1. Penerapan ERP Pada PT. Pertamina
Pertamina merupakan salah satu pengguna SAP R/3. Dalam proses pengimplementasiannya
menemukan banyak kendala sehingga berbagai pihak menilai pemanfaatan SAP R/3 yang dipilih oleh
Pertamina kurang mampu dioptimalkan. Pada tahun 2009 nanti Pertamina berniat untuk
menggunakan SAP generasi terbaru yang dikenal dengan mySAP. Beberapa hal yang dapat dipelajari
dari implementasi ERP di Pertamina adalah sebagai berikut.
1. Keselarasan antara Business Process, People dan IT.
Dalam Information System (IS) terdapat tiga komponen yang harus disinergikan agar
memperoleh hasil yang optimal yaitu business process, people dan IT. Banyak pihak terlalu
berkonsentrasi pada aspek IT. Padahal tantangan implementasi IS yang sesungguhnya ada pada
kedua aspek lainnya. Jika perusahaan telah memiliki business process yang baik dan teratur maka
tantangan yang paling utama adalah pada aspekpeople. Hal ini disebabkan oleh rumitnya mengubah
kebiasaan kerja setiap karyawan yang tidak jarang menimbulkan resistensi.
Manajemen Pertamina menyadari bahwa keselarasan antar tiga komponen IS merupakan hal
yang mutlak diperlukan untuk mencapai kesuksesan dalam mengimplementasikan ERP. Oleh karena
itu, Pertamina membentuk tim yang bertanggung jawab terhadap rencana implementasi ERP ini. Tim
menyadari sepenuhnya bahwa implementasi ERP di Pertamina harus melalui business process
reengineering.Hal ini dikarenakan Pertamina telah melakukan serangkaian kajian dan memutuskan
untuk menggunakan SAP R/3. Keputusan ini didasarkan bahwa SAP merupakan salah satu best
practice. Dengan menggunakan ERP ‘vanilla’ seperti ini maka salah satu konsekuensinya adalah
melakukan business process reengineering agar sesuai dengan ERP yang dipilih. Adapun tim yang
telah dibentuk ini dibantu oleh Accenture dalam mengimplementasikan SAP R/3 di Pertamina.
Namun demikian implementasi ERP di Pertamina kurang optimal karena cukup besarnya resisten
untuk berubah. Dapat dipahami bahwa mengubah cara kerja karyawan adalah sesuatu yang
rumit. Hal ini dikarenakan para pengguna ERP tersebut telah terbiasa dengan cara kerja lama yang
lebih mapan dan mudah dimengerti. Sebagai contoh, pengguna ERP masih sering menggunakan
sistem informasi berdasarkan telpon dan hard copy. Selain itu, hal lain yang perlu menjadi perhatian
pula adalah adanya pendapat dari karyawan bahwa ERP hanyalah proyek IT. Mungkin tim harus lebih
melakukan sosialisasi guna meluruskan pendapat yang keliru ini. Tim harus memberikan
pemahaman bahwa ERP merupakan salah satu sarana yang memudahkan setiap pihak dalam
mencapai tujuan perusahaan sehingga adanya rasa memiliki terhadap program ini. Dengan demikian
implementasi ERP lebih mendapat dukungan dari setiap pihak dan pada akhirnya dapat
dipergunakan secara optimal.
2. Metode pengembangan sistem
Metode pengembangan sistem di Pertamina ini menggunakan pendekatan big bang. Pada
awalnya pelaksanaan business process reengineering dan implementasi ERP akan dilakukan secara
sekuensial. Tim merencanakan untuk melakukan business process reengineering terlebih dahulu
sebelum mengimplementasikan ERP seperti yang dilakukan oleh Garuda dan Telkom. Namun seiring
dengan adanya UU Migas No.22 tahun 2001 tanggal 23 November 2001 serta adanya AFTA di tahun
2. 2003, maka Pertamina menyadari dengan cara sekuensial tidak akan dapat mengejar batas waktu
yang dimaksud. Kedua hal tersebut menuntut Pertamina untuk dapat beroperasi secara optimal
sehingga siap menghadapi pasar bebas. Oleh karena itu, tim memutuskan untuk melakukan business
process reengineering dan implementasi ERP secara simultan. Tim menyadari adanya resiko besar
yang akan dihadapi jika menggunakan cara ini. Akan tetapi, tim tidak memiliki pilihan lain untuk
melakukan perubahan mendasar dan menyeluruh untuk membawa Pertamina menjadi perusahaan
kelas dunia. Kekhawatiran ini ternyata terbukti yaitu ketidaksiapan sumber daya manusia untuk
melakukan perubahan cara kerja sehingga implementasi ERP di Pertamina tidak memberikan hasil
yang optimal. Dari beberapa keterangan dapat disimpulkan pendekatan big bang di Pertamina ini
dilakukan per unit bisnis namun tanpa menjadikan salah satu unit sebagaipilot project. Upms II
merupakan unit pemasaran pertama Go Live SAP yang merupakan non pilot project dalam
melaksanakan SAP secara mandiri. Adapun modul yang pertama kali digunakan oleh Pertamina
meliputi SD, MM, FI, CO dan HR. Kini Pertamina merencanakan menggunakan mySAP dengan
menggunakan modul yang lebih lengkap yaitu meliputi MMH (Materials Management Hydro),
MMNH (Materials Management Non Hydro), SD/TD (Sales & Distribution/ Transportation &
Distribution), PP (Production Planning), PM (Plant Maintenance), Human Capital
Management, FI (Finanancial Accounting) dan CO (Controlling).
3. Pemanfaatan project management
Pertamina membentuk tim yang bertugas untuk melakukan manajemen terhadap proyek
implementasi ERP ini. Pada tahap awal, tim melakukan serangkaian kajian sejak akhir tahun 1997.
Beberapa aspek yang menjadi perhatian utama dalam tahap persiapan adalah memutuskan apakah
akan membeli atau membuat sendiri. Kemudian menentukan jenis enterprise system yang akan
dibeli yaitu EIS atau ERP. Setelah tim sepakat untuk membeli ERP lalu dilakukan kajian terhadap
beberapa produk sebelum memutuskan untuk membeli SAP R/3. Pada tahap implementasi,
Pertamina dibantu oleh Accenture. Konsultan ini diharapkan dapat memberikan transfer knowledge
pada Pertamina dalam mengimplementasikan SAP. Dalam proyek ERP ini sepertinya top
management tidak terlibat langsung. Untuk tahap berikutnya yaitu penggunaan mySAP yang akan
diterapkan pada 2009, tim diharapkan dapat memenuhi ekspektasi semua pihak agar pemanfaatan
mySAP lebih optimal, tidak seperti SAP R/3.
4. Keselarasan antar company’s direction dengan IS’s direction
Pertamina mencanangkan untuk menjadi perusahaan kelas dunia. Namun permasalahan yang
dihadapi oleh Pertamina adalah sulitnya mendapatkan data dan informasi secarareal time padahal
mengingat persaingan yang semakin ketat, perusahaan dituntut untuk dapat bergerak cepat.
Kesulitan ini semakin terasa bagi Pertamina yang memiliki kantor serta berbagai unit operasional
yang tersebar dalam wilayah geografis yang luas. Hal ini dikarenakan Pertamina tidak didukung oleh
sistem pengolahan dan proses bisnis secara jaringan yang online dan terintegrasi.
Agar dapat menjadi perusahaan kelas dunia maka Pertamina tidak cukup hanya dengan
meninggalkan cara kerja birokrasi yang lamban. Hal lain yang harus diperhatikan pula ketersediaan
data dan informasi yang cepat, siap pakai, tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk
menjawab tantangan ini maka tim dari Pertamina menggunakan teknologi informasi berbasis
jaringan komputer terintegrasi yang disebutenterprise service architecture (ESA). Program yang
3. dijalankan untuk fungsi teknis ini disebut SAP NetWeaver. Keunggulan program yang terdapat dalam
paket mySAP ini adalah menjadikan data lebih informatif, adaptif, user friendly dan real time.
Dengan rencana penggantian SAP R/3 dengan generasi di atasnya yaitu mySAP menjadikan
implementasi IS di Pertamina bukan sekedar pada level support operationalakan tetapi meningkat
pada level decision making system. Sejauh ini rencana penerapan mySAP diharapkan mampu
memberikan data analitis untuk mendukung proses pengambilan keputusan bagi jajaran manajemen
Pertamina. Bukan tidak mungkin ke depan, implementasi ES di Pertamina berada pada level teratas
yaitu level support strategic. Hal ini tentunya selaras dengan tujuan Pertamina untuk menjadi
perusahaan kelas dunia yang saat ini telah dilakukan berbagai upaya dan perbaikan secara bertahap
untuk mencapai hal tersebut.
5. Tantangan yang dihadapi oleh IS Department
Kurang optimalnya pemanfaatan SAP R/3 pada tahun 2003-2006 tentunya menjadi beban
tersendiri bagi tim. Tantangan terberat tentunya adalah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sistem
ES selanjutnya di Pertamina. Terlebih kali ini level adopsi pemanfaatan ES di Pertamina akan naik
setingkat lagi yaitu pada level decision making system.
Tantangan lain adalah semakin berkembangnya tuntutan bisnis dan teknologi informasi.
Berkembangnya kedua hal ini membuat tim harus mampu membawa Pertamina memenuhi tuntutan
bisnisnya yang mungkin juga menuntut adanya perubahan penggunaan ES. Setidaknya tantangan IS
department adalah dapat mengoptimalkan sistem guna memenuhi tuntutan bisnis yang kian
berkembang dengan cepat. Terlebih Pertamina merupakan perusahaan yang memiliki komoditi
usaha strategis berupa minyak bumi. Seperti diketahui bahwa usaha minyak bumi memiliki regulasi
yang ketat dari pemerintah Indonesia di samping fluktuatifnya harga di pasar internasional. Kedua
hal ini tentunya sangat memperngaruhi keputusan bisnis dari Pertamina.
Kesimpulan
Adanya keselarasan antara business process, people dan IT merupakan hal yang mutlak
diperlukan oleh perusahaan agar implementasi ERP berhasil diterapkan. Pertamina telah merasakan
betapa implementasi ERP yang menelan biaya yang sangat besar tidak dapat diterapkan secara
optimal karena belum adanya keselarasan antar ketiga komponen IS tersebut. Belum siapnya
aspek people menjadi kendala utama di Pertamina.
Saran:
Seiring dengan kebutuhan BBM yang semakin meningkat setiap tahunnya di wilayah Indonesia,
maka perlu adanya pengendalian persediaan BBM yang didukung oleh sistem informasi
persediaan barang. Solar dapat terpenuhi dalam arti konsumen merasa puas, di mana pada saat
konsumen membutuhkan BBM pada saat itu pula persediaan mencukupi kebutuhan konsumen
dengan waktu, jumlah dan mutu yang baik atau dalam kata lain tepat waktu, tepat jumlah dan
tepat mutu. Hal tersebut merupakan bagian terpenting dari upaya peningkatan mutu pelayanan
dan persediaan barang. Terutama pada Sistem Informasi SPBU suatu sistem software yang
akan membantu proses operasional dengan menerapkan tertib administrasi pada Pompa SPBU
yang ketat Pencatatan dari data customer, stok minyak, deposit di pertamina, Kupon Customer
dan lain lain. Produk ini custom dan cocok untuk pengelola SPBU . Dilengkapi dengan sistem
pelaporan yang sistematis dan akurat.