Dokumen tersebut membahas tentang pengambilan keputusan etis dalam bisnis dan manajemen. Terdapat beberapa poin penting yaitu: (1) Pengambilan keputusan merupakan fungsi utama manajer dan melibatkan proses identifikasi masalah, pencarian alternatif, evaluasi, dan pemilihan alternatif terbaik; (2) Pengambilan keputusan etis mempertimbangkan manfaat bagi sebanyak mungkin pihak, hak individu, dan ke
Be & gg, rame priyanto, hapzi ali, ethics of consumer protection, univers...
12, be & gg, rame priyanto, hapzi ali, ethical decision making in business, universitas mercu buana, 2018
1. RESUME KULIAH XII
BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE
BUSINESS ETHICS AND GOOD GOVERNANCE
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Business Ethic and Good Governance”
Dosen Pengampu:
Prof Dr. H. Hapzi Ali, M.M., CMA.
Oleh:
Rame Priyanto
NIM 55117120122
Program Studi Magister manajemen
Universitas Mercubuana
2018
2. BUSINESS ETHICS AND GOOD GOVERNANCE
Pengambilan keputusan merupakan fungsi utama seorang pimpinan atau manajer
di dalam organisasi. Keberhasilan pimpinan membuat dan menetapkan suatu
keputusan bergantung dengan data dan informasi yang diberikan padanya. Untuk
pembuatan suatu keputusan haruslah meliputi pengidentifikasian masalah, pencarian
alternatif penyelesaian masalah, evaluasi dari alternatif-alternatif tersebut dan
pemilihaan alternatif keputusan yang terbaik. Seorang pimpinan atau manajer dalam
pembuatan keputusan perlu memahami dan menguasi teori dan praktek dan data-
data yang objektif sebagai landasan dalam membuat keputusan.
1. Hakikat Pengambilan Keputusan
Beberapa pendapat pakar dalam bidang Pengambilan keputusan Salusu (1996)
menyatakan pengambilan keputusan merupakan kegiatan sentral manajemen. Ini
merupakan inti kepemimpinan (Siagian, 1988). Menurut Moore pengambilan
keputusan sebagai suatu karateristik yang fundamental, atau sebagai jantung
kegiatan adimistrasi (robbin 1978).
Pengambilan keputusan merupakan kunci kepemimpinan (Gore, 1959). Higgins
(1979) menyatakan, bahwa pengambilan keputusan adalah kegiatan yang paling
penting dari semua kegiatan. Hoy dan Miskel (1978) mengatakan pengambilan
keputusan merupakam tanggung jawab utama dari semua administrator.
Kompleksitasnya pengambilan keputusan maka di perlukan semua disiplin ilmu dari
berbagai bidang karena itu seorang pimpinan atau manajer haruslah deanga teliti dan
cermat serta menganalisis apa dampak dari pengambuilan keputusan yang dibuat
agar di belakang hari tidak terjadi kerusakan-kerusakan yang berakibat merugikan
banyak pihak atau kemunduran suatu perusahaan.
2. Pentingnya Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan mempunyai arti penting bagi maju mundurnya suatu
organisasi, terutama karena masa depan suatu organisasi banyak di tentukan oleh
pengambilan keputusan sekarang. Karena keputusan yang diambil oleh pimpinan
merupakan hasil pemikiran akhir yang harus dilaksanakan oleh bawahannya atau
3. mereka yang bersangkutan dengan organisasi yang ia pimpin. Penting karena
menyangkut semua aspek manajemen. Kesalahan dalam mengambil keputusan bisa
merugikan organisasi, mulai dari kerugian citra sampai kepada kerugian uang.
Sesungguhnya pengambilan keputusan itu sangat penting juga merupakan suatu
kegiatan dalam manajemen yang paling kompleks dalam suatu organisasi. Bukan
hanya keputusan-keputusan mengenai kebjaksanaan pokok yang rumit, tetapi juga
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan program, penempatan,
dan penganggaran, merupakan titik-titik kritis terhadap mantapnya suatu
kebijaksanan (Gortner et al dalam Salusus. 200).
Pengambilan keputusan merupakan proses memilih suatu alternatif cara bertindak
dengan metode yang efisien sesuai dengan situasi. Proses itu untuk menemukan dan
meyelesaikan masalah organisasi. Pernyataan ini menegaskan bahwa pengambilan
keputusan memerlukan satu seri tindakkan, membutuhkan beberapa langkah.Suatu
aturan kunci dalam pengambilan keputusan ialah sekali kerangka yang tepat sudah
diselesaikan keputusan harus dibuat (Brinckloe, at al, dalam Salusu, 2001) dengan
kata lain keputusan mempercepat pergerakan dan perubahan (Hill et al., dalam
Salusu. 2001). Sehubungan dengan itu, pengambilan keputusan hendaknya dipahami
dalam dua pengertian yaitu:
1) penetapan tujuan yang merupakan terjemahan cita-cita dan aspirasi, dan
2) pencapaian tujuan melalui implementasinya (Inbar, dalam Salusu, 2001).
3. Proses Pengambilan Keputusan
Pucuk pimpinan (top manajer) perlu memahami dan memiliki keterampilan, dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan atau pembuatan kebijakan yang
memungkinkan asas kesatuan perintah diwujudkan. Di lingkungan suatu organisasi
pengambilan Keputusan dan atau kebijaksanaan yang ditetapkan pucuk pimpinan
atau pimpinan unit / satuan kerja bawahannya, harus dirasakan sebagai keputusan
bersama dan terarah pada kepentingan organisasi, bukan untuk kepentingan
kelompok atau pribadi tertentu saja. Model yang bermanfaat yang terkenal sebagai
kerangka dasar proses pengambilan keputusan yang dikemukakan oleh Herbert A.
4. Simon dalam Sutabari (2003) akan digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan
proses pengambil keputusan.
a. Pengambilan Keputusan Etika Bisnis
Uraian pendahulan diatas telah menggambarkan pentingnya etika didalam bisnis
atau usaha dampak dari tidak memperhatikan etika didalam bisnis terjadinya
kerusakan yang berakibat terjadinya krisis moneter dan ekonomi dan yang lebih jauh
lagi krisis kepercayaan pada Dunia bisnis.
Untuk itu dalam penerapan etika di dunia bisnis yang sangat penting bagaimana
Dunia bisnis membuat suatu keputusan yang bertanggung jawab baik internal dan
eksternal. Hal ini dikarenakan tidak semua keputusan di pandang dari dimensi
ekonomi saja namun haruslah juga dipandang dari dimensi sosial budaya, osial politik
dan keamanan suatu Negara. Untuk itu suatu keputusan bisnis haruslah sangat
berkaitan erat dengan nilai-nilai atau norma yang patut dan dalam kehidupan suatu
kelompok masyarakat atau bangsa. Etika bisnis adalah; suatu tindakan yang
berakhlak dan berbudi dalam proses bisnis yang mengedepankan output usaha yang
layak untuk mencukupi dan memenuhi kebutuhan konsumen yang bermutu dan
bermanfaat.
Adapun tahapan-tahapan dalam pengambilan keputusan ialah sebagai berikut :
1) Menganalisis masalah: Mengenali masalah dari perbedaan hasil aktual dengan
hasil yang diharapkan, definisikan apa masalahnya.
2) Membuat asumsi : Secara struktural terletak di dalam / di luar tanggung jawab?
Secara personal bersedia menerima resiko / tidak? Tersedia sumber daya atau
tidak ? Masalahnya urgen / tidak?.
3) Membuat alternatif pemecahan masalah: Membuat beberapa alternatif
pemecahan masalah yang bersifat layak, efektif dan efisien.
4) Mengevaluasi alternatif: Mengumpulkan data untuk mengevaluasi setiap
alternatif, menolak / menerima alternatif dari sudut kelayakan, efektifitas dan
efisiensi setiap alternatif.
5. 5) Memilih dan menerapkan alternatif: Pilih alternatif yang paling layak, efektif,
dan efisien. Lebih baik menerapkan alternatif yang kurang layak daripada di
luar kemampuan, lebih baik menerapkan alternatif yang kurang efektif daripada
tidak bertindak dan lebih baik menerapkan alternatif yang mahal daripada
murah tak bermutu.
6) Mengevaluasi hasil : Selesai, jika sesuai harapan. Ulangi, jika belum sesuai.
b. Pendekatan-pendekatan etika bisnis dalam pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan semata-mata bukan karena kepentingan pribadi dari
seorang si pengambil keputusannnya. Beberapa hal kriteria dalam pengambilan
keputusan yang etis diantaranya adalah:
1) Pendekatan bermanfaat (utilitarian approach), yang dudukung oleh filsafat
abad kesembilan belas, pendekatan bermanfaat itu sendiri adalah konsep
tentang etika bahwa prilaku moral menghasilkan kebaikan terbesar bagi jumlah
terbesar.
2) Pendekatan individualisme adalah konsep tentang etika bahwa suatu tindakan
dianggap pantas ketika tindakan tersebut mengusung kepentingan terbaik
jangka panjang seorang indivudu.
3) Konsep tentang etika bahwa keputusan yang dengan sangat baik menjaga hak-
hak yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
4) hak persetujuan bebas. Individu akan diperlakukan hanya jika individu tersebut
secara sadar dan tidak terpaksa setuju untuk diperlakukan.
5) hak atas privasi. Individu dapat memilih untuk melakukan apa yang ia inginkan
di luar pekerjaanya.
6) hak kebebasan hati nurani. Individu dapat menahan diri dari memberikan
perintah yang melanggar moral dan norma agamanya.
7) hak untuk bebas berpendapat. Individu dapat secara benar mengkritik etika
atau legalitas tindakan yang dilakukan orang lain.
6. 8) hak atas proses hak. Individu berhak untuk berbicara tanpa berat sebelah dan
berhak atas perlakuan yang adil.
9) hak atas hidup dan keamanan. Individu berhak untuk hidup tanpa bahaya dan
ancaman terhadap kesehatan dan keamananya.
4. Pengambilan Keputusan Etis dalam Manajerial
Keadaan sosial dapat mempermudah ataupun mempersulit kita untuk bertindak
sesuai dengan penilaian kita. Dalam dunia bisnis, terkadanga konteks organisasi
mempersulit kita untuk bertindak secara etis bahkan bagi orang yang berniat paling
baik sekalipun, atau mempersulit orang yang tidak jujur untuk bertindak tidak etis.
Tanggung jawab atas keadaan yang dapat mendorong perilaku etis dan menekan
perilaku tidak etis jatuh kepada manajemen bisnis dan tim eksekutif.
Dalam situasi bisnis, para individu harus mempertimbangkan implikasi etis dan
pengambilan keputusan pribadi dan profesional (personal and prosfessionanl decision
making). Dalam konteks bisnis, para individu mengisi peran sebagai karyawan,
manajer, eksekutif senior, dan anggota dewan. Para manajer, eksekutif, dan anggota
dewan memiliki kemampuan untuk menciptakan dan membentuk konteks organisasi
di mana semua karyawan mengmbil keputusan. Oleh karena itu, mereka memiliki
sebuah tanggung jawab untuk meningkatkan pengaturan organisasi yang mendorong
perilaku etis dan menekan perilaku tidak etis.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan yang etis
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan yang etis
diantaranya :
1) Tahap perkembangan moral
Tahap ini merupakan suatu tahap penilaian (assessment) dari kapasitas
seseorang untuk menimbang nimbang apakah secara moral benar, makin tinggi
perkembangan moral seorang berarti makin kurang ketergantungannya pada
pengaruh- pengaruh luar sehingga ia akan makin cenderung berperilaku etis.
7. 2) Lingkungan Organisasi
Dalam lingkungan organisasional merujuk pada persepsi karyawan mengenai
pengharapan (ekspetasi) organisasional. Apakah organisasi itu mendorong dan
mendukung perilaku etis dengan meberi ganjaran atau menghalangi perilaku tak-
etis dengan memberikan hukuman/sangsi.
3) Tempat kedudukan kendali
Tempat kedudukan kendali tidak lepas dengan struktur organisasi, pada
umumnya individu individu yang memiliki moral kuat dan baik akan sangat jauh
lebih kecil kemungkinannya untuk mengambil keputusan yang tak etis, namun
jika mereka dikendalai oleh suatu lingkungan organisasi sebagai tempat
kedudukannya yang sedikit banyak tidak menyukai pengambilan keputusan etis,
ada kemungkinan individu- individu yang telah mempunyai moral yang kuatpun
dapat tercemari oleh suatu lingkaungan organisasi sebagai tempat kedudukannya
yang mengizinkan atau mendorong praktik-praktik pengambilan keputusan tak-
etis.
6. Pengaruh Etika dalam Pengambilan Keputusan
Etika merupakan pertimbangan etis yang seharusnya suatu kriteria yang
pentingdalam pengambilan keputusan organisasional. Ada lima kriteria dalam
mengambil keputusan yang etis, yaitu:
1) Utilitarian, Keputusan-keputusan yang diamabil semata-mata atas dasar hasil
atau konsekuensi mereka. Tujuannya adalah memberikan kebaikan yang
terbesar untuk jumlah yang terbesar. Pandangan ini cenderung mendominasi
pengambilan keputusan bisnis, seperti efisiensi, prokduktifitas dan laba yang
tinggi.
2) Universalisme (duty), menekankan pada baik buruk nya perilaku tergantung
pada niat (intention) dari keputusan atau perilaku. Paham ini adalah kebalikan
(contrast) dari utilitarianisme. Berdasarkan prinsip Immanuel Kant (categorical
imperative), paham ini mempunyai dua prinsip. Pertama, seseorang
8. seharusnya memilih suatu perbuatan. Kedua, orang - orang lain harus
diperlakukan sebagai akhir (tujuan), bukan sekedar alat untuk mencapai tujuan.
3) Penekanan pada hak, Kriteria ini memberikan kesempatan kepada individu
untuk mengambil keputusan yang konsisten dengan kebebasandan
keistimewaan mendasr seperti dikemukakan dalam dokumen - dokumen
(contoh Piagam Hak Asasi). Suatu tekanan pada hak dalam pengambilan
keputusan berarti menghormati dan melindungi hak dasar dari individu.
4) Penekanan pada keadilan, Ini mensyaratkan individu untuk menegakan dan
memperkuat aturan - aturan yang adil dan tidak berat sebelah sehingga ada
pembagian manfaat dan biaya yang pantas. Keadilan distributif, perilaku
didasarkan pada satu nilai: keadilan.
5) Relativisme (self-interest), Ini menekankan bahwa baik buruknya perilaku
manusia didasarkan pada kepentingan atau kebutuhan pribadi (self-interest
and needs). Dengan demikian, setiap individu akan mempunyai kriteria moral
yang berbeda dengan individu lainnya, atau akan terjadi perbedaan kriteria
moral dari satu kultur ke kultur lainnya.
Pengambilan Keputusan Etis (Ethical Decision Making)
Secara umum etika didefinisikan sebagai nilai-nilai tingkah laku atau aturan tingkah
laku yang diterima dan digunakan oleh suatu golongan tertentu atau individu (Sukamto
dalam Suraida, 2005). Etika telah menjadi kebutuhan penting bagi semua profesi yang
ada agar tidak melakukan tindakan yang menyimpang dari hukum. Kasus
pelanggaran etika banyak dilakukan, diantaranya Enron, Worldcom dan perusahaan-
perusahaan besar di AS. Dalam kasus ini Worldcom terlibat rekayasa laporan
keuangan milyaran dollar AS. Dalam pembukuannya Worldcom mengumumkan laba
sebesar USD 3,8 milyar (Dedi dalam Januarti, 2009). Etika sangat diperlukan bagi
auditor baik internal maupun eksternal, dalam rangka pengambilan keputusan secara
etis. Selain itu, sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam
bidang praktik akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh setiap auditor.
Auditor harus independen dari setiap kewajiban atau independen dari pemilikan
kepentingan dalam perusahaan yang diauditnya.
9. Faktor – Faktor yang mempengaruhi pengambilan Keputusan Etis
Dalam penugasannya, seringkali auditor khususnya internal auditor dihadapkan pada
situasi dilema etika. Prinsip etika khususnya bagi internal auditor sangat penting
karena dua alasan. Pertama, auditor internal sering dihadapkan dengan dilema etika
Mereka mungkin menghadapi situasi yang menuntut mereka untuk mengemukakan
kondisi aktual yang ada di lapangan, dan ini tidaklah mudah. Terutama ketika terdapat
tekanan oleh manajemen untuk mengikuti arus yang ada (Thompson dalam Conor,
2006). Kedua, dengan penekanan saat ini pada tata kelola perusahaan yang baik
(Good Corporate Governance), maka sangat diharapkan bahwa auditor internal dapat
memainkan peran kunci dalam memperkuat etika bisnis dan integritas perusahaan
(Brown et al . , 2003; Jennings , 2003; Moeller , 2004) . Sedangkan menurut penelitian
yang dilakukan oleh Hadiwijaya (2012), faktor yang dapat dipertimbangkan dalam
pengambilan keputusan etis internal auditor ketika menghadapi dilema etika adalah
faktor individual yaitu pengalaman, komitmen profesional serta orientasi etika auditor
dan faktor situasional yaitu nilai etika organisasi.
Pengalaman audit
Keahlian dan pengalaman merupakan suatu komponen penting bagi auditor dalam
melakukan prosedur audit karena keahlian seorang auditor juga cenderung
mempengaruhi tingkat skeptisisme profesional auditor. Pengalaman audit adalah
pengalaman auditor dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya
waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani. Libby and Frederick
(1990) menemukan bahwa semakin banyak pengalaman auditor semakin dapat
menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan temuan audit. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Suraida (2005), etika, kompetensi, pengalaman audit,
risiko audit dan skeptisisme profesional auditor berpengaruh positif terhadap
ketepatan pemberian opini akuntan publik baik secara parsial maupun secara
simultan. Tirta (2004) dalam penelitiannya mengenai pengaruh pengalaman dan
pemahaman khusus terhadap kinerja auditor menemukan bahwa pemahaman khusus
yang diperoleh dari pengalaman audit akan mempengaruhi kinerja dalam penugasan
audit. Penugasan audit meliputi juga pengambilan keputusan audit.
10. Orientasi Etika
Orientasi Etika dioperasionalisasikan sebagai kemampuan individu untuk
mengevaluasi dan mempertimbangkan nilai etika dalam suatu kejadian. Orientasi
etika menunjukkan pandangan yang diadopsi oleh masing-masing individu ketika
menghadapi situasi masalah yang membutuhkan pemecahan dan penyelesaian etika
atau dilema etika (Hadiwijaya, 2012). Etika menggambarkan suatu kode perilaku yang
berkaitan dengan nilai tentang mana yang benar dan mana yang salah yang
berlakusecara obyektif dalam masyarakat. Dengan demikian, etika dapat diartikan
sebagai perilaku individu dalam berinteraksi denganlingkungannya. Secara lengkap
etika diartikan sebagai nilai-nilai normatif atau pola perilaku seseorang atau
badan/lembaga/organisasisebagai suatu kelaziman yang dapat diterima umum dalam
interaksi dengan lingkungannya.
Tinjauan Pengambilan Keputusan Etis bagi Auditor Pemerintah
Dilema etika yang di alami oleh para auditor dapat berlaku pada auditor pemerintah
atau negara. Auditor negara dalam tugasnya menjalankan pemeriksaan laporan
keuangan dalam lingkup organisasi pemerintah dituntut untuk bertindak profesional
dengan mentaati standar audit dan aturan perilaku audit yang telah ditetapkan. Ketika
organisasi pemerintah atau subyek audit menawarkan sebuah imbalan atau tekanan
kepada auditor pemerintah untuk menghasilkan laporan audit yang diinginkan oleh
organisasi pemerintah maka akan menjadi sebuah dilema etika. Dalam hal ini, auditor
dihadapkan kepada pilihan-pilihan keputusan yang terkait dengan hal-hal keputusan
etis dan tidak etis.
Ponemon (1992) menyatakan bahwa level pertimbangan etis yang tinggi akan lebih
meningkatkan sensitivitas seorang individu untuk lebih meningkatkan sensitivitas
seorang individu untuk lebih mengkritisi kejadian, masalah dan konflik. Auditor dengan
kapasitas pemikiran etis yang tinggi akan lebih baik dalam menghadapi konflik dan
dilema etika dan lebih independen dalam membuat keputusan yang terkait dengan
dilema etika Penelitian yang dilakukan oleh Gutomo (2003) menemukan bahwa
komitmen profesi memberikan kontribusi yang mendukung tingkat independensi
seorang auditor pemerintah. Demikian juga halnya dengan kesadaran etik, kontribusi
yang diberikan begitu dominan. Dengan kesadaran etik yang tinggi akan mendorong
seorang auditor pemerintah untuk bersikap lebih independen. Sikap independensi
11. mutlak diperlukan bagi auditor pemerintah karena sebagai salah satu pilar untuk
mewujudkan Good Corporate Governance (GCG) auditor pemerintah seringkali
dihadapkan pada konflik. Konflik yang terjadi bisa timbul dari hubungan antar auditor,
yaitu ketua tim dengan anggotanya maupun atasannya (supervisor) atau antara
auditor dengan obyek audit (klien) itu sendiri. Sehingga sikap independensi
berlandaskan pada nilai dan keyakinan individu, serta kesadaran moral memainkan
peranan yang penting dalarn pengambilan keputusan akhir.
Auditor banyak menghadapi dilema etika dalam melaksanakan tugasnya. Auditor
secara sosial juga bertanggung jawab kepada masyarakat dan profesinya daripada
mengutamakan kepentingan dan pertimbangan pragmatis pribadi atau kepentingan
ekonomis semata. Situasi seperti hal tersebut di atas sangat sering dihadapi oleh
auditor. Auditor seringkali dihadapkan kepada situasi dilema etika dalam pengambilan
keputusannya (Tsui, 1996; Tsui dan Gul, 1996; Larkin, 2000; Dillard dan Yuthas,
2002). Penelitian yang dilakukan Hapsari pada auditor negara (2013) menemukan
bahwa orientasi etika yang dimiliki auditor negara berpengaruh terhadap keputusan
etis yang diambil oleh seorang auditor, Selain itu semakin tinggi orientasi etika yang
dimiliki oleh auditor negara berpengaruh langsung terhadap komitmen profesional.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi orientasi etika yang dimiliki oleh
seorang auditor negara akan berpengaruh terhadap sebuah keputusan etis yang
diambil oleh auditor negara serta orientasi etika juga memiliki pengaruh terhadap
proses pembentukan komitmen terhadap profesi auditor negara.
Komitmen pofesional yang dimiliki oleh auditor negara memiliki pengaruh langsung
atau signifikan terhadap keputusan etisnya. Komitmen profesional seorang auditor
negara dalam penelitian ini dapat dibangun oleh faktor pengalaman kerja dan orientasi
etika, dengan demikian keputusan etis yang dihasilkan oleh seorang auditor negara
secara tidak langsung dipengaruhi kedua faktor di atas. Penelitian tersebut dapat
membuktikan bahwa komitmen profesional mampu memidiasi pengalaman auditor
dan orientasi etika terhadap sebuah keputusan etis. Pengalaman kerja dan orientasi
etika adalah dua hal penting yang berhubungan dengan komitmen profesional dan
pengambilan keputusan etis. Dalam jangka panjang pengalaman kerja yang lama dan
orientasi etika yang tinggi bisa memperbaiki komitmen profesional dengan baik
sehingga bisa meningkatkan pengambilan keputusan etis. Tanggung jawab auditor
dalam bidang Corporate Governance adalah untuk memastikan bahwa perusahaan
12. telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan
usahanya dengan beretika, melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap
benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh pegawai, dimana ruang
lingkup pelaksanaan dalam bidang ini adalah (Utama, 2004) :
1. Menilai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap
undangundang dan peraturan, etika, benturan kepentingan dan penyelidikan
terhadap perbuatan yang merugikan perusahaan dan kecurangan;
2. Memonitor proses pengadilan yang sedang terjadi ataupun yang ditunda serta
yang menyangkut masalah Corporate Governance dalam hal mana perusahaan
menjadi salah satu pihak yang terkait di dalamnya;
3. Memeriksa kasus-kasus penting yang berhubungan dengan benturan
kepentingan, perbuatan yang merugikan perusahaan, dan kecurangan;
4. Keharusan auditor internal untuk melaporkan hasil pemeriksaan Corporate
Governance dan temuan-temuan penting lainnya. Dalam organisasi
pemerintahan, untuk mendukung pelaksanaan good corporate governance,
auditor pemerintah juga diharuskan untuk memberikan pendapat atau keputusan
etis atas temuan auditnya. Selain itu, pembuatan laporan audit yang berkualitas
juga sangat diperlukan agar masing-masing pihak dapat memahami masukan
yang diberikan oleh para auditor.
Pustaka Utama:
Fernando, A. C. (2012). Business Ethics and Corporate Governance, Second Edition.
India. Pearson
LoRusso, James Dennis. (2017). Spirituality, Corporate Culture, and American
Business: The Neoliberal Ethic and the Spirit of Global Capital (Critiquin Religion:
Discourse, Culture, Power), London. Bloomsbury.
Hapzi Ali, 2018. Modul BE & GG, Universitas Mercu Buana.