12, be & gg, cicilia eritawanti widjilestari, hapzi ali,ethical decision making in business, universitas mercu buana, 2019
1. Nama : Cicilia Eritawanti Widjilestari Jurusan Magister Manajemen
N I M : 55118110095 Fakultas Pasca Sarjana
Mata Kuliah : Business Etich and Good Governance Universitas Mercu Buana
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hapzi Ali, Ir, MM, CMA,
MPM
20 Juni 2019
EXECUTIVE SUMMARY
Ethical Decision Making in Business
Pembahasan
Setiap individu dalam organisasi membuat keputusan. Para manajer puncak,sebagai
contoh menetukan tujuan organisasi mereka, produk atau jasa apa yang akan di produksi,
bagaimana sebaiknya mengorganisasikan dan mengkoordinasikan unit kegiatan dan
sebagainya, termasuk manajer tingkat menengah atau bawah tergantung pada kewenangannya
masingmasing.
Kualitas keputusan manjerial merupakan ukuran dari effektivitas manejer. Proses
pengambilan keputusan adalah bagaimana perilaku dan pola komunikasi manusia sebagai
individu dan sebagai anggota kelompok dalam struktur organisasi. Salah satu pentingnya
adalah pengambilan keputusan.
Tidak ada pembahasan pengambilan keputusan akan lengkap tanpa dimasukkanya
etika, mengapa, karena pertimbangan etis seharusnya merupakan suatu kriteria yang penting
dalam pengambilan keputusan organisasional. Pada ksempatan kali ini kami penyusun akan
membahas etika dalam pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan merupakan fungsi utama seorang pimpinan atau manajer di
dalam organisasi. Keberhasilan pimpinan membuat dan menetapkan suatu keputusan
bergantung dengan data dan informasi yang diberikan padanya. Untuk pembuatan suatu
keputusan haruslah meliputi pengidentifikasian masalah, pencarian alternatif penyelesaian
masalah, evaluasi dari alternatif-alternatif tersebut dan pemilihaan alternatif keputusan yang
terbaik. seorang pimpinan atau manajer dalam pembuatan keputusan perlu memahami dan
menguasi teori dan praktek dan data-data yang objektif sebagai landasan dalam membuat
keputusan.
2. 1. Hakikat Pengambilan Keputusan
Beberapa pendapat pakar dalam bidang Pengambilan keputusan Salusu (1996)
menyatakan. Bahwa aspek yang paling penting dari kegiatan manajemen. ialah, merupakan
kegiatan sentral manajemen. Ini merupakan inti kepemimpinan (Siagian, 1988). Menurut
Moore pengambilan keputusan sebagai suatu karateristik yang fundamental, atau sebagai
jantung kegiatan adimistrasi (robbin 1978).
Pengambilan keputusan merupakan kunci kepemimpinan (Gore,1959). Higgins (1979).
Menyatakan, bahwa pengambilan keputusan adalah kegiatan yang paling penting dari semua
kegiatan. Karena didalamnya manajer terlibat. Hoy dan Miskel (1978). Mengatakan
pengambilan keputusan merupakam tanggung jawab utama dari semua administrator.
Kompleksitasnya pengambilan keputusan maka di perlukan semua disiplin ilmu dari berbagai
bidang karena itu seorang pimpinan atau manajer haruslah deanga teliti dan cermat serta
menganalisis apa dampak dari pengambuilan keputusan yang dibuat agar di belakang hari tidak
terjadi kerusakankerusakan yang berakibat merugikan banyak pihak atau kemunduran suatu
perusahaan.
Pengambilan keputusan pada umumnya adalah memilih suatu jalur tindakan di antara
beberapa alternatif yang tersedia melalui suatu proses mental dan berfikir yang logis. Ketika
mencoba untuk membuat keputusan yang terbaik, seseorang harus menimbang sisi positif dan
negatif dari setiap pilihan, dan mempertimbangkan semua alternatif. Untuk pengambilan
keputusan yang efektif, seseorang harus mampu memprediksikan hasil dari setiap pilihan, dan
berdasarkan pada semua item tersebut, menentukan pilihan mana yang terbaik untuk situasi
tertentu. Pengambilan keputusan harus berdasarkan beberapa tahapan yang mungkin akan
dilalui oleh pembuat keputusan. Tahapan tersebut bisa saja meliputi identifikasi masalah utama,
menyusun alternatif yang akan dipilih dan seterusnya.
Keputusan (decision) adalah hasil membuat pilihan di antara beberapa alternatif, sedangkan
istilah pengambilan keputusan (decision making) menunjuk pada proses yang terjadi sampai
keputusan itu tercapai.
Keputusan pada dasarnya merupakan proses memilih satu penyelesaian dari beberapa
alternatif yang ada. Keputusan yang kita ambil tentunya perlu di dukung berbagi faktor yang
akan memberikan keyakinan kepada kita sebagai pengambil keputusan bahwa keputusan
tersebut adalah tepat.
3. 2. Pentingnya Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan mempunyai arti penting bagi maju mundurnya suatu organisasi,
terutama karena masa depan suatu organisasi banyak di tentukan oleh pengambilan keputusan
sekarang. Karena keputusan yang diambil oleh pimpinan merupakan hasil pemikiran akhir yang
harus dilaksanakan oleh bawahannya atau mereka yang bersangkutan dengan organisasi yang
ia pimpin. Penting karena menyangkut semua aspek manajemen. Kesalahan dalam mengambil
keputusan bisa merugikan organisasi, mulai dari kerugian citra sampai kepada kerugian uang.
Ada kalanya keputusan diambil oleh manajer sendiri, tetapi tidak jarang juga bersama staf,
tergantung dari besar kecilnya masalah dan gaya kepemimpinan yang dianut oleh si manajer.
Sesungguhnya pengambilan keputusan itu sangat penting juga merupakan suatu
kegiatan dalam manajemen yang paling kompleks dalam suatu organisasi. Bukan hanya
keputusankeputusan mengenai kebjaksanaan pokok yang rumit, tetapi juga pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan program, penempatan, dan penganggaran,
merupakan titik-titik kritis terhadap mantapnya suatu kebijaksanan (Gortner et al dalam
Salusus. 200).
Apakah Pengambilan Keputusan Itu ? Pengambilan keputusan. Ialah. Proses memilih
suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai dengan situasi. Proses itu
untuk menemukan dan meyelesaikan masalah organisasi. Pernyataan ini menegaskan bahwa
pengambilan keputusan memerlukan satu seri tindakkan, membutuhkan beberapa langkah.
Suatu aturan kunci dalam pengambilan keputusan ialah sekali kerangka yang tepat sudah
diselesaikan keputusan harus dibuat (Brinckloe, at al, dalam Salusu. 2001) dengan kata lain
keputusan, keputusan mempercepat pergerakan dan perubahan (Hill et al., dalam Salusu. 2001).
Sehubungan dengan itu, pengambilan keputusan hendaknya dipahami dalam dua pengertian
yaitu (1) penetapan tujuan yang merupakan terjemahan cita-cita dan aspirasi, dan (2)
pencapaian tujuan melalui implementasinya (Inbar, dalam Salusu. 2001). Ringkasnya,
keputusan dibuat untuk mencapai tujuan pelaksanaan dan berintikan hubungan kemanusiaan.
3. Proses Pengambilan Keputusan
Pucuk pimpinan (top manajer) perlu memahami dan memiliki keterampilan, dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan atau pembuatan kebijakan yang memungkinkan
asas kesatuan perintah diwujudkan. Di lingkungan suatu organisasi pengambilan Keputusan
dan atau kebijaksanaan yang ditetapkan pucuk pimpinan atau pimpinan unit / satuan kerja
bawahannya, harus dirasakan sebagai keputusan bersama dan terarah pada kepentingan
organisasi, bukan untuk kepentingan kelompok atau pribadi tertentu saja. Model yang
4. bermanfaat yang terkenal sebagai kerangka dasar proses pengambilan keputusan yang
dikemukakan oleh Herbert A. Simon dalam Sutabari (2003) akan digunakan sebagai dasar
untuk menjelaskan proses pengambil keputusan.
a. Pengambilan Keputusan Etika Bisnis
Uraian pendahulan diatas telah menggambarkan pentingnya etika didalam bisnis atau
usaha dampak dari tidak memperhatikan etika didalam bisnis terjadinya kerusakan yang
berakibat terjadinya krisis moneter dan ekonomi dan yang lebih jauh lagi krisis
kepercayaan pada Dunia bisnis.
Untuk itu dalam penerapan etika di dunia bisnis yang sangat penting bagaimana Dunia
bisnis membuat suatu keputusan yang bertanggung jawab baik internal dan eksternal. Hal
ini dikarenakan tidak semua keputusan di pandang dari dimensi ekonomi saja namun
haruslah juga dipandang dari dimensi sosial budaya, osial politik dan keamanan suatu
Negara. Untuk itu suatu keputusan bisnis haruslah sangat berkaitan erat dengan nilai-nilai
atau norma yang patut dan dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau bangsa.
Etika bisnis adalah; suatu tindakan yang berakhlak dan berbudi dalam proses bisnis yang
mengedepankan output usaha yang layak untuk mencukupi dan memenuhi kebutuhan
konsumen yang bermutu dan bermanfaat.
Adapun tahapan-tahapan dalam pengambilan keputusan ialah sebagai berikut :
1) Menganalisis masalah : Mengenali masalah dari perbedaan hasil aktual dengan hasil
yang diharapkan, definisikan apa masalahnya.
Langkah pertama dalam pengambilan keputusan yang bertanggung jawab secara etis
adalah menentukan fakta-fakta dalam situasi tersebut, membedakan fakta-fakta dari
opini belaka, adalah hal yang sangat penting. Perbedaan persepsi dalam bagaimana
seseorang mengalami dan memahami situasi dapat menyebabkan banyak perbedaan
etis. Sebuah penilaian etis yang dibuat berdasarkan penentuan yang cermat atas
fakta-fakta yang ada merupakan sebuah penilaian etis yang lebih masuk akal
daripada penilaian yang dibuat tanpa fakta. Seseorang yang bertindak sesuai dengan
pertimbangan yang cermat akan fakta telah bertindak dalam cara yang lebih
bertanggung jawab secara etis daripada orang yang bertindak tanpa pertimbangan
yang mendalam.
2) Membuat asumsi : Secara struktural terletak di dalam / di luar tanggung jawab ?
Secara personal bersedia menerima resiko / tidak ? Tersedia sumber daya atau tidak
?
5. Masalahnya urgen / tidak ?
Langkah kedua dalam pengambilan keputusan yang etis yang bertanggung jawab
mensyaratkan kemampuan untuk mengenali sebuah keputusan atau permasalahn
sebagai sebuah keputusan etis atau permasalahan etis.
3) Membuat alternatif pemecahan masalah : Membuat beberapa alternatif pemecahan
masalah yang bersifat layak, efektif dan efisien.
Langkah ketiga melibatkan satu dari elemen vitalnya. Kita diminta untuk
mengidentifikasi dan mempertimbangkan semua pihak yang dipengaruhi oleh
sebuah keputusan, orang-orang ini biasa disebut dengan para pemangku kepentingan
(stakeholder).
4) Mengevaluasi alternatif : Mengumpulkan data untuk mengevaluasi setiap alternatif,
menolak / menerima alternatif dari sudut kelayakan, efektifitas dan efisiensi setiap
alternative.
Langkah selanjutnya dalam proses pengambilan keputusan adalah membandingkan
dan mempertimbangkan alternatif-alternatif, membuat suatu spreadsheet mental
yang mengevaluasi setiap dampak tiap alternatif yang telah dipikirkan terhadap
masing-masing pemegang kepentingan yang telah identifikasi. Salah satu cara yang
paling mudah adalah menempatkan diri terhadap posisi orang lain. Sebuah elemen
penting dalam evaluasi ini adalah pertimbangan cara untuk mengurangi,
meminimalisasi atau mengganti kensekuensi kerugian yang mungkin terjadi atau
meningkatkan dan memajukan konsekuensi-konsekuensi yang mendatangkan
manfaat. Selain itu juga perlu mempertimbangkan kewajiban, hak-hak dan prinsip-
prinsip, serta dampak bagi integritas dan karakter pribadi.
5) Memilih dan menerapkan alternatif : Pilih alternatif yang paling layak, efektif, dan
efisien. Lebih baik menerapkan alternatif yang kurang layak daripada di luar
kemampuan, lebih baik menerapkan alternatif yang kurang efektif daripada tidak
bertindak dan lebih baik menerapkan alternatif yang mahal daripada murah tak
bermutu.
Langkah kelima adalah pengambilan keputusan yang diakhiri dengan evaluasi yang
merupakan langkah terakhir dalam proses pengambilan keputusan sebagai sarana
untuk menilai apakah keputusan kita sudah berdampaka baik atau malah tidak sesuai
dengan apa yang kita harapkan.
6) Mengevaluasi hasil : Selesai, jika sesuai harapan. Ulangi, jika belum sesuai.
6. Dasar- Dasar Pengambilan Keputusan
Menurut George R. Terry (2010), dasar-dasar pengambilan keputusan adalah sebagai
berikut :
1. Intuisi
Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi atau perasaan bersifat subjektif,
sehingga mudah terkena pengaruh.
2. Pengalaman
Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengetahuan
praktis. Karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat
memperhitungkan untung ruginya, baik buruknya keputusan yang akan dihasilkan.
3. Fakta
Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang sehat,
solid, dan baik. Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap pengambilan
keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan-keputusan
yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada.
4. Wewenang
Biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya atau orang yang lebih tinggi
kedudukannya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya.
5. Rasional
Keputusan yang dihasilkan lebih objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk
memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat
dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan.
b. Pendekatan-pendekatan etika bisnis dalam pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan semata-mata bukan karena kepentingan pribadi dari seorang si
pengambil keputusannnya. Beberapa hal kriteria dalam pengambilan keputusan yang etis
diantaranya adalah :
1) Pendekatan bermanfaat (utilitarian approach), yang dudukung oleh filsafat abad
kesembilan belas ,pendekatan bermanfaat itu sendiri adalah konsep tentang etika
bahwa prilaku moral menghasilkan kebaikan terbesar bagi jumlah terbesar.
2) Pendekatan individualisme adalah konsep tentang etika bahwa suatu tindakan
dianggap pantas ketika tindakan tersebut mengusung kepentingan terbaik jangka
panjang seorang indivudu.
7. 3) Konsep tentang etika bahwa keputusan yang dengan sangat baik menjaga hak-hak
yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
4) hak persetujuan bebas. Individu akan diperlakukan hanya jika individu tersebut secara
sadar dan tidak terpaksa setuju untuk diperlakukan.
5) hak atas privasi. Individu dapat memilih untuk melakukan apa yang ia inginkan di luar
pekerjaanya.
6) hak kebebasan hati nurani. Individu dapat menahan diri dari memberikan perintah
yang melanggar moral dan norma agamanya.
7) hak untuk bebas berpendapat. Individu dapat secara benar mengkritik etika atau
legalitas tindakan yang dilakukan orang lain.
8) hak atas proses hak. Individu berhak untuk berbicara tanpa berat sebelah dan berhak
atas perlakuan yang adil.
9) hak atas hidup dan keamanan. Individu berhak untuk hidup tanpa bahaya dan
ancaman terhadap kesehatan dan keamananya.
4. Pengambilan Keputusan Etis dalam Manajerial
Keadaan sosial dapat mempermudah ataupun mempersulit kita untuk bertindak sesuai
dengan penilaian kita. Dalam dunia bisnis, terkadanga konteks organisasi mempersulit kita
untuk bertindak secara etis bahkan bagi orang yang berniat paling baik sekalipun, atau
mempersulit orang yang tidak jujur untuk bertindak tidak etis. Tanggung jawab atas keadaan
yang dapat mendorong perilaku etis dan menekan perilaku tidak etis jatuh kepada manajemen
bisnis dan tim eksekutif.
Dalam situasi bisnis, para individu harus mempertimbangkan implikasi etis dan
pengambilan keputusan pribadi dan profesional (personal and prosfessionanl decision making).
Beberapa dari peran yang kita emban bersifat sosial : teman, anak, pasangan, warga negara,
tetangga. Beberapa bersifat institusional : manajer, pengajar, pengacara, akuntan, auditor,
analis keuangan, dan sejenisnya. Pengambilan keputusan dalam konteks ini menimbulkan
pertanyaan yang lebih luas berkaitan dengan tanggung jawab sosial dan keadilan sosial.
Dalam konteks bisnis, para individu mengisi peran sebagai karyawan, manajer,
eksekutif senior, dan anggota dewan. Para manajer, eksekutif, dan anggota dewan memiliki
kemampuan untuk menciptakan dan membentuk konteks organisasi di mana semua karyawan
mengmbil keputusan. Oleh karena itu, mereka memiliki sebuah tanggung jawab untuk
meningkatkan pengaturan organisasi yang mendorong perilaku etis dan menekan perilaku tidak
etis.
8. 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan yang etis
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan yang etis diantaranya :
1) Tahap perkembangan moral
Tahap ini merupakan suatu tahap penilaian (assessment) dari kapasitas seseorang untuk
menimbang nimbang apakah secara moral benar, makin tinggi perkembangan moral
seorang berarti makin kurang ketergantungannya pada pengaruh- pengaruh luar sehingga
ia akan makin cenderung berperilaku etis.
Sebagai misal, kebanyakan orang dewasa berada dalam tingkat menengah dari
perkembangan moral, mereka sangat dipengaruhi oleh rekan sekerja dan akan
mengikuti aturan dan prosedur suatu organisasi. Individu-individu yang telah maju
ketahap-tahap yang lebih tinggi iu menaruh nilai yang bertambah pada hak-hak orang
lain, tak peduli akan pendapat mayoritas, dan kemungkinan besar menantang praktik-
praktik organisasi yang mereka yakini secara pribadi sebagai sesuatu hal yang keliru.
2) Lingkungan Organisasi
Dalam lingkungan organisasional merujuk pada persepsi karyawan mengenai
pengharapan (ekspetasi) organisasional. Apakah organisasi itu mendorong dan
mendukung perilaku etis dengan meberi ganjaran atau menghalangi perilaku tak-etis
dengan memberikan hukuman/sangsi. Kode etis yang tertulis, perilaku moral yang tinggi
dari para seniornya, pengharapan yang realistis akan kinerja, penilaian kinerja sebagai
dasar promosi bagi individuindividu, dan hukuman bagi individu-individu yang bertindak
tak-etis merupakan suatu contoh nyata dari kondisi atau keadaan terhadap lingkungan
lingkungan organisasional sehingga kemungkinan besar dapat menumbuh kembangkan
pengambilan keputusan yang sangat etis.
3) Tempat kedudukan kendali
Tempat kedudukan kendali tidak lepas dengan struktur organisasi, pada umumnya
individu individu yang memiliki moral kuat dan baik akan sangat jauh lebih kecil
kemungkinannya untuk mengambil keputusan yang tak etis, namun jika mereka
dikendalai oleh suatu lingkungan organisasi sebagai tempat kedudukannya yang sedikit
banyak tidak menyukai pengambilan keputusan etis, ada kemungkinan individu-
individu yang telah mempunyai moral yang kuatpun dapat tercemari oleh suatu
lingkaungan organisasi sebagai tempat kedudukannya yang mengizinkan atau
mendorong praktik-praktik pengambilan keputusan tak-etis.
9. Menurut Mathis dan Jackson (2006), etika memiliki dimensi-dimensi konsekuensi luas,
alternatif ganda, akibat berbeda, konsekuensi tak pasti, dan efek personal.
a. Konsekuensi Luas : keputusan etika membawa konsekuensi yang luas. Misalnya, karena
menyangkut masalah etika bisnis tentang pencemaran lingkungan maka diputuskan
penutupan perusahaan dan pindah ke tempat lain yang jauh dari karyawan. Hal itu akan
berpengaruh terhadap kehidupan karyawan, keluarganya, masyarakat dan bisnis lainnya.
b. Alternatif Ganda : beragam alternatif sering terjadi pada situasi pengambilan keputusan
dengan jalur di luar aturan. Sebagai contoh, memutuskan seberapa jauh keluwesan dalam
melayani karyawan tertentu dalam hal persoalan keluarga sementara terhadap karyawan
yang lain menggunakan aturan yang ada.
c. Akibat Berbeda : keputusan-keputusan dengan dimensi-dimensi etika bisa menghasilkan
akibat yang berbeda yaitu positif dan negatif. Misalnya mempertahankan pekerjaan
beberapa karyawan di suatu pabrik dalam waktu relatif lama mungkin akan mengurangi
peluang para karyawan lainnya untuk bekerja di pabrik itu. Di satu sisi keputusan itu
menguntungkan perusahaan tetapi pihak karyawan dirugikan.
d. Ketidakpastian Konsekuensi : konsekuensi keputusan-keputusan bernuansa etika sering
tidak diketahui secara tepat. Misalnya pertimbangan penundaan promosi pada karyawan
tertentu yang hanya berdasarkan pada gaya hidup dan kondisi keluarganya padahal
karyawan tersebut benarbenar kualifaid.
e. Efek Personal : keputusan-keputusan etika sering mempengaruhi kehidupan karyawan
dan keluarganya, misalnya pemecatan terhadap karyawan disamping membuat sedih si
karyawan juga akan membuat susah keluarganya. Misal lainnya, kalau para pelanggan
asing tidak menginginkan dilayani oleh “sales” wanita maka akan berpengaruh negatif
pada masa depan karir para “sales” tersebut.
6. Pengaruh Etika dalam Pengambilan Keputusan
Etika merupakan pertimbangan etis yang seharusnya suatu kriteria yang pentingdalam
pengambilan keputusan organisasional. Ada lima kriteria dalam mengambil keputusan yang
etis, yaitu:
1) Utilitarian, Keputusan-keputusan yang diamabil semata-mata atas dasar hasil atau
konsekuensi mereka. Tujuannya adalah memberikan kebaikan yang terbesar untuk jumlah
yang terbesar. Pandangan ini cenderung mendominasi pengambilan keputusan bisnis,
seperti efisiensi, prokduktifitas dan laba yang tinggi.
10. 2) Universalisme (duty), Ini menekankan pada baik buruk nya perilaku tergantung pada niat
(intention) dari keputusan atau perilaku. Paham ini adalah kebalikan (contrast) dari
utilitarianisme. Berdasarkan prinsip Immanuel Kant (categorical imperative), paham ini
mempunyai dua prinsip. Pertama, seseorang seharusnya memilih suatu perbuatan. Kedua,
orang - orang lain harus diperlakukan sebagai akhir (tujuan), bukan sekedar alat untuk
mencapai tujuan.
3) Penekanan pada hak, Kriteria ini memberikan kesempatan kepada individu untuk
mengambil keputusan yang konsisten dengan kebebasandan keistimewaan mendasr seperti
dikemukakan dalam dokumen - dokumen (contoh Piagam Hak Asasi). Suatu tekanan pada
hak dalam pengambilan keputusan berarti menghormati dan melindungi hak dasar dari
individu.
4) Penekanan pada keadilan, Ini mensyaratkan individu untuk menegakan dan memperkuat
aturan - aturan yang adil dan tidak berat sebelah sehingga ada pembagian manfaat dan
biaya yang pantas. Keadilan distributif, perilaku didasarkan pada satu nilai: keadilan.
5) Relativisme (self-interest), Ini menekankan bahwa baik buruknya perilaku manusia
didasarkan pada kepentingan atau kebutuhan pribadi (self-interest and needs). Dengan
demikian, setiap individu akan mempunyai kriteria moral yang berbeda dengan individu
lainnya, atau akan terjadi perbedaan kriteria moral dari satu kultur ke kultur lainnya.
Implementasi Ethical Decision Making in Business dan kendalanya
Kasus yang menyangkut tentang etika dan pengambilan keputusan adalah kasus yang
menyangkut pada perusahaan Nike:
Nike adalah produsen sepatu nomor satu di dunia. Dengan permodalan yang sedikit,
Nike tidak mampu untuk membuat iklan untuk produknya. Nike kemudian hanya menggunakan
image dari atlet terkenal untuk menarik minat konsumen. Selain itu untuk menekan biaya yang
besar, Nike membeli sepatu dari supplier Asia. Para pekerja Asia yang terkenal murah bisa
menekan harga yang ditawarkan supplier sehingga Nike bisa membeli dengan harga yang lebih
murah.
Sebagai contoh adalah supplier Nike yang berasal dari Indonesia yaitu PT.Pratama
Abadi Industri. PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang
manufaktur sepatu lari (running shoes). Perusahaan ini memproduksi berbagai tipe running
shoes dalam berbagai jenis ukuran baik untuk anak-anak maupun orang dewasa. Spesifikasi
dari tiap tipe sepatu telah diberikan oleh pihak Nike untuk kemudian diproduksi oleh PT.
11. Pratama abadi Industri sesuai dengan syarat spesifikasi yang telah ada. Hasil produksi yang
telah dihasilkan oleh PT. Pratama abadi Industri, tidak boleh dipasarkan di dalam negeri.
Semua hasil produksi yang telah ada merupakan hak dari pihak Nike yang ada di Beverton
(USA) untuk kemudian akan diekspor lagi ke negara lain, seperti Perancis, swedia, India,
Belgia, Kanada, USA, Afrika Selatan, Argentina, Uruguay, Chillie.
Nike sangat memegang kendali karena mempunyai hak untuk memutuskan kerjasama
bila harga dari supplier terlalu mahal, hal ini bisa berdampak buruk bagi pekerja karena mereka
tidak bisa menuntut kehidupan yang lebih baik dengan peningkatan tunjangan pekerja otomatis
akan menambah biaya produksi yang mengakibatkan harga yang lebih mahal.Seperti yang
terjadi di China, Vietnam, Indonesia dan Meksiko. Nike dikritik karena berusaha menutupi
kondisi kerja yang buruk serta eksploitasi buruh. Nike juga adalah perusahaan besar yang tidak
memiliki pabrik. Karena mereka lebih senang untuk outsourcing kebutuhan-kebutuhan mereka
terutama kepada sektor informal, ataupun perusahaan lainnya, sehingga mengefisienkan dan
meminimalisir ongkos produksi.
Knight tidak mampu mendelegasikan tugas dengan baik, sehingga di tahun 1983 Nike
mengalami kemunduran karena tidak tepatnya perencanaan dari pelaksana yang dipercaya oleh
Knight waktu itu. Waktu itu pengelola yang dipercaya Knight mengubah image Nike dari
sepatu atletik menjadi sepatu kasual. Padahal saingannya Reebok lebih dahulu
mengembangkan sepatu untuk aerobik, sehingga konsumen lebih percaya pada Reebok. Nike
membutuhkan perencanaan baru untuk mengembalikan posisi Nike sebagai produsen sepatu
nomor satu dengan penjualan yang secepatnya.
MENGANALISA KASUS
Strategi Nike dalam membuat image yaitu dengan mensponsori seorang atlet atau suatu
klub olahraga sehingga akan timbul image bahwa Nike dipakai oleh para atlet terkenal, hal ini
tidak dilakukan oleh saingannya seperti Reebok yang justru hanya mensponsori suatu event
olahraga saja. Disinilah pembuktian kekuatan merek dagang. Banyaknya masalah ataupun
konflik yang terpublikasi, tidak akan membuat kosumen beralih ke merek lain. Hal ini karena
ikatan psikologis antara Nike dengan konsumen fanatiknya telah terjadi, selebihnya, biarlah
konsumen yang menilai.
Krisis yang dialami Nike pada tahun 1983 tak lepas dari proses pertumbuhan organisasi.
Menurut Lary Greiner ada 5 tahap pertumbuhan organisasi, 1) kreativitas, 2) pengarahan, 3)
pendelegasian, 4) koordinasi, dan 5) kerja sama. Nike mengalami krisis disaat tahap
12. pendelegasian dimana Knight tidak melakukan kontrol yang ketat sehingga keputusan
bawahannya membawa dampak bagi Nike. Knight kemudian melakukan terobosan kilat untuk
membentuk kembali brand image dari Nike.
Menurut Agyris “intervensi merupakan suatu aktivitas masuk ke dalam sistem
relationship yang berjalan, baik diantara individu, kelompok, maupun organisasi, dengan
tujuan membantu menuju suatu perubahan yang sukses” Dalam intervensi, terkadang perlu
mendatangkan konsultan dari luar organisasi, tetapi intervensi terbanyak dapat dilakukan oleh
managemen internal. Apa yang dilakukan oleh Knight merupakan intervensi dari manajemen
internal.
Marketing differentiation strategy mencoba menciptakan kesetiaan para pelanggan
dengan cara memenuhi kebutuhan tertentu secara khusus. Organisasi tersebut mencoba
menciptakan kesan yang menguntungkan bagi produk-produknya melalui iklan, segmentasi
pasar, dan harga yang bersaing. Hal tersebut salah satu strategi yang dilakukan oleh Knight
dengan menciptakan produk baru sesuai kebutuhan konsumen yang tidak lepas dari image olah
raga.
Nike sebenarnya memiliki posisi yang sedikit lemah bila dihadapkan dengan retailer.
Keuntungan Nike didapat dari penjualan ke retailer. Retailer tentunya akan bersaing dengan
retailer lain dengan harga termurah, hal ini dapat mengancam Nike karena dengan hal tersebut
maka retailer akan menekan Nike untuk menjual sepatunya dengan lebih murah.
Etis dan tidak etisnya Nike menggunakan supplier Asia sehingga mereka saling
bersaing tidaklah dapat dipandang dari hanya salah satu sudut pandang saja. Pada intinya
dengan sistem semacam tender ini maka akan tercipta persaingan, kompetisi untuk menjadi
lebih baik sehingga akan meningkatkan motivasi pekerja. Dengan kualitas yang sama tetapi
berbeda harga. Dari sudut pandang pekerja hal ini bisa menjadi sebuah ancaman tersendiri.
Pekerja akan dituntut untuk bekerja lebih giat demi untuk meningkatkan jumlah produksi
sehingga bisa terjadi para pekerja bekerja di luar jam kerja yang semestinya. Dengan adanya
kebijakan dari Nike yang berhak memutuskan kerja sama bila supplier menaikkan harga terlalu
tinggi dapat mengakibatkan supplier menggunakan tenaga kerja anak-anak agar biayanya lebih
murah. Isu ini muncul di Pakistan, bahwa Nike mengambil sepatu dari Pakistan yang dibuat
oleh anak-anak pekerja di bawah umur.
Apabila supplier dari Amerika atau Australia. Hal ini bisa berdampak bagi Nike maupun
bagi konsumen. Bagi Nike ini merupakan mimpi buruk karena tentunya tidak akan ada pekerja
yang murah, harga jual dari supplier akan lebih tinggi karena biaya produksi yang lebih tinggi
13. bila diproduksi di Amerika atau Australia. Bagi konsumen ada dua kemungkinan yang akan
terjadi. Yang pertama, akan timbul kepercayaan lebih karena produk dibuat di Amerika atau
Australia yang sangat memperhatikan kualitas. Yang kedua, tidak akan terlalu berdampak
karena konsumen percaya pada Nike melakukan kontrol pada supplier Asia sehingga mutunya
akan dianggap sama saja dengan buatan Amerika.
Peran Phill Knight tentunya sangat besar dalam mengembangkan Nike hingga saat ini.
Dengan gaya kepemimpinannya, dengan solusinya yang cepat dan tepat saat menghadapi krisis
Nike di tahun 1983 membuat Nike dapat bertahan dan mampu menempati posisi nomor satu
lagi sebagai produsen sepatu di dunia. Membicarakan keberhasilan Nike tidak lepas dari Bill
Bowerman, co-founder Nike. Bowerman sangat berjasa dalam mendirikan Nike, ide untuk
memberi semacam karet di sepatu olahraga datang darinya yang disebut waffle sole. Bowerman
jugalah yang memiliki ide untuk memberi karet pada lintasan lari. Pada awalnya Bowerman
beserta Knight menjual sepatu yang dibuat oleh Bowerman menggunakan latex, leather, glue
dan waffle iron istrinya. Saat itu mereka memproduksi 330 pasang sepatu.
SIMPULAN
Masalah pengambilan keputusan sangat penting dipelajari karena hal tersebut
menjelaskan dengan cara bagaimana para manajer berhasil membuat keputusan strategis dan
operasional. Manajer harus menghadapi beberapa tipe keputusan dan keputusan ini berbeda
sesuai dengan jumlah risiko, ketidakpastian, dan ambiguitas dalam suatu lingkungan. Manajer
harus memilih salah satu tiga macam pendekatan pengambilan keputusan.
Dari penjelasan yang telah kami paparkan dalam makalah ini dapat kami simpulkan
bahwa pengambilan keputusan adalah suatu tindakan yang sengaja, tidak secara kebetulan dan
tidak boleh sembarangan dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi suatu organisasi.
Dimana pengambilan keputusan ini ditanggung dan diputuskan oleh pimpinan organisasi yang
bersangkutan dan untuk menghasilkan keputusan yang baik itu sangat dibutuhkan informasi
yang lengkap mengenai permasalahan, inti masalah, penyelesaian masalah, dan konsekuensi
dari keputusan yang diambil.
Selain informasi, dalam penyelesaian masalah pun dibutuhkan perumusan masalah
dengan baik. Kemudian dibuatkan alternatif-alternatif keputusan masalah yang disertai dengan
konsekuensi positif dan negatif. Jika semua hal itu dapat dikemukakan dan dicari secara tepat,
masalah tersebut akan lebih mudah untuk diselesaikan.
14. DAFTAR PUSTAKA
1) Fernando, A. C. (2012). Business Ethics and Corporate Governance, Second Edition.
india. Pearson.
2) LoRusso, James Dennis. (2017). Spirituality, Corporate Culture, and American
Business: The Neoliberal Ethic and the Spirit of Global Capital (Critiquing Religion:
Discourse, Culture, Power), London. Bloomsbury .
3) Hapzi Ali, 2018. Modul BE & GG, Univeristas Mercu Buana.
4) Sumber Lain yang Relevan dengan RPS
5) Mathis, R.L. & J.H. Jackson. 2006. Human Resource Management: Manajemen Sumber
Daya Manusia. Terjemahan Dian Angelia. Jakarta: Salemba Empat.
6) R.Terry, George dan Leslie W.Rue. Dasar-Dasar Manajemen. (Jakarta: Bumi Aksara, 2010)
Adisaputra, Fitri .,dkk, Kasus etika dan pengambilan keputusan dalam perusahaan Nike,
Universitas Widyatama, 2017.