Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas pentingnya penerapan etika bisnis bagi keberhasilan perusahaan jangka panjang, mulai dari manajemen puncak hingga karyawan, serta kendala-kendala dalam penerapan etika bisnis di Indonesia seperti lemahnya standar moral pelaku bisnis.
1. PHILOSOPHICAL ETHICS AND BUSINESS
Sejumlah faktor berperan dalam membuat bisnis yang menguntungkan, termasuk
manajemen tim ahli, karyawan yang berdedikasi dan produktif, permintaan konsumen yang
konsisten dan pengawasan yang ketat terhadap laporan keuangan. Selain praktek-praktek
bisnis tersebut perusahaan yang menerapkan filosofi manajemen yang sangat bergantung
pada etika bisnis terbukti lebih sukses daripada mereka yang beroperasi dengan cara yang
tidak etis. Meskipun mungkin bukan variabel pertama dipertimbangkan dalam menganalisis
keuntungan perusahaan, etika bisnis merupakan adalah sama pentingnya bagi keberhasilan
perusahaan.
Kepemimpinan organisasi memegang kunci untuk keberhasilan jangka panjang dan
tetap konsisten dengan filosofi manajemen dibangun di atas dasar etika menciptakan contoh
positif bagi semua pekerja. Praktik bisnis yang etis, pemberdayaan tenaga kerja, interaksi
perusahaan dengan publik dan informasi yang disebarkan kepada para pemegang saham
semua adalah bagian dari tanggung jawab pemimpin perusahaan yang memiliki dampak
langsung pada profitabilitas perusahaan secara keseluruhan. Ketika etika bisnis tidak
diterapkan dari top management sampai ke bawah, maka tim manajemen memiliki potensi
lebih besar untuk goyah dalam jangka pendek atau panjang.
Etika adalah suatu cabang dari filosofi yang berkaitan dengan ”kebaikan (rightness)”
atau moralitas (kesusilaan) dari perilaku manusia. Dalam pengertian ini etika diartikan
sebagai aturan-aturan yang tidak dapat dilanggar dari perilaku yang diterima masyarakat
sebagai baik atau buruk. Sedangkan Penentuan baik dan buruk adalah suatu masalah selalu
berubah. Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer
dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik.
Paradigma etika dan bisnis adalah dunia yang berbeda sudah saatnya dirubah menjadi
paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika dengan laba. Justru di
era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis
merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etik
penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis.
Telah terbukti bahwa karyawan yang puas dengan lingkungan di mana mereka
bekerja lebih produktif daripada pekerja yang tidak bahagia. praktik yang tidak etis di tempat
kerja dapat menyebabkan kerusuhan meluas dengan karyawan, yang mengarah ke rasa yang
lebih besar dari ketidakpuasan dengan pekerjaan yang mereka lakukan dan atasan mereka.
Namun, ketika etika bisnis didorong dari manajemen dan eksekutif perusahaan maka
produktivitas akan meningkat karena lebih sedikit gangguan yang hadir dan moral yang
tinggi, dan ini menyebabkan tingkat keuntungan yang lebih besar bagi perusahaan.
Idealnya, bisnis dan karyawan mereka akan selalu melakukan hal yang benar.
Sayangnya, di dunia nyata, dilema etika yang umum terjadi di tempat kerja. Menurut
2. Merriam Webster Dictionary, dilemmas are situations or problems where a person has to
make a difficult choice atau dilema adalah situasi atau masalah di mana seseorang harus
membuat pilihan sulit. Dilema etika adalah masalah di mana seseorang harus memilih antara
moral dan tindakan tidak bermoral. Karyawan harus berurusan dengan tekanan untuk
melakukan dan membantu perusahaan berhasil serta godaan pribadi untuk mengambil jalan
keluar yang mudah. Pada akhirnya, pekerja kemungkinan akan menghadapi banyak dilema
dalam karir mereka. Perusahaan harus memberikan pelatihan dan informasi untuk membantu
mereka dalam membuat keputusan yang tepat. Oleh karena itu adalah kepentingan terbaik
organisasi untuk memberikan pelatihan etika kepada karyawan, untuk membantu mereka
mengidentifikasi perilaku tidak. Setiap perusahaan harus memiliki kebijakan etika yang
merinci hukuman untuk pelanggaran. Selain itu, manajemen harus memimpin dengan contoh,
menunjukkan bahwa perusahaan mengambil etika serius dan bahwa pelanggar akan dihukum
sesuai dengan kebijakan organisasi, termasuk kemungkinan suspensi atau penghentian.
Namun dalam pelaksanaan bisnis yang beretika di Indonesia selalu menghadapi
kendala-kendala yang membuat para produsen dilema antara keuntungan atau masyarakat.
Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala yaitu:
1. Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan
menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika
bisnis, seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang
kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan.
2. Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang
dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya,
atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan
oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan
kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi
akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.
3. Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit
politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi
kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha
bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk
memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
4. Lemahnya penegakan hukum.
Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap
memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk
memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
5. Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik
bisnis dan manajemen.
Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya belum secara khusus
menangani penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan manajemen. Di Amerika
3. Serikat terdapat sebuah badan independen yang berfungsi sebagai badan register
akreditasi perusahaan, yaitu American Society for Quality Control (ASQC)
Dalam etika bisnis berlaku prinsip-prinsip yang seharusnya dipatuhi oleh para
pelaku bisnis untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar
baku yang mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar
kerja atau operasi perusahaan. Muslich (1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika
bisnis sebagai berikut:
1. Prinsip Otonomi
Prinsip otonomi memandang bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang
sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi
yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk
pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan
kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.
2. Prinsip Kejujuran
Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung
keberhasilan perusahaan. Kejujuran harus diarahkan pada semua pihak, baik internal
maupun eksternal perusahaan. Jika prinsip kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh
perusahaan, maka akan dapat meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan
tersebut.
3. Prinsip Tidak Berniat Jahat
Prinsip ini ada hubungan erat dengan prinsip kejujuran. Penerapan prinsip kejujuran
yang ketat akan mampu meredam niat jahat perusahaan itu.
4. Prinsip Keadilan
Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan sistem
bisnis. Contohnya, upah yang adil kepada karywan sesuai kontribusinya, pelayanan yang
sama kepada konsumen, dan lain-lain.
5. Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri
Perlunya menjaga citra baik perusahaan tersebut melalui prinsip kejujuran, tidak
berniat jahat dan prinsip keadilan.
Saat sebuah perusahaan dibangun tentu salah satu keinginan utama dari pemilik
perusahaan itu adalah mendapatkan keuntungan yang besar dari apa yang telah dikerjakan
oleh perusahaannya, dan intinya adalah tidak akan ada perusahaan yang ingin merugi dalam
perjalanan perusahaannya. Kadang karena ingin mencapai target tersebut, tidak sedikita ada
pihak yang menghalalkan segala cara untuk dapat meraih keuntungan bagi perusahaan dan
4. mungkin bagi pribadinya. Cara-cara yang dilakukan pun tidak hanya hanya cara yang
baik/wajar dilakukan oleh dunia bisnis tapi juga melakukan dengan cara yang tidak baik/tidak
wajar demi menggapai keuntungan itu tadi. Dalam era pasar bebas seperti saat ini, setiap
pelaku bisnis diberi kebebasan seluas-luasnya buat membangun dan mengembangan bisnis
ekonominya. Setiap pelaku bisnis diberi kesempatan nan sama sehingga persaingan nan tak
sehat kerap terjadi. Di sinilah etika dalam berbisnis itu kerap dilanggar. Masalahnya seperti
menemukan penemuan baru, cara memperoleh modal, penentuan harga, pembajakan tenaga
profesional, dan sebagainya nan kerap menjadi penyebabnya.
Masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori yaitu: Suap
(Bribery), Paksaan (Coercion), Penipuan (Deception), Pencurian (Theft), Diskriminasi tidak
jelas (Unfair discrimination) yang masingmasing dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Suap (Bribery)
Adalah tindakan berupa menawarkan, memberi, menerima, atau meminta sesuatu yang
berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan
kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli
pengaruh. ‘Pembelian’ itu dapat dilakukan baik dengan membayarkan sejumlah uang
atau barang, maupun ‘pembayaran kembali’ setelah transaksi terlaksana. Suap
kadangkala tidak mudah dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat
dengan mudah dimasukkan sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu
dapat disebut sebagai suap, tergantung dari maksud dan respons yang diharapkan oleh
pemberi hadiah.
2. Paksaan (Coercion)
Adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau dengan menggunakan jabatan atau
ancaman. Coercion dapat berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan,
pemecatan, atau penolakan industri terhadap seorang individu.
3. Penipuan (Deception)
Adalah tindakan memperdaya, menyesatkan yang disengaja dengan mengucapkan atau
melakukan kebohongan.
4. Pencurian (Theft)
Adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu yang bukan hak kita atau mengambil
proprty milik orang lain tanpa persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa
property fisik atau konseptual.
5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination)
Adalah perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang
disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama. Suatu kegagalan
untuk memperlakukan semua orang dengan setara tanpa adanya perbedaan yang
beralasan antara mereka yang ‘disukai’ dan tidak.
5. Krisis yang dialami bangsa Indonesia dewasa ini pada dasarnya dapat didefinisikan
sebagai krisis kredibilitas yang berakar pada krisis integritas moral. Kepercayaan masyarakat
dan dunia luar terhadap elitr politik dan elite ekonomi Orde Baru dan sisa-sisanya menjadi
berkurang karena perilaku kurang bertanggung jawab yang telah menimbulkan kerugian amat
besar pada masyarakat dan dunia luar. Krisis moral itu melanda tidak hanya dunia politik dan
administrasi publik, tetapi juga menggerogoti dunia usaha dan administrasin bisnis. Di sektor
perbankan, misalnya, penggunaan dana publik secara tidak bertanggung jawab, yakni dengan
memperlakukannya sekan-akan dana milik sendiri yang tanpa berbagai batasan dan kendala
dapat dipergunakan mendanai proyek-proyek kelompok, merupakan perilaku yang secara
moral dapat dipersoalkan. Dalam perilaku seperti ini, tidak hanya kepentingan para
pemegang saham saja yang kurang diperhatikan, melainkan juga nasib para deposan, para
penabung kecil dan tak lupa para karyawan.
Perilaku yang secara moral kurang bertanggung jawab seperti itu juga dapat
ditemukan pada sektor-sektor lain. Kebakaran hutan yang dalam tahun-tahun terakhir
pemerintah Soeharto menjadi berita utama pada berbagai media Internasional adalah sekadar
contoh mencolok dari perilaku tak bermoral dari dunia bisnis kita.
Contoh kasus etika bisnis yang pernah terjadi di Indonesia :
1. PT. Freeport Indonesia:
Pembayaran upah para pekerja yang dituding tidak sinkron dengan kesepakatan
perusahaan dan pekerja.
2. Indonesian Port Corporation (PT Pelabuhan Indonesia II):
Pengalihan pekerjaan kepada Perusahaan Mitsui & Co. Jepang secara sepihak tanpa
pemberitahuan sebelumnya.
3. PT. Megarsari Makmur (produsen HIT, obat anti nyamuk):
Menggunakan zat kimia berbahaya dalam produknya.
4. PT. Adhi Karya dan PT. Wijaya Karya dengan subkontraktor sekitar 17 perusahaan:
Kkasus korupsi pusat pelatihan dan sekolah olahraga Hambalang.
5. PT. Duta Graha dan anggota DPR RI:
Kasus suap proyek wisma atlet.
6. PT. KAI:
Manipulasi laporan keuangan
7. Obat nyamuk HIT:
Penggunaan bahan berbahaya pada produk obat nyamuk produksinya
8. Perusahaan provider IM3 (yang sekarang menjadi IM3 ooredoo):
Penggelapan pajak.
Setiap ada kendala pasti disitu ada jalannya berupa pengendalian-pengendalian dari
para pelaku bisnis di Indonesia agar tetap memikirkan masyarakat. Jika para pelaku bisnis
mengutamakan atau orientasinya adalah masyarakat, maka keuntungan daripada bisnis akan
mengikuti sejalan dengan tinggi-rendahnya permintaan konsumen. Selain itu, dalam
6. menciptakan etika bisnis, Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan beberapa
hal sebagai berikut dalam berbisnis sebagai langkah bisnis yang beretika :
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka
masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun.
Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main
curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan
menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu
merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi
masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam
bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya
sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat
harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian
bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan
yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu
mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat
sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh
pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan
teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah
dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan
teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi
persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang
erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan
perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap
perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-
kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu
memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang.
Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-”ekspoitasi” lingkungan dan keadaan
saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan
dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh
keuntungan besar.
6. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh)
karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi”
7. serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk
mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
7. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan
golongan pengusaha ke bawah.
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada saling percaya (trust) antara
golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu
berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama
ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya
memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam
dunia bisnis.
8. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap
orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya
semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun
pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas
semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu semi satu.
9. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah
disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman
dan kenyamanan dalam berbisnis.
10. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif
yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi”
terhadap pengusaha lemah.
REKOMENDASI UNTUK MENCIPTAKAN BUDAYA ETIKA PERUSAHAAN
Etika dikembangkan sebagai hasil dari keluarga, agama, sekolah, masyarakat, dan
pengaruh lain yang membantu membentuk keyakinan-bahwa pribadi yang kita yakini
mengenai hal benar dan salah.
1. Perusahaan harus mengembangkan kode etik yang menekankan nilai-nilai yang
mengajarkan untuk tidak berkpompromi dalam hal apapun yang merugikan
perusahaan.
2. Membentuk komite yang mengatur dan mengawasi etika yang berjalan di perusahaan
yang dapat menciptkan infrastruktur yang memberi nilai-nilai bagi perusahaan
ditengah proses bisnis yang berjalan.
3. Pendidikan etika bisnis diperusahaan yang secara berkelanjutan harus diberikan
tentang isu-isu etika organisasi. Hal ini akan membantu staf memahami perbedaan
antara nilai-nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi telah ditetapkan
8. 4. Membentuk prosedur yang jelas untuk semua individu untuk diikuti dan disadari
bahawa nilai-nilai perusahaan adalah baik bukan hanya bagi perusahaan namun bagi
pribadi setiap entitas.
5. Bertindak dengan transparansi dan menjelaskan informasi yang relevan, bahkan lebih
dari yang dibutuhkan oleh hukum.
6. Bertindak dengan moral dan kepekaan sosial. Moral yang menyebabkan kita untuk
menemukan solusi kreatif yang etis lebih baik dari solusi yang paling umum dibuat.
7. Memastikan kepatuhan dengan berfokus pada integritas
Sebaiknya pelaku bisnis Harus menerapkan GCG dimana dalam pelaksanaanya
memperhatikan etika bisnis karena kepuasan masyarakat adalah tujuan utamanya dan
keuntungan akan mengikuti dengan sendirinya dengan wajar. Sehingga etika bisnis dapat
dijadikan sebagai evaluasi dalam kegiatan bisnis. Karena jika keuntungan didapat belum
sesuai dengan target berarti kurang maksimal dalam menjalankan etika bisnis. Mungkin dari
faktor segi pelayanannya atau produknya atau yang lainnya.
9. DAFTAR PUSTAKA
Dalimunthe, Rita F. 2004. Etika Bisnis. Dalam Website Google: Etika Bisnis dan
Pengembangan Iptek.
Muslich, 1998. Etika Bisnis: Pendekatan Substantif dan Fungsional. Yogyakarta:
Penerbit Ekonisia.
Keraf, Sonny.1998. Etika Bisnis Tunutan dan Relevansinya. Yogyakarta : Kanisius
Anononim, Binasyifa.com. 18 Maret 2017. : Contoh kasus etika bisnis nan pernah
terjadi di Indonesia. https://gloriacharlotte.wordpress.com/2016/01/10/problematika-
etika-bisnis-yang-terjadi-di-indonesia/An=Contoh Kasus Etika Bisnis nan Pernah Terjadi
di Indonesia
Vha Vivi. 17 Maret 2017. : Pengertian Etika Bisnis
http://www.scribd.com/doc/39576834/Pengertian-Etika-Bisnis