Dokumen tersebut membahas hasil evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Sulawesi Tenggara dari tahun 2004-2008. Provinsi ini memiliki potensi sumber daya alam yang besar namun masih dihadapai permasalahan tingginya jumlah pengangguran dan kemiskinan, serta keterbatasan sarana infrastruktur seperti jalan dan transportasi laut. Upaya pemerintah provinsi meliputi peningkatan pendapatan masyarakat melalui pengembangan pertan
2. BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pembangunan nasional, pada hakekatnya pembangunan daerah adalah upaya
terencana untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa
depan daerah yang lebih baik dan kesejahteraan bagi semua masyarakat. Hal
ini sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun 2004 yang menegaskan bahwa
Pemerintah Daerah diberikan kewenangan secara luas untuk menentukan
kebijakan dan program pembangunan di daerah masing-masing.
Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 dilaksanakan untuk
menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang
waktu 2004-2008. Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah
pembangunan daerah telah mencapai tujuan/sasaran yang diharapkan dan
apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari pembangunan daerah tersebut.
Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan informasi penting yang
berguna sebagai alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil
kebijakan pembangunan dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa
yang telah dilakukan sebelumnya.
Hasil evaluasi digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai
kondisi lokal guna mempertajam perencanaan dan penganggaran
pembangunan pusat dan daerah periode berikutnya, termasuk untuk
penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Dekonsentrasi
(DEKON).
.
1.2. Tujuan dan Keluaran
Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) Tahun 2009 bertujuan untuk :
1. menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang
waktu 2004-2008.
2. melihat apakah pembangunan daerah Sulawesi Tenggara telah mencapai
tujuan/sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan
manfaat dari pembangunan tersebut.
3. secara kuantitatif akan memberikan informasi penting yang berguna sebagai
alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan
Laporan Akhir EKPD 2009 1
3. pembangunan dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang
telah dilakukan sebelumnya.
4. memberikan rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi daerah Sulawesi
Tenggara guna mempertajam perencanaan dan penganggaran
pembangunan pusat dan daerah periode berikutnya, termasuk untuk
penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Dekonsentrasi
(DEKON).
Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD 2009 meliputi:
1. Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan di provinsi
Sulawesi Tenggara
2. Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan di provinsi
Sulawesi Tenggara sesuai sistematika yang telah ditentukan.
1.3. Metode Evaluasi
Evaluasi kinerja Daerah (EKPD) menggunakan pendekatan diskripsi
kuantitatif, yaitu menjelaskan dan menggambarakan fenomena-fenomena
secara rinci dan jelas sesuai dengan fakta yang sesungguhnya dan dedukung
oleh data hasil pengamatan yang akurat. Dalam kegiatan EKPD ada beberapa
indicator kinerja yang menjadi focus kajian, yaitu indikator dampak (impacts)
yang didukung melalui pencapaian 5 kategori indikator hasil (outcomes) terpilih.
Pengelompokan indikator hasil serta pemilihan indikator pendukungnya,
dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:
• Specific, atau indikator dapat diidentifikasi dengan jelas;
• Relevant: mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis antara target
output dalam rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta antara
target outcomes dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan;
Pengelompokan 5 kategori indikator hasil (outcomes) yang
mencerminkan tujuan/sasaran pembangunan daerah meliputi:
(1) Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi.
(2) Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia.
(3) Tingkat Pembangunan Ekonomi.
(4) Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam.
(5) Tingkat Kesejahteraan sosial.
Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok
indikator hasil adalah sebagai berikut:
Laporan Akhir EKPD 2009 2
4. (1) Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih
yang memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil
(outcomes).
(2) Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator
pendukung dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase.
(3) Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak
dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.
(4) Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna
negatif, maka sebelum dirata-ratakan dikonversikan terlebih dahulu menjadi
(100%) – (persentase pendukung indikator negatif). Sebagai contoh adalah
nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin tinggi, maka
kesejahteraan sosialnya semakin rendah.
(5) Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil
dibagi jumlah dari penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya).
Penilaian kinerja pembangunan daerah menggunakan pendekatan
Relevansi dan Efektivitas. Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana
tujuan/sasaran pembangunan yang direncanakan mampu menjawab
permasalahan utama/tantangan. Relevansi pembangunan daerah dilihat apakah
tren capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari capaian
pembangunan nasional. Efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat
kesesuaian antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang
diharapkan. Efektivitas pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian
pembangunan daerah membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
pengumpulan data dan informasi, teknik yang digunakan dapat melalui:
1. Pengamatan langsung : Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai
subjek dan objek pembangunan di daerah, diantaranya dalam bidang sosial,
ekonomi, pemerintahan, politik, lingkungan hidup dan permasalahan lainnya
yang terjadi di wilayah provinsi terkait.
2. Pengumpulan Data Primer : Data diperoleh melalui FGD dengan pemangku
kepentingan pembangunan daerah. Tim Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator
rapat/diskusi dalam menggali masukan dan tanggapan peserta diskusi.
3. Pengumpulan Data Sekunder : Data dan informasi yang telah tersedia pada
instansi pemerintah seperti BPS daerah, Bappeda dan Satuan Kerja
Perangkat Daerah terkait.
Laporan Akhir EKPD 2009 3
5. 1.4. Sistimatika Penulisan
Sistimatika penulisan laporan kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan
Dearah 2009 disusun sebagai berikut ;
1. Sitematikan Penulisan Laporan Akhir
Kata Pengantar (ditandatangani oleh Rektor PTN)
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Tujuan
1.2 Keluaran
1.3 Metodologi
1.4 Sistematikan Laporan Akhir
BAB II. HASIL EVALUASI
2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI
2.1.1. Capaian Indikator
2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.1.3. Rekomendasi Kebijakan
2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
2.2.1. Capaian Indikator
2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.2.3. Rekomendasi Kebijakan
2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI
2.3.1. Capaian Indikator
2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.3.3. Rekomendasi Kebijakan
2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
2.4.1. Capaian Indikator
2.4.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.4.3. Rekomendasi Kebijakan
2.5. TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT
2.5.1. Capaian Indikator
2.5.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.5.3. Rekomendasi Kebijakan
BAB III. KESIMPULAN
LAMPIRAN
Laporan Akhir EKPD 2009 4
6. BAB II.
HASIL EVALUASI
Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi di Kawasan
Timur Indonesia berada dalam Wilayah Pulau Sulawesi. Posisi Provinsi Sulawesi
Tenggara cukup strategis, yaitu berada pada episentrum Kawasan Timur Indonesia
dan dilalui alur transportasi laut internasional antara Samudra Fasifik dan Samudra
India. Posisi strategis ini, secara geografis di dukung pula luas wilayah, yang
sebagian besar berupa lautan (maritim) sekitar 72 persen, dan sisanya berupa
wilayah daratan (kontinental). Wilayah maritim akan dikembangkan dengan
memanfaatkan sumberdaya kelautan secara optimal dengan tetap memperhatikan
konsepsi pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan kelestarian
daya dukung lingkungan. Kekayaan laut dan budaya yang terkandung di dalam
wilayah maritim ke depan diharapkan akan dapat memberikan kontribusi pada
peningkatan kesejahteraan rakyat Provinsi Sulawesi Tenggara.
Sementara itu, wilayah daratan dikembangkan dengan memperhatikan
potensi yang telah ada, yaitu dengan mengembangkan sektor pertanian dalam arti
luas dengan menerapkan berbagai teknologi yang dapat meningkatkan produksi dan
produktivitas serta pelestarian plasma nutfah. Pertanian, kelautan dan perikanan
sampai saat ini memberikan kontribusi terbesar pada nilai Pendapatan Domestik
Regional Bruto (PDRB), yang sekaligus membentuk struktur ekonomi Sulawesi
Tenggara.
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara adalah jumlah pengangguran dan masyarakat miskin yang masih tinggi.
Penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Tenggara secara absolut masih tergolong
cukup besar mencapai 23% sehingga upaya-upaya penanganan penduduk miskin ini
menjadi perhatian pemerintah. Terkait dengan penduduk miskin, pemerintah
memberikan perhatian yang besar, terutama terkait dengan upaya-upaya
peningkatan pendapatan melalui pengembangan kebijakan revitalisasi pertanian,
pengembangan infrastruktur dibidang pertanian, penyediaan modal, pemasaran,
penerapan teknologi dan pengembangan perdagangan dan industri yang berbasis
hasil-hasil pertanian. Kebijakan ini juga harus mewarnai kebijakan Pembangunan
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, terutama pada upaya peningkatan
kesejahteraan rakyat dan akses pada pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Laporan Akhir EKPD 2009 5
7. Pada tahun 2006 jumlah penduduk yang termasuk kategori Angkatan Kerja
sebanyak 924.763 jiwa, sedangkan jumlah Angkatan Kerja tersebut yang bekerja
sebanyak 835.322 jiwa dan yang sedang mencari pekerjaan sebanyak 89.441 jiwa
atau sekitar 9,67 % dari jumlah Angkatan Kerja. Angka ini menunjukkan bahwa
tingkat pengangguran di Sulawesi Tenggara masih relatif tinggi.
Permasalahan lain adalah ketersedian sarana infrastruktur jalan yang masih
terbatas. Pada tahun 2007, total panjang jalan di Provinsi Sulawesi Tenggara
mencapai 7.785,62 Km yang terdiri dari Jalan Negara sepanjang 1.293,87 Km, Jalan
Provinsi sepanjang 488,80 Km, Jalan Kabupaten sepanjang 6.002,95 Km.
Berdasarkan peranannya, Jalan Negara dan Jalan Provinsi sepanjang 1.782,67 Km
terdiri dari Jalan Arteri sepanjang 434,31 Km, Jalan Kolektor-1 sepanjang 854,56 Km
dan serta Jalan Kolektor-2 sepanjang 488,80 Km. Permasalahan jalan yang utama
adalah terbatasnya jaringan jalan serta belum memadainya daya dukung dan
dimensi jalan sehingga kurang mampu mengimbangi pesatnya arus angkutan.
Demikian juga Permasalahan tranportasi laut yang ada belum memadai karena
belum lengkapnya prasarana pelabuhan dan kondisi angkutan lanjutan relatif yang
belum mendukung.
Masa depan Provinsi Sulawesi Tenggara akan sangat ditentukan oleh
kemampuan masyarakat dan aparatur daerah melihat dan mengemas berbagai
peluang pembangunan ke dalam rencana-rencana pembangunan, baik Rencana
Jangka Pendek, Rencana Jangka Menengah maupun Rencana Jangka Panjang.
Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya akan dihadapkan beberapa tantangan,
antara lain;
1). Di bidang kependudukan tantangan untama adalah pertumbuhan penduduk
yang menunjukkan adanya percepatan laju pertumbuhan penduduk yang cukup
signifikan, misalnya pada yang periode tahun 2005 – 2006 yang sebesar 2,10
persen, kondisi ini perlu mendapat perhatian kaitannya dengan upaya
peningkatan angka pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Tenggara atau
dengan kata lain bagaimana menyeimbangkan tingkat pertumbuhan penduduk
dengan angka pertumbuhan ekonomi.
2. Di bidang Ekonomi dan sumberdaya alam, tantangan utama adalah tumbuh dan
berkembangnya ruko-ruko serta semakin banyaknya potesi sumberdaya alam
sudah mulai dikenal masyarakat yang memerlukan pengelolaan secara optimal
untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Laporan Akhir EKPD 2009 6
8. 3. Dibidang politik dan demokrasi, tantangan utama adalah tingginya kesadaran
masyarakat dalam berpolitik dan semakin terbukanya pemikiran masyarakat
dalam mengemukakan pendapat, masukkan dan bahkan kritikan terhadap
proses penyelenggaraan pembangunan
4. Dibidangan pendidikan yang menjadi tantangan utama adalah menjamurnya
tempat-tempat kursus, sekolah akademik, Sekolah Tinggi dan perguruan tinggi
Swasta yang menawarkan pelayanan yang prima.
5. Dibidang pemerintahan yang menjadi tantangan utama adalah berkembangnya
pemekaran kabupaten/kota sebagai daerah otonom baru, yang harus diserta
peningkatan penyediaan sarana dan prasarana pelayanan dasar kepada
masyarakat/publik dan ketersedian sumberdaya aparatur yang memenuhi
kapasitas yang dibutuhkan dalam mengisi struktur pemerintahan yang
kenyataannya masih sangat terbatas.
Memperhatikan kondisi saat ini, tantangan yang dihadapi, dan prediksi
kondisi umum daerah serta visi dan misi pembangunan yang telah dirumuskan maka
tujuan pembangunan daerah provinsi Sulawesi Tenggara kedepan adalah:
1. Mewujudkan manusia Sulawesi Tenggara yang religious, tangguh, berdayasaing
dan mandiri
2. Mewujudkan pendidikan masyarakat Sulawesi Tenggara yang berkualitas
dengan biaya yang terjangkau
3. Mewujudkan masyarakat Sulawesi Tenggara yang sehat baik jasmani maupun
rohani
4. Mewujudkan perekonomian Sulawesi Tenggara yang tangguh berbasis pada
potensi daerah/lokal.
5. Mewujudkan tata kelolah pemerintahan Sulawesi Tenggara yang baik, bersih
dan transparan.
Untuk mengetahui sejauh mana permasalahan dan tantangan pembangunan
di Provinsi Sulawesi Tenggara dapat teratasi serta tujuan pembangunan di Sulawesi
tenggara telah tercapai, maka dipandang perlu melakukan pengawasan dan
evaluasi pada beberapa indicator hasil (outcome) yang mencerminkan
tujuan/sasaran pembangunan daerah yang secara rinci diuraikan sebagai berikut ;
Laporan Akhir EKPD 2009 7
9. 2.1. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi
2.1.1. Capaian Indikator
Pelayanan Publik
Tingkat pelayanan publik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
pada dasarnya merupakan wujud pelaksanaan fungsi, tugas dan tanggung
jawab pemerintah daerah. Tingkat pelayanan publik dalam implementasi
kebijakan otonomi daerah dapat diukur melalui sejumlah indikatror yang
tercakup dalam dimensi-dimensi/karakteristik konsep ‘good governance”.
Indikator utama yang dijadikan rujukan dalam mengevalusi kinerja
pemerintah daerah di bidang pelayanan publik adalah: (1) Persentase jumlah
kasus korups yang tertangani dibandingkan dengan jumlah yang dilaporkan; (2)
Persentase jumlah aparat pemerintah daerah yang berijazah minimal S-1; (3)
Persentase jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan
satu atap. Ketiga indikator tersebut adalah merupakan bagian dari karakteristik
konsep good governance yang telah ditekankan oleh pemerintah untuk menjadi
landasan utama dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik di tingkat pusat
maupun di tingkat daerah. Bahkan ditekankan dalam konsep reformasi
administrasi/reformasi birokrokarasi bahwa keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan daerah dalam konteks otonomi daerah, dapat diukur dari
keberhasilan pemerintah daerah dalam menerapkan konsep good governance
dengan sembilan karakteristiknya, yaitu: participation, rule of low, transparancy,
responsiveness, consensus orientation, equity, efficiency and effektiveness,
accountability, strategic vision (Mardiasmo, 2002; Dwiyanto, 2006).
Berkaitan dengan itu, sasaran yang hendak dicapai oleh Pemerintah
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam bidang pelayanan publik untuk kurun
waktu 2004-2009 meliputi berbagai dimensi : (a) berkurangnya secara nyata
praktek korupsi pada birokrasi dan dimulai pada tataran pejabat yang paling
atas; (b) terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksana pemerintahan
yang bersih, effisien, efektif, transparan, profesional dan akuntabel; (c)
terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang sifatnya diskriminatif terhadap
warga negara, kelompok atau golongan masyarakat; (d) terwujudnya
peningkatan kapasistas aparatur pemerintah daerah melalui peningkatan dan
pengembangan pendidikan formal dan pendidikan informal; (e) tercitanya
mekanisme pelayanan birokrasi pemerinahan daerah yang lebih efektif, efisien,
Laporan Akhir EKPD 2009 8
10. trensparan dan ekuntabel melalui sistem pelayanan satu atap yang mempunyai
kekuatan hukum dakam bentuk Peraturan Daerah (Perda).
Komitmen pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Tenggara untuk
memberantas tindak pidana korupsi sebagaimana yang ditetapkan dalam
rencana strategis daerah (Renstrada) untuk dicapai dalam kurun waktu 2004 –
2009, ternyata belum dapat diwujudkan sesuai dengan harapan. Terdapat
berbagai kendala sebagai masalah utama yang dihadapi dalam upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi di daerah ini. Kendala-kendala yang
paling menonjol antara lain : (a) Masih kurangnya dukungan masyarakat dalam
memberi keterangan atau kesaksian dalam upaya mengungkap kaasus tindak
pidana korupsi di daerah. Hal ini disebabkan oleh perlindungan saksi yang
belum menjamin keamanan para saksi. (b) Masyarakat cenderung menghindar
untuk menjadi saksi karena tidak mau direpotkan untuk dimintai keterangan oleh
petugas seiap saat dubutuhkan. Masyarakat beranggapan lebih bermanfaat
menekuni pekerjaannya sehari-hari, daripada membuang-buang waktu untuk
memberi kesaksian kepada petugas; (c) Kemampuan petugas penyidik yang
masih terbatas sehingga pembuktian secara hukum atas suatu kasus, kadang-
kadang memakan waktu yang cukup lama, bahkan ada yang di SP3-kan karena
dianggap tidak cukup bukti; (d) Belum transparannya penanganan kasus-kasus
korupsi yang melibatkan para pejabat baik eksekutif maupun legislatif, sehingga
rasa percaya masyarakat terhadap penegak hukum semakin merosot di daerah
ini; (e) Para elit pemerintahan dan elit politik belum memperlihatkan keteladanan
dalam pencitraan aparatatur yang bersih dan berwibawa; (f) Secara yuridis
formal, undang-undang mengharuskan bahwa alat bukti atas suatu kasus tindak
pidana korupsi, harus lebih dari satu. Ini juga merupakan kendala, sebab
walupun pembuktian sudah cukup kuat tetapi baru satu alat bukti, ternyata
belum memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke tingkat penuntutan/peradilan.
Selanjutnya, komitmen Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
untuk meningkatkan kapasitas aparaturnya, secara bertahap telah dapat
diwujudkan, sehingga dalam kurun waktu 2004-2009 telah memperlihatkan
pengaruh yang cukup berarti terhadap perbaikan dan peningkatan kualitas
pelayanan publik di daerah ini. Masalah untama yang dihadapi sehingga
capaian indikator ini belum optimal sesuai dengan target dan sasaran yang telah
ditetapkan melalui rencana strategis daerah (Renstrada) adalah:(1) masih
terbatasnya anggaran pengembangan kapasitas aparatur yang mampu
Laporan Akhir EKPD 2009 9
11. disedakan setiap tahunnya. (2) Masih terbatsnya jumlah tenaga tetap yang
memiliki kemampuan teknis profesional pada setiap unit kerja.
Sedangkan komitmen pemerintah di daerah ini untuk semakin meperbaiki
dan meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui pelayanan satu atap, juga
semakin menunjukkan kemajuan yang cukup berarati. Hal ini ditandai dengan
semakin bertambahnya jumlah kabupaten/kota yang telah memiliki sistem
pelayanan satu atap yang diformalkan melalui peraturan daerah dari tahun ke
tahun dalam kurun waktu 2004-2009. Adapun masalah utama yang dihadapi
oleh pemerinatah daerah kabupaten/kota dalam mewujudkan pelayanan satu
atap, adalah keterbatasan sumber daya manusia aparatur yang memiliki
kemampuan teknis profesional.
Untuk mengukur keberhasilan Pemerintah Daerah Provinsi Sualwesi
Tenggara dalam bidang pelayanan publik selama lima tahun terakhir (2004-
2009) dapat ditelusuri melalui capaian indikator sebagai berikut: (1) Persentase
jumlah kasus korups yang tertangani dibandingkan dengan jumlah yang
dilaporkan; (2) Persentase jumlah aparat pemerintah daerah yang berijazah
minimal S-1; (3) Persentase jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki peraturan
daerah tentang pelayanan satu atap.
Berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai kantor/instansi yang
terkait, dapat diketahui bahwa melalui tiga indikator pelayanan publik yang
dijadikan sebagai rujukan dalam evaluasi kinerja Pemerintah Daerah Provinsi
Sulawesi Tenggara selama kurun waktu 2004-2005, telah terjadi peningkatan
pelayanan publik dan peningkatan ini telah sejalan dengan target dan sasaran
pembangunan yang telah ditetapkan oleh oleh pemerintah daerah. Namun
disadari bahwa capaian indikator tersebut belum terwujud secara optimal
berdasarkan target pemerintah daerah yang ditetapkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daereah (RPJMD) 2004-2009 dan masih
dibawah dari target pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009.
Data yang diperoleh dalam tahap evaluasi akhir menunjukkan capaian dari
setiap indikator pelayanan publik di daerah ini yang selengkapnya dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Pertama: Persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan
dengan jumlah yang dilaporkan. Keberhasilan capaian indikator pemberantasan
tindak pidana korupsi, sangat ditentukan oleh beberapa faktor penentu antara
Laporan Akhir EKPD 2009 10
12. lain : (a) Kemandirian lembaga peradilan dalam penanganan kasus-kasus
korupsi; (b) Tidak adanya disikriminasi dalam penaganan kasus tindak pidana
korupsi; (c) Transparansi dalam proses penanganan kasus tindak pidana
korupsi; (d) Terciptanya rasa keadilan masyarakat dalam penanganan dan
putusan-putusan yang ditetapkan oleh lembaga perdilan. Berdasarkan data
yang diperoleh dalam tahapan evaluasi kinerja Pemerintah Daerah Provinsi
Sulawesi Tenggara selama kurun waktu 2004-2009, secara nyata ada
peningkatan upaya penegakan hukum khususnya penaganan tindak pidana
korupsi yang secara fungsional ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi
Tenggara. Peningkatan upaya penegakan hukum yang dimaksud dapat dilihat
dari beberapa indikator yang dikemukakan itu. Peningkatan tersebut sejalan
dengan target dan sasaran yang ditetapkan oleh pihak pemerintah daerah.
Namun demikian dalam kenyataannya capaian indikator-indikator itu secara
umum belum sesuai dengan target yang ditetapkan oleh pihak Pemerintah
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dan juga belum sesuai dengan target
nasional. Data capaian dari setiap faktor penentu keberhasilan pemberantasan
tindak pidana korupsi di Daerah Provinsi Sukawesi Tenggara dapat dilihat
sebagai berikut :
a) Faktor kemandirian lembaga peradilan dalam penanganan kasus tindak
pidana korupsi memperlihatkan tanda yang positif. Protes dan teriakan
masyarakat yang ditujukan pada lembaga peradilan karena disinyalir adanya
intervensi pihak penguasa, ternyata semakin berkurang dari tahun ke tahun
dalam kurun waktu 2004-2009. Hal tersebut tidak terlepas dari komitmen
Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara untuk menciptakan aparatur di daerah
ini yang bersih dan berwibawa.
b) Faktor diskriminasi penanganan kasus tindak pidana korupsi pada tahap
penyidikan oleh pihak kejaksaan tinggi masih tetap mewarnai masmedia di
daerah ini. Penanganan kasus korupsi dengan modus gratifikasi yang
melibatkan mantan Walikota Kendari dan Wakil Walikota Kendari yang
diproses sejak tahun 2008, memperlihatkan adanya diskriminasi. Kasus
gratifikasi mantan walikota yang nilainya lebih besar, tersendat-sendat,
sangat lamban dan mengundang keterlibatan massa demonstran untuk
menekan pihak kejaksaan agar serius menangani kasus gratifikasi mantan
Walikota Kendari. Sebaliknya kasus gratifikasi mantan Wakil Wakil Walikota
Kendari yang nilainya lebih kecil, ternyata berjalan lebih cepat sampai
Laporan Akhir EKPD 2009 11
13. penahanan pada rumah tahanan (Rutan) Kelas II Kendari (Kendari Pos, 30
Oktober 2009). Demikian pula dugaan kasus korupsi Bupati Bombana yang
melibatkan anaknya (Haikal Atikurrahman) sudah dilaporkan oleh berbagai
kompenen masyarakat Bombana disertai bukti-bukti awal adanya dugaan
korupsi APBD sebesar 7,6 milyar, ternyata sampai saat ini belum ada
kejelasan sehingga pihak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara mendapat
tekanan berupa unjuk rasa dari salah satu komponen masyarakat
Kabupaten Bombana yaitu Komite untuk Demokrasi, Keadilan dan
Transparansi Anggaran (Kendari Pos, 27 Oktober 2009)
c) Faktor transparansi dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi oleh
aparat penegak hukum pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, masih
memperlihatkan adanya indikasi yang tidak transparan. Data yang
dikumpulkan memperlihatkan bahwa laporan yang diterima oleh pihak
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara dari berbagai komponen masyarakat
tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh beberapa
Bupati Kepala Daerah selama kurun waktu 2009, antara lain Bupati Konawe,
Bupati Konawe Selatan, Bupati Bombana dan Bupati Buton Utara, ternyata
belum ada kejelasan status penanganannya sampai saat ini (Antara lain
Kendari Pos, 27 Oktober 2009).
d) Faktor rasa keadilan masyarakat dalam penanganan dan pemberian putusan
putusan oleh lembaga peradilan di Daerah Sulawesi Tengagra, kelihatan
masih menjadi sorotan masyarakat di daerah ini. Kasus dugaan korupsi
APBD tahun 2007-2008 sebesar Rp. 7,6 milyar yang melibatkan Haikal
Atikurrahman (anak kandung Bupati Bombana), diduga bahwa pihak
Kejaksaan Tinggi Sualwesi Tenggara tengah mengurus Surat Penghentian
Penyidikan Perkara (SP3). Dengan data korupsi yang begitu besar itu, dan
seharusnya menjadi hak-hak masyarakat melalui pelayanan publik yang
dituangkan dalam APBD Kabupaten Bombnana tahun 2007-2008, diduga
diselewengkan untuk memperkaya diri sendiri oleh Bupati Bombana yang
melibatkan anaknya (Kendari Pos, 27 Oktober 2009).
Untuk menilai kinerja pemberantasan tidak pidana korupsi di Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara selama kurun waktu lima tahun (2004 – 2009)
dapat dilihat melalui penyajian data berikut ini, dengan membandingkan antara
jumlah kasus yang diporkan kepada pihak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara,
Laporan Akhir EKPD 2009 12
14. dengan jumlah kasus yang ditangani sampai pada tingkat penyidikan dapat
dilihat pada Tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Persentase Kasus Tindak Pidana Korupsi pada Kejaksaan Tinggi
Sulawesi Tenggara dan Nasional yang ditangani dibanding dengan
yang dilaporkan dalam kurun waktu 2004-2008
Kasus Tindak Pidana Korupsi Trend Jumlah Kasus Tindak
Tahun yang ditangani Pidana Korupsi
Sultra Nasional Dilaporakan Ditangani
2004 69.44 97.00 - -
2005 71.43 97.00 -0.03 0.00
2006 44.44 94.00 0.38 0.03
2007 60.00 94.00 -0.35 0.00
2008 78.26 94.00 -0.30 0.00
Sumber : Kejaksaan Tinggi Sultra dan Bappenas tahun 2009
Trend perkembangan jumlah kasus tindak pidana korupsi yang ditangani
dibandingkan dengan jumlah dilaporkan kepada pihak Kejaksaan Tinggi
Sulawesi Tenggara selama lima tahun terakhir (2004-2009) dapat dilihat melalui
grafik yang disajikan berikut ini :
120 0.6
100 0.4
80
0.2
60
0
40
20 -0.2
0 -0.4
2004 2005 2006 2007 2008
Persentase Kasus Tindak Pidana Korupsi yang di
Tangani di Sultra
Persentase Kasus Tindak Pidana Korupsi yang di
Tangani Nasional
Tren Provinsi
Tren Nasional
Gambar 1. Tren Persentase Kasus Tindak Pidana Korupsi yang di tangani
oleh pengadilan Sultra dan Nasional Kurun Waktu 2004-2009
Berdasarkan trend perkembangan kasus tindak pidana korupsi tersebut,
dapat dijelaskan bahwa kinerja pelayanan publik pada bidang pemberantasan
tindak pidana korupsi di Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara selama lima tahun
Laporan Akhir EKPD 2009 13
15. terakhir (2004-2009) mengalami fluktuasi turun naik yang dapat dikelompokkan
menjadi 2 kategori kinerja sebagai berikut:
(1) Dari tahun 2004 mengalami penurunan secara terus menerusi selama 3
tahun berturut-turut (2005, 2006, 2007).
(2) Kemudian mengalami peningkatan kembali mulai dari tahun 2008 sampai
dengan tahun 2009.
Kedua: Persentase jumlah aparat pemerintah daerah yang berijazah
minimal S-1. Data yang diperoleh dari berbagai kantor/instansi yang terkait
memperlihatkan bahwa jumlah aparat Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara yang berijazah minimal S-1 dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini
(2004-2009) sudah tergolong cukup memadai dan sejalan dengan rencana
strategis daerah yang dituangkan dalam Renstrada tahun 2004-2009. Oleh
karena itu, secara umum dapat dikatakan bahwa capaian indikator ini sudah
sejalan dengan target dan sasaran yang telah ditetapkan melalui RPJMD 2004-
2009 oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, namum belum
mencapai target dan sasaran secara optimal. Disadari sesungguhnya bahwa
capaian indikator ini masih dibawah dari target dan sasaran nasional
sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2004-2009. Berbagai faktor penentu yang berpengaruh
terhadap capaian indikator ini, dapat dijelaskan menurut data yang diperoleh
dari kantor/instansi yang terkait sebagai berikut :
(1) Masih terbatasnya anggaran pengembangan kapasitas aparatur yang
mampu dialokasikan setiap tahunnya, sehingga jumlah aparat (pegawai)
yang dapat diikutkan dalam program pengembangan kapasitas melalui
penyediaan anggaran program pemngembangan kemampuan sumber daya
aparatur, juga masih terbatas. Di lain sisi, organisasi Pemerintah Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara yang terdiri dari 3 (tiga) sekretariat, 14 (empat
belas) dinas, 10 (sepuluh) badan dan 4 (empat) kantor, membutuhkan
tenaga yang memiliki kemampuan profesional dengan basis pendidikan
minimal S-1. Sejalan dengan itu, program pengembangan sumber daya
aparatur yang dilakukan oleh pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara telah menunjukkan hasil yang cukup memadai. Penomena untuk
tahun 2006 menunjukkan bahwa jumlah pegawai di lingkungan organisasi
Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara sebanyak 5.396 orang,
Laporan Akhir EKPD 2009 14
16. hanya 1.025 orang (19%) yang berpendidikan minimal S1. Ini berarti bahwa
yang berpendidikan di bawah dari S1 mencapai jumlah 4.371 orang (81%)
dari total pegawai. Demikian pula penomena tahun 2007 menunjukkan
bahwa jumlah pegawai tetap pada organisasi Pemerintahan Provinsi
Sulawsi Tenggara sebanyak 6.737 orang atau naik sebesar 19% dari total
pegawai pada tahun 2006. Jumlah pegawai yang berpendidikan minimal S-
1 pada tahun 2007 sebanyak 2.381 orang atau 24 % dari jumlah pegawai
seluruhnya. Ini beratri bahwa yang berpendidikan dibawah dari S-1 masih
mendominasi (76%) dari jumlah pegawai pada organisasi pemerintah di
daerah Provinsi Sulawesi Tenggara. Data menunjukkan bahwa telah terjadi
perkembangan yang cukup signifikan tentang jumlah aparat pemerintah
daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang berijazah minimal S-1 selama
kurun waktu 2004-2009 sebagai berikut: Tahun 2004 sebanyak 12% ;
Tahun 2005 sebanyak 15 %; tahun 2006 sebanyak 19%; tahun 2007
sebanyak24%; tahun 2008 sebanyak 29%, dan tahun 2009 sebanyak 33%.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ;
Tabel 2. Persentase Aparat Pemerintah Daerah Provinsi Sultra yang
Berijazah Monimal S-1 tahun 2004-2009
Persentase Aparat Pemerintah Trend Persentase Aparat
Daerah Provinsi Sultra yang Pemerintah Daerah Provinsi
Tahun Berijazah Monimal S-1 Sultra yang Berijazah Monimal
S-1
Sultra Nasional Sultra Nasional
2004 12 29.9 - -
2005 15 31 -0.25 -0.04
2006 19 31.93 -0.27 -0.03
2007 24 30.6 -0.26 0.04
2008 29 30.99 -0.21 -0.01
Sumber : Kantor Sekretariat Daerah Sultra dan Bappenas tahun 2009
(2) Masih terbatasnya jumlah tenaga tetap pada setiap unit kerja, sehingga
pemberian kesempatan pengembangan kapasitas aparatur melalui jalur
pendidikan formal, hanya dalam bentuk izin belajar, dalam arti pegawai
hanya diizinkan meninggalkan tugas pada jam-jam perkuliahan. Selebihnya
tetap digunakan untuk mengerjakan tugas-tugas pada unit kerjanya
masing-masing. Kondisi kepegawaian pada tahun 2007 menyebabkan
membengkaknya jumlah tenaga kontrak yang mencapai 507 orang, dan
meningkat menjadi 1.834 orang pada tahun 2008.
Laporan Akhir EKPD 2009 15
17. Ketiga: Persentase jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki peraturan
daerah pelayanan satu atap. Terbatasanya jumlah sumber daya manusia
aparatur yang memiliki kemampuan teknis profesional pada organisai
pemerintah daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara
merupakan salah satu faktor yang menghambat proses terwujudnya sistem
pelayanan satu atap di setiap daerah kabupaten/kota.
Namun demikian, berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan
dalam rangka evaluasi ini memperjelas bahwa pelaksanaan pelayanan satu
atap oleh daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara
dilaksanakan sesuai dengan kondisi kemampuan dan ketersediaan sumber
daya manusia di setiap daerah kabupaten/kota. Perkembangan jumlah daerah
kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara dipicu oleh oleh kebijakan politik
berupa pemekaran daerah otonom sejak tahun 2005. Data menunjukkan dari 1
Daerah Kota dan 4 Daerah Kabupaten pada tahun 2001, kini menjadi 2
Daerah Kota dan 8 Daerah Kabupaten pada tahun 2005. Selanjutnya pada
tahun 2006 menjadi 2 Daerah Kota dan 10 Daerah Kabupaten setelah
Kabupaten Konawe Utara dan Buton Utara ditetapkan sebagai Daerah Otonom
Masalah utama yang dihadapi dalam upaya mengefektifkan sistem
pelayanan satu atap pada setiap daerah kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi
Tenggara berdasarkan data/informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini,
adalah belum adanya komitmen para kepala daerah yang disebabkan oleh
adanya tarik-menarik kepentingan para kepala dinas/kantor/badan yang terkait
dengan sistem pelayanan satu atap.
Selanjunya data yang menunjukkan capaian indikator ini tergambar
melalui trend perkembangan jumlah kabupaten kota yang menerpkan sistem
pelayanan satu atap yang dituangkan dalam peraturan daerah. Data yang
diperoleh memperlihatkan bahwa jumlah daerah kabupaten/kota yang memiliki
perda pelayanan satu atap di Provinsi Sulawesi Tenggara, baru terbatas pada
2 kota, yaitu Kota Kendari dan Kota Bau-Bau dengan penjelasan sebagai
berikut: (1) Kota Kendari menerapkan sistem pelayanan satu atap sejak tahun
2002 dengan melibatkan 12 jenis perizinan yang dikelola oleh berbagai
dinas/instansi. Kemudian berkembang terus, dan pada tahun 2005 menjadi 40
jenis perizinan dan selanjutnya sampai pada tahun 2009 sudah menjadi 67
jenis perizinan yang dikelola dengan sitem pelayanan satu atap. Sejak tahun
2004 belum ada kabupaten/kota yang memiliki perda pelayanan satu atap; (2)
Laporan Akhir EKPD 2009 16
18. Kota Bau-Bau menerapkan sistem pelayanan satu atap sejak tahun tahun 2003
yang diatur dengan perda yang didalamnya mencakup 12 jenis perizinan.
Dengan demikian, hingga saat ini masih terdapat 10 kabupaten di daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara yang belum memiliki perda pelayanan satu atap.
Demokrasi
Darsi sisi pengembangan sistem demokrsi dalam pembangunan Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara untuk kurun waktu 2004-2009, diarahkan pada
peningkatan dan pengembangan demokrasi dan peranserta semua lapisan
masyarakat dalam berbagai sisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang
merupakan kondisi ideal bagi tumbuh kembangnya sistem demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan lokal.
Indikator yang dijadikan sebagai rujukan untuk mengevaluasi tingkat
demokrasi dalam penyelenggaran pemerintahan daerah, dirahkan pada 5 (lima)
indikator, yaitu: (1) Gender Development Indeks (GDI); (2) Gender Empowerment
Meassurement (GEM); (3) Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pilkada
provinsi; (4) Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan legislatif; (5) Tingkat
partisipasi masyarakat dalam pemilihan presiden.
Berkaitan dengan isu gender sebagai salah satu indikator tingkat
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, maka pihak
Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara telah memperlihatkan adanya
komitmen untuk memberi perhatian terhadap isu gender di daerah ini. Berkaitan
dengan itu, pemerintah daerah menetpkan kebijakan-kebijakan umum di bidang
gender, yang bertujuan untuk meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan daerah yang
diemban oleh lembaga yang secara struktural mempunyai tugas dan fungsi untuk
memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. Bertolak dari
kebijakan umum yang diuraian di atas, maka selanjutnya disusun rencana
strategis daerah (Renstrada). Melalui Renstrada tersebut ditetapkan target dan
sasaran yang akan dicapai dalam kurun waktu 20004-2009 sebagai berikut: (a)
mewujudkan kemitrasejajaran antara perempuan dan laki-laki melalui jalinan pola
sikap dan perilaku yang saling peduli, saling menghargai, saling menghormati
dan saling mengisi, baik di tingkat keluarga, masyarakat, maupun dalam proses
pembangunan; (b) meningkatkan stabilitas dan kontrol yang memungkinkan
perempuan sebagai mitra sejajar laki-laki untuk bersama-sama berperan dalam
Laporan Akhir EKPD 2009 17
19. pembangunan sesuai dengan kodrat dan martabatnya, tanpa melupakan peran
bersama dalam mewujudkan keluarga sejahtera yang beriman sehat dan
bahagia; (c) memberdayakan lembaga-lembaga pengelola kemajuan perempuan
agar lebih berperan, berkualitas dan mandiri yang diwujudkan melalui program-
program GDI (Gender Development Indeks) dan program GEM (Gender
Empowerment Meassurement; (d) meningkatkan perlindungan terhadap
perempuan untuk mencegah terjadinya diskriminasi dan tindakan pelecehan atau
kekerasan terhadap perempuan; (e) terjaminnya keadilan gender dalam
berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik; (f) menurunnya
kesenjangan pencapaian pembangunan antara perempuan dan laki-laki yang
diukur dengan angka GDI dan GDM.
Selanjutnya, berkaitan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam
pemilihan kepala daerah, pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dalam kurun
waktu 2004-2009, menunjukkan adanya komitmen Pemerintah Daerah Provinsi
Sulawesi Tenggara dalam menumbuhkan hak-hak demokrasi bagi masyarakat di
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Kebijakan pembangunan politik di Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
dalam jangka waktu 2004-2009, dijabarkan dalam rencana strategis daeah
(Renstrada) yang mempunyai sejumlah target dan sasaran sebagai berikut: (a)
mengembangkan iklim dan budaya politik yang demokratis dengan
mengaktualisasikan prinsip persamaan, kesetaraan, kebebasan dan keterbukaan
yang berbasis pada pada konstitusi dalam kehidupan masyarakat; (b)
meningkatkan pendidikan politik dan partisipasi politik masyarakat dengan
mengembangkan komunikasi politik yang lebih sehat menuju terwujudnya
budaya politik yang kondusif terhadap kehidupan masyarakat dan pembangunan;
(c) meningkatkan kemandirian partai-partai politik agar dapat melaksanakan
funmgsinya dalam meningkatkan kesadaran dan partisipasi politik masyarakat;
(d) meningkatkan dan memantapkan pemahaman warga negara Republik
Indonesia mengenai wawasan kebangsaan, jati diri bangsa, pembauran bangsa
dengan mengaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
dilandasi ketahanan bangsa yang kuat, bermuara dan berfokus pada kokohnya
persatuan dan kesatuan bangsa serta utuhnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Target dan sasaran pembangunan bidang politik yang
ditetapkan oleh pihak pemerintah di daerah ini, telah sejalan dengan capaian-
capain selama kurun waktu 2004-2009 namun belum optimal dan tentunya telah
Laporan Akhir EKPD 2009 18
20. sejalan pula dengan terget dan sasaran nasional yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, yang
sasarannya meliputi : (a) terlaksananya peran dan fungsi lembaga
penyelenggara negara dan lembaga kemasyarakatan sesuai dengan konstitusi
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (b) meningkatnya partisipasi
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan politik; (c) terlaksananya
pemilihan umum yang demokratis, jujur, dan adil pada tahun 2009.
Indikator yang dijadikan rujukan dalam mengukur tingkat demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan di Daerah provinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari
5 (lima) indikator yang meliputi : (1) Gender development indeks (GDI); (2)
Gender impowerment Meassurement (GEM); (3) Tingkat partisipasi politik
masyarakat dalam pilkada provinsi; (4) Tingkat partisipasi masyarakat dalam
pemilihan legislatif; (5) Tingkat partisipasi masyarakat dalm pemilihan pesiden.
Capian indikator-indikator tersebut merupakan ukuran terhadap tingkat
demokrasi dalam enyelenggaraan pemerinahan di Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara. Data yang diperoleh dari berbagai kantor/instansi yang terkait dengan
aspek demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah ini dalam
kurun waktu 2004-2009, menunjukkan kondisi sebagai berikut :
Pertama: Indikator gender development indeks (GDI). Berdasarkan target
dan sasaran yang ditetpkan melalui rencana strategis daerah 2004-2009, maka
selanjutnya dapat dikemukakan data capaian-capaian dalam kurun waktu 2004-
2009. Namun sebelumya perlu dijelaskan bahwa lembaga yang bertanggung
jawab dalam bidang pemberdayaan perempuan di daerah ini, baru terbentuk
secara formal pada tahun 2006. Dengan demikian data yang disajikan dalam
laporan evaluasi ini hanya meliputi data tahun 2006-2009.
Program-program yang ditetapkan dan dilaksanakan berkaitan dengan
indikator gender development indeks (GDI) di daerah ini adalah meliputi program
dan kegiatan yang diarahkan pada upaya pencapaian target dan sasaran yang
telah ditetapkan sebelumnya. Dari aspek kelembagaan, ternyata pembentukan
lembaga formal yang bertanggung jawab dalam urusan peranan wanita di daerah
ini belum terbentuk sebelum tahun 2006. Artinya sebelum tahun 2006 belum ada
program-program yang terkait dengan upaya perbaikan endeks pembangunan
gender/peranan perempuan dalam pembangunan daerah. (b) Sejak tahun 2006
telah terbentuk kelembagaan dalam struktur organisasi pemerintahan daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara yang secara formal menangani urusan gender yang
Laporan Akhir EKPD 2009 19
21. berstatus badan, dengan nama “Badan Pemberdayaan Perempuan”. Badan
inilah yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan pelaksanaan program
yang terkait dengan pembangunan kualitas perempuan dalam rangka gender
development indeks (GDI) di daerah Provinsi Sulawesi tenggara. Program-
program yang ditujukan pada upaya pembangunan kualitas sumber daya
perempuan dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasran GDI di Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara sejak tahun 2006, 2007, 2008 dan 2009 dikelola
oleh 15 lembaga. Lembaga tersebut melaksanakan dua jenis prgram, yaitu
program-program yang berorientasi pada pencapaian target dan sasaran GDI
(gender development indeks) dan program-program yang berorientasi pada
upaya pencapaian target dan sasaran Gender impowerment Meassurement
(GEM). Data tentang lembaga penyelenggara program yang dimaksud.
selengkapnya disajikan berikut ini :
Tabel 3. Lembaga Penyelenggara Program Gender Development Indeks (GDI)
dan Program Gender impowerment Meassurement (GEM) di Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2006 - 2009
No Nama Lembaga Alamat Penanggung Jawab
01 Aliansi Perempuan Sultra BPKB Sultra Nuhiddin
02 BKM Madani Kel. Benuanirae Abd. Malik
03 SKB Muna Raha La Sidale
04 SKB Bombana Kasipute Muh. Jalil
05 SKB Konsel Ranomeeto Kadir M.
06 PKBM Adhe Arifta Kel. Abeli La Sambawe
07 PKBM Binar Kel. Lapulu Fahmi
08 PKBM Aisyiyah Kec. Ranomeeto Farida Halik S.Pd.
09 YP Musilmat NU Balai Kota II/7 Hj. Suhaedar SH
10 PKBM Asmik Mubarak Kel. Dapudapura A. Merlina Arfan
11 LKP Bina Remaja Kel. Wua-Wua Muharni Mahmud
12 LKP Beringin Cerdas Kel. Watubangga Nursani Sela
13 PKBM Rajawali Desa Wonuasari Kuswara
14 PKBM Bunga Karang Desa Bobolio Hanapia. A. Ma
15 PKBM Cahaya Mata Desa Mataiwoi Hj. Neraeni, S. Pd
Sumber: Badan Pemberdayaan Perempuan Sultra, 2009.
Capaian indikator GDI di daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam
kurun waktu 2006 sampai dengan 2009, dapat dijelaskan bahwa dilihat dari
aspek kelembagaan, ternyata ada lima lembaga penyelengara program GDI
yang melaksanakan kegiatan dalam rangka pencapaian target dan sasaran GDI
di daerah ini. Lembaga-lembaga tersebut yaitu: (1) LKP Bina Remaja, (2) LKP
Laporan Akhir EKPD 2009 20
22. Beringin Cerdas, (3) PKBM Rajawali, (4) PKBM Bunga Karang, dan (5) PKBM
Cahaya Mata. Jenis-jenis program yang diselenggarakan sebagai berikut:
a. Tahun 2004 belum ada kegiatan secara melembaga.
b. Tahun 2005 belum ada kegiatan secara melembaga.
c. Tahun 2006 ada 5 jenis kegiatan yang dilakukan dengan orientasi untuk
mewujudkan GDI, berupa pendidikan keluarga berwawasan gender (PKBG),
dengan rincian kegiatan berupa: (1) sosialisasi konsep gender, (2) Workshop
peningkatan sensitifitas gender, (3) Sosialisasi kebijakan Pemerintah Daerah
di bidang gender, (4) Sosialisasi bahan ajar responsifitas gender, (5) Fokus
group discussion (FGD).
d. Tahun 2007 ada 7 jenis program yang diselenggarakan oleh kelima lembaga
tersebut yaitu. Selain meneruskan pelaksanaan 5 jenis kegiatan pada tahun
2006, dilakukan pula pengembangan jenis kegiatan lainnya dalam bentuk: (1)
diskusi tentang peranan perempuan dalam pendidikan keluarga, (2) Diskusi
tentang peranan perempuan dalam kehidupan politik lokal.
e. Tahun 2008 tetap ada 7 jenis kegiatan GDI di daerah ini ,yang dilakukan oleh
kelima lembaga yang dikemukakan di atas, yaitu tetap melanjutkan tujuh
jenis kegiatan yang dilaksanakan pada tahun 2007.
f. Tahun 2009, ada 8 jenis kegiatan GDI yang dilaksanakan oleh kelima
lembaga tersebut. Selain melanjutkan 7 jenis kegiatan tahun 2008, juga
dikembangakan dengan 1 jenis kegiatan baru berupa pelatihan
kepemimpinan perempuan.
Walaupun jenis kegiatan GDI yang dilakukan oleh kelima lembaga yang
bergerak dalam bidang GDI di daerah provinsi Sulawesi Tenggara cenderung
tidak banyak variasi, namun yang bervariasi adalah objek atau sasaran
penyelenggaraan kegiatan-kegiatan tersebut. Variasinya berupa daerah/wilayah
penyelenggaraan (diselenggarakan secara bergilir di berbagai daerah).
Berdasarkan data capaian dari indikator GDI, dapat dikatakan bahwa
walaupun belum sepenuhnya mencapai target dan sasaran RPJMD 2004-2009,
namun telah menunjukkan adanya kemajuan yang cukup signifikan dari tahun
ketahun. Kemajuan tersbut tentunya pula telah berada pada garis kebijakan
nasional, namun masih dibawah dari target dan sasaran nasional berdasarkan
RPJMN 2004-2009.
Kedua: Gender Empowerment Meassurement (GEM): Target dan sasaran
yang hendak dicapai dalam upaya mewujudkan GEM di Daerah Privinsi Sulawesi
Laporan Akhir EKPD 2009 21
23. Tenggara dituangkan dalam Rencana Strategis Daerah (Renstrada) 2004-2009.
Data capaian-capain program GEM dalam kurun waktu 2004-2009 yang
diperoleh dari kantor/instansi yang terklait dapat dijelaskan bahwa secara umum
memperlihatkan adanya kemajuan yang signifikan dari tahun ke tahun selama
kurun waktu 2006-2009. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa
lembaga yang bertanggung jawab dalam bidang pemberdayaan perempuan di
daerah ini, baru terbentuk secara formal pada tahun 2006. Dengan demikian data
yang disajikan dalam laporan evaluasi ini terkait pelaksanaan program GEM,
hanya meliputi data tahun 2006-2009. Data untuk tahun sebelumnya tidak
ditemukan dalam kegiatan pengumpulan data evaluasi ini.
Program-program yang ditetapkan dan dilaksanakan berkaitan dengan
indikator Gender Empowerment Meassurement (GEM) di daerah ini adalah
meliputi program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam rangka mencapai
target dan sasaran perwujudan GEM. Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa: (a)
Dari aspek kelembagaan yang secara khusus bertanggung jawab di bidang
pemberdayaan perempuan, ternyata belum terbentuk sebelum tahun 2006.
Dengan demikian sebelum tahun 2006 belum ada program-program yang terkait
dengan upaya pemberdayaan kaum perempuan dalam pembangunan daerah.
(b) Sejak tahun 2006 telah terbentuk kelembagaan dalam struktur organisasi
pemerintahan daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang secara formal
menangani urusan gender yang berstatus badan, dengan nama “Badan
Pemberdayaan Perempuan”. Badan inilah yang bertanggung jawab dalam
perencanaan dan pelaksanaan program yang terkait dengan perempuan kaum
perempuan dalam rangka mewujudkan Gender Eimpowerment Meassurement
(GEM) di daerah Provinsi Sulawesi Tenggara. Program-program yang ditujukan
pada upaya pemberdayaan perempuan dalam rangka mewujudkan tujuan dan
sasran GEM di Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara sejak tahun 2006, 2007,
2008 dan 2009 dikelola oleh 15 lembaga. Lembaga tersebut telah disebutkan
pada bagian terdahulu. Lembaga-lembaga itu dibina dan dikoordinasikan oleh
Badan Pemberdayaan Kaum Perempuan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Kelimabelas lembaga itu, melaksanakan dua jenis program, yaitu program yang
berorientasi pada pencapaian target dan sasaran gender development indeks
(GDI) dan program-program yang berorientasi pada upaya pencapaian target
dan sasaran Gender impowerment Meassurement (GEM). Data tentang lembaga
Laporan Akhir EKPD 2009 22
24. penyelenggara program GEM yang dimaksud, selengkapnya telah disajikan pada
tabel sebelumnya.
Capaian indikator GEM di daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam kurun
waktu 2006 sampai dengan 2009, dapat dijelaskan bahwa dilihat dari aspek
kelembagaan, ternyata ada lima belas lembaga penyelengara program GFM
yang melaksanakan kegiatan dalam rangka pencapaian target dan sasaran GEM
di daerah ini. Lembaga-lembaga tersebut yaitu : (1) Aliansi Perempuan Sultra, (2)
BKM Madani, (3) SKB Muna, (4) SKB Bombana, (5) SKB Konsel, (6) PKBM Adhe
Arifta, (7) PKBM Binar, (8) PKBM Aisyiyah, (9) YP Musilmat NU, (10) PKBM
Asmik Mubarak, (11) LKP Bina Remaja, (12) LKP Beringin Cerdas, (13) PKBM
Rajawali, (14) PKBM Bunga Karang, (15) PKBM Cahaya Mata. Kelima belas
lembaga itu secara langsung mendapat pembinaan sekalis dikoordinasikan oleh
Badan Pemberdayaan Perempuan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Jenis-jenis kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka mewujudkan
program pemberdayaan kaum perempuan mulai dari tahun 2006 sampai dengan
tahun 2009, meliputi kegiatan-kegiatan dalam bentuk kersus/pelatihan
keterampilan perempuan, dengan frekuensi sebagai berikut: (1) Tahun 2006
sebanyak 9 kali kegiatan kursus/pelatihan keterampilan; (2) Tahun 2007
sebanyak 12 kali kegiatan kursus/keterampilan; (3) Tahun 2008 sebanyak 16 kali
kegiatan kursus/keterampilan; (4) Tahun 2009 sebanyak 15 kali kursus/pelatihan
keterampilan.
Walupun data frekuensi kegiatan GEM menunjukkan angka yang
meningkat dari tahun ke tahun, namun belum ada perhitungan angka GDI dan
GEM yang diperoleh dalam evaluasi ini. Hambatan utama yang dihadapi oleh
pihak Badan Pemberdayaan Perempuan di daerah ini adalah belum cukupnya
tenaga pengelola yang mempunya kemampuan untuk menunjang kinerja
lembaga secara memadai.
Berdasarkan data capaian dari indikator GEM, dapat dikatakan bahwa
walaupun belum sepenuhnya mencapai target dan sasaran RPJMD 2004-2009,
namun telah menunjukkan adanya kemajuan yang cukup signifikan dari tahun
ketahun. Kemajuan tersbut tentunya pula telah berada pada garis kebijakan
nasional, namun masih dibawah dari target dan sasaran nasional berdasarkan
RPJMN 2004-2009.
Ketiga: Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan Kepala
Daerah Provinsi (Pilkada Provinsi. Target dan sasaran indikator ini diarahkan
Laporan Akhir EKPD 2009 23
25. pada upaya pencapaian target dan sasaran pembangunan daerah yang
dituangkan dalam rencana strategis daerah (Renstrada) 2004-2009, yang di
dalamnya bentuk kebijakan pembangunan politik di Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara dalam jangka waktu 2004-2009, dengan penjabaran sebagai berikut :
(a) mengembangkan iklim dan budaya politik yang demokratis dengan
mengaktualisasikan prinsip persamaan, kesetaraan, kebebasan dan
keterbukaan yang berbasis pada pada konstitusi dalam kehidupan masyarakat;
(b) meningkatkan pendidikan politik dan partisipasi politik masyarakat dengan
mengembangkan komunikasi politik yang lebih sehat menuju terwujudnya
budaya politik yang kondusif terhadap kehidupan masyarakat dan
pembangunan; (c) meningkatkan kemandirian partai-partai politik agar dapat
melaksanakan funmgsinya dalam meningkatkan kesadaran dan partisipasi
politik masyarakat; (d) meningkatkan dan memantapkan pemahaman warga
negara Republik Indonesia mengenai wawasan kebangsaan, jati diri bangsa,
pembauran bangsa dengan mengaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara dilandasi ketahanan bangsa yang kuat, bermuara dan berfokus
pada kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa serta utuhnya Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kebijakan tersbut sudah sesuai dengan
kebijakan pemerintah pusasat yang selanjutnya dioperasionalisasikan dalam
bentuk program dan kegiatan dalam bentuk penyelenggaraan Pilkada Provinsi,
Pilkada Legislatif dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Capaian indikator pemilihan kepala daerah provinsi (pemilihan gubernur
dan wakil gubernur) di daerah ini menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat
(wajib pilih) yang positif. Artinya jika dibandingkan antara jumlah Daftar Pemilih
Tetap (DPT) dengan jumlah wajib pilih yang menggunakan hak pilihnya,
memperlihatkan angka yang relatif tidak jauh berbeda. Untuk lebih jelasnya,
capaian indikator ini dapat dilhat melalui data pemilihan kepala daerah Provinsi
Sulawesi Tenggara (pemilihan gubernur dan wakil gubernur) yang berlangsung
pada tahun 2007 yang lalu. Dalam hubungan ini, data yang tersedia pada
Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi Sulawesi Tenggara
sehubungan dengan penyelenggaran pemilihan gubernur dan wakil gubernur
Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2007 yang lalu, jumlah wajib pilih yang
terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), sebanyak 1.565.918 orang.
Sedangkan jumlah wajib pilih terdaftar yang menggunakan hak pilihnya
sebanyak 1.390.489 orang. Angka ini menunjukkan bahwa angka partisipasi
Laporan Akhir EKPD 2009 24
26. wajib pilih dalam penyelenggaran pilkada tersebut, adalah 88%. Artinya jumlah
wajib pilih terdaftar yang menggunakan hak pilihnya adalah 88%. Angka ini
memperlihatkan adanya wajib pilih golput sebesar 12%. Jika dibandingkan
dengan angka golput dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur di berbagai
daerah provinsi lannya, baik di Sulawesi Selatan maupun di pulau Jawa yang
angka golputnya mencapai 38% sampai 40%, maka dapat dikatakan bahwa
pilkada Provinsi Sulawesi Tenggara yang diselenggarakan pada tahun 2007
yang lalu tergolong berhasil dengan baik.
Adapun masalah utama yang dihadapi sehingga masih adanya angka
golput sebesar 12% tersebut, antara lain dapat ditunjukan melalui hasil evalusi
akhir menunjukkan bahwa kondisi tingginya angka golput dalam pemilu adalah
disebabkan oleh kurang optimalnya kinerja KPU Daerah bersama pemerintah
daerah dalam mempersiapkan penyelenggaraan pemilu. Penomena
menunjukkan bahwa di setiap TPS di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara,
banyak wajib pilih yang hadir dan berkeinginan untuk menyalurkan hak
suaranya tetapi ditolak oleh petugas KPPS karena tidak memiliki kartu suara.
Secara umum dapat dikatakan bahwa tingakat kesadaran dan partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu di Sulawesi Tenggara cukup tinggi,
tetapi tidak dibarengi dengan kemampuan kerja penyelenggara pemilu, baik
KPU Daerah maupun pemerintah daerah dalam mempersiapkan
penyelenggaraan pemilu. Kelemahan yang paling menonjol adalah pada
tahapan pemutahiran data peserta pemilu yang tidak dilakukan secara optimal
dan profesional. Penomena menunjukan, banyak pemilih yang terdaftar dan
mendapat kartu undangan dalam penyelenggaraan pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden pada tahun 2004 yang lalu, ternyata tidak terdaftar lagi dan tidak
mendapat kartu undagan pemilu dalam penyelenggaraan pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur pada tahun 2007. Sebaliknya dijumpai adanya sejumlah
kartu undangan pemilih bagi warga masyarakat yang telah meninggal dunia
beberapa tahun yang lalu. Mereka yang mengalami kasus seperti ini
digolongkan sebagai wajib pilih yang golput dan inilah salah satu penyebab
angka golput relatif tinggi dalam penyelengaraan pilkada di daerah ini.
Penomena ini menunjukkan buruknya kinerja KPU Daerah dan pemerintah
daerah dalam mempersiapkan penyelenggaraan pemilu.
Keempat: Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan legislatif.
Indikator ini diarahkan pada upaya pencapaian target dan sasaran
Laporan Akhir EKPD 2009 25
27. pembangunan di bidang plitik yang dituangkan dalam rencana strategis daerah
(Renstrada) 2004-2009, yang di dalamnya menunjukkan kebijakan pencapaian
target dan sasaran pembangunan politik di Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
dalam jangka waktu 2004-2009, berupa: (a) mengembangkan iklim dan budaya
politik yang demokratis dengan mengaktualisasikan prinsip persamaan,
kesetaraan, kebebasan dan keterbukaan yang berbasis pada pada konstitusi
dalam kehidupan masyarakat; (b) meningkatkan pendidikan politik dan
partisipasi politik masyarakat dengan mengembangkan komunikasi politik yang
lebih sehat menuju terwujudnya budaya politik yang kondusif terhadap
kehidupan masyarakat dan pembangunan; (c) meningkatkan kemandirian
partai-partai politik agar dapat melaksanakan funmgsinya dalam meningkatkan
kesadaran dan partisipasi politik masyarakat; (d) meningkatkan dan
memantapkan pemahaman warga negara Republik Indonesia mengenai
wawasan kebangsaan, jati diri bangsa, pembauran bangsa dengan
mengaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dilandasi
ketahanan bangsa yang kuat, bermuara dan berfokus pada kokohnya persatuan
dan kesatuan bangsa serta utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Kebijakan tersbut sudah sesuai dengan kebijakan pemerintah pusasat
yang selanjutnya dioperasionalisasikan dalam bentuk program dan kegiatan
dalam bentuk penyelenggaraan Pilkada Provinsi, Pilkada Legislatif dan
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Capaian indikator penyelenggaraan pemilihan legislatif di daerh ini
menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat (wajib pilih) yang bervariasi antara
pemilu legislatif tahun 2004 dengan pemilu legislatif tahun 2009. Untuk lebih
jelasnya, capaian indikator ini dapat dilhat melalui data pemilihan legislatif di
daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang berlangsung pada tahun 2004 dan
2009 yang lalu. Dalam hubungan ini, data yang tersedia pada Komisi Pemilihan
Umum Daerah (KPUD) Provinsi Sulawesi Tenggara sehubungan dengan
penyelenggaran pemilihan legislatif memperlihatkan bahwa jumlah wajib pilih
yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada tahun 2004 sebanyak
1.320.562 orang. Sedangkan jumlah wajib pilih terdaftar yang menggunakan hak
pilihnya sebanyak 1.263.426 orang. Angka ini menunjukkan bahwa angka
partisipasi wajib pilih dalam penyelenggaran pemilu legislatif tahun 2004
sebesar 96%. Angka ini memperlihatkan bahwa wajib pilih yang golput hanya
sebesar 4%. Rendahnya angka golput tersebut menunjukkan membaiknya
Laporan Akhir EKPD 2009 26
28. kinerja KPUD dan membaiknya dukungan pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan pemilu legislatif. Selanjutnya pada pemilu legislatif tahun
2009, jumlah wajib pilih yang terdaftar dalam Daftar Pemili Tetap (DPT)
sebanyak 1.901.060 orang. Sedangkan jumlah wajib pilih yang menggunakan
haknya sebanyak 1.484.636 orang. Dengan demikian angka partisipasi
masyarakat hanya sebesar 78%, atau terdapat jumlah angka golput sebanyak
22%. Jika dibandingkan antara angka golput dalam pemilu legislatif tahun 2004,
terdapat peningkatan jumlah wajib pilih yang gulput sebesar 18%. Hal ini
menunjukkan bawa kinerja KPUD Provinsi dan dukngan pemerintah daerah
mengalami penurunan yang berdampak pada menurunnya tingkat partisipasi
masyarakat dalam proses politik melalui pemilu legislative
Masalah utama utama yang dihadapi sehingga masih adanya angka golput
yang cukup sebesar (22%) pada pemilu legislatif 2009, dapat dilihat melalui
hasil evalusi akhir yang menunjukkan bahwa kondisi tersebut disebabkan oleh
kurang optimalnya persiapan dan kurang profesionalnya KPU Daerah dalam
mempersiapkan penyelenggaran pemilu legislatif, termasuk pula kurangnya
dukungan pemerintah daerah dalam mempersiapkan penyelenggaraannya.
Penomena menunjukkan bahwa di setiap TPS di wilayah Provinsi Sulawesi
Tenggara, banyak wajib pilih yang hadir dan berkeinginan untuk menyalurkan
hak suaranya tetapi ditolak oleh petugas KPPS karena tidak memiliki kartu
suara. Secara umum dapat dikatakan bahwa tingakat kesadaran dan partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu di Sulawesi Tenggara cukup tinggi,
tetapi tidak dibarengi dengan kemampuan kerja penyelenggara pemilu, baik
KPU Daerah maupun pemerintah daerah dalam mempersiapkan
penyelenggaraan pemilu. Kelemahan yang paling menonjol adalah pada
tahapan pemutahiran data yang tidak dilakukan secara optimal dan profesional.
Penomena menunjukan, banyak pemilih yang terdaftar dan mendapat kartu
undangan dalam penyelenggaraan pemilu legislatif 2004 yang lalu, ternyata
tidak terdaftar lagi dan tidak mendapat kartu undagan pemilu dalam
penyelenggaraan pemilu legislatif tahun 2009.
Kelima: Tingkat partisipasi masyarakat dalm pemilihan pesiden. Indikator
ini diarahkan pada upaya pencapaian target dan sasaran pembangunan di
bidang plitik yang dituangkan dalam rencana strategis daerah (Renstrada)
2004-2009, yang di dalamnya menunjukkan upaya pencapaian target dan
sasaran pembangunan politik di Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam
Laporan Akhir EKPD 2009 27
29. jangka waktu 2004-2009, Target dan sasaran itu mencakup: (a)
mengembangkan iklim dan budaya politik yang demokratis dengan
mengaktualisasikan prinsip persamaan, kesetaraan, kebebasan dan
keterbukaan yang berbasis pada pada konstitusi dalam kehidupan masyarakat;
(b) meningkatkan pendidikan politik dan partisipasi politik masyarakat dengan
mengembangkan komunikasi politik yang lebih sehat menuju terwujudnya
budaya politik yang kondusif terhadap kehidupan masyarakat dan
pembangunan; (c) meningkatkan kemandirian partai-partai politik agar dapat
melaksanakan funmgsinya dalam meningkatkan kesadaran dan partisipasi
politik masyarakat; (d) meningkatkan dan memantapkan pemahaman warga
negara Republik Indonesia mengenai wawasan kebangsaan, jati diri bangsa,
pembauran bangsa dengan mengaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara dilandasi ketahanan bangsa yang kuat, bermuara dan berfokus
pada kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa serta utuhnya Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kebijakan tersbut sudah sesuai dengan
kebijakan pemerintah pusasat yang selanjutnya dioperasionalisasikan dalam
bentuk program dan kegiatan dalam bentuk penyelenggaraan Pilkada Provinsi,
Pilkada Legislatif dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Capaian indikator penyelenggaraan pemilihan presiden di daerh ini
menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat (wajib pilih) yang bervariasi antara
pemilu presiden tahun 2004 dengan pemilu presiden tahun 2009. Untuk lebih
jelasnya, capaian indikator ini dapat dilhat melalui data penyelenggaraan pemilu
presiden di daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang berlangsung pada tahun
2004 dan 2009 yang lalu. Data yang tersedia pada Komisi Pemilihan Umum
Daerah (KPUD) Provinsi Sulawesi Tenggara sehubungan dengan
penyelenggaran pemilu presiden memperlihatkan bahwa jumlah wajib pilih yang
terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada tahun 2004 sebanyak
1.329.652 orang. Sedangkan jumlah wajib pilih terdaftar yang menggunakan hak
pilihnya sebanyak 1.313.823 orang. Data ini menunjukkan bahwa angka
partisipasi wajib pilih dalam penyelenggaran pemilu presiden tahun 2004
sebesar 98%. Dengan demikian wajib pilih yang golput hanya sebesar 2%.
Selanjutnya pada pemilu presiden tahun 2009, jumlah wajib pilih yang terdaftar
dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 1.908.679 orang. Sedangkan
jumlah wajib pilih yang menggunakan haknya sebanyak 1.565.918 orang.
Dengan demikian angka partisipasi masyarakat sebesar 82%, atau terdapat
Laporan Akhir EKPD 2009 28
30. angka golput sebanyak 18%. Jika dibandingkan angka golput antara pemilu
presiden tahun 2004 dengan pemilu presiden tahun 2009, terdapat penurunan
angka partisipasi masyarakat dari 98% menjadi 82%, sehingga angka golput
meningkat dari 2% menjadi 18%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
angka partisipasi masyarakat dalam pemilu presiden tahun 2004 tergolong
sangat tinggi, sedangkan untuk tahun 2009 tergolong tinggi. Kondisi ini
menunjukkan bawa kinerja KPUD Provinsi Sulawesi Tenggara dalam
penyelenggaraan pemilu presiden secara umum tergolong baik sejalan dengan
baiknya dukngan dari pihak pemerintah daerah.
Masalah utama yang dihadapi sehingga masih adanya angka golput
sebesar (18%) pada pemilu presiden 2009, disebabkan oleh kurang optimalnya
kinerja KPU Daerah dalam pemutahiran daftar pemilu tetap (DPT). Penomena
menunjukkan bahwa di setiap TPS di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara,
banyak wajib pilih yang hadir dan berkeinginan untuk menyalurkan hak
suaranya tetapi ditolak oleh petugas KPPS karena tidak terdaftar dalam DPT.
Secara keseluruhan tren capaian indicator hasil (outcomes) tingkat
pelayanan public dan demokrasi di Provinsi Sulawesi Tenggara dibandingkan
nasional dapat digambarkan sebagai berikut ;
70.00 5
60.00 0
50.00 -5
40.00 -10
30.00 -15
20.00 -20
10.00 -25
- -30
2004 2005 2006 2007 2008
Persentase Tingkat Pelayanan Publik Provinsi Sultra
(outcomes)
Persentase Tingkat Pelayanan Publik Nasional
(outcomes)
Tren Provinsi Sultra
Tren Nasional
Gambar 2. Tren perkembangan indikator hasil (output) pelayanan publik di
Sulawesi tenggara dan Nasional
Trend capaian pembangunan daerah Provinsi Sultra di bidang pelayanan
publik yang terdiri dari tiga indikator yaitu: (1) persentase jumlah kasus korupsi
yang ditangani dibandingkan dengan yang dilaporkan; (2) persentase aparat
yang berijazah minimal S-1; dan (3) persentase jumlah kabupaten kota yang
Laporan Akhir EKPD 2009 29
31. memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap, ternyata belum sepenuhnya
sejalan dengan dengan capaian pembangunan nasional. Meskipun belum
diperoleh angka pembanding secara nasional tentang capaian-capaian
pembangunan yang terkait dengan pelayanan publik seperti yang dijadikan
rujukan dlam evaluasi ini, namun dilihat dari target dan sasaran yang ingin
dicapai melalui RPJMN 2004-2009, dapat disimpulkan bahwa capaian daerah
Provinsi sulawesi Tenggara masih dibawah dari standar capaian nasional.
Namun jika dilihat secara spesifik dari capaan ketiga indikator pelayanan publik
di daerah ini, maka yang sudah sejalan dengan target dan capaian nasional
adalah indikator persentase dari aparat daerah daerah yang berijazah minmal
S-1. Trend perkembangan aparat yang berijazah minimal S-1 dapat dilihat
selama kurun waktu 2004-2009 sebagai berikut: Tahun 2004 sebanyak 12% ;
Tahun 2005 naik menjadi 15 %; tahun 2006 meningkat menjadi 19%; tahun
2007 meningkat lagi 24%; demikian pula tahun 2008 naik lagi menjadi 29%,
dan tahun 2009 menjadi 33%.
Capaian pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Tenggara di bidang
pelayanan publik yang mencakup tiga indikator, yaitu : (1) persentase jumlah
kasus korupsi yang ditangani dibandngkan dengan yang dilaporkan; (2)
persentase aparat yang berijazah minimal S-1; dan (3) persentase jumlah
kabupaten kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap, secara
umum dapat digolongkan mengalami kemajuan dibandingkan tahun atau
periode sebelmnya, namun tidak berlaku merata untuk tiga indikator tersebut,
sebagai berikut: (1) Untuk indikator persentase jumlah kasus korupsi yang
ditangani dibandingkan dengan yang dilaporkan, menunjukkan trend yang
fluktuatif selama kurun waktu 2004-2009. Diawali dengan angka yang reltif
tinnggi pada tahun 2004, kemudian menurun pada tahun 2005 dan 2006 dan
2007, kemudian meningkat kembali pada tahun 2007 dan seterusnya sampai
dengan tahun 2009. Kondisi fluktuasi ini berlaku baik untuk kasus yang
dilaporkan maupun kasus yang ditangani. (2) Sedangkan untuk indikator
persentase jumlah aparat yang berijazah minimal S-1 memperlihatkan capaian
yang lebih baik dari tahun sebeumnya selama periode 2004-2009. Artinya,
indikator ini memperlihatkan angka perbaikan dari tahun ke tahun, sehingga
dapat disimpulkan bahwa untuk indikator ini selalu memperlihatkan perbaikan
capaian tahun sebelumnya. (3) Untuk indikator persentase jumlah kabupaten
kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap, ternyata belum
Laporan Akhir EKPD 2009 30
32. menunjukkan capaian yang lebik baik dibandingkan tahun sebelumnya. Dalam
kurun waktu 2004-2009, hanya 2 kota yang sudah pempunyai peraturan
daerah pelayanan satu atap, yaitu Kota Kendari dan Kota Bau-Bau. Dengan
demikian sebanyak 10 kabupaten di daerah ini belum memiliki peraturan
daerah pelayanan satu atap.
Tren capaian pembangunan demokrasi di daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara dalam kurun waktu 2004-2009, digambakan melalui capaian 5
indikator yang dijadikan rujukan dalam pelaksanaan evaluasi ini. Capaian dari
masing-masing 5 indikator yang menentukan tingkat demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan di daerah ini menunjukkan kondisi yang
beragam. Dengan demikian maka relevansinya terhadap capaian nasional di
bidang demokrasi tentunya bervariasi dari setiap indikator. Secara rinci, setiap
indikator dapat dilihat relevansinya dengan capaian nasional sebagai berikut:
(1) Tren capaian pembangunan daerah untuk indikator Gender Development
Indeks (GDI) di daerah ini dapat dikatakan masih dibawah dari capaian
nasional. Program pembangunan yang ditujukan untuk peningkatan capaian
GDI belum terwujud sesuai dengan target dan sasaran yang diinginkan. Upaya
untuk mewujudkan pembangunan bidang GDI masih terbatas pada kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh lembaga-lambaga swadaya masyarakat (LSM)
yang dalam operasionalnya melibatkan instansi pemerintah yang terkait.
Sedangkan keterlibatan lembaga pemerintahan juga masih sangat terbatas
karena keterbatasan anggara. Dengan keadaan seperti ini maka pengukuran
kemajuan GDI belum dilakukan (2) Tren capaian indikator Gender
Empowerment Meassurement (GEM) di daerah ini, juga mengalami hal yang
sama dengan GDI. Oleh karena itu, tren capaian program GEM masih jauh
dibawah capaian nasional. Bahkan pengukuran tingkat kemajuan GEM belum
ada. (3) Indikator tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pilkada provinsi,
telah sejalan dengan capaian secara nasional. Capaian indikator ini
menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam pilkada gubernur
tahun 2007 sebesar 88%. Angka ini sejalan, bahkan melampaui capaian
partisipasi masyarakat dalam pemilu secara nasional. (4) Indikator tingkat
partisipasi masyarakat dalam pemilihan legislatif di daerah ini, bervariasi. Pemilu
legislatif tahun 2004 menunjukkan angka partisipasi masyarakat sebesar 96%
atau melampaui angka partisipasi masyarakat secara nasional dalam pilpres.
Sedangkan pemilu legislatif tahun 2009, angka partisipasi masyarakat menurun
Laporan Akhir EKPD 2009 31
33. menjadi 78% atau berada di bawah capaian pemilu nasional. (5) Indikator
tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan presiden untuk pemilu 2004
mencapai angka 98% atau jauh diatas angka partisipasi masyarakat secara
nasional. Sedangkan pemilu presiden tahun 2009, angka partisipasi masyarakat
turun menjadi 82% namun angka ini relatif masih sejalan dengan angka
partisipasi masyarakat secara nasional.
Capaian pembangunan daerah Privinsi Sulawesi Tenggara Tenggara
bidang demokrasi, diukur dari 5 indikator. Kelima indikator itu memperlihatkan
capaian yang bervariasi. Oleh karena itu untuk dua indikator yang terkait dengan
isu gender, yaitu Gender Development Indeks (GDI) dan Gender Epowerment
Meassurement (GEM) dapat diakui telah mengalam kemajuan dibanding
tahun/periode sebelumnya, namun belum sesuai dengan target dan sasaran
yang ingin dicapai oleh pemerintah daerah. Demikian pula tiga indikator lainnya,
yaitu tingkat partisipasi masyarakat dalam pilkada, pemilu legislatif dan pemilu
presiden, secara umum menunjukkan penurunan angka partisipasi masyarakat
jika dibandingkan antara pemilu sebelumnya (pemilu legislatif dan pemilu
presiden 2004 dan 2009). Tentunya kondisi ini tidak memenuhi indikator
efektivitas.
2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Dari tiga indikator yang dijadikan ukuran dalam menilai kinerja pada bidang
pelaynan publik selama kurun waktu 2004-2009 di Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara, terlihat bahwa indikator yang tergolong spesifik dan menonjol adalah
indikator ‘persetase jumlah aparat yang beijazah minimal S1” yang secara
signifikan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik di
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam kurun waktu 2004-2009. Capain
indikator yang spesifik dan menonjol tersebut, tidak terlepas dari adanya
kebijakan pemerintah daerah yang secara konsisten dari tahun ke tahun
menyiapkan alokasi anggaran untuk pengembangan kapasitas aparatur di
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, baik pengembangan melalui jalur
pendidikan formal maupun pengembangan melalui jalur pendidikan informal.
Jalur pendidikan formal meliputi pendidikan lanjut ke jenjang S-1 bagi tamatan
SMA dan sederajat serta pendidikan lanjut ke jenjang S-2 bagi tamatan S-1.
Secara rinci persentase aparat daerah yang berijazah minimal S-1 dapat dilihat
pada Gambar 3 berikut ;
Laporan Akhir EKPD 2009 32
34. Persentase Aparat Daerah Berijazah S-1 di Sultra
35 33
30 29
25 24
20 19
15
15 12
10
5
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Gambar 3 : Persentase aparat daerah yang berijazah minimal S-1 di
Sulawesi Tenggara kurun waktu 2004-2009
Untuk mendukung program pengembangan kemampuan sumber daya
aparatur, maka dalam penyusunan APBD oleh pihak pemerintah memberi
perhatian khusus melalui alokasi anggaran. Keberhasilan capaian indikator ini
tidak terlepas dari dukungan politik pihak legislatif (DPRD) yang turut memberi
persetujuan terhadap pengajuan anggaran yang dilakukan oleh pihak eksekutif.
Kebijakan pemerintah untuk mengembangkan kemampuan/kualitas sumber
daya aparatur di daerah ini, tidak sekedar diupayakan melalui penyediaan
anggaran setiap tahunnya, tetapi ditindaklanjuti malalui kerjasama dengan
berbagai perguruan tinggi, baik perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi
swasta yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara. Melalui kerjasama tersebut
memberi kesempatan kepada perguruan tinggi setempat untuk mengembangkan
program studi tertentu dalam bentuk pembukaan kelas-kelas ekstensi.
Berdasarkan capaian 5 indikator yang dijadikan rujukan dalam mengevalusi
tingkat demokrasi di Provinsi Sultra, maka indikator yang tergolong menonjol
dibandingkan dengan indikator lainnya, adalah indikator tingkat partisipasi
masyarakat dalam pemilihan presiden. Fenomena yang menonjol dari indikator
ini adalah penyelenggaraan pemilu presiden pada tahun 2004, ternyata angka
partisipasi masyarakat mencapai 98%. Ini artinya bahwa angka golput hanya 2%.
Kondisi ini memperlihatkan keberhasilan penyelenggaraan pemilu di tingkat lokal
yang melampaui keberhasilan pemilu tingkat nasional. Dengan demikian angka
partisipasi masyarakat sebesar 82%. Walaupun angka partisipasi masyarakat
kelihatannya menurun pada pemilu presiden tahun 2009, namun angka tersebut
masih pada batas yang tergolong tinggi, dimana angka golput hanya sekitar 18%.
Laporan Akhir EKPD 2009 33
35. 2.1.3. Rekomendasi Kebijakan
Dengan berpedoman pada data capaian indicator hasil pelayanan
public dan demokrasi di Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, maka terlihat
adanya beberapa indikator yang perlu mendapat perhatian oleh pemerintah
daerah untuk ditingkatkan. Sehubungan dengan itu, ada beberapa hal yang
dipandang perlu untuk direkomendasikan sebagai berikut :
1. Perlu peningkatan penaganan yang serius terhadap kasus korupsi yang
telah dilaporkan oleh masyarakat dengan cepat, tetap, adil, transparan
dan tanpa tebang pilih.
2. Perlu pengembangan wawasan dan pengetahuan hukum bagi parat
aparat penegak hukum, sehingga tidak semata-mata terpaku pada
pasal-pasal aturan hukum, tetapi mampu melakukan penafsiran aturan
hukum berdasarkan nilai-nilai keadilan yang lebih luas dan
komprehensif atau dikenal sebagai rasa keadilan masyarakat. .
3. Perlu adanya komitmen pemeritah daerah untuk menaikkan jumlah
anggaran pengembangan kapasistas aparatur secara konsisten dan
berkesinambungan dari tahun ke tahun dan dilakukan secara simultan
antara jalur pendidikan formal (dari tingkatan SMA dan sederajat ke
jenjang S-1, S-2 dan S-3 secara proporsional) dan jalur pendidikan
infromal (diklat teknis profesional dan penjenjangan/sespim).
4. Perlu untuk diefektifkan sistem pelayanan satu atap di setiap
kabupaten/kota yang diiringi dengan kebijakan membuka peluang atau
memperbesar kesempatan bagi staf/pegawai untuk mengikuti diklat-
diklat teknis profesional.
5. Perlu pembenahan kelembagaan terkait pembangunan gender di
daerah ini, baik pembenahan struktur organisasinya, maupun
rekruitmen tenaga-tenaga profesional yang benar-benar memahami
konsep dan isu Gender Development Indeks (GDI) dan konsep/issu
Gender Empowerment Meassurement (GEM).
6. Perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja KPUD, baik di tingkat provinsi
maupun di tingkat kabupaten kota se Provinsi Sulawesi Tenggara.
Evaluasi ditujukan pada kemampuan profesional dalam mengemban
fungsi KPU sebagai lembaga politik.
Laporan Akhir EKPD 2009 34
36. 2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
2.2.1. Capaian Indikator
PENDIDIKAN
Salah satu komponen mendasar untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia adalah melalui peningkatan kualtas pendidikan. Berkaitan dengan
peningkatan kualitas pendidikan, Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah
ini. Untuk mewujudkan komitmen tersebut, Pemerintah Daerah menetapkan
rencana strategis Daerah (Renstrada) di bidang pendidikan yang memuat
kebijakan Pemerintah Daerah di bidang Pendidikan, antara lain; (i) kebijakan
dalam pemerataan da perluasan akses, (ii) kebijakan dalam peningkatan mutu,
relevansi, dan daya saing pendidikan, (iii) kebijakan dalam penguatan tata
kelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik.Kebijakan ini sudah sesuai dengan
kebijakan Pemerintah Pusat di bidang pendidikan sebagai pilar untuk
meningkatkan indeks pembangungunan manusia Indonesia. Kebijakan tersebut
kemudian dijabarkan kepada beberapa progam dan kegiatan.
Meskipun Pemerintah Daerah memiliki komitmen sebagaimana yang
tertuang di dalam rencana strategis daerah (Renstrada), tetapi secara umum
masalah yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara di
bidang pendidikan adalah berkaitan dengan belum meratanya akses
masyarakat terhadap pendidikan, terutama di daerah-daerah terpencil. Selain
itu, masalah lainnya adalah berkaitan dengan masih sarana dan prasarana
pendidikan sehingga mempengaruhi kualitas pendidikan di daerah ini.
Untuk melihat kondisi existing capaian pendidikan 5 tahun terakhir di
Sulawesi Tenggara dapat diketahui dari capaian indikator pendidikan, yaitu
indikator angka partisipasi murni (APM), angka partispasi kasar (APK), rata-rata
nilai akhir yang diperoleh siswa, persentase lulusan yang dicapai siswa pada
ujian akhir, angka putus sekolah, angka melek aksara bagi penduduk usia 15
tahun ke atas, dan persentase jumlah guru yang layak mengajar.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Provinsi
Sulawesi Tenggara diketahui bahwa ada peningkatan kualitas pendidikan dilihat
dari beberapa indikator pendidikan dari tahun ke tahun di daerah ini dan
peningkatan ini sudah sejalan dengan target dan tujuan yang telah ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah. Namun demikian diakui bahwa masih ada beberapa
indikator yang belum sesuai dengan target yang nasional yang telah dicapai dan
Laporan Akhir EKPD 2009 35
37. ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Data dari setiap indikator dapat dilihat
sebagai berikut.
- Persentase angka partisipasi Murni (APM) SD.
- Persentase rata-rata nilai akhir
- Persentase angka putus sekolah
- Persentase angka melek aksara 15 tahun ke atas
- Persentase jumlah guru yang layak mengajar
Adapun pencapaian kelima indikator output dan putcomes Provinsi
Sulawesi Tenggara dan nasional secara berturut-turut dapat dijelaskan sebagai
berikut.
Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI
Berdasarkan data pada Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi
Tenggara dan dari Bappenas Angka Partisipasi Murni (APM) SD Tahun 2004-
2008 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase APM SD di Sulawesi Tenggara dan Nasional
Tahun Persentase APM SD
Sultra Nasional
2004 95,44 93,00
2005 95,31 93,30
2006 95,18 93,54
2007 95,94 93,75
2008 93,81 93,98
Sumber : Kantor Dinas Pendidikan Sultra dan Bappenas 2009
Indikator Angka Partisipasi Murni (APM) SD yang dicapai oleh
Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukkan capaian yang
melebihi/di atas dari capaian nasional. APM SD di Sulawesi Tenggara pada
tahun 2004 mencapai 95,44 %, tahun 2005 mencapai 95,31 %, tahun 2006
mencapai 95,18 %, tahun 2007 mencapai 95,94 %, tahun 2008 mencapai 93,81
%. Data APM SD pada tahun 2008 mengalami penurunan dibandingkan dengan
data APM SD empat tahun. Meskipun demikian secara nasional masih sesuai
dengan capaian APM SD secara nasional, yakni 93,96 %. Dibandingkan dengan
APM SD di daerah ini yang mencapai rata-rata 95,25 %, maka jika dilihat dari
Angka Partispasi Kasar (APK) SD pada tahun 2008 misalnya menunjukkan
angka yang lebih tinggi, yakni 101,32 %.
Laporan Akhir EKPD 2009 36
38. Rata-Rata Nilai Akhir SMP/MTs dan SMA/SMK/MA
Berdasarkan data pada Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi
Tenggara, rata-rata nilai akhir SMP/MTs dan SMA/SMK/MA Tahun 2004-2008
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Persentase Rata-Rata Nilai Akhir SMP/MTs dan SMA/SMK/MA di
Sulawesi Tenggara dan Nasional
Tahun Persentase Rata-Rata Nilai Akhir di Persentase Rata-Rata Nilai
Sultra Akhir Nasional
SMP/MTs SMA/SMK/MA SMP/MTs SMA/SMK/MA
2004 4,09 4,30 4,80 4,77
2005 5,67 5,55 5,42 5,77
2006 5,67 5,74 5,42 5,94
2007 5,67 6,32 5,42 6,28
2008 6,35 6,33 6,05 6,35
Sumber : Kantor Dinas Pendidikan Sultra dan Bappenas 2009
Indikator rata-rata nilai akhir (ujian nasional) dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan seperti pada table 5. Capaian rata-rata nilai akhir di
Sultra sudah sesuai dengan target yang diinginkan oleh Pemerintah Daerah dan
capaian tersebut juga sejalan dengan capaian secara nasional, bahkan melebihi
rata-rata nasional. Begitu pula rata-rata nilai akhir untuk jenjang SMA/SMK/MA
dari tahun ke tahun juga mengalami kenaikan/peningkatan. Capaian rata-rata
nilai akhir SMA/SMK/MA pada tahun 2004 sebesar 4,30, tahun 2005 rata-rata
nilai akhir menjadi 5,55, kemudian capaian tersebut naik lagi pada tahun 2006
mencapai 5,74, tahun 2007 naik lagi menjadi 6,32, dan pada tahun 2008 naik
sedikit menjadi 6,33. kenaikan capaian rata-rata nilai akhir SMA/SMK/MA
tersebut cukup berarti sesuai dengan target dan yang diinginkan oleh
Pemerintah Daerah. Dibandinkan dengan capaian rata-rata nilai akhir secara
nasional, maka capaian rata-rata nilai akhir di Sulawesi Tenggara sudah sejalan
dengan capaian nasional. Begitu pula jika dilihat dari angka persentase
kelulusan yang dicapai di daerah in tiga tahun terakhir terus meningkat. Pada
Tahun 2006, persentase kelulusan SMP/MTs/SMPLB mencapai 87,39 %, angka
ini naik pada tahun 2007 yang mencapai 92,02 % dan naik lagi angka pesentase
kelulusan pada tahun 2008, yakni mencapai 97,24 %. Pencapaian kenaikan
angka persentase kelulusan tiga tahun terakhir ini menunjukkan prestasi yang
baik dan sesuai dengan target yang ditetapkan oleh Dnas Pendidikan Provinsi
Sulawesi Tenggara.
Laporan Akhir EKPD 2009 37
39. Angka Putus Sekolah di Sulawesi Tenggara dan Nasional
Berdasarkan data pada Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi
Tenggara, angka putus sekolah SD Tahun 2004-2008 dapat dilihat pada Tabel
berikut ;.
Tabel 6. Persentase Angka Putus Sekolah di Sulawesi Tenggara dan Nasional
dalam Kurun Waktu Tahun 2004-2009
Persentase Angka Putus Persentase Angka Putus Sekolah
Sekolah Prov. Sultra Nasional
Tahun SD SMP/ SMA/ SD SMP/ SMA/
MTs SMK/MA MTs SMK/MA
2004 1,29 8,46 6,39 2,97 2,83 3,14
2005 8,18 3,71 2,20 3,17 1,97 3,08
2006 1,57 4,35 3,19 2,41 2,88 3,33
2007 1,35 3,46 5,66 1,81 3,94 2,68
2008 1,32 1,97 2,49 - -
Sumber : Diknas Sulawesi Tenggara
Berdasarkan Table 6 Indikator angka putus sekolah di Sulawesi
Tenggara mengalami fluktuasi untuk angka putus sekolah jenjang pendidikan
dasar (SD) dan pada tahun 2008 mengalami penurunan yang cukup berarti..
Penurunan angka putus sekolah tersebut sesuai dengan target yang ditetapkan
oleh Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Tenggara. Untuk angka putus sekolah
jenjang SMP/MTs juga mengalami fluktuasi capaian, tetapi fluktuasi capaian
tersebut hanya terjadi pada tahun 2005-2007. Pada tahun 2004, angka putus
sekolah SMP/MTs mencapai 8,46 %, angka putus sekolah ini mengalami
penurunan sehingga pada tahun 2005 angka putus sekolah tersebut sebesar
3,71 %, tapi pada tahun 2006 naik angkanya dan pada tahun 2006 tersebut
mencapai 4,35 %, tahun 2007 turun menjadi 3,46 %, dan pada tahun 2008
mencapai 1,97 %. Untuk angka putus sekolah jenjang SMA/SMK/MA juga
mengalami fluktuasi jumlah capaiannya. Angka putus sekolah SMA/SMK/MA
pada tahun 2004 mencapai 6,39 %, turun pada tahun 2005 menjadi 2,20 %, naik
pada tahun 2006 mencapai 3,19, naik lagi pada tahun 2007 mencapai 5,66 %,
tetapi pada tahun 2008 menurun menjadi 2,49 %. Dibandingkan dengan capaian
secara nasional, khusus untuk persentase angka putus sekolah tingkat SD
sedikit lebih rendah dibandingkan dengan capaian nasional. Akan tetapi untuk
persentase angka putus sekolah untuk tingkat SMP/MTs dan SMA/SMK/MA
jumlah persentasenya di Sulawesi Tenggara masih relatif lebih besar
dibandingkan dengan persentase secara nasional.
Laporan Akhir EKPD 2009 38
40. Angka Melek Aksara di Sulawesi Tenggara dan Nasional
Berdasarkan data pada Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi
Tenggara dan data Bappenas, angka melek aksara 15 tahun ke atas Tahun
2004-2008 dapat dilihat pada Tabel berikut ;.
Tabel 7. Persentase Angka Melek Aksara 15 Tahun KeAtas di Sulawesi
Tenggara dan Nasional
Tahun Persentase Angka Melek Aksara 15 Tahun Ke Atas
Sultra Nasional
2004 90,73 90,40
2005 91,33 90.90
2006 92,03 91,50
2007 93,05 91,87
2008 94,50 92,19
Sumber : Diknas Sulawesi Tenggara
Indikator angka melek aksara usia penduduk 15 tahun ke atas mengalami
peningkatan capaiannya dari waktu ke waktu. Capaian ini sudah sesuai dengan
target Pemerintah Daerah. Angka melek aksara usia 15 tahu ke atas tahun 2004
mencapai 90,73 %, naik pada tahun 2005 mencapai 91,33 %, dan naik lagi pada
tahun 2006 mencapai 92,03 %, terus naik lagi tahun 2007 mencapai 93,05 %,
dan pada tahun 2008 mencapai 94,50 %. Hal ini tidak terlepas dari semakin
responsifnya masyarakat Sulawesi Tenggara terhadap pentingnya pendidikan.
Dibandingkan dengan capaian persentase angka melek aksara isa 15 tahu ke
atas, maka capaian angka melek aksara usia 15 tahun ke atas di Sulawesi
Tenggara sedikit di atas capaian angka nasional.
Jumlah Guru Yang layak Mengajar di Sulawesi Tenggara dan Nasional
Berdasarkan data pada Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi
Tenggara, jumlah guru yang layak mengajar SMP/MTs dan SMA/SMK/MA Tahun
2004-2008 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Persentase Jumlah Guru Yang Layak Mengajar di Sulawesi Tenggara
dan Nasional dalam Kurun Waktu Tahun 2004-2009
Tahun Persentase Jumlah Guru Yang Persentase Jumlah Guru Yang
Layak Mengajar Prov. Sultra Layak Mengajar Nasional
SMP/MTs SMA/SMK/MA SMP/MTs SMA/SMK/MA
2004 81,64 81,84 81,12 69,47
2005 81,54 84,82 81,01 72,44
2006 80,92 86,51 78,04 82,55
2007 91,30 90,15 86,26 84,05
2008 92,30 91,40 - -
Sumber : Diknas Sulawesi Tenggara
Laporan Akhir EKPD 2009 39