3. Anamnesa
Berisi:
• Identitas pasien : nama, usia, alamat, status per
nikahan, pekerjaan dsbnya.
• Keluhan Utama
• Riwayat Penyakit sekarang / kronologis penyaki
tnya
• Riwayat penyakit dahulu (RPD)
• Riwayat penyakit keluarga
• Riwayat alergi dan pengobatan
• Kebiasaan pasien
3
6. Tingkat Kesadaran Pasien dinilai
dari GCS
• Compos mentis : 15
• Somnolen atau letargis : 13-14
• Soporo komatous : 8-12
• Koma : 3-7
7. PEDIATRIC COMA SCALE
Nilai normal
• Lahir – 6 bulan: 9
• 6-12 bulan: 11
• 1-2 tahun: 12
• 2-5 tahun: 13
• >5 tahun: 14
8. PEMERIKSAAN KUALITATIF KE
SADARAN
• Normal/kompos mentis.
• Apatis: kurang perhatian
• Somnolen: mengantuk, kesadaran kembali bila
dirangsang
• Sopor: kantuk yang dalam, sadar bila rangsang
an kuat
• Koma – ringan: tidak respon dengan rangsang v
erbal/sentuh, ada gerakan bila diberikan rangsa
ng nyeri, reflek kornea (+)
• Koma: tidak ada respon dengan rangsanagan a
papun
9. PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR
Terdiri dari
• Pemeriksaan afasia : ajak pasien untuk bicara dan mengobrol, mi
nta pasien mengulang kalimat yang diucapkan.
• Pemeriksaan apraksia: minta pasien untuk meniup geretan yang
menyala
• Pemeriksaan agnosia: minta pasien untuk menyebutkan benda ya
ng ditunjuk, atau diminta memejamkan mata kemudian sentuh sal
ah satu jari pasien dan minta pasien menyebutkan jari yang baru
saja disentuh, minta pasien meraba benda dan menyebutkan kira
kira apa nama benda yang diraba
10. • Pemeriksaan memori
1. Memori segera/baru: minta pasien untuk mengulangi angka - angka
yang disebutkan pemeriksa,, dimulai dari 2 angka,, kemudian 3 angk
a, dan seterusnya.
2. Kemampuan mempelajari hal baru : Minta pasien menghafal 4 kata y
ang tidak berhubungan yang diucapkan pemeriksa (cokelat, jujur, ma
war,lengan). Selang 20 - 30 menit kemudian minta pasien mengulan
g 4 kata tadi.
3. Memori Visual : Minta pasien melihat pemeriksa menyembunyikan 5
benda kecil di sekitar pasien. Selang 5 menit kemudian pasien ditan
yai benda apa yang disembunyikan dan dimana lokasinya..
17. PEMERIKSAAN MOTORIK
• Pemeriksaan gerakan volunteer
• Pemeriksaan tonus otot
• Pemeriksaan kekuatan otot
• Beberapa abnormalitas pemeriksaan mot
oric
• Pemeriksaan gerakan involunteer
• Pemeriksaan fungsi koordinasi
18. Pemeriksaan Gerakan Volunter
• Meminta pasien untuk bergerak sesuai dengan
permintaan pemeriksa.
• Penilaian ini bersifat umum,, yaitu untuk menget
ahui apakah pasien masih dapat menekukkan l
engannya di sendi siku, mengangkat lengan di s
endi bahu, mengepal dan meluruskan jari - jari t
angan, menekukkan di sendi lutut dan panggul
serta menggerakkan jari - jari kakinya.
19. Pemeriksaan Tonus Otot
Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak di
periksa kemudian ekstremitas tersebut kita gerak-gerakk
an fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut . Pada o
rang normal terdapat tahanan yang wajar.
– Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali ( diju
mpai pada kelumpuhan LMN).
– Hipotoni : tahanan berkurang.
– Spastik : tahanan meningkat diawal gerakan ,
( ini dijumpai pada kelumpuhan UMN)
– Rigid : tahanan kuat terus menerus selama
gerakan misalnya pada Parkinson.
22. Pemeriksaan Gerakan Involunter
OBSERVASI GERAKAN
• Tremor saat istirahat : disebut juga tremor striatal, dise
babkan lesi pada corpus striatum ( nukleus kaudatus, p
utamen, globus pallidus dan lintasan lintasan penghubu
ngnya ) misalnya kerusakan substansia nigra pada sindr
oma Parkinson.
• Tremor saat bergerak ( intensional ) : disebut juga trem
or serebellar, disebabkan gangguan mekanisme “feedba
ck” oleh serebellum terhadap aktivitas kortes piramidalis
dan ekstrapiramidal hingga timbul kekacauan gerakan v
olunter.
23. • Chorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya
lengan atau tangan, eksplosif, cepat berganti sifat dan
arah gerakan secara tidak teratur, yang hanya terhenti p
ada waktu tidur. Khorea disebabkan oleh lesi di corpus s
triataum, substansia nigra dan corpus subthalamicus.
• Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutam
a lengan atau tangan atau tangan yang agak lambat da
n menunjukkan pada gerakan melilit lilit , torsi ekstensi a
tau torsi fleksi pada sendi bahu, siku dan pergelangan t
angan. Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi lesi di
nukleus kaudatus
26. • Ballismus: gerakan involunter otot proksimal ekstremita
s dan paravertebra, hingga menyerupai gerakan seoran
g yang melemparkan cakram. Gerkaan ini dihubungkan
dengan lesi di corpus subthalamicus, corpus luysi, area
prerubral dan berkas porel.
• Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan spontan
pada sisa serabut otot yang masih sehat pada otot yang
mengalami kerusakan motor neuron. Kontraksi nampak
sebagai keduten keduten dibawah kulit.
27. • Myokymia: Fasikulasi benigna. Frekwensi kedu
ten tidak secepat fasikulasi dan berlangsung leb
ih lama dari fasikulasi.
• Myoclonic : gerakan involunter yang bangkit tib
a tiba cepat, berlangsung sejenak, aritmik, dapa
t timbul sekali saja atau berkali kali ditiap bagian
otot skelet dan pada setiap waktu, waktu berger
ak maupun waktu istirahat.
28. PEMERIKSAAN FUNGSI
KOORDINASI
• Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum
• Macam-macam pemeriksaan “ Cerebellar sign”
– Test telunjuk hidung.
– Test jari – jari tangan.
– Test tumit – lutut.
– Test diadokinesia berupa: pronasi – supinasi
– Test fenomena rebound.
– Test mempertahankan sikap.
– Test nistagmus.
– Test disgrafia.
– Test romberg.
31. 31
• Test romberg positif: baik dengan mata terbuka maupun
dengan mata tertutup , pasien akan jatuh kesisi lesi sete
lah beberapa saat kehilangan kestabilan ( bergoyang –
goyang ).
• Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem walki
ng, dan menunjukkan gejala jalan yang khas yang diseb
ut “ celebellar gait “
• Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunter dengan
tangan,lengan atau tungkai dengan halus. Gerakan nya
kaku dan terpatah-patah.
32. PEMERIKSAAN GAIT DAN STATION
32
• Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan pasein m
emungkinkan untuk itu.
• Harus diperhitungkan adanya kemungkinan kesalahan in
terpretasi hasil pemeriksaan pada orang orang tua atau
penyandang cacat non neurologis.
• Pada saat pasien berdiri dan berjalan perhatikan posture
, keseimbangan , ayunan tangan dan gerakan kaki dan
mintalah pasien untuk melakukan.
• Jalan diatas tumit.
• Jalan diatas jari kaki.
• Tandem walking.
• Jalan lurus lalu putar.
• Jalan mundur.
• Hopping.
• Berdiri dengan satu kaki.
33. MACAM MACAM GAIT
33
• Hemiplegic gait/spastic gait: gaya jalan dengan kaki yan
g lumpuh digerakkan secara sirkumduksi.
• Scissors gait : gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tun
gkai, misalnya spastik paraparese.
• Tabetic gait: gaya jalan pada pasien tabes dorsalis.
• Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada para
parese flaccid atau paralisis n. Peroneus.
• Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pingga
ng bergoyang berlebihan, khas untuk kelemahan otot tu
ngkai proksimal, misalnya otot gluteus.
• Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh ag
ak membungkuk, kedua tungkai berfleksi sedikit pada s
endi lutut dan panggul. Langkah dilakukan setengah dis
eret dengan jangkauan yang pendek-pendek.
37. PEMERIKSAAN SISTEM
SENSORIK
• Pemeriksaan sensasi taktil (raba)
• Pemeriksaan sensasi nyeri superfisial
• Pemeriksaan sensasi suhu
• Pemeriksaan sensasi gerak dan posisi
• Pemeriksaan sensasi getar
• Pemeriksaan sensasi tekan.
38. Pemeriksaan sensasi taktil
(raba)
• Usap bagian tubuh tertentu pasien dengan menggunakan alat ringa
n (tissue, bulu). Kmdn minta pasien menjawab apakah merasakan
sentuhan dan dimana lokasinya
• Abnormalitas
1. Hipoestesi (penurunan terhadap sentuhan taktil)
2. Abnormalitas pada setiap sensasi taktil ringan dinamakan tigmane
sthesia
3. Abnormalitas untuk setiap sensasi sentuhan pada rambut dinama
kan trikoanesthesia
4. Abnormalitas ketika menyebutkan lokasi rangsang dinamakan top
oanesthesia
5. Kesalahan dalam menyebutkan huruf yang digoreskan pada perm
ukaan kulit dinamakan graphanesthesia
39. Pemeriksaan sensasi nyeri
superfisial
• Gunakan ujung hammer reflek (tajam dan tumpul) kmdn tusukkan s
ecara perlahan pada pasien. Minta pasien menyebutkan rangsang
yang diberikan tajam atau tumpul
• Abnormalitas
1. Alganesthesia atau analgesia yang digunakan untuk area yang tid
ak sensitif terhadap setiap rangsang
2. Hipalgesia yang dikaitkan dengan penurunan kepekaan terhadap r
angsang
3. Hiperalgesia yang dikaitkan dengan meningkatnya kepekaan terha
dap rangsang
40. Pemeriksaan sensasi suhu
• Sensasi dingin dengan menempelkan gelas atau tabung kaca/loga
m berisi air dengan suhu tertentu (5-10 C utk dingin dan 40-50 C un
tuk panas) minta pasien untuk menyeburkan rangsang yang diterim
a.
• ABNORMALITAS
1. Thermanesthesia
2. Thermahipesthesia
3. Thermhiperesthesia
41. Pemeriksaan sensasi gerak dan
posisi
1. Pemeriksaan ini tidak memerlukan peralatan khusus.
2. Mata pasien tertutup, pasien dalam posisis terlentang atau duduk.
3. Jari - jari pasien harus bebas dan rile ks dan dapat digerakkan se
cara pasif oleh si pemeriksa, sentuhlah secara halus tanpa penek
anan terhadap jari - jari tersebut.
4. Jari - jari yang diperiksa tidak boleh bergerak - gerak,, dan terbeb
as dari jari yang lain.
5. Pasien akan ditanya apakah ada atau tidak ada gerakan pada jari
yang diperiksa.
6. Jika ada kelainan sensasi gerakan,, pemeriksa harus mengulangi
lagi pemeriksaan pada daerah tubuh lain yang lebih besar,, misaln
ya pada tungkai atau lengan.
42. PEMERIKSAAN SENSASI
GETAR
PROSEDUR
1. Getarkan garputala (256Hz) dengan memukulkan jari -
jarinya ke benda keras
2. Tempatkan jari - jari garputala sesegera mungklin di ar
ea tulang yang diperiks
3. Amati intensitas dan lama getaran
4. Baik intensitas maupun lama getaran tergantung pada
kekuatan getaran dan interval waktu “memukul” dan m
enempelkan”
• Normal: jika bisa merasakan getaran, abnormal jika tida
k (palanesthesia)
43. PEMERIKSAAN SENSASI
NYERI TEKAN
PROSEDUR
• Massa otot, tendon,,atau saraf superfisial diperi
ksa dengan menekankan ujung jari - jari dengan
menjepit. Pasien akan ditanya,adakah nyeri tek
an yang diras akan; jawaban harus dibandingka
n dengan intensitas pemeriksaan
44. PEMERIKSAAN REFLEK
• Fisiologis dan Patologis
• Alat yang digunakan biasanya adalah hammer reflex da
n pasien harus dalam kondisi rileks
• Nilai yang didapat
1. 0 : Tidak berespon
2. +1 : Agak menurun, di bawah normal
3. +2 : Normal
4. +3 : Lebih cepat dibanding normal (masih fisiologis)
5. +4 : Hiperaktif sangat cepat, biasanya disertai klonus,
dan sering mengindikasikan adanya suatu penyakit
50. DAFTAR PUSTAKA
• Campbell, W.MM., 2013. DeJong’s The Neurologic Exa
mination 7 th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Philadel
phia..
• Biller, J., Gruener, G., Brazis, P., 2011. DeMeyer’s The N
eurologic Examination 6 th ed.. McGraw Hill, New York.
• Buckley, G., van Allen, M.WW., & Rodnitzky, R. L., 1981.
Pictorial Manual of Neurological Tests, Year Book Medic
al Publisher,Chicago.