang bersifat umum.
Setiap jenis peraturan perundang-undangan
memiliki materi yang berbeda.
5. Sesuai pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011
peraturan perundang-undangan terdiri
atas
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Ketetapan MPR
UU/Peraturan Pemerintah Pengganti UU
Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan Presiden (Perpres)
Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi)
Peraturan Daerah Kota/Kabupaten (Perda
Kota/Kabupaten)
6. Asas-asas Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan menurut pasal
5
Kejelasan Tujuan harus mempunyai tujuan
yang jelas yang hendak dicapai.
Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat
setiap jenis peraturan perundang-undangan
harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat
pembentuk yang berwewenang. Jika tidak,
peraturan perundang-undangan tersebut
dibatalkan.
Kesesuaian antar jenis, hirarki dan materi muatan
harus benar-benar memperhatikan materi muatan
yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan
7. Dapat dilaksanakan harus memperhitungkan
efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di
dalam masyarakat secara filosofis, sosiologis, dan
yudiris.
Kejelasan rumusan harus memenuhi
persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-
undangan sistematikan, pilihan kata atau istilah serta
bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti
sehingga tidak menimbulkan makna ganda.
Keterbukaan dalam pembentukan mulai dari
perencanaan, penyusunan, pembahasan,
pengesahan atau penetapanm dan pengundangan
bersifat transparan dan terbuka.
8. Asas-asas Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan menurut pasal
6
Pengayoman harus berfungsi memberikan
perlindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat.
Kemanusiaan harus mencerminkan perlindungan dan
penghormatan HAM serta harkat dan martabat warga
Indonesia secara proposional.
Kekeluargaan harus mencerminkan musyawarah untuk
mencapai mufakat daam pengambilan keputusan.
Kenusantaraan senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah
merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang
berdasar pada UUD 1945 dan Pancasila.
9. Bhinneka Tunggal Ika harus memperhatikan keragaman
penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah
serta serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Keadilan harus mencerminkan keadilan secara proposional
bagi setiap warga negara.
Kesamaan kedudukan tidak boleh memuat hal yang bersifat
membedakab berdasarkan latar belakang antara lain, SARA,
gender, atau status sosial.
Ketertiban dan kepastian hukum harus dapat mewujudkan
ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
Keseimbangan, keselarasan, dan keserasian harus
mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan,
antara kepentingan individum masyarakat, dan kepentingan
bangsa dan negara.
10. Proses Pembuatan Peraturan
Perundang-undangan di Inodnesia
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
secara historis UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 disusun oleh BPUPKI dan
ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945.
MPR berwewenang mengubah dan
menetapkan UUD sesuai pasal 3 ayat (1). Sudah
dilakukan perubahan sebanyak 4x.
11. Tata cara perubahan UUD 1945, antara lain
a. Usul perubahan pasal-pasal diajukan oleh
sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota
MPR dan disampaikan secara tertulis serta
alasannya.
b. Sidang MPR untuk mengubah pasal-pasal
dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR.
c. Putusan untuk mengubah disetujui oleh
sekurang-kurangnya 50%+1 anggota MPR.
d. Khusus mengenai bentuk NKRI tidak dapat
dilakukan perubahan
12. Kesepakatan dasar dalam mengubah UUD Negara
Repbulik Indonesia Tahun 1945:
a. Tidak mengubah Pembukaan UUD Negara
Repbulik Tahun 1945.
b. Tetap mempertahankan Negara Republik Kesatuan
Indonesia.
c. Mempertegas sistem pemerintah presidensial.
d. Penjelasan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang memuat hal-ha bersifat normatif (bukan)
akan dimasukkan ke pasal-pasal.
e. Melakukan perubahan dengan cara adendum,
menambah pasal perubahan tanpa menghilangkan
pasal sebelumnya. Tujuannya untuk kepentingan
bukti sejarah.
13. Ketetapan MPR
Tingkat I: Pembahasan oleh badan pekerja Majelis(BP
MPR) menghasilkan Rancangan Ketetapan/keputusan
majelis sebagai bahan pembicaraan Tingkat II.
Tingkat II:pembahasan olehRapat paripurna majelis yg
didahului oleh penjelasan pimpinan dan dilanjutkan dgn
pemandangan umun fraksi-fraksi.
Tingkat III: Pembahasan oleh komisi/panitia Ad Hoc Majelis
terhadap semua hasil pembicaraan Tingkat I &
II,Pembahasan tingkat III merupakan Rancanan Ketetapan
/keputusan Majelis.
Tingkat IV: Pengambilan putusan oleh rapat paripurna
Majelis setelah mendengar Laporan Pimpinan
Komisi/Panitia Ad Hoc Majelis dan bilamana perlu dgn kata
terakhir dari fraksi.
14. UU dam Peraturan Pemerintah Pengganti UU
usulan oleh DPR
DPR mengajukan RUU secara tertulis kepada Presiden
Presiden menugasi mentri terkai untuk membahas RUU bersama
DPR.
RUU disetujui DPR dan Presiden. Presiden mengesahkan menjadi
Undang-undang.
15. diusulkan oleh Presiden
Presiden mengajukan RUU kepada Pimipinan DPR, memuat
mentri terkait untuk membahas bersama DPR.
DPR bersama Pemerintah membahas RUU dari Presiden.
RUU disetujui DRP dan Presiden. Presiden mengesahkan menjadi
UU.
16. diusulkan DPD
DPD mengajukan RRU kepada DPR secara tertulis.
DPD membahas RRU dari DPD melalui alat kelengkapan DPR.
DPR mengajukan RUU secara tertulis kepada Presiden.
Presiden menugasi mentri terkait untuk mebahas RUU bersama
DPR.
RUU distujui DPR dan Presdien. Presiden mengesahkan menjadi
UU.
17. Peraturan Pemerintah
Tahap perencanaan rancangan PP disiapkan oleh
kementiran/lembaga nonkementrian sesuai dengan bidang
tugasnya.
Tahap penyusunan rancangan PP, dengan membentuk panitia
antakementrian/lembaga nonkementrian.
Taha[ penetapan dan pengundangan, PP ditetapkan Presiden
kemudian diundangkan oleh Sekretaris Negara.
18. Peraturan Presiden
Pemebentuk panitia antarkementrian/lembaga nonkementrian oleh
pengusul.
Pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan konsepsi
Rancangan pemerintahan di bidang hukum.
Pengesahan dan penetapan oleh Presdien.
19. Peraturan Daerah Provinsi
diusulkan oleh DPRD Provinsi
DPRD Provinsi mengajukan rancangan Perda kepada Gubernur
secara tertulis.
DPRD Provinsi membahas rancangan Perda Provinsi bersama
Gubernur.
Disetujui bersama. Gubernur mengesahkan menjadi Perda
Provinsi.
20. diusulkan oleh Gubernur
Gubernur mengajukan rancangan Perda kepada DPRD Provinsi
secara tertulis.
DPRD Provinsi membahas rancangan Perda bersama Gubernur.
Rancangan Perda disetujui bersama, kemudian disahkan
Gubernur menjadi Perda Provinsi.
21. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota
DPRD Kabupaten/Kota mengajukan rancangan perda kepada
Walikota/Bupati.
DPRD Kabupaten/Kota membahan rancangan Perda bersama
Walikota/Bupati.
Disetujui bersama, kemudia disahkan Walikota/Bupati sebagai Perda
Kabupaten/Kota.
22. diusulkan oleh Walikota/Bupati
Bupati/Walikota mengajukan rancangan Perda secara tertulis kepada
DPRD Kota/Provinsi.
DPRD Kota/Kabupaten membahas rancangan Perda bersama
Walikota/Bupati.
Disetujui bersama, lalu disahkan oleh Walikota/Bupati.