SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
Download to read offline
Pembiayaan Infrastruktur
Edisi 3 | Juli 2010
• Sekilas Tentang Kewajiban Pelayanan Publik
• Era Baru Kerjasama Pemerintah Swasta
• Konsep Baru Penyediaan Layanan Umum Di Daerah
• Mekanisme Hibah Berbasis Hasil
Jurnal Prakarsa Infrastruktur Indonesia
PR AK ARSA
2
Jalan Raya Baru
Membawa Peluang Baru
Bagi Indonesia Timur18 Pandangan
Para Ahli19
Hasil &
Dalam Edisi Berikut20
Pergeseran Pola Pikir:
Kewajiban Pelayanan
Publik dan Layanan
Perintis di Sektor
Transportasi Indonesia
Pembentukan Kewajiban
Pelayanan Publik (PSO) dan
Layanan Perintis sebagai
peluang bisnis dengan daya
tarik untuk sektor swasta
dapat mengarah pada
penentuan target yang lebih
baik, peningkatan layanan dan
penurunan biaya...p.4
Isi
Jurnal triwulanan ini diterbitkan oleh Prakarsa Infrastruktur Indonesia, sebuah proyek yang didanai Pemerintah Australia
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan meningkatkan relevansi, mutu, dan jumlah investasi di bi-
dang infrastruktur. Pandangan yang dikemukakan belum tentu mencerminkan pandangan Kemitraan Australia Indonesia
maupun Pemerintah Australia. Apabila ada tanggapan atau pertanyaan mohon disampaikan kepada Tim Komunikasi IndII
melalui telepon nomor +62 (21) 230-6063, fax +62 (21) 3190-2994, atau e-mail enquiries@indii.co.id. Alamat situs web
kami adalah www.indii.co.id
Konsep yang Menjanjikan
untuk Penyelenggaraan
Layanan Daerah
Unit-unit organisasi baru di
tingkat pemerintah daerah yang
menyelenggarakan layanan
infrastruktur, yang telah diberi
otonomi dan tanggung jawab
yang lebih besar, berpotensi
untuk meningkatkan penyediaan
layanan dan memastikan bahwa
masyarakat mengetahui ke
mana larinya uang retribusi yang
mereka bayarkan...p.6
Era Baru Kerjasama
Pemerintah Swasta
Sejak krisis finansial, pendanaan
proyek-proyek KPS untuk
kebutuhan infrastruktur Indonesia
tidak banyak berkembang. Dengan
dapat diatasinya hambatan dari
proyek-proyek KPS, Pemerintah
Indonesia berharap dapat
memperbaiki situasi ini...p.8
Dana Hibah dalam
Perspektif Berbasis Hasil
Saat Pemerintah Indonesia
menunjukkan perhatian
mengenai jenis mekanisme
baru dalam mendanai investasi
pemerintah daerah, sangat
menarik pula untuk diperhatikan
latar belakang dasar penerapan
teknik-teknik ini...p.10
Sampul Depan : Jembatan Sungai Bengawan Solo di
Bojonegoro, Jawa Timur. Atas Perkenaan Arif Hidayat
ARTIKEL UTAMA
3
Di tahap awal perencanaan terbitan Prakarsa tentang “Pembiayaan
Infrastruktur”, saya berpikir bahwa saya sudah tahu pesan umum apa
yang akan muncul dari artikel-artikel edisi tersebut. Membangun
infrastruktur - baik jalan raya, pelabuhan, tempat pembuangan sampah,
penyediaan air minum melalui jaringan pipa maupun keperluan lain
apapun untuk kesejahteraan sosial dan ekonomi sebuah negara –
memerlukan biaya yang besar. Dengan banyaknya prioritas utama,
pemerintah akan mengalami kesulitan untuk memperoleh sumberdaya
untuk mendanai secara keseluruhan. Karena itu, sektor swasta dapat
menjadi mitra penting dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur.
Hal tersebut menurut saya yang menjadi informasi utama yang akan
didapat para pembaca dari terbitan ini.
Dalam hal ini, ternyata saya hanya benar sebagian saja. Betul, sektor
swasta adalah mitra penting bagi pemerintah. Dalam hal Kewajiban
Pelayanan Publik (PSO) dan Layanan Perintis, pemerintah dapat
menyediakan subsidi kepada perusahaan swasta dengan imbalan
penyediaan barang atau jasa yang diperlukan secara sosial, seperti
transportasi, yang di pasar bebas tidak akan menguntungkan.
“Pergeseran Pola Pikir: Kewajiban Pelayanan Publik dan Layanan Perintis
di Sektor Transportasi Indonesia” (halaman 4) oleh Peter Benson dan
Kawik Sugiana mengulas tentang bagaimana strategi ini dapat diterapkan
seefisien mungkin di Indonesia. “ Era Baru Kerjasama Pemerintah
Swasta” (halaman 8) oleh Mike Crosetti, juga mengkaji peran KPS dalam
pembangunan infrastruktur di Indonesia di masa depan. Meskipun
perkembangan KPS sangat lambat sejak krisis keuangan di Asia, sebuah
kerangka kerja tentang KPS telah disusun untuk memberikan peran
signifikan di masa yang akan datang.
Di lain pihak, tidak semua pembiayaan infrastruktur pemerintah
melibatkan sektor swasta secara langsung. Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) adalah suatu model yang dapat dimanfaatkan pemerintah daerah
untuk menyediakan layanan infrastruktur dan layanan lainnya berbasis
imbalan melalui unit penyedia layanan yang, sedapat mungkin, secara
komersial. Artikel Darryl Howard berjudul “Konsep yang Menjanjikan
untuk Penyelenggaraan Layanan Daerah” (halaman 6) menguraikan
tentang mekanisme BLUD berikut potensinya. “Dana Hibah dalam
Perspektif Berbasis Hasil” (halaman 10) oleh Maurice Gervais melihat
tentang bagaimana dana hibah, modal dari pemerintah pusat dan dana
pinjaman lanjutan berbasis hasil dapat dimanfaatkan untuk menjamin
efektivitas penggunaan uang dari dana hibah di tingkat daerah untuk
selanjutnya memajukan kepentingan prioritas nasional.
Semua konsep strategi pembiayaan ini - Kewajiban Pelayanan
Publik (PSO), Layanan Perintis, KPS, BLUD, dan hibah berbasis
hasil - tidak mutlak harus melibatkan sektor swasta, namun lebih
merupakan gagasan yang sering dikaitkan dengan sektor swasta, yakni
penyelenggaraan berbasis kinerja. Dengan kata lain, uang dibelanjakan
dengan imbalan hasil tertentu yang dapat diukur. Penekanan pada
tercapainya hasil kinerja yang telah ditetapkan dengan jelas adalah
pesan inti yang secara umum ingin disampaikan. Mengingat bahwa
pembangunan infrastruktur dapat menjadi sangat mahal, dan betapa
vital dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, tuntutan kerja keras
dari semua pihak yang terlibat - sektor swasta, pemerintah pusat,
pemerintah daerah - adalah sesuatu yang masuk akal. • CSW
Pesan Editor
USD 47,3 miliar
Nilai 100 proyek KPS bidang infrastruktur
yang saat ini ditawarkan oleh Indonesia untuk
periode 2010-2014, menurut Bappenas.
Rp 1.430 triliun
Kebutuhan pendanaan infrastruktur
Indonesia antara tahun 2010 dan 2014.
Kemampuan pendanaan Pemerintah
Indonesia adalah Rp980 triliun, atau
sekitar 68 persen dari kebutuhan.
< 10%
Jumlah anggaran belanja daerah yang
dibiayai oleh pajak daerah. Pemda tidak
mampu melaksanakan sendiri prakarsa
infrastruktur yang signifikan.
980; 5179
Jumlah DAK yang disediakan pemerintah
pusat kepada daerah untuk tahun 2003 dan
2010. Peningkatan fragmentasi, dimana
dana hibah yang terbatas dialokasikan
untuk lebih banyak proyek, mempersulit
upaya mengatasi hambatan infrastruktur
(bottleneck) dengan mengonsentrasikan
sumber daya pada serangkaian proyek
yang dipilih secara saksama.
USD 50 billion
Jumlah pendanaan menurut Bank Dunia
yang dibutuhkan untuk peningkatan jalan
raya, pelabuhan, bandara, dan kapasitas
pembangkit tenaga listrik di Indonesia
selama lima tahun mendatang.
A n g k a
Infrastruktur dalam
Prakarsa Juli 2010
4
Pergeseran Pola Pikir: Kewajiban Pelayanan Publik dan
Layanan Perintis di Sektor Transportasi Indonesia
Secara historis, berbagai negara menyadari bahwa PSO merupakan mekanisme yang tidak
sempurna, terkadang mengakibatkan tidak memadainya pemeliharaan infrastruktur terkait.
Prakarsa Juli 2010
Subsidi adalah anggaran pengeluaran
yang cukup besar untuk Pemerintah
Indonesia. Pupuk, bensin, obat
generik, dan listrik semua disubsidi.
Berbagai layanan juga disubsidi, seperti
transportasi murah, tersedia untuk
para warga dengan harga di bawah
tarif komersial yang sewajarnya.
Subsidi adalah peranti penting untuk
memastikan bahwa masyarakat miskin
memiliki akses untuk barang dan
layanan pokok dan untuk mendorong
pembangunan. Namun subsidi
bisa jadi membutuhkan biaya yang
sangat besar – Pemerintah Indonesia
saat ini menghabiskan sekitar 15
persen dari anggaran tahunannya
untuk subsidi – dan apabila tidak
diadministrasikan dengan baik, subsidi
dapat menyebabkan hilangnya peluang
dalam menggunakan dana anggaran
secara lebih efektif di sektor lain atau
menimbulkan masalah seperti buruknya
pemeliharaan infrastruktur. Selain itu,
biaya subsidi di Indonesia mengalami
kenaikan pesat selama dekade terakhir
tanpa diimbangi dengan peningkatan
mutu dan kuantitas layanan subsidi.
Mengingat keprihatinan tersebut,
Pemerintah Indonesia mempertim-
bangkan dengan seksama Kewajiban
Pelayanan Publik (PSO) dan Layanan
Perintis untuk memastikan bahwa
mekanisme penyediaan subsidi
ter­sebut digunakan dengan cara
sebijaksana mungkin. Prakarsa Infra-
struktur Indonesia (IndII) memberikan
bantuan dengan melaksanakan kajian
kebijakan atas PSO dan Layanan Perintis
di sektor transportasi.
Pendefinisian Istilah
Dalam transportasi, PSO adalah peng
aturan yang digunakan pemerintah
untuk memberikan subsidi kepada
penyedia layanan – baik perusahaan
swasta atau Badan Usaha Milik
Pemerintah (BUMN) – untuk meng-
operasikan layanan transportasi publik
tertentu selama jangka waktu yang
ditentukan. Hal ini dilakukan apabila
rute tersebut tidak memberikan
pendapatan yang cukup agar profitabel
melalui mekanisme pasar, namun
secara sosial penyediaan transportasi
tersebut diperlukan. PSO dapat
diberlakukan pada berbagai moda
transportasi, termasuk udara, laut,
darat dan kereta api. Infrastruktur (rel
kereta api, fasilitas pelabuhan, dll.)
biasanya disediakan oleh entitas yang
terpisah dari entitas yang menjalankan
layanan bersubsidi, dan mungkin
dimiliki oleh badan pengatur atau
pihak ketiga.
Layanan Perintis dimaksudkan untuk
menentukan rute-rute transportasi
yang akan mendorong pembangunan
ekonomi suatu daerah di Indonesia.
Untuk PSO, subsidi diberikan
Atas perkenan Peter Benson
Pembentukan Kewajiban Pelayanan Publik (PSO) dan Layanan Perintis sebagai peluang
bisnis dengan daya tarik untuk sektor swasta dapat mengarah pada penentuan target yang
lebihbaik,peningkatanlayanandanpenurunanbiaya. •OlehPeterBensondanKawikSugiana
5
kepada operator dalam situasi di mana rute yang
ada tidak memberikan pendapatan yang cukup agar
profitabel melalui mekanisme pasar, namun secara
sosial penyediaan transportasi tersebut diperlukan. Di
Indonesia, Layanan Perintis biasanya tersedia di subsektor
transportasi laut dan darat, namun jarang tersedia di
transportasi udara atau kereta api.
Di lingkungan politik saat ini, PSO dan Layanan Perintis
mendapatkan banyak perhatian, para pembuat kebijakan
ingin mendapatkan gambaran jelas tentang jumlah
yang dihabiskan, pilihan target dan apakah dana yang
ada ternyata paling baik digunakan untuk PSO/Layanan
Perintis atau lebih baik diarahkan untuk peluang lain,
seperti investasi dalam infrastruktur. IndII telah diminta
Bappenas untuk melakukan tinjauan kebijakan atas PSO
dan Layanan Perintis di sektor transportasi. Tujuannya
adalah untuk membantu Pemerintah Indonesia
menentukan target kemana dana tersebut paling
baik dapat digunakan dan untuk menciptakan sistem
manajemen serta pelaksanaan yang lebih baik.
PSO dan sistem Layanan Perintis di Indonesia ditandai
dengan adanya pemberian subsidi langsung ke BUMN.
Terdapat sejumlah kompetisi pasar dalam penyediaan
Layanan Perintis, namun tidak ada dalam PSO karena
layanan tidak ditenderkan di pasar. BUMN secara rutin diberi
peran untuk menyediakan layanan yang terkait dengan
PSO. Dalam kasus apa pun, lingkungan PSO atau Layanan
Perintis belum kondusif untuk keikutsertaan sektor swasta:
masa kontrak umumnya terbatas hanya 12 bulan sehingga
risikonya terlalu tinggi untuk menarik minat sektor swasta.
Indonesia tidak sendirian dalam menghadapi masalah
terkait dengan transparansi dan pengukuran kinerja
dalam pelaksanaan PSO dan Layanan Perintis; banyak
negara mengalami kesulitan. Sebagai contoh Amerika
Serikat tidak memiliki manajemen yang sepenuhnya
transparan dan begitu pula Australia. Laporan Organisasi
Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), Policy
Roundtables: Non Commercial Service Obligations 2003,
secara jelas menunjukkan bahwa pengambilan keputusan
yang dipolitisasi dan tidak transparan terkait dengan PSO
adalah masalah yang menyebar luas yang memengaruhi
AS, Kanada dan sejumlah negara anggota Uni Eropa.
Pengukuran dampak juga lemah. Australia memang telah
memiliki kebijakan manajemen khusus, namun prosesnya
Prakarsa Juli 2010
berlanjut ke halaman 12
aDalam sektor transportasi, Pemerintah
Indonesia menggunakan Kewajiban Pelayanan
Publik (PSO) dan Layanan Perintis untuk
memastikan tersedianya transportasi yang
diperlukan secara sosial, walaupun rute
tersebut tidak menguntungkan melalui
mekanisme pasar bebas.
aLayanan tersebut biasanya disediakan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan
sedikit atau tanpa persaingan pasar.
aBappenas meminta bantuan dari Prakarsa
Infrastruktur Indonesia (IndII) untuk
mengkaji kebijakan PSO/Layanan Perintis.
aIndII merekomendasikan lima pilar
landasan penyediaan PSO dan Layanan Perintis:
akses untuk semua kalangan, perlindungan
terhadap otonomi daerah, transparansi,
Poin-Poin Utama:
‘rasionalisasi kesenjangan’ (memastikan kewajaran
kesenjangan antara harga pasar dan harga
bersubsidi), dan persaingan layanan.
aKonsep baru yang penting adalah PSO dan
Layanan Perintis harus dikemas sebagai peluang
bisnis yang melibatkan persaingan, investasi,
peluang keuntungan, serta kontrak tahun jamak
dengan berdasarkan kepada keluaran dan kinerja.
aTim IndII mengembangkan proses langkah
demi langkah yang merinci tindakan dan kebutuhan
di setiap tahap pengembangan PSO/Layanan
Perintis. Berdasarkan usulan proses tersebut,
PSO/Layanan Perintis akan dilaksanakan di tingkat
pemerintah setempat atau daerah dan dimasukkan
oleh Kementerian Perhubungan ke proses
perencanaan nasional. BUMN terkait akan berperan
sebagai penyedia layanan, bukan sebagai penentu
jumlah dana subsidi yang diberikan.
6
Konsep yang Menjanjikan
untuk Penyelenggaraan
Layanan Daerah
Unit-unit organisasi baru di tingkat pemerintah daerah
yang menyelenggarakan layanan infrastruktur, yang
telah diberi otonomi dan tanggung jawab yang lebih
besar, berpotensi untuk meningkatkan penyediaan
layanan dan memastikan bahwa masyarakat mengetahui
ke mana larinya uang retribusi yang mereka bayarkan.
• Oleh Darryl Howard
Prakarsa Juli 2010
“Pembiayaan Infrastruktur” meng-
ingatkan kita pada pengeluaran
modal untuk jembatan, jalan,
bandara dan sebagainya. Namun,
hal ini juga merupakan masalah
dalam penyelenggaraan layanan
infrastruktur. Selama beberapa
tahun, pemerintahan di seluruh
dunia telah membuat berbagai
pengaturan organisasi guna
menyediakan layanan untuk
masyarakatnya baik di tingkat
nasional maupun daerah. Walau-
pun kita bisa menilik kembali
sejarah ratusan tahun silam untuk
mencari bentuk-bentuk awal
organisasi yang telah diterapkan
oleh berbagai pemerintahan dalam
penyediaan layanan secara efisien
dan bertanggung jawab, Next Step
Agencies yang dicanangkan oleh
pemerintahan Margaret Thatcher di
Inggris pada tahun 1988 merupakan
titik awal yang baik. Visi yang
mendorong prakarsa tersebut
didasari keyakinan bahwa:
• Pemerintah harus terlibat dalam
penyediaan layanan hanya jika
ada alasan yang baik untuk tidak
melibatkan sektor swasta.
• Jika peran pemerintah bisa
dibenarkan, peran tersebut harus
dijalankan secara komersial bila
memungkinkan.
• Pengelola harus bebas
menentukan siapa yang akan
dipekerjakan dan menentukan
gajinya.
• Pengelola harus memiliki diskresi
yang luas untuk menjalankan
operasi dalam batasan anggaran
yang disetujui.
Pendekatan yang Terbukti Sukses
Berdasarkan prakarsa Next Step
Agencies, dihilangkannya kegiatan lini
dari kegiatan sehari-hari di instansi
pemerintah membuat pejabat
pemerintah bebas untuk fokus
pada pengembangan kebijakan dan
penilaian layanan yang disediakan
oleh instansinya. Secara keseluruhan,
prakarsa ini dianggap sangat sukses
karena menghasilkan peningkatan
yang dramatis pada kinerja dan
orientasi manajemen biaya di
berbagai instansi yang melaksanakan
fungsi pemerintahan. Prakarsa ini
telah ditiru oleh pemerintahan
lain baik di negara maju maupun
negara berkembang. (Survei yang
Pemilah sampah di Jalan Kartini, Jakarta. Layanan pembuangan
sampah padat merupakan calon baik untuk dikelola oleh BLUD.
Atas perkenan tbSMITH on flickr
7
Prakarsa Juli 2010
berlanjut ke halaman 14
komprehensif dan menarik tentang prakarsa
yang diambil dalam bidang ini disampaikan dalam
Dokumen OECD 2002: Distributed Public Governance
Agencies, Authorities and Other Government Bodies).
Berdasarkan filosofi manajemen ini, unit-unit dibuat
sebagai penanggung jawab penyediaan layanan
pemerintah yang relatif terbatas, misalnya penerbitan
SIM, paspor, atau perizinan lainnya. Tanggung jawab
yang relatif terbatas tersebut dimaksudkan agar
efisiensi unit-unit ini dapat diukur dengan tingkat
akurasi yang wajar dan agar memungkinkan untuk
meminta pertanggung jawaban dari para pengelola
atas efisiensi dan efektivitas kegiatan mereka. Unit-
unit ini mengenakan retribusi atas layanannya, namun
umumnya retribusi yang terkumpul tidak memadai
untuk menutup biaya mereka sepenuhnya sehingga
mereka terus memerlukan subsidi pemerintah. Akan
tetapi, meskipun retribusi tidak sepenuhnya
menutup biaya layanan, pembayaran tersebut
menimbulkan suatu kaitan bagi masyarakat antara
uang yang mereka bayarkan kepada pemerintah
dan layanan yang mereka terima.
Kadang Menguntungkan, Kadang Tidak
Sebelum melanjutkan pembahasan tentang unit-
unit layanan pemerintah tersebut, kita perlu
membedakan dua jenis dasar lembaga komersial
pemerintah: pertama, badan usaha milik
negara (biasanya perusahaan yang, meski belum
menguntungkan saat ini, dapat memberi keuntungan
di masa depan), dan kedua, unit-unit pemerintah
yang dibuat untuk memberikan layanan umum yang
menghasilkan retribusi, namun retribusi yang diterima
tidak cukup untuk menutup biaya layanan yang
aPendanaan merupakan masalah penting bukan hanya dalam pembangunan infrastruktur namun
juga dalam penyediaan layanan infrastruktur. “Next Step Agencies”, yang diluncurkan pada tahun
1988 di Inggris, menawarkan model penyediaan layanan berdasarkan konsep bahwa unit-unit pelaksana
layanan harus sedapat mungkin beroperasi dalam jalur komersial. Dengan menciptakan unit-unit yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan layanan yang terbatas dengan mengenakan biaya, pengukuran
kinerja dan akuntabilitas akan dapat dimaksimalkan, serta masyarakat dapat melihat hubungan antara
uang yang dibayarkan kepada pemerintah dan layanan yang diberikan.
aDi Indonesia, lembaga-lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan layanan dengan mengenakan
biaya namun diperkirakan akan membutuhkan subsidi pemerintah tanpa batas waktu disebut
BLU (badan layanan umum) atau BLUD (badan layanan umum daerah). Kerangka peraturan untuk
pembentukan BLUD telah dikembangkan yaitu UU no. 1/2004 dan peraturan pemerintah yang
dikeluarkan pada tahun 2005 dan 2006.
aDengan lebih dari 500 pemerintah daerah di Indonesia, penggunaan model BLUD berpotensi
meningkatkan pelaksanaan layanan secara dramatis. Sejauh ini, penggunaannya terbatas karena
kurangnya pengetahuan daerah tentang model tersebut dan cara pelaksanaannya. Kementerian
Dalam Negeri saat ini sedang menggalakkan konsep ini, guna mempercepat pemanfaatan BLUD.
Dengan menyediakan dan mengembangkan peranti dan pedoman praktis untuk pemerintah daerah,
model BLUD dapat berdampak pada berbagai layanan dasar di waktu mendatang.
Poin-Poin Utama:
8
Prakarsa Juli 2010
Era Baru Kerjasama
Pemerintah Swasta
Kerjasama Pemerintah Swasta
(KPS) bukan hal baru bagi
Indonesia. Pada akhir 1980-an
dan awal 1990-an, Pemerintah
menyadari perlunya peningkatan
investasi infrastruktur dengan
melibatkan sektor swasta
melalui KPS. Pada akhir 1997,
Indonesia telah menarik investasi
infrastruktur lebih dari US$ 20
milyar dengan skema KPS, yang
didominasi oleh sektor listrik,
telekomunikasi, dan transportasi.
Akan tetapi, kegiatan ini terhenti
karena runtuhya perbankan dan
depresiasi mata uang besar-
besaran yang disebabkan oleh
krisis keuangan Asia, yang terjadi
pada paruh kedua 1997.
Krisis keuangan Asia datang dan
pergi, namun kebutuhan investasi
infrastruktur Indonesia terus
meningkat. Pertumbuhan ekonomi
pada beberapa tahun lalu telah
meningkatkan kebutuhan akan
investasi infrastruktur, dan
Pemerintah Indonesia belum
dapat mendanai seluruhnya. KPS
jelas berperan, dan Pemerintah
Indonesia menargetkan untuk
menarik investasi swasta dalam
sektor infrastruktur sebesar Rp
978 triliun selama periode 2010-
2014. Target ini sekitar 20 kali
lebih besar dari investasi swasta
aktual dalam KPS infrastruktur
selama 10 tahun lalu1
. Dengan
sasaran yang ambisius itu,
kita perlu bertanya mengapa
pelaksanaan proyek KPS yang
baru masih terbatas selama
dekade lalu, meski ada kebutuh-
an investasi, serta bagaimana
jawaban untuk pertanyaan
tersebut dapat melandasi
strategi di masa depan.
Hasil dari beberapa proyek pra-
krisis menunjukkan pelajaran yang
Sejak krisis finansial, pendanaan proyek-proyek KPS
untuk kebutuhan infrastruktur Indonesia tidak banyak
berkembang. Dengan dapat diatasinya hambatan dari
proyek-proyek KPS, Pemerintah Indonesia berharap dapat
memperbaiki situasi ini. • Oleh Mike Crosetti
berharga tentang kekurangan
KPS. Misalnya, pemerintah dan
perusahaan seperti Pertamina
harus membayar ganti rugi
yang besar kepada investor
dan penjamin asing karena
pembatalan proyek-proyek
KPS. Pengalaman ini membuat
pemerintah dan investor swasta
menyadari tentang perlunya
pendekatan terstruktur serta
upaya-upaya KPS di masa depan,
selain itu reformasi politik pasca-
Suharto telah meningkatkan
transparansi dan desentralisasi.
Oleh karena itu, KPS di masa
depan akan berbeda secara
signifikan dari model yang lama.
Kesuksesan pendekatan
terstruktur pada KPS didasari
empat komponen dasar: dasar
hukum; kapasitas dan koordinasi
kelembagaan, persiapan proyek
yang baik; serta ketersediaan
pendanaan. Komponen dasar
Di seluruh dunia, pembangkit tenaga merupakan
sektor infrastruktur yang sering diusulkan sebagai
proyek KPS.
Atas perkenan Waymond C di flickr
9
Prakarsa Juli 2010
tersebut adalah syarat yang
diperlukan untuk pengembangan
KPS. Pemahaman tentang peran
komponen-komponen ini di
Indonesia di masa lalu mem-
berikan petunjuk tentang bagai-
mana KPS dapat memenuhi
harapan di masa depan.
Pertama, Dasar Hukum
Sebelum KPS dapat dimulai,
terlebih dulu harus ada dasar
hukum penetapkan peran
organisasi dan penentuan
bagaimana KPS dilaksanakan.
Pemerintah telah melakukan
langkah awal dengan memben-
tuk Komite Kebijakan Percepatan
Pembangunan Infrastruktur
(KKPPI) melalui Perpres No. 81/
2001, yang perbaharui dengan
Perpres No. 42/2005. Pada
tahun 2005 pula, Pemerintah
mendefinisikan ulang substansi
pelaksanaan KPS dengan Perpres
No. 67/2005, yang menggantikan berlanjut ke halaman 15
Keppres No. 7/1998, dan disusul
dengan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) No. 38/2006
tentang manajemen risiko dalam
proyek infrastruktur. Selain
peraturan-peraturan itu, telah ada
reformasi peraturan perundang-
undangan mendasar atas hampir
semua sektor infrastruktur utama.
Reformasi ini telah menghapuskan
monopoli pemerintah, mendele-
gasikan kewenangan pengaturan
kepada pemda, dan menerapkan
tender yang kompetitif. Akan
tetapi, masih banyak yang harus
dilakukan untuk menyusun
peraturan pelaksanaan dan
penguatan kelembagaan untuk
melaksanakan fungsi tersebut.
Perpres No. 67/2005 telah
diperbaharui dengan Perpres
No. 13/2010, dan baru-baru ini
Pemerintah juga telah mendirikan
lembaga pendanaan dan pen-
jaminan infrastruktur. Langkah
berikutnya adalah memperbaharui
PMK No. 38/2006 untuk memper-
luas penggunaan jaminan peme-
rintah, serta peraturan pelaksana-
an di beberapa sektor dan peru-
bahan atas dasar hukum bagi
pemerintah dalam akuisisi lahan.
Oleh karena itu, faktor pertama
yang menyebabkan terbatasnya
penggunaan KPS selama periode
pasca-krisis – tidak adanya kerang-
ka hukum yang menyeluruh, baik
peraturan yang khusus untuk
setiap sektor maupun KPS secara
umum – sebagian besar telah
diatasi. Mengingat perubahan
politik yang besar dan cakupan
reformasi industri yang telah
terjadi, waktu yang dihabiskan
untuk hal tersebut dapat dimak-
lumi. Momentum yang telah
dicapai pada beberapa tahun lalu
aLima belas tahun lalu, Indonesia adalah negara terdepan dalam hal KPS infrastruktur di antara
negara-negara berkembang dengan pelaksanaan berbagai proyek bernilai milyaran dolar. Krisis keuangan
Asia mengubahnya secara tiba-tiba. Selama dekade lalu, pertumbuhan ekonomi telah kembali dan
pemerintah kembali berupaya untuk meningkatkan sumberdayanya untuk penyediaan infrastruktur dengan
menggunakan KPS. Namun, hanya ada sedikit proyek KPS infrastruktur yang relatif kecil yang telah
dilaksanakan selama periode itu.
aMakalah ini menyoroti penyebab kurangnya proyek baru sampai saat ini dan membahas implikasi
terhadap peningkatan investasi KPS yang ditargetkan. Artikel ini menyimpulkan bahwa pemerintah telah
mencapai kemajuan dalam beberapa bidang, dan saat ini harus melanjutkan upaya untuk menciptakan
kebijakan sektor yang kondusif dan fokus pada pengembangan kapasitas internal di kementerian terkait
dan pemerintah daerah untuk merealisasikan era baru KPS . Pengembangan kapasitas mencakup perumusan
prosedur untuk penyusunan proyek di semua instansi, penggalakan KPS secara internal, dan pelatihan para
pejabat untuk meningkatkan pemahaman tentang cara kerja KPS.
Poin-Poin Utama:
10
Prakarsa Juli 2010
Dana Hibah dalam
Perspektif Berbasis Hasil
Sesuai kecenderungan yang relatif
baru, Indonesia kini beralih pada hibah
kinerja berbasis hasil sebagai sarana
penyediaan modal investasi untuk
pemerintah daerah (Pemda). Untuk
memahami alasan kenapa mekanisme
ini merupakan sarana berharga dalam
penunjang pembangunan infrastruktur
yang efektif untuk tahun-tahun
mendatang, adalah penting untuk
mengetahui latar belakang yang
menjadi dasar penerapannya.
Mengingat dorongan menuju
desentralisasi baru terjadi selama
dasawarsa terakhir, maka dapat dipa-
hami bahwa sistem fiskal antar-lembaga
pemerintah di Indonesia masih berada
pada tahap perkembangan. Beberapa
tantangan utama di antaranya adalah
pertama untuk menanggulangi secara
langsung kebutuhan anggaran sebagian
besar pemda yang jumlahnya semakin
bertambah. Saat ini terdapat lebih
kurang 512 kota dan kabupaten serta
33 provinsi, 225 di antaranya baru
terbentuk sejak tahun 2001. Indo-
nesia merupakan negara dengan
keanekaragaman yang luar biasa
dengan variasi yang sangat besar
di bidang sumber daya ekonomi,
kepadatan penduduk, dan aset
infrastruktur. Terdapat kesenjangan
lebar antara kebutuhan anggaran
dan tingkat pendapatan yang dapat
dihasilkan di sebagian besar Pemda.
Bagi Pemerintah Indonesia penyediaan
kebutuhan sumber daya fiskal untuk
semua daerah guna membiayai layanan
regional dan lokal mereka, merupakan
upaya yang sangat besar.
Umumnya negara federasi yang
matang, melimpahkan wewenang
penyediaan dana modal untuk masya-
rakat kepada negara bagian atau pro-
vinsi, dan hanya mengatur akses ke
pasar modal. Bukan demikian halnya
di Indonesia, di mana hubungan tata
kelola pemerintah antara Pemerintah
Pusat dengan Pemda dan pemerintah
kota bersifat langsung. Mungkin karena
diperlukan, rumus alokasi yang di-
gunakan Pemerintah Pusat dalam
menetapkan tingkat bagi hasil untuk
masing-masing daerah lebih merupakan
perkiraan pembelanjaan daripada
pendekatan berdasarkan perhitungan
cermat tentang kebutuhan daerah
yang spesifik.
Sebagian besar (93 persen) dana yang
disediakan Pemerintah Pusat kepada
daerah yang diberikan berbentuk
dana yang tidak bersyarat (Dana
Alokasi Umum/DAU, Dana Bagi Hasil/
DBH, dan Dana Otonomi Khusus/
Dana Otsus). Karena memang sifatnya
demikian, Pemerintah Pusat tidak
memiliki kendali atas penggunaan dana
Saat Pemerintah Indonesia menunjukkan perhatian
mengenai jenis mekanisme baru dalam mendanai
investasi pemerintah daerah, sangat menarik pula
untuk diperhatikan latar belakang dasar penerapan
teknik-teknik ini. • Oleh Maurice Gervais
tersebut oleh Pemda. Kendali yang
dimiliki Pemerintah Pusat hanyalah
melalui Dana Alokasi Khusus (DAK),
dan adanya persyaratan bahwa daerah
juga wajib menyediakan 10 persen dana
pendamping. Dengan demikian, pada
umumnya pemberian dana Pemerintah
Pusat kepada Pemda bukanlah suatu
mekanisme efektif untuk melibatkan
daerah dalam program yang digerakkan
oleh prioritas nasional.
Dewasa ini, DAK menjadi sarana, di
mana Pemerintah Pusat menyediakan
dana modal kepada daerah untuk
membantu mereka dalam mendanai
kebutuhan investasi mereka. Namun
dalam rangka DAK, dana yang
disediakan untuk pendidikan sangat
besar dan beberapa dana hibah untuk
jalan sangat signifikan, sedangkan untuk
keperluan lainnya hanya sedikit. Jumlah
ini mencakup dana yang diperlukan
untuk membiayai sektor infrastruktur
kunci (seperti pengairan, penyediaan air
minum dan sanitasi). Dana hibah DAK
untuk infrastruktur hanya merupakan
pendanaan dalam jumlah terbatas,
secara khusus hanya Rp 2,3 miliar, yang
hanya cukup untuk sekadar menutup
biaya perawatan rutin dan berkala.
Inilah pencerminan mengapa tidak ada
proyek besar yang diselenggarakan
Pemerintah Daerah.
Atas perkenan Kendra on Picasa
Hibah kepada Pemerintah Daerah di Indonesia yang
dikenal dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) hanya
menyediakan pendanaan terbatas untuk sejumlah
sektor utama seperti irigasi.
11
Prakarsa Juli 2010
Dana hibah DAK awalnya diperkenalkan
pada tahun 2003 dan jumlah dana
yang disediakan melalui mekanisme ini
meningkat 10 kali lipat hingga tahun
2008. Namun hambatan dari segi fiskal
akibat resesi ekonomi dunia, telah laju
pertumbuhan yang pesat pendanaan
melalui DAK. Sejak tahun 2008 jumlah
pendanaan telah menyusut dalam arti
riil, dan alokasi untuk infrastruktur,
yang selama beberapa tahun terakhir
sudah menurun, bahkan anjlok hingga
mencapai 25 persen dari keseluruhan.
Inilah konteks yang menjadi dasar
bagi Pemerintah Indonesia dalam
meningkatkan upayanya untuk mening-
katkan investasi di bidang infrastruktur.
Sejak tahun 2005 Pemerintah Pusat
telah menangani berbagai isu, termasuk
revitalisasi hibah daerah yaitu dana
modal hibah dan dana pinjaman
lanjutan yang disediakan Pemerintah
Pusat kepada daerah. Dua pendekatan
ini agak berbeda dari dana hibah
DAK: alih-alih memberi pembayaran
di muka, pendekatan hibah daerah ini
akan memberikan tanggapan terhadap
usulan pendanaan investasi yang
diajukan daerah; mengandalkan pada
kontrak berbasis hasil kinerja; dan
penyaluran dana ke daerah dilakukan
dengan pembayaran apabila kriteria
kinerja yang sudah ditetapkan dengan
jelas, telah tercapai.
Dana hibah dan pengaturan pinjaman
lanjutan merupakan strategi yang
menjanjikan bagi Pemerintah
Indonesia dan menyediakan peluang
yang besar bagi para donor. Hal ini
dapat menjadi titik masuk resmi bagi
donor yang bersedia menyediakan
dukungan investasi kepada daerah
dengan cara yang konsisten dengan
Jakarta Commitment1
maupun yang
menetapkan hasil kinerja sebagaimana
dipersyaratkan. Tidak demikian halnya
dengan sistem DAK: sumberdaya donor
yang disediakan melalui DAK harus
dapat dipertukarkan sepenuhnya,
dan Pemerintah Pusat tidak dapat
mengawasi pelaksanaan program
yang didukung dana DAK.
Bersamaan dengan meningkatnya
fokus pada dana hibah dan pengaturan
pinjaman lanjutan, Pemerintah Pusat
sedang dalam proses untuk merevisi
tiga Peraturan Pemerintah yaitu PP No.
2/2005, PP No. 54/2005, dan PP No.
57/2005, sebagai bagian dari paket
menyeluruh yang memberi kemudahan
masuknya dana donor ke dalam proses
penganggaran dan meningkatkan
kerangka hukum untuk dana pinjaman
lanjutan dan dana hibah lanjutan
oleh Pemerintah Pusat. IndII kini
sedang mendukung upaya ini dengan
membantu dalam perancangan sistem
hibah modal yang efektif.
Sebagian besar komponen utama
sudah didefinisikan dalam rancangan
peraturan dan menjadi batu pijakan
menuju tahap dana hibah berbasis
hasil kinerja.
aSembilan puluh tiga persen pendanaan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah berbentuk
dana hibah tidak bersyarat sehingga menyulitkan untuk menjadikan pendanaan tersebut sebagai alat
untuk memajukan prioritas nasional. Sarana yang digunakan Pemerintah Pusat saat ini untuk menyediakan
dana hibah modal untuk membantu daerah dalam mendanai kebutuhan investasi adalah DAK (Dana Alokasi
Khusus), namun dengan pengecualian pendanaan untuk sektor jalan raya. Jumlah DAK yang terbatas dan
dialokasikan untuk infrastruktur hanya sekadar cukup untuk menutup biaya pemeliharaan rutin dan berkala
dan tidak memungkinkan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan proyek besar.
aDengan latar belakang ini Pemerintah Indonesia melakukan upaya intensifikasi untuk memperkuat
investasi di bidang infrastruktur dengan cara seperti revitalisasi Hibah Daerah berupa dana hibah modal
dan dana pinjaman lanjutan dari Pemerintah Pusat kepada daerah. Dua pendekatan ini jauh berbeda dengan
dana hibah DAK: alih-alih memberi pembayaran di muka, melalui dua pendekatan tersebut Pemerintah Pusat
akan memberikan tanggapan terhadap usulan pendanaan investasi yang diajukan oleh daerah; mengandalkan
kontrak berbasis hasil kinerja; serta menyalurkan pembayaran dana hibah ke daerah apabila kriteria kinerja
yang sudah ditetapkan dengan jelas telah tercapai. Dana hibah berbasis hasil kinerja seperti ini merupakan
strategi Pemerintah Indonesia yang tepat bagi tercapainya prioritas pembangunan infrastruktur nasional,
dan membuka pintu masuk resmi bagi donor yang mempunyai standar bahwa sasaran dan persyaratan
tertentu harus dipenuhi. Kerangka kerja peraturan yang sedang disusun sekarang akan menjadi batu pijakan
menuju pengembangan lebih lanjut dari dana hibah berbasis hasil.
Mengenai penulis:
Maurice Gervais adalah seorang Tenaga
Ahli Senior di bidang Desentralisasi Fiskal
yang telah berpengalaman luas sebagai
praktisi pembangunan sejak tahun 1972.
Gervais telah berkarier selama 22 tahun
sebagai staf di Bank Dunia, sejak keluar,
beliau telah menjalani karier sebagai
konsultan selama 12 tahun di Indonesia.
Fokus perhatiannya adalah dalam bidang
desentralisasi pemerintahan.
Poin-Poin Utama:
Catatan:
1. Jakarta Commitment adalah perjanjian yang
ditandatangani oleh Pemerintah Pusat dan 22
negara dan lembaga donor multilateral. Perjanjian
tersebut menyatakan bahwa para penandatan-
gannya akan mengikuti Paris Declaration on Aid
Effectiveness, yang dimaksudkan untuk meningkat-
kan efektivitas dana hibah dan pinjaman dari luar
negeri. Prinsip utama dalam komitmen tersebut
adalah penegasan tentang kepemilikan Indonesia
atas semua prakarsa bantuan.
12
Prakarsa Juli 2010
PERGESERAN POLA PIKIR dari halaman 5
masih dikendalikan oleh politik. Negara-
negara bergumul dengan keprihatinan
tentang bagaimana mereka dapat
mengalokasikan PSO tanpa mendukung
monopoli penyediaan layanan oleh
BUMN.
Tim IndII menggunakan pendekatan
praktis untuk menganalisis PSO/
Layanan Perintis. Proses tersebut
dimulai dengan mengajukan pertanya-
an dasar, seperti “Mengapa Pemerin-
tah Indonesia ingin memiliki kebijakan
PSO/Layanan Perintis?” dan, “Apakah
definisi PSO/Layanan Perintis?” Jawab-
an dari pertanyaan ini menentukan
kerangka kerja yang dapat digunakan
untuk mengembangkan kebijakan
yang jelas.
Tim IndII hampir menyelesaikan
tugasnya dalam tinjauan yang
dilakukannya atas PSO/Layanan Perintis
mencakup fitur berikut ini:
• Definisi PSO dan Layanan Perintis
dinyatakan secara jelas untuk
menentukan kerangka
kerja kebijakan.
• Kebijakan diarahkan pada PSO/
Layanan Perintis yang seluruhnya
atau sebagian dibiayai oleh
pemerintah pusat.
• ‘Pilar kebijakan’ untuk PSO dan
Layanan Perintis adalah: akses
untuk semua kalangan, stabilitas
yang otonom (yaitu perlindungan
otonomi daerah dan pembangunan
ekonomi), transparansi,
‘rasionalisasi kesenjangan’1
dan
persaingan dalam penyediaan
layanan.
• PSO dan Layanan Perintis
diperlakukan sebagai konsep bisnis.
Oleh karena itu, diperlukan unsur-
unsur tertentu: para penyedia
layanan harus bersaing satu sama
lain, mereka harus melakukan
investasi dalam bisnis, mereka harus
profitabel, dan mereka harus dapat
memperoleh kontrak tahun jamak
sehingga dapat membuat rencana
dan beroperasi dalam jangka waktu
yang tertentu yang dapat diterima.
• Dalam menjaga orientasi bisnis,
fokusnya adalah pada penetapan
dan pengevaluasian PSO dan
Layanan Perintis berdasarkan
kinerja: memilih penyedia layanan
yang menawarkan mutu dan
kuantitas maksimal dari layanan
yang diinginkan sebagai kompensasi
dari subsidi yang ditawarkan. Harus
terdapat hubungan antara belanja
dan keluaran daripada membatasi
fokus pada pemasukan.
• Proses pengelolaan PSO dan
Layanan Perintis ditentukan
dengan jelas.
Penerapan Konsep Baru
Terdapat tiga konsep baru dalam
pendekatan kebijakan yang direkomen-
dasikan. Pertama adalah penjelasan
tegas dari Kementerian Perhubungan
(Kemenhub) tentang lima pilar kebijak-
an (akses untuk semua kalangan,
stabilitas yang otonom, transparansi,
Kunci
PSO = Kewajiban Pelayanan Publik
PS = Layanan Perintis
KEMENHUB = Kementrian Perhubungan
KemenBUMN = Kementrian Badan Usaha Milik Negara
KemenKeu = Kementrian Keuangan
DPR = Dewan Perwakilan Rakyat (House of Representatives)
BUMN = Badan Usaha Milik Negara
Ilustrasi 1 : Proses Sistem PSO/Layanan Perintis (PS)
13
Prakarsa Juli 2010
rasionalisasi kesenjangan, dan persaingan).
Pilar-pilar tersebut bertujuan untuk menghasilkan
langkah-langkah tertentu, seperti penciptaan pasar yang
bersaing untuk tender dan penyediaan PSO dan Layanan
Perintis.
Konsep baru kedua adalah perlakukan bahwa penyediaan
PSO atau Layanan Perintis merupakan suatu bisnis. Oleh
karena itu, pemerintah harus mengemasnya dengan
sedemikian rupa, menjadikannya sebagai sebuah peluang
yang menarik dan profitabel dan menuntut kinerja
sebagai imbalan atas dana yang diberikan. Pergeseran
pola pikir bisnis ini penting untuk keberhasilan pelaksa-
naan kebijakan PSO/Layanan Perintis yang telah direvisi.
Dua strategi melandasi pengembangan PSO/Layanan
Perintis sebagai peluang bisnis: penggunaan “Kasus
Bisnis” dan pelaksanaan kontrak tahun jamak untuk
menarik investasi dan peningkatan layanan. Baik Kasus
Bisnis dan pembuatan kontrak tahun jamak berfokus
pada keluaran, berbeda dengan kontrak berbasis
masukan yang biasanya digunakan saat ini.
Kasus Bisnis merupakan alat untuk menguji viabilitas
ekonomi dan keuangan PSO/Layanan Perintis. Hal
tersebut memberikan Pemerintah informasi tentang
permintaan, hasil keuangan dan ekonomi dan
potensi profitabilitas dari penyediaan layanan. Hal ini
memungkinkan Pemerintah menjadi pembeli layanan
yang sudah pasti dan para pelaku sektor swasta dapat
menggunakan informasi ini untuk menilai viabilitas
keuangan suatu bisnis. Penggunaan Kasus Bisnis
dapat juga membantu Pemerintah untuk mengambil
pendekatan obyektif terhadap penyediaan layanan
bersubsidi. Dibandingkan dengan pemberian kontrak
atas dasar historis, Kasus Bisnis membantu Pemerintah
Indonesia mengetahui secara tepat di mana kebutuhan
yang timbul dan keluaran apa yang diharapkan pada
tingkat belanja tertentu.
Konsep baru ketiga adalah pengembangan proses
empat tahap yang merinci tindakan yang diperlukan
di setiap tahap pengembangan PSO/Layanan Perintis
dan mengidentifikasi para penanggung jawab semua
tugas (lihat gambar 1). Terdapat dua perubahan besar
utama untuk proses baru tersebut. Pertama, Layanan
Perintis akan dihasilkan di tingkat pemerintah setempat
atau daerah dan kemudian dimasukkan oleh Kemenhub
ke proses perencanaan nasional. Kedua, peran BUMN
terkait adalah sebagai penyedia layanan, bukan penentu
jumlah dana subsidi yang diberikan. Bappenas akan
menjadi pengawas kebijakan, sementara Kemenhub
akan melaksanakan program PSO/Layanan Perintis dan
mengukur keluaran.
Manfaat dari pendekatan ini, yakni Pemerintah Indonesia
dapat menargetkan PSO dan Layanan Perintis secara lebih
efektif (karena pelanggannya sudah ditentukan dengan
jelas); serta makin banyak peluang untuk menurunkan
biaya dan/atau meningkatkan standar layanan; dan
kinerja diukur sehingga perbaikan program atau
penyediaan layanan yang sesuai dapat dilakukan.
Pelaksanaan strategi ini merupakan sebuah tantangan.
Diperlukan perubahan kelembagaan, namun satu-
satunya aspek terpenting dari suksesnya kebijakan ini
adalah untuk mengonseptualisasikan PSO dan Layanan
Perintis sebagai bisnis, dan menciptakan lingkungan di
mana kegiatan operasional bisnis akan menghasilkan
penentuan target dan penyediaan layanan yang
lebih baik. Pendekatan pelaksanaan lima tahunan
sedang direncanakan dengan harapan bahwa hasil
yang dapat diwujudkan akan bermanfaat bagi warga
yang membutuhkan transportasi yang terjangkau dan
untuk para pembuat kebijakan yang mengupayakan
pembangunan ekonomi Indonesia.
14
diberikan, dan unit-unit tersebut
diperkirakan akan membutuhkan
subsidi pemerintah secara tidak
terbatas.
Contoh perusahaan jenis pertama
di Indonesia adalah Pertamina dan
Garuda. Swasta dapat menjadi
pemegang saham di perusahaan
tersebut, namun perusahaan ter-
sebut didirikan sebagai perusahaan
milik pemerintah karena dianggap
sebagai kepentingan nasional.
Di Indonesia, perusahaan milik
pemerintah ini disebut Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) atau Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD).
Transjakarta dan rumah sakit daerah
merupakan contoh perusahaan
kategori kedua – perusahaan
jawatan yang diperkirakan akan
memerlukan subsidi pemerintah
secara tidak terbatas. Lembaga
yang dibentuk untuk memberikan
layanan pemerintah bersubsidi
disebut Badan Layanan Umum (BLU)
atau Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD). Artikel ini fokus pada BLU
dan khususnya BLUD.
Pemerintah di seluruh dunia
telah bergelut dengan masalah
penyediaan layanan yang bukan
hanya efisien, tetapi juga bebas
korupsi, khususnya badan penyedia
layanan yang mengenakan
biaya. Dalam upaya mengurangi
korupsi, tahun 1997 Pemerintah
RI mengesahkan UU No. 20/1997,
yang mewajibkan setiap lembaga
pemerintah yang menghasilkan
penerimaan negara bukan pajak
(PNBP) untuk menyetorkan dana
tersebut ke rekening pemerintah
sesegera mungkin. Karena itu,
lembaga pemerintah penyedia
KONSEP YANG MENJANJIKAN dari halaman 7
Prakarsa Juli 2010
layanan tidak dapat menggunakan
dana yang diterima walaupun
untuk menutupi sebagian biaya
operasinya. Akan tetapi, tujuh
tahun kemudian, UU No. 1/2004
disahkan, yang menyediakan
kerangka hukum yang komprehensif
untuk mempertanggung jawabkan
alokasi dan penggunaan dana
negara, membuka kemungkinan
pembentukan unit-unit BLU. Dua
peraturan berikutnya – PP No.
23/2005 tentang manajemen
keuangan BLU, dan PP No. 58/2005
tentang pengelolaan keuangan
daerah – menetapkan kerangka
pembentukan BLUD. Selanjutnya,
Kemendagri mengeluarkan
Peraturan Mendagri No. 61/2006,
yang menetapkan pedoman teknis
manajemen keuangan untuk BLUD.
Di antara dampak penting lainnya
dari berbagai peraturan tersebut,
BLU dan BLUD menjadi bebas dari
ketentuan yang sangat restriktif
dalam UU No. 20/1997 tentang
penanganan PNBP. Ketentuan
tentang manajemen keuangan yang
ditetapkan dalam peraturan tersebut
ditujukan untuk memberikan
Tanggung jawab
yang relatif terbatas
tersebut dimaksudkan
agar efisiensi unit-
unit tersebut dapat
diukur dengan tingkat
akurasi yang wajar,
agar memungkinkan
untuk dimintai
pertanggungjawaban
dari para pengelola atas
efisiensi dan efektivitas
kegiatan mereka.
Mengenai para penulis:
Kawik Sugiana adalah seorang perencana
regional dan konsultan infrastruktur
yang aktif dalam beragam penelitian
dan pengkajian di bidang pembangunan
regional dan penyediaan infrastruktur.
Ia memperoleh gelar Doktor dalam
Perencanaan Regional di Amerika Serikat
dari University of Wisconsin, Madison.
Jabatan yang pernah ia duduki selama 15
tahun terakhir antara lain: Manajer Program
Nasional Poverty Alleviation through
Rural and Urban Linkages (PARUL) sebuah
program di bawah UNDP-Bappenas (1996-
2000); Asisten Deputi 5 yang bertanggung
jawab atas Pembangunan Infrastruktur dan
Regional pada Kemenko Perekonomian
(2000-2001); dan Kepala Program
Pascasarjana ‘Perencanaan Kota dan
Daerah’ di Universitas Gadjah Mada (2001-
2006). Ia mulai memusatkan perhatiannya
pada bidang infrastruktur di tahun 2006
ketika ditunjuk sebagai Sekretaris Eksekutif
Komite Kebijakan Percepatan Pembangunan
Infrastruktur (KKPPI). Saat ini ia bekerja
sebagai tenaga ahli infrastruktur untuk
Proyek Reformasi Kebijakan Kewajiban
Pelayanan Publik (IndII - Bappenas).
Peter Benson sudah 16 tahun bekerja di
bidang konsultasi internasional, pertama-
tama pada Victorian Road Authority
(VicRoads) dan sejak tahun 2000 sebagai
konsultan pada Bank Pembangunan Asia,
Bank Dunia, AusAid, Badan Pembangunan
Internasional Swedia, dan USAID. Ia
pernah bekerja di Timor Leste, Bhutan,
India, Malaysia, Indonesia, Filipina, Tonga,
dan Afghanistan. Peter berpengalaman
luas dalam manajemen infrastruktur,
namun memiliki spesialisasi di bidang
jalan raya dan angkutan jalan raya. Ia
mengawali karirnya sebagai pegawai
pemerintah negara bagian Victoria,
Australia selama 26 tahun dan meningkat
hingga menduduki jabatan manajerial di
bidang legislasi, manajemen proyek, dan
menangani berbagai masalah kebijakan dan
kelembagaan. Selama 30 tahun lebih Peter
terlibat dalam penyusunan kebijakan publik,
maupun dalam manajemen program dan
proyek. Ia memilik gelar di bidang Hukum
dan Diploma dari Institute of Company
Directors.
PERGESERAN POLA PIKIR dari
halaman 13
CATATAN
1. Dengan kata lain, para pembuat kebijakan
harus yakin bahwa layanan ini tidak
membebani pelanggan pada tingkat biaya
yang lebih rendah dari jumlah biaya yang
bersedia mereka bayar, karena hal tersebut
berarti dana pemerintah tidak digunakan
secara efisien.
15
Prakarsa Juli 2010
kendali keuangan yang memadai
serta memberikan kebebasan dan
fleksibilitas bagi BLU atau BLUD
untuk menyediakan layanan secara
efektif dan efisien.
Sebuah Model yang Potensial
Karena saat ini ada lebih dari 500
pemerintah daerah (provinsi,
kabupaten, dan kota) di Indonesia,
penggunaan model BLUD berpotensi
untuk menghasilkan peningkatan
yang dramatis dalam penyediaan
barang dan layanan dasar untuk
masyarakat. Di akhir tahun 2009,
Prakarsa Infrastruktur Indonesia
(IndII) melakukan kajian untuk
menilai tingkat penggunaan
konsep BLUD sampai saat ini
dan menentukan kemungkinan
bantuan IndII untuk memfasilitasi
penggunaan konsep BLUD.
Kajian tersebut menemukan
bahwa meski banyak peluang
untuk menggunakan model BLUD
dalam layanan infrastruktur, peng-
gunaannya masih cukup terbatas.
Ada beberapa faktor penyebabnya,
yang terutama, yakni kurangnya
informasi dan pemahaman di tingkat
daerah tentang model BLUD dalam
penyediaan layanan dan cara terbaik
untuk melaksanakannya. Setelah
Kemendagri memberikan informasi
dan mendorong penggunaan kon-
sep ini, penggunaan model BLUD
diperkirakan akan meningkat.
Apa Langkah Selanjutnya
Apa yang perlu dilakukan untuk
memajukan konsep BLUD? Kemen-
dagri sedang menginventarisasi
peraturan dan pedoman, dan meng-
evaluasi peranti, seperti proyek
percontohan dan survei yang dapat
digunakan untuk menyempurnakan
pemahaman tentang keunggulan
BLUD dan kesulitan yang terkait
dengan pengelolaannya. Berdasar-
kan kegiatan tersebut, langkah
berikutnya adalah menyusun
materi yang dapat digunakan
pemerintah daerah sebagai
pedoman praktis untuk memben-
tuk BLUD dan meluncurkan pro-
gram promosi yang diarahkan
kepada pemerintah daerah agar
mereka tahu tentang manfaat
pendirian BLUD.
Potensi untuk mendirikan BLUD
di seluruh Indonesia sangat
menggembirakan – mungkin
5.000 BLUD (rata-rata 10 unit per
Pemda) atau lebih akan dibentuk
dalam lima tahun ke depan.
Model BLUD dapat berlaku untuk
berbagai macam layanan dasar
yang disediakan di tingkat
pemerintah daerah yang
menyentuh semua rakyat
setiap hari. n
Mengenai penulis:
Darryl Howard, Warga Negara
Kanada, pindah ke AS untuk kuliah.
Dia meraih gelar MBA, dalam
bidang keuangan di University of
Washington, kemudian bekerja
di Exxon Corporation di Houston.
Setelah ditugaskan di New York,
Bangkok, Tokyo, Southampton dan
Sydney, Darryl ditunjuk sebagai
Chief Financial Officer untuk
Exxon Indonesia di Jakarta. Setelah
menjabat selama kurang lebih 10
tahun, Darryl keluar dari Exxon dan
menjadi konsultan independen di
Jakarta. Darryl telah bekerja untuk
IndII sejak November 2009.
KPS dari halaman 9
diharapkan berlanjut, dengan
memperhatikan beberapa unsur
hukum utama yang diharapkan
segera tersedia. Selain penjabar-
an lebih lanjut peraturan untuk
sektor secara khusus, pemba-
haruan PMK No. 38/2006 diharap-
kan segera dilakukan yang akan
menyederhanakan proses pen-
jaminan dan memperluas jenis
penjaminan yang ada, termasuk
jaminan yang mencakup risiko
utang dari instansi pemerintah.
Kapasitas dan Koordinasi
Kelembagaan
Penerapan dasar hukum
memerlukan kapasitas
kelembagaan dan dalam kerangka
KPS lintas sektor diperlukan
koordinasi yang baik. Kapasitas
kelembagaan meliputi:
• Pengakuan pejabat
pemerintah tentang peran
dan manfaat KPS
• Pemahaman pejabat pemerin­
tah tentang modalitas KPS
• Proses persiapan yang jelas
serta peranti dan dokumentasi
pendukung dalam pemerintah
• Integrasi dengan strategi dan
upaya perencanaan pemerintah
yang lebih luas
Pencapaian kapasitas dan
koordinasi kelembagaan
merupakan salah satu tantangan
terbesar untuk pengembangan
16
Prakarsa Juli 2010
KPS di Indonesia saat ini. Pembentukan Unit
Pusat KPS dalam lingkungan Bappenas tahun lalu
merupakan langkah yang baik menuju pencapaian
itu. Namun, masih ada kebutuhan bagi personil
Pemerintah – khususnya di kementerian terkait
dan pemda yang bertanggung jawab atas
identifikasi, pengembangan dan pengawasan
proyek KPS – untuk memiliki wawasan yang lebih
baik tentang cara kerja KPS dan manfaatnya.
Pemahaman yang lebih baik tentang hal ini
akan menjadi insentif bagi para pejabat untuk
menerapkan KPS guna mencapai target-target
infrastruktur.
Selain itu, meskipun para pejabat pemerintah
telah menyadari manfaat KPS dan memahami
konsep penerapannya, masih diperlukan prosedur
dan peranti yang jelas untuk menyusun proyek
dalam lingkungan Pemerintah. Agar sukses
mengintegrasikan KPS dalam upaya perencanaan
yang lebih luas dan mengkoordinasikannya
di berbagai instansi yang terlibat, kebutuhan
tersebut harus terpenuhi. Mekanisme tersebut
harus mencakup bukan saja identifikasi, desain
dan koordinasi proyek fisik dan pemilihan
modalitas KPS, tetapi juga penganggaran setiap
dukungan pemerintah langsung dan pemrosesan
jaminan pemerintah yang mungkin diperlukan
untuk pelaksanaan proyek.
Kondisi sekarang membuka peluang bagi
pemerintah untuk menyusun prosedur
operasional tetap (protap) pengembangan dan
pelaksanaan KPS dan melibatkan pemangku
kepentingan secara komprehensif. Pelibatan ini
akan menjamin kelayakan dan efektivitas dari
prosedur yang dihasilkan, serta penerimaan dan
penerapan oleh instansi yang diharapkan akan
melaksanakan prosedur tersebut.
Persiapan Proyek
Elemen dasar ketiga dari kesuksesan KPS
adalah persiapan proyek yang baik, atau lebih
khususnya, identifikasi dan persiapan secara
berkesinambungan atas proyek-proyek yang
disusun secara tepat. “Alur kesepakatan” ini dapat
dibedakan dari kapasitas kelembagaan, karena
proyek dapat disiapkan dan transaksi dapat
dilakukan dengan bantuan konsultan luar. Sampai
sekarang, pelibatan konsultan masih terbatas.
Selain itu, efektivitasnya tergantung kepada
penyelesaian kerangka hukum dan penguatan
kelembagaan seperti dimaksud di atas.
Dalam beberapa kasus, instansi pemerintah yang
menjadi sponsor proyek KPS belum menyadari
sepenuhnya nilai manfaat dari pelibatan konsultan
luar dalam penyusunan proyek KPS, atau khawatir
bahwa pendekatan yang lebih terstruktur dengan
melibatkan konsultan dan memperhatikan peraturan
KPS akan membutuhkan waktu lebih lama. Dalam
hal ini, kapasitas kelembagaan adalah prasyarat bagi
instansi pemerintah untuk menentukan kapan dan di
mana konsultan luar diperlukan.
Saat ini, sumber daya tersedia dan pemerintah
dapat menggunakannya untuk meningkatkan
upaya persiapan proyek KPS-nya. Technical
Advisory Services (TAS), yang dibiayai dengan
pinjaman Proyek Pembangunan Sektor Reformasi
Infrastruktur dari Bank Pembangunan Asia, dan
bantuan serupa seperti layanan konsultan dari
International Finance Corporation (IFC) untuk
penyusunan proyek PLTU Jawa Tengah adalah
sarana untuk memastikan adanya aliran proyek
yang terstruktur dengan baik ke pasar. Mengingat
TAS baru mulai beroperasi penuh pada tahun
2009 dan proyek-proyek seperti PLTU Jawa Tengah
memerlukan persiapan yang lebih panjang karena
kerangka hukum dan koordinasi kelembagaan
yang mendasarinya telah kokoh, hasilnya
belum terbukti dalam bentuk pemberian dan
kesepakatan finansial atas proyek.
KPS dari halaman 15
17
Prakarsa Juli 2010
Sebelum KPS
dapat dimulai,
terlebih dulu
harus ada dasar
hukum penetapkan
peran organisasi
dan penentuan
bagaimana KPS
dilaksanakan.
Dengan menambahkan penekanan
pada kapasitas kelembagaan yang
lebih besar dalam pemerintah
akan memastikan bahwa
upaya ini akan mengarah pada
program yang berkesinambungan
yang dapat memenuhi target
investasi swasta yang ambisius
dari pemerintah, bukan hanya
kesuksesan ad hoc dalam proyek-
proyek tertentu.
Ketersediaan Pendanaan
KPS yang sukses tentu saja juga
bergantung pada ketersediaan
pendanaan. Karena hanya sedikit
proyek era baru yang sampai
tahap pendanaan, tidak ada bukti
konklusif apakah pendanaan
akan segera tersedia untuk
proyek-proyek yang terstruktur
dengan baik dalam jumlah besar.
Pendirian Dana Infrastruktur
Indonesia (IIF) dapat membantu
ketersediaan pembiayaan,
sementara PT Penjaminan
Infrastruktur Indonesia (IIGF)
dapat membantu mengurangi
risiko yang ditanggung oleh
pemberi pinjaman, khususnya
yang dari luar negeri yang
mungkin lebih sensitif terhadap
risiko negara.
Bank-bank domestik sampai
saat ini baru memberikan porsi
kecil dari portofolio pinjaman
mereka untuk infrastruktur. Tentu
akan berguna untuk mendorong
atau memfasilitasi pinjaman
domestik yang lebih besar untuk
infrastruktur, namun saat ini tidak
ada bukti bahwa pembiayaan tidak
tersedia untuk proyek-proyek yang
terstruktur dengan baik.
Kesimpulannya, meski panjangnya
waktu untuk penyusunan peratur-
an pendukung dan keterlambatan
pelibatan konsultan dalam penyu-
sunan proyek turut menyebabkan
perlambatan KPS di Indonesia
pasca-krisis, dasar hukum dan
program konsultasi yang diperlu-
kan sebagain besar telah ada
saat ini. Sekarang pencapaian
potensi KPS bergantung pada
kemampuan kelembagaan
internal Pemerintah untuk melak-
sanakan dan mengoordinasi
kegiatan KPS. Pernyataan yang
diberikan oleh Presiden dan
para menteri menunjukan
keinginan untuk mewujudkannya,
meski pernyataan semata tidak
menjamin tercapainya kesuksesan.
Perumusan dan pelaksanaan
prosedur khusus dan protap
untuk KPS di semua instansi
pemerintah, serta pengembangan
kapasitas dan penggalakan
KPS di lingkungan kementerian
terkait dan pemerintah daerah,
CATATAN
1. Proyek-proyek KPS yang mulai
beroperasi selama dekade lalu mencakup
lebih dari selusin proyek listrik
independen yang relatif kecil, sekitar
enam segmen jalan tol baru, beberapa
proyek distribusi air, dan beberapa
proyek telekomunikasi untuk memenuhi
kewajiban layanan universal. Nilai total
proyek-proyek KPS itu diperkirakan kurang
dari US$2 milyar, walau perlu diingat
bahwa angka itu tidak mencerminkan
jumlah total semua investasi sektor swasta
dalam infrastruktur Indonesia.
Mengenai penulis:
Mike Crosetti adalah direktur pelaksana
Castlerock Consulting, sebuah perusahaan
konsultan energi, infrastruktur dan TI
yang berkantor di Jakarta dan Singapura.
Dia memiliki pengalaman selama lebih
dari 25 tahun memberikan jasa konsultasi
kepada pemerintah dan perusahaan
tentang strategi, kebijakan, regulasi
dan restrukturisasi dalam sektor energi
dan infrastruktur. Selama 15 tahun
lalu, dia bekerja dari Jakarta dengan
penugasan di seluruh Asia. Tahun 2008
dia memimpin tim yang membantu
Bappenas dalam pembentukan Unit
Sentral Kerjasama Pemerintah Swasta.
Belum lama ini, dengan dana dari IndII,
dia menyusun Pedoman Investor KPS
Pemerintah Indonesia yang dirilis pada
konferensi Infrastructure Asia. Sekarang
dia memimpin tim yang dibiayai Bank
Dunia untuk membantu Kementerian
ESDM dalam penyusunan kerangka
penentuan harga, kebijakan dan peraturan
untuk tenaga panas bumi di Indonesia.
Sebelumnya, Mike adalah seorang partner
di PA Consulting Group, perencana energi
di Bank Dunia, analis di Jet Propulsion
Laboratory dan penerima beasiswa
Fulbright. Mike mendapat gelar BA dalam
bidang Filsafat dan MSc dalam bidang
Sistem Ekonomi Teknik dari Stanford
University.
adalah kunci untuk kemajuan
program KPS yang lebih luas
dan berkesinambungan di masa
depan. Pemerintah Indonesia
saat ini memiliki peluang untuk
memastikan bahwa KPS akan
mencapai potensinya.n
18
Prakarsa Juli 2010
Jalan Raya Baru Membawa Peluang
Baru Bagi Indonesia Timur
Pesan Editor: Kolom informasi dalam edisi ini menyajikan pekerjaan
EINRIP, sebuah program yang terkait erat dengan berbagai kegiatan
IndII. EINRIP, sebagai salah satu bagian utama dari keikutsertaan
AusAID dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia, telah
menyediakan informasi awal yang berharga tentang berbagai isu dan
peluang saat ini di sektor infrastruktur Indonesia, khususnya dalam
hal pembangunan jalan raya. Persiapan EINRIP telah menciptakan
kemitraan yang efektif antara AusAID dan Direktorat Jenderal Bina
Marga (DJBM), yang menjadi landasan kerja antara IndII dan DJBM
dewasa ini, khususnya dalam program Audit Keselamatan Jalan Raya.
Di waktu mendatang IndII akan mendukung EINRIP dengan melakukan
audit terhadap beberapa kegiatan EINRIP terpilih, dan memberi
saran tentang cara meningkatkan pengelolaan lalu lintas selama
berlangsungnya pekerjaan konstruksi oleh EINRIP.
Pinjaman AU$300 juta Pemerintah Australia untuk
perbaikan jalan raya dan jembatan di Indonesia Timur
(EINRIP) adalah pinjaman yang terbesar dari dua
pinjaman yang pernah diberikan Australia. Tujuannya
adalah untuk menunjang perkembangan ekonomi dan
sosial di wilayah Indonesia yang paling terbelakang,
suatu wilayah yang memiliki makna khusus bagi
Australia.
AusAID dan DJBM sejak 2006 bermitraan erat dalam
mempersiapkan program EINRIP, meliputi 20 proyek
konstruksi besar di sembilan provinsi. Proyek pertama
dimulai tahun 2009, dan program ini diharapkan selesai
tahun 2013. Jalan raya dibangun untuk bertahan lama;
Jalan raya yang lebih baik dapat memberi manfaat bagi seluruh masyarakat. Pinjaman dari
Pemerintahan Australia untuk meningkatkan jaringan jalan raya nasional akan membantu mendorong
pembangunan ekonomi dan sosial dalam jangka panjang di Indonesia Timur. • Oleh Hugh Brown
EINRIP mendukung dan mengarahkan untuk peningkatan
praktik kerja, penumbuhkembangan budaya yang meni-
tikberatkan pada mutu serta menekankan perlunya
‘melakukan pekerjaan dengan benar’.
Tujuan EINRIP bukanlah sekadar membangun dan me-
ningkatkan jalan raya, tetapi juga untuk menciptakan
sarana jalan yang dapat menghasilkan manfaat ekonomi
dan sosial bagi seluruh masyarakat dalam jangka
panjang.
Peningkatan keselamatan jalan raya adalah komponen
kunci bagi EINRIP. Angka kecelakaan di jalan raya Tohpati
- Kosamba di Bali menunjukkan rata-rata satu korban
jiwa per kilometer per tahun. Jadi, jalan raya baru
sepanjang 20 kilometer yang sedang dibangun EINRIP
berpotensi untuk menyelamatkan sebanyak 20 jiwa
per tahun.
Jalan raya yang lebih baik dapat menciptakan manfaat
keekonomian melalui berbagai cara. Penurunan waktu
dan biaya perjalanan di koridor nasional jarak jauh,
secara langsung menunjang pertumbuhan ekonomi
dan meningkatkan akses pada pusat administratif dan
sosial serta fasilitas peluang pasar. Jalan raya yang
lebih baik membantu meruntuhkan praktik monopoli
produk pertanian oleh para tengkulak sehingga dapat
memperbaiki harga di tingkat petani. Selain itu perbaikan
praktik pembangunan jalan raya dan penguatan
pengawasan akan memperpanjang masa hidup aset,
membantu menjadikan anggaran jalan raya lebih efisien,
dan menunjang peningkatan jalan raya selanjutnya.
Indonesia menghadapi tantangan besar untuk
memelihara dan memperluas jaringan jalan raya
agar tidak tertinggal dari kebutuhan pembangunan
daerah. Dukungan Australia dalam penyediaan investasi
modal dan peningkatan kapasitas merupakan kontribusi
penting dalam tugas ini, dan semakin menguatkan
kemitraan yang menjadi landasan program bilateral
antara kedua negara.
Mengenai penulis:
Hugh Brown mengepalai
Unit Pengawasan EINRIP di AusAID Jakarta.
Kegiatan EINRIP di Sumbawa Atas perkenan Teguh Wiyono
19
Prakarsa Juli 2010
Pertanyaan:
“Apa yang dapat dilakukan
agar mekanisme pembiayaan
infrastruktur dapat dimanfaat-
kan secara lebih baik?”Ahli
Pandangan
Para
Reydonnyzar Moenek
Direktur Administrasi Pendapatan dan Investasi Daerah, Kementerian Dalam Negeri
“Ada banyak peluang untuk menyediakan layanan dasar kepada masyarakat melalui BLUD [Badan Layanan Umum Daerah]
yang dapat dibentuk oleh pemerintah daerah. Sebagai contoh adalah pengelolaan tempat pembuangan sampah akhir,
layanan bus, rumah sakit, atau bahkan fasilitas pengolahan limbah cair. Dalam rangka menggali potensi BLUD, kita masih
menghadapi tantangan klasik, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Selain itu juga diperlukan
dasar hukum (yang saat ini belum ada) untuk kegiatan yang mencakup lebih dari satu kota atau kabupaten. Tempat
pembuangan sampah akhir yang berada di perbatasan antara dua kota adalah contoh yang baik untuk hal ini.”
Yadi J. Ruchandi, CFA
Chief Operating Officer, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
“Pendanaan pemerintah saja tidak cukup untuk memenuhi kekurangan pembiayaan infrastruktur. Perlu ada kebijakan
pendanaan infrastruktur yang berorientasi pasar berdasarkan praktik terbaik internasional, yang disesuaikan dengan
konteks Indonesia. Pemerintah Indonesia telah mencapai kemajuan dalam bidang kerjasama pemerintah dan
swasta (KPS) untuk infrastruktur, termasuk pembuatan kerangka peraturan dan kelembagaan yang mendukung, dan
mengupayakan beberapa transaksi KPS. Perhatian perlu pula diarahkan pada penguatan proses persiapan proyek, dengan
lebih mengandalkan konsultan luar, dan peningkatan kualitas studi kelayakan, serta pengembangan Fasilitas Pembiayaan
Infrastruktur Indonesia untuk memobilisasi dana dalam negeri jangka panjang untuk membiayai infrastruktur melalui
KPS. Karena KPS di bidang infrastruktur di Indonesia masih dianggap investasi berisiko tinggi, PT Penjaminan Infrastruktur
Indonesia (IIGF) dirancang untuk meningkatkan kualitas KPS di bidang infrastruktur. Jaminan yang diberikan IIGF akan
fokus secara khusus pada risiko-risiko pra-konstruksi, konstruksi dan/atau operasi yang terkait dengan tindakan-tindakan
pemerintah (seperti peruntukkan tanah dan penerbitan perizinan), dan memfasilitasi keterlibatan investor swasta dalam
persiapan proyek. ”
Yuniar Affandi
Direktur Umum, PDAM Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat
“Pemerintah daerah akan diuntungkan dengan adanya kebijakan pemerintah pusat yang jelas tentang posisi PDAM.
Kebijakan nasional ini akan menjadi payung bagi kebijakan daerah. Bagi PDAM, keseimbangan antara misi sosial dan
komersial merupakan hal yang ideal. PDAM akan selalu menghadapi kesulitan peningkatan dan ekspansi kegiatan
operasinya jika hanya ditempatkan sebagai entitas sosial. Masyarakat harus memahami bahwa PDAM harus memiliki
kondisi keuangan yang sehat untuk memenuhi standar layanan minimum.
PDAM di kota-kota terpencil dan di pedalaman menemui kesulitan mendapatkan pinjaman komersial dari bank untuk
memperluas pembangunan infrastrukturnya, karena sebagian besar memiliki peringkat keuangan yang tidak sehat. Selain
peningkatan peluang PDAM untuk mengakses kredit komersial, dukungan pembiayaan dari APBN dan hibah dari lembaga
donor sangat penting di masa depan. Dengan bantuan IndII, PDAM kami telah mengembangkan Rencana Usaha yang
baik, dan kami sekarang sedang berupaya untuk mendapatkan pinjaman dari sebuah bank milik pemerintah. ”
ttt
20
Prakarsa Juli 2010
Prakarsa Edisi Mendatang
Prakarsa Infrastruktur Indonesia (IndII) membantu 20 Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) untuk memperkuat operasi mereka agar mendapatkan akses kredit komersial.
Semua PDAM yang bersangkutan sedang menyusun rencana usaha lima tahunan
yang komprehensif, laporan tahunan, laporan keuangan yang dibakukan, tarif yang
dapat menutup biaya, serta penerapan pola tata kelola perusahaan yang baik.
Tujuan mereka adalah untuk dapat mengajukan permohonan kepada Kementerian
Keuangan sesuai Peraturan Presiden No. 29/2009 guna memperoleh dukungan
pembiayaan melalui fasilitas pinjaman dari bank umum nasional.
Tiga PDAM yakni dari Kabupaten Lombok Timur, Tasikmalaya, dan Kudus, kini sudah
menyelesaikan proses yang diperlukan dan telah mengajukan permohonan kepada
Kementerian Keuangan. Pinjaman tersebut akan digunakan untuk menyediakan
pemipaan sambungan air baru ke sekitar 88.000 rumah tangga. Sambungan tersebut
akan menyediakan air minum berkualitas dengan pasokan tambahan yang dapat
diandalkan untuk 440.000 jiwa.
Setelah disahkannya UU otonomi daerah, investasi Indonesia dalam infrastruktur
air minum perkotaan turun secara substansial, sementara pemerintah daerah masih
enggan untuk berinvestasi pada perusahaan daerah air minum (PDAM) setempat. Hal ini
mengakibatkan melambatnya perluasan pasokan air minum di perkotaan dan menurunnya
persentase pelayanan jasa air minum untuk warga kota oleh PDAM. Pemerintah
Indonesia telah memberikan komitmen yang jelas untuk memperbaiki situasi itu, dengan
mengupayakan strategi empat arah untuk investasi publik dalam pasokan air minum yang
mencakup reformasi tarif, restrukturisasi utang, jaminan pinjaman pemerintah pusat dan
skema subsidi bunga, serta skema Hibah Air Minum yang berbasis hasil (untuk informasi
umum tentang Hibah ini, lihat halaman 10). Pemerintah Australia mendukung upaya
Pemerintah RI melalui Water and Sanitation Initiative (WSI), yang dikelola oleh Prakarsa
Infrastruktur Indonesia (IndII). Prakarsa edisi Oktober 2010 akan membahas aspek-aspek
utama dari permasalahan penyediaan air minum, termasuk kemajuan yang dicapai dalam
memperkuat kegiatan operasi PDAM dan cara untuk optimalisasi penggunaan dana WSI.
Memberi Masyarakat Sambungan Air Minum
Hasil :
Memperluas Akses untuk Air Minum

More Related Content

What's hot

Media Indonesia 28 Februari 2014
Media Indonesia 28 Februari 2014Media Indonesia 28 Februari 2014
Media Indonesia 28 Februari 2014
hastapurnama
 
Sinergi mendukung konektivitas untuk peningkatan, percepatan, dan pemerataan ...
Sinergi mendukung konektivitas untuk peningkatan, percepatan, dan pemerataan ...Sinergi mendukung konektivitas untuk peningkatan, percepatan, dan pemerataan ...
Sinergi mendukung konektivitas untuk peningkatan, percepatan, dan pemerataan ...
Dr. Zar Rdj
 
Bahan Mading
Bahan MadingBahan Mading
Bahan Mading
eldhika
 
Panduan kps pjpk
Panduan kps pjpkPanduan kps pjpk
Panduan kps pjpk
Abdul Malik
 
Edisi 12 Nov Nas
Edisi 12 Nov NasEdisi 12 Nov Nas
Edisi 12 Nov Nas
epaper
 
Edisi 12 Nov Aceh
Edisi 12 Nov AcehEdisi 12 Nov Aceh
Edisi 12 Nov Aceh
epaper
 
Bnba annual report 2011
Bnba annual report 2011Bnba annual report 2011
Bnba annual report 2011
Susi Yuliana
 

What's hot (19)

Pajak Di BLUD
Pajak Di BLUDPajak Di BLUD
Pajak Di BLUD
 
Media Indonesia 28 Februari 2014
Media Indonesia 28 Februari 2014Media Indonesia 28 Februari 2014
Media Indonesia 28 Februari 2014
 
Majalah kredibel edisi 1
Majalah kredibel edisi 1Majalah kredibel edisi 1
Majalah kredibel edisi 1
 
Paper ppp
Paper pppPaper ppp
Paper ppp
 
Sinergi mendukung konektivitas untuk peningkatan, percepatan, dan pemerataan ...
Sinergi mendukung konektivitas untuk peningkatan, percepatan, dan pemerataan ...Sinergi mendukung konektivitas untuk peningkatan, percepatan, dan pemerataan ...
Sinergi mendukung konektivitas untuk peningkatan, percepatan, dan pemerataan ...
 
Bahan Mading
Bahan MadingBahan Mading
Bahan Mading
 
SE OJK LITERASI KEUANGAN KEPADA KONSUMEN
SE OJK LITERASI KEUANGAN KEPADA KONSUMENSE OJK LITERASI KEUANGAN KEPADA KONSUMEN
SE OJK LITERASI KEUANGAN KEPADA KONSUMEN
 
Kajian ”Pola Kemitraan Pemerintah Kota Dengan Swasta Dalam Pembangunan Daerah...
Kajian ”Pola Kemitraan Pemerintah Kota Dengan Swasta Dalam Pembangunan Daerah...Kajian ”Pola Kemitraan Pemerintah Kota Dengan Swasta Dalam Pembangunan Daerah...
Kajian ”Pola Kemitraan Pemerintah Kota Dengan Swasta Dalam Pembangunan Daerah...
 
Panduan kps pjpk
Panduan kps pjpkPanduan kps pjpk
Panduan kps pjpk
 
Analisis obligasi daerah
Analisis obligasi daerahAnalisis obligasi daerah
Analisis obligasi daerah
 
Edisi 12 Nov Nas
Edisi 12 Nov NasEdisi 12 Nov Nas
Edisi 12 Nov Nas
 
Edisi 12 Nov Aceh
Edisi 12 Nov AcehEdisi 12 Nov Aceh
Edisi 12 Nov Aceh
 
Faktor faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit umkm
Faktor faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit umkmFaktor faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit umkm
Faktor faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit umkm
 
Dimana Peran BUMN ?
Dimana Peran BUMN ?Dimana Peran BUMN ?
Dimana Peran BUMN ?
 
Bab i penelt nang
Bab i penelt nangBab i penelt nang
Bab i penelt nang
 
Fmb2011
Fmb2011Fmb2011
Fmb2011
 
BUMA News Januari 2018 IND
BUMA News Januari 2018 INDBUMA News Januari 2018 IND
BUMA News Januari 2018 IND
 
Bnba annual report 2011
Bnba annual report 2011Bnba annual report 2011
Bnba annual report 2011
 
Mengenal OJK dan IJK tingkat sma
Mengenal OJK dan IJK tingkat smaMengenal OJK dan IJK tingkat sma
Mengenal OJK dan IJK tingkat sma
 

Viewers also liked

Commuter rail study indonesian 0
Commuter rail study   indonesian 0Commuter rail study   indonesian 0
Commuter rail study indonesian 0
tedy2629
 
Peranan sistem informasi manajemen pada Gojek
Peranan sistem informasi manajemen pada GojekPeranan sistem informasi manajemen pada Gojek
Peranan sistem informasi manajemen pada Gojek
jelitawidyastuti
 

Viewers also liked (15)

Peran Dishubkominfo Terhadap Puskesmas Terpencil (bahan mentah)
Peran Dishubkominfo Terhadap Puskesmas Terpencil (bahan mentah)Peran Dishubkominfo Terhadap Puskesmas Terpencil (bahan mentah)
Peran Dishubkominfo Terhadap Puskesmas Terpencil (bahan mentah)
 
Commuter rail study indonesian 0
Commuter rail study   indonesian 0Commuter rail study   indonesian 0
Commuter rail study indonesian 0
 
Three Year Strategic Plan 2015-18
Three Year Strategic Plan 2015-18Three Year Strategic Plan 2015-18
Three Year Strategic Plan 2015-18
 
Urban Consolidation 2003
Urban Consolidation 2003Urban Consolidation 2003
Urban Consolidation 2003
 
Urban Sprawl and Energy Provision (Moview Review and Synthesis to Indonesian ...
Urban Sprawl and Energy Provision (Moview Review and Synthesis to Indonesian ...Urban Sprawl and Energy Provision (Moview Review and Synthesis to Indonesian ...
Urban Sprawl and Energy Provision (Moview Review and Synthesis to Indonesian ...
 
Pp no.14 thn 2016 tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
Pp no.14 thn 2016 tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukimanPp no.14 thn 2016 tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
Pp no.14 thn 2016 tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
 
Kesimpulan Makalah dan Makalah Gojek
Kesimpulan Makalah dan Makalah GojekKesimpulan Makalah dan Makalah Gojek
Kesimpulan Makalah dan Makalah Gojek
 
Pengamatan Tentang Go-jek
Pengamatan Tentang Go-jekPengamatan Tentang Go-jek
Pengamatan Tentang Go-jek
 
Sistem transportasi
Sistem transportasiSistem transportasi
Sistem transportasi
 
Presentasi telekomunikasi
Presentasi telekomunikasiPresentasi telekomunikasi
Presentasi telekomunikasi
 
Analisis Kasus Gojek Manajemen Strategi
Analisis Kasus Gojek Manajemen StrategiAnalisis Kasus Gojek Manajemen Strategi
Analisis Kasus Gojek Manajemen Strategi
 
Sosialisasi Keamanan Informasi_Bidang Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi ...
Sosialisasi Keamanan Informasi_Bidang Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi ...Sosialisasi Keamanan Informasi_Bidang Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi ...
Sosialisasi Keamanan Informasi_Bidang Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi ...
 
Peranan sistem informasi manajemen pada Gojek
Peranan sistem informasi manajemen pada GojekPeranan sistem informasi manajemen pada Gojek
Peranan sistem informasi manajemen pada Gojek
 
Earthquake Presentation
Earthquake PresentationEarthquake Presentation
Earthquake Presentation
 
Earthquake resistant structure
Earthquake resistant structureEarthquake resistant structure
Earthquake resistant structure
 

Similar to Prakarsa juli-2010-ina-colour

Pelatihan KPBU Dasar - PAPKPBUI .pptx
Pelatihan KPBU Dasar - PAPKPBUI .pptxPelatihan KPBU Dasar - PAPKPBUI .pptx
Pelatihan KPBU Dasar - PAPKPBUI .pptx
BillBagas
 
Kebijakan-Pembiayaan-Daerah-dan-KPBU(1).pptx
Kebijakan-Pembiayaan-Daerah-dan-KPBU(1).pptxKebijakan-Pembiayaan-Daerah-dan-KPBU(1).pptx
Kebijakan-Pembiayaan-Daerah-dan-KPBU(1).pptx
MaresEd
 
Menkeu Resmikan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
Menkeu Resmikan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)Menkeu Resmikan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
Menkeu Resmikan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
Badan Kebijakan Fiskal
 

Similar to Prakarsa juli-2010-ina-colour (20)

Mini Workshop Infrastruktur Daerah - Skema KPBU - 2018
Mini Workshop Infrastruktur Daerah - Skema KPBU - 2018Mini Workshop Infrastruktur Daerah - Skema KPBU - 2018
Mini Workshop Infrastruktur Daerah - Skema KPBU - 2018
 
Pelatihan KPBU Dasar - PAPKPBUI .pptx
Pelatihan KPBU Dasar - PAPKPBUI .pptxPelatihan KPBU Dasar - PAPKPBUI .pptx
Pelatihan KPBU Dasar - PAPKPBUI .pptx
 
Bahan KPBU.pptx
Bahan KPBU.pptxBahan KPBU.pptx
Bahan KPBU.pptx
 
Memilah (Kembali) Alternatif Pembiayaan Infrastruktur Daerah
Memilah (Kembali) Alternatif Pembiayaan Infrastruktur Daerah Memilah (Kembali) Alternatif Pembiayaan Infrastruktur Daerah
Memilah (Kembali) Alternatif Pembiayaan Infrastruktur Daerah
 
Kumpulan_Data_Pembangunan_Infrastruktur_Indonesia_Edisi_Juni_2019.pdf
Kumpulan_Data_Pembangunan_Infrastruktur_Indonesia_Edisi_Juni_2019.pdfKumpulan_Data_Pembangunan_Infrastruktur_Indonesia_Edisi_Juni_2019.pdf
Kumpulan_Data_Pembangunan_Infrastruktur_Indonesia_Edisi_Juni_2019.pdf
 
Dita Nurlaila Pratiwi 20333016 .INFRASTRUKTUR EPP Prodi EP UGK
Dita Nurlaila Pratiwi 20333016 .INFRASTRUKTUR EPP Prodi EP UGKDita Nurlaila Pratiwi 20333016 .INFRASTRUKTUR EPP Prodi EP UGK
Dita Nurlaila Pratiwi 20333016 .INFRASTRUKTUR EPP Prodi EP UGK
 
KPBU Kelompok 4.pdf
KPBU Kelompok 4.pdfKPBU Kelompok 4.pdf
KPBU Kelompok 4.pdf
 
Peran swasta dlm infrastruktur indonesia,13 april 2016
Peran swasta dlm infrastruktur indonesia,13 april 2016Peran swasta dlm infrastruktur indonesia,13 april 2016
Peran swasta dlm infrastruktur indonesia,13 april 2016
 
Konsinyeering novotel creative financing_ver 2.0
Konsinyeering novotel creative financing_ver 2.0Konsinyeering novotel creative financing_ver 2.0
Konsinyeering novotel creative financing_ver 2.0
 
Proses Penjaminan Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta. Konteks Dukungan Fiskal...
Proses Penjaminan Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta. Konteks Dukungan Fiskal...Proses Penjaminan Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta. Konteks Dukungan Fiskal...
Proses Penjaminan Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta. Konteks Dukungan Fiskal...
 
Tgs. Akbar Mokoagow.pptx
Tgs. Akbar Mokoagow.pptxTgs. Akbar Mokoagow.pptx
Tgs. Akbar Mokoagow.pptx
 
Kebijakan-Pembiayaan-Daerah-dan-KPBU(1).pptx
Kebijakan-Pembiayaan-Daerah-dan-KPBU(1).pptxKebijakan-Pembiayaan-Daerah-dan-KPBU(1).pptx
Kebijakan-Pembiayaan-Daerah-dan-KPBU(1).pptx
 
Problems of Toll Road in Indonesia and How to tackle them
Problems of Toll Road in Indonesia and How to tackle themProblems of Toll Road in Indonesia and How to tackle them
Problems of Toll Road in Indonesia and How to tackle them
 
Meeting wamen renstra 301013
Meeting wamen renstra 301013Meeting wamen renstra 301013
Meeting wamen renstra 301013
 
Meeting wamen renstra 301013 (1)
Meeting wamen renstra 301013 (1)Meeting wamen renstra 301013 (1)
Meeting wamen renstra 301013 (1)
 
Meeting wamen renstra 301013 (1)
Meeting wamen renstra 301013 (1)Meeting wamen renstra 301013 (1)
Meeting wamen renstra 301013 (1)
 
Materi presentasi sae 2018
Materi presentasi sae 2018Materi presentasi sae 2018
Materi presentasi sae 2018
 
Policy Brief Pemerintah Kota Madiun (1).pdf
Policy Brief Pemerintah  Kota Madiun (1).pdfPolicy Brief Pemerintah  Kota Madiun (1).pdf
Policy Brief Pemerintah Kota Madiun (1).pdf
 
Menkeu Resmikan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
Menkeu Resmikan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)Menkeu Resmikan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
Menkeu Resmikan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
 
Buletin itjen vol 1 2017
Buletin itjen vol 1  2017Buletin itjen vol 1  2017
Buletin itjen vol 1 2017
 

More from tedy2629

14. Gemilang_Aptrindo_Benefit and Cost Pemanfaatan Jaringan Jalan bagi Pengu...
14. Gemilang_Aptrindo_Benefit  and Cost Pemanfaatan Jaringan Jalan bagi Pengu...14. Gemilang_Aptrindo_Benefit  and Cost Pemanfaatan Jaringan Jalan bagi Pengu...
14. Gemilang_Aptrindo_Benefit and Cost Pemanfaatan Jaringan Jalan bagi Pengu...
tedy2629
 
(영문)[인니KCN] 중간보고 발표자료_v0.9_210205.pdf
(영문)[인니KCN] 중간보고 발표자료_v0.9_210205.pdf(영문)[인니KCN] 중간보고 발표자료_v0.9_210205.pdf
(영문)[인니KCN] 중간보고 발표자료_v0.9_210205.pdf
tedy2629
 
Longsoran dan bagaimana mengatasinya dalam salam
Longsoran dan bagaimana mengatasinya dalam salamLongsoran dan bagaimana mengatasinya dalam salam
Longsoran dan bagaimana mengatasinya dalam salam
tedy2629
 
T.Kelompok 1(ganjil)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21.pptx
T.Kelompok 1(ganjil)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21.pptxT.Kelompok 1(ganjil)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21.pptx
T.Kelompok 1(ganjil)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21.pptx
tedy2629
 
04.-231130_10.20_FKP-RPJPD-Provinsi-Jawa-Barat-2025-2045.pdf
04.-231130_10.20_FKP-RPJPD-Provinsi-Jawa-Barat-2025-2045.pdf04.-231130_10.20_FKP-RPJPD-Provinsi-Jawa-Barat-2025-2045.pdf
04.-231130_10.20_FKP-RPJPD-Provinsi-Jawa-Barat-2025-2045.pdf
tedy2629
 
menejemen kebencanaan kelompok dua dalam pemenuhan tugas
menejemen kebencanaan kelompok dua dalam pemenuhan tugasmenejemen kebencanaan kelompok dua dalam pemenuhan tugas
menejemen kebencanaan kelompok dua dalam pemenuhan tugas
tedy2629
 
Patologi Birokrasi (1) Ahmad Ulul Azmi_41715719.pptx
Patologi Birokrasi (1) Ahmad Ulul Azmi_41715719.pptxPatologi Birokrasi (1) Ahmad Ulul Azmi_41715719.pptx
Patologi Birokrasi (1) Ahmad Ulul Azmi_41715719.pptx
tedy2629
 
Bes present english-61215
Bes present english-61215Bes present english-61215
Bes present english-61215
tedy2629
 
2002, km 30 tahun 2002 perubahan km 69 1993 ttg penyelenggaraan angkutan bara...
2002, km 30 tahun 2002 perubahan km 69 1993 ttg penyelenggaraan angkutan bara...2002, km 30 tahun 2002 perubahan km 69 1993 ttg penyelenggaraan angkutan bara...
2002, km 30 tahun 2002 perubahan km 69 1993 ttg penyelenggaraan angkutan bara...
tedy2629
 
2001, km 13 tahun 2001 ttg penetapan kelas jalan di p.sulawesi
2001, km 13 tahun 2001 ttg penetapan kelas jalan di p.sulawesi2001, km 13 tahun 2001 ttg penetapan kelas jalan di p.sulawesi
2001, km 13 tahun 2001 ttg penetapan kelas jalan di p.sulawesi
tedy2629
 
2000, km 53 tahun 2000 ttg perpotongan &amp; persinggungan jalur ka dgn bangu...
2000, km 53 tahun 2000 ttg perpotongan &amp; persinggungan jalur ka dgn bangu...2000, km 53 tahun 2000 ttg perpotongan &amp; persinggungan jalur ka dgn bangu...
2000, km 53 tahun 2000 ttg perpotongan &amp; persinggungan jalur ka dgn bangu...
tedy2629
 
1999, km 70 tahun 1999 ttg pelaksanaan uji coba sim laka lalin di bali &amp; ...
1999, km 70 tahun 1999 ttg pelaksanaan uji coba sim laka lalin di bali &amp; ...1999, km 70 tahun 1999 ttg pelaksanaan uji coba sim laka lalin di bali &amp; ...
1999, km 70 tahun 1999 ttg pelaksanaan uji coba sim laka lalin di bali &amp; ...
tedy2629
 
1995, km 5 tahun 1995 ttg penyelenggaraan penimbangan kendaraan bermotor di j...
1995, km 5 tahun 1995 ttg penyelenggaraan penimbangan kendaraan bermotor di j...1995, km 5 tahun 1995 ttg penyelenggaraan penimbangan kendaraan bermotor di j...
1995, km 5 tahun 1995 ttg penyelenggaraan penimbangan kendaraan bermotor di j...
tedy2629
 
1993, km 60 tahun 1993 ttg marka jalan
1993, km 60 tahun 1993 ttg marka jalan1993, km 60 tahun 1993 ttg marka jalan
1993, km 60 tahun 1993 ttg marka jalan
tedy2629
 
Uu 22 tahun 2009 ttg llaj
Uu 22 tahun 2009 ttg llajUu 22 tahun 2009 ttg llaj
Uu 22 tahun 2009 ttg llaj
tedy2629
 
Km35tahun2003 penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum
Km35tahun2003 penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umumKm35tahun2003 penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum
Km35tahun2003 penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum
tedy2629
 
Materi best practice study session
Materi best practice study sessionMateri best practice study session
Materi best practice study session
tedy2629
 

More from tedy2629 (20)

14. Gemilang_Aptrindo_Benefit and Cost Pemanfaatan Jaringan Jalan bagi Pengu...
14. Gemilang_Aptrindo_Benefit  and Cost Pemanfaatan Jaringan Jalan bagi Pengu...14. Gemilang_Aptrindo_Benefit  and Cost Pemanfaatan Jaringan Jalan bagi Pengu...
14. Gemilang_Aptrindo_Benefit and Cost Pemanfaatan Jaringan Jalan bagi Pengu...
 
(영문)[인니KCN] 중간보고 발표자료_v0.9_210205.pdf
(영문)[인니KCN] 중간보고 발표자료_v0.9_210205.pdf(영문)[인니KCN] 중간보고 발표자료_v0.9_210205.pdf
(영문)[인니KCN] 중간보고 발표자료_v0.9_210205.pdf
 
Longsoran dan bagaimana mengatasinya dalam salam
Longsoran dan bagaimana mengatasinya dalam salamLongsoran dan bagaimana mengatasinya dalam salam
Longsoran dan bagaimana mengatasinya dalam salam
 
T.Kelompok 1(ganjil)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21.pptx
T.Kelompok 1(ganjil)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21.pptxT.Kelompok 1(ganjil)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21.pptx
T.Kelompok 1(ganjil)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21.pptx
 
04.-231130_10.20_FKP-RPJPD-Provinsi-Jawa-Barat-2025-2045.pdf
04.-231130_10.20_FKP-RPJPD-Provinsi-Jawa-Barat-2025-2045.pdf04.-231130_10.20_FKP-RPJPD-Provinsi-Jawa-Barat-2025-2045.pdf
04.-231130_10.20_FKP-RPJPD-Provinsi-Jawa-Barat-2025-2045.pdf
 
T.Kelompok 1(GANJIL)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21).pptx
T.Kelompok 1(GANJIL)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21).pptxT.Kelompok 1(GANJIL)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21).pptx
T.Kelompok 1(GANJIL)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21).pptx
 
menejemen kebencanaan kelompok dua dalam pemenuhan tugas
menejemen kebencanaan kelompok dua dalam pemenuhan tugasmenejemen kebencanaan kelompok dua dalam pemenuhan tugas
menejemen kebencanaan kelompok dua dalam pemenuhan tugas
 
Patologi Birokrasi (1) Ahmad Ulul Azmi_41715719.pptx
Patologi Birokrasi (1) Ahmad Ulul Azmi_41715719.pptxPatologi Birokrasi (1) Ahmad Ulul Azmi_41715719.pptx
Patologi Birokrasi (1) Ahmad Ulul Azmi_41715719.pptx
 
Vega
VegaVega
Vega
 
Skdirjen687tahun2002
Skdirjen687tahun2002Skdirjen687tahun2002
Skdirjen687tahun2002
 
Bes present english-61215
Bes present english-61215Bes present english-61215
Bes present english-61215
 
2002, km 30 tahun 2002 perubahan km 69 1993 ttg penyelenggaraan angkutan bara...
2002, km 30 tahun 2002 perubahan km 69 1993 ttg penyelenggaraan angkutan bara...2002, km 30 tahun 2002 perubahan km 69 1993 ttg penyelenggaraan angkutan bara...
2002, km 30 tahun 2002 perubahan km 69 1993 ttg penyelenggaraan angkutan bara...
 
2001, km 13 tahun 2001 ttg penetapan kelas jalan di p.sulawesi
2001, km 13 tahun 2001 ttg penetapan kelas jalan di p.sulawesi2001, km 13 tahun 2001 ttg penetapan kelas jalan di p.sulawesi
2001, km 13 tahun 2001 ttg penetapan kelas jalan di p.sulawesi
 
2000, km 53 tahun 2000 ttg perpotongan &amp; persinggungan jalur ka dgn bangu...
2000, km 53 tahun 2000 ttg perpotongan &amp; persinggungan jalur ka dgn bangu...2000, km 53 tahun 2000 ttg perpotongan &amp; persinggungan jalur ka dgn bangu...
2000, km 53 tahun 2000 ttg perpotongan &amp; persinggungan jalur ka dgn bangu...
 
1999, km 70 tahun 1999 ttg pelaksanaan uji coba sim laka lalin di bali &amp; ...
1999, km 70 tahun 1999 ttg pelaksanaan uji coba sim laka lalin di bali &amp; ...1999, km 70 tahun 1999 ttg pelaksanaan uji coba sim laka lalin di bali &amp; ...
1999, km 70 tahun 1999 ttg pelaksanaan uji coba sim laka lalin di bali &amp; ...
 
1995, km 5 tahun 1995 ttg penyelenggaraan penimbangan kendaraan bermotor di j...
1995, km 5 tahun 1995 ttg penyelenggaraan penimbangan kendaraan bermotor di j...1995, km 5 tahun 1995 ttg penyelenggaraan penimbangan kendaraan bermotor di j...
1995, km 5 tahun 1995 ttg penyelenggaraan penimbangan kendaraan bermotor di j...
 
1993, km 60 tahun 1993 ttg marka jalan
1993, km 60 tahun 1993 ttg marka jalan1993, km 60 tahun 1993 ttg marka jalan
1993, km 60 tahun 1993 ttg marka jalan
 
Uu 22 tahun 2009 ttg llaj
Uu 22 tahun 2009 ttg llajUu 22 tahun 2009 ttg llaj
Uu 22 tahun 2009 ttg llaj
 
Km35tahun2003 penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum
Km35tahun2003 penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umumKm35tahun2003 penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum
Km35tahun2003 penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum
 
Materi best practice study session
Materi best practice study sessionMateri best practice study session
Materi best practice study session
 

Prakarsa juli-2010-ina-colour

  • 1. Pembiayaan Infrastruktur Edisi 3 | Juli 2010 • Sekilas Tentang Kewajiban Pelayanan Publik • Era Baru Kerjasama Pemerintah Swasta • Konsep Baru Penyediaan Layanan Umum Di Daerah • Mekanisme Hibah Berbasis Hasil Jurnal Prakarsa Infrastruktur Indonesia PR AK ARSA
  • 2. 2 Jalan Raya Baru Membawa Peluang Baru Bagi Indonesia Timur18 Pandangan Para Ahli19 Hasil & Dalam Edisi Berikut20 Pergeseran Pola Pikir: Kewajiban Pelayanan Publik dan Layanan Perintis di Sektor Transportasi Indonesia Pembentukan Kewajiban Pelayanan Publik (PSO) dan Layanan Perintis sebagai peluang bisnis dengan daya tarik untuk sektor swasta dapat mengarah pada penentuan target yang lebih baik, peningkatan layanan dan penurunan biaya...p.4 Isi Jurnal triwulanan ini diterbitkan oleh Prakarsa Infrastruktur Indonesia, sebuah proyek yang didanai Pemerintah Australia untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan meningkatkan relevansi, mutu, dan jumlah investasi di bi- dang infrastruktur. Pandangan yang dikemukakan belum tentu mencerminkan pandangan Kemitraan Australia Indonesia maupun Pemerintah Australia. Apabila ada tanggapan atau pertanyaan mohon disampaikan kepada Tim Komunikasi IndII melalui telepon nomor +62 (21) 230-6063, fax +62 (21) 3190-2994, atau e-mail enquiries@indii.co.id. Alamat situs web kami adalah www.indii.co.id Konsep yang Menjanjikan untuk Penyelenggaraan Layanan Daerah Unit-unit organisasi baru di tingkat pemerintah daerah yang menyelenggarakan layanan infrastruktur, yang telah diberi otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar, berpotensi untuk meningkatkan penyediaan layanan dan memastikan bahwa masyarakat mengetahui ke mana larinya uang retribusi yang mereka bayarkan...p.6 Era Baru Kerjasama Pemerintah Swasta Sejak krisis finansial, pendanaan proyek-proyek KPS untuk kebutuhan infrastruktur Indonesia tidak banyak berkembang. Dengan dapat diatasinya hambatan dari proyek-proyek KPS, Pemerintah Indonesia berharap dapat memperbaiki situasi ini...p.8 Dana Hibah dalam Perspektif Berbasis Hasil Saat Pemerintah Indonesia menunjukkan perhatian mengenai jenis mekanisme baru dalam mendanai investasi pemerintah daerah, sangat menarik pula untuk diperhatikan latar belakang dasar penerapan teknik-teknik ini...p.10 Sampul Depan : Jembatan Sungai Bengawan Solo di Bojonegoro, Jawa Timur. Atas Perkenaan Arif Hidayat ARTIKEL UTAMA
  • 3. 3 Di tahap awal perencanaan terbitan Prakarsa tentang “Pembiayaan Infrastruktur”, saya berpikir bahwa saya sudah tahu pesan umum apa yang akan muncul dari artikel-artikel edisi tersebut. Membangun infrastruktur - baik jalan raya, pelabuhan, tempat pembuangan sampah, penyediaan air minum melalui jaringan pipa maupun keperluan lain apapun untuk kesejahteraan sosial dan ekonomi sebuah negara – memerlukan biaya yang besar. Dengan banyaknya prioritas utama, pemerintah akan mengalami kesulitan untuk memperoleh sumberdaya untuk mendanai secara keseluruhan. Karena itu, sektor swasta dapat menjadi mitra penting dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur. Hal tersebut menurut saya yang menjadi informasi utama yang akan didapat para pembaca dari terbitan ini. Dalam hal ini, ternyata saya hanya benar sebagian saja. Betul, sektor swasta adalah mitra penting bagi pemerintah. Dalam hal Kewajiban Pelayanan Publik (PSO) dan Layanan Perintis, pemerintah dapat menyediakan subsidi kepada perusahaan swasta dengan imbalan penyediaan barang atau jasa yang diperlukan secara sosial, seperti transportasi, yang di pasar bebas tidak akan menguntungkan. “Pergeseran Pola Pikir: Kewajiban Pelayanan Publik dan Layanan Perintis di Sektor Transportasi Indonesia” (halaman 4) oleh Peter Benson dan Kawik Sugiana mengulas tentang bagaimana strategi ini dapat diterapkan seefisien mungkin di Indonesia. “ Era Baru Kerjasama Pemerintah Swasta” (halaman 8) oleh Mike Crosetti, juga mengkaji peran KPS dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia di masa depan. Meskipun perkembangan KPS sangat lambat sejak krisis keuangan di Asia, sebuah kerangka kerja tentang KPS telah disusun untuk memberikan peran signifikan di masa yang akan datang. Di lain pihak, tidak semua pembiayaan infrastruktur pemerintah melibatkan sektor swasta secara langsung. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah suatu model yang dapat dimanfaatkan pemerintah daerah untuk menyediakan layanan infrastruktur dan layanan lainnya berbasis imbalan melalui unit penyedia layanan yang, sedapat mungkin, secara komersial. Artikel Darryl Howard berjudul “Konsep yang Menjanjikan untuk Penyelenggaraan Layanan Daerah” (halaman 6) menguraikan tentang mekanisme BLUD berikut potensinya. “Dana Hibah dalam Perspektif Berbasis Hasil” (halaman 10) oleh Maurice Gervais melihat tentang bagaimana dana hibah, modal dari pemerintah pusat dan dana pinjaman lanjutan berbasis hasil dapat dimanfaatkan untuk menjamin efektivitas penggunaan uang dari dana hibah di tingkat daerah untuk selanjutnya memajukan kepentingan prioritas nasional. Semua konsep strategi pembiayaan ini - Kewajiban Pelayanan Publik (PSO), Layanan Perintis, KPS, BLUD, dan hibah berbasis hasil - tidak mutlak harus melibatkan sektor swasta, namun lebih merupakan gagasan yang sering dikaitkan dengan sektor swasta, yakni penyelenggaraan berbasis kinerja. Dengan kata lain, uang dibelanjakan dengan imbalan hasil tertentu yang dapat diukur. Penekanan pada tercapainya hasil kinerja yang telah ditetapkan dengan jelas adalah pesan inti yang secara umum ingin disampaikan. Mengingat bahwa pembangunan infrastruktur dapat menjadi sangat mahal, dan betapa vital dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, tuntutan kerja keras dari semua pihak yang terlibat - sektor swasta, pemerintah pusat, pemerintah daerah - adalah sesuatu yang masuk akal. • CSW Pesan Editor USD 47,3 miliar Nilai 100 proyek KPS bidang infrastruktur yang saat ini ditawarkan oleh Indonesia untuk periode 2010-2014, menurut Bappenas. Rp 1.430 triliun Kebutuhan pendanaan infrastruktur Indonesia antara tahun 2010 dan 2014. Kemampuan pendanaan Pemerintah Indonesia adalah Rp980 triliun, atau sekitar 68 persen dari kebutuhan. < 10% Jumlah anggaran belanja daerah yang dibiayai oleh pajak daerah. Pemda tidak mampu melaksanakan sendiri prakarsa infrastruktur yang signifikan. 980; 5179 Jumlah DAK yang disediakan pemerintah pusat kepada daerah untuk tahun 2003 dan 2010. Peningkatan fragmentasi, dimana dana hibah yang terbatas dialokasikan untuk lebih banyak proyek, mempersulit upaya mengatasi hambatan infrastruktur (bottleneck) dengan mengonsentrasikan sumber daya pada serangkaian proyek yang dipilih secara saksama. USD 50 billion Jumlah pendanaan menurut Bank Dunia yang dibutuhkan untuk peningkatan jalan raya, pelabuhan, bandara, dan kapasitas pembangkit tenaga listrik di Indonesia selama lima tahun mendatang. A n g k a Infrastruktur dalam Prakarsa Juli 2010
  • 4. 4 Pergeseran Pola Pikir: Kewajiban Pelayanan Publik dan Layanan Perintis di Sektor Transportasi Indonesia Secara historis, berbagai negara menyadari bahwa PSO merupakan mekanisme yang tidak sempurna, terkadang mengakibatkan tidak memadainya pemeliharaan infrastruktur terkait. Prakarsa Juli 2010 Subsidi adalah anggaran pengeluaran yang cukup besar untuk Pemerintah Indonesia. Pupuk, bensin, obat generik, dan listrik semua disubsidi. Berbagai layanan juga disubsidi, seperti transportasi murah, tersedia untuk para warga dengan harga di bawah tarif komersial yang sewajarnya. Subsidi adalah peranti penting untuk memastikan bahwa masyarakat miskin memiliki akses untuk barang dan layanan pokok dan untuk mendorong pembangunan. Namun subsidi bisa jadi membutuhkan biaya yang sangat besar – Pemerintah Indonesia saat ini menghabiskan sekitar 15 persen dari anggaran tahunannya untuk subsidi – dan apabila tidak diadministrasikan dengan baik, subsidi dapat menyebabkan hilangnya peluang dalam menggunakan dana anggaran secara lebih efektif di sektor lain atau menimbulkan masalah seperti buruknya pemeliharaan infrastruktur. Selain itu, biaya subsidi di Indonesia mengalami kenaikan pesat selama dekade terakhir tanpa diimbangi dengan peningkatan mutu dan kuantitas layanan subsidi. Mengingat keprihatinan tersebut, Pemerintah Indonesia mempertim- bangkan dengan seksama Kewajiban Pelayanan Publik (PSO) dan Layanan Perintis untuk memastikan bahwa mekanisme penyediaan subsidi ter­sebut digunakan dengan cara sebijaksana mungkin. Prakarsa Infra- struktur Indonesia (IndII) memberikan bantuan dengan melaksanakan kajian kebijakan atas PSO dan Layanan Perintis di sektor transportasi. Pendefinisian Istilah Dalam transportasi, PSO adalah peng aturan yang digunakan pemerintah untuk memberikan subsidi kepada penyedia layanan – baik perusahaan swasta atau Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN) – untuk meng- operasikan layanan transportasi publik tertentu selama jangka waktu yang ditentukan. Hal ini dilakukan apabila rute tersebut tidak memberikan pendapatan yang cukup agar profitabel melalui mekanisme pasar, namun secara sosial penyediaan transportasi tersebut diperlukan. PSO dapat diberlakukan pada berbagai moda transportasi, termasuk udara, laut, darat dan kereta api. Infrastruktur (rel kereta api, fasilitas pelabuhan, dll.) biasanya disediakan oleh entitas yang terpisah dari entitas yang menjalankan layanan bersubsidi, dan mungkin dimiliki oleh badan pengatur atau pihak ketiga. Layanan Perintis dimaksudkan untuk menentukan rute-rute transportasi yang akan mendorong pembangunan ekonomi suatu daerah di Indonesia. Untuk PSO, subsidi diberikan Atas perkenan Peter Benson Pembentukan Kewajiban Pelayanan Publik (PSO) dan Layanan Perintis sebagai peluang bisnis dengan daya tarik untuk sektor swasta dapat mengarah pada penentuan target yang lebihbaik,peningkatanlayanandanpenurunanbiaya. •OlehPeterBensondanKawikSugiana
  • 5. 5 kepada operator dalam situasi di mana rute yang ada tidak memberikan pendapatan yang cukup agar profitabel melalui mekanisme pasar, namun secara sosial penyediaan transportasi tersebut diperlukan. Di Indonesia, Layanan Perintis biasanya tersedia di subsektor transportasi laut dan darat, namun jarang tersedia di transportasi udara atau kereta api. Di lingkungan politik saat ini, PSO dan Layanan Perintis mendapatkan banyak perhatian, para pembuat kebijakan ingin mendapatkan gambaran jelas tentang jumlah yang dihabiskan, pilihan target dan apakah dana yang ada ternyata paling baik digunakan untuk PSO/Layanan Perintis atau lebih baik diarahkan untuk peluang lain, seperti investasi dalam infrastruktur. IndII telah diminta Bappenas untuk melakukan tinjauan kebijakan atas PSO dan Layanan Perintis di sektor transportasi. Tujuannya adalah untuk membantu Pemerintah Indonesia menentukan target kemana dana tersebut paling baik dapat digunakan dan untuk menciptakan sistem manajemen serta pelaksanaan yang lebih baik. PSO dan sistem Layanan Perintis di Indonesia ditandai dengan adanya pemberian subsidi langsung ke BUMN. Terdapat sejumlah kompetisi pasar dalam penyediaan Layanan Perintis, namun tidak ada dalam PSO karena layanan tidak ditenderkan di pasar. BUMN secara rutin diberi peran untuk menyediakan layanan yang terkait dengan PSO. Dalam kasus apa pun, lingkungan PSO atau Layanan Perintis belum kondusif untuk keikutsertaan sektor swasta: masa kontrak umumnya terbatas hanya 12 bulan sehingga risikonya terlalu tinggi untuk menarik minat sektor swasta. Indonesia tidak sendirian dalam menghadapi masalah terkait dengan transparansi dan pengukuran kinerja dalam pelaksanaan PSO dan Layanan Perintis; banyak negara mengalami kesulitan. Sebagai contoh Amerika Serikat tidak memiliki manajemen yang sepenuhnya transparan dan begitu pula Australia. Laporan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), Policy Roundtables: Non Commercial Service Obligations 2003, secara jelas menunjukkan bahwa pengambilan keputusan yang dipolitisasi dan tidak transparan terkait dengan PSO adalah masalah yang menyebar luas yang memengaruhi AS, Kanada dan sejumlah negara anggota Uni Eropa. Pengukuran dampak juga lemah. Australia memang telah memiliki kebijakan manajemen khusus, namun prosesnya Prakarsa Juli 2010 berlanjut ke halaman 12 aDalam sektor transportasi, Pemerintah Indonesia menggunakan Kewajiban Pelayanan Publik (PSO) dan Layanan Perintis untuk memastikan tersedianya transportasi yang diperlukan secara sosial, walaupun rute tersebut tidak menguntungkan melalui mekanisme pasar bebas. aLayanan tersebut biasanya disediakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan sedikit atau tanpa persaingan pasar. aBappenas meminta bantuan dari Prakarsa Infrastruktur Indonesia (IndII) untuk mengkaji kebijakan PSO/Layanan Perintis. aIndII merekomendasikan lima pilar landasan penyediaan PSO dan Layanan Perintis: akses untuk semua kalangan, perlindungan terhadap otonomi daerah, transparansi, Poin-Poin Utama: ‘rasionalisasi kesenjangan’ (memastikan kewajaran kesenjangan antara harga pasar dan harga bersubsidi), dan persaingan layanan. aKonsep baru yang penting adalah PSO dan Layanan Perintis harus dikemas sebagai peluang bisnis yang melibatkan persaingan, investasi, peluang keuntungan, serta kontrak tahun jamak dengan berdasarkan kepada keluaran dan kinerja. aTim IndII mengembangkan proses langkah demi langkah yang merinci tindakan dan kebutuhan di setiap tahap pengembangan PSO/Layanan Perintis. Berdasarkan usulan proses tersebut, PSO/Layanan Perintis akan dilaksanakan di tingkat pemerintah setempat atau daerah dan dimasukkan oleh Kementerian Perhubungan ke proses perencanaan nasional. BUMN terkait akan berperan sebagai penyedia layanan, bukan sebagai penentu jumlah dana subsidi yang diberikan.
  • 6. 6 Konsep yang Menjanjikan untuk Penyelenggaraan Layanan Daerah Unit-unit organisasi baru di tingkat pemerintah daerah yang menyelenggarakan layanan infrastruktur, yang telah diberi otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar, berpotensi untuk meningkatkan penyediaan layanan dan memastikan bahwa masyarakat mengetahui ke mana larinya uang retribusi yang mereka bayarkan. • Oleh Darryl Howard Prakarsa Juli 2010 “Pembiayaan Infrastruktur” meng- ingatkan kita pada pengeluaran modal untuk jembatan, jalan, bandara dan sebagainya. Namun, hal ini juga merupakan masalah dalam penyelenggaraan layanan infrastruktur. Selama beberapa tahun, pemerintahan di seluruh dunia telah membuat berbagai pengaturan organisasi guna menyediakan layanan untuk masyarakatnya baik di tingkat nasional maupun daerah. Walau- pun kita bisa menilik kembali sejarah ratusan tahun silam untuk mencari bentuk-bentuk awal organisasi yang telah diterapkan oleh berbagai pemerintahan dalam penyediaan layanan secara efisien dan bertanggung jawab, Next Step Agencies yang dicanangkan oleh pemerintahan Margaret Thatcher di Inggris pada tahun 1988 merupakan titik awal yang baik. Visi yang mendorong prakarsa tersebut didasari keyakinan bahwa: • Pemerintah harus terlibat dalam penyediaan layanan hanya jika ada alasan yang baik untuk tidak melibatkan sektor swasta. • Jika peran pemerintah bisa dibenarkan, peran tersebut harus dijalankan secara komersial bila memungkinkan. • Pengelola harus bebas menentukan siapa yang akan dipekerjakan dan menentukan gajinya. • Pengelola harus memiliki diskresi yang luas untuk menjalankan operasi dalam batasan anggaran yang disetujui. Pendekatan yang Terbukti Sukses Berdasarkan prakarsa Next Step Agencies, dihilangkannya kegiatan lini dari kegiatan sehari-hari di instansi pemerintah membuat pejabat pemerintah bebas untuk fokus pada pengembangan kebijakan dan penilaian layanan yang disediakan oleh instansinya. Secara keseluruhan, prakarsa ini dianggap sangat sukses karena menghasilkan peningkatan yang dramatis pada kinerja dan orientasi manajemen biaya di berbagai instansi yang melaksanakan fungsi pemerintahan. Prakarsa ini telah ditiru oleh pemerintahan lain baik di negara maju maupun negara berkembang. (Survei yang Pemilah sampah di Jalan Kartini, Jakarta. Layanan pembuangan sampah padat merupakan calon baik untuk dikelola oleh BLUD. Atas perkenan tbSMITH on flickr
  • 7. 7 Prakarsa Juli 2010 berlanjut ke halaman 14 komprehensif dan menarik tentang prakarsa yang diambil dalam bidang ini disampaikan dalam Dokumen OECD 2002: Distributed Public Governance Agencies, Authorities and Other Government Bodies). Berdasarkan filosofi manajemen ini, unit-unit dibuat sebagai penanggung jawab penyediaan layanan pemerintah yang relatif terbatas, misalnya penerbitan SIM, paspor, atau perizinan lainnya. Tanggung jawab yang relatif terbatas tersebut dimaksudkan agar efisiensi unit-unit ini dapat diukur dengan tingkat akurasi yang wajar dan agar memungkinkan untuk meminta pertanggung jawaban dari para pengelola atas efisiensi dan efektivitas kegiatan mereka. Unit- unit ini mengenakan retribusi atas layanannya, namun umumnya retribusi yang terkumpul tidak memadai untuk menutup biaya mereka sepenuhnya sehingga mereka terus memerlukan subsidi pemerintah. Akan tetapi, meskipun retribusi tidak sepenuhnya menutup biaya layanan, pembayaran tersebut menimbulkan suatu kaitan bagi masyarakat antara uang yang mereka bayarkan kepada pemerintah dan layanan yang mereka terima. Kadang Menguntungkan, Kadang Tidak Sebelum melanjutkan pembahasan tentang unit- unit layanan pemerintah tersebut, kita perlu membedakan dua jenis dasar lembaga komersial pemerintah: pertama, badan usaha milik negara (biasanya perusahaan yang, meski belum menguntungkan saat ini, dapat memberi keuntungan di masa depan), dan kedua, unit-unit pemerintah yang dibuat untuk memberikan layanan umum yang menghasilkan retribusi, namun retribusi yang diterima tidak cukup untuk menutup biaya layanan yang aPendanaan merupakan masalah penting bukan hanya dalam pembangunan infrastruktur namun juga dalam penyediaan layanan infrastruktur. “Next Step Agencies”, yang diluncurkan pada tahun 1988 di Inggris, menawarkan model penyediaan layanan berdasarkan konsep bahwa unit-unit pelaksana layanan harus sedapat mungkin beroperasi dalam jalur komersial. Dengan menciptakan unit-unit yang bertanggung jawab atas pelaksanaan layanan yang terbatas dengan mengenakan biaya, pengukuran kinerja dan akuntabilitas akan dapat dimaksimalkan, serta masyarakat dapat melihat hubungan antara uang yang dibayarkan kepada pemerintah dan layanan yang diberikan. aDi Indonesia, lembaga-lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan layanan dengan mengenakan biaya namun diperkirakan akan membutuhkan subsidi pemerintah tanpa batas waktu disebut BLU (badan layanan umum) atau BLUD (badan layanan umum daerah). Kerangka peraturan untuk pembentukan BLUD telah dikembangkan yaitu UU no. 1/2004 dan peraturan pemerintah yang dikeluarkan pada tahun 2005 dan 2006. aDengan lebih dari 500 pemerintah daerah di Indonesia, penggunaan model BLUD berpotensi meningkatkan pelaksanaan layanan secara dramatis. Sejauh ini, penggunaannya terbatas karena kurangnya pengetahuan daerah tentang model tersebut dan cara pelaksanaannya. Kementerian Dalam Negeri saat ini sedang menggalakkan konsep ini, guna mempercepat pemanfaatan BLUD. Dengan menyediakan dan mengembangkan peranti dan pedoman praktis untuk pemerintah daerah, model BLUD dapat berdampak pada berbagai layanan dasar di waktu mendatang. Poin-Poin Utama:
  • 8. 8 Prakarsa Juli 2010 Era Baru Kerjasama Pemerintah Swasta Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) bukan hal baru bagi Indonesia. Pada akhir 1980-an dan awal 1990-an, Pemerintah menyadari perlunya peningkatan investasi infrastruktur dengan melibatkan sektor swasta melalui KPS. Pada akhir 1997, Indonesia telah menarik investasi infrastruktur lebih dari US$ 20 milyar dengan skema KPS, yang didominasi oleh sektor listrik, telekomunikasi, dan transportasi. Akan tetapi, kegiatan ini terhenti karena runtuhya perbankan dan depresiasi mata uang besar- besaran yang disebabkan oleh krisis keuangan Asia, yang terjadi pada paruh kedua 1997. Krisis keuangan Asia datang dan pergi, namun kebutuhan investasi infrastruktur Indonesia terus meningkat. Pertumbuhan ekonomi pada beberapa tahun lalu telah meningkatkan kebutuhan akan investasi infrastruktur, dan Pemerintah Indonesia belum dapat mendanai seluruhnya. KPS jelas berperan, dan Pemerintah Indonesia menargetkan untuk menarik investasi swasta dalam sektor infrastruktur sebesar Rp 978 triliun selama periode 2010- 2014. Target ini sekitar 20 kali lebih besar dari investasi swasta aktual dalam KPS infrastruktur selama 10 tahun lalu1 . Dengan sasaran yang ambisius itu, kita perlu bertanya mengapa pelaksanaan proyek KPS yang baru masih terbatas selama dekade lalu, meski ada kebutuh- an investasi, serta bagaimana jawaban untuk pertanyaan tersebut dapat melandasi strategi di masa depan. Hasil dari beberapa proyek pra- krisis menunjukkan pelajaran yang Sejak krisis finansial, pendanaan proyek-proyek KPS untuk kebutuhan infrastruktur Indonesia tidak banyak berkembang. Dengan dapat diatasinya hambatan dari proyek-proyek KPS, Pemerintah Indonesia berharap dapat memperbaiki situasi ini. • Oleh Mike Crosetti berharga tentang kekurangan KPS. Misalnya, pemerintah dan perusahaan seperti Pertamina harus membayar ganti rugi yang besar kepada investor dan penjamin asing karena pembatalan proyek-proyek KPS. Pengalaman ini membuat pemerintah dan investor swasta menyadari tentang perlunya pendekatan terstruktur serta upaya-upaya KPS di masa depan, selain itu reformasi politik pasca- Suharto telah meningkatkan transparansi dan desentralisasi. Oleh karena itu, KPS di masa depan akan berbeda secara signifikan dari model yang lama. Kesuksesan pendekatan terstruktur pada KPS didasari empat komponen dasar: dasar hukum; kapasitas dan koordinasi kelembagaan, persiapan proyek yang baik; serta ketersediaan pendanaan. Komponen dasar Di seluruh dunia, pembangkit tenaga merupakan sektor infrastruktur yang sering diusulkan sebagai proyek KPS. Atas perkenan Waymond C di flickr
  • 9. 9 Prakarsa Juli 2010 tersebut adalah syarat yang diperlukan untuk pengembangan KPS. Pemahaman tentang peran komponen-komponen ini di Indonesia di masa lalu mem- berikan petunjuk tentang bagai- mana KPS dapat memenuhi harapan di masa depan. Pertama, Dasar Hukum Sebelum KPS dapat dimulai, terlebih dulu harus ada dasar hukum penetapkan peran organisasi dan penentuan bagaimana KPS dilaksanakan. Pemerintah telah melakukan langkah awal dengan memben- tuk Komite Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur (KKPPI) melalui Perpres No. 81/ 2001, yang perbaharui dengan Perpres No. 42/2005. Pada tahun 2005 pula, Pemerintah mendefinisikan ulang substansi pelaksanaan KPS dengan Perpres No. 67/2005, yang menggantikan berlanjut ke halaman 15 Keppres No. 7/1998, dan disusul dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 38/2006 tentang manajemen risiko dalam proyek infrastruktur. Selain peraturan-peraturan itu, telah ada reformasi peraturan perundang- undangan mendasar atas hampir semua sektor infrastruktur utama. Reformasi ini telah menghapuskan monopoli pemerintah, mendele- gasikan kewenangan pengaturan kepada pemda, dan menerapkan tender yang kompetitif. Akan tetapi, masih banyak yang harus dilakukan untuk menyusun peraturan pelaksanaan dan penguatan kelembagaan untuk melaksanakan fungsi tersebut. Perpres No. 67/2005 telah diperbaharui dengan Perpres No. 13/2010, dan baru-baru ini Pemerintah juga telah mendirikan lembaga pendanaan dan pen- jaminan infrastruktur. Langkah berikutnya adalah memperbaharui PMK No. 38/2006 untuk memper- luas penggunaan jaminan peme- rintah, serta peraturan pelaksana- an di beberapa sektor dan peru- bahan atas dasar hukum bagi pemerintah dalam akuisisi lahan. Oleh karena itu, faktor pertama yang menyebabkan terbatasnya penggunaan KPS selama periode pasca-krisis – tidak adanya kerang- ka hukum yang menyeluruh, baik peraturan yang khusus untuk setiap sektor maupun KPS secara umum – sebagian besar telah diatasi. Mengingat perubahan politik yang besar dan cakupan reformasi industri yang telah terjadi, waktu yang dihabiskan untuk hal tersebut dapat dimak- lumi. Momentum yang telah dicapai pada beberapa tahun lalu aLima belas tahun lalu, Indonesia adalah negara terdepan dalam hal KPS infrastruktur di antara negara-negara berkembang dengan pelaksanaan berbagai proyek bernilai milyaran dolar. Krisis keuangan Asia mengubahnya secara tiba-tiba. Selama dekade lalu, pertumbuhan ekonomi telah kembali dan pemerintah kembali berupaya untuk meningkatkan sumberdayanya untuk penyediaan infrastruktur dengan menggunakan KPS. Namun, hanya ada sedikit proyek KPS infrastruktur yang relatif kecil yang telah dilaksanakan selama periode itu. aMakalah ini menyoroti penyebab kurangnya proyek baru sampai saat ini dan membahas implikasi terhadap peningkatan investasi KPS yang ditargetkan. Artikel ini menyimpulkan bahwa pemerintah telah mencapai kemajuan dalam beberapa bidang, dan saat ini harus melanjutkan upaya untuk menciptakan kebijakan sektor yang kondusif dan fokus pada pengembangan kapasitas internal di kementerian terkait dan pemerintah daerah untuk merealisasikan era baru KPS . Pengembangan kapasitas mencakup perumusan prosedur untuk penyusunan proyek di semua instansi, penggalakan KPS secara internal, dan pelatihan para pejabat untuk meningkatkan pemahaman tentang cara kerja KPS. Poin-Poin Utama:
  • 10. 10 Prakarsa Juli 2010 Dana Hibah dalam Perspektif Berbasis Hasil Sesuai kecenderungan yang relatif baru, Indonesia kini beralih pada hibah kinerja berbasis hasil sebagai sarana penyediaan modal investasi untuk pemerintah daerah (Pemda). Untuk memahami alasan kenapa mekanisme ini merupakan sarana berharga dalam penunjang pembangunan infrastruktur yang efektif untuk tahun-tahun mendatang, adalah penting untuk mengetahui latar belakang yang menjadi dasar penerapannya. Mengingat dorongan menuju desentralisasi baru terjadi selama dasawarsa terakhir, maka dapat dipa- hami bahwa sistem fiskal antar-lembaga pemerintah di Indonesia masih berada pada tahap perkembangan. Beberapa tantangan utama di antaranya adalah pertama untuk menanggulangi secara langsung kebutuhan anggaran sebagian besar pemda yang jumlahnya semakin bertambah. Saat ini terdapat lebih kurang 512 kota dan kabupaten serta 33 provinsi, 225 di antaranya baru terbentuk sejak tahun 2001. Indo- nesia merupakan negara dengan keanekaragaman yang luar biasa dengan variasi yang sangat besar di bidang sumber daya ekonomi, kepadatan penduduk, dan aset infrastruktur. Terdapat kesenjangan lebar antara kebutuhan anggaran dan tingkat pendapatan yang dapat dihasilkan di sebagian besar Pemda. Bagi Pemerintah Indonesia penyediaan kebutuhan sumber daya fiskal untuk semua daerah guna membiayai layanan regional dan lokal mereka, merupakan upaya yang sangat besar. Umumnya negara federasi yang matang, melimpahkan wewenang penyediaan dana modal untuk masya- rakat kepada negara bagian atau pro- vinsi, dan hanya mengatur akses ke pasar modal. Bukan demikian halnya di Indonesia, di mana hubungan tata kelola pemerintah antara Pemerintah Pusat dengan Pemda dan pemerintah kota bersifat langsung. Mungkin karena diperlukan, rumus alokasi yang di- gunakan Pemerintah Pusat dalam menetapkan tingkat bagi hasil untuk masing-masing daerah lebih merupakan perkiraan pembelanjaan daripada pendekatan berdasarkan perhitungan cermat tentang kebutuhan daerah yang spesifik. Sebagian besar (93 persen) dana yang disediakan Pemerintah Pusat kepada daerah yang diberikan berbentuk dana yang tidak bersyarat (Dana Alokasi Umum/DAU, Dana Bagi Hasil/ DBH, dan Dana Otonomi Khusus/ Dana Otsus). Karena memang sifatnya demikian, Pemerintah Pusat tidak memiliki kendali atas penggunaan dana Saat Pemerintah Indonesia menunjukkan perhatian mengenai jenis mekanisme baru dalam mendanai investasi pemerintah daerah, sangat menarik pula untuk diperhatikan latar belakang dasar penerapan teknik-teknik ini. • Oleh Maurice Gervais tersebut oleh Pemda. Kendali yang dimiliki Pemerintah Pusat hanyalah melalui Dana Alokasi Khusus (DAK), dan adanya persyaratan bahwa daerah juga wajib menyediakan 10 persen dana pendamping. Dengan demikian, pada umumnya pemberian dana Pemerintah Pusat kepada Pemda bukanlah suatu mekanisme efektif untuk melibatkan daerah dalam program yang digerakkan oleh prioritas nasional. Dewasa ini, DAK menjadi sarana, di mana Pemerintah Pusat menyediakan dana modal kepada daerah untuk membantu mereka dalam mendanai kebutuhan investasi mereka. Namun dalam rangka DAK, dana yang disediakan untuk pendidikan sangat besar dan beberapa dana hibah untuk jalan sangat signifikan, sedangkan untuk keperluan lainnya hanya sedikit. Jumlah ini mencakup dana yang diperlukan untuk membiayai sektor infrastruktur kunci (seperti pengairan, penyediaan air minum dan sanitasi). Dana hibah DAK untuk infrastruktur hanya merupakan pendanaan dalam jumlah terbatas, secara khusus hanya Rp 2,3 miliar, yang hanya cukup untuk sekadar menutup biaya perawatan rutin dan berkala. Inilah pencerminan mengapa tidak ada proyek besar yang diselenggarakan Pemerintah Daerah. Atas perkenan Kendra on Picasa Hibah kepada Pemerintah Daerah di Indonesia yang dikenal dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) hanya menyediakan pendanaan terbatas untuk sejumlah sektor utama seperti irigasi.
  • 11. 11 Prakarsa Juli 2010 Dana hibah DAK awalnya diperkenalkan pada tahun 2003 dan jumlah dana yang disediakan melalui mekanisme ini meningkat 10 kali lipat hingga tahun 2008. Namun hambatan dari segi fiskal akibat resesi ekonomi dunia, telah laju pertumbuhan yang pesat pendanaan melalui DAK. Sejak tahun 2008 jumlah pendanaan telah menyusut dalam arti riil, dan alokasi untuk infrastruktur, yang selama beberapa tahun terakhir sudah menurun, bahkan anjlok hingga mencapai 25 persen dari keseluruhan. Inilah konteks yang menjadi dasar bagi Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan upayanya untuk mening- katkan investasi di bidang infrastruktur. Sejak tahun 2005 Pemerintah Pusat telah menangani berbagai isu, termasuk revitalisasi hibah daerah yaitu dana modal hibah dan dana pinjaman lanjutan yang disediakan Pemerintah Pusat kepada daerah. Dua pendekatan ini agak berbeda dari dana hibah DAK: alih-alih memberi pembayaran di muka, pendekatan hibah daerah ini akan memberikan tanggapan terhadap usulan pendanaan investasi yang diajukan daerah; mengandalkan pada kontrak berbasis hasil kinerja; dan penyaluran dana ke daerah dilakukan dengan pembayaran apabila kriteria kinerja yang sudah ditetapkan dengan jelas, telah tercapai. Dana hibah dan pengaturan pinjaman lanjutan merupakan strategi yang menjanjikan bagi Pemerintah Indonesia dan menyediakan peluang yang besar bagi para donor. Hal ini dapat menjadi titik masuk resmi bagi donor yang bersedia menyediakan dukungan investasi kepada daerah dengan cara yang konsisten dengan Jakarta Commitment1 maupun yang menetapkan hasil kinerja sebagaimana dipersyaratkan. Tidak demikian halnya dengan sistem DAK: sumberdaya donor yang disediakan melalui DAK harus dapat dipertukarkan sepenuhnya, dan Pemerintah Pusat tidak dapat mengawasi pelaksanaan program yang didukung dana DAK. Bersamaan dengan meningkatnya fokus pada dana hibah dan pengaturan pinjaman lanjutan, Pemerintah Pusat sedang dalam proses untuk merevisi tiga Peraturan Pemerintah yaitu PP No. 2/2005, PP No. 54/2005, dan PP No. 57/2005, sebagai bagian dari paket menyeluruh yang memberi kemudahan masuknya dana donor ke dalam proses penganggaran dan meningkatkan kerangka hukum untuk dana pinjaman lanjutan dan dana hibah lanjutan oleh Pemerintah Pusat. IndII kini sedang mendukung upaya ini dengan membantu dalam perancangan sistem hibah modal yang efektif. Sebagian besar komponen utama sudah didefinisikan dalam rancangan peraturan dan menjadi batu pijakan menuju tahap dana hibah berbasis hasil kinerja. aSembilan puluh tiga persen pendanaan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah berbentuk dana hibah tidak bersyarat sehingga menyulitkan untuk menjadikan pendanaan tersebut sebagai alat untuk memajukan prioritas nasional. Sarana yang digunakan Pemerintah Pusat saat ini untuk menyediakan dana hibah modal untuk membantu daerah dalam mendanai kebutuhan investasi adalah DAK (Dana Alokasi Khusus), namun dengan pengecualian pendanaan untuk sektor jalan raya. Jumlah DAK yang terbatas dan dialokasikan untuk infrastruktur hanya sekadar cukup untuk menutup biaya pemeliharaan rutin dan berkala dan tidak memungkinkan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan proyek besar. aDengan latar belakang ini Pemerintah Indonesia melakukan upaya intensifikasi untuk memperkuat investasi di bidang infrastruktur dengan cara seperti revitalisasi Hibah Daerah berupa dana hibah modal dan dana pinjaman lanjutan dari Pemerintah Pusat kepada daerah. Dua pendekatan ini jauh berbeda dengan dana hibah DAK: alih-alih memberi pembayaran di muka, melalui dua pendekatan tersebut Pemerintah Pusat akan memberikan tanggapan terhadap usulan pendanaan investasi yang diajukan oleh daerah; mengandalkan kontrak berbasis hasil kinerja; serta menyalurkan pembayaran dana hibah ke daerah apabila kriteria kinerja yang sudah ditetapkan dengan jelas telah tercapai. Dana hibah berbasis hasil kinerja seperti ini merupakan strategi Pemerintah Indonesia yang tepat bagi tercapainya prioritas pembangunan infrastruktur nasional, dan membuka pintu masuk resmi bagi donor yang mempunyai standar bahwa sasaran dan persyaratan tertentu harus dipenuhi. Kerangka kerja peraturan yang sedang disusun sekarang akan menjadi batu pijakan menuju pengembangan lebih lanjut dari dana hibah berbasis hasil. Mengenai penulis: Maurice Gervais adalah seorang Tenaga Ahli Senior di bidang Desentralisasi Fiskal yang telah berpengalaman luas sebagai praktisi pembangunan sejak tahun 1972. Gervais telah berkarier selama 22 tahun sebagai staf di Bank Dunia, sejak keluar, beliau telah menjalani karier sebagai konsultan selama 12 tahun di Indonesia. Fokus perhatiannya adalah dalam bidang desentralisasi pemerintahan. Poin-Poin Utama: Catatan: 1. Jakarta Commitment adalah perjanjian yang ditandatangani oleh Pemerintah Pusat dan 22 negara dan lembaga donor multilateral. Perjanjian tersebut menyatakan bahwa para penandatan- gannya akan mengikuti Paris Declaration on Aid Effectiveness, yang dimaksudkan untuk meningkat- kan efektivitas dana hibah dan pinjaman dari luar negeri. Prinsip utama dalam komitmen tersebut adalah penegasan tentang kepemilikan Indonesia atas semua prakarsa bantuan.
  • 12. 12 Prakarsa Juli 2010 PERGESERAN POLA PIKIR dari halaman 5 masih dikendalikan oleh politik. Negara- negara bergumul dengan keprihatinan tentang bagaimana mereka dapat mengalokasikan PSO tanpa mendukung monopoli penyediaan layanan oleh BUMN. Tim IndII menggunakan pendekatan praktis untuk menganalisis PSO/ Layanan Perintis. Proses tersebut dimulai dengan mengajukan pertanya- an dasar, seperti “Mengapa Pemerin- tah Indonesia ingin memiliki kebijakan PSO/Layanan Perintis?” dan, “Apakah definisi PSO/Layanan Perintis?” Jawab- an dari pertanyaan ini menentukan kerangka kerja yang dapat digunakan untuk mengembangkan kebijakan yang jelas. Tim IndII hampir menyelesaikan tugasnya dalam tinjauan yang dilakukannya atas PSO/Layanan Perintis mencakup fitur berikut ini: • Definisi PSO dan Layanan Perintis dinyatakan secara jelas untuk menentukan kerangka kerja kebijakan. • Kebijakan diarahkan pada PSO/ Layanan Perintis yang seluruhnya atau sebagian dibiayai oleh pemerintah pusat. • ‘Pilar kebijakan’ untuk PSO dan Layanan Perintis adalah: akses untuk semua kalangan, stabilitas yang otonom (yaitu perlindungan otonomi daerah dan pembangunan ekonomi), transparansi, ‘rasionalisasi kesenjangan’1 dan persaingan dalam penyediaan layanan. • PSO dan Layanan Perintis diperlakukan sebagai konsep bisnis. Oleh karena itu, diperlukan unsur- unsur tertentu: para penyedia layanan harus bersaing satu sama lain, mereka harus melakukan investasi dalam bisnis, mereka harus profitabel, dan mereka harus dapat memperoleh kontrak tahun jamak sehingga dapat membuat rencana dan beroperasi dalam jangka waktu yang tertentu yang dapat diterima. • Dalam menjaga orientasi bisnis, fokusnya adalah pada penetapan dan pengevaluasian PSO dan Layanan Perintis berdasarkan kinerja: memilih penyedia layanan yang menawarkan mutu dan kuantitas maksimal dari layanan yang diinginkan sebagai kompensasi dari subsidi yang ditawarkan. Harus terdapat hubungan antara belanja dan keluaran daripada membatasi fokus pada pemasukan. • Proses pengelolaan PSO dan Layanan Perintis ditentukan dengan jelas. Penerapan Konsep Baru Terdapat tiga konsep baru dalam pendekatan kebijakan yang direkomen- dasikan. Pertama adalah penjelasan tegas dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tentang lima pilar kebijak- an (akses untuk semua kalangan, stabilitas yang otonom, transparansi, Kunci PSO = Kewajiban Pelayanan Publik PS = Layanan Perintis KEMENHUB = Kementrian Perhubungan KemenBUMN = Kementrian Badan Usaha Milik Negara KemenKeu = Kementrian Keuangan DPR = Dewan Perwakilan Rakyat (House of Representatives) BUMN = Badan Usaha Milik Negara Ilustrasi 1 : Proses Sistem PSO/Layanan Perintis (PS)
  • 13. 13 Prakarsa Juli 2010 rasionalisasi kesenjangan, dan persaingan). Pilar-pilar tersebut bertujuan untuk menghasilkan langkah-langkah tertentu, seperti penciptaan pasar yang bersaing untuk tender dan penyediaan PSO dan Layanan Perintis. Konsep baru kedua adalah perlakukan bahwa penyediaan PSO atau Layanan Perintis merupakan suatu bisnis. Oleh karena itu, pemerintah harus mengemasnya dengan sedemikian rupa, menjadikannya sebagai sebuah peluang yang menarik dan profitabel dan menuntut kinerja sebagai imbalan atas dana yang diberikan. Pergeseran pola pikir bisnis ini penting untuk keberhasilan pelaksa- naan kebijakan PSO/Layanan Perintis yang telah direvisi. Dua strategi melandasi pengembangan PSO/Layanan Perintis sebagai peluang bisnis: penggunaan “Kasus Bisnis” dan pelaksanaan kontrak tahun jamak untuk menarik investasi dan peningkatan layanan. Baik Kasus Bisnis dan pembuatan kontrak tahun jamak berfokus pada keluaran, berbeda dengan kontrak berbasis masukan yang biasanya digunakan saat ini. Kasus Bisnis merupakan alat untuk menguji viabilitas ekonomi dan keuangan PSO/Layanan Perintis. Hal tersebut memberikan Pemerintah informasi tentang permintaan, hasil keuangan dan ekonomi dan potensi profitabilitas dari penyediaan layanan. Hal ini memungkinkan Pemerintah menjadi pembeli layanan yang sudah pasti dan para pelaku sektor swasta dapat menggunakan informasi ini untuk menilai viabilitas keuangan suatu bisnis. Penggunaan Kasus Bisnis dapat juga membantu Pemerintah untuk mengambil pendekatan obyektif terhadap penyediaan layanan bersubsidi. Dibandingkan dengan pemberian kontrak atas dasar historis, Kasus Bisnis membantu Pemerintah Indonesia mengetahui secara tepat di mana kebutuhan yang timbul dan keluaran apa yang diharapkan pada tingkat belanja tertentu. Konsep baru ketiga adalah pengembangan proses empat tahap yang merinci tindakan yang diperlukan di setiap tahap pengembangan PSO/Layanan Perintis dan mengidentifikasi para penanggung jawab semua tugas (lihat gambar 1). Terdapat dua perubahan besar utama untuk proses baru tersebut. Pertama, Layanan Perintis akan dihasilkan di tingkat pemerintah setempat atau daerah dan kemudian dimasukkan oleh Kemenhub ke proses perencanaan nasional. Kedua, peran BUMN terkait adalah sebagai penyedia layanan, bukan penentu jumlah dana subsidi yang diberikan. Bappenas akan menjadi pengawas kebijakan, sementara Kemenhub akan melaksanakan program PSO/Layanan Perintis dan mengukur keluaran. Manfaat dari pendekatan ini, yakni Pemerintah Indonesia dapat menargetkan PSO dan Layanan Perintis secara lebih efektif (karena pelanggannya sudah ditentukan dengan jelas); serta makin banyak peluang untuk menurunkan biaya dan/atau meningkatkan standar layanan; dan kinerja diukur sehingga perbaikan program atau penyediaan layanan yang sesuai dapat dilakukan. Pelaksanaan strategi ini merupakan sebuah tantangan. Diperlukan perubahan kelembagaan, namun satu- satunya aspek terpenting dari suksesnya kebijakan ini adalah untuk mengonseptualisasikan PSO dan Layanan Perintis sebagai bisnis, dan menciptakan lingkungan di mana kegiatan operasional bisnis akan menghasilkan penentuan target dan penyediaan layanan yang lebih baik. Pendekatan pelaksanaan lima tahunan sedang direncanakan dengan harapan bahwa hasil yang dapat diwujudkan akan bermanfaat bagi warga yang membutuhkan transportasi yang terjangkau dan untuk para pembuat kebijakan yang mengupayakan pembangunan ekonomi Indonesia.
  • 14. 14 diberikan, dan unit-unit tersebut diperkirakan akan membutuhkan subsidi pemerintah secara tidak terbatas. Contoh perusahaan jenis pertama di Indonesia adalah Pertamina dan Garuda. Swasta dapat menjadi pemegang saham di perusahaan tersebut, namun perusahaan ter- sebut didirikan sebagai perusahaan milik pemerintah karena dianggap sebagai kepentingan nasional. Di Indonesia, perusahaan milik pemerintah ini disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Transjakarta dan rumah sakit daerah merupakan contoh perusahaan kategori kedua – perusahaan jawatan yang diperkirakan akan memerlukan subsidi pemerintah secara tidak terbatas. Lembaga yang dibentuk untuk memberikan layanan pemerintah bersubsidi disebut Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Artikel ini fokus pada BLU dan khususnya BLUD. Pemerintah di seluruh dunia telah bergelut dengan masalah penyediaan layanan yang bukan hanya efisien, tetapi juga bebas korupsi, khususnya badan penyedia layanan yang mengenakan biaya. Dalam upaya mengurangi korupsi, tahun 1997 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 20/1997, yang mewajibkan setiap lembaga pemerintah yang menghasilkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk menyetorkan dana tersebut ke rekening pemerintah sesegera mungkin. Karena itu, lembaga pemerintah penyedia KONSEP YANG MENJANJIKAN dari halaman 7 Prakarsa Juli 2010 layanan tidak dapat menggunakan dana yang diterima walaupun untuk menutupi sebagian biaya operasinya. Akan tetapi, tujuh tahun kemudian, UU No. 1/2004 disahkan, yang menyediakan kerangka hukum yang komprehensif untuk mempertanggung jawabkan alokasi dan penggunaan dana negara, membuka kemungkinan pembentukan unit-unit BLU. Dua peraturan berikutnya – PP No. 23/2005 tentang manajemen keuangan BLU, dan PP No. 58/2005 tentang pengelolaan keuangan daerah – menetapkan kerangka pembentukan BLUD. Selanjutnya, Kemendagri mengeluarkan Peraturan Mendagri No. 61/2006, yang menetapkan pedoman teknis manajemen keuangan untuk BLUD. Di antara dampak penting lainnya dari berbagai peraturan tersebut, BLU dan BLUD menjadi bebas dari ketentuan yang sangat restriktif dalam UU No. 20/1997 tentang penanganan PNBP. Ketentuan tentang manajemen keuangan yang ditetapkan dalam peraturan tersebut ditujukan untuk memberikan Tanggung jawab yang relatif terbatas tersebut dimaksudkan agar efisiensi unit- unit tersebut dapat diukur dengan tingkat akurasi yang wajar, agar memungkinkan untuk dimintai pertanggungjawaban dari para pengelola atas efisiensi dan efektivitas kegiatan mereka. Mengenai para penulis: Kawik Sugiana adalah seorang perencana regional dan konsultan infrastruktur yang aktif dalam beragam penelitian dan pengkajian di bidang pembangunan regional dan penyediaan infrastruktur. Ia memperoleh gelar Doktor dalam Perencanaan Regional di Amerika Serikat dari University of Wisconsin, Madison. Jabatan yang pernah ia duduki selama 15 tahun terakhir antara lain: Manajer Program Nasional Poverty Alleviation through Rural and Urban Linkages (PARUL) sebuah program di bawah UNDP-Bappenas (1996- 2000); Asisten Deputi 5 yang bertanggung jawab atas Pembangunan Infrastruktur dan Regional pada Kemenko Perekonomian (2000-2001); dan Kepala Program Pascasarjana ‘Perencanaan Kota dan Daerah’ di Universitas Gadjah Mada (2001- 2006). Ia mulai memusatkan perhatiannya pada bidang infrastruktur di tahun 2006 ketika ditunjuk sebagai Sekretaris Eksekutif Komite Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur (KKPPI). Saat ini ia bekerja sebagai tenaga ahli infrastruktur untuk Proyek Reformasi Kebijakan Kewajiban Pelayanan Publik (IndII - Bappenas). Peter Benson sudah 16 tahun bekerja di bidang konsultasi internasional, pertama- tama pada Victorian Road Authority (VicRoads) dan sejak tahun 2000 sebagai konsultan pada Bank Pembangunan Asia, Bank Dunia, AusAid, Badan Pembangunan Internasional Swedia, dan USAID. Ia pernah bekerja di Timor Leste, Bhutan, India, Malaysia, Indonesia, Filipina, Tonga, dan Afghanistan. Peter berpengalaman luas dalam manajemen infrastruktur, namun memiliki spesialisasi di bidang jalan raya dan angkutan jalan raya. Ia mengawali karirnya sebagai pegawai pemerintah negara bagian Victoria, Australia selama 26 tahun dan meningkat hingga menduduki jabatan manajerial di bidang legislasi, manajemen proyek, dan menangani berbagai masalah kebijakan dan kelembagaan. Selama 30 tahun lebih Peter terlibat dalam penyusunan kebijakan publik, maupun dalam manajemen program dan proyek. Ia memilik gelar di bidang Hukum dan Diploma dari Institute of Company Directors. PERGESERAN POLA PIKIR dari halaman 13 CATATAN 1. Dengan kata lain, para pembuat kebijakan harus yakin bahwa layanan ini tidak membebani pelanggan pada tingkat biaya yang lebih rendah dari jumlah biaya yang bersedia mereka bayar, karena hal tersebut berarti dana pemerintah tidak digunakan secara efisien.
  • 15. 15 Prakarsa Juli 2010 kendali keuangan yang memadai serta memberikan kebebasan dan fleksibilitas bagi BLU atau BLUD untuk menyediakan layanan secara efektif dan efisien. Sebuah Model yang Potensial Karena saat ini ada lebih dari 500 pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) di Indonesia, penggunaan model BLUD berpotensi untuk menghasilkan peningkatan yang dramatis dalam penyediaan barang dan layanan dasar untuk masyarakat. Di akhir tahun 2009, Prakarsa Infrastruktur Indonesia (IndII) melakukan kajian untuk menilai tingkat penggunaan konsep BLUD sampai saat ini dan menentukan kemungkinan bantuan IndII untuk memfasilitasi penggunaan konsep BLUD. Kajian tersebut menemukan bahwa meski banyak peluang untuk menggunakan model BLUD dalam layanan infrastruktur, peng- gunaannya masih cukup terbatas. Ada beberapa faktor penyebabnya, yang terutama, yakni kurangnya informasi dan pemahaman di tingkat daerah tentang model BLUD dalam penyediaan layanan dan cara terbaik untuk melaksanakannya. Setelah Kemendagri memberikan informasi dan mendorong penggunaan kon- sep ini, penggunaan model BLUD diperkirakan akan meningkat. Apa Langkah Selanjutnya Apa yang perlu dilakukan untuk memajukan konsep BLUD? Kemen- dagri sedang menginventarisasi peraturan dan pedoman, dan meng- evaluasi peranti, seperti proyek percontohan dan survei yang dapat digunakan untuk menyempurnakan pemahaman tentang keunggulan BLUD dan kesulitan yang terkait dengan pengelolaannya. Berdasar- kan kegiatan tersebut, langkah berikutnya adalah menyusun materi yang dapat digunakan pemerintah daerah sebagai pedoman praktis untuk memben- tuk BLUD dan meluncurkan pro- gram promosi yang diarahkan kepada pemerintah daerah agar mereka tahu tentang manfaat pendirian BLUD. Potensi untuk mendirikan BLUD di seluruh Indonesia sangat menggembirakan – mungkin 5.000 BLUD (rata-rata 10 unit per Pemda) atau lebih akan dibentuk dalam lima tahun ke depan. Model BLUD dapat berlaku untuk berbagai macam layanan dasar yang disediakan di tingkat pemerintah daerah yang menyentuh semua rakyat setiap hari. n Mengenai penulis: Darryl Howard, Warga Negara Kanada, pindah ke AS untuk kuliah. Dia meraih gelar MBA, dalam bidang keuangan di University of Washington, kemudian bekerja di Exxon Corporation di Houston. Setelah ditugaskan di New York, Bangkok, Tokyo, Southampton dan Sydney, Darryl ditunjuk sebagai Chief Financial Officer untuk Exxon Indonesia di Jakarta. Setelah menjabat selama kurang lebih 10 tahun, Darryl keluar dari Exxon dan menjadi konsultan independen di Jakarta. Darryl telah bekerja untuk IndII sejak November 2009. KPS dari halaman 9 diharapkan berlanjut, dengan memperhatikan beberapa unsur hukum utama yang diharapkan segera tersedia. Selain penjabar- an lebih lanjut peraturan untuk sektor secara khusus, pemba- haruan PMK No. 38/2006 diharap- kan segera dilakukan yang akan menyederhanakan proses pen- jaminan dan memperluas jenis penjaminan yang ada, termasuk jaminan yang mencakup risiko utang dari instansi pemerintah. Kapasitas dan Koordinasi Kelembagaan Penerapan dasar hukum memerlukan kapasitas kelembagaan dan dalam kerangka KPS lintas sektor diperlukan koordinasi yang baik. Kapasitas kelembagaan meliputi: • Pengakuan pejabat pemerintah tentang peran dan manfaat KPS • Pemahaman pejabat pemerin­ tah tentang modalitas KPS • Proses persiapan yang jelas serta peranti dan dokumentasi pendukung dalam pemerintah • Integrasi dengan strategi dan upaya perencanaan pemerintah yang lebih luas Pencapaian kapasitas dan koordinasi kelembagaan merupakan salah satu tantangan terbesar untuk pengembangan
  • 16. 16 Prakarsa Juli 2010 KPS di Indonesia saat ini. Pembentukan Unit Pusat KPS dalam lingkungan Bappenas tahun lalu merupakan langkah yang baik menuju pencapaian itu. Namun, masih ada kebutuhan bagi personil Pemerintah – khususnya di kementerian terkait dan pemda yang bertanggung jawab atas identifikasi, pengembangan dan pengawasan proyek KPS – untuk memiliki wawasan yang lebih baik tentang cara kerja KPS dan manfaatnya. Pemahaman yang lebih baik tentang hal ini akan menjadi insentif bagi para pejabat untuk menerapkan KPS guna mencapai target-target infrastruktur. Selain itu, meskipun para pejabat pemerintah telah menyadari manfaat KPS dan memahami konsep penerapannya, masih diperlukan prosedur dan peranti yang jelas untuk menyusun proyek dalam lingkungan Pemerintah. Agar sukses mengintegrasikan KPS dalam upaya perencanaan yang lebih luas dan mengkoordinasikannya di berbagai instansi yang terlibat, kebutuhan tersebut harus terpenuhi. Mekanisme tersebut harus mencakup bukan saja identifikasi, desain dan koordinasi proyek fisik dan pemilihan modalitas KPS, tetapi juga penganggaran setiap dukungan pemerintah langsung dan pemrosesan jaminan pemerintah yang mungkin diperlukan untuk pelaksanaan proyek. Kondisi sekarang membuka peluang bagi pemerintah untuk menyusun prosedur operasional tetap (protap) pengembangan dan pelaksanaan KPS dan melibatkan pemangku kepentingan secara komprehensif. Pelibatan ini akan menjamin kelayakan dan efektivitas dari prosedur yang dihasilkan, serta penerimaan dan penerapan oleh instansi yang diharapkan akan melaksanakan prosedur tersebut. Persiapan Proyek Elemen dasar ketiga dari kesuksesan KPS adalah persiapan proyek yang baik, atau lebih khususnya, identifikasi dan persiapan secara berkesinambungan atas proyek-proyek yang disusun secara tepat. “Alur kesepakatan” ini dapat dibedakan dari kapasitas kelembagaan, karena proyek dapat disiapkan dan transaksi dapat dilakukan dengan bantuan konsultan luar. Sampai sekarang, pelibatan konsultan masih terbatas. Selain itu, efektivitasnya tergantung kepada penyelesaian kerangka hukum dan penguatan kelembagaan seperti dimaksud di atas. Dalam beberapa kasus, instansi pemerintah yang menjadi sponsor proyek KPS belum menyadari sepenuhnya nilai manfaat dari pelibatan konsultan luar dalam penyusunan proyek KPS, atau khawatir bahwa pendekatan yang lebih terstruktur dengan melibatkan konsultan dan memperhatikan peraturan KPS akan membutuhkan waktu lebih lama. Dalam hal ini, kapasitas kelembagaan adalah prasyarat bagi instansi pemerintah untuk menentukan kapan dan di mana konsultan luar diperlukan. Saat ini, sumber daya tersedia dan pemerintah dapat menggunakannya untuk meningkatkan upaya persiapan proyek KPS-nya. Technical Advisory Services (TAS), yang dibiayai dengan pinjaman Proyek Pembangunan Sektor Reformasi Infrastruktur dari Bank Pembangunan Asia, dan bantuan serupa seperti layanan konsultan dari International Finance Corporation (IFC) untuk penyusunan proyek PLTU Jawa Tengah adalah sarana untuk memastikan adanya aliran proyek yang terstruktur dengan baik ke pasar. Mengingat TAS baru mulai beroperasi penuh pada tahun 2009 dan proyek-proyek seperti PLTU Jawa Tengah memerlukan persiapan yang lebih panjang karena kerangka hukum dan koordinasi kelembagaan yang mendasarinya telah kokoh, hasilnya belum terbukti dalam bentuk pemberian dan kesepakatan finansial atas proyek. KPS dari halaman 15
  • 17. 17 Prakarsa Juli 2010 Sebelum KPS dapat dimulai, terlebih dulu harus ada dasar hukum penetapkan peran organisasi dan penentuan bagaimana KPS dilaksanakan. Dengan menambahkan penekanan pada kapasitas kelembagaan yang lebih besar dalam pemerintah akan memastikan bahwa upaya ini akan mengarah pada program yang berkesinambungan yang dapat memenuhi target investasi swasta yang ambisius dari pemerintah, bukan hanya kesuksesan ad hoc dalam proyek- proyek tertentu. Ketersediaan Pendanaan KPS yang sukses tentu saja juga bergantung pada ketersediaan pendanaan. Karena hanya sedikit proyek era baru yang sampai tahap pendanaan, tidak ada bukti konklusif apakah pendanaan akan segera tersedia untuk proyek-proyek yang terstruktur dengan baik dalam jumlah besar. Pendirian Dana Infrastruktur Indonesia (IIF) dapat membantu ketersediaan pembiayaan, sementara PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (IIGF) dapat membantu mengurangi risiko yang ditanggung oleh pemberi pinjaman, khususnya yang dari luar negeri yang mungkin lebih sensitif terhadap risiko negara. Bank-bank domestik sampai saat ini baru memberikan porsi kecil dari portofolio pinjaman mereka untuk infrastruktur. Tentu akan berguna untuk mendorong atau memfasilitasi pinjaman domestik yang lebih besar untuk infrastruktur, namun saat ini tidak ada bukti bahwa pembiayaan tidak tersedia untuk proyek-proyek yang terstruktur dengan baik. Kesimpulannya, meski panjangnya waktu untuk penyusunan peratur- an pendukung dan keterlambatan pelibatan konsultan dalam penyu- sunan proyek turut menyebabkan perlambatan KPS di Indonesia pasca-krisis, dasar hukum dan program konsultasi yang diperlu- kan sebagain besar telah ada saat ini. Sekarang pencapaian potensi KPS bergantung pada kemampuan kelembagaan internal Pemerintah untuk melak- sanakan dan mengoordinasi kegiatan KPS. Pernyataan yang diberikan oleh Presiden dan para menteri menunjukan keinginan untuk mewujudkannya, meski pernyataan semata tidak menjamin tercapainya kesuksesan. Perumusan dan pelaksanaan prosedur khusus dan protap untuk KPS di semua instansi pemerintah, serta pengembangan kapasitas dan penggalakan KPS di lingkungan kementerian terkait dan pemerintah daerah, CATATAN 1. Proyek-proyek KPS yang mulai beroperasi selama dekade lalu mencakup lebih dari selusin proyek listrik independen yang relatif kecil, sekitar enam segmen jalan tol baru, beberapa proyek distribusi air, dan beberapa proyek telekomunikasi untuk memenuhi kewajiban layanan universal. Nilai total proyek-proyek KPS itu diperkirakan kurang dari US$2 milyar, walau perlu diingat bahwa angka itu tidak mencerminkan jumlah total semua investasi sektor swasta dalam infrastruktur Indonesia. Mengenai penulis: Mike Crosetti adalah direktur pelaksana Castlerock Consulting, sebuah perusahaan konsultan energi, infrastruktur dan TI yang berkantor di Jakarta dan Singapura. Dia memiliki pengalaman selama lebih dari 25 tahun memberikan jasa konsultasi kepada pemerintah dan perusahaan tentang strategi, kebijakan, regulasi dan restrukturisasi dalam sektor energi dan infrastruktur. Selama 15 tahun lalu, dia bekerja dari Jakarta dengan penugasan di seluruh Asia. Tahun 2008 dia memimpin tim yang membantu Bappenas dalam pembentukan Unit Sentral Kerjasama Pemerintah Swasta. Belum lama ini, dengan dana dari IndII, dia menyusun Pedoman Investor KPS Pemerintah Indonesia yang dirilis pada konferensi Infrastructure Asia. Sekarang dia memimpin tim yang dibiayai Bank Dunia untuk membantu Kementerian ESDM dalam penyusunan kerangka penentuan harga, kebijakan dan peraturan untuk tenaga panas bumi di Indonesia. Sebelumnya, Mike adalah seorang partner di PA Consulting Group, perencana energi di Bank Dunia, analis di Jet Propulsion Laboratory dan penerima beasiswa Fulbright. Mike mendapat gelar BA dalam bidang Filsafat dan MSc dalam bidang Sistem Ekonomi Teknik dari Stanford University. adalah kunci untuk kemajuan program KPS yang lebih luas dan berkesinambungan di masa depan. Pemerintah Indonesia saat ini memiliki peluang untuk memastikan bahwa KPS akan mencapai potensinya.n
  • 18. 18 Prakarsa Juli 2010 Jalan Raya Baru Membawa Peluang Baru Bagi Indonesia Timur Pesan Editor: Kolom informasi dalam edisi ini menyajikan pekerjaan EINRIP, sebuah program yang terkait erat dengan berbagai kegiatan IndII. EINRIP, sebagai salah satu bagian utama dari keikutsertaan AusAID dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia, telah menyediakan informasi awal yang berharga tentang berbagai isu dan peluang saat ini di sektor infrastruktur Indonesia, khususnya dalam hal pembangunan jalan raya. Persiapan EINRIP telah menciptakan kemitraan yang efektif antara AusAID dan Direktorat Jenderal Bina Marga (DJBM), yang menjadi landasan kerja antara IndII dan DJBM dewasa ini, khususnya dalam program Audit Keselamatan Jalan Raya. Di waktu mendatang IndII akan mendukung EINRIP dengan melakukan audit terhadap beberapa kegiatan EINRIP terpilih, dan memberi saran tentang cara meningkatkan pengelolaan lalu lintas selama berlangsungnya pekerjaan konstruksi oleh EINRIP. Pinjaman AU$300 juta Pemerintah Australia untuk perbaikan jalan raya dan jembatan di Indonesia Timur (EINRIP) adalah pinjaman yang terbesar dari dua pinjaman yang pernah diberikan Australia. Tujuannya adalah untuk menunjang perkembangan ekonomi dan sosial di wilayah Indonesia yang paling terbelakang, suatu wilayah yang memiliki makna khusus bagi Australia. AusAID dan DJBM sejak 2006 bermitraan erat dalam mempersiapkan program EINRIP, meliputi 20 proyek konstruksi besar di sembilan provinsi. Proyek pertama dimulai tahun 2009, dan program ini diharapkan selesai tahun 2013. Jalan raya dibangun untuk bertahan lama; Jalan raya yang lebih baik dapat memberi manfaat bagi seluruh masyarakat. Pinjaman dari Pemerintahan Australia untuk meningkatkan jaringan jalan raya nasional akan membantu mendorong pembangunan ekonomi dan sosial dalam jangka panjang di Indonesia Timur. • Oleh Hugh Brown EINRIP mendukung dan mengarahkan untuk peningkatan praktik kerja, penumbuhkembangan budaya yang meni- tikberatkan pada mutu serta menekankan perlunya ‘melakukan pekerjaan dengan benar’. Tujuan EINRIP bukanlah sekadar membangun dan me- ningkatkan jalan raya, tetapi juga untuk menciptakan sarana jalan yang dapat menghasilkan manfaat ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat dalam jangka panjang. Peningkatan keselamatan jalan raya adalah komponen kunci bagi EINRIP. Angka kecelakaan di jalan raya Tohpati - Kosamba di Bali menunjukkan rata-rata satu korban jiwa per kilometer per tahun. Jadi, jalan raya baru sepanjang 20 kilometer yang sedang dibangun EINRIP berpotensi untuk menyelamatkan sebanyak 20 jiwa per tahun. Jalan raya yang lebih baik dapat menciptakan manfaat keekonomian melalui berbagai cara. Penurunan waktu dan biaya perjalanan di koridor nasional jarak jauh, secara langsung menunjang pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan akses pada pusat administratif dan sosial serta fasilitas peluang pasar. Jalan raya yang lebih baik membantu meruntuhkan praktik monopoli produk pertanian oleh para tengkulak sehingga dapat memperbaiki harga di tingkat petani. Selain itu perbaikan praktik pembangunan jalan raya dan penguatan pengawasan akan memperpanjang masa hidup aset, membantu menjadikan anggaran jalan raya lebih efisien, dan menunjang peningkatan jalan raya selanjutnya. Indonesia menghadapi tantangan besar untuk memelihara dan memperluas jaringan jalan raya agar tidak tertinggal dari kebutuhan pembangunan daerah. Dukungan Australia dalam penyediaan investasi modal dan peningkatan kapasitas merupakan kontribusi penting dalam tugas ini, dan semakin menguatkan kemitraan yang menjadi landasan program bilateral antara kedua negara. Mengenai penulis: Hugh Brown mengepalai Unit Pengawasan EINRIP di AusAID Jakarta. Kegiatan EINRIP di Sumbawa Atas perkenan Teguh Wiyono
  • 19. 19 Prakarsa Juli 2010 Pertanyaan: “Apa yang dapat dilakukan agar mekanisme pembiayaan infrastruktur dapat dimanfaat- kan secara lebih baik?”Ahli Pandangan Para Reydonnyzar Moenek Direktur Administrasi Pendapatan dan Investasi Daerah, Kementerian Dalam Negeri “Ada banyak peluang untuk menyediakan layanan dasar kepada masyarakat melalui BLUD [Badan Layanan Umum Daerah] yang dapat dibentuk oleh pemerintah daerah. Sebagai contoh adalah pengelolaan tempat pembuangan sampah akhir, layanan bus, rumah sakit, atau bahkan fasilitas pengolahan limbah cair. Dalam rangka menggali potensi BLUD, kita masih menghadapi tantangan klasik, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Selain itu juga diperlukan dasar hukum (yang saat ini belum ada) untuk kegiatan yang mencakup lebih dari satu kota atau kabupaten. Tempat pembuangan sampah akhir yang berada di perbatasan antara dua kota adalah contoh yang baik untuk hal ini.” Yadi J. Ruchandi, CFA Chief Operating Officer, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) “Pendanaan pemerintah saja tidak cukup untuk memenuhi kekurangan pembiayaan infrastruktur. Perlu ada kebijakan pendanaan infrastruktur yang berorientasi pasar berdasarkan praktik terbaik internasional, yang disesuaikan dengan konteks Indonesia. Pemerintah Indonesia telah mencapai kemajuan dalam bidang kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) untuk infrastruktur, termasuk pembuatan kerangka peraturan dan kelembagaan yang mendukung, dan mengupayakan beberapa transaksi KPS. Perhatian perlu pula diarahkan pada penguatan proses persiapan proyek, dengan lebih mengandalkan konsultan luar, dan peningkatan kualitas studi kelayakan, serta pengembangan Fasilitas Pembiayaan Infrastruktur Indonesia untuk memobilisasi dana dalam negeri jangka panjang untuk membiayai infrastruktur melalui KPS. Karena KPS di bidang infrastruktur di Indonesia masih dianggap investasi berisiko tinggi, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (IIGF) dirancang untuk meningkatkan kualitas KPS di bidang infrastruktur. Jaminan yang diberikan IIGF akan fokus secara khusus pada risiko-risiko pra-konstruksi, konstruksi dan/atau operasi yang terkait dengan tindakan-tindakan pemerintah (seperti peruntukkan tanah dan penerbitan perizinan), dan memfasilitasi keterlibatan investor swasta dalam persiapan proyek. ” Yuniar Affandi Direktur Umum, PDAM Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat “Pemerintah daerah akan diuntungkan dengan adanya kebijakan pemerintah pusat yang jelas tentang posisi PDAM. Kebijakan nasional ini akan menjadi payung bagi kebijakan daerah. Bagi PDAM, keseimbangan antara misi sosial dan komersial merupakan hal yang ideal. PDAM akan selalu menghadapi kesulitan peningkatan dan ekspansi kegiatan operasinya jika hanya ditempatkan sebagai entitas sosial. Masyarakat harus memahami bahwa PDAM harus memiliki kondisi keuangan yang sehat untuk memenuhi standar layanan minimum. PDAM di kota-kota terpencil dan di pedalaman menemui kesulitan mendapatkan pinjaman komersial dari bank untuk memperluas pembangunan infrastrukturnya, karena sebagian besar memiliki peringkat keuangan yang tidak sehat. Selain peningkatan peluang PDAM untuk mengakses kredit komersial, dukungan pembiayaan dari APBN dan hibah dari lembaga donor sangat penting di masa depan. Dengan bantuan IndII, PDAM kami telah mengembangkan Rencana Usaha yang baik, dan kami sekarang sedang berupaya untuk mendapatkan pinjaman dari sebuah bank milik pemerintah. ” ttt
  • 20. 20 Prakarsa Juli 2010 Prakarsa Edisi Mendatang Prakarsa Infrastruktur Indonesia (IndII) membantu 20 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) untuk memperkuat operasi mereka agar mendapatkan akses kredit komersial. Semua PDAM yang bersangkutan sedang menyusun rencana usaha lima tahunan yang komprehensif, laporan tahunan, laporan keuangan yang dibakukan, tarif yang dapat menutup biaya, serta penerapan pola tata kelola perusahaan yang baik. Tujuan mereka adalah untuk dapat mengajukan permohonan kepada Kementerian Keuangan sesuai Peraturan Presiden No. 29/2009 guna memperoleh dukungan pembiayaan melalui fasilitas pinjaman dari bank umum nasional. Tiga PDAM yakni dari Kabupaten Lombok Timur, Tasikmalaya, dan Kudus, kini sudah menyelesaikan proses yang diperlukan dan telah mengajukan permohonan kepada Kementerian Keuangan. Pinjaman tersebut akan digunakan untuk menyediakan pemipaan sambungan air baru ke sekitar 88.000 rumah tangga. Sambungan tersebut akan menyediakan air minum berkualitas dengan pasokan tambahan yang dapat diandalkan untuk 440.000 jiwa. Setelah disahkannya UU otonomi daerah, investasi Indonesia dalam infrastruktur air minum perkotaan turun secara substansial, sementara pemerintah daerah masih enggan untuk berinvestasi pada perusahaan daerah air minum (PDAM) setempat. Hal ini mengakibatkan melambatnya perluasan pasokan air minum di perkotaan dan menurunnya persentase pelayanan jasa air minum untuk warga kota oleh PDAM. Pemerintah Indonesia telah memberikan komitmen yang jelas untuk memperbaiki situasi itu, dengan mengupayakan strategi empat arah untuk investasi publik dalam pasokan air minum yang mencakup reformasi tarif, restrukturisasi utang, jaminan pinjaman pemerintah pusat dan skema subsidi bunga, serta skema Hibah Air Minum yang berbasis hasil (untuk informasi umum tentang Hibah ini, lihat halaman 10). Pemerintah Australia mendukung upaya Pemerintah RI melalui Water and Sanitation Initiative (WSI), yang dikelola oleh Prakarsa Infrastruktur Indonesia (IndII). Prakarsa edisi Oktober 2010 akan membahas aspek-aspek utama dari permasalahan penyediaan air minum, termasuk kemajuan yang dicapai dalam memperkuat kegiatan operasi PDAM dan cara untuk optimalisasi penggunaan dana WSI. Memberi Masyarakat Sambungan Air Minum Hasil : Memperluas Akses untuk Air Minum