1. umihanik.blogspot.com
Gross National Happiness*
Umi Hanik
Sejenak setelah sang istri meninggalkannya karena masalah ekonomi, Will Smith yang
berperan sebagai Chris Gardner dalam film apik the Pursuit of Happiness bertanya pada
anaknya “Are you happy?”. Sang anak hanya mengangguk lemah dan Chris segera
menyahut tegas “If you happy, then I’m happy”. Dalam frame yang lain, Chris menganggap
kebahagiaan adalah wajah bahagia para broker saham sukses yang dia lihat lalu lalang di
sekitar gedung pencakar langit, penuh senyum, seolah tak ada beban hidup, punya setelan
bagus, dan mobil mengkilap. Ya mereka bahagia, batin Chris dan dia juga
menginginkannya. Dari salesman portable scanner yang hanya lulusan SMA, magang
menjadi broker saham “Saya mampu dan saya ingin belajar” kata dia saat meyakinkan
board. Nyatanya perjuangan untuk mengejar kebahagiaan memang tak pernah semudah
yang dia bayangkan.
Ditengah masalah pajak, tunggakan sewa rumah, denda parkir, scanner ilang, biaya hidup,
di kantor kerap dikerjain untuk beli minum, donat, dll Chris mencoba persistent dengan yang
dia kejar. Meski gelandangan tugas rutin karyawan magang yang tidak dibayar dia lakoni
dengan serius. Benar saja, begitu masa internship telah usai, dia dinyatakan diterima. “This
little part of my life is called as happiness” seru Chris haru membayangkan sukses dan
bahagia di depan mata. Chris meyakini bahwa kebahagiaan tidak jatuh dari langit melainkan
harus dikejar. “Don’t ever let somebody tell you that you can’t do anything. When you want
something then you will go get it, period.”
Sedikit berbeda dengan pemaknaan Chris akan kebahagiaan yang lepas dari aspek
spiritualitas. Dalam konsep Islam, kebahagiaan salah satunya dimaknai sebagai
keseimbangan pola hidup baik material maupun spiritual, selamat di dunia maupun akhirat.
Seorang muslim tidak serta merta dapat dikatakan bahagia jika ada tetangganya yang
kelaparan atau kesusahan. Dengan demikian Islam juga menyerukan kebahagiaan kolegial.
Seorang muslim dapat dikatakan berbahagia jika dia dapat berbagi. Tidak hanya berbagi
shaf ketika melaksanakan sholat secara berjamaah, tapi juga berbagi penghasilan, bonus,
komisi, dan dari tiap2 rejeki lainnya yang dia peroleh.
Dikatakan pula bahwa tingginya derajat keimanan dan ketaqwaan seseorang pada Allah
membawa kebahagiaan yang mutlak dan tak lekang oleh berbagai goncangan terhadap
konsistensi seseorang tersebut. Dalam kondisi materi yang pasang surut tidak akan
berpengaruh terhadap kadar kebahagiaan seseorang yang sudah mencapai tahap iman dan
taqwa dimaksud. Senantiasa berbahagia dalam menjalankan segala amalan dan berbagai
kewajiban sebagai umat. Menunaikan shalat, melaksanakan puasa, membayar zakat,
memberikan sedekah, tolong menolong antar sesama, serta menunaikan tugas amar maruf
nahi munkar. Kebahagiaan pada tahap ini disebut sebagai kebahagiaan tingkat tinggi.
Berbahagialah teman2 saya yang sudah sampai pada tahap ini.
Nah apa kemudian hubungan antara definisi kebahagiaan di atas dengan Gross National
Happiness (GNH) atau Kebahagiaan Nasional Bruto? Kita tahu bahwa di republik ini begitu
banyak masyarakat kita yang dari sebelum shubuh hingga ketemu shubuh lagi tak henti
bekerja untuk mengejar kebahagiaan ala Chris namun tak sedikit pula muslim yang derajat
spiritualitasnya cukup tinggi dan senantiasa berbagi kebahagiaan dengan sesama namun
mengapa secara makro potret happiness itu masih belum nampak? Semuanya nampak
buram dan suram. Ada yang salah.
Kembali ke konsep GNH, sebagaimana dijelaskan oleh keponakan Raja Bhutan yang saya
kutip dari drukpacouncil.org, konsep ini pada dasarnya diilhami oleh falsafah untuk
umihanik.blogspot.com
2. umihanik.blogspot.com
menciptakan suatu lingkungan di mana kepuasaan dan kebahagiaan rakyat yang paling
diutamakan. Konsep ini rupanya telah diperkenalkan lumayan lama oleh Bhutan sejak 1972
lalu, meski kalo boleh jujur saya baru tahu dari artikel yang dikirimkan oleh seorang teman
dan menginspirasi saya untuk menulisnya lebih jauh. Cukup menarik karena berangkat dari
nilai-nilai spiritualitas yakni salah satu ajaran Buddhisme dan unik karena diinstitusionalisasi
oleh negara. Layak pula untuk dipelajari dan dipertimbangkan setelah kita merasa tidak
cukup bahagia dengan konsep GDP dan HDI yang telah lama kita adopsi dan agung-
agungkan. Termasuk untuk menjawab kenapa potret happiness itu belum nampak di wajah
rakyat Indonesia.
Memang tidak mudah untuk mengadopsi konsep GNH. Dari beberapa informasi yang saya
dapat melalui wikipedia, konsep GNH banyak melahirkan kritik terutama terkait subyektifitas
dan tingkat kesulitan pengukurannya. Sangat sulit untuk membandingkan kebahagiaan antar
orang per orang. Saya cukup bahagia jika bisa makan rawon yang saya anggap enak,
namun mungkin bagi yang lainnya makan rawon adalah hal yang tidak terlalu istimewa dan
tidak bikin dia bahagia, hehe. Namun meski demikian Neo klasik pernah menjadikan
‘indikator kebahagiaan’ sebagai parameter untuk mengukur utilitas dan general welfare.
Memang konsep tersebut sempat dimentahkan oleh aliran neo klasik modern yang
menganggap kebahagiaan adalah menyangkut preferensi seseorang, tapi dikemudian hari
teori ini justru dinyatakan kurang tepat.
Yang menarik, Med Yones pada tahun 2006 menjadikan GNH lebih membumi karena dia
menyodorkan variabel2 yang datanya bisa dikuantifisir sehingga memudahkan para
evaluator untuk mengukurnya. Dia mengusulkan nilai GNH sebagai fungsi indeks dari total
rata-rata per kapita untuk ketujuh variable mencakup 1) Economic Wellness yang mengukur
besarnya utang konsumsi, rasio rata-rata pendapatan terhadap inflasi, dan distribusi
pendapatan; 2) Environmental Wellness menyangkut tingkat polusi dan kemacetan; 3)
Physical Wellness yang diukur dari kerentanan terhadap penyakit; 4) Mental Wellness yang
bisa dilihat dari tingkat penggunaan obat anti depresi dan naik/turunnya pasien kejiwaan; 5)
Workplace Wellness untuk mencakup ada/tidaknya tuntutan dari para pengangguran,
frekwensi ganti pekerjaan dan munculnya gugatan; 6) Social Wellness yakni ada/tidaknya
deskriminasi, keamanan, tingkat perceraian, aduan kekerasan dalam rumah tangga, tingkat
kriminalitas, dan terakhir adalah; 7) Political Wellness yang dilihat dari kualitas demokratisasi
di daerah, kebebasan individu, dan konflik luar negeri. Pengukuran ketujuh variable tersebut
dilakukan melalui survey rumah tangga dan melalui penelusuran data statistik. Meski tidak
teradministrasi secara baik, elemen data yang diajukan oleh Yones ini kita punya semua.
Jika Amartya Sen dkk mengalami banyak kritikan dan pertentangan ketika konsep HDI
pertamakali diperkenalkan maka konsep GNH ini juga patut untuk dicoba paling tidak untuk
departemen-departemen di bawah Menkokesra yang mengkoordinasikan program-program
PNPM, PKH, BLT, dll. Intinya bukan pada mau coba-coba atau tidak tapi adalah pada
pencarian konsep yang terbaik untuk mengukur apakah rakyat cukup bahagia dengan hasil-
hasil pembangunan yang konon untuk bikin rakyat lebih bahagia? Bahagia ala Chris atau
yang lainnya?
Bersama-sama dengan China dan India, GDP kita mengindikasikan kinerja ekonomi yang
cukup baik meski peringkat HDI kita jeblok (ajaib kita bisa dibawah Srilanka dan Palestina
yang habis perang saudara dan dibom Israel). Namun demikian, pemerintah masih butuh
potret yang lain untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat lebih dalam, GNH mungkin
bisa dipertimbangkan untuk alat ukur Indonesia yang lebih bahagia. Kenapa tidak?
umihanik.blogspot.com
3. Email Address : umihanik@gmail.com
Instant Messaging (with appointment) : umi.hanik@yahoo.com
Online Page : http://umihanik.blogspot.com/
Facebook : http://www.facebook.com/umi.hanik1
Twitter : http://twitter.com/umihanik
Citizenship : Indonesian
Professional Histories
1. The World Bank, Jakarta Office, May 2009 – Present; Monitoring & Evaluation (M&E)
Specialist for BOS KITA (Knowledge Improvement for Transparency and Accountability) Program
2. The House Of Representatives (DPR RI), November 2007 – June 2009; Expert Staff for
Commission VI, XI, and Budget Committee, In charge for National Awakening Party
3. National Development Planning Agency (Bappenas), April 2008 – March 2009; M&E Specialist
as a Technical Assistance for the Deputy of Development Performance Evaluation (DPE); under
the AusAID-World Bank and GRS II CIDA activities
4. National Development Planning Agency (Bappenas), February 2006 – February 2008; M&E
Specialist for PMU (Project Management Unit) of PNPM SPADA (Support for Poor and
Disadvantage Area) Program
5. PT. Sinergi Pakarya Sejahtera (Sinergi Consulting), November 2005 – present; Associate
Researcher for strategic project concerning planning and public policy research
6. National Development Planning Agency (Bappenas), March 2002 – October 2005; Assistant
Specialist for State Minister Advisor on Macro Economics Studies
Educational Background
Aug 1997 - Nov 2001, Bachelor of Economics, Faculty of Economics, University of Jember
Aug 2007-Jan 2010, Master of Economics, Faculty of Economics, University of Indonesia
Summary Of Economics Legislation Advisory
1. Government Budget-Adjustment 2008 (APBN-P 2008) Law Draft, 2008
2. Transformation of Indonesian Export Bank to Export Financing Board (LPEI) Law Draft, 2008
3. Interruption material submission for the legislators during the interpellation of BLBI, 2008
4. Research development to support the inisiation of the interpellation for food inflation, 2008
5. Tax Package Draft Law (RUU KUP, PPh, PPN and PPn BM), 2008
6. Economic Crisis Mitigation Package Draft Law (Perpu 2, 3, 4/2008), 2008
7. RAPBN 2009 Law Draft, 2008
8. Fiscal stimulus package Law Draft to mitigate the economic crisis for the budget year of 2009
9. Free Trade Zone Law Draft, 2009
10. Research development to support the substance of interpellation for BBM subsidy issue in the
Budget Year of 2009, 2009
11. Other research and writing activities to support press conferences, discussion, public hearing.
Organization Background, Social And Community Involvement
1. 2009 – Present, Board of Forming Committee for the Indonesian Development Evaluation
Community (InDEC)
2. 2009-present, member of Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)
3. 2009–present, Treasurer for Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Al-Hidayah Batu
4. 2004-present, Tresurer for The University of Jember Alumni Association, Jakarta Branch
5. March 2008-Present, Committee for the Indonesian Moslem Student Movement (PMII) Alumni
Association, National Committee
6. April 2008-June 2009, General Secretary for Expert Forum FKB DPR RI (FORTA)
7. August 2000–July2001, Chairman of Student Executive Board Faculty of Economic (FoE),
University of Jember (UoJ)
8. 2000-2001, Member of Indonesian Economics Student Senate Association (ISMEI)
9. 2000–2001, Head of External Affairs for the University Student English Forum (USEF), UoJ
10. 1999–2000, Head of Women Empowerment, Indonesian Moslem Student Movement (PMII),
Economics Branch, UoJ
11. 1998–2001, Reporter and writer for Campus Magazine ‘Tegalboto’ and News Paper ‘Tawang
Alun’, UoJ
12. 1997–2000, Presidium Committee for Islam and Environment Research Forum, FoE, UoJ
Personal Information
Single, Moslem, Interested in writing, teaching, blogrolling-walking, and listening to top 40 music