Corporate Ethics Rights, Privileges, problems and Protection
Gunawan adam, ST(1) , Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA(2)
1. Penulis
2. Dosen Pengampu
7, be&gg, gunawan adam, hapzi ali, corporate ethics rights, privileges, problems and protection, universitas mercu buana, 2018.pdf
1. BUSINESS ETHICS & GG
Corporate Ethics Rights, Privileges, problems and Protection
NAMA : Gunawan Adam
NIM : 55117120041
KODE MK : 35040
DOSEN : Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2018
2. Corporate Ethics Rights, Privileges, problems and Protection
Gunawan adam, ST(1)
, Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA(2)
1. Penulis
2. Dosen Pengampu
Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan
salah.Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam
kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005). Dalam menciptakan etika
bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah:
Pengendalian diri
Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi
Menciptakan persaingan yang sehat
Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
Mampu menyatakan yang benar itu benar
Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan
pengusaha ke bawah
Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah
disepakati
Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif
yang berupa peraturan perundang-undangan.
3. Ada 3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika yaitu
1. Sistematik
Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang
muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana
bisnis beroperasi.
2. Korporasi
Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan
yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu.Permasalahan ini mencakup pertanyaan
tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan
individual sebagai keseluruhan.
3. Individu
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul
seputar individu tertentu dalam perusahaan.Masalah ini termasuk pertanyaan tentang
moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.
Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis yang baik sesungguhnya
tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia, dan prinsip-prinsip ini sangat
erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh masing-masing masyarakat. Sonny Keraf
(1998) menjelaskan, bahwa prinsip etika bisnis sebagai berikut;
1. Prinsip otonomi; adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan
dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk
dilakukan.
4. 2. Prinsip kejujuran. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan
secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak
didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian
dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan
harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu
perusahaan.
3. Prinsip keadilan; menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai
dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional obyektif, serta dapat
dipertanggung jawabkan.
4. Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle) ; menuntut agar bisnis
dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
5. Prinsip integritas moral; terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri
pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga
nama baik pimpinan/orang-orangnya maupun perusahaannya.
Pendekatan Etika Bisnis
1. Utilitarian Approach
Dalam pendekatan ini, setiap tindakan harus didasarkan dengan konsekuensinya. Untuk
itu, sebelum bertindak, Anda harus memberikan manfaat yang besar baru masyarakat
dengan cara yang tidak membahayakan dan menggunakan biaya serendah-rendahnya.
2. Individual Rights Approach
Pendekatan ini memiliki pengaruh besar dalam menghargai dan menghormati setiap
tindakan yang dilakukan orang lain. Namun, jika tindakan tersebut dinilai bisa
5. mengakibatkan suatu perpecahan atau benturan dengan hak orang lain, maka tindakan
tersebut harus dihindari.
3. Justice Approach
Setiap pembuat keputusan memiliki kedudukan yang sama, serta bertindak adil dalam
memberikan pelayanan kepada pelanggan, baik perorangan maupun kelompok.
Pendekatan etika bisnis ini akan memberikan keuntungan baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang.
Etika pada Organisasi Perusahaan
Dapatkan pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan
kewajiban diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah pada orang
(individu) sebagai perilaku moral yang nyata? Ada dua pandangan yang muncul atas
masalah ini .
Ekstrem pertama, adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena aturan yang
mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa perusahaan
bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas apa yang mereka
lakukan, kita dapat mengatakan mereka bertanggung jawab secara moral untuk tindakan
mereka dan bahwa tindakan mereka adalah bermoral atau tidak bermoral dalam
pengertian yang sama yang dilakukan manusia.
Ekstrem kedua, adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak masuk
akal berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab karena ia gagal
mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa organisasi memiliki kewajiban moral.
Organisasi bisnis sama seperti mesin yang anggotanya harus secara membabi buta
mentaati peraturan formal yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih
6. tidak masuk akal untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena
ia gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi seperti mesin yang gagal
bertindak secara moral.
Tujuan Etika Bisnis
Tujuan etika bisnis adalah menggugah kesadaran moral dan memberikan batasan-
batasan para pelaku bisnis untuk menjalankan good business dan tidak melakukan
monkey business atau dirty business yang bisa merugikan banyak pihak yang terkait
dalam bisnis tersebut.Etika bisnis mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan
manajemen bisnis yang baik (etis) agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua orang yang
mempercayai adanya dimensi etis dalam dunia bisnis. Hal ini sekaligus menghalau citra
buruk dunia bisnis sebagai kegiatan yang kotor, licik, dan tipu muslihat. Kegiatan bisnis
mempunyai implikasi etis, dan oleh karenanya membawa serta tanggungjawab etis bagi
pelakunya
Etika Bisnis adalah seni dan disiplin dalam menerapkan prinsip-prinsip etika
untuk mengkaji dan memecahkan masalah-masalah moral yang kompleks.Etika bisnis
merupakan etika khusus (terapan) yang pada awalnya berkembang di Amerika
Serikat.Sebagai cabang filsafat terapan, etika bisnis menyoroti segi-segi moral perilaku
manusia dan peraturan-peraturan yang mempunyai profesi di bidang bisnis dan
manajemen.Oleh karena itu, etika bisnis dapat dilihat sebagai usaha untuk merumuskan
dan menerapkan prinsip-prinsip etika dibidang hubungan ekonomi antar manusia. Secara
terperinci, Richard T.de George menyebut bahwa etika bisnis menyangkut empat
kegiatan sebagai berikut:
1. Penerapan prinsip-prinsip umum dalam praktik bisnis. Berdasarkan prinsi-prinsip
etika bisnis itu kita dapat menyoroti dan menilai apakah suatu keputusan atau
tindakan yang diambil dalam dunia bisnis secara moral dapat dibenarkan atau tidak.
7. Dengan demikian etik bisnis membantu pra pelaku bisnis untuk mencari cara guna
mencegah tindakan yang dinilai tidak etis.
2. Etika bisnis tidak hanya menyangkut penerapan prinsip-prinsip etika pada dunia
bisnis, tetapi juga metematika. Dalam hubungan ini, etika bisnis mengkaji apakah
perilaku yang dinilai etis pada individu juga dapat berlaku pada organisasi atau
perusahaan bisnis. Selanjutnya etika bisnis menyoroti apakah perusahaan
mempunyai tanggung jawab sosial atau tidak.
3. Bidang telaah etika bisnis menyangkut pandangan – pandangan mengenai bisnis.
Dalam hal ini, etika bisnis mengkaji moralitas sistem ekonomi pada umumnya dan
sistem ekonomi publik pada khususnya, misalnya masalah keadilan sosial, hak milik,
dan persaingan.
4. Etika bisnis juga menyentuh bidang yang sangat makro, seperti operasi perusahaan
multinasional, jaringan konglomerat internasional, dan lain- lain.
Kendala – Kendala Dalam Pencapaian Tujuan Etika Bisnis
Pencapaian tujuan etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa
masalah dan kendala.Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
1. Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah
Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan
menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika
bisnis, seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang
kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan.
2. Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan
8. Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai
pribadi yang dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak
dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang
dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan
dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa
jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.
3. Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil
Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para
elit politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi
kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha
bisnisnya.Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk
memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
4. Lemahnya penegakan hukum
Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran
dan tetap memangku jabatannya di pemerintahan.Kondisi ini mempersulit upaya untuk
memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
5. Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik
bisnis dan manajemen.
Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya belum secara
khusus menangani penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan manajemen.
Peran Etika Bisnis
Adapun etika bisnis perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk
membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta
9. mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, dimana
diperlukan suatu landasan yang kokoh untuk mencapai itu semua. Dan biasanya dimulai
dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan
didukung oleh budaya perusahaan yang handal serta etika perusahaan yang dilaksanakan
secara konsisten dan konsekuen. Menurut Richard De George, bila perusahaan ingin
sukses/berhasil memerlukan 3 hal pokok yaitu :
1. Memiliki produk yang baik
2. Memiliki managemen yang baik
3. Memiliki Etika
Tiga aspek pokok dari bisnis yaitu : dari sudut pandang ekonomi, hukum dan etika.
1. Sudut pandang ekonomis
Bisnis adalah kegiatan ekonomis.Yang terjadi disini adalah adanya interaksi
antara produsen/perusahaan dengan pekerja, produsen dengan konsumen, produsen
dengan produsen dalam sebuah organisasi.Kegiatan antar manusia ini adalah bertujuan
untuk mencari untung oleh karena itu menjadi kegiatan ekonomis.Pencarian keuntungan
dalam bisnis tidak bersifat sepihak, tetapi dilakukan melalui interaksi yang melibatkan
berbagai pihak.Dari sudut pandang ekonomis, good business adalah bisnis yang bukan
saja menguntungkan, tetapi juga bisnis yang berkualitas etis.
2. Sudut pandang etika
Dalam bisnis, berorientasi pada profit, adalah sangat wajar, akan tetapi jangan
keuntungan yang diperoleh tersebut justru merugikan pihak lain. Tidak semua yang bisa
kita lakukan boleh1 dilakukan juga. Kita harus menghormati kepentingan dan hak orang
lain. Pantas diperhatikan, bahwa dengan itu kita sendiri tidak dirugikan, karena
menghormati kepentingan dan hak orang lain itu juga perlu dilakukan demi kepentingan
bisnis kita sendiri.
10. 3. Sudut pandang Hukum
Bisa dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terikat dengan “Hukum” Hukum
Dagang atau Hukum Bisnis, yang merupakan cabang penting dari ilmu hukum
modern.Dan dalam praktek hukum banyak masalah timbul dalam hubungan bisnis, pada
taraf nasional maupun international. Seperti etika, hukum juga merupakan sudut pandang
normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari
segi norma, hukum lebih jelas dan pasti daripada etika, karena peraturan hukum
dituliskan hitam atas putih dan ada sanksi tertentu bila terjadi pelanggaran. Bahkan pada
zaman kekaisaran Roma, ada pepatah terkenal : “Quid leges sine moribus” yang artinya :
“apa artinya undang-undang kalau tidak disertai moralitas “.
Faktor-Faktor Pebisnis Melakukan Pelanggaran Etika Bisnis
Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pebisnis dilatarbelakangi oleh berbagai
hal.Salah satu hal tersebut adalah untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya,
tanpa memikirkan dampak buruk yang terjadi selanjutnya. Faktor lain yang membuat
pebisnis melakukan pelanggaran antara lain:
1. Banyaknya kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik
2. Mengejar Keuntungan dan Kepentingan Pribadi (Personal Gain and Selfish Interest)
3. Ingin menambah mangsa pasar
4. Ingin menguasai pasar
5. Pertentangan antara Nilai-Nilai Perusahaan dengan Perorangan (Business Goals
versus Personal Values)
Dari factor-faktor tersebut, faktor pertama adalah faktor yang memiliki pengaruh
paling kuat. Untuk mempertahankan produk perusahaan tetap menjadi yang utama,
dibuatlah iklan dengan sindiran-sindiran pada produk lain. Iklan dibuat hanya untuk
mengunggulkann produk sendiri, tanpa ada keunggulan dari produk tersebut. Iklan hanya
bertujuan untuk menjelek-jelekkan produk iklan lain.
11. Cara Mengatasi Perusahaan Yang Tidak Menerapkan Etika didalam Bisnisnya
Dalam etika bisnis apabila perilaku mencegah pihak lain menderita kerugian
dipandang sebagai perilaku yang etis, maka perusahaan yang menarik kembali produknya
yang memiliki cacat produksi dan dapat membahayakan keselamatan konsumen, dapat
dipandang sebagai perusahaan yang melakukan perilaku etis dan bermoral.
Pada dasarnya kegiatan bisnis tidaklah hanya bertujun untuk memperoleh
keuntungan sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara melainkan perlu
adanya perilaku etis yang diterapkan oleh semua perusahaan. Etika yang diterapkan oleh
sebuah perusahaan bukanlah salah satu penghambat perusahaan untuk dapat berkompetisi
dengan para pesaingnya melainkan untuk dipandang oleh masyarakat bahwa perusahaan
yang menerapkan etika didalam perusahaan bisnis adalah sebagai perusahaan yang
memiliki perilaku etis dan bermoral. Setidaknya terdapat tujuh alasan yang mendorong
perusahaan untuk menjalankan bisnisnya secara etis yang akan dirangkum sebagai
berikut:
1. Meningkatnya harapan publik agar perusahaan menjalankan bisnisnya secara etis.
Perusahaan yang tidak berhasil dalam menjalankan bisnisnya secara etis akan
mengalami sorotan, kritik, bahkan hukuman. Sebagai contoh, Kongres Amerika
Serikat memberlakukan Public Company Accounting Reform and Investor
Protection Act, atau yang dikenal dengan Sarbane-Oxley (Baron, 2006), setelah
Kongres menemukan berbagai kelemahan tata kelola perusahaan yang terjadi di
Enron dan Worldcom. Manipulasi keuangan yang dilakukan oleh Enron, tidak
terlepas dari peran oknum-oknum Arthur Andersen yang bersama-sama dengan CEO
Perusahaan Enron secara sengaja menyembunyikan fakta-fakta keuangan. Belajar
dari kasus ini, kongres menerapkan Sarbanes Oxley Act di mana undang-undang
baru ini menutupi berbagai celah hukum, misalnya dengan melarang akuntan publik
yang sedang mengaudit perusahaan melaksanakan kegiatan konsultasi bagi
perusahaan yang sama. Undang-undang juga menetapkan berdirinya sebuah lembaga
12. independen yang diberi nama Public Company Accounting Oversight Board yang
mengawasi kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan akuntan.
2. Penerapan etika bisnis mencegah agar perusahaan tidak melakukan berbagai
tindakan yang membahayakan stakeholders lainnya. Sebagai contoh, Pengelolaan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah secara tidak profesional yang dilakukan
oleh PD Kebersihan Kota Bandung di wilayah Leuwi Gajah Kabupaten Bandung
telah mengakibatkan bencana longsornya sampah dengan volume sekitar 20juta
meter kubik yang menimpa perumahan penduduk di sekitarnya sehingga 112 orang
meninggal dunia dan kerugian material masyarakat sekitar tempat pembuangan
sampah diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.
3. Penerapan etika bisnis di perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
Sebagai contoh, sebuah studi yang dilakukan DePaul University menunjukkan bahwa
“terdapat hubungan statistik yang signifikan antara pengendalian perusahaan yang
menekankan pada penerapan etika dan perilaku bertanggung jawab di satu sisi
dengan kinerja keuangan yang baik di sisi lain”. Dalam kasus lain, penerapan etika
bisnis di perusahaan terhadap para manajer dan karyawan perusahaan berupa
larangan minum alkohol bagi para pegawai, telah menurunkan biaya kesehatan dan
meningkatkan produktivitas kerja.
4. Penerapan etika bisnis seperti kejujuran, menepati janji, dan menolak suap dapat
meningkatkan kualitas hubungan bisnis di antara dua pihak yang melakukan
hubungan bisnis. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kepercayaan di antara pihak-
pihak yang terlibat hubungan bisnis terhadap pihak lainnya. Sebaliknya apabila salah
satu pihak tidak dapat dipercaya, maka pihak yang tidak dapat dipercaya ini akan
diabaikan oleh mitra bisnisnya bahkan oleh komunitas bisnis secara umum.
5. Penerapan etika bisnis agar perusahaan terhindar dari penyalahgunaan yang
dilakukan karyawan maupun kompetitor yang bertindak tidak etis. Sebagai contoh,
kejahatan pencurian uang perusahaan yang dilakukan pemilik dan pimpinan
13. perusahaan merupakan faktor penyebab utama kebangkrutan perusahaan dibanding
faktor-faktor lainnya. Demikian pula kegiatan damping yang dilakukan pesaing luar
negeri merupakan perilaku tidak etis yang dapat merugikan perusahaan domestik.
6. Penerapan etika bisnis perusahaan secara baik di dalam suatu perusahaan dapat
menghindarkan terjadinya pelanggaran hak-hak pekerja oleh pemberi kerja.
Contohnya, perusahaan dianggap bertindak tidak etis apabila di dalam perusahaan
terjadi diskriminasi besaran gaji yang diakibatkan oleh diskriminasi rasial.
Perusahaan juga dianggap berlaku tidak etis apabila perusahaan tidak memberikan
kesempatan kemajuan karier yang sama kepada tenaga kerja yang ada di perusahaan
hanya karena terdapat perbedaan ras antara pekerja yang satu dengan pekerja
lainnya.
7. Perusahaan perlu menerapkan etika bisnis dalam menjalankan usahanya, untuk
mencegah agar perusahaan (yang diwakili para pimpinannya) tidak memperoleh
sanksi hukum karena telah menjalankan bisnis secara tidak etis. Beberapa alasan
diatas dapat mewakilkan banyak perusahaan yang masih menerapkan etika didalam
perusahaan bisnisnya karena selain menjadikan perusahaan tersebut menjadi
perusahaan yang etis dan bermoral alasan lainnya adalah agar perusahaan tidak
menelan kerugian dan mendapatkan pelanggaran-pelanggaran karena tidak
menjalankan bisnis secara etis dan melanggar hak-hak pekerja oleh pemberi pekerja.
Sehingga alasan-alasan tersebut dapat memberikan informasi yang bermanfaat
kepada perusahaan-perusahaan bisnis lainnya yang belum menerapkan etika didalam
perusahaan bisnisnya.
Sanksi Pelanggaran yang Akan Diterima Jika Perusahaan Tidak Menerapkan Etika
Didalam Bisnisnya
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk
meraih keuntungan, yang sebagaimana terdapat dalam Pasal 22 yang berbunyi “Pelaku
usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan
14. pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak
sehat”. Pasal ini menjelaskan tentang Tender adalah tawaran mengajukan harga untuk
memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau untuk menyediakan
jasa. Dan unsur dari bersekongkol itu sendiri adalah kerjasama antara dua pihak atau
lebih, secara terang-terangan maupun diam-diam melakukan tindakan penyesuaian
dokumen dengan peserta lainnya, membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan,
menciptakan persaingan semu, menyetujui dan atau memfasilitasi terjadinya
persekongkolan, tidak menolak melakukan suatu tindakan meskipun mengetahui atau
sepatutnya mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk mengatur dalam rangka
memenangkan peserta tender tertentu, pemberian kesempatan eksklusif oleh
penyelenggara tender atau pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung kepada
pelaku usaha yang mengikuti tender, dengan cara melawan hukum.
Hal diatas adalah pelanggaran yang akan diterima kepada perusahaan yang tidak
menerapkan etika didalam bisnisnya karena memiliki unsur kecurangan. Hal lain yang
menjadikan pelanggaran terhadap perusahaan yang tidak menerapkan etika didalam
bisnisnya adalah pegawai perusahaan yang melakukan pelanggaran Pedoman Etika
Bisnis dan Etika Kerja (Code of Conduct) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pengenaan sanksi atas bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh Komisaris dan
Direksi, berpedoman pada anggaran dasar perusahaan dan keputusan RUPS.Sedangkan
pengenaan sanksi terhadap pegawai perusahaan dilakukan sesuai dengan kesepakatan
dalam Peraturan Disiplin Pegawai (PDP) maupun aturan kepegawaian yang
berlaku.Pelaporan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai tanpa
disertai dengan bukti-bukti pelanggaran dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Dari contoh pelanggaran diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa
yang menjadikan perusahaan untuk menerapkan etika di dalam bisnisnya bukanlah dari
perusahaan itu sendiri melainkan adanya kejujuran dari para pegawai yang bekerja di
perusahaan tersebut sehingga dapat menciptakan suasana kerja yang damai serta
menjadikan perusahaan tersebut menjadi perusahaan yang menerapkan etika didalam
bisnisnya.
15. Etika Bisnis di Indonesia
Di Indonesia, etika bisnis merupakan sesuatu yang lama tetapi sekaligus baru.
Sebagai sesuatu yang bukan baru, etika bisnis eksis bersamaan dengan hadirnya bisnis
dalam masyarakat Indonesia, artinya usia etika bisnis sama dengan usia bisnis yang
dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Dalam memproduksi sesuatu kemudian
memasarkannya, masyarakat Indonesia tempo dulu juga telah berpatok pada
pertimbangan-pertimbangan untung dan rugi.Namun dengan ciri khas masyarakat
Indonesia yang cinta damai, maka masyarakat Indonesia termotivasi untuk menghindari
konflik-konflik kepentingan termasuk dalam dunia bisnis.
Secara normatif, etika bisnis di Indonesia baru mulai diberi tempat khusus
semenjak diberlakukannya UUD 1945, khususnya pasal 33.Satu hal yang relevan dari
pasal 33 UUD 45 ini adalah pesan moral dan amanat etis bahwa pembangunan ekonomi
negara RI semata-mata demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia yang merupakan
subyek atau pemilik negeri ini. Jadi pembangunan ekonomi Indonesia sama sekali tidak
diperuntukkan bagi segelintir orang untuk memperkaya diri atau untuk kelompok orang
tertentu saja yang kebetulan tengah berposisi strategis melainkan demi seluruh rakyat
Indonesia. Dua hal penting yang menjadi hambatan bagi perkembangan etika bisnis di
Indonesia adalah budaya masyarakat Indonesia dan kondisi sosial-politik di Indonesia.
Privilege (hak istimewa)
Privilege (hak istimewa), merupakan hak yang memberi jaminan, walaupun
bukan merupakan hak kebendaan tetapi ditempatkan dalam buku II KUHPerdata.
16. Pasal 1134 KUHPerdata, merumuskan pengertian privilege sebagai berikut:
1) Hak istimewa adalah suatu hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang
kreditor yang menyebabkan ia bekedudukan lebih tinggi daripada yang lainnya, semata-
mata berdasarkan sifat piutang itu.
2) Gadai dan hipotik lebih tinggi dari hak istimewa, kecuali dalam hal undang-undang
dengan tegas menentukan sebaliknya.
Menurut pasal 1138 KUHPerdata, ada 2 (dua) macam privilege, yaitu:
1. Privilege khusus (Pasal 1139 KUHPerdata)
2. Privilege umum (Pasal 1149 KUHPerdata)
Menurut Pasal 1139 KUHPerdata, privilege khusus ada 9 (sembilan) macam, yaitu: 1)
Biaya perkara;
2) tunggakan uang sewa tanah atau bangunan, dan biaya untuk memperbaikinya yang
menurut undang-undang dipikul oleh si penyewa;
3) Harga pembelian barang bergerak yang belum dibayar;
4) Biaya menyelamatkan barang, biaya ini dikeluarkan untuk menjaga jangan sampai
barang tertentu musnah;
5) Upah tukang yang mengerjakan sesuatu barang, seperti seorang penjahit, dan lain-lain.
Pengertian "tukang" di sini tidak hanya termasuk mereka yang secara nyata melakukan
pekerjaan itu, tetapi juga pengusaha yang memerintahkan pekerjaan tersebut kepasa
pelaksana;
17. 6) Piutang seorang pengusaha rumah penginapan, yang disebabkan oleh pemberian
penginapan dan makanan kepada seorang tamu yang menginap;
7) Upah angkutan;
8) Biaya/upah seorang tukang batu, tukang kayu, dan tukang-tukang lain yang
mendirikan, menambah atau memperbaiki bangunan-bangunan; dan
9) Piutang negara terhadap pegawai-pegawai yang merugikan pemerintah karena
kelalaian, kesalahan, atau pelanggaran dalam melaksanakan jabatannya. (Privilege ini
tidak menentukan urutannya)
Ketentuan Pasal 1139 KUHPerdata ini tidak berlaku terhadap kapal.Pasal 316a ayat (3)
KUHDagang menentukan privilege kapal laut lebih didahulukan daripada hipotek.
Menurut Pasal 1149 KUHPerdata, ada 7 (tujuh) macam privilege umum, yaitu:
1) Biaya perkara;
2) Biaya penguburan;
3) Biaya pengobatan terakhir dari debitor yang meninggal dunia (biaya ini meliputi biaya
dokter, pembelian obat dan perawatan rumah sakit);
4) Tagihan buruh atas upahnya untuk satu tahun dalam tahun kerja yang sedang berjalan;
5) Uang pembelian barang-barang makanan untuk hidup sehari-hari yang diperlukan si
berhutang dan keluarganya;
6) Tagihan sekolah asrama untuk satu tahun terakhir; dan
18. 7) Piutang seseorang yang belum dewasa atau seseorang yang berada di bawah
pengampuan terhadap seorang wali atau curator (Privilege ini menentukan urutannya,
yang lebih dahulu disebut didahulukan pembayarannya).
Dalam hubungan ini yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kalau debitor pailit,
utang mana yang harus dibayar lebih dahulu?
Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata menentukan: gadai dan hipotek lebih didahulukan
pembayarannya daripada privilege, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
Selanjutnya undang-undang menentukan lain dalam Pasal 1139 butir (1) dan Pasal 1149
butir (1), yaitu dalam hal pembayaran biaya perkaraq. Juga ketentuan Pasal 316a ayat (3)
KUHDagang menentukan privilege kapal laut lebih didahulukan daripada hipotek.
Antara privilege khusus dan privilege umum menurut pasal 1138 KUHPerdata yang lebih
didulukan pembayarannya adalah privilege khusus.
Antara biaya perkara dan pembayaran pajak, yang lebih didahulukan adalah pembayaran
pajak (Pasal 1137 KUHPerdata)
Setelah berlakunya UU No. 17/2008 Tentang Pelayaran, Pasal 66 ayat (1) menentukan
Pembayaran piutang pelayaran didahulukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65
diutamakan dari pembayaran piutang gadai, hipotek dan piutang-piutang terdaftar. Antara
lain menurut Pasal 65 ayat (2) butir a UU No. 17/2008 ditentukan: Piutang pelayaran
yang didahulukan adalah upah dan pembayaran lainnya kepada nahkoda, anak buah kapal
dan lain-lain.
Dalam bidang penerbangan penjelasan Pasal 81 UU No. 1/2009 Tentang Penerbangan,
menentukan antara lain: hak karyawan perusahaan angkutan udara atas gaji yang belum
19. dibayar yang timbul sejak dinyatakan cedera janji menurut perjanjian pembiayaan atau
sewa guna usaha atas objek pesawat udara merupakan "tagihan-tagihan tertentu" yang
memiliki prioritas.
Berdasarkan Putudan MK No.67/PUU-XI/2013 ditentukan upah buruh harus didahulukan
dalam kepailitan.
Hak dan Kewajiban Konsumen dan Produsen Hak dan Kewajiban Konsumen - Hak
Konsumen 1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa..
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan. 5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan konsumen, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
8. hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian jika barang dan/atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian dan tidak sebagaimana mestinya
- Kewajiban Konsumen
20. 1. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
2. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
3. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut
Hak dan Kewajiban Produsen
- Hak Produsen (pelaku usaha/wirausahawan)
1. hak menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan
nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
2. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik.
3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen
4. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
- Kewajiban produsen
1. Beritikad baik dalam kegiatan usahanya
21. 2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan, penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif 4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan Berdasarkan ketentuan standar mutu dan/atau jasa yang berlaku
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan
6. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
7. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian bila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian
Perbuatan yang dilarang bagi produsen Undang-undang no.8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen telah mengatur larangan kepada produsen dalam menjalankan
kegiatannya, sebagai berikut:
1. tidak memenuhi atau tidak sesuai standar yang disyaratkan dari ketentuan perundang-
undangan.
2. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih dan jumlah dalam hitungan sebagaimana
dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.
3. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut
ukuran yang sebenarnya.
22. 4. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana
dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.
5. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengelolaan, gaya, mode atau
penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut.
6. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau
promosi barang dan/atau jasa tersebut.
7. tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan yang paling
baik atas barang tertentu.
8. tidak mengikuti ketentuan produksi secara halal, sebagaimana dinyatakan halal yang
dicantumkan dalam label.
9. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang,
ukuran, berat bersih atau isi bersih, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, efek
samping, nama dan alamat produsen, serta keterangan lain untuk penggunaan yang
menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat
10. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa
Indonesia sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
11. memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa
memberikan informasi yang lengkap.
12. memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar, dan/atau tanpa memberikan informasi secara lengkap
23. PT Pertamina EP adalah perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan usaha di sektor
hulu bidang minyak dan gas bumi, meliputi eksplorasi dan eksploitasi. Di samping itu,
Pertamina EP juga melaksanakan kegiatan usaha penunjang lain yang secara langsung
maupun tidak langsung mendukung bidang kegiatan usaha utama.
Saat ini tingkat produksi Pertamina EP adalah sekitar 100.000 barrel oil per day (BOPD)
untuk minyak dan sekitar 1.016 million standard cubic feet per day (MMSCFD) untuk
gas.
Wilayah Kerja (WK) Pertamina EP seluas 113,613.90 kilometer persegi merupakan
limpahan dari sebagian besar Wilayah Kuasa Pertambangan Migas PT PERTAMINA
24. (PERSERO). Pola pengelolaan usaha WK seluas itu dilakukan dengan cara dioperasikan
sendiri (own operation) dan kerja sama dalam bentuk kemitraan, yakni 4 proyek
pengembangan migas, 7 area unitisasi dan 39 area kontrak kerjasama kemitraan terdiri
dari 24 kontrak Technical Assistant Contract (TAC), 15 kontrak Kerja Sama Operasi
(KSO). Jika dilihat dari rentang geografinya, Pertamina EP beroperasi hampir di seluruh
wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.
WK Pertamina EP terbagi ke dalam Lima asset. Operasi kelima asset terbagi ke dalam 21
Field, yakni
Asset 1 : Rantau Field, Pangkalan Susu Field, Lirik Field, Jambi Field, dan Ramba Field
Asset 2 : Prabumulih Field, Pendopo Field, Limau Field dan Adera Field
Asset 3 : Subang Field, Jatibarang Field dan Tambun Field
Asset 4 : Cepu Field, Poleng Field dan Matindok Field
Asset 5 : Sangatta Field, Bunyu Field, Tanjung Field, Sangasanga Field, Tarakan Field
dan Papua Field
Di samping pengelolaan WK tersebut di atas, pola pengusahaan usaha yang lain adalah
dengan model pengelolaan melalui proyek-proyek, antara lain :
Pondok Makmur Development Project di Jawa Barat,
Paku Gajah Development Project di Sumatera Selatan,
Jawa Gas Development Project di Jawa Tengah,
Matindok Gas Development Project di Sulawesi Tengah.
25. Pertamina EP memiliki Etika Kerja & Bisnis (ECBC) yang berisi tujuh aspek aturan
perilaku yang dinyatakan dalam definisi, batasan, dan perilaku yang harus dilakukan
(DO) dan tidak boleh dilakukan (DON’T).
ECBC berlaku untuk manajemen dan pekerjadari seluruh organisasi Pertamina EP tanpa
pengecualian, termasuk Dewan Komisaris dan Direksi.Hal ini diperkuat dengan
penandatanganan Lembar Pernyataan ECBC & Pakta Integritas. Untuk memastikan
penerapan dan penegakan aspekaspekyang tercantum dalam ECBC, Pertamina
melakukan upaya-upaya:
Sosialisasi e-learning PKB dan pemberian induction kepada pekerja baru
1. Pernyataan PKB (code of conduct) dan tidak berbenturan kepentingan (conflict of
interest) oleh seluruh pekerja.
2. Kewajiban pelaporan gratifikasi oleh seluruh pekerja yang dilakukan setiap bulan
Penerapan dan penegakan ECBC tersebut mencerminkan nilai-nilai unggulan yang
menjadi budaya Perusahaan dan identitas nilai keunggulan perusahaan yang bersih,
kompetitif, percaya diri, fokus kepada pelanggan, komersial, dan berkemampuan.
Budaya perusahaan dan nilai keunggulan mendukung pencapaian visi dan misi
Pertamina EP
Aspek Etika Bisnis
1. Kesetaraan & Profesionalisme
Proses menuju Pertamina EP World Class dibangun melalui pengembangan pekerja yang
professional berlandaskan tata nilai, berintegritas, berwawasan luas dan saling
menghargai serta didukung oleh lingkungan kerja yang kondusif.
26. PEP akan memastikan bahwa keputusan mengenai ketenagakerjaan didasarkan pada
kompetensi, kinerja dan faktor-faktor terkait. PEP menciptakan lingkungan kerja yang
kondusif dengan memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh pekerja dan calon
pekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk mengembangkan kemampuan dan
talentanya.
PEP akan memastikan bahwa keputusan mengenai ketenagakerjaan didasarkan pada
kompetensi, kinerja dan faktor-faktor terkait. PEP berkomitmen untuk menciptakan dan
mematuhi ketentuanketentuan yang meliputi semua aspek ketenagakerjaan
2. Integritas Bisnis
Pertamina EP menjalankan seluruh kegiatan bisnisnya secara transparan, wajar, dapat
dipertanggungjawabkan dan bersikap independen.
Benturan kepentingan merupakan penyalahgunaan kewenangan seorang pekerja yang
dapat mempengaruhi obyektivitas pelaksanaan tugasnya.Benturan kepentingan terjadi
ketika pekerja mengutamakan kepentingan pribadi atau keluarga di atas kepentingan
bisnis perusahaan.
Pekerja harus menghindari situasi yang dapat menimbulkan konflik antara kepentingan
pribadi dengan kepentingan perusahaan, namun demikian perusahaan menghargai hak
pekerja untuk mengelola kepentingan, investasi pribadi dan tidak ingin turut campur di
dalamnya selama tidak mengganggu tanggung jawabnya sebagai pekerja dan
dilaksanakan di luar jam kerja serta tidak berbenturan dengan kepentingan bisnis
perusahaan.
Pemberian atau penerimaan cinderamata dan keramahtamahan hanya dapat dilakukan
atas nama perusahaan dalam bentuk cinderamata, jamuan makan serta acara khusus
dengan batasan dan otorisasi yang ditetapkan oleh Direksi.
27. Secara umum PEP menyadari bahwa memberi atau menerima cinderamata dan
keramahtamahan dapat menimbulkan terjadinya benturan kepentingan serta menurunnya
kepercayaan atas integritas perusahaan. Namun demikian untuk tujuan membangun
hubungan baik serta memberikan nilai tambah terhadap citra perusahaan, pemberian atau
penerimaan cinderamata dan keramahtamahan dapat dilakukan dalam bentuk cinderamata
dan jamuan makan, jika:
Tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang berlaku
Dilakukan atas nama perusahaan
Tidak mempengaruhi prosespengambilan keputusan bisnis.
Nilainya sesuai dengan ketentuan perusahaan.
Dilaporkan kepada pimpinan fungsi masing-masing dalam kurun waktu 10 hari kerja.
Secara periodik Direksi menetapkan batasan, otorisasi serta kebijakan pengendalian
terkait pelaporan pemberian atau penerimaan cinderamata dan keramahtamahan
Korupsi merupakan perbuatan secara melawan hukum dengan maksud memperkaya diri
sendiri/orang lain (perseorangan atau korporasi) yang dapat merugikan
keuangan/perekonomian negara. Delik korupsi berupa penyuapan, penggelapan,
pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan dan gratifikasi.
Dalam melakukan transaksi finansial dengan pihak pemerintahan atau pihak lain di luar
perusahaan, pekerja PEP dilarang menawarkan, memberi dan/atau menerima sesuatu
yang berharga untuk tujuan memperoleh manfaat atau perlakuan istimewada ri pihak-
pihak tersebut. Kebijakan mengenai korupsi ini berlaku untuk pekerja, mitra kerja, mitra
usaha dan konsumen.
3. Pengamanan Data dan Informasi
28. Pertamina EP mengelola dan menjaga kerahasiaan data dan informasi bisnis dengan baik
serta memanfaatkannya secara optimal hanya untuk kepentingan Perusahaan.
Seluruh pekerja wajib menjaga kerahasiaan data dan informasi yang bersifat rahasia yang
terkait dengan kegiatan bisnis perusahaan sesuai dengan ketentuan dan peraturan
perundangan yang berlaku, kecuali pengungkapan data dan informasi setelah
mendapatkan ijin dari pihak yang berwenang.
Pekerja harus selalu memperhatikan dalam menciptakan, melindungi dan
mengeksploitasi kekayaan intelektual perusahaan dan menghindari pelanggaran terhadap
kekayaan intelektual orang lain.
Kekayaan intelektual merupakan kekayaan tidak berwujud yang merupakan hasil dari
kreativitas seperti hak paten, hak cipta dan merk dagang.Pekerja harus mentaati peraturan
perundang-undangan yang mengatur hak kepemilikan kekayaan intelektual. Hak
kekayaan intelektual adalah aset yang berharga dan harus dilindungi serta hak kekayaan
intelektual orang lain harus dihargai. Pekerja harus selalu memperhatikan dalam
menciptakan, melindungi dan mengeksploitasi kekayaan
Record Management adalah sistem dokumentasi yang meliputi pencatatan, penyimpanan
dan pencarian terhadap semua dokumen hasil kegiatan bisnis.Perusahaan harus
mengelola dokumen secara tertib dan aman sesuai dengan siklusnya sehingga
memudahkan penelusurannya pada saat diperlukan.
4.Politik
Pertamina EP dikelola secara profesional dan tidak terkait dengan kegiatan politik. PEP
bersikap netral terhadap aktivitas politik dan memberi kesempatan kepada setiap pekerja
untuk menyalurkan aspirasi politiknya, namun apabila pekerja memutuskan untuk
29. berpartisipasi dalam kegiatan politik maka harus mematuhi ketentuan dan peraturan
perundangan yang berlaku.
5.Finansial, Kinerja & Perlindungan Aset
Pertamina EP mencatat dan melaporkan transaksi bisnis secara akurat, lengkap, dapat
dipertanggungjawabkan dan dipercaya serta mengelola dan melindungi aset perusahaan
dalam rangka menjamin kelangsungan usahanya.Seluruh transaksi bisnis perusahaan
harus direfleksikan dalam laporan keuangan perusahaan secara akurat dan wajar.
Seluruh transaksi bisnis perusahaan harus direfleksikan dalam laporan keuangan
perusahaan secara akurat dan wajar.Penyajian laporan keuangan tersebut harus mengikuti
standar akuntansi keuangan dan prinsip-prinsip pelaporan keuangan yang lazim berlaku.
Tanggung jawab pencatatan transaksi secara jujur dan akurat melekat pada seluruh
pekerja PEP yang terkait dalam pelaksanaan pencatatan transaksi, sebagai contoh:
expense report, timesheets, job logs, dan activity reports. Efektivitas pengendalian
internal merupakan critical success factor untuk menyajikan laporan keuangan yang
tepat, wajar dan akurat, mencegah terjadinya pemborosan dan kecurangan terhadap
penggunaan dana dan asset perusahaan serta mengendalikan pelaksanaan strategi bisnis
dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan.
Strategi bisnis perusahaan dijabarkan dan diterapkan dalam indikator kinerja kunci yang
relevan, tepat, wajar dan komprehensif. Setiap pekerja wajib mematuhi sistem
pengendalian internal dan bertanggung jawab terhadap pencapaian sasaran kinerja
Aset perusahaan merupakan asset berharga yang dikelola dan/atau dikuasai oleh
perusahaan baik berupa aset fisik maupun nonfisik yang digunakan hanya untuk
30. kepentingan bisnis dan tujuan perusahaan. Oleh karena itu, asset perusahaan harus dijaga
dan dikelola dengan baik untuk mempertahankan manfaatnya
6.Kepedulian Terhadap Komunitas
Pertamina EP selalu mengutamakan aspek keselamatan, kesehatan kerja dan
lingkungan.Sistem manajemen dan teknologi HSE selalu diterapkan dalam setiap
kegiatan operasi PEP sesuai standar nasional dan internasional. PEP berkomitmen untuk
mencapai yang terbaik dalam semua kegiatan bisnisnya termasuk kinerja HSE. PEP
selalu mengutamakan aspek keselamatan, kesehatan kerja danlingkungan dengan
berupaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran,
peledakan/blow out, pencemaran/perusakan lingkungan.
PEP berperan serta dalam meningkatkan kualitas kehidupan & lingkungan yang
bermanfaat, baik bagi perusahaan, komunitas setempat maupun masyarakat pada
umumnya. PEP mempunyai kepedulian untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan
perusahaan, social dan lingkungan dalam menjalankan kegiatan usahanya sesuai
ketentuan yang berlaku.
7.Persaingan Usaha
Pertamina EP menyadari pentingnya kegiatan rantai suplai secara efektif, efisien,
kompetitif, transparan, adil, bertanggung jawab, mendukung dan menumbuhkembangkan
kemampuan nasional serta berwawasan lingkungan.
4.3 Mekanisme Pelaporan Atas Dugaan Pelanggaran Etika Bisnis
Semua pekerja memiliki hak dan kewajiban untuk melapor apabila ada dugaan
pelanggaran terhadap EKB, baik yang dilakukan oleh sesama pekerja atau pihak-pihak
31. yang terkait, secara sengaja atau tidak sengaja, yang dapat mempengaruhi reputasi
perusahaan.Hak pelaporan ini harus dipergunakan secara bertanggung jawab dan
dilakukan hanya apabila diyakini terjadi pelanggaran, bukan pelaporan yang bertujuan
untuk menjatuhkan seseorang.
Pelaporan terhadap pelanggaran EKB bisa dilakukan melalui surat atau email kepada
atasan langsung, Pengawas Etika dan/ atau Komite Etika &GCG Setiap pelaporan yang
masuk akan diperhatikan secara serius dan akan ditindak lanjuti. Kerahasiaan pelapor
akan dilindungi. Jika terbukti terjadi pelanggaran terhadap EKB, sanksi akan diberikan
sesuai ketentuan yang berlaku.
Atasan langsung harus menanggapi laporan pelanggaran yang masuk secara serius dan
melaksanakan tindak lanjut serta melaporkannya kepada Pengawas Etika dan/ atau
Komite Etika dan GCG.
Jika atasan langsung terlibat dalam dugaan pelanggaran atau tidak menanggapi pelaporan
yang diberikan, pekerja dapat melaporkan kepada Pengawas Etika dan/atau Komite Etika
& GCG.Perusahaan tidak memberi toleransi terhadap segala macam bentuk intimidasi
yang terkait dengan pelaporan yang benar.Pertanyaan, isu, masukan, saran dan pelaporan
dapat dilakukan melalui email dengan alamat pep-etika@pertamina.com atau contact
PEP melalui website.
Khusus terkait cinderamata dan keramahtamahan baik pemberian maupun penerimaan,
berlaku ketentuan pelaporan bagi seluruh pekerja sesuai ketentuan perusahaan yang
ditetapkan oleh Direksi secara periodik.
CSR PT. Pertamina EP
Pengembangan Masyarakat Merupakan salah satu wujud tanggung jawab perusahaan
untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dari berbagai aspek.Sebagai wujud
32. implementasinya, Perusahaan secara sadar berinisiatif untuk mengajak masyarakat aktif
bersama menemukan solusi guna meningkatkan kondisi ekonomi, sosial, lingkungan, dan
budaya.Di kalangan Kontraktor Kontrak Kerja Sama, Program Pengembangan
Masyarakat merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh Kontraktor KKS sebagai bentuk
tanggung jawab sosial dan implementasi dari komitmen perencanaan pengelolaan
lingkungan hidup.Program ini dilaksanakan melalui kegiatan bidang lingkungan,
pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan infrastruktur (fasilitas sosial/fasilitas umum).
Pendidikan Sejumlah kegiatan pengembangan masyarakat dilakukan di sejumlah daerah
operasi. Kegiatan tersebut antara lain adalah melaksanakan sejumlah kegiatan
peningkatan kualitas dan keamanan pendidikan dengan memfasilitasi perbaikan sarana
belajar mengajar antara lain seperti gedung, material bangunan sekolah, pagar sekolah,
komputer, dan lain sebagainya. Sebagai upaya mendukung kelancaran pelaksanan
pendidikan para siswa, Perusahaan juga menyalurkan bantuan beasiswa yang merupakan
bagian dari program Cerdas Bersama Pertamina. Kegiatan ini dilaksanakan di sejumlah
wilayah operasi mulai dari Sumatera hingga Kawasan Timur Indonesia. Program
pemberian beasiswa ini merupakan bagian dari program besar CSR Pertamina yang
diberikan kepada para siswa yang berada di sekitar daerah operasi perusahaan
Pengembangan Potensi Indonesia memiliki potensi sumber daya manusia yang cukup
banyak.Namun demikian, pada kenyataannya kuantitas tersebut tidak didukung dengan
kualitas yang sesuai dengan kebutuhan industri.Oleh karenanya banyak sumber daya
manusia yang tidak mendapatkan pekerjaan yang baik.Melihat kondisi ini, Perusahaan
memetakan kebutuhan peningkatan kualitas SDM potensial di sekitar daerah operasi
menjadi sebuah kebutuhan yang dapat dikembangkan. Hal ini pada akhirnya akan
membukakan peluang kerja dan meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat.
Kebutuhan masyarakat mendapat respon proaktif dari perusahaan berupa
penyelenggaraan pelatihan yang dilaksanakan bersama dengan pemangku kepentingan
33. yang memiliki kompetensi seperti lembaga pendidikan.Dengan program ini diharapkan
dapat menjawab kebutuhan masyarakat dan memberikan dampak langsung serta tepat
sasaran.Setelah melalui masa pelatihan, para peserta diharapkan memiliki kemampuan
yang mumpuni dan rasa percaya diri sebagai generasi muda yang mandiri.
Keterlibatan Pemangku Kepentingan Pertamina EP menyadari bahwa pemangku
kepentingan memegang peran penting dalam mendukung keberlanjutan
perusahaan.Untuk mengelola hubungan dengan para pemangku kepentingan, perusahaan
mengacu pada prinsip tata kelola yang telah ditetapkan.
Pengelolaan hubungan dengan pemangku kepentingan diarahkan pada kepentingan bisnis
perusahaan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan, keselamatan dan
kesehatan kerja, dan lingkungan serta memperhatikan skala prioritas dan saling
menghargai sehingga tercapai keseimbangan dan keharmonisan antara:
1. Dimensi bisnis yang berorientasi pada penciptaan nilai (value creation) dan kepuasan
pelanggan
2. Dimensi sosial yang menyangkut aspek etika usaha dan tanggung jawab sosial
perusahaan, kondisi kesehatan dan keselamatan serta kesejahteraan pekerja dan aspek
sosial kemasyarakatan
3. Dimensi lingkungan yang mengarahkan perusahaan untuk memperhatikan aspek
kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup di sekitar unit operasi/lapangan
usaha
4. Pengelolaan pemangku kepentingan didasarkan prinsip-prinsip GCG, yaitu
transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, kemandirian, dan kewajaran.
Perusahaan menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak pemangku kepentingan,
antara lain melalui pemberian informasi yang relevan dan penting secara transparan,
akurat dan tepat waktu dan melalui mekanisme komunikasi yang sehat dan beretika.
Untuk kepentingan komunikasi dengan pemangku kepentingan, perusahaan memiliki
34. perangkat penghubung yakni fungsi Legal & Relations yang menjalai peran Sekretaris
Perseroan atau fungsi Humas untuk unit operasi atau pejabat lain yang ditunjuk
berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Pertamina EP juga memiliki mekanisme untuk menampung dan menindaklanjut saran
dan keluhan dari pemangku kepentingan. Hal ini antara lain dapat disampaikan melalui
fasilitas “Hubungi Kami” di situs jejaring http://www.pertamina-ep.com. Jika saran dan
keluhan yang disampaikan memiliki relevansi dengan persoalan etika, maka dapat
disampaikan secara khusus melalui email komite etika yaitu pep-etika@pertamina.com.
Dalam pencapaian tujuan bersama demi menjaga keselarasan antara perusahaan dengan
pemangku kepentingan, Pertamina EP menciptakan kondisi yang memungkinkan
pemangku kepentingan berpartisipasi dalam mentaati peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Tanggung Jawab Terhadap Tenaga Kerja
1. Tenaga Kerja
Risiko kecelakaan kerja merupakan salah satu risiko yang menjadi perhatian utama bagi
PT Pertamina EP.Sebagai wujud tanggung jawab terhadap tenaga kerja, PT Pertamina EP
senantiasa menempatkan aspek kesehatan dan keselamatan kerja sebagai faktor yang
utama.Hal ini merupakan komitmen perusahaan untuk menjalankan kegiatan operasi
yang bertanggung jawab.
1. Keselamatan Kerja
Sesuai rencana strategis PT Pertamina EP untuk menjadi perusahaan minyak dan gas
berkelas dunia (World Class Company), fungsi HSE telah melakukan beberapa langkah
strategis untuk mendukung Operating Excellence di tahun 2014 dengan indikator:
35. 1. Tanpa Kecelakaan (Zero Accident)
2. Ramah Lingkungan (Zero Discharge, Zero Flaring dan Konservasi Energi)
3. Tanpa Gangguan Operasi
4. Tanpa Penyakit Akibat Kerja
Perusahaan sangat memahami bahwa faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi
keberlangsungan usaha perusahaan. Oleh karena itu, transformasi Pertamina EP juga
bertujuan untuk menjadikan kesehatan, keselamatan dan lindungan lingkungan (Health,
Safety &Environtment – HSE) sebagai budaya perusahaan melalui program HSE
Excelence yang dimulai dengan HSE Short Term Program.
Tim HSE Short Term Program yang dibentuk melalui SP Presiden Direktur nomor
158/EP000/2011-S0 bertugas untuk melaksanakan tujuan tersebut melalui implementasi
program PEKA (Pengamatan Keselamatan Kerja), SIKA (Surat Ijin Kerja Aman), HSE
Passport, dan komite HSE.
1. PEKA (Pengamatan Keselamatan Kerja)
Sistem PEKA telah dikembangkan sebelumnya di region Jawa dengan nama RED CARD
yang kemudian secara nasional diganti menjadi PEKA sekaligus menyesuaikan dengan
PT. Pertamina (Persero). Sistem ini berjalan secara online dan offline (PEKA Box).
1. SIKA – HSE Passport – Komite HSE
SIKA (Surat Ijin Kerja Aman) sudah diimplementasikan hampir di sebagian besar
lapangan PT Pertamina EP namun beberapa belum dipahami dengan baik dan dilakukan
sesuai prosedur.
1. Sistem Manajemen HSE Kontraktor
36. Aspek Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Lindungan Lingkungan yang menjadi
perhatian tidak hanya pada sisi PT Pertamina EP saja. Perusahaan juga memperhatikan
keutamaan aspek tersebut dari sisi para penyedia barang dan jasa yang terlibat dalam
mata rantai pasokan kegiatan operasi perusahaan.PT Pertamina EP mengharuskan setiap
PBJ melakukan pengelolaan aspek K3LL dalam pelaksanaan pekerjaannya dengan
baik.Perusahaan telah mengimplementasikan Sistem Manajemen HSE Kontraktor dengan
dasar Pedoman Sistem Manajemen HSE Kontraktor No.A003/EP5000/2009-S0.
1. Kesehatan Kerja
Untuk mewujudkan kesehatan kerja, Perusahaan melakukan upaya kesehatan pada proses
bisnis, melakukan pelatihan P3K tingkat mahir, melakukan simulasi tanggap darurat
medis, dan melakukan Workshop Kesehatan Kerja. Perusahaan juga melaksanakan
Surveylance MCU pekerja serta menurunkan risiko dan kerugian kesehatan pekerja
dalam rangka tetap menjaga dan membina kesehatan pekerja agar tetap sehat selama
bekerja dan setelah pensiun.
1. Layanan Kesehatan
Dalam aspek kesehatan, Perusahaan melakukan kerjasama dengan pusat kebugaran untuk
menyelenggarakan program preventif bagi pekerja yang memiliki risiko
kesehatan.Sedangkan untuk kebutuhan kesehatan pekerja dan keluarga, Perusahaan
menjalin kerjasama dengan 48 Rumah Sakit yang tersebar di wilayah operasi perusahaan.
1. Serikat Pekerja
Perusahaan berkomitmen untuk mendukung kebebasan pekerja untuk berserikat.Oleh
karena itu, perusahaan mengakui keberadaan Serikat Pekerja Pertamina EP yang dibentuk
oleh para pekerja yang keberadaannya terdaftar pada Suku Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Pemerintah Kota Administratif Jakarta Selatan No. 570/V/P/I/2009 tanggal
37. 22 Januari 2012.Serikat pekerja Pertamina EP memiliki visi untuk mewujudkan
harmonisasi hak dan kewajiban pekerja dan perusahaan dalam lingkup kesetaraan.
1. Perjanjian Kerja Bersama
Perusahaan bersama Serikat Pekerja menandatangani Perjanjian Kerja Bersama periode
2010-2012 pada 22 Desember 2010.Perjanjian tersebut diharapkan dapat memperbaiki
kesejahteraan pekerja serta lebih mempererat hubungan harmonis antara perusahaan
dengan Serikat Pekerja.PKB ditandatangani oleh Presiden Direktur dan Ketua Umum
Serikat Pekerja dan disaksikan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial
dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia.
Sumber :
http://www.muhamadfauzi.com/2017/03/privilege-hak-istimewa.html (diakses 6 nov 18)
Djaja S. meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan,
Bandung: Nuansa Aulia, 2015.
https://keuangan.kontan.co.id/news/3-masalah-dalam-perlindungan-konsumen-
keuangan(diakses 6 nov 18)