Tulisan ini membahas tentang istilah crowding out dalam ekonomi dan pengalaman penulis yang awalnya tidak memahami istilah tersebut ketika kuliah. Crowding out dijelaskan sebagai berkurangnya dampak investasi akibat kenaikan suku bunga riil yang terjadi melalui kebijakan fiskal ekspansif pemerintah. Tulisan ini juga membahas dampak bencana lumpur Lapindo terhadap ekonomi Jawa Timur.
Derajat keislaman dan keimanan gimana ngukurnya umi hanik
Crowding Out Efek Lumpur Lapindo dan Kemajuan Ekonomi Malang
1. umihanik.blogspot.com
Crowding Out*
Umi Hanik
Istilah ini pertama kali saya dapatkan ketika dulu mengikuti matrikulasi makro ekonomi. Jadi teringat
karena dalam pertemuan awal sang dosen muda yang baru pulang dari studi masternya di Amerika
tersebut berhasil membuat mahasiswanya terbengong‐bengong dengan sukses. Sebenernya sebelum
kelas dimulai saya agak merasa sedikit percaya diri bisa menyerap materi dengan baik karena S1 saya
dulu di ekonomi juga meski jurusannya ‘cuman’ Manajemen dan sering nitip absen :). Awal pertemuan
itu sang dosen berusaha menjelaskan secara sekilas tentang kurva IS dan LM sebagai kerangka analisis
yang biasa dipakai untuk menganalisis keterkaitan kebijakan moneter dan fiskal. Namun harapan tinggal
harapan, apa boleh buat ternyata memang saya gagap ekonomi (hehe istilah baru).
Tapi mohon baca pembelaan saya, informasi yang disampaikan oleh Pak Dosen terlalu banyak dan tanpa
pengantar, tidak terstruktur, serta tanpa melihat reaksi mahasiswanya apakah paham atau tidak,
padahal latar belakang akademik mahasiswanya cukup beragam. Tiap‐tiap menjelaskan kapan, apa
penyebab, dan akibat terjadinya crowding out tak satupun terserap kecuali kata crowding out yang
berhasil masuk ketelinga dengan jelas, lainnya samar. Kecepatan kata yang keluar kira‐kira sepuluh kata
per detik (berlebihan ya? hehe, intinya beliau kalo ngomong cepet banget) hingga yang saya bisa
tangkap waktu itu hanya kata terakhir yakni crowding out dan crowding out. Di kelas tersebut saya
sempat mengajukan pertanyaan ke sang dosen namun penjelasannya justru menimbulkan kebingungan
baru ☺.
Tidak salah jika kemudian ketika keluar kelas saya memaknai kata crowding out sebagai berkurangnya
pemahaman akibat informasi yang masuk secara bertubi‐tubi. Saya berharap cuman saya aja yang
mengalaminya tapi kalo saya lihat gerundelan dan ekspresi temen‐temen yang tidak menunjukkan
sesuatu yang menggembirakan menghantarkan saya pada kesimpulan bahwa sepertinya kami sama‐
sama tidak paham, hehe cari teman.. moga saja asumsi saya salah. Tapi kalo mau fair sepenuhnya
kesalahan tidak bisa kita timpakan pada pak dosen, saya maklum beliau hanya menjalankan tugas sesuai
target, bisa jadi karena teaching plan dengan pokok bahasan yang sangat padat harus disampaikan
hanya dalam satu pertemuan sementara alokasi waktu yang dipunyai sangat terbatas. Ya, kedok BHMN
menjadikan kampus semakin komersil dan menjadi mesin keruk uang yang mengerikan, kualitas
deliverables‐pun akhirnya menjadi tidak penting lagi.
Oke, kembali ke topik utama kenapa saya menulis dengan judul dimaksud. Singkat cerita saya baru
paham artinya ketika mengikuti perkuliahan makro dengan dosen yang berbeda. Dalam ilmu ekonomi
crowding out dimaknai sebagai berkurangnya dampak investasi yang diakibatkan dari naiknya suku
bunga riil. Peristiwa kenaikan suku bunga ini terjadi melalui proses multiplier yang agak panjang yang
dimulai dari kebijakan fiskal ekspansif yakni kebijakan untuk menaikkan pengeluaran pemerintah
melalui pembiayaan defisit yang lebih besar. Kebijakan tersebut idealnya membawa dampak positif
terhadap investasi, pada tingkat bunga yang sama serta melalui proses multiplier, income masyarakat
umihanik.blogspot.com
2. umihanik.blogspot.com
diasumsikan akan naik menuju titik keseimbangannya seiring dengan membaiknya ekonomi masyarakat.
Namun demikian peningkatan income tersebut secara bersama‐sama juga berpengaruh terhadap
bergesernya keseimbangan pasar uang karena permintaan uang juga naik. Naiknya permintaan uang ini
menjadi penyebab naiknya tingkat bunga dan turunnya investasi sehingga income masyarakat ikut
turun. Teori tersebut menjadi pengantar dari cerita yang akan saya tulis, lumayan sambil nunggu
shubuh, jadi jangan ngantuk dulu ya..karena ceritanya masih panjang ☺.
Saya bersyukur mendapatkan kesempatan libur untuk berlebaran di kampung halaman lebih awal,
selasa sore (15 September) praktis saya sudah di rumah. Pulang kampung terakhir saya lakukan lebaran
tahun lalu. Banyak sekali perbedaan dan kemajuan yang saya temui antara lain Garuda sudah masuk
Malang, begitu mendarat di Bandara Abdurrahman Shaleh (BAS) suasana di airport yang kecil dan
sederhana tersebut telah padat oleh penumpang, taksi dengan jumlah armada yang cukup juga sudah
ada meski hanya oleh satu operator, rencana bandara internasional malang cukup megah berlokasi tak
jauh dari BAS dan pembangunannya sudah mencapai 90%, konon katanya siap beroperasi menjadi
bandara sipil Malang menggantikan BAS di awal 2010. Disepanjang karanglo, karangploso, dan menuju
Batu kanan‐kiri jalan sudah dipadati dengan pembangunan perumahan dan pertokoan baru. Perang
papan reklame resto, hotel dan vila mengindikasikan kalo bisnis tersebut hari‐hari ini sedang banyak
diminati oleh investor. Malang‐Batu dikenal sebagai kota pendidikan dan pariwisata, seperti Bogor dan
Bandungnya warga Jakarta, jadi wajar jika perdagangan, hotel, dan restoran menjamur untuk menopang
sektor pariwisata di wilayah itu.
Itu baru pinggiran Malang‐nya karena hingga menulis ini saya belum main ke Kota Malang, tapi dari
pengalaman saya tahun lalu saja Malang pada hari‐hari itu dah mirip Jakarta, tiap gang ada mall atau
paling nggak ruko satu lantai dengan minimal tiga unit, semuanya ramai oleh pengunjung dan mudah‐
mudahan oleh pembeli juga. Properti disana juga lagi sumringah meski sempat lesu karena terimbas
krisis global. Tapi kembali lagi itupun kalo boleh disebut sebagai kemajuan, karena yang dilihat hanya
penampakan luarnya saja. Kemajuan ekonomi dari konsumsi masyarakat yang terus tumbuh hingga
kisaran 6 persenan saya percaya tapi apakah ini akan berlangsung secara berkelanjutan? Mudah‐
mudahan. Namun demikian mengandalkan konsumsi bukan pilihan tepat, selain itu kata Todaro dan
Samuelson, pertumbuhan saja tidak cukup, masih tersisa tiga syarat mutlak lainnya yang musti dipenuhi
yakni pemerataan, kemandirian, dan kelestarian. Tiga hal ini yang saya belum lihat, tapi saya tidak akan
mengupasnya disini, insya Allah di tulisan berikutnya.
Hal lain, pulang kampung mengingatkan saya kembali kepada bencana lumpur lapindo. Bencana
tersebut merupakan tamparan keras bagi ekonomi Jawa Timur (Jatim), betapa tidak bencana tersebut
terjadi di jantung ekonominya, yakni Sidoarjo, penyumbang terbesar pendapatan Provinsi Jatim melalui
industrinya, ratusan pabrik mulai dari makanan, pakaian, furnitur, logam, kerajinan, hingga perabotan
rumah tangga tenggelam. Selain pabrik, lumpur juga menenggelamkan pekarangan, sawah, kampung,
serta tempat bergantungnya warga Sidoarjo, ratusan ribu buruh dan penggiat ekonomi informal lainnya
seperti tukang ojek, warung nasi, penjual bakso, hingga kontrakan rumah. Lumpur juga merusak jalan tol
dan rel kereta yang selama ini menggerakkan roda perekonomian Jatim. Ribuan usaha mikro, kecil, dan
menengah juga ikut kolaps.
umihanik.blogspot.com
3. umihanik.blogspot.com
Malang bersama‐sama dengan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan adalah
kota penyangga perekonomian di Jawa Timur, timpangnya Sidoarjo berakibat buruk terhadap kota
penyangga lainnya. Berlarut‐larutnya dan tidakadanya keseriusan pihak Lapindo Brantas maupun
pemerintah untuk menangani lumpur lapindo sejak tahun 2006 lalu praktis membuat rantai kehidupan
dan kegiatan ekonomi masyarakat Jawa Timur terganggu. Mimpi masa depan Jatim yang gemilang
tenggelam bersama derasnya lumpur yang mengalir. Satu tandatanya diantara tandatanya yang lain, jika
pemerintah sanggup menerbitkan Rancangan Undang‐Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU
JPSK) untuk mengantisipasi dampak krisis global yang dikawatirkan akan menyebabkan dampak
sistemik, kenapa tidak dengan kasus krisis yang dihadapi oleh warga Jatim yang nyata‐nyata berdampak
sistemik bagi bagi ekonomi Jatim?
Apakah dampak multidimensi dan menyangkut nasib masyarakat Jatim yang diakibatkan dari bencana
lumpur tidak termasuk dalam kategori berdampak sistemik dan ancaman bagi ekonomi nasional? Jika
memang pemikiran pemerintah pusat masih demikian, mestinya Jawa Timur harus mulai berhitung, tiga
tahun bukan waktu yang pendek jika Century hanya perlu waktu sekian minggu untuk mendapatkan
sekian triliun. Mental KKN yang menjadi semangat dari penyusunan RUU JPSK menjadikan negara
sebagai lembaga penanggungjawab kebangkrutan individu, itulah intisari dari RUU JPSK dan (mungkin)
RUU lainnya. Jika UU ini digolkan tanpa ada revisi mendasar maka kita telah membiarkan peristiwa
legalisasi pencurian uang Negara oleh maling berkedok penguasa berlangsung di depan mata, tinggal
menunggu waktu kapan Republik yang sudah dibangun dengan susah payah ini akan bangkrut. Citra
penguasa bobrok dan tidak amanah yang semakin tinggi ini akan berdampak pada melemahnya
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang akan membawa dampak multidimensi pada krisis‐
krisis yang lain. Penurunan dampak investasi yang diakibatkan oleh mental KKN, alokasi dana negara
yang besar untuk memperkaya individu atau kelompok, ini yang saya maksudkan sebagai crowding out!
Namun saya salut, warga Jatim dikenal dengan semangat dan kerjakerasnya, dengan demikian tidak
bertanggungjawabnya Lapindo dan tidak tegasnya pemerintah pusat tidak membuat daerah berputus
asa, Malang salah satunya yang menjawab kemandegan tersebut dengan membuka akses bandara
militernya untuk penerbangan sipil. Akses baru ini sekaligus menggerakkan ekonomi kabupaten
disekitarnya termasuk di wilayah tapal kuda yakni pasuruan, probolinggo, lumajang, jember, dan
bondowoso. Tetap berharap moga dengan adanya bencana di Sidoarjo menjadi motivasi untuk
tumbuhnya pusat‐pusat ekonomi baru di Jatim. Tetap semangat rek!
* Perenungan di penghujung ramadhan, moga membawa manfaat dan efek berantai untuk membangun
kepedulian massal terhadap bencana lapindo a.k.a. lumpur bakrie
umihanik.blogspot.com
4. Email Address : umihanik@gmail.com
Instant Messaging (with appointment) : umi.hanik@yahoo.com
Online Page : http://umihanik.blogspot.com/
Facebook : http://www.facebook.com/umi.hanik1
Twitter : http://twitter.com/umihanik
Citizenship : Indonesian
Professional Histories
1. The World Bank, Jakarta Office, May 2009 – Present; Monitoring & Evaluation (M&E)
Specialist for BOS KITA (Knowledge Improvement for Transparency and Accountability) Program
2. The House Of Representatives (DPR RI), November 2007 – June 2009; Expert Staff for
Commission VI, XI, and Budget Committee, In charge for National Awakening Party
3. National Development Planning Agency (Bappenas), April 2008 – March 2009; M&E Specialist
as a Technical Assistance for the Deputy of Development Performance Evaluation (DPE); under
the AusAID-World Bank and GRS II CIDA activities
4. National Development Planning Agency (Bappenas), February 2006 – February 2008; M&E
Specialist for PMU (Project Management Unit) of PNPM SPADA (Support for Poor and
Disadvantage Area) Program
5. PT. Sinergi Pakarya Sejahtera (Sinergi Consulting), November 2005 – present; Associate
Researcher for strategic project concerning planning and public policy research
6. National Development Planning Agency (Bappenas), March 2002 – October 2005; Assistant
Specialist for State Minister Advisor on Macro Economics Studies
Educational Background
Aug 1997 - Nov 2001, Bachelor of Economics, Faculty of Economics, University of Jember
Aug 2007-Jan 2010, Master of Economics, Faculty of Economics, University of Indonesia
Summary Of Economics Legislation Advisory
1. Government Budget-Adjustment 2008 (APBN-P 2008) Law Draft, 2008
2. Transformation of Indonesian Export Bank to Export Financing Board (LPEI) Law Draft, 2008
3. Interruption material submission for the legislators during the interpellation of BLBI, 2008
4. Research development to support the inisiation of the interpellation for food inflation, 2008
5. Tax Package Draft Law (RUU KUP, PPh, PPN and PPn BM), 2008
6. Economic Crisis Mitigation Package Draft Law (Perpu 2, 3, 4/2008), 2008
7. RAPBN 2009 Law Draft, 2008
8. Fiscal stimulus package Law Draft to mitigate the economic crisis for the budget year of 2009
9. Free Trade Zone Law Draft, 2009
10. Research development to support the substance of interpellation for BBM subsidy issue in the
Budget Year of 2009, 2009
11. Other research and writing activities to support press conferences, discussion, public hearing.
Organization Background, Social And Community Involvement
1. 2009 – Present, Board of Forming Committee for the Indonesian Development Evaluation
Community (InDEC)
2. 2009-present, member of Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)
3. 2009–present, Treasurer for Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Al-Hidayah Batu
4. 2004-present, Tresurer for The University of Jember Alumni Association, Jakarta Branch
5. March 2008-Present, Committee for the Indonesian Moslem Student Movement (PMII) Alumni
Association, National Committee
6. April 2008-June 2009, General Secretary for Expert Forum FKB DPR RI (FORTA)
7. August 2000–July2001, Chairman of Student Executive Board Faculty of Economic (FoE),
University of Jember (UoJ)
8. 2000-2001, Member of Indonesian Economics Student Senate Association (ISMEI)
9. 2000–2001, Head of External Affairs for the University Student English Forum (USEF), UoJ
10. 1999–2000, Head of Women Empowerment, Indonesian Moslem Student Movement (PMII),
Economics Branch, UoJ
11. 1998–2001, Reporter and writer for Campus Magazine ‘Tegalboto’ and News Paper ‘Tawang
Alun’, UoJ
12. 1997–2000, Presidium Committee for Islam and Environment Research Forum, FoE, UoJ
Personal Information
Single, Moslem, Interested in writing, teaching, blogrolling-walking, and listening to top 40 music