Tn. S, laki-laki berusia 60 tahun, dirawat karena sesak napas akut yang meningkat selama satu hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien menderita penyakit paru obstruktif kronik yang stabil sebelumnya.
3. LATAR BELAKANG
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan penyakit
respiratorik kronik yang sering ditemukan, di Indonesia masih
belum ada data yang akurat tentang insiden PPOK.
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut diantaranya
kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas usia 15 tahun 60-70%),
pertambahan penduduk, meningkatnya usia rata-rata penduduk,
industrialisasi dan polusi udara di kota-kota besar.
4. TUJUAN PENULISAN
Penulisan case report ini bertujuan
untuk memahami dan menambah
pengetahuan tentang peyakit paru
obstruktif kronik.
7. DEFINISI
Penyakit
paru yang
dapat
dicegah
dan diobati
hambatan
aliran udara
yang tidak
sepenuhnya
reversible,
bersifat
progresif
respons
inflamasi
paru
terhadap
partikel atau
gas yang
beracun /
berbahaya
Disertai efek
ekstra paru
yang
berkontribusi
terhadap
derajat berat
penyakit
8. PREVALENSI
Masalah Kesehatan
PPOK merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas kronis di seluruh
dunia.
PPOK saat ini merupakan penyebab utama kematian ke empat di dunia, namun
diperkirakan menjadi penyebab utama kematian ke tiga pada tahun 2020.
Lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK pada tahun 2012 dengan
persentase 6% dari semua kematian di seluruh dunia. Secara global beban
PPOK diperkirakan meningkat dalam beberapa decade karena terus terpapar
faktor resiko PPOK
Harapan hidup meningkat
Pajanan faktor risiko meningkat
Penderita
9. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of obstructive
pulmonary disease. National Institute of Health. National Heart, Lung and Blood Institute. Update 2017
Etiologi dan Faktor Risiko PPOK
PPOK Paparan: uap, gas, debu, bahan
bakar,merokok, polusi
Infeksi saluran nafas bawah berulang
Genetik: Homozygous α-1-antitrypsin
deficiency (PiZZ) , heterozygous alpha-
1-antitrypsin deficient (PiMZ)
Faktor awal kehidupan dan masa kanak
penting: IUGR, prematur, perokok second-
hand, polusi
10. PATOGENESIS DAN
PATOFISIOLOGI
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi
utama pada PPOK yang diakibatkan oleh adanya
perubahan yang khas pada saluran nafas bagian
proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru
yang dikarenakan adanya suatu inflamasi yang kronik
dan perubahan struktural pada paru.
14. DIAGNOSIS
Anamnesis
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa
gejala pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal
berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas
berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
15. Pemeriksaan Fisis
Inspeksi
-Pursed - lips
breathing
-Barrel chest
- Penggunaan
otot bantu napas
-Hipertropi otot
bantu napas
-pelneran sela iga
Palpasi
Normal atau
Fremitus
dapat
melemah,
sela iga
melebar
Perkusi
Normal atau
hipersonor
Auskuktasi
- Suara napas
vesikular atau
melemah
- Ronkhi atau
mengi
- Ekspirasi
memanjang
DIAGNOSIS
16. Pemeriksaan rutin
Faal Paru : Spirometri dan Uji bronkodilator
Laboratorium darah : Hb, Ht, trombosit, leukosit dan analisis gas darah.
Radiologi: Hiperinflasi, Hiperlusen, Ruang retrosternal
melebar, Sela iga melebar, Jantung menggantung (jantung
pendulum/tear drop/eye drop appearance).
17. RESIKO EKSASERBASI PPOK
Diagnosis eksaserbasi dapat ditegakkan
berdasarkan peningkatan:
• Sesak nafas
• Produksi Sputum
• Perubahan warna sputum
18. Risiko eksaserbasi dapat ditentukan melalui 3
metode :
Menggunakan spirometri untuk menentukan
derajat GOLD (GOLD 1 dan 2 indikasi risiko
rendah, GOLD 3 dan 4 indikasi risiko tinggi).
Penilaian riwayat serangan dalam 12 bulan
terakhir.
Menetukan satu atau lebih rawatan pada
serangan sebelumnya.
19.
20.
21. DIAGNOSIS BANDING
Asma
SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca tuberculosis)
Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang
ditemukan pada penderita pasca tuberculosis dengan
lesi paru yang minimal.
Pneumotoraks
Gagal jantung kronik
Bronkiektasis
Bronkhitis obliteratif.
22. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan :
• Mengurangi gejala
• Mencegah eksaserbasi berulang
• Memperbaiki dan mencegah penurunan faal
paru
• Meningkatkan kualitas hidup penderita
23. Edukasi : pengetahuan dasar tentang PPOK, obat-
obatan serta manfaat dan efek sampingnya, cara
pencegahan perburukan penyakit, menghindari
eksaserbasi dan pantangan-pantangan yang harus
dihindari
Berhenti merokok
Obat-obatan : bronkodilator, antiinflamasi,
antibiotika, antioksidan, mukolitik,dan antitusif
disesuaikan dengan derajat klinis pasien
PENATALAKSANAAN
24. Terapi Oksigen
Pada PPOK hipoksemia progresif dan
berkepanjangan menyebabkan kerusakan sel dan
jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal
yang sangat penting untuk mempertahankan
oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik
di otot maupun di organ.
25. Indikasi
O2
PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90%
PaO2 55-59 mmHg atau SaO2 >89% disertai kor pulmonal, perubahan P pulmonal, Ht
>55% dan tanda-tanda gagal janutng kanan, sleep apnea, penyakit paru lain.
Terapi oksigen diberikan 1-2 L dengan nasal kanul, lama
pemberian 15 jam/hari.
27. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK karena
bertambahnya energy akibat muskulus respirasi
meningkat akibat hiperkapnia dan hipoksemia
kronik hipermetabolisme.
28. Rehabilitasi
Tujuan : untuk meningkatkan toleransi latihan
dan memperbaiki kualitas hidup penderita
PPOK.
Ditujukan untuk penderita yang telah mendapat
pengobatan optimal dengan gejala pernapasan
berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat,
dan kualitas hidup yang menurun.
31. Kriteria
PPOK
Stabil
tidak dalam gagal napas akut pada gagal napas
kronik
AGD pCO2 <45 mmHg dan pO2 >60
mmHg
Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai
derajar PPOK
Dahak jernih tidak berwarna
Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan
32. Tabel farmakologi tatalaksana PPOK
Grup Pasien
Rekomendasi
utama
Pilihan alternatif
Terapi lain yang
memungkinkan
A
Memiliki beberapa gejala
dan risiko rendah
eksaserbasi
Short acting
antikolinergic
Atau SABA
Long acting antikolinergic
Atau LABA
Atau SABA + SAMA
Teofilin
B
Memiliki gejala lebih
signifikan tetapi risiko
eksaserbasi rendah
LAMA
atau
LABA
LAMA + LABA
SABA dan/atau
SAMA
Teofilin
C
Memiliki beberapa gejala
tapi risiko tinggi
eksaserbasi
ICS + LABA
atau
LAMA
LAMA + LABA
Atau LAMA + pospodiesterase-4
inhibitor atau
LABA + pospodiesterase-4
inhibitor
SABA + SAMA
Teofilin
D
Memiliki banyak gejala
dan risiko tinggi
eksaserbasi
ICS + LABA
dan/atau LAMA
ICS + LABA dan LAMA
Atau ICS + LAMA dan
phospodiesterase-4 inhibitor
Karbosistein
N-asetil sistein
SABA dan/atau
SAMA
Teofilin
34. 1. Diagnosis beratnya eksaserbasi
Gejala : peningkatan sesak, peningkatan produksi sputum,
perubahan warna sputum.
Klasifikasi :
tipe I : 3 gejala diatas
tipe II : 2 positif dari 3 gejala
tipe III : 1 positif dari 3 gejala
Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi akut adalah
mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan
mencegah gagal nafas. Bila telah menjadi gagal nafas
segeera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa
yang perlu diperhatikan :
35. 2. Terapi oksigen adekuat
Tujuan : memperbaiki hipoksemia dan
mencegah keadaan yang mengancam jiwa,
dapat dilakukan di IGD atau di ICU. Sebaiknya
dipertahankan PaO2 >60 mmHg dan SaO2 >90%,
evaluasi ketat hiperkapni.
36. 3. Pemberian obat-obat
a. Bronkodilator
Pemberian bronkodilator di rumah sakit secara
intravena dan nebulisasi. SABA dan/atau tanpa
SAMA biasanya digunakan untuk eksaserbasi.
b. Kortikosteroid
Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan
prednisone 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada
derajat berat diberikan secara i.v.
37. c. Antibiotik
Antibiotik diberikan pada eksaserbasi derajat III,
peningkatan purulensi sputum, dan
membutuhkan ventilasi mekanik. Rekomendasi
pemberian antibiotik 5-10 hari. Pemilihan
antibiotik disesuaikan dengan pola kuman
setempat, pemberian di rumah sakit sebaiknya
per drip atau intravena.
38. f. Kondisi lain yang berkaitan (Monitor balance cairan,
pengeluaran sputum, gagal jantung/aritmia)
g. Evaluasi ketat progresifitas penyakit
d. Nutrisi adekuat
Untuk mencegah starvation yang disebabkan
hiposemi berkepanjangan, dan menghindari
kelelahan otot bantu pernapasan.
e. Ventilasi mekanik
Indikasi : sesak nafas berat >35x/i, kesadaran
menurun, hipoksemi berat PaO2 <50%, asidosis
(pH < 7,25), hiperkapnia PaCO2 > 60 mmH,
komplikasi kardiovaskular.
39. Komplikasi PPOK
• Gagal napas kronik AGD: ,<60 mmHg dan PCO2>60 mmHg dan pH
normal
• Gagal napas akut pada gagal napas kronik
• Infeksi berulang:
• Kor pulmonale:
• PPOK dengan pneumotoraks
41. Identitas Pasien
Nama : Tn.S
Umur : 60 tahun
Jenis kelamisn : Laki-laki
Agama : Islam
Tanggal masuk : 21-11-2019
42. Anamnesis
Keluhan utama:
• Sesak napas sejak ± 1 hari yang lalu sebelum masuk
rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang:
• Sesak napas (+) meningkat sejak 1 hari yang lalu
sebelum masuk RS, menciut (+), tidak dipengaruhi
cuaca, makanan dan emosi. Di luar serangan pasien
tidak dapat beraktivitas seperti biasa. Sesak meningkat
bila beraktifitas. Sesak sudah dirasakan sejak 3 tahun
yang lalu, bersifat hilang timbul. Pasien sudah pernah
di spirometri dengan hasil PPOK. Kontrol teratur ke
RSUD Raden Mattaher Jambi, obat semprot Berotec,
seretide dan Spiriva.
43. • Batuk (+) meningkat sejak 5 hari yang lalu, dahak
berwarna putih kekuningan dan kental.
• Riwayat batuk lama (+)
• Batuk darah (-), riwayat batuk darah (-)
• Nyeri dada (-)
• Demam (+) sejak 5 hari yang lalu, tidak menggigil
dan tidak tinggi
• Keringat malam (-)
• Penurunan nafsu makan (-)
• Penurunan BB (-)
• Mual (+), muntah (-)
• BAK dan BAB tidak ada keluhan
44. Riwayat Penyakit Dahulu:
• Riwayat DM (-)
• Riwayat hipertensi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
• Riwayat OAT dalam kelaurga (-)
• Riwayat DM (-)
• Riwayat HT (-)
Riwayat kebiasaan, sosial, pekerjaan:
• Pasien seorang petani, riwayat merokok 24
batang/ hari, selama 35 tahun (IB berat), berhenti
2 tahun yang lalu.
45. Pemeriksaan Fisik
Vital sign
• Keadaan umum : Sedang
• Kesadaran : Composmentis Cooperatif
• Suhu : 36,8ºC
• Tekanan darah : 130/80 mmHg
• Frekuensi napas : 32x/’
• Frekuensi nadi : 100x/’
• Tinggi badan : cm
• Berat baddan : kg
46. Kepala : Tidak ada kelainan
Mata : Sklera tidak ikterik,
Konjungtiva tidak anemis
Leher
• JVP : 5-0 cmH2O
• Trakea : tidak ada deviasi trakea
• KGB : tidak ada pembesaran KGB
47. Jantung
• Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
• Palpasi : iktus cordis teraba 1 jari lateral
LMCS RIC V
• Perkusi : batas jantung normal
• Auskultasi : Bunyi jantung (+) reguler,
murmur (-)
48. Paru depan (Dada)
• Inspeksi : Statis : simetris kiri dan kanan
Dinamis : pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
• Palpasi : Fremitus kanan sama dengan fremitus kiri
• Perkusi : Sonor
• Auskultasi : Suara napas ekspirasi memanjang, ronkhi (+), wheezing (+)
Paru belakang (Punggung)
• Inspeksi : Statis : simetris kiri dan kanan
Dinamis : pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
• Palpasi : Fremitus kanan sama dengan fremitus kiri
• Perkusi : Sonor
• Auskultasi : Suara napas ekspirasi memanjang, ronkhi (+), wheezing (+).
49. Abdomen
• Inspeksi : distensi abdomen (-)
• Palpasi : nyeri tekan epigastrium
• Perkusi : timpani
• Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia : tidak diperiksa
Ekstremitas : udem -/-, clubbing finger -/-
55. • Seorang pasien laki-laki berumur 60 tahun datang dengan keluhan utama
sesak napas sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Sesak
menciut tidak dipengaruhi oleh emosi, cuaca dan makanan. Di luar
serangan pasien tidak dapat beraktivitas biasa. Sesak meningkat dengan
aktifitas. Riwayat sesak nafas sudah dirasakan ± 3 tahun yang lalu, bersifat
hilang timbul. Pasien sudah pernah dispirometri dengan hasil PPOK.
Kontrol teratur ke RSUD Raden Mattaher dan diberi obat semprot berotec,
serotide, Spiriva.
• Batuk (+) meningkat sejak 4 hari yang lalu dengan dahak putih kekuningan
dan kental. Pasien sebelumnya punya riwayat batuk lama.
• Demam (+) dirasakan sejak 5 hari yang lalu, tidak menggigil dan tidak
tinggi.
• Pasien seorang petani, riwayat merokok 24 batang/ hari, selama tahun,
berhenti 2 tahun yang lalu.
DISKUSI
56. • Dari keluhan diatas dapat dicurigai pasien mengalami
gangguan pada saluran napas dan parenkim paru
karena adanya inflamasi kronik berlebihan akibat
gas/partikel berbahaya yang menyebabkan hilangnya
hubungan antara alveoli dan saluran napas kecil dan
menurun elastisitas rekoil paru sehingga terjadi
keterbatasan aliran udara yang persisten dan progresif.
• Hal ini menimbulkan gejala sesak napas yang
bertambah berat seiring berjalannya waktu (progresif)
dan meningkat dengan aktivitas disertai batuk kronik
berdahak. Gangguan tersebut disebut Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK).
DISKUSI
57. • Gejala sesak napas pada PPOK berhubungan
dengan keterbatasan aliran udara dan air trapping
akibat peradangan, fibrosis, eksudat luminal dalam
saluran udara kecil yang mengakibatkan penurunan
VEP1 (merupakan gejala khas PPOK) dan penurunan
rasio VEP1/KVP. Obstruksi jalan napas perifer
menyebabkan udara terperangkap dan terjadi
hiperinflasi yang mengurangi kapasitas inspirasi
(peningkatan kapasitas residual fugsional, khususnya
selama latihan/hiperinflasi dinamis), akibatnya terjadi
dispnea dan keterbatasan aktivitas latihan.
DISKUSI
58. Pada PPOK juga terjadi ketidakseimbangan
pertukaran gas sehingga terjadi hipoksemia dan
hiperkapnia. Obstruksi jalan napas perifer
mengakibatkan ketidakseimbangan mekanisme
ventilasi-perfusi.
DISKUSI
59. • Gejala lain adalah batuk kronik berdahak. Batuk
merupakan mekanisme refleks untuk menjaga jalan
napas tetap terbuka dengan cara menyingkirkan hasil
sekresi lendir yang menumpuk pada jalan napas. Tidak
hanya lendir yang akan disingkirkan oleh refleks batuk
tetapi juga gumpalan darah dan benda asing. Batuk
merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada
infeksi dan inflamasi saluran napas. Pada PPOK, batuk
kronik berdahak berkaitan dengan metaplasia mukosa
yang meningkatkan jumlah sel goblet dan
membesarnya kelenjar submukosa sebagai respon
terhadap iritasi kronik saluran napas oleh asap
rokok/agen berbahaya lain.
DISKUSI
60. • Inflamasi yang bersifat kronis pada PPOK menyebabkan
kerusakan dan perubahan struktural saluran napas
sehingga terjadi perubahan patologis berupa
peningkatan sel goblet, pembesaran kelenjar
submukosa (keduanya menyebabkan hipersekresi
lendir), metaplasia sel epitel skuamosa, perubahan
saluran napas proksimal (trakea, bronkus diameter >
2mm), perubahan saluran napas perifer (bronkiolus
diameter < 2mm), kerusakan dinding alveolus,
apoptosis sel epitel dan endotel, perubahan struktur
pembuluh darah (penebalan intima, disfungsi sel
endotel, penebalan otot polos/hipertensi pulmonal).
DISKUSI
61. • Pasien memiliki kebiasaan merokok 24
batang/hari selama 35 tahun dengan Indeks
Brinkman berat. Hal ini meningkatkan dugaan
terjadinya PPOK pada pasien, karena rokok
merupakan faktor yang berperan
meningkatkan penyakit PPOK.
DISKUSI
62. • Inhalasi asap rokok dan partikel berbahaya
lain menyebabkan inflamasi saluran napas dan
paru, akibatnya rusak jaringan parenkim,
terjadi emfisema dan mekanisme pertahanan
terganggu, fibrosis saluran napas kecil,
perubahan patologis, lalu udara terperangkap
sehingga terjadi keterbatasan aliran udara.
Pada perokok, sering terjadi dilatasi dan
kerusakan bronkiolus yang mengakibatkan
emfisema sentrilobular.
DISKUSI
63. • Asap rokok juga menghasilkan mediator
inflamasi yang akan menarik sel inflamasi dari
sirkulasi, menguatkan proses inflamasi, dan
mendorong perubahan struktural dan fibrosis
saluran napas.
DISKUSI
64. • Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
sedang dengan kesadaran Composmentis
Cooperatif, suhu 36,8 °C, tekanan darah
130/80 mmHg , frekuensi napas 22 x/menit
pada pasien terjadi takipnea (N:18-20
kali/menit) karena obstruksi saluran napas
sehingga terjadi keterbatasan aliran udara
yang progresif dan persisten, frekuensi nadi
100x/menit.
65. • Pasien tampak dengan ekspirasi memanjang (pursed-
lips breathing), ini merupakan mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 pada gagal napas kronik.
• Pada auskultasi suara napas ekspirasi memanjang,
karena adanya obstruksi jalan napas perifer, akibatnya
udara terperangkap dan terjadi hiperinflasi yang
mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan
kapasitas residual fungsional, khususnya selama
latihan. Ronkhi +/+ karena lewatnya udara melalui
penyempitan saluran napas, inflamasi, atau spasme
saluran napas pada bronkitis, asma, dan PPOK.
Wheezing +/+ kanan dan kiri karena obstruksi jalan
napas (khas pada asma dan PPOK).
66. • Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
ditemukan tanda-tanda eksaserbasi akut PPOK
pada pasien, karena terjadinya perburukan
dibandingkan kondisi sebeumnya yaitu sesak
yang bertambah, sputum bertambah, dan
sputum berubah warna menjadi putih
kekuningan, sehingga pasien dapat
diklasifikasikan ke dalam PPOK eksaserbasi
akut tipe I (eksaserbasi berat)
67. • Pada pemeriksaan laboratorium, tampak
peningkatan leukosit (Leukositosis). Leukosit
adalah bagian dari sistem kekebalan tubuh
yang berperan melindungi diri dari infeksi dan
penyakit. Kerusakan jaringan di tubuh, infeksi,
peradangan, kebiasaan merokok, dapat
meningkatkan jumlah leukosit.
68. • Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi
akut adalah mengatasi segera eksaserbasi dan
mencegah gagal napas.
• Rencana pemeriksaan meliputi spirometri post
bronkodilator saat pasien sudah dalam keadaan
stabil dan kultur sputum. Obstruksi ditentukan
oleh nilai VEP1/KVP (%). Berdasarkan GOLD,
obstruksi pada PPOK terjadi jika VEP1/KVP < 70%.
Kultur sputum bertujuan untuk mengidentifikasi
bakteri spesifik pada sputum dalam membantu
menegakkan diagnosis definitif.
Editor's Notes
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) <75 %
APE meter, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <20% nilai awal dan < 200 ml.
LAMA: Long Acting Muscarinic Agent
LABA: Long Acting Beta Agonist
SABA: Short Acting Beta Agonist
SAMA: Short Acting Muscarinic Agent