SlideShare a Scribd company logo
1 of 19
Download to read offline
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN
NOMOR : KM 53 TAHUN 2000
TENTANG
PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA
JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN
MENTERI PERHUBUNGAN,
Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998
tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api, telah diatur
ketentuan mengenai bangunan lain yang memerlukan
perpotongan dan/atau persinggungan dengan jalur kereta api;
b. bahwa untuk menjabarkan lebih lanjut ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu ditetapkan
Keputusan Menteri Perhubungan tentang Perpotongan
dan/atau Persinggungan Antara Jalur Kereta Api Dengan
Bangunan Lain;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang
Perkeretaapian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3479);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang
Prasarana dan Sarana Kereta Api (Lembaran Negara Tahun
1998, Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3777);
3. Keputusan Presiden Nomor 136 Tahun 1998 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Departemen, sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Keputusan Presiden Nomor 175 Tahun 1999;
4. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM
91/OT.002/Phb-80 dan KM 164/OT.002/Phb-80 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Perhubungan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 4 Tahun 2000;
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG
PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA
JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Perpotongan adalah suatu persilangan jalan kereta api dengan bangunan lain
baik sebidang maupun tidak sebidang;
2. Persinggungan adalah keberadaan bangunan lain di jalur kereta api, baik
seluruhnya maupun sebagian yang tidak berpotongan;
3. Perawatan adalah pemeliharaan dan/atau perbaikan yang diperlukan agar
perpotongan maupun persinggungan antara bangunan lain dengan jalur kereta api
dapat berfungsi dengan baik;
4. Bangunan lain adalah bangunan jalan, kereta api khusus, terusan, saluran air
dan/atau prasarana lain;
5. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang perkeretaapian;
6. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Darat.
BAB II
PERPOTONGAN
Pasal 2
(1) Perpotongan antara jalur kereta api dengan bangunan lain dapat berupa
perpotongan sebidang atau perpotongan tidak sebidang.
(2) Perpotongan antara jalur kereta api dengan jalan disebut perlintasan.
(3) Perpotongan tidak sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keberadaannya
dapat di atas maupun di bawah jalur kereta api.
Pasal 3
(1) Perlintasan jalur kereta api dengan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) dibuat dengan prinsip tidak sebidang.
(2) Pengecualian terhadap prinsip tidak sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya bersifat sementara yang dapat dilakukan dalam hal :
a. letak geografis yang tidak memungkinkan membangun perlintasan tidak
sebidang; dan
b. tidak membahayakan, tidak membebani serta tidak mengganggu
kelancaran operasi kereta api dan lalu lintas di jalan;
c. untuk jalur tunggal tertentu.
Pasal 4
(1) Perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dapat dibuat
pada lokasi dengan ketentuan :
a. kecepatan kereta api yang melintas pada perlintasan kurang dari 60
km/jam;
b. selang waktu antara kereta api satu dengan kereta api berikutnya (head
way) yang melintas pada lokasi tersebut minimal 6 (enam) menit;
c. jalan yang melintas adalah jalan kelas III;
d. jarak perlintasan yang satu dengan yang lainnya pada satu jalur kereta
api tidak kurang dari 800 meter;
e. tidak terletak pada lengkungan jalan kereta api atau tikungan jalan;
f. terdapat kondisi lingkungan yang memungkinkan pandangan bebas
bagi masinis kereta api pada jarak minimal 500 meter maupun
pengemudi kendaraan bermotor dengan jarak minimal 150 meter.
(2) Jarak pandangan bebas minimal 500 meter bagi masinis kereta api dan 150 meter
bagi pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f
dimaksudkan bagi masing-masing untuk memperhatikan tanda-tanda atau
rambu-rambu, dan khusus untuk pengemudi kendaraan bermotor harus
menghentikan kendaraannya.
Pasal 5
(1) Pembangunan perlintasan sebidang harus memenuhi persyaratan :
a. permukaan jalan harus satu level dengan kepala rel dengan toleransi 0,5 cm;
b. terdapat permukaan datar sepanjang 60 cm diukur dari sisi terluar jalan
rel;
c. maksimum gradien untuk dilewati kendaraan dihitung dari titik tertinggi di
kepala rel adalah :
1) 2 % diukur dari sisi terluar permukaan datar sebagaimana dimaksud
pada huruf b untuk jarak 9,4 meter;
2) 10 % untuk 10 meter berikutnya dihitung dari titik terluar butir 1),
sebagai gradien peralihan.
d. lebar perlintasan untuk satu jalur maksimum 7 meter;
e. sudut perpotongan antara jalan rel dengan jalan harus 90 dan panjang
jalan yang lurus minimal harus 150 meter dari as jalan rel;
f. harus dilengkapi dengan rel lawan (dwang rel) atau konstruksi lain untuk
menjamin tetap adanya alur untuk flens roda.
(2) Gambar maksimum gradien sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c,
tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini.
Pasal 6
(1) Untuk melindungi keamanan dan kelancaran pengoperasian kereta api pada
perlintasan sebidang, kereta api mendapatkan prioritas berlalu lintas.
(2) Untuk mendapatkan perlindungan keamanan dan kelancaran pengoperasian kereta
api pada perlintasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap perlintasan
sebidang wajib dilengkapi dengan :
a. rambu peringatan yang terdiri dari :
1) rambu peringatan persilangan datar dengan lintasan kereta api
berpintu; atau
2) rambu peringatan persilangan datar dengan lintasan kereta api tanpa
pintu;
3) rambu peringatan hati-hati.
b. rambu larangan yang terdiri dari :
1) rambu larangan berjalan terus, wajib berhenti sesaat dan
meneruskan perjalanan setelah mendapat kepastian aman dari lalu
lintas arah lainnya;
2) rambu larangan berjalan terus pada persilangan-persilangan
sebidang lintasan kereta api jalur tunggal, wajib berhenti sesaat
untuk mendapat kepastian aman;
3) rambu larangan berjalan terus pada persilangan sebidang lintasan
kereta api jalur ganda, wajib berhenti sesaat untuk mendapat
kepastian aman.
c. marka berupa pita penggaduh.
(3) Disamping perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perlintasan
sebidang dapat dilengkapi dengan :
a. pintu perlintasan;
b. lampu satu warna yang berwarna merah yang apabila menyala
mengisyaratkan pengemudi harus berhenti;
c. isyarat suara adanya kereta api melintas.
(4) Rambu, marka dan alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) huruf c, dipasang sesuai ketentuan di bidang lalu lintas dan
angkutan jalan.
Pasal 7
(1) Perpotongan di atas jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3)
berupa :
a. kabel yang melintasi jalur kereta api; dan/atau
b. jalan layang (fly over); dan/ atau
c. prasarana lain yang melintasi jalur kereta api.
(2) Kabel yang melintasi jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. dipasang alat pengaman (vangnet);
b. pemasangan tiang harus dengan jarak minimal 10 meter kiri/kanan dari as
rel;
c. tinggi kabel minimal 10 meter dari kepala rel;
d. penarikan kabel dengan memakai alat yang biasa dipergunakan oleh instansi
terkait.
(3) Jalan layang (fly over) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. tinggi gelagar fly over minimal 6,50 meter dari kepala rel;
b. jarak pondasi pilar dari as rel jalur tunggal (single track) minimal 10 meter
dan untuk jalur ganda (double track) 10 meter dihitung dari as rel paling
luar;
c. saluran air harus dibuat tertutup;
d. aliran air tidak boleh dialirkan pada jalur kereta api;
e. pondasi pilar harus ditanam minimal 1,50 meter di bawah permukaan
tanah;
f. pemasangan pilar jalan layang (fly over) harus mengantisipasi rencana jalur
ganda (double track) jalan kereta api dan rencana elektrifikasi;
g. jalan layang (fly over) harus dipasang pagar pengaman, minimal di daerah
manfaat jalan (damaja).
(4) Prasarana lain yang melintasi jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. tinggi gelagar prasarana lain minimal 6,50 meter dari kepala rel;
b. jarak pondasi pilar dari as rel jalur tunggal (single track) minimal 10 meter,
dan untuk jalur ganda (double track) 10 meter dihitung dari as rel paling
luar;
c. pondasi pilar ditanam minimal 1,5 meter di bawah permukaan tanah;
d. pembuatan pondasi prasarana lain harus mengantisipasi rencana jalur
ganda (double track) jalan kereta api dan rencana elektrifikasi.
Pasal 8
(1) Perpotongan di bawah jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(3) dapat berupa :
a. penanaman kabel atau pipa atau prasarana lain;
b. jalan di bawah jalur kereta api (under pass).
(2) Penanaman kabel atau pipa atau prasarana lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. jarak penggalian dan penempatan lobang perawatan atau pipa atau
prasarana lain harus menjamin keselamatan konstruksi jalan rel dan
pengoperasian kereta api;
b. kedalaman kabel atau pipa atau prasarana lain yang ditanam minimal 1,50
meter dibawah permukaan tanah (sub grade);
c. dilaksanakan dengan cara pengeboran atau galian sesuai dengan
persyaratan teknis;
d. kabel atau pipa atau prasarana lain yang ditanam dibawah jalan rel tidak
boleh terputus-putus;
e. kabel atau pipa atau prasarana lain yang memerlukan pengamanan
tambahan, harus dipasang pelindung (casing) yang tidak terputus-putus
(monolite);
f. memakai konstruksi perkuatan untuk pekerjaan yang dapat mengganggu
konstruksi jalan rel;
g. penanaman minimal berjarak 10 meter dari sisi luar pangkal bangunan
hikmat;
h. pipa atau kabel atau prasarana lain yang ditanam harus diberi tanda atau
logo yang menunjukkan identitas instansi terkait.
(3) Jalan di bawah jalur kereta api (under pass) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, harus memenuhi persyaratan sebagai beikut :
a. konstruksi harus memenuhi persyaratan teknis jalan;
b. jarak permukaan jalan dibawah jalur kereta api, minimal 5 meter dihitung
dari permukaan jalan sampai gelagar jembatan kereta api paling bawah;
c. letak sisi teratas konstruksi under pass minimal 1 meter dibawah kepala
rel;
d. pembangunan lintas di bawah jalur kereta api diperhitungkan ruang bebas
untuk mengantisipasi rencana pembangunan jalur ganda kereta api.
BAB III
PERSINGGUNGAN
Pasal 9
(1) Penanaman pipa atau kabel atau bangunan lain yang bersinggungan dan yang
sejajar dengan jalur kereta api, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. jarak penggalian dan penempatan lobang perawatan atau pipa atau
prasarana lain harus menjamin keselamatan konstruksi dan pengoperasian
kereta api;
b. kedalamannya minimal 1 (satu) meter di bawah permukaan tanah;
c. pemasangan kabel atau pipa atau prasarana lain harus menggunakan
pelindung/pengaman.
(2) Pipa atau kabel atau konstruksi bangunan lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus memenuhi persyaratan teknis dan penanamannya dilakukan secara galian
serta diberi tanda atau logo yang menunjukkan identitas instansi terkait.
BAB IV
PERIZINAN
Pasal 10
(1) Perlintasan atau perpotongan atau persinggungan dengan jalur kereta api harus
mendapatkan izin.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 11
Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, pemohon harus
mengajukan permohonan kepada pemberi izin dengan dilengkapi :
a. gambar lokasi;
b. jenis perlintasan, jenis perpotongan atau jenis persinggungan yang akan
digunakan;
c. gambar teknis;
d. sistem pengamanan yang digunakan;
e. metode kerja yang digunakan;
f. analisis mengenai dampak lingkungan;
g. analisis mengenai dampak lalu lintas jalan untuk perlintasan dan operasi kereta
api.
Pasal 12
Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diberikan apabila :
a. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
b. memberikan pernyataan kesanggupan menandatangani dan memenuhi kewajiban
yang dicantumkan dalam perjanjian pemanfaatan lahan;
c. memungkinkan untuk diberikan izin berdasarkan hasil survey dan evaluasi yang
dilakukan oleh tim yang terdiri dari wakil :
1) Direktorat Jenderal Perhubungan Darat;
2) Badan Penyelenggara.
Pasal 13
(1) Perjanjian pemanfaatan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b,
memuat antara lain :
a. luas tanah yang digunakan;
b. lamanya perjanjian;
c. besarnya uang sewa;
d. jangka waktu penyelesaian pembangunan;
e. hal-hal lain yang diperlukan.
(2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pemberi izin
dengan pihak ketiga;
(3) Penerimaan uang sewa yang diperoleh dari hasil perjanjian pemanfaatan lahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, merupakan peneriman negara bukan
pajak dan disetorkan ke kas negara.
Pasal 14
(1) Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 diberikan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah
permohonan diterima secara lengkap.
(2) Penolakan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara tertulis
disertai alasan penolakan.
Pasal 15
Pemegang izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 mempunyai kewajiban :
a. memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam izin dan perjanjian yang
ditandatangani;
b. melaporkan pelaksanaan pembangunan;
c. menyelesaikan pembangunan pada waktu yang telah ditentukan;
d. mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang perkeretaapian.
Pasal 16
Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dicabut apabila :
a. pemegang izin melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
b. kondisi lingkungan sudah berubah sehingga tidak memenuhi persyaratan.
Pasal 17
(1) Proses pencabutan izin dilakukan melalui peringatan secara tertulis sebanyak 2
(dua) kali.
(2) Apabila peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diindahkan,
dilanjutkan dengan pembekuan izin dalam jangka waktu 1 (satu) bulan.
(3) Jika pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) habis jangka waktunya
dan tidak ada usaha perbaikan, maka izin dicabut.
Pasal 18
Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat dicabut tanpa melalui proses peringatan
dan pembekuan izin, dalam hal pemegang izin yang bersangkutan :
a. menyalahgunakan perlintasan atau perpotongan atau persinggungan dengan
jalur kereta api untuk kegiatan yang melanggar ketentuan perundang-
undangan dan/atau membahayakan keselamatan operasi kereta api;
b. memperoleh izin dengan cara tidak sah.
Pasal 19
Bentuk permohonan izin, bentuk surat izin, penolakan, peringatan, pembekuan, dan
pencabutan izin serta formulir laporan kegiatan di perlintasan sebagaimana dalam contoh
Lampiran II Keputusan ini.
Pasal 20
(1) Apabila perjanjian pemanfatan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 masih
berlaku dan lahan tersebut diperlukan untuk kepentingan pengembangan jalur
kereta api, maka pemindahan prasarana berupa bangunan, jalan, jalur kereta api
khusus, terusan, saluran air dan/atau prasarana lainnya milik pihak lain yang
berada di daerah milik jalan kereta api, merupakan beban pihak yang memiliki,
menguasai atau memanfaatkan prasarana tersebut.
(2) Apabila masa berlaku perjanjian pemanfatan lahan sudah habis atau dicabut,
maka pemindahan prasarana berupa bangunan, jalan, jalur kereta api khusus,
terusan, saluran air dan/atau prasarana lainnya milik pihak lain yang berada di
daerah milik jalan kereta api, merupakan beban pihak yang memiliki, menguasai
atau memanfaatkan prasarana tersebut.
BAB IV
TANGGUNG JAWAB DAN PEMBIAYAAN
Pasal 21
Badan Hukum atau Instansi pembuat perpotongan dan/atau persinggungan bertanggung
jawab terhadap keberadaan dan pengoperasian perpotongan dan/atau persinggungan.
Pasal 22
(1) Segala pembiayaan yang diperlukan yang berkaitan dengan pembangunan dan
pengoperasian perpotongan dan/atau persinggungan, menjadi beban dan tanggung
jawab dari Badan Hukum atau Instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
(2) Beban biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), khusus untuk perlintasan
dibebankan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. apabila perlintasan tersebut dibutuhkan dalam rangka pembangunan jalan
yang memotong jalur kereta api yang terlebih dahulu ada, maka
pembiayaan menjadi beban dari pembuat jalan sebagai pembuat
perlintasan;
b. apabila perlintasan tersebut dibutuhkan dalam rangka pembangunan jalur
kereta api yang memotong jalan yang terlebih dahulu ada, maka
pembiayaan menjadi beban dari pembuat jalur kereta api sebagai pembuat
perlintasan.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 23
Dengan berlakunya Keputusan ini maka perpotongan dan/atau persinggungan yang telah
ada dan memiliki izin, tetap dapat beroperasi dengan ketentuan selambat-lambatnya
dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Keputusan ini menyesuaikan dengan
ketentuan yang diatur dalam Keputusan ini.
Pasal 24
(1) Perpotongan dan/atau persinggungan antara jalur kereta api dengan bangunan
lain yang pada saat berlakunya Keputusan ini telah ada dan belum memiliki izin,
selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) tahun sejak berlakunya Keputusan ini
harus sudah mendapatkan izin.
(2) Perolehan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 menjadi kewajiban Badan
Hukum atau Instansi yang membuat perpotongan dan/atau persinggungan. Apabila
perpotongan dan/atau persinggungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak
diajukan permohonan izin atau permohonan izinnya ditolak, maka perpotongan
dan/atau persinggungan tersebut harus ditutup atau ditiadakan.
Pasal 25
Pemasangan rambu larangan berjalan terus pada persilangan sebidang lintasan kereta api
jalur ganda, wajib berhenti sesaat untuk mendapat kepastian aman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b butir 3), hanya dilakukan untuk perlintasan
sebidang yang telah ada sebelum Keputusan ini ditetapkan.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 26
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 18 JULI 2000
MENTERI PERHUBUNGAN
AGUM GUMELAR
SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada :
1. Menteri Koordinator Bidang EKUIN;
2. Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan;
3. Menteri Dalam Negeri;
4. Menteri Hukum dan Perundang-undangan;
5. Menteri Pertahanan;
6. Menteri Keuangan;
7. Sekretaris Negara;
8. KAPOLRI;
9. Gubernur Kepala Daerah Propinsi di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa;
10. Sekjen, Irjen, Dirjen Perhubungan Darat, Kabadan Litbang Perhubungan;
11. Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan;
12. Direksi PT.(Persero) Kereta Api Indonesia.
LAMPIRAN II KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN
NOMOR : KM 53 TAHUN 2000
TANGGAL : 18 JULI 2000
CONTOH 1
Jakarta, ......
Nomor :
Lampiran : K E P A D A
Perihal : Permohonan Izin Yth. Direktur Jenderal
melintas Jalan Rel Perhubungan Darat
Departemen Perhubungan
Jl. Merdeka Barat No.8
di
J A K A R T A
1. Dengan memperhatikan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor ...... tentang
Perpotongan/atau Persinggungan Antara Jalur Kereta Api Dengan Bangunan
Lain,..... dengan ini kami mengajukan permohonan izin melintasi jalur jalan rel
pada Km ..... antara .... lintas ....
2. Sebagai bahan pertimbangan permohonan tersebut bersama ini dilampirkan
berkas/dokumen untuk melengkapi permohonan tersebut yang terdiri dari :
a. gambar lokasi;
b. jenis perlintasan, jenis perpotongan atau jenis persinggungan yang akan
digunakan;
c. gambar teknis;
d. sistem pengamanan yang digunakan;
e. metode kerja yang digunakan;
f. analisis mengenai dampak lingkungan;
g. analisis mengenai dampak lalu lintas jalan untuk perlintasan dan operasi
kereta api.
3. Demikian permohonan kami, jika diterima kami menyatakan bersedia
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang
perkeretaapian.
PEMOHON
.........................
* Coret yang tidak perlu.
Tembusan Yth :
1. Menteri Perhubungan;
2. Kakanwil DEPHUB. Propinsi......
3. Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia;
CONTOH 2
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN
NOMOR :......................
TENTANG
PERIZINAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PRASARANA
YANG MELINTASI JALAN REL
MENTERI PERHUBUNGAN,
Menimbang :
Mengingat :
Memperhatikan :
Membaca :
M E M U T U S K A N :
Menetapkan :
PERTAMA :
KEDUA :
KETIGA :
KEEMPAT :
Ditetapkan di :
Pada Tanggal :
-----------------------------------
A.N MENTERI PERHUBUNGAN
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT
................................
NIP. ................
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth :
1. Menteri Perhubungan;
2. Kakanwil DEPHUB Propinsi ...........
3. Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia.
CONTOH 3
Jakarta,
Nomor :
Lampiran : K E P A D A
Perihal : Penolakan Izin Yth. .................
pembangunan/pemasangan Jl.................
...... yang melintasi ...................
jalan rel.
di
.................
1. Menunjuk Surat permohonan Saudara Nomor :...... tanggal …... perihal
..……….. dengan ini disampaikan bahwa permohonan saudara tidak dapat
disetujui dengan pertimbangan yaitu :
a. tidak lengkapnya persyaratan yang diperlukan;
b. lokasi yang diminta membahayakan keselamatan umum;
c. tidak memenuhi aspek teknis sebagaimana yang dipersyaratkan.
2. Demikian untuk dimaklumi dan diindahkan.
A.n MENTERI PERHUBUNGAN
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT
......................
NIP...........
Tembusan Yth :
1. Menteri Perhubungan;
2. Kakanwil DEPHUB. Propinsi......
3. Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia.
CONTOH 4
Jakarta,
Nomor :
Lampiran : K E P A D A
Perihal : Pembangunan/pemasangan Yth. .................
......yang melintasi jalan rel. Jl.................
di
.................
1. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor :......
tanggal ... tentang Izin Pelaksanaan Pembangunan Prasarana yang melintasi
jalan rel dan setelah dilakukan pengecekan di lapangan oleh TIM dari
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dan Badan Penyelenggara, terdapat
hal-hal sebagai berikut :
a. pekerjaan pembangunan/pemasangan ..... pada ..... KM. ...., antara ....
lintas .... tidak sesuai dengan kriteria yang telah dituangkan dalam surat
izin;
b. sehubungan tersebut di atas, diminta agar Saudara segera melaksanakan
perbaikan-perbaikan sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan.
2. Demikian atas perhatian Saudara diucapkan terima kasih.
A.n MENTERI PERHUBUNGAN
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT
.......................
NIP...........
Tembusan Yth :
1. Menteri Perhubungan;
2. Kakanwil DEPHUB. Propinsi......
3. Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia.
CONTOH 5
Jakarta,
Nomor :
Lampiran : K E P A D A
Perihal :Pembekuan sementara Yth. ................
pembangunan/pemasangan Jl................
......yang melintasi ..................
jalan rel.
di
................
1. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor :......
tanggal ... tentang Izin Pelaksanaan Pembangunan Pemasangan ...... di KM .....
antara ...... lintas ........ terdapat adanya utilitas PT. Kereta Api Indonesia atau
utilitas instansi lain berada di lokasi tersebut yang mengalami kerusakan perlu
untuk segera harus diperbaiki lebih dahulu sampai selesai.
2. Sehubungan hal tersebut di atas, berdasarkan surat peringatan yang telah
disampaikan kepada Saudara sebanyak 3 (tiga) kali, masih belum ada tanda-
tanda perbaikan kembali terhadap utilitas yang telah rusak.
3. Untuk perbaikan kembali utilitas yang telah rusak, agar Saudara melakukan
perbaikan dan pelaksanaan pekerjaan pembangunan/pemasangan ....... di lokasi
tersebut untuk sementara dibekukan lebih dahulu serta laporan Saudara
ditunggu dalam waktu 1 (satu) bulan.
4. Pekerjaan dapat dilanjutkan kembali setelah perbaikan kerusakan telah selesai.
5. Demikian atas perhatian Saudara diucapkan terima kasih.
A.n MENTERI PERHUBUNGAN
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT
.....................
NIP.........
Tembusan Yth :
1. Menteri Perhubungan;
2. Kakanwil DEPHUB. Propinsi......
3. Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia.
CONTOH 6
Jakarta,
Nomor :
Lampiran : K E P A D A
Perihal :Pencabutan Izin Yth. ...............
Pembangunan/pemasangan Jl....................
.... yang melintasi
Jalan Kereta api. di
...................
1. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor :......
tanggal ...... tentang Izin Pelaksanaan Pembangunan Prasarana yang melintasi
jalan rel maka berdasarkan pertimbangan, Surat Izin yang telah diterbitkan
oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat izinnya dicabut kembali terhitung
dari .... tanggal .... tahun ....
2. Adapun sebagai dasar pencabutan izin tersebut adalah :
a. surat peringatan No ..... tanggal ..... Th.
b. surat peringatan No ..... tanggal ..... Th.
c. surat peringatan No ..... tanggal ..... Th.
d. surat pembekuan sementara No... tanggal .. Th ..
3. Demikian atas perhatian Saudara diucapkan terima kasih.
A.n MENTERI PERHUBUNGAN
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT
........................
NIP...........
Tembusan Yth :
1. Menteri Perhubungan;
2. Kakanwil DEPHUB. Propinsi......
3. Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia.

More Related Content

What's hot

Panduan penempatan fasilitas perlengkapan jalan
Panduan penempatan fasilitas perlengkapan jalanPanduan penempatan fasilitas perlengkapan jalan
Panduan penempatan fasilitas perlengkapan jalanhilmalistyani
 
Bagian bagian jembatan bentang panjang
Bagian bagian jembatan bentang panjangBagian bagian jembatan bentang panjang
Bagian bagian jembatan bentang panjangAnggi Rahayu
 
Penampang melintang jalan
Penampang melintang jalanPenampang melintang jalan
Penampang melintang jalanPraboe Rienjany
 
Modul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan Jembatan
Modul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan JembatanModul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan Jembatan
Modul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan JembatanPPGHybrid1
 
Contoh wingwall
Contoh wingwallContoh wingwall
Contoh wingwalltanchul
 
KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN
KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATANKONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN
KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATANAgusPratama24
 
Analisis kapasitas dan perencanaan perkuatan jembatan rangka baja tumpuen
Analisis kapasitas dan perencanaan perkuatan jembatan rangka baja tumpuenAnalisis kapasitas dan perencanaan perkuatan jembatan rangka baja tumpuen
Analisis kapasitas dan perencanaan perkuatan jembatan rangka baja tumpuenIqlal Suriansyah
 
perhitungan jembatan
perhitungan jembatanperhitungan jembatan
perhitungan jembatanFarid Thahura
 

What's hot (12)

Panduan penempatan fasilitas perlengkapan jalan
Panduan penempatan fasilitas perlengkapan jalanPanduan penempatan fasilitas perlengkapan jalan
Panduan penempatan fasilitas perlengkapan jalan
 
Bagian bagian jembatan bentang panjang
Bagian bagian jembatan bentang panjangBagian bagian jembatan bentang panjang
Bagian bagian jembatan bentang panjang
 
Penampang melintang jalan
Penampang melintang jalanPenampang melintang jalan
Penampang melintang jalan
 
Modul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan Jembatan
Modul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan JembatanModul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan Jembatan
Modul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan Jembatan
 
Contoh wingwall
Contoh wingwallContoh wingwall
Contoh wingwall
 
KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN
KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATANKONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN
KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN
 
Analisis kapasitas dan perencanaan perkuatan jembatan rangka baja tumpuen
Analisis kapasitas dan perencanaan perkuatan jembatan rangka baja tumpuenAnalisis kapasitas dan perencanaan perkuatan jembatan rangka baja tumpuen
Analisis kapasitas dan perencanaan perkuatan jembatan rangka baja tumpuen
 
jembatan
jembatanjembatan
jembatan
 
Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)
Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)
Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)
 
Tipe tipe jembatan
Tipe tipe jembatanTipe tipe jembatan
Tipe tipe jembatan
 
perhitungan jembatan
perhitungan jembatanperhitungan jembatan
perhitungan jembatan
 
Struktur jembatan
Struktur jembatanStruktur jembatan
Struktur jembatan
 

Viewers also liked

Uu no.23 tahun 2007 perkeretaapian
Uu no.23 tahun 2007 perkeretaapianUu no.23 tahun 2007 perkeretaapian
Uu no.23 tahun 2007 perkeretaapianDesi Nurwiyanti
 
Panduan Dasar K3
Panduan Dasar K3Panduan Dasar K3
Panduan Dasar K3Al Marson
 
Lampiran KK BKN No 11 Tahun 2002
Lampiran KK BKN No 11 Tahun 2002Lampiran KK BKN No 11 Tahun 2002
Lampiran KK BKN No 11 Tahun 2002Handi Asha
 
Pm no. 60 tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta api
Pm no. 60 tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta apiPm no. 60 tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta api
Pm no. 60 tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta apikuntosenoadji
 
Dasar – Dasar K3
Dasar – Dasar K3Dasar – Dasar K3
Dasar – Dasar K3Al Marson
 
Presentation K3 ( PPT Kesehatan Keselamatan Kerja )
Presentation K3 ( PPT Kesehatan Keselamatan Kerja )Presentation K3 ( PPT Kesehatan Keselamatan Kerja )
Presentation K3 ( PPT Kesehatan Keselamatan Kerja )Dzul Fiqri
 
Tugas safety k3 listrik
Tugas safety  k3 listrikTugas safety  k3 listrik
Tugas safety k3 listrikSatria Sp
 
K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) Dikri Purnama
 
Pengawasan K3 Listrik
Pengawasan K3 ListrikPengawasan K3 Listrik
Pengawasan K3 ListrikAl Marson
 
Materi k3 prosedur keselamatan kerja dan simbol bahaya
Materi k3 prosedur keselamatan kerja dan simbol bahayaMateri k3 prosedur keselamatan kerja dan simbol bahaya
Materi k3 prosedur keselamatan kerja dan simbol bahayaSyaifi Al-Mahfudzi
 

Viewers also liked (13)

Uu no.23 tahun 2007 perkeretaapian
Uu no.23 tahun 2007 perkeretaapianUu no.23 tahun 2007 perkeretaapian
Uu no.23 tahun 2007 perkeretaapian
 
Panduan Dasar K3
Panduan Dasar K3Panduan Dasar K3
Panduan Dasar K3
 
Lampiran KK BKN No 11 Tahun 2002
Lampiran KK BKN No 11 Tahun 2002Lampiran KK BKN No 11 Tahun 2002
Lampiran KK BKN No 11 Tahun 2002
 
Pm no. 60 tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta api
Pm no. 60 tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta apiPm no. 60 tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta api
Pm no. 60 tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta api
 
Dasar – Dasar K3
Dasar – Dasar K3Dasar – Dasar K3
Dasar – Dasar K3
 
Presentation K3 ( PPT Kesehatan Keselamatan Kerja )
Presentation K3 ( PPT Kesehatan Keselamatan Kerja )Presentation K3 ( PPT Kesehatan Keselamatan Kerja )
Presentation K3 ( PPT Kesehatan Keselamatan Kerja )
 
CONTOH SOP SDM Perusahaan (Best Practise)
CONTOH SOP SDM Perusahaan (Best Practise)CONTOH SOP SDM Perusahaan (Best Practise)
CONTOH SOP SDM Perusahaan (Best Practise)
 
Dasar K3
Dasar K3Dasar K3
Dasar K3
 
Tugas safety k3 listrik
Tugas safety  k3 listrikTugas safety  k3 listrik
Tugas safety k3 listrik
 
K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
 
Kesehatan dan keselamatan Kerja
Kesehatan dan keselamatan KerjaKesehatan dan keselamatan Kerja
Kesehatan dan keselamatan Kerja
 
Pengawasan K3 Listrik
Pengawasan K3 ListrikPengawasan K3 Listrik
Pengawasan K3 Listrik
 
Materi k3 prosedur keselamatan kerja dan simbol bahaya
Materi k3 prosedur keselamatan kerja dan simbol bahayaMateri k3 prosedur keselamatan kerja dan simbol bahaya
Materi k3 prosedur keselamatan kerja dan simbol bahaya
 

Similar to 2000, km 53 tahun 2000 ttg perpotongan & persinggungan jalur ka dgn bangunan lain

pm._no._36_tahun_2011.pdf
pm._no._36_tahun_2011.pdfpm._no._36_tahun_2011.pdf
pm._no._36_tahun_2011.pdfTedyBIA
 
Pm no. 60_tahun_2012
Pm no. 60_tahun_2012Pm no. 60_tahun_2012
Pm no. 60_tahun_2012ramabhakti123
 
Penetapan trase pm no.-11_tahun_2012
Penetapan trase pm no.-11_tahun_2012Penetapan trase pm no.-11_tahun_2012
Penetapan trase pm no.-11_tahun_2012Imam Basuki
 
PP 43 tahun1993, c
PP 43 tahun1993, cPP 43 tahun1993, c
PP 43 tahun1993, cReDy DeLano
 
PP No.15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol
PP No.15 Tahun 2005 tentang Jalan TolPP No.15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol
PP No.15 Tahun 2005 tentang Jalan TolPenataan Ruang
 
PM_94_TAHUN_2018 PENINGKATAN KESELAMATAN PERLINTASAN SEBIDANG.pdf
PM_94_TAHUN_2018 PENINGKATAN KESELAMATAN PERLINTASAN SEBIDANG.pdfPM_94_TAHUN_2018 PENINGKATAN KESELAMATAN PERLINTASAN SEBIDANG.pdf
PM_94_TAHUN_2018 PENINGKATAN KESELAMATAN PERLINTASAN SEBIDANG.pdfTedyBIA
 
Pp2009 72 lalin ka
Pp2009 72 lalin kaPp2009 72 lalin ka
Pp2009 72 lalin kaRian Devrian
 
Pedoman Penempatan Utilitas pada Daerah Milik Jalan
Pedoman Penempatan Utilitas pada Daerah Milik JalanPedoman Penempatan Utilitas pada Daerah Milik Jalan
Pedoman Penempatan Utilitas pada Daerah Milik Jalaninfosanitasi
 
1993, km 60 tahun 1993 ttg marka jalan
1993, km 60 tahun 1993 ttg marka jalan1993, km 60 tahun 1993 ttg marka jalan
1993, km 60 tahun 1993 ttg marka jalantedy2629
 
Permen PU No.20 Tahun 2010 - Pedoman Penggunaan dan Pemanfaatan Bagian-Bagian...
Permen PU No.20 Tahun 2010 - Pedoman Penggunaan dan Pemanfaatan Bagian-Bagian...Permen PU No.20 Tahun 2010 - Pedoman Penggunaan dan Pemanfaatan Bagian-Bagian...
Permen PU No.20 Tahun 2010 - Pedoman Penggunaan dan Pemanfaatan Bagian-Bagian...Agis Sugiana
 
Contoh proposal seminar judul
Contoh proposal seminar judul Contoh proposal seminar judul
Contoh proposal seminar judul andika dika
 
Tugas perencanaan struktur geometri jalan
Tugas  perencanaan struktur geometri jalanTugas  perencanaan struktur geometri jalan
Tugas perencanaan struktur geometri jalanMuhammad Ali
 
pm._no._29_tahun_2011.pdf
pm._no._29_tahun_2011.pdfpm._no._29_tahun_2011.pdf
pm._no._29_tahun_2011.pdfSuryoNegoro3
 
Sempro Powerpoint Template.pptx
Sempro Powerpoint Template.pptxSempro Powerpoint Template.pptx
Sempro Powerpoint Template.pptxBunKer2
 
Permen PU Nomor 20 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemanfaatan Dan Penggunaan Bagi...
Permen PU Nomor 20 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemanfaatan Dan Penggunaan Bagi...Permen PU Nomor 20 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemanfaatan Dan Penggunaan Bagi...
Permen PU Nomor 20 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemanfaatan Dan Penggunaan Bagi...Penataan Ruang
 
Pasal 20 permen pu 2011
Pasal 20 permen pu 2011Pasal 20 permen pu 2011
Pasal 20 permen pu 2011Jay Mu'jijai
 
1995, km 5 tahun 1995 ttg penyelenggaraan penimbangan kendaraan bermotor di j...
1995, km 5 tahun 1995 ttg penyelenggaraan penimbangan kendaraan bermotor di j...1995, km 5 tahun 1995 ttg penyelenggaraan penimbangan kendaraan bermotor di j...
1995, km 5 tahun 1995 ttg penyelenggaraan penimbangan kendaraan bermotor di j...tedy2629
 
Materi P. Tenaga Konstruksi..pdf konstruksi
Materi P. Tenaga Konstruksi..pdf konstruksiMateri P. Tenaga Konstruksi..pdf konstruksi
Materi P. Tenaga Konstruksi..pdf konstruksiMuchamadAbdulKholiq
 
UKURAN KENDARAAN BERMOTOR.a.pptx
UKURAN KENDARAAN BERMOTOR.a.pptxUKURAN KENDARAAN BERMOTOR.a.pptx
UKURAN KENDARAAN BERMOTOR.a.pptxErliana13
 

Similar to 2000, km 53 tahun 2000 ttg perpotongan & persinggungan jalur ka dgn bangunan lain (20)

pm._no._36_tahun_2011.pdf
pm._no._36_tahun_2011.pdfpm._no._36_tahun_2011.pdf
pm._no._36_tahun_2011.pdf
 
Pm no. 60_tahun_2012
Pm no. 60_tahun_2012Pm no. 60_tahun_2012
Pm no. 60_tahun_2012
 
Penetapan trase pm no.-11_tahun_2012
Penetapan trase pm no.-11_tahun_2012Penetapan trase pm no.-11_tahun_2012
Penetapan trase pm no.-11_tahun_2012
 
PP 43 tahun1993, c
PP 43 tahun1993, cPP 43 tahun1993, c
PP 43 tahun1993, c
 
PP No.15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol
PP No.15 Tahun 2005 tentang Jalan TolPP No.15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol
PP No.15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol
 
PM_94_TAHUN_2018 PENINGKATAN KESELAMATAN PERLINTASAN SEBIDANG.pdf
PM_94_TAHUN_2018 PENINGKATAN KESELAMATAN PERLINTASAN SEBIDANG.pdfPM_94_TAHUN_2018 PENINGKATAN KESELAMATAN PERLINTASAN SEBIDANG.pdf
PM_94_TAHUN_2018 PENINGKATAN KESELAMATAN PERLINTASAN SEBIDANG.pdf
 
Pp2009 72 lalin ka
Pp2009 72 lalin kaPp2009 72 lalin ka
Pp2009 72 lalin ka
 
Pedoman Penempatan Utilitas pada Daerah Milik Jalan
Pedoman Penempatan Utilitas pada Daerah Milik JalanPedoman Penempatan Utilitas pada Daerah Milik Jalan
Pedoman Penempatan Utilitas pada Daerah Milik Jalan
 
1993, km 60 tahun 1993 ttg marka jalan
1993, km 60 tahun 1993 ttg marka jalan1993, km 60 tahun 1993 ttg marka jalan
1993, km 60 tahun 1993 ttg marka jalan
 
Permen PU No.20 Tahun 2010 - Pedoman Penggunaan dan Pemanfaatan Bagian-Bagian...
Permen PU No.20 Tahun 2010 - Pedoman Penggunaan dan Pemanfaatan Bagian-Bagian...Permen PU No.20 Tahun 2010 - Pedoman Penggunaan dan Pemanfaatan Bagian-Bagian...
Permen PU No.20 Tahun 2010 - Pedoman Penggunaan dan Pemanfaatan Bagian-Bagian...
 
Contoh proposal seminar judul
Contoh proposal seminar judul Contoh proposal seminar judul
Contoh proposal seminar judul
 
Tugas perencanaan struktur geometri jalan
Tugas  perencanaan struktur geometri jalanTugas  perencanaan struktur geometri jalan
Tugas perencanaan struktur geometri jalan
 
pm._no._29_tahun_2011.pdf
pm._no._29_tahun_2011.pdfpm._no._29_tahun_2011.pdf
pm._no._29_tahun_2011.pdf
 
Sempro Powerpoint Template.pptx
Sempro Powerpoint Template.pptxSempro Powerpoint Template.pptx
Sempro Powerpoint Template.pptx
 
Permen PU Nomor 20 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemanfaatan Dan Penggunaan Bagi...
Permen PU Nomor 20 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemanfaatan Dan Penggunaan Bagi...Permen PU Nomor 20 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemanfaatan Dan Penggunaan Bagi...
Permen PU Nomor 20 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemanfaatan Dan Penggunaan Bagi...
 
Pasal 20 permen pu 2011
Pasal 20 permen pu 2011Pasal 20 permen pu 2011
Pasal 20 permen pu 2011
 
1995, km 5 tahun 1995 ttg penyelenggaraan penimbangan kendaraan bermotor di j...
1995, km 5 tahun 1995 ttg penyelenggaraan penimbangan kendaraan bermotor di j...1995, km 5 tahun 1995 ttg penyelenggaraan penimbangan kendaraan bermotor di j...
1995, km 5 tahun 1995 ttg penyelenggaraan penimbangan kendaraan bermotor di j...
 
Materi P. Tenaga Konstruksi..pdf konstruksi
Materi P. Tenaga Konstruksi..pdf konstruksiMateri P. Tenaga Konstruksi..pdf konstruksi
Materi P. Tenaga Konstruksi..pdf konstruksi
 
UKURAN KENDARAAN BERMOTOR.a.pptx
UKURAN KENDARAAN BERMOTOR.a.pptxUKURAN KENDARAAN BERMOTOR.a.pptx
UKURAN KENDARAAN BERMOTOR.a.pptx
 
Pt t 02-2002-b
Pt t 02-2002-bPt t 02-2002-b
Pt t 02-2002-b
 

More from tedy2629

14. Gemilang_Aptrindo_Benefit and Cost Pemanfaatan Jaringan Jalan bagi Pengu...
14. Gemilang_Aptrindo_Benefit  and Cost Pemanfaatan Jaringan Jalan bagi Pengu...14. Gemilang_Aptrindo_Benefit  and Cost Pemanfaatan Jaringan Jalan bagi Pengu...
14. Gemilang_Aptrindo_Benefit and Cost Pemanfaatan Jaringan Jalan bagi Pengu...tedy2629
 
(영문)[인니KCN] 중간보고 발표자료_v0.9_210205.pdf
(영문)[인니KCN] 중간보고 발표자료_v0.9_210205.pdf(영문)[인니KCN] 중간보고 발표자료_v0.9_210205.pdf
(영문)[인니KCN] 중간보고 발표자료_v0.9_210205.pdftedy2629
 
Longsoran dan bagaimana mengatasinya dalam salam
Longsoran dan bagaimana mengatasinya dalam salamLongsoran dan bagaimana mengatasinya dalam salam
Longsoran dan bagaimana mengatasinya dalam salamtedy2629
 
T.Kelompok 1(ganjil)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21.pptx
T.Kelompok 1(ganjil)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21.pptxT.Kelompok 1(ganjil)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21.pptx
T.Kelompok 1(ganjil)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21.pptxtedy2629
 
04.-231130_10.20_FKP-RPJPD-Provinsi-Jawa-Barat-2025-2045.pdf
04.-231130_10.20_FKP-RPJPD-Provinsi-Jawa-Barat-2025-2045.pdf04.-231130_10.20_FKP-RPJPD-Provinsi-Jawa-Barat-2025-2045.pdf
04.-231130_10.20_FKP-RPJPD-Provinsi-Jawa-Barat-2025-2045.pdftedy2629
 
T.Kelompok 1(GANJIL)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21).pptx
T.Kelompok 1(GANJIL)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21).pptxT.Kelompok 1(GANJIL)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21).pptx
T.Kelompok 1(GANJIL)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21).pptxtedy2629
 
menejemen kebencanaan kelompok dua dalam pemenuhan tugas
menejemen kebencanaan kelompok dua dalam pemenuhan tugasmenejemen kebencanaan kelompok dua dalam pemenuhan tugas
menejemen kebencanaan kelompok dua dalam pemenuhan tugastedy2629
 
Patologi Birokrasi (1) Ahmad Ulul Azmi_41715719.pptx
Patologi Birokrasi (1) Ahmad Ulul Azmi_41715719.pptxPatologi Birokrasi (1) Ahmad Ulul Azmi_41715719.pptx
Patologi Birokrasi (1) Ahmad Ulul Azmi_41715719.pptxtedy2629
 
Skdirjen687tahun2002
Skdirjen687tahun2002Skdirjen687tahun2002
Skdirjen687tahun2002tedy2629
 
Prakarsa juli-2010-ina-colour
Prakarsa juli-2010-ina-colourPrakarsa juli-2010-ina-colour
Prakarsa juli-2010-ina-colourtedy2629
 
Commuter rail study indonesian 0
Commuter rail study   indonesian 0Commuter rail study   indonesian 0
Commuter rail study indonesian 0tedy2629
 
Bes present english-61215
Bes present english-61215Bes present english-61215
Bes present english-61215tedy2629
 
2002, km 30 tahun 2002 perubahan km 69 1993 ttg penyelenggaraan angkutan bara...
2002, km 30 tahun 2002 perubahan km 69 1993 ttg penyelenggaraan angkutan bara...2002, km 30 tahun 2002 perubahan km 69 1993 ttg penyelenggaraan angkutan bara...
2002, km 30 tahun 2002 perubahan km 69 1993 ttg penyelenggaraan angkutan bara...tedy2629
 
2001, km 13 tahun 2001 ttg penetapan kelas jalan di p.sulawesi
2001, km 13 tahun 2001 ttg penetapan kelas jalan di p.sulawesi2001, km 13 tahun 2001 ttg penetapan kelas jalan di p.sulawesi
2001, km 13 tahun 2001 ttg penetapan kelas jalan di p.sulawesitedy2629
 
1999, km 70 tahun 1999 ttg pelaksanaan uji coba sim laka lalin di bali & ...
1999, km 70 tahun 1999 ttg pelaksanaan uji coba sim laka lalin di bali & ...1999, km 70 tahun 1999 ttg pelaksanaan uji coba sim laka lalin di bali & ...
1999, km 70 tahun 1999 ttg pelaksanaan uji coba sim laka lalin di bali & ...tedy2629
 
Uu 22 tahun 2009 ttg llaj
Uu 22 tahun 2009 ttg llajUu 22 tahun 2009 ttg llaj
Uu 22 tahun 2009 ttg llajtedy2629
 
Km35tahun2003 penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum
Km35tahun2003 penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umumKm35tahun2003 penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum
Km35tahun2003 penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umumtedy2629
 
Materi best practice study session
Materi best practice study sessionMateri best practice study session
Materi best practice study sessiontedy2629
 
En us ptv-vistro_brochure
En us ptv-vistro_brochureEn us ptv-vistro_brochure
En us ptv-vistro_brochuretedy2629
 

More from tedy2629 (20)

14. Gemilang_Aptrindo_Benefit and Cost Pemanfaatan Jaringan Jalan bagi Pengu...
14. Gemilang_Aptrindo_Benefit  and Cost Pemanfaatan Jaringan Jalan bagi Pengu...14. Gemilang_Aptrindo_Benefit  and Cost Pemanfaatan Jaringan Jalan bagi Pengu...
14. Gemilang_Aptrindo_Benefit and Cost Pemanfaatan Jaringan Jalan bagi Pengu...
 
(영문)[인니KCN] 중간보고 발표자료_v0.9_210205.pdf
(영문)[인니KCN] 중간보고 발표자료_v0.9_210205.pdf(영문)[인니KCN] 중간보고 발표자료_v0.9_210205.pdf
(영문)[인니KCN] 중간보고 발표자료_v0.9_210205.pdf
 
Longsoran dan bagaimana mengatasinya dalam salam
Longsoran dan bagaimana mengatasinya dalam salamLongsoran dan bagaimana mengatasinya dalam salam
Longsoran dan bagaimana mengatasinya dalam salam
 
T.Kelompok 1(ganjil)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21.pptx
T.Kelompok 1(ganjil)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21.pptxT.Kelompok 1(ganjil)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21.pptx
T.Kelompok 1(ganjil)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21.pptx
 
04.-231130_10.20_FKP-RPJPD-Provinsi-Jawa-Barat-2025-2045.pdf
04.-231130_10.20_FKP-RPJPD-Provinsi-Jawa-Barat-2025-2045.pdf04.-231130_10.20_FKP-RPJPD-Provinsi-Jawa-Barat-2025-2045.pdf
04.-231130_10.20_FKP-RPJPD-Provinsi-Jawa-Barat-2025-2045.pdf
 
T.Kelompok 1(GANJIL)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21).pptx
T.Kelompok 1(GANJIL)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21).pptxT.Kelompok 1(GANJIL)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21).pptx
T.Kelompok 1(GANJIL)-M.Kebencanaan-Teknik Sipil Reg A21).pptx
 
menejemen kebencanaan kelompok dua dalam pemenuhan tugas
menejemen kebencanaan kelompok dua dalam pemenuhan tugasmenejemen kebencanaan kelompok dua dalam pemenuhan tugas
menejemen kebencanaan kelompok dua dalam pemenuhan tugas
 
Patologi Birokrasi (1) Ahmad Ulul Azmi_41715719.pptx
Patologi Birokrasi (1) Ahmad Ulul Azmi_41715719.pptxPatologi Birokrasi (1) Ahmad Ulul Azmi_41715719.pptx
Patologi Birokrasi (1) Ahmad Ulul Azmi_41715719.pptx
 
Vega
VegaVega
Vega
 
Skdirjen687tahun2002
Skdirjen687tahun2002Skdirjen687tahun2002
Skdirjen687tahun2002
 
Prakarsa juli-2010-ina-colour
Prakarsa juli-2010-ina-colourPrakarsa juli-2010-ina-colour
Prakarsa juli-2010-ina-colour
 
Commuter rail study indonesian 0
Commuter rail study   indonesian 0Commuter rail study   indonesian 0
Commuter rail study indonesian 0
 
Bes present english-61215
Bes present english-61215Bes present english-61215
Bes present english-61215
 
2002, km 30 tahun 2002 perubahan km 69 1993 ttg penyelenggaraan angkutan bara...
2002, km 30 tahun 2002 perubahan km 69 1993 ttg penyelenggaraan angkutan bara...2002, km 30 tahun 2002 perubahan km 69 1993 ttg penyelenggaraan angkutan bara...
2002, km 30 tahun 2002 perubahan km 69 1993 ttg penyelenggaraan angkutan bara...
 
2001, km 13 tahun 2001 ttg penetapan kelas jalan di p.sulawesi
2001, km 13 tahun 2001 ttg penetapan kelas jalan di p.sulawesi2001, km 13 tahun 2001 ttg penetapan kelas jalan di p.sulawesi
2001, km 13 tahun 2001 ttg penetapan kelas jalan di p.sulawesi
 
1999, km 70 tahun 1999 ttg pelaksanaan uji coba sim laka lalin di bali & ...
1999, km 70 tahun 1999 ttg pelaksanaan uji coba sim laka lalin di bali & ...1999, km 70 tahun 1999 ttg pelaksanaan uji coba sim laka lalin di bali & ...
1999, km 70 tahun 1999 ttg pelaksanaan uji coba sim laka lalin di bali & ...
 
Uu 22 tahun 2009 ttg llaj
Uu 22 tahun 2009 ttg llajUu 22 tahun 2009 ttg llaj
Uu 22 tahun 2009 ttg llaj
 
Km35tahun2003 penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum
Km35tahun2003 penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umumKm35tahun2003 penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum
Km35tahun2003 penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum
 
Materi best practice study session
Materi best practice study sessionMateri best practice study session
Materi best practice study session
 
En us ptv-vistro_brochure
En us ptv-vistro_brochureEn us ptv-vistro_brochure
En us ptv-vistro_brochure
 

Recently uploaded

pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptJhonatanMuram
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaIndra Wardhana
 
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptAlMaliki1
 
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxFucekBoy5
 
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxFeniannisa
 
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxEkoPriadi3
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxbinsar17
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanIqbaalKamalludin1
 
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptxYudisHaqqiPrasetya
 
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxMAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxadesofyanelabqory
 
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxBPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxendang nainggolan
 
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdffile power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdfAgungIstri3
 

Recently uploaded (12)

pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
 
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
 
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
 
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
 
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
 
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
 
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxMAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
 
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxBPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
 
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdffile power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
 

2000, km 53 tahun 2000 ttg perpotongan & persinggungan jalur ka dgn bangunan lain

  • 1. KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 53 TAHUN 2000 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api, telah diatur ketentuan mengenai bangunan lain yang memerlukan perpotongan dan/atau persinggungan dengan jalur kereta api; b. bahwa untuk menjabarkan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu ditetapkan Keputusan Menteri Perhubungan tentang Perpotongan dan/atau Persinggungan Antara Jalur Kereta Api Dengan Bangunan Lain; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3479); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api (Lembaran Negara Tahun 1998, Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3777); 3. Keputusan Presiden Nomor 136 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 175 Tahun 1999; 4. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 91/OT.002/Phb-80 dan KM 164/OT.002/Phb-80 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 4 Tahun 2000;
  • 2. M E M U T U S K A N : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Perpotongan adalah suatu persilangan jalan kereta api dengan bangunan lain baik sebidang maupun tidak sebidang; 2. Persinggungan adalah keberadaan bangunan lain di jalur kereta api, baik seluruhnya maupun sebagian yang tidak berpotongan; 3. Perawatan adalah pemeliharaan dan/atau perbaikan yang diperlukan agar perpotongan maupun persinggungan antara bangunan lain dengan jalur kereta api dapat berfungsi dengan baik; 4. Bangunan lain adalah bangunan jalan, kereta api khusus, terusan, saluran air dan/atau prasarana lain; 5. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang perkeretaapian; 6. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Darat. BAB II PERPOTONGAN Pasal 2 (1) Perpotongan antara jalur kereta api dengan bangunan lain dapat berupa perpotongan sebidang atau perpotongan tidak sebidang. (2) Perpotongan antara jalur kereta api dengan jalan disebut perlintasan. (3) Perpotongan tidak sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keberadaannya dapat di atas maupun di bawah jalur kereta api.
  • 3. Pasal 3 (1) Perlintasan jalur kereta api dengan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dibuat dengan prinsip tidak sebidang. (2) Pengecualian terhadap prinsip tidak sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya bersifat sementara yang dapat dilakukan dalam hal : a. letak geografis yang tidak memungkinkan membangun perlintasan tidak sebidang; dan b. tidak membahayakan, tidak membebani serta tidak mengganggu kelancaran operasi kereta api dan lalu lintas di jalan; c. untuk jalur tunggal tertentu. Pasal 4 (1) Perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dapat dibuat pada lokasi dengan ketentuan : a. kecepatan kereta api yang melintas pada perlintasan kurang dari 60 km/jam; b. selang waktu antara kereta api satu dengan kereta api berikutnya (head way) yang melintas pada lokasi tersebut minimal 6 (enam) menit; c. jalan yang melintas adalah jalan kelas III; d. jarak perlintasan yang satu dengan yang lainnya pada satu jalur kereta api tidak kurang dari 800 meter; e. tidak terletak pada lengkungan jalan kereta api atau tikungan jalan; f. terdapat kondisi lingkungan yang memungkinkan pandangan bebas bagi masinis kereta api pada jarak minimal 500 meter maupun pengemudi kendaraan bermotor dengan jarak minimal 150 meter. (2) Jarak pandangan bebas minimal 500 meter bagi masinis kereta api dan 150 meter bagi pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dimaksudkan bagi masing-masing untuk memperhatikan tanda-tanda atau rambu-rambu, dan khusus untuk pengemudi kendaraan bermotor harus menghentikan kendaraannya.
  • 4. Pasal 5 (1) Pembangunan perlintasan sebidang harus memenuhi persyaratan : a. permukaan jalan harus satu level dengan kepala rel dengan toleransi 0,5 cm; b. terdapat permukaan datar sepanjang 60 cm diukur dari sisi terluar jalan rel; c. maksimum gradien untuk dilewati kendaraan dihitung dari titik tertinggi di kepala rel adalah : 1) 2 % diukur dari sisi terluar permukaan datar sebagaimana dimaksud pada huruf b untuk jarak 9,4 meter; 2) 10 % untuk 10 meter berikutnya dihitung dari titik terluar butir 1), sebagai gradien peralihan. d. lebar perlintasan untuk satu jalur maksimum 7 meter; e. sudut perpotongan antara jalan rel dengan jalan harus 90 dan panjang jalan yang lurus minimal harus 150 meter dari as jalan rel; f. harus dilengkapi dengan rel lawan (dwang rel) atau konstruksi lain untuk menjamin tetap adanya alur untuk flens roda. (2) Gambar maksimum gradien sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c, tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini. Pasal 6 (1) Untuk melindungi keamanan dan kelancaran pengoperasian kereta api pada perlintasan sebidang, kereta api mendapatkan prioritas berlalu lintas. (2) Untuk mendapatkan perlindungan keamanan dan kelancaran pengoperasian kereta api pada perlintasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap perlintasan sebidang wajib dilengkapi dengan : a. rambu peringatan yang terdiri dari : 1) rambu peringatan persilangan datar dengan lintasan kereta api berpintu; atau 2) rambu peringatan persilangan datar dengan lintasan kereta api tanpa pintu; 3) rambu peringatan hati-hati.
  • 5. b. rambu larangan yang terdiri dari : 1) rambu larangan berjalan terus, wajib berhenti sesaat dan meneruskan perjalanan setelah mendapat kepastian aman dari lalu lintas arah lainnya; 2) rambu larangan berjalan terus pada persilangan-persilangan sebidang lintasan kereta api jalur tunggal, wajib berhenti sesaat untuk mendapat kepastian aman; 3) rambu larangan berjalan terus pada persilangan sebidang lintasan kereta api jalur ganda, wajib berhenti sesaat untuk mendapat kepastian aman. c. marka berupa pita penggaduh. (3) Disamping perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perlintasan sebidang dapat dilengkapi dengan : a. pintu perlintasan; b. lampu satu warna yang berwarna merah yang apabila menyala mengisyaratkan pengemudi harus berhenti; c. isyarat suara adanya kereta api melintas. (4) Rambu, marka dan alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) huruf c, dipasang sesuai ketentuan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Pasal 7 (1) Perpotongan di atas jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) berupa : a. kabel yang melintasi jalur kereta api; dan/atau b. jalan layang (fly over); dan/ atau c. prasarana lain yang melintasi jalur kereta api. (2) Kabel yang melintasi jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  • 6. a. dipasang alat pengaman (vangnet); b. pemasangan tiang harus dengan jarak minimal 10 meter kiri/kanan dari as rel; c. tinggi kabel minimal 10 meter dari kepala rel; d. penarikan kabel dengan memakai alat yang biasa dipergunakan oleh instansi terkait. (3) Jalan layang (fly over) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. tinggi gelagar fly over minimal 6,50 meter dari kepala rel; b. jarak pondasi pilar dari as rel jalur tunggal (single track) minimal 10 meter dan untuk jalur ganda (double track) 10 meter dihitung dari as rel paling luar; c. saluran air harus dibuat tertutup; d. aliran air tidak boleh dialirkan pada jalur kereta api; e. pondasi pilar harus ditanam minimal 1,50 meter di bawah permukaan tanah; f. pemasangan pilar jalan layang (fly over) harus mengantisipasi rencana jalur ganda (double track) jalan kereta api dan rencana elektrifikasi; g. jalan layang (fly over) harus dipasang pagar pengaman, minimal di daerah manfaat jalan (damaja). (4) Prasarana lain yang melintasi jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. tinggi gelagar prasarana lain minimal 6,50 meter dari kepala rel; b. jarak pondasi pilar dari as rel jalur tunggal (single track) minimal 10 meter, dan untuk jalur ganda (double track) 10 meter dihitung dari as rel paling luar; c. pondasi pilar ditanam minimal 1,5 meter di bawah permukaan tanah; d. pembuatan pondasi prasarana lain harus mengantisipasi rencana jalur ganda (double track) jalan kereta api dan rencana elektrifikasi.
  • 7. Pasal 8 (1) Perpotongan di bawah jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dapat berupa : a. penanaman kabel atau pipa atau prasarana lain; b. jalan di bawah jalur kereta api (under pass). (2) Penanaman kabel atau pipa atau prasarana lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. jarak penggalian dan penempatan lobang perawatan atau pipa atau prasarana lain harus menjamin keselamatan konstruksi jalan rel dan pengoperasian kereta api; b. kedalaman kabel atau pipa atau prasarana lain yang ditanam minimal 1,50 meter dibawah permukaan tanah (sub grade); c. dilaksanakan dengan cara pengeboran atau galian sesuai dengan persyaratan teknis; d. kabel atau pipa atau prasarana lain yang ditanam dibawah jalan rel tidak boleh terputus-putus; e. kabel atau pipa atau prasarana lain yang memerlukan pengamanan tambahan, harus dipasang pelindung (casing) yang tidak terputus-putus (monolite); f. memakai konstruksi perkuatan untuk pekerjaan yang dapat mengganggu konstruksi jalan rel; g. penanaman minimal berjarak 10 meter dari sisi luar pangkal bangunan hikmat; h. pipa atau kabel atau prasarana lain yang ditanam harus diberi tanda atau logo yang menunjukkan identitas instansi terkait. (3) Jalan di bawah jalur kereta api (under pass) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, harus memenuhi persyaratan sebagai beikut : a. konstruksi harus memenuhi persyaratan teknis jalan; b. jarak permukaan jalan dibawah jalur kereta api, minimal 5 meter dihitung dari permukaan jalan sampai gelagar jembatan kereta api paling bawah;
  • 8. c. letak sisi teratas konstruksi under pass minimal 1 meter dibawah kepala rel; d. pembangunan lintas di bawah jalur kereta api diperhitungkan ruang bebas untuk mengantisipasi rencana pembangunan jalur ganda kereta api. BAB III PERSINGGUNGAN Pasal 9 (1) Penanaman pipa atau kabel atau bangunan lain yang bersinggungan dan yang sejajar dengan jalur kereta api, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. jarak penggalian dan penempatan lobang perawatan atau pipa atau prasarana lain harus menjamin keselamatan konstruksi dan pengoperasian kereta api; b. kedalamannya minimal 1 (satu) meter di bawah permukaan tanah; c. pemasangan kabel atau pipa atau prasarana lain harus menggunakan pelindung/pengaman. (2) Pipa atau kabel atau konstruksi bangunan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan teknis dan penanamannya dilakukan secara galian serta diberi tanda atau logo yang menunjukkan identitas instansi terkait. BAB IV PERIZINAN Pasal 10 (1) Perlintasan atau perpotongan atau persinggungan dengan jalur kereta api harus mendapatkan izin. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Direktur Jenderal. Pasal 11 Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, pemohon harus mengajukan permohonan kepada pemberi izin dengan dilengkapi :
  • 9. a. gambar lokasi; b. jenis perlintasan, jenis perpotongan atau jenis persinggungan yang akan digunakan; c. gambar teknis; d. sistem pengamanan yang digunakan; e. metode kerja yang digunakan; f. analisis mengenai dampak lingkungan; g. analisis mengenai dampak lalu lintas jalan untuk perlintasan dan operasi kereta api. Pasal 12 Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diberikan apabila : a. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; b. memberikan pernyataan kesanggupan menandatangani dan memenuhi kewajiban yang dicantumkan dalam perjanjian pemanfaatan lahan; c. memungkinkan untuk diberikan izin berdasarkan hasil survey dan evaluasi yang dilakukan oleh tim yang terdiri dari wakil : 1) Direktorat Jenderal Perhubungan Darat; 2) Badan Penyelenggara. Pasal 13 (1) Perjanjian pemanfaatan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, memuat antara lain : a. luas tanah yang digunakan; b. lamanya perjanjian; c. besarnya uang sewa; d. jangka waktu penyelesaian pembangunan;
  • 10. e. hal-hal lain yang diperlukan. (2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pemberi izin dengan pihak ketiga; (3) Penerimaan uang sewa yang diperoleh dari hasil perjanjian pemanfaatan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, merupakan peneriman negara bukan pajak dan disetorkan ke kas negara. Pasal 14 (1) Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diberikan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. (2) Penolakan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara tertulis disertai alasan penolakan. Pasal 15 Pemegang izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 mempunyai kewajiban : a. memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam izin dan perjanjian yang ditandatangani; b. melaporkan pelaksanaan pembangunan; c. menyelesaikan pembangunan pada waktu yang telah ditentukan; d. mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang perkeretaapian. Pasal 16 Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dicabut apabila : a. pemegang izin melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; b. kondisi lingkungan sudah berubah sehingga tidak memenuhi persyaratan. Pasal 17 (1) Proses pencabutan izin dilakukan melalui peringatan secara tertulis sebanyak 2 (dua) kali. (2) Apabila peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diindahkan, dilanjutkan dengan pembekuan izin dalam jangka waktu 1 (satu) bulan.
  • 11. (3) Jika pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) habis jangka waktunya dan tidak ada usaha perbaikan, maka izin dicabut. Pasal 18 Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat dicabut tanpa melalui proses peringatan dan pembekuan izin, dalam hal pemegang izin yang bersangkutan : a. menyalahgunakan perlintasan atau perpotongan atau persinggungan dengan jalur kereta api untuk kegiatan yang melanggar ketentuan perundang- undangan dan/atau membahayakan keselamatan operasi kereta api; b. memperoleh izin dengan cara tidak sah. Pasal 19 Bentuk permohonan izin, bentuk surat izin, penolakan, peringatan, pembekuan, dan pencabutan izin serta formulir laporan kegiatan di perlintasan sebagaimana dalam contoh Lampiran II Keputusan ini. Pasal 20 (1) Apabila perjanjian pemanfatan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 masih berlaku dan lahan tersebut diperlukan untuk kepentingan pengembangan jalur kereta api, maka pemindahan prasarana berupa bangunan, jalan, jalur kereta api khusus, terusan, saluran air dan/atau prasarana lainnya milik pihak lain yang berada di daerah milik jalan kereta api, merupakan beban pihak yang memiliki, menguasai atau memanfaatkan prasarana tersebut. (2) Apabila masa berlaku perjanjian pemanfatan lahan sudah habis atau dicabut, maka pemindahan prasarana berupa bangunan, jalan, jalur kereta api khusus, terusan, saluran air dan/atau prasarana lainnya milik pihak lain yang berada di daerah milik jalan kereta api, merupakan beban pihak yang memiliki, menguasai atau memanfaatkan prasarana tersebut. BAB IV TANGGUNG JAWAB DAN PEMBIAYAAN Pasal 21 Badan Hukum atau Instansi pembuat perpotongan dan/atau persinggungan bertanggung jawab terhadap keberadaan dan pengoperasian perpotongan dan/atau persinggungan.
  • 12. Pasal 22 (1) Segala pembiayaan yang diperlukan yang berkaitan dengan pembangunan dan pengoperasian perpotongan dan/atau persinggungan, menjadi beban dan tanggung jawab dari Badan Hukum atau Instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. (2) Beban biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), khusus untuk perlintasan dibebankan dengan ketentuan sebagai berikut : a. apabila perlintasan tersebut dibutuhkan dalam rangka pembangunan jalan yang memotong jalur kereta api yang terlebih dahulu ada, maka pembiayaan menjadi beban dari pembuat jalan sebagai pembuat perlintasan; b. apabila perlintasan tersebut dibutuhkan dalam rangka pembangunan jalur kereta api yang memotong jalan yang terlebih dahulu ada, maka pembiayaan menjadi beban dari pembuat jalur kereta api sebagai pembuat perlintasan. BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 23 Dengan berlakunya Keputusan ini maka perpotongan dan/atau persinggungan yang telah ada dan memiliki izin, tetap dapat beroperasi dengan ketentuan selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Keputusan ini menyesuaikan dengan ketentuan yang diatur dalam Keputusan ini. Pasal 24 (1) Perpotongan dan/atau persinggungan antara jalur kereta api dengan bangunan lain yang pada saat berlakunya Keputusan ini telah ada dan belum memiliki izin, selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) tahun sejak berlakunya Keputusan ini harus sudah mendapatkan izin. (2) Perolehan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 menjadi kewajiban Badan Hukum atau Instansi yang membuat perpotongan dan/atau persinggungan. Apabila perpotongan dan/atau persinggungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak diajukan permohonan izin atau permohonan izinnya ditolak, maka perpotongan dan/atau persinggungan tersebut harus ditutup atau ditiadakan.
  • 13. Pasal 25 Pemasangan rambu larangan berjalan terus pada persilangan sebidang lintasan kereta api jalur ganda, wajib berhenti sesaat untuk mendapat kepastian aman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b butir 3), hanya dilakukan untuk perlintasan sebidang yang telah ada sebelum Keputusan ini ditetapkan. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 26 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : 18 JULI 2000 MENTERI PERHUBUNGAN AGUM GUMELAR SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada : 1. Menteri Koordinator Bidang EKUIN; 2. Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan; 3. Menteri Dalam Negeri; 4. Menteri Hukum dan Perundang-undangan; 5. Menteri Pertahanan; 6. Menteri Keuangan; 7. Sekretaris Negara; 8. KAPOLRI; 9. Gubernur Kepala Daerah Propinsi di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa; 10. Sekjen, Irjen, Dirjen Perhubungan Darat, Kabadan Litbang Perhubungan; 11. Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan; 12. Direksi PT.(Persero) Kereta Api Indonesia.
  • 14. LAMPIRAN II KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 53 TAHUN 2000 TANGGAL : 18 JULI 2000 CONTOH 1 Jakarta, ...... Nomor : Lampiran : K E P A D A Perihal : Permohonan Izin Yth. Direktur Jenderal melintas Jalan Rel Perhubungan Darat Departemen Perhubungan Jl. Merdeka Barat No.8 di J A K A R T A 1. Dengan memperhatikan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor ...... tentang Perpotongan/atau Persinggungan Antara Jalur Kereta Api Dengan Bangunan Lain,..... dengan ini kami mengajukan permohonan izin melintasi jalur jalan rel pada Km ..... antara .... lintas .... 2. Sebagai bahan pertimbangan permohonan tersebut bersama ini dilampirkan berkas/dokumen untuk melengkapi permohonan tersebut yang terdiri dari : a. gambar lokasi; b. jenis perlintasan, jenis perpotongan atau jenis persinggungan yang akan digunakan; c. gambar teknis; d. sistem pengamanan yang digunakan; e. metode kerja yang digunakan; f. analisis mengenai dampak lingkungan; g. analisis mengenai dampak lalu lintas jalan untuk perlintasan dan operasi kereta api. 3. Demikian permohonan kami, jika diterima kami menyatakan bersedia memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perkeretaapian. PEMOHON ......................... * Coret yang tidak perlu. Tembusan Yth : 1. Menteri Perhubungan; 2. Kakanwil DEPHUB. Propinsi...... 3. Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia;
  • 15. CONTOH 2 KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR :...................... TENTANG PERIZINAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PRASARANA YANG MELINTASI JALAN REL MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : Mengingat : Memperhatikan : Membaca : M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERTAMA : KEDUA : KETIGA : KEEMPAT : Ditetapkan di : Pada Tanggal : ----------------------------------- A.N MENTERI PERHUBUNGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT ................................ NIP. ................ Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth : 1. Menteri Perhubungan; 2. Kakanwil DEPHUB Propinsi ........... 3. Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia.
  • 16. CONTOH 3 Jakarta, Nomor : Lampiran : K E P A D A Perihal : Penolakan Izin Yth. ................. pembangunan/pemasangan Jl................. ...... yang melintasi ................... jalan rel. di ................. 1. Menunjuk Surat permohonan Saudara Nomor :...... tanggal …... perihal ..……….. dengan ini disampaikan bahwa permohonan saudara tidak dapat disetujui dengan pertimbangan yaitu : a. tidak lengkapnya persyaratan yang diperlukan; b. lokasi yang diminta membahayakan keselamatan umum; c. tidak memenuhi aspek teknis sebagaimana yang dipersyaratkan. 2. Demikian untuk dimaklumi dan diindahkan. A.n MENTERI PERHUBUNGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT ...................... NIP........... Tembusan Yth : 1. Menteri Perhubungan; 2. Kakanwil DEPHUB. Propinsi...... 3. Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia.
  • 17. CONTOH 4 Jakarta, Nomor : Lampiran : K E P A D A Perihal : Pembangunan/pemasangan Yth. ................. ......yang melintasi jalan rel. Jl................. di ................. 1. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor :...... tanggal ... tentang Izin Pelaksanaan Pembangunan Prasarana yang melintasi jalan rel dan setelah dilakukan pengecekan di lapangan oleh TIM dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dan Badan Penyelenggara, terdapat hal-hal sebagai berikut : a. pekerjaan pembangunan/pemasangan ..... pada ..... KM. ...., antara .... lintas .... tidak sesuai dengan kriteria yang telah dituangkan dalam surat izin; b. sehubungan tersebut di atas, diminta agar Saudara segera melaksanakan perbaikan-perbaikan sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan. 2. Demikian atas perhatian Saudara diucapkan terima kasih. A.n MENTERI PERHUBUNGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT ....................... NIP........... Tembusan Yth : 1. Menteri Perhubungan; 2. Kakanwil DEPHUB. Propinsi...... 3. Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia.
  • 18. CONTOH 5 Jakarta, Nomor : Lampiran : K E P A D A Perihal :Pembekuan sementara Yth. ................ pembangunan/pemasangan Jl................ ......yang melintasi .................. jalan rel. di ................ 1. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor :...... tanggal ... tentang Izin Pelaksanaan Pembangunan Pemasangan ...... di KM ..... antara ...... lintas ........ terdapat adanya utilitas PT. Kereta Api Indonesia atau utilitas instansi lain berada di lokasi tersebut yang mengalami kerusakan perlu untuk segera harus diperbaiki lebih dahulu sampai selesai. 2. Sehubungan hal tersebut di atas, berdasarkan surat peringatan yang telah disampaikan kepada Saudara sebanyak 3 (tiga) kali, masih belum ada tanda- tanda perbaikan kembali terhadap utilitas yang telah rusak. 3. Untuk perbaikan kembali utilitas yang telah rusak, agar Saudara melakukan perbaikan dan pelaksanaan pekerjaan pembangunan/pemasangan ....... di lokasi tersebut untuk sementara dibekukan lebih dahulu serta laporan Saudara ditunggu dalam waktu 1 (satu) bulan. 4. Pekerjaan dapat dilanjutkan kembali setelah perbaikan kerusakan telah selesai. 5. Demikian atas perhatian Saudara diucapkan terima kasih. A.n MENTERI PERHUBUNGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT ..................... NIP......... Tembusan Yth : 1. Menteri Perhubungan; 2. Kakanwil DEPHUB. Propinsi...... 3. Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia.
  • 19. CONTOH 6 Jakarta, Nomor : Lampiran : K E P A D A Perihal :Pencabutan Izin Yth. ............... Pembangunan/pemasangan Jl.................... .... yang melintasi Jalan Kereta api. di ................... 1. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor :...... tanggal ...... tentang Izin Pelaksanaan Pembangunan Prasarana yang melintasi jalan rel maka berdasarkan pertimbangan, Surat Izin yang telah diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat izinnya dicabut kembali terhitung dari .... tanggal .... tahun .... 2. Adapun sebagai dasar pencabutan izin tersebut adalah : a. surat peringatan No ..... tanggal ..... Th. b. surat peringatan No ..... tanggal ..... Th. c. surat peringatan No ..... tanggal ..... Th. d. surat pembekuan sementara No... tanggal .. Th .. 3. Demikian atas perhatian Saudara diucapkan terima kasih. A.n MENTERI PERHUBUNGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT ........................ NIP........... Tembusan Yth : 1. Menteri Perhubungan; 2. Kakanwil DEPHUB. Propinsi...... 3. Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia.