Dokumen tersebut membahas tentang etika dalam pengambilan keputusan bisnis yang meliputi 3 poin utama:
1. Langkah-langkah penting dalam pengambilan keputusan secara etis yaitu menentukan fakta, mengidentifikasi isu etika, mempertimbangkan berbagai perspektif.
2. Prinsip-prinsip etika yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan yaitu autonomi, non-maleficence, benef
1. Business Ethics & Good Governance
Ethical Decision Making in Business
Disusun Oleh:
Fatinah Ghiyats 55118110042
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS MERCU BUANA
2019
2. Pengambilan keputusan pada umumnya adalah memilih suatu jalur tindakan di antara beberapa
alternatif yang tersedia melalui suatu proses mental dan berfikir yang logis. Ketika mencoba untuk
membuat keputusan yang terbaik, seseorang harus menimbang sisi positif dan negatif dari setiap
pilihan, dan mempertimbangkan semua alternatif. Dalam pembuatan suatu keputusan haruslah
meliputi pengidentifikasian masalah, pencarian alternatif penyelesaian masalah, evaluasi dari
alternatif-alternatif tersebut dan pemilihaan alternatif keputusan yang terbaik. seorang pimpinan
atau manajer dalam pembuatan keputusan perlu memahami dan menguasi teori dan praktek dan
data-data yang objektif sebagai landasan dalam membuat keputusan.
A. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan
• Pengambilan keputusan (desicion making) adalah melakukan penilaian dan menjatuhkan
pilihan. Keputusan ini diambil setelah melalui beberapa perhitungan dan pertimbangan
alternatif. Sebelum pilihan dijatuhkan, ada beberapa tahap yang mungkin akan dilalui oleh
pembuat keputusan. Tahapan tersebut bisa saja meliputi identifikasi masalah utama, menyusn
alternatif yang akan dipilih dan sampai pada pengambilan keputusan yang terbaik. Secara umum,
pengertian pengambilan keputusan telah dikemukakan oleh banyak ahli, diantaranya adalah:
1. G. R. Terry : Mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebagai pemilihan yang
didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang mungkin.
2. Claude S. Goerge, Jr : Mengatakan proses pengambilan keputusan itu dikerjakan oleh
kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang termasuk pertimbangan,
penilaian dan pemilihan diantara sejumlah alternatif.
B. Tahapan-tahapan dalam pengambilan keputusan:
• Menganalisis masalah : Mengenali masalah dari perbedaan hasil aktual dengan hasil yang
diharapkan, definisikan apa masalahnya
3. • Membuat asumsi : Secara struktural terletak di dalam / di luar tanggung jawab ? Secara personal
bersedia menerima resiko / tidak ? Tersedia sumber daya atau tidak ? Masalahnya urgen / tidak.
• Membuat alternatif pemecahan masalah : Membuat beberapa alternatif pemecahan masalah
yang bersifat layak, efektif dan efisien
• Mengevaluasi alternatif : Mengumpulkan data untuk mengevaluasi setiap alternatif, menolak /
menerima alternatif dari sudut kelayakan, efektifitas dan efisiensi setiap alternative
• Memilih dan menerapkan alternatif : Pilih alternatif yang paling layak, efektif, dan efisien.
Lebih baik menerapkan alternatif yang kurang layak daripada di luar kemampuan, lebih baik
menerapkan alternatif yang kurang efektif daripada tidak bertindak dan lebih baik menerapkan
alternatif yang mahal daripada murah tak bermutu
• Mengevaluasi hasil : Selesai, jika sesuai harapan. Ulangi, jika belum sesuai.
C. Kriteria Keputusan untuk Pertimbangan Etika
Langkah pertama dalam pengambilan keputusan yang bertanggung jawab secara etis
adalah menentukan fakta-fakta dalam sebuah situasi. Memberikan upaya yang cukup untuk
memahami situasi tersebut, membedakan fakta-fakta dari opini belaka, adalah hal yang sangat
penting. Perbedaan persepsi (perceptual differences) dalam bagaimana seseorang mengalami
dan memahami situasi dapat menjelaskan banyak perbedaan etis. Mengetahui fakta-fakta dan
meninjau secara cermat keadaannya akan memberikan kemudahan dalam memecahkan
perselisihan pendapat mengenai tanggung jawab pada tahap awal.
Sehubungan dengan pentingnya menentukan fakta-fakta, terdapat sebuah peran bagi ilmu
pengetahuan (dan alasan teoretis) dalam setiap studi mengenai etika. Penilaian etis yang
berdasarkan fakta-fakta akan lebih masuk akal daripada yang tidak berdasarkan fakta-fakta.
Seseorang yang bertindak sesuai dengan pertimbangan yang cermat akan fakta telah bertindak
dalam cara yang lebih bertanggung jawab secara etis daripada orang yang bertindak tanpa
pertimbangan yang mendalam. Ilmu-ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sosial dapat membantu
kita dalam menentukan fakta-fakta seputar keputusan yang akan kita ambil.
4. Langkah kedua dalam pengambilan keputusan etis yang bertanggung jawab mensyaratkan
kemampuan untuk mengenali sebuah keputusan atau permasalahan sebagai sebuah keputusan
etis atau permasalahan etis. Mengidentifikasi isu-isu etis yang terlibat merupakan langkah
selanjutnya dalam membuat keputusan bertanggung jawab.
Langkah ketiga dalam pengambilan keputusan yang etis melibatkan satu dari elemen
vitalnya. Para “pemegang kepentingan” mencakup semua kelompok dan/atau individu-
individu yang dipengaruhi oleh sebuah keputusan, kebijakan, atau operasi suatu perusahaan
atau seseorang. Mempertimbangkan isu-isu dari berbagai sudut pandang orang lain selain sudut
pandang diri sendiri, dan selain dari kebiasaan setempat, membantu kita dalam membuat
keputusan yang lebih masuk akal dan bertanggung jawab. Sebaliknya, berpikir dan
mempertimbangkan dalam sudut pandang yang pribadi yang sempit dapat menyebabkan kita
tidak sanggup memahami situasi yang dihadapi secara menyeluruh.
Kenyataannya bahwa banyak keputusan bisnis melibatkan kepentingan berbagai
pemegang kepentingan membantu kita memahami tantangan utama dalam pengambilan
keputusan yang etis. Tiap alternatif akan membebankan biaya bagi pemegang kepentingan
tertentu dan memberikan keuntungan bagi pemegang kepentingan yang lain.
Setelah kita meninjau fakta-fakta, mengamati isu-isu etis yang terlibat, dan mengidentifikasi para
pemegang kepentingan, kita perlu mempertimbangkan alternatif-alternatif yang tersedia.
Kreatifitas dalam mengidentifikasi pilihan-pilihan—yang juga disebut dengan “imajinasi moral
(moral imagination)”—adalah satu elemen yang membedakan antara orang baik yang mengambil
keputusan etis dengan orang yang tidak melakukan hal tersebut.
Terkadang para pakar etika meminta pengambil keputusan untuk mempertimbangkan apakan ia
akan merasa bangga atau malu jika keputusannya terpampang di halaman depan koran. Namun
konsekuensi-konsekuensi atau pembenaran-pembenaran bukanlah satu-satunya cara dalam
membandingkan alternatif. Beberapa alternatif mungkin mempertimbangkan hal-hal yang
menyangkut prinsip-prinsip, hak-hak, dan kewajiban-kewajiban yang mengesampingkan
konsekuensi-konsekuensi. Salah satu faktor tambahan dalam membandingkan dan
mempertimbangkan alternatif-alternatif mengharuskan adanya pertimbangan akan dampak dari
sebuah keputusan terhadap integritas dan karakter kita sendiri.
5. Dapat juga dilanjutkan dengan Panduan, yaitu bagaimana kita membahasa kasus ini dengan
orang lain yang terkait. Dapatkah kita mengumpulkan berbagai opini dan perspektif tambahan,
serta adanya petunjuk, aturan, atau sumber eksternal lain yang dapat membantu menyelesaikan
dilema ini.
Selanjutnya adalah Penilaian, dimana kita membuat mekanisme untuk menilai keputusan
dan membuat modifikasi yang mungkin dilakukan jika diperlukan. Memastikan bahwa kita
mempelajari setiap keputusan dan menggunakan pengetahuan ini ketika menghadapi hal yang
sama dimasa depan.
Menentukan fakta-fakta:
• Mengidentifikasi isu-isu etis yang terlibat.
• Mengidentifikasi para pemegang kepentingan dan mempertimbangkan situasi dari sudut
pandang mereka.
• Mempertimbangkan alternatif-alternatif yang tersedia (imajinasi moral)
• Mempertimbangkan bagaimana sebuah keputusan dapat mempengaruhi para pemegang
kepentingan, dibandingkan dan dipertimbangkan alternatif berdasarkan:
- Konsekuensi-konsekuensi
- Kewajiban-kewajiban, hak-hak, prinsip-prinsip
- Dampak bagi integritas dan karakter pribadi
• Membuat sebuah keputusan
• Memantau hasil
D. Etika Pengambilan Keputusan
Keputusan yang diambil pemimpin tentunya akan menghasilkan dampak bagi orang lain.
Idealnya, seorang pemimpin mempunyai integritas yang menjunjung tinggi nilai moral dan etika.
Sehingga, keputusan yang diambilnya adalah mengacu tidak hanya pada kepentingannya sendiri,
melainkan juga kepentingan orang banyak termasuk lingkungannya. Maka ada baiknya sebelum
kita mengambil keputusa, kita harus mengacu pada prinsip-prinsip berikut ini:
6. I. Autonomy
Setiap keputusan yang Anda ambil tentunya akan mempengaruhi banyak orang. Oleh
karena itu, perlu mempertimbangkan faktor ini ke dalam setiap proses pengambilan keputusan.
Misalnya keputusan untuk merekrut pekerja dengan biaya murah. Seringkali perusahaan
mengeksploitasi buruh dengan biaya semurah mungkin padahal sesungguhnya upah tersebut tidak
layak untuk hidup.
II. Non-malfeasance
Di kepemerintahan, nyaris setiap peraturan tentunya akan menguntungkan bagi satu pihak
sementara itu mencederai bagi pihak lain. Begitu pula halnya dengan keputusan bisnis pada
umumnya, dimana tentunya menguntungkan bagi beberapa pihak namun tidak bagi pihak lain.
III. Beneficence
Merupakan keputusan harus dapat menjadi solusi bagi masalah dan merupakan solusi
terbaik yang bisa diambil.
IV. Justice
Proses pengambilan keputusan mempertimbangkan faktor keadilan, dan termasuk
implementasinya. Di dunia ini memang sulit untuk menciptakan keadilan yang sempurnam namun
tentunya kita selalu berusaha untuk menciptakan keadilan yang ideal dimana memperlakukan tiap
orang dengan sejajar.
E.Proses Pengambilan Keputusan
Pucuk pimpinan (top manajer) perlu memahami dan memiliki keterampilan, dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan atau pembuatan kebijakan yang memungkinkan asas
kesatuan perintah diwujudkan. Di lingkungan suatu organisasi pengambilan Keputusan dan atau
kebijaksanaan yang ditetapkan pucuk pimpinan atau pimpinan unit / satuan kerja bawahannya,
harus dirasakan sebagai keputusan bersama dan terarah pada kepentingan organisasi, bukan untuk
kepentingan kelompok atau pribadi tertentu saja. Model yang bermanfaat yang terkenal sebagai
kerangka dasar proses pengambilan keputusan yang dikemukakan oleh Herbert A. Simon dalam
Sutabari (2003) akan digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan proses pengambil keputusan.
7. F. Pentingnya Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan mempunyai arti penting bagi maju mundurnya suatu organisasi,
terutama karena masa depan suatu organisasi banyak di tentukan oleh pengambilan keputusan
sekarang. Karena keputusan yang diambil oleh pimpinan merupakan hasil pemikiran akhir yang
harus dilaksanakan oleh bawahannya atau mereka yang bersangkutan dengan organisasi yang ia
pimpin. Penting karena menyangkut semua aspek manajemen. Kesalahan dalam mengambil
keputusan bisa merugikan organisasi, mulai dari kerugian citra sampai kepada kerugian uang.
Ada kalanya keputusan diambil oleh manajer sendiri, tetapi tidak jarang juga bersama staf,
tergantung dari besar kecilnya masalah dan gaya kepemimpinan yang dianut oleh si manajer.
Sesungguhnya pengambilan keputusan itu sangat penting juga merupakan suatu kegiatan dalam
manajemen yang paling kompleks dalam suatu organisasi. Bukan hanya keputusan-keputusan
mengenai kebjaksanaan pokok yang rumit, tetapi juga pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan pelaksanaan program, penempatan, dan penganggaran, merupakan titik-titik kritis terhadap
mantapnya suatu kebijaksanan (Gortner et al dalam Salusus. 200).
Pengambilan keputusan hendaknya dipahami dalam dua pengertian yaitu (1) penetapan
tujuan yang merupakan terjemahan cita-cita dan aspirasi, dan (2) pencapaian tujuan melalui
implementasinya (Inbar, dalam Salusu. 2001). Keputusan pada dasarnya merupakan proses
memilih satu penyelesaian dari beberapa alternatif yang ada. Keputusan yang kita ambil tentunya
8. perlu di dukung berbagi faktor yang akan memberikan keyakinan kepada kita sebagai pengambil
keputusan bahwa keputusan tersebut adalah tepat. Ringkasnya, keputusan dibuat untuk mencapai
tujuan pelaksanaan dan berintikan hubungan kemanusiaan.
G. Teori Pengambilan Keputusan Dalam Hadapi Etik/Moral
a. Teori Utilitariansme merupakan tindakan dimaksudkan untuk memberikan kebahagiaan atau
kepuasan yang maksimal
b. Teori Deontologi merupakan tindakan berlaku umum & wajib dilakukan dalam situasi normal
karena menghargai: Norma yang berlaku, Misal kewajiban melakukan pelayanan prima kepada
semua orang secara obyektif.
c. Teori Hedonisme merupakan dasar yang menjadi alasan kepuasan Yang ditimbulkannya mencari
kesenangan, menghindari ketidaksenangan.
d. Teori Eudemonisme merupakan tujuan akhir untuk kebahagiaan.
H. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
Beberapa tahap yang menjadi factor keberhasilan sebuah keputusan, diantaranya:
I. Tahap perkembangan moral :
Tahap ini merupakan suatu tahap penilaian (assessment) dari kapasitas seseorang untuk
menimbang nimbang apakah secara moral benar, makin tinggi perkembangan moral seorang berarti
makin kurang ketergantungannya pada pengaruh- pengaruh luar sehingga ia akan makin cenderung
berperilaku etis. Sebagai contoh, kebanyakan orang dewasa berada dalam tingkat menengah dari
perkembangan moral, mereka sangat dipengaruhi oleh rekan sekerja dan akan mengikuti
aturan dan prosedur suatu organisasi. Individu-individu yang telah maju ketahap-tahap yang
lebih tinggi menaruh nilai yang bertambah pada hak-hak orang lain, tak peduli akan pendapat
mayoritas, dan kemungkinan besar menantang praktik-praktik organisasi yang mereka yakini
secara pribadi sebagai sesuatu hal yang keliruan
9. II. Lingkungan Organisasi
Dalam lingkungan organisasional merujuk pada persepsi karyawan mengenai pengharapan
(ekspetasi) organisasional. Apakah organisasi itu mendorong dan mendukung perilaku etis dengan
meberi ganjaran atau menghalangi perilaku tak-etis dengan memberikan hukuman/sangsi. Kode
etis yang tertulis, perilaku moral yang tinggi dari para seniornya, pengharapan yang realistis akan
kinerja, penilaian kinerja sebagai dasar promosi bagi individu-individu, dan hukuman bagi
individu-individu yang bertindak tak-etis merupakan suatu contoh nyata dari kondisi lingkungan
organisasional sehingga kemungkinan besar dapat menumbuh kembangkan pengambilan
keputusan yang sangat etis
III. Tempat kedudukan kendali
Tempat kedudukan kendali tidak lepas dengan struktur organisasi, pada umumnya
individu-individu yang memiliki moral kuat akan jauh lebih kecil kemungkinannya untuk
mengambil keputusan yang tak-etis, namun jika mereka dikendalai oleh lingkungan organisasi
sebagai tempat kedudukannya yang sedikit banyak tidak menyukai pengambilan keputusan etis,
ada kemungkinan individu- individu yang telah mempunyai moral yang kuatpun dapat tercemari
oleh suatu lingkaungan organisasi sebagai tempat kedudukannya yang mengizinkan atau
mendorong praktik-praktik pengambilan keputusan tak-etis.
I. Konsep etika
Menyangkut keputusan yang dengan sangat baik menjaga hak-hak yang harus dipertimbangkan
dalam pengambilan keputusan :
hak persetujuan bebas. Individu akan diperlakukan hanya jika individu tersebut secara sadar dan
tidak terpaksa setuju untuk diperlakukan.
hak atas privasi. Individu dapat memilih untuk melakukan apa yang ia inginkan di luar pekerjaanya.
hak kebebasan hati nurani. Individu dapat menahan diri dari memberikan perintah yang melanggar
moral dan norma agamanya.
hak untuk bebas berpendapat. Individu dapat secara benar mengkritik etika atau legalitas tindakan
yang dilakukan orang lain.
10. hak atas proses hak. Individu berhak untuk berbicara tanpa berat sebelah dan berhak atas perlakuan
yang adil.
hak atas hidup dan keamanan. Individu berhak untuk hidup tanpa bahaya dan ancaman terhadap
kesehatan dan keamananya.
Studi Kasus
Bisnis Etik dan Tata kelola PT Pertamina (Persero)
Tata Nilai Unggulaan 6C
Pertamina memiliki tata nilai sebagai komitmen perusahaan untuk mewujudkan visi dan
misinya berdasarkan standar global dan penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good
Corporate Governance). Nilai-nilai Pertamina disebut dengan 6C, terdiri dari Clean,
Competitive, Confident, Customer Focus, Commercial dan Capable, dan nilai-nilai ini wajib
diketahui dan menjadi pedoman bagi seluruh karyawan dalam beraktivitas. Pertamina
menetapkan enam tata nilai perusahaan yang dapat menjadi pedoman bagi seluruh karyawan
dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Penerapan tata nilai 6C didasarkan pada Surat
Keputusan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) No.Kpts-022/ COOOOO/2013-S0 Tentang
Penerapan Tata Nilai 6C 01 Pertamina dan Anak Perusahaan (Operational Holding).
Clean
Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak menoleransi suap,
menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas, serta berpedoman pada asas-asas tata kelola
korporasi yang baik.
Competitive
Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong pertumbuhan
melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja.
Confident
Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam reformasi BUMN dan
membangun kebanggaan bangsa.
Customer Focused
Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan yang pelayanan
terbaik kepada pelanggan.
11. Commercial
Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial dan mengambil keputusan berdasarkan
prinsip-prinsip bisnis yang sehat.
Capable
Dikelola oleh pemimpin dan pekerja profesional yang memiliki talenta dan penguasaan teknis
tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan
PEDOMAN GRATIFIKASI
Pertamina berkomitmen untuk menerapkan good corporate governance dalam kegiatan
usahanya, karena Pertamina percaya bahwa keberhasilan suatu perusahaan tidak hanya terlihat
dari angka profit yang terus meningkat melainkan juga diukur dari perilaku-perilaku bisnis yang
beretika.
Menjalankan bisnis yang bersih merupakan hal yang esensial dalam menjaga
keberlangsungan perusahaan. Ini menjadi salah satu pendorong ditandatanganinya komitmen PT
Pertamina (Persero) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tanggal 26 Agustus
2010 untuk bekerjasama dalam Program Pengendalian Gratifikasi di Pertamina.
Berdasarkan hal tersebut diatas dan dengan supervisi dari KPK, disusun dan
diberlakukanlah Pedoman Gratifikasi, Penolakan, Penerimaan, Pemberian Hadiah/Cinderamata
dan Hiburan (Entertainment) yang disebut “Pedoman Gratifikasi.
Dalam Pedoman ini diatur ketentuan tentang gratifikasi, batasan-batasan penerimaan dan
pemberian gratifikasi dan mekanisme pelaporannya serta pengklasifikasian gratifikasi yang
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Gratifikasi yang dianggap suap
2. Gratifikasi dalam kedinasan
3. Bukan Gratifikasi
Selain itu untuk mendukung penerapan pedoman tersebut, Pertamina telah membentuk
Unit Pengendalian Gratifikasi Pertamina (“UPG Pertamina”) yang dalam melaksanakan
tugasnya berkoordinasi dengan KPK.
UPG Pertamina mengelola, menganalisa, mengklarifikasi pelaporan gratifikasi kepada penerima
gratifikasi. UPG Pertamina juga harus menyampaikan laporan secara berkala dan berkoordinasi
dengan KPK untuk laporan gratifikasi yang masuk dalam ranah KPK.
12. 1. Pedoman Gratifikasi
2. Pedoman Unit Pengendalian Gratifikasi
3. SK Direksi Pertamina No. 15/C00000/2012-S0 tanggal 13 April2012
PEDOMAN BENTURAN KEPENTINGAN
Menjalankan bisnis dengan independen, artinya suatu keadaan dimana suatu perusahaan
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip korporasi yang
sehat merupakan kebutuhan setiap perusahaan untuk dapat menjalankan usaha secara bersih dan
terus menerus, termasuk bagi Pertamina. Untuk itu, Pertamina memandang perlu untuk mengatur
tentang benturan kepentingan dalam suatu pedoman tersendiri.
Pedoman Benturan Kepentingan ini mengatur tentang hal-hal yang harus dilakukan apabila
menghadapi situasi yang berbenturan kepentingan, identifikasi sumber penyebab benturan
kepentingan dan upaya pencegahan situasi berbenturan kepentingan.
1. Pedoman Conflict of Interest
2. Surat Keputusan Direksi No. Kpts-088/C00000/2009-S0 tanggal 16 November 2009
PEDOMAN LHKPN
Dikarenakan Pertamina merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maka anggota
Direksi, Dewan Komisaris dan pejabat strukturalnya dikategorikan sebagai Penyelenggara
Negara dan terikat kewajiban untuk melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan
sesudah menjabat berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Dalam implementasinya, penetapan wajib lapor LHKPN di BUMN diserahkan kepada
Direksi masing-masing BUMN sesuai Instruksi Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
nomor: INS02/MBU/2007 tanggal 21 September 2007 tentang Penyelenggara Negara Yang
Wajib Menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Lingkungan Badan
Usaha Milik Negara.
Sesuai dengan Instruksi Menteri tersebut di atas, Direktur Utama Pertamina menetapkan
Surat Keputusan tentang kewajiban penyampaian LHKPN di Pertamina. Dalam
implementasinya, SK tersebut dilengkapi dengan Pedoman Kewajiban Penyampaian LHKPN.
13. 1. Pedoman LHKPN
2. Surat Keputusan Direktur Utama No.Kpts-56/C00000/2013-S0 tanggal 19 September
2013. PEDOMAN COMPLIANCE ONLINE SYSTEM
Sejak tahun 2010, Pertamina mengoperasikan sistem pelaporan online untuk mendukung
program kepatuhan yang disebut Compliance Online System. Melalui sistem online ini Pekerja
Pertamina dapat menyampaikan:
1. Pernyataan Benturan Kepentingan dan Potensi Benturan Kepentingan
2. Pernyataan kepatuhan terhadap Pedoman Perilaku ( Code of Conduct)
3. Pernyataan telah menyampaikan LHKPN
4. Laporan gratifikasi. Compliance Online System ini menjangkau setiap pekerja Pertamina
yang lokasi penugasannya di seluruh daerah di Indonesia maupun di luarnegeri.
• Pedoman Compliance Online System
Decree of Board of Directors No. 15/C00000/2012-S0 dated 13 April 2012
TKO WHISTLEBLOWING SYSTEM
Pertamina menyediakan saluran komunikasi bagi para pemangku kepentingan untuk
menyampaikan laporan pelanggaran atau penyimpangan terkait Pertamina, yang disebut
Whistleblowing System. Whistleblowing System Pertamina memfasilitasi pelaporan dilakukan
dengan anonim dan terjaga kerahasiaannya serta dikelola oleh konsultan independen yang
meneruskan laporan yang diterima WBS kepada tim WBS Pertamina untuk ditindaklanjuti.
Saluran WBS yang disediakan, yaitu:
Telepon : +62+21-
3815909/3815910/381/5911 SMS :
+62+8111750612
Fax : +62+21+3815912
Email : pertaminaclean@tipoffs.com.sg
Website : https://pertaminaclean.tipoffs.info
Mail Box : Pertamina Clean PO Box 2600 JKP 10026
TKO WBS
SK Direksi Pertamina No. 15/C00000/2012-S0 tanggal 13 April 2012
14. Prinsip GCG Pertamina
Dalam Implementasi GCG, Pertamina telah berhasil memeroleh hasil yang memuaskan dan
terbukti memberikan kontribusi positif dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan, dan
kebijakan seluruh kegiatan usaha Perseroan. Implementasi GCG Perseroan senantiasa dilandaskan
pada prinsip-prinsip GCG dengan semangat transparansi, tanggung jawab, dan terpercaya. Adapun,
prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Transparency adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan, dan
informasi materil serta relevan mengenai perusahaan. Hal ini terimplementasi dengan sistem
tranparansi Pertamina dalam mengungkapan laporan keuangan maupun manajemen.
2. Accountability merupakan prinsip mengutamakan kejelasan fungsi dan pertanggungjawaban
kinerja perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan berjalan secara efektif dan dapat
dipercaya.
3. Responsibility merupakan semangat perusahaan dalam mengupayakan kepatuhan perusahaan
terhadap peraturan dan undang-undang pemerintah yang dikelola secara profesional tanpa
benturan kepentingan dan tekanan dari pihak lain.
4. Independency merupakan semangat perusahaan untuk mengelola Perusahaan secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai
dengan peraturan undang-undang yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5. Fairness adalah keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholdersyang timbul
berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penerapan prinsip-prinsip GCG merupakan satu langkah Pertamina untuk meningkatkan dan
mengoptimalkan Corporate Value untuk mendorong pengelolaan Perseroan yang profesional,
transparan, dan efisien. Dengan meningkatkan prinsip-prinsip tersebut Pertamina dapat memenuhi
kewajiban secara baik kepada Para Pemangku Kepentingan, terutama PT Pertamina (Persero)
sebagai perusahaan induk.
Perusahaan senantiasa mengedepankan prinsip-prinsip GCG, Tata Nilai Perseroan, serta Etika
Bisnis dalam menjalankan tugas dan fungsi Perseroan, baik dalam mengambil sikap dan keputusan
bisnis. Hal tersebut selalu memperhatikan kepentingan Perusahaan, Pemegang Saham serta
stakeholderslainnya. Perusahaan senantiasa menekankan pentingnya berpegang teguh dan
berkomitmen dalam implementasi GCG secara menyeluruh kepada seluruh karyawan.
15. Perusahaan menandatangani pernyataan komitmen bersama Penerapan GCG Perseroan guna
membuktikan kesungguhan penerapan GCG kepada seluruh karyawan yang direpresentasikan oleh
tiga organ penting Perusahaan yaitu Pemegang Saham, Dewan Komisaris, dan Direksi.
Tujuan GCG PTK
Penerapan GCG di Pertamina senantiasa mengacu kepada best practices GCG baik dalam
membuat keputusan, menjalankan tindakan dengan dilandasi moral yang tinggi, patuh kepada
Peraturan Perundang-undangan, dan kesadaran akan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders). Adapun tujuan penerapan GCG Pertamina
adalah:
1. Memaksimalkan nilai Perseroan.
2. Terlaksananya pengelolaan Perseroan secara profesional dan mandiri.
3. Dapat terciptanya pengambilan keputusan oleh seluruh Organ Perseroan yang didasarkan pada
nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Terlaksananya tanggung jawab sosial Perseroan terhadap seluruh stakeholders.
Pedoman GCG
Pedoman GCG disusun sebagai acuan dalam mengelola Perseroan berdasarkan prinsip GCG yang
menjadi kaidah dan pedoman bagi pengurus Perseroan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya.
Penerapan prinsip-prinsip GCG
(Transparency, Accountability, Responsibility, Independency dan Fairness) diperlukan agar
Perseroan dapat bertahan dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. GCG diharapkan
dapat menjadi sarana untuk mencapai visi dan misi Perusahaan.
16.
17.
18. Daftar Pustaka
• Hapzi Ali, 2019. Business Ethics & GG Ethical Decision Making in Business, diakses
pada tanggal 22 Juni 2019, pukul 19.20 WIB
• Fitri Andriani, dkk., 2018. Kasus Etika dan Pengambilan Keputusan dalam Perusahaan
Nike, diakses pada tanggal 22 Juni 2019, pukul 19.21 WIB
• Anonym, -. http://www.ptk-shipping.com/id/gcg/, diakses pada tanggal 22 Juni 2019,
pukul 19.21 WIB
• Anonym, 2016. http://etikbisnis.blogspot.com/2016/01/pengambilan-keputusan-dalam-
etika-bisnis.html, diakses pada tanggal 22 Juni 2019, pukul 19.22 WIB
• Ali, Hapzi. 2019. Modul Concepts and Theories of Business Ethics. Jakarta:
Universitas Mercu Buana, diakses pada tanggal 23 Juni 2019, pukul 09.47 WIB
• Pertamina. 2013. Kode Kepatuhan di https://pertamina.com/id/kode-kepatuhan ,diakses
diakses pada tanggal 23 Juni 2019, pukul 09.47 WIB