Dokumen tersebut membahas tentang etika dalam pengambilan keputusan, terutama dalam konteks bisnis. Secara garis besar, dibahas mengenai prinsip-prinsip etika yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan, kriteria pengambilan keputusan yang etis, serta pilihan-pilihan etis yang dihadapi oleh seorang manajer.
2, be & gg, beny adhi, hapzi ali, ethics of consumer protection, universi...
12, be & gg, beny adhi, hapzi ali, ethical decision making in business, universitas mercu buana, 2018
1. 12, BE & GG, Beny Adhi, Hapzi Ali, Ethical Decision Making in Business,
Universitas Mercu Buana, 2018
Secara umum pengambilan keputusan adalah upaya untuk menyelesaikan
masalah dengan memilih alternatif solusi yang ada. Sebagai ilmu, pengambilan
keputusan merupakan suatu aktivitas yang memiliki metode, cara, dan pendekatan
tertentu secara sistematis, teratur dan terarah. Keputusan etis merupakan suatu
keputusan yang harus dibuat oleh setiap profesional yang mengabdi pada suatu
bidang pekerjaan tertentu. Oleh karena itu dalam membuat suatu keputusan etis,
seorang profesional pasti akan mengacu pada kode etik profesi.
Pengambilan keputusan merupakan fungsi utama seorang pimpinan atau
manajer di dalam organisasi. Keberhasilan pimpinan membuat dan menetapkan
suatu keputusan bergantung dengan data dan informasi yang diberikan padanya.
Untuk pembuatan suatu keputusan haruslah meliputi pengidentifikasian masalah,
pencarian alternatif penyelesaian masalah, evaluasi dari alternatif-alternatif tersebut
dan pemilihaan alternatif keputusan yang terbaik. seorang pimpinan atau manajer
dalam pembuatan keputusan perlu memahami dan menguasi teori dan praktek dan
data-data yang objektif sebagai landasan dalam membuat keputusan.
Kualitas keputusan manjerial merupakan ukuran dari effektivitas manejer.
Proses pengambilan keputusan adalah bagaimana perilaku dan pola komunikasi
manusia sebagai individu dan sebagai anggota kelompok dalam struktur organisasi.
Salah satu pentingnya adalah pengambilan keputusan. Tidak ada pembahasan
pengambilan keputusan akan lengkap tanpa dimasukkanya etika, mengapa, karena
pertimbangan etis seharusnya merupakan suatu kriteria yang penting dalam
pengambilan keputusan organisasional. Pada ksempatan kali ini kami penyusun akan
membahas etika dalam pengambilan keputusan.
I. Etika Pengambilan Keputusan
Seorang pemimpin dalam mengambil keputusan dihadapkan pada dilema etika
dan moral. Keputusan yang diambil pemimpin tentunya akan menghasilkan
dampak bagi orang lain. Idealnya, seorang pemimpin mempunyai integritas yang
menjunjung tinggi nilai moral dan etika. Sehingga, keputusan yang diambilnya
adalah mengacu tidak hanya pada kepentingannya sendiri, melainkan juga
kepentingan orang banyak termasuk lingkungannya. Maka ada baiknya sebelum
kita mengambil keputusa, kita harus mengacu pada prinsip-prinsip berikut ini:
1. Autonomy
Isu ini berkaitan dengan apakah keputusan anda menimbulkan kerugikan
terhadap orang lain? Setiap keputusan yang Anda ambil tentunya akan
mempengaruhi banyak orang. Oleh karena itu, Anda perlu
mempertimbangkan faktor ini ke dalam setiap proses pengambilan keputusan
Anda. Misalnya keputusan untuk merekrut pekerja dengan biaya murah.
Seringkali perusahaan mengeksploitasi buruh dengan biaya semurah
mungkin padahal sesungguhnya upah tersebut tidak layak untuk hidup.
2. Non-malfeasance
Apakah keputusan Anda akan mencederai pihak lain? Di kepemerintahan,
nyaris setiap peraturan tentunya akan menguntungkan bagi satu pihak
sementara itu mencederai bagi pihak lain. Begitu pula halnya dengan
2. keputusan bisnis pada umumnya, dimana tentunya menguntungkan bagi
beberapa pihak namun tidak bagi pihak lain.
3. Beneficence
Merupakan keputusan harus dapat menjadi solusi bagi masalah dan
merupakan solusi terbaik yang bisa diambil.
4. Justice
Proses pengambilan keputusan mempertimbangkan faktor keadilan, dan
termasuk implementasinya. Di dunia ini memang sulit untuk menciptakan
keadilan yang sempurnam namun tentunya kita selalu berusaha untuk
menciptakan keadilan yang ideal dimana memperlakukan tiap orang dengan
sejajar.
perbedaan pengambilan keputusan etis dengan pengambilan keputusan lainnya
terletak pada apa yang disebut sebagai prinsip-prinsip etis yang mendasari
pengambilan keputusan etis dan pada fakta bahwa pengambil keputusan
menerima prinsip yang dipersoalkan itu sebagai bagian dari pandangan
moralnya berkaitan dengan persoalan baik dan buruk yang diketahui secara
umum/keputusan yang baik secara moral dan legal di hadapan masyarakat
umum. Etika juga menjelaskan pilihan-pilihan etis karena pemahaman terhadap
etika menolong orang dalam mendekati pilihan yang membuatnya mengambil
keputusan etis.
II. Kriteria Pengambilan Keputusan yang Etis
Pengambilan keputusan semata-mata bukan karena kepentingan pribadi dari
seorang si pengambil keputusannnya. Beberapa hal kriteria dalam pengambilan
keputusan yang etis diantaranya adalah:
1. Pendekatan Manfaat
adalah konsep tentang etika bahwa prilaku moral menghasilkan kebaikan
terbesar bagi jumlah terbesar.
2. Pendekatan individualisme
adalah konsep tentang etika bahwa suatu tindakan dianggap pantas ketika
tindakan tersebut mengusung kepentingan terbaik jangka panjang seorang
indivudu.
3. Konsep etika
adalah menyangkut keputusan yang dengan sangat baik menjaga hak-hak
yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan :
a. hak persetujuan bebas. Individu akan diperlakukan hanya jika individu
tersebut secara sadar dan tidak terpaksa setuju untuk diperlakukan.
b. hak atas privasi. Individu dapat memilih untuk melakukan apa yang ia
inginkan di luar pekerjaanya.
c. hak kebebasan hati nurani. Individu dapat menahan diri dari memberikan
perintah yang melanggar moral dan norma agamanya.
d. hak untuk bebas berpendapat. Individu dapat secara benar mengkritik
etika atau legalitas tindakan yang dilakukan orang lain.
e. hak atas proses hak. Individu berhak untuk berbicara tanpa berat sebelah
dan berhak atas perlakuan yang adil.
f. hak atas hidup dan keamanan. Individu berhak untuk hidup tanpa bahaya
dan ancaman terhadap kesehatan dan keamananya.
3. Lawrence Kohlberg (1963) dalam Bertens (2013: 61), menjelaskan teori
perkembangan moral (cognitive development theory) mencakup penalaran
remaja dan orang dewasa. Teori ini berpandangan bahwa perkembangan
moral merupakan dasar dari perilaku etis. Perkembangan moral tidak terjadi
karena pembawaan tetapi merupakan hasil interaksi manusia dengan
lingkungan sosialnya. Dari teori Kohlberg tersebut, James Rest (1986) dalam
Wittmer (2005: 51) membuat sebuah model dalam pengambilan keputusan
etis atau disebut 4 komponen seseorang dalam menghadapi dilema etika :
1. Komponen I : komponen Rest yang pertama adalah sensitivitas etika atau
persepsi etis yang merupakan adanya suatu keyakinan bahwa situasi
memiliki implikasi etis/adanya keterlibatan etika dengan masalah
tersebut.
2. Komponen II : komponen kedua ini adalah pertimbangan etis, yang
didefinisikan sebagai pertimbangan-pertimbangan mengenai yang harus
dilakukan untuk mengantisipasi dilema etis. Proses dari tahapan
pertimbangan etis ini meliputi pemikiran etis dari pertimbangan
profesionalnya seperti kompetensi profesi dan pemahaman etika
profesinya dalam sebuah pemecahan yang ideal untuk sebuah dilema etis.
3. Komponen III : motivasi etis dimulai dari adanya need atau kebutuhan
pada diri individu yang menyebabkan timbulnya dorongan yang berfungsi
memberi arah dari suatu perilaku untuk mengatasi atau memenuhi
kebutuhan yang menjadi penyebab timbulnya dorongan itu sendiri.
4. Komponen IV : adalah karakter etis, yang mengacu pada sifat-sifat atau
kepribadian seperti kekuatan ego, kekerasan hati (ketekunan), ketabahan,
dan keberanian dalam pengambilan keputusan yang etis
III. Pilihan-Pilihan Etis Seorang Manajer
Dalam Brooks dan Dunn (2012) mengungkapkan kekeliruan yang sering
dilakukan para pembuat keputusan dalam dunia bisnis :
1. Berfokus pada keuntungan jangka pendek dan pemegang saham tanpa
memandang sisi lain di luar keuntungan dan pemegang saham
2. Berfokus hanya pada legalitas atau hanya peduli dengan apakah suatu
tindakan sesuai dengan aturan yang ada.
3. Keadilan yang terbatas, kadang-kadang pengambil keputusan bersikap adil
hanya untuk kelompok yang disukai. Cara yang terbaik untuk menjamin
suatu keputusan itu etis bila berlaku adil untuk semua pemangku
kepentingan.
4. Konflik kepentingan, situasi dimana pengambil keputusan tidak dapat
mengambil keputusan secara objektif
5. Kegagalan mempertimbangkan motivasi dalam mengambil keputusan
yang etis
Pilihan-Pilihan etis seorang manajer dapat dilihat dari berbagai tingkat, antara
lain:
1. Tingkat prekonvesional
mematuhi peraturan untuk menghindari hukuman. Bertindak dalam
kepentingannya sendiri.
2. Tingkat konvensional
4. menghidupkan pengharapan orang lain. Memenuhi kewajiban
3. Tingkat poskonvensional
mengikuti prinsip keadilan dan hak yang dipilih sendiri. Mengetahui bahwa
orang-orang menganut nilai-nilai yang berbeda dan mencari solusi kreatif
untuk mengatasi dilema etika. Menyeimbangkan kepentingan diri dan
kepentingan orang banyak.
Keadaan sosial dapat mempermudah ataupun mempersulit kita untuk bertindak
sesuai dengan penilaian kita. Dalam dunia bisnis, terkadanga konteks organisasi
mempersulit kita untuk bertindak secara etis bahkan bagi orang yang berniat
paling baik sekalipun, atau mempersulit orang yang tidak jujur untuk bertindak
tidak etis. Tanggung jawab atas keadaan yang dapat mendorong perilaku etis dan
menekan perilaku tidak etis jatuh kepada manajemen bisnis dan tim eksekutif.
Dalam situasi bisnis, para individu harus mempertimbangkan implikasi etis dan
pengambilan keputusan pribadi dan profesional (personal and prosfessionanl
decision making). Beberapa dari peran yang kita emban bersifat sosial : teman,
anak, pasangan, warga negara, tetangga. Beberapa bersifat institusional :
manajer, pengajar, pengacara, akuntan, auditor, analis keuangan, dan sejenisnya.
Pengambilan keputusan dalam konteks ini menimbulkan pertanyaan yang lebih
luas berkaitan dengan tanggung jawab sosial dan keadilan sosial.
Dalam konteks bisnis, para individu mengisi peran sebagai karyawan, manajer,
eksekutif senior, dan anggota dewan. Para manajer, eksekutif, dan anggota dewan
memiliki kemampuan untuk menciptakan dan membentuk konteks organisasi di
mana semua karyawan mengmbil keputusan. Oleh karena itu, mereka memiliki
sebuah tanggung jawab untuk meningkatkan pengaturan organisasi yang
mendorong perilaku etis dan menekan perilaku tidak etis.
IV. Teori Pengambilan Keputusan dalam Menghadapai Etika/Moral
1. Teori Utilitariansme adalah tindakan dimaksudkan untuk memberikan
kebahagiaan atau kepuasan yang maksimal
2. Teori Deontologi adalah tindakan berlaku umum & wajib dilakukan dalam
situasi normal karena menghargai: Norma yang berlaku, Misal kewajiban
melakukan pelayanan prima kepada semua orang secara obyektif.
3. Teori Hedonisme merupakan dasar yang menjadi alasan kepuasan Yang
ditimbulkannya mencari kesenangan, menghindari ketidaksenangan.
4. Teori Eudemonisme adalah tujuan akhir untuk kebahagiaan.
V. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Beberapa tahap yang menjadi factor keberhasilan sebuah keputusan,
diantaranya:
1. Tahap perkembangan moral
Tahap ini merupakan suatu tahap penilaian (assessment) dari kapasitas
seseorang untuk menimbang nimbang apakah secara moral benar, makin
tinggi perkembangan moral seorang berarti makin kurang
ketergantungannya pada pengaruh- pengaruh luar sehingga ia akan makin
cenderung berperilaku etis. Sebagai contoh, kebanyakan orang dewasa
berada dalam tingkat menengah dari perkembangan moral, mereka sangat
dipengaruhi oleh rekan sekerja dan akan mengikuti aturan dan prosedur
5. suatu organisasi. Individu-individu yang telah maju ketahap-tahap yang
lebih tinggi menaruh nilai yang bertambah pada hak-hak orang lain, tak
peduli akan pendapat mayoritas, dan kemungkinan besar menantang praktik-
praktik organisasi yang mereka yakini secara pribadi sebagai sesuatu hal
yang keliru.
2. Lingkungan Organisasi
Dalam lingkungan organisasional merujuk pada persepsi karyawan mengenai
pengharapan (ekspetasi) organisasional. Apakah organisasi itu mendorong
dan mendukung perilaku etis dengan meberi ganjaran atau menghalangi
perilaku tak-etis dengan memberikan hukuman/sangsi. Kode etis yang
tertulis, perilaku moral yang tinggi dari para seniornya, pengharapan yang
realistis akan kinerja, penilaian kinerja sebagai dasar promosi bagi individu-
individu, dan hukuman bagi individu-individu yang bertindak tak-etis
merupakan suatu contoh nyata dari kondisi lingkungan organisasional
sehingga kemungkinan besar dapat menumbuh kembangkan pengambilan
keputusan yang sangat etis.
3. Tempat kedudukan kendali
Tempat kedudukan kendali tidak lepas dengan struktur organisasi, pada
umumnya individu-individu yang memiliki moral kuat akan jauh lebih kecil
kemungkinannya untuk mengambil keputusan yang tak-etis, namun jika
mereka dikendalai oleh lingkungan organisasi sebagai tempat kedudukannya
yang sedikit banyak tidak menyukai pengambilan keputusan etis, ada
kemungkinan individu- individu yang telah mempunyai moral yang kuatpun
dapat tercemari oleh suatu lingkaungan organisasi sebagai tempat
kedudukannya yang mengizinkan atau mendorong praktik-praktik
pengambilan keputusan tak-etis.
VI. Dasar Pengambilan Keputusan
1. Berdasarkan intuisi atau perasaan
Keputusan yang diambil berdasarkan perasaan lebih bersifat subjektif yaitu
mudah terkena sugesti, pengaruh luar, dan factor kejiwaan lagi. Meskipun
memiliki beberapa kekurangan keputusan yang didasari intuisi atau perasaan
juga memiliki keuntungan diantaranya pengambilan keputusan dilakukan
oleh satu pihak sehingga mudah untuk memutuskan.
2. Berdasarkan rasional atau masuk akal
Keputusan yang bersifat rasional berkaitan dengan daya guna masalah-
masalah yang dihadapi merupakan masalah yang memerlukan pemecahan
rasional. Keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan rasional lebih
bersifat objektif dalam masyarakat.
3. Berdasarkan fakta
Banyak yang berpendapat bahwa sebaiknya pengambilan keputusan
didukung oleh sejumlah fakta yang memadai. Sebenarnya istilah fakta perlu
dikaitkandengan istilah data dan informasi. Kumpulan fakta yang telah
dikelompokkan secara sistematis dinamakan data.Sedangkan informasi
adalah hasil pengolahan dari data. Dengan demikinan, data harus diolah
lebih dulu menjadi informasi yang kemudian dijadikan dasar pengambilan
keputusan. Keputusan yang berdasarkan sejumlah fakta, data atau informasi
yang cukup Itu memang merupakan keputusan yang baik dan solid.
6. 4. Berdasarkan pengalaman
5. Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman sering kali diterapkan
pimpinan dengan mengingat-ingat apakah kasus seperti ini sebelumnya
pernah terjadi. Jika ternyata permasalahan tersebut pernah terjadi
sebelumnya, maka pimpinan tinggal melihat apakah permasalahan tersebut
sama atau tidak dengan situasi dan kondisi saat ini. Jika masih sama
kemudian dapat menerapkan cara yang sebelumnya itu untuk mengatasi
masalah yang timbul.dalam hal tersebut, pengalaman memang dapat
dijadikan pedomandalam menyelesaikan masalah. Keputusan yang
berdasarkan pengalaman sangat bermanfaat bagi pengetahuan praktis.
Pengalaman dan kemampuan untuk memperkirakan apa yang menjadi latar
belakang masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya sangat membantu
dalam memudahkan pemecahan masalah.
6. Berdasarkan wewenang
Setiap orang yang menjadi pimpinan organisasi mempunyai tugas dan
wewenang untuk mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan
demi tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan efisien. Keputusan
yang berdasarkan wewenang memiliki beberapa keuntungan, diantaranya
banyak diterimanya oleh bawahan, juga karena didasari wewenang yang
resmi maka akan lebih bersifat permanen.
VII. Proses Pengambilan Keputusan
Pucuk pimpinan (top manajer) perlu memahami dan memiliki keterampilan,
dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan atau pembuatan kebijakan
yang memungkinkan asas kesatuan perintah diwujudkan. Di lingkungan suatu
organisasi pengambilan Keputusan dan atau kebijaksanaan yang ditetapkan
pucuk pimpinan atau pimpinan unit / satuan kerja bawahannya, harus dirasakan
sebagai keputusan bersama dan terarah pada kepentingan organisasi, bukan
untuk kepentingan kelompok atau pribadi tertentu saja. Model yang bermanfaat
yang terkenal sebagai kerangka dasar proses pengambilan keputusan yang
dikemukakan oleh Herbert A. Simon dalam Sutabari (2003) akan digunakan
sebagai dasar untuk menjelaskan proses pengambil keputusan.
1. Menganalisis masalah : Mengenali masalah dari perbedaan hasil aktual
dengan hasil yang diharapkan, definisikan apa masalahnya.
Langkah pertama dalam pengambilan keputusan yang bertanggung jawab
secara etis adalah menentukan fakta-fakta dalam situasi tersebut,
membedakan fakta-fakta dari opini belaka, adalah hal yang sangat penting.
Perbedaan persepsi dalam bagaimana seseorang mengalami dan memahami
situasi dapat menyebabkan banyak perbedaan etis. Sebuah penilaian etis
yang dibuat berdasarkan penentuan yang cermat atas fakta-fakta yang ada
merupakan sebuah penilaian etis yang lebih masuk akal daripada penilaian
yang dibuat tanpa fakta. Seseorang yang bertindak sesuai dengan
pertimbangan yang cermat akan fakta telah bertindak dalam cara yang lebih
bertanggung jawab secara etis daripada orang yang bertindak tanpa
pertimbangan yang mendalam.
2. Membuat asumsi : Secara struktural terletak di dalam / di luar tanggung
jawab ? Secara personal bersedia menerima resiko / tidak ? Tersedia sumber
daya atau tidak ? Masalahnya urgen / tidak ?
7. Langkah kedua dalam pengambilan keputusan yang etis yang bertanggung
jawab mensyaratkan kemampuan untuk mengenali sebuah keputusan atau
permasalahn sebagai sebuah keputusan etis atau permasalahan etis.
3. Membuat alternatif pemecahan masalah : Membuat beberapa alternatif
pemecahan masalah yang bersifat layak, efektif dan efisien.
Langkah ketiga melibatkan satu dari elemen vitalnya. Kita diminta untuk
mengidentifikasi dan mempertimbangkan semua pihak yang dipengaruhi
oleh sebuah keputusan, orang-orang ini biasa disebut dengan para pemangku
kepentingan (stakeholder).
4. Mengevaluasi alternatif : Mengumpulkan data untuk mengevaluasi setiap
alternatif, menolak / menerima alternatif dari sudut kelayakan, efektifitas dan
efisiensi setiap alternative.
Langkah selanjutnya dalam proses pengambilan keputusan adalah
membandingkan dan mempertimbangkan alternatif-alternatif, membuat
suatu spreadsheet mental yang mengevaluasi setiap dampak tiap alternatif
yang telah dipikirkan terhadap masing-masing pemegang kepentingan yang
telah identifikasi. Salah satu cara yang paling mudah adalah menempatkan
diri terhadap posisi orang lain. Sebuah elemen penting dalam evaluasi ini
adalah pertimbangan cara untuk mengurangi, meminimalisasi atau mengganti
kensekuensi kerugian yang mungkin terjadi atau meningkatkan dan
memajukan konsekuensi-konsekuensi yang mendatangkan manfaat. Selain itu
juga perlu mempertimbangkan kewajiban, hak-hak dan prinsip-prinsip, serta
dampak bagi integritas dan karakter pribadi.
5. Memilih dan menerapkan alternatif : Pilih alternatif yang paling layak, efektif,
dan efisien. Lebih baik menerapkan alternatif yang kurang layak daripada di
luar kemampuan, lebih baik menerapkan alternatif yang kurang efektif
daripada tidak bertindak dan lebih baik menerapkan alternatif yang mahal
daripada murah tak bermutu.
Langkah kelima adalah pengambilan keputusan yang diakhiri dengan evaluasi
yang merupakan langkah terakhir dalam proses pengambilan keputusan
sebagai sarana untuk menilai apakah keputusan kita sudah berdampaka baik
atau malah tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.
6. Mengevaluasi hasil : Selesai, jika sesuai harapan. Ulangi, jika belum sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
1. Astadi Pangarso, 2014. https://astadipangarso.staff.telkomuniversity.ac.id/wp-
content/uploads/sites/59/2014/11/Etika-Bisnis-9th-Week.pdf,
(3 Desember 2018, Jam 08:32)
2. Anonym, 2016. http://etikbisnis.blogspot.com/2016/01/pengambilan-
keputusan-dalam-etika-bisnis.html, (3 Desember 2018, 08:34)
3. Januardi Pardede, 2014. http://goimtotosik.blogspot.com/2014/02/makalah-
etika-dalam-pengambilan.html, (3 Desember 2018, Jam 09:45)
4. Hapzi Ali, 2018. Modul BE &GG, Universitas Mercu Buana
5. Anonym-1.
https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/3649/
Bab%202.pdf?sequence=7, (3 Desember 2018, Jam 10:23)
8. Bagaimanakah Implementasi Ethical Decision Making in Business dan
kendalanya pada Perusahaan saudara atau ada pada peruhsaan yang saudara
amati atau secara umum di Indonesia?
PT XL Axiata mengaku tak lagi memusatkan perhatian untuk meningkatkan banyak
pelanggan dan kini lebih berkonsentrasi memaksimalkan layanan yang berkualitas.
“Supaya menarik minat banyak orang, kita perlu tingkatkan kualitas, sekalipun itu
harus menaikkan harga. Kalau cuma harga murah dan trafik banyak, kualitas malah
sulit terjaga,” ungkap CEO XL Axiata, Dian Siswarini saat sedang berbincang dengan
awak media di Graha XL.
Menurut Dian, tidak akan efisien dan berguna jika hanya mementingkan kuantitas
pelanggan dan tetap mempertahankan harga murah, sebab ia meyakini, hal itu
berpotensi merusak kualitas layanan.
Ia juga mengungkapkan dua macam reaksi dari para konsumen terkait kenaikan
harga layanan data yang kini sudah menunjang teknologi 4G LTE.
Menurut Dian, reaksi pertama datang dari pelanggan yang mementingkan nilai tinggi
(high value segment), atau mereka yang memang membutuhkan koneksi mumpuni
tanpa permasalahkan harga.
“Mereka merasa baik-baik saja soal harga layanan data yang tak lagi murah. Lain
halnya dengan jenis pelanggan kedua, yaitu mereka yang cost-conscious (sadar
biaya),” sambung Dian.
Tipe pelanggan kedua yang ia maksud adalah mereka yang masih sanggup
berkompromi dengan koneksi lambat sedikit asalkan tarifnya tetap murah.
Karenanya, Dian menuturkan, perusahaan memberdayakan brand Axis untuk para
pelanggan yang masih ‘perhitungan’ antara harga dan layanan data.
Axis memang diperuntukan untuk segmen pasar kelas menengah, sedangkan layanan
XL lebih melayani pelanggan yang mengkonsumsi data besar. Sebagai contoh,
kebanyakan pelanggan XL konsumsi datanya sudah di atas 2GB.
“Kami akan besarkan Axis. Kami sadar tak bisa hanya menggunakan satu brand saja,
karena bisa sangat luas cakupannya. Jadi Axis akan tak akan kami ‘bunuh’,” jelas Dian
lagi sembari tertawa kecil.
Dahulu sebelum diakuisisi, XL dan Axis adalah dua operator seluler yang bersaing.
Awalnya ketika akuisisi ini rampung, XL berniat mematikan merek Axis. Namun Dian
kala itu menyampaikan bahw brand equity yang mahal dan merek Axis yang kuat
membuat operator ini urung melakukannya.
Merek Axis sendiri cukup mendapatkan tempat di beberapa daerah seperti Jawa
Tengah dan Jawa Timur, serta kawasan Sumatera menjadi basis pengguna Axis yang
kuat. Dian menyatakan, pihak XL sampai sekarang masih harus meningkatkan brand
9. awareness Axis di daerah yang belum terjangkau oleh layanan yang ia akuisisi senilai
US$ 865 juta itu.
(tyo)
ANALISIS
Dapat disimpulkan dari berita tersebut, bahwa PT XL Axiata sebenarnya ingin
mematikan merek “Axis”. Akan tetapi CEO XL Axiata, Dian Siswarini, tidak akan
mematikan “Axis” dikarenakan sadar tidak bisa hanya menggunakan satu brand saja.
Hal ini dilakukan agar menyanggupi pelanggan kelas menengah dengan
menggunakan Axis, sedangkan layanan XL lebih melayani pelanggan yang
mengkonsumsi data besar.Oleh karena itu diambil sebuah keputusan untuk tidak
mematikan Axis dan meningkatkan layanan Axis.
Jadi, keputusan yang telah diambil oleh CEO XL Axiata merupakan tipe keputusan
terprogram dengan pengambilan keputuasan tingkat strategis karena didalam
pengambilan keputusan memalui prosedur penanganan yang baku, dan pengambilan
keputusan sesuai dengan golongan masyarakat yang nantinya akan menggunakan
kartu perdana sesuai dengan keadaan ekonomi baik menengah maupun kebawah.
Dan Gaya pengambilan keputusan pun CEO memperoleh informasi yang diperlukan
dari para bawahan dan menetapkan keputusan yang dipandang relevan.