Evaluasi kinerja pembangunan Propinsi Papua tahun 2004-2009 menemukan bahwa upaya pembangunan yang aman dan damai belum sepenuhnya tercapai. Indeks kriminalitas meningkat signifikan akibat faktor peningkatan akses transportasi dan mobilitas penduduk. Jenis kejahatan yang menonjol adalah pencurian, perempuan trafficking, dan konflik antar suku. Evaluasi ini merekomendasikan kebijakan untuk meningkatkan pengawasan transportasi
2. KATA PENGANTAR
Kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Propinsi Papua tahun 2010
merupakan kegiatan lanjutan EKPD tahun sebelumnya yang dimulai sejak 2007.
Penulisan laporan EKPD tahun ini dilakukan oleh tim independen dari Universitas
Cenderawasih.
Kegiatan EKPD 2010 merupakan yang keempat dari pelaksanaan kerjasama antara
Bappenas dan 33 perguruan tinggi di Indonesia yang mana Universitas Cenderawasih
merupakan salah satu dari 33 perguruan tinggi tersebut. Pada prinsipnya kerjasama ini
memberikan makna cukup strategis bagi kedua pihak dalam mengawal proses
pelaksanaan agenda pembangunan di Provinsi Papua. Tim indipenden Universitas
Cenderawasih berusha memberikan penilaian kritis terhadap hasil evaluasi kinerja
pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua. Selanjutnya Bappenas
menggunakan hasil evaluasi tersebut sebagai salah satu acuan perbaikan dan
penyempurnaan kebijakan pembangunan nasional. Manfaat penting lainnya dari proses
kerjasama ini yakni terjadi proses pembelajaran bersama diantara para pihak yang
melakukan kerjasama dalam perspektif yang lebih luas.
Terdapat aspek utama dalam mengevaluasi EKPD 2010 dalam RPJMN 2004-2009 di
daerah Provinsi Papua yaitu untuk menganalisa relevansi antara RPJMN 2010–2014 dan
RPJMD. Esensi evaluasi untuk mengetahui capaian dan relevansi pelaksanaan agenda
pembangunan nasional agenda pembangunan daerah. Utimate goalnya adalah apakah
pelaksanaan agenda pembangunan sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dan
apakah dampak dari pelaksanaan agenda pembangunan tersebut membawa perubahan
dan kemajuan di masyarakat.
Semoga laporan EKPD ini dapat memberikan manfaat bagi pembangunan di Provinsi
Papua.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
2
3. DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang................................................................................................... 4
Tujuan dan Sasaran.......................................................................................... 5
Keluaran............................................................................................................ 6
BAB II HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009
A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI
1. Indikator..................................................................................................... 7
2. Analisis Pencapaian Indikator................................................................... 7
3. Rekomendasi Kebijakan............................................................................ 9
B. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS
1. Indikator...................................................................................................... 10
2. Analisis Pencapaian Indikator.................................................................... 10
3. Rekomendasi
Kebijakan............................................................................. 14
C. AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
1. Indikator.................................................................................................... 15
2. Analisis Pencapaian Indikator.................................................................. 15
3. Rekomendasi Kebijakan........................................................................... 30
D. KESIMPULAN................................................................................................. 31
BAB III. RELEVANSI RPJMN 2010-2014 DENGAN RPJMD PROVINSI
1. Pengantar................................................................................................. 34
2. Tabel 2. Prioritas dan Program Aksi Pembangunan Nasional…………. 36
3. Rekomendasi
a. Rekomendasi Terhadap RPJMD Provinsi Papua.............................. 74
b. Rekomendasi Terhadap RPJMN........................................................ 75
BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan............................................................................................... 77
2. Rekomendasi............................................................................................ 81
LAMPIRAN 83
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
3
4. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Evaluasi
Menurut Undang - Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), kegiatan evaluasi merupakan
salah satu dari empat tahapan perencanaan pembangunan yang meliputi
penyusunan, penetapan, pengendalian perencanaan serta evaluasi pelaksanaan
perencanaan. Sebagai suatu tahapan perencanaan pembangunan, evaluasi
harus dilakukan secara sistematis dengan mengumpulkan dan menganalisis
data serta informasi untuk menilai sejauh mana pencapaian sasaran, tujuan dan
kinerja pembangunan tersebut dilaksanakan.
Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 telah selesai dilaksanakan. Sesuai
dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, pemerintah
(Bappenas) berkewajiban untuk melakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana
pelaksanan RPJMN tersebut.
Saat ini telah ditetapkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ( RPJMN ) Tahun 2010 –
2014. Siklus pembangunan jangka menengah lima tahun secara nasional tidak selalu
sama dengan siklus pembangunan 5 tahun di daerah. Sehingga penetapan RPJMN
2010 - 2014 ini tidak bersamaan waktunya dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi. Hal ini menyebabkan prioritas-prioritas dalam
RPJMD tidak selalu mengacu pada prioritas-prioritas RPJMN 2010-2014. Untuk itu
perlu dilakukan evaluasi relevansi prioritas/program antara RPJMN dengan RPJMD
Provinsi.
2
Di dalam pelaksanaan evaluasi ini, dilakukan dua bentuk evaluasi yang
berkaitan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Yang pertama adalah evaluasi atas pelaksanaan RPJMN 2004 - 2009 dan
yang kedua penilaian keterkaitan antara RPJMD dengan RPJMN 2010-2014.
Metode yang digunakan dalam evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 adalah
evaluasi ex-post untuk melihat efektivitas (hasil dan dampak terhadap sasaran)
dengan mengacu pada tiga agenda RPJMN 2004 - 2009 yaitu agenda Aman
dan Damai; Adil dan Demokratis; serta Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
4
5. Untuk mengukur kinerja yang telah dicapai pemerintah atas pelaksanaan
ketiga agenda tersebut, diperlukan identifikasi dan analisis indikator pencapaian.
Sedangkan metode yang digunakan dalam evaluasi relevansi RPJMD
Provinsi dengan RPJMN 2010 - 2014 adalah membandingkan keterkaitan 11
prioritas nasional dan 3 prioritas lainnya dengan prioritas daerah. Selain itu
juga mengidentifikasi potensi local dan prioritas daerah yang tidak ada dalam
RPJMN 2010 - 2014. Adapun prioritas nasional dalam RPJMN 2010 - 2014 adalah
1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola, 2) Pendidikan, 3) Kesehatan, 4)
Penanggulangan Kemiskinan, 5) Ketahanan Pangan, 6) Infrastruktur, 7) Iklim
Investasi dan Iklim Usaha, 8) Energi, 9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan
Bencana, 10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, & Pasca - konflik, 11)
Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi dan 3 prioritas lainnya
yaitu 1) Kesejahteraan Rakyat lainnya, 2) Politik, Hukum, dan K eamanan
lainnya, 3) Perekonomian lainnya.
Hasil dari EKPD 2010 diharapkan dapat memberikan umpan balik pada
perencanaan pembangunan daerah untuk perbaikan kualitas perencanaan di
daerah. Selain itu, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar bagi
pemerintah dalam mengambil kebijakan pembangunan daerah.
Pelaksanaan EKPD dilakukan secara eksternal untuk memperoleh masukan
yang lebih independen terhadap pelaksanaan RPJMN di daerah. Berdasarkan
hal tersebut, Bappenas cq. Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan melaksanakan
kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) bekerja sama dengan
33 Perguruan Tinggi selaku evaluator eksternal dan dibantu oleh stakeholders
daerah. Pelaksanaan EKPD 2010 akan dilaksanakan dengan mengacu pada
panduan yang terdiri dari Pendahuluan, Kerangka Kerja Evaluasi, Pelaksanaan
Evaluasi, Organisasi dan Rencana Kerja EKPD 2010, Administrasi dan Keuangan
serta Penutup.
B. Tujuan dan Keluaran Evaluasi
Tujuan kegiatan ini adalah:
1. Untuk melihat sejauh mana pelaksanaan RPJMN 2004 - 2009 dapat
memberikan kontribusi pada pembangunan di daerah;
2. Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan prioritas / program (outcome )
dalam RPJMN 2010 - 2014 dengan prioritas / program yang ada dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
5
6. Keluaran dari kegiatan evaluasi meliputi:
1. Tersedianya dokumen evaluasi pencapaian pelaksanaan RPJMN 2004 - 2009
untuk setiap provinsi;
2. Tersedianya dokumen evaluasi keterkaitan RPJMD Provinsi dengan
RPJMN 2010 – 2014.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
6
7. BAB II
HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009
A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI
1. Indikator
Untuk mewujudkan Indonesia yang aman dan damai ,terdapat beberapa indikator
utama yang dipergunakan yaitu : Indeks Kriminalitas, presentase penyelesaian
kasus kejahatan konvensional, presentase penyelesaian kasus kejahatan
transnasional dan kasus-kasus korupsi di daerah.
2. Analisis Pencapaian Indikator
Untuk mewujudkan pembangunan Indonesia khusus di Papua yang aman dan
damai maka faktor-faktor tersebut dianalisis sebagai berikut :
Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai
Indeks kriminalitas dari tahun 2004-2009 menunjukan peningkatan signifikan dari
66,70% hingga 100%. Angka peningkatan tersebut disebabkan oleh keterbukaan
wilayah dan kemudahan akses informasi serta transportasi pada beberapa
wilayah di Papua sebagai konsekuensi pemekaran wilayah. Peningkatan jumlah
fasilitas transportasi disisi lain juga mendukung pemerataan dan pertumbuhan
ekonomi daerah, namun sebaliknya seiring dengan itu angka kejahatan
mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Pada 2 (dua) tahun terkahir atau tahun
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
7
8. 2007 hingga tahun 2009 laju peningkatan presentase tindak kriminalitas melonjak
dari 88,84 % hingga mencapai 100% tindak kriminalitas.
Cenderawasih Pos (media lokal) 15 September 2010 memberitakan bahwa
terhubungnya akses jalan darat antara kota Jayapura dan beberapa Kabupaten
seperti ; Kabupaten Jayapura, Keerom dan Sarmi menjadi pemicu meningkatnya
kasus pencurian kendaraan bermotor.
Faktor lainnya yaitu jumlah penduduk di pusat-pusat kota terus meningkat
terutama Kota Jayapura sebagai ibu kota Propinsi Papua. Kaum migran yang
masuk ke jayapura datang dari berbagai daerah baik luar papua maupun papua.
Kebanyakan dari mereka tidak memiliki pekerjaan tetap yang secara tidak
langsung berkontribusi terhadap peningkatan angka pengangguran , sedangkan
lapangan kerja yang tersedia relativ terbatas.
Kejahatan konvensional yang menonjol terjadi di Papua yaitu woman traficking
karena adanya keterbukaan wilayah dan peningkatan dana pembangunan setiap
melalui dana Otonomi Khusus Papua menjadi daya tarik tersendiri bagi para
pencari kerja dari berbagai profesi termasuk aktivitas woman traficking.
Selain itu, kasus kejahatan konvensional yang menonjol lainnya yaitu konflik
horisontal antar suku di kalangan penduduk asli yang mengakibatkan korban jiwa
dan harta benda. Konflik antar suku merupakan fenomena bola apa dalam sekam
yang sewaku-waktu dapat saja meledak tergantung dari faktor pemicu dan
suasana yang mendukung. Arus modernisasi yang demikian kuat dan menjadi
trend nilai bersama menimbulkan benturan-benturan dengan nilai-nilai lokal yang
dipahami secara berbeda-beda oleh setiap suku-suku asli di papua. Kondisi
tersebut menyebabkan benturan nilai tak terhindarkan oleh faktor-faktor pemicu
yang sensitiv sifatnya.
Secara kuantitatif sejumlah kasus yang terjadi selama lima tahun periode
pembangunan dapat diselesaikan oleh aparat penegak hukum secara maksimal,
namun secara kualitativ kasus-kasus konflik horisontal masih belum maksimal
hasilnya mengingat keberagaman suku dan budaya menjadi titik rawan terjadinya
konflik karena tidak didukung dengan kualitas sumber daya manusia yang
memadai.
Upaya penyelesaian kasus kejahatan konvensional dilakukan secara serius dan
intensiv oleh institusi penegak hukum. Hal ini dibuktikan dengan presentase
penyelesaian kasus kejahatan dari tahun 2004-2009 mampu diselesaikan tuntas.
Penangan terhadap kasus-kasus tersebut pada tahun 2008 hingga tahun 2009
sudah mencapai angka 98%. Penanganan kasus-kasus kejahatan konvensional
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
8
9. terus dilakukan secara transparan dan terbuka untuk mengeliminir gesekan-
gesekan yang sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu menjadi komoditas
politik sehingga turut berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap
proses pelaksanaan pembangunan di wilayah Papua.
Sementara itu, untuk tingkat presentase penyelesaian kasus-kasus kejahatan
trans nasional mampu di atasi dengan baik. Untuk tahun 2004-2009, penyelesaian
terhadap kasus kejahatan trans nasional mampu diselesaikan 100%. Mengingat
laju tingkat kejahatan tersebut tidak sebesar tindak kriminalitas di daerah. Papua
New Guinea sebagai negara tetangga untuk saat ini belum menjadi sebuah
wilayah yang memiliki daya tarik ekonomi sehingga kejahatan transnasional masih
dikategorikan belum membahayakan. Oleh karena itu, institusi penegak hukum
seperti kepolisian dan kejaksaan RI hingga saat ini mampu menyelesaikan
kasus-kasus tersebut secara baik.
3. Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan hasil analisis di atas, berikut dirumuskan beberapa butir
rekomendasi kebijakan sebagai berikut :
a. Pemerintah daerah perlu bekerjasama dan berkoordinasi secara intensive
dengan aparat penegak hukum guna mencermati dinamika pembangunan
daerah dan perubahan-perubahan yang demikian cepat tentu saja
berimplikasi luas dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
b. Pemerintah daerah perlu meningkatkan sistem pengawasan dan pengamanan
secara intensive dan ketat terhadap arus keluar barang dan mobilisasi
manusia ke Papua melalui beberapa pintu masuk terutama jalur laut dan
darat di daerah perbatasan.
c. Perlu ditetapkan peraturan daerah yang mengatur tentang tata tertib arus
keluar - masuk barang ke Papua dan juga kependudukan dan ketenaga
kerjaan di tingkat propinsi agar dapat menekan tindak kejahatan konvensional
dan trans nasional.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
9
10. B. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS
1. Indikator
Untuk mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis maka 2 (dua) aspek
sebagai cermin dari agenda tersebut yaitu : Pelayanan Publik dan Demokrasi.
Untuk pelayanan publik menggunakan beberapa indikator kunci yaitu :
Kasus-kasus korupsi di Papua, Presentase Kabupaten/ kota yang memiliki
peraturan daerah satu atap dan presentase instansi (SKPD) Provinsi yang
memiliki peraturan wajar dengan pengecualian (WDP). Sedangkan demokrasi
mempergunakan indikator outcome masing-masing : melihat Gender
Development Index (GDI), Gender Empowerment Measurement (GEM) dan
Index Pembangunan Manusia (IPM).
2. Analisis Pencapaian Indikator
a. Penyelesaian Kasus Korupsi
Motif korupsi yang terjadi di Papua memiliki tipe dan cirri tersendiri.
Peningkatan terhadap kasus-kasus korupsi sangat significan sebagai akibat
dari penyalahgunaan wewenang tugas yang diberikan seperti tersaji dalam
grafik berikut :
Presentase kasus
korupsi yang
tertangani
dibandingkan
dengan yang
dilaporkan (%)
Dari tabel di atas tentang penangan kasus-kasus korupsi di propinsi Papua
daerah. Nampak bahwa kasus-kasus korupsi berhasil ditangani aparat
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
10
11. penegak hukum meningkat signifikan selama lima tahun. Penanganan kasus
mencapai 80 % yaitu pada tahun 2008 dan 2009.
Peningkatan penanganan kasus korupsi di Papua disebabkan oleh adanya
desakan yang begitu kuat di tengah-tengah masyarakat berkenaan dengan
maraknya fenomena korupsi yang dilakukan secara terang-terangan terutama
oleh para pejabat publik dan politisi.
Hanya saja bila dicermati kritis bahwa jumlah kasus yang dilaporkan tersebut
relative kecil dibandingkan dengan fakta di lapangan. Ada juga sejumlah
kasus yang dilaporkan , namun hanya berakhir pada tingkat penyidikan dan
penyelidikan dengan berbagai argument hukum yang dianggap belum cukup
bukti dan lain-lain. Tiga kasus menonjol yang berhasil ditangani pihak
penegak hukum yaitu bupati Yapen, Supiori dan bupati Boven Digoel. Ketiga
pejabat tersebut kasusnya ditangani langsung oleh Komisi Pemberatasan
Korupsi sehingga proses hukumnya bisa berjalan lancar, cepat dan efektiv.
Sejumlah penyebab maraknya fenomena korupsi di Papua , namun seolah-
olah dibiarkan oleh masyarakat yaitu ; kultur kekuasaan dan politik yang
mendukung praktek korupsi dibiarkan terus berlangsung, polarisasi etnis yang
tinggi dengan kecenderungan ikatan primordial yang kuat menyebabkan
control sosial menjadi lemah. Selain itu proses akulturasi (masuknya nilai-nilai
baru yang besifat ekonomi uang) dan yang tidak kalah penting yaitu
lemahnya law enforcement dan integritas para penegak hukum (kentalnya
budaya feodal).
b. Pelayanan Publik
Pelayanan publik secara baik dari pemerintah kepada masyarakat
menunjukan bukti bahwa pemerintah telah melaksanakan tugas dan fungsi
untuk lebih bertanggungjawab atas kepercayaan yang diberikan dari
masyarakat. Sistem birokrasi dalam sistem pelayanan baik dalam mekanisme
pembuatan peraturan daerah satu atap dan presentase instansi (SKPD)
Provinsi yang memiliki pelaporan wajar tanpa pengecualian terlihat di bawah
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
11
12. grafik berikut:
Presentase
Kabupaten/ Kota
yang memiliki
Peraturan Daerah
atau Atap (%)
Presentase Instansi
(SKPD) Propinsi yang
memiliki pelaporan
Wajar Dengan
Pengecualian (WDF)
Data pada table diatas tentang pelayanan publik dengan indikator masing-
masing : peraturan daerah pelayanan satu atap dan laporan penggunaan
keuangan Negara dengan opini wajar tanpa pengecualian.
Indikator Peraturan daerah pelayanan satu atap menunjukkan bahwa
presentase kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah satu atap belum
terbentuk di seluruh Kabupaten. Satu-satunya Perda satu atap hanya terdapat
di propinsi yaitu Dispenda Propinsi dan pihak Kepolisian. Kendala-kendalanya
; pemerintah propinsi melalui Biro Hukum belum memfasilitasi terbentuknya
kerangka peraturan daerah satu atap, kualifikasi pendidikan aparatur di
bidang hukum terbatas, aparatur yang cakap dan kompeten sesuai bidang
tugas relartiv rendah serta kurangnya pemahaman aparatur tentang
semangat otonomi daerah menyebabkan lemahnya koordinasi antar
tingkatan pemerintahan (propinsi dan kabupaten).
Selain itu indikator Satuan Kerja Perangkat Daerah yang dikategori opini wajar
tanpa pengecualian. Seluruh SKPD di propinsi Papua belum berada pada
kategori opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Tingkat kemajuan yang
dicapai umumnya berada pada kategori opini Wajar Dengan Pengecualian
(WDP). Trend WDP di Papua cenderung meningkat karena pembinaan
melalui pelatihan dan hasil-hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) terus ditindak lanjuti oleh pemerintah daerah untuk
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
12
13. didiperbaiki dan disempurnakan sesuai tata kelolah system keuangan negara
untuk kepentingan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di daerah.
c. Demokrasi
Aggenda pembangunan yang adil di Indonesia yang dilaksanakan di propinsi
Papua yang menampilkan indikator demokrasi disajikan pada grafik bawah
ini :
Gender Development Index
Gender Empowerment Measurement
Index Pembangunan Manuasia
Indikator demokrasi yang digunakan masing-masing : Gender Development
Index (GDI), Gender Empowerment Measurement (GEM) dan Index
Pembangunan Manusia (IPM).
Nilai GDI dan GEM memperlihatkan trend perkembangan yang paralel.
Kedua indikator tersebut perkembangannya fluktuativ selama lima tahun
dengan tingkat kecenderungan meningkat.
GDI dan GEM mencapai persentase maksimal pada tahun 2009 yaitu sekiar
58 – 60 percent. Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi peningkatan
persentase dari kedua indikator output tersebut (GDI dan GEM) yaitu :
Kebijakan affirmative dalam semangat Otonomi Khusus Papua yakni
pemberdayaan dan keberpihakan sumber daya manusia. Issu gender tentu
saja menjadi bagian dari semangat pemberdayaan dimaksud. Tingkat
responsive dan sensitie gender pemerintah cukup baik. Selain itu, komitmen
pemerintah daerah terhadap gender ditandai dengan peningkatan status
kantor pemberdayaan perempuan menjadi Badan Pemberdayaan
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
13
14. Perempuan. Konsekuensinya ; ruang lingkup menjadi luas, pembiayaan
meningkat dan program-program peningkatn kapasitas perempuan
meningkat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa porsi pemberdayaan
dan keberpihakan kepada perempuan semakin mendapat tempat dalam
proses pembangunan di Papua.
Index Pembangunan Manusia menghalami peningkatan secara periodik
hingga pada tahun 2009. IPM Papua menampilkan perubahan peningkatan
yang berbeda pada periode waktu berjalan. Pada tahun 2004-2007 nilai IPM
meningkat dari angka 60,90 mencapai 63,41, namun pada tahun 2008
mengalami penurunan menjadi 57,17. Penurunan tersebut dipengerauhi
oleh pengelolaan kebijakan pendidikan dianggap belum efektiv yang ditandai
dengan angka putus sekolah tingkat Sekolah Dasar masih tinggi dan kualitas
output dari hasil pengelolahan kebijakan pendidikan relative rendah. Faktor
lainnya, kebijakan pembangunan di bidang kesehatan juga belum optimal
terutama pelayanan kesehatan dasar di wilayah-wilayah terpencil.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Index pembangunan manusia di
Papua mengalami peningkatan selama satu periode pemerintahan namun
peningkatan tersebut belum signifikan seiring dengan perkembangan
kemajuan di era informasi dan tehnologi. Dengan kata lain perkembangan
IPM Papua selama satu periode pemerintahan relative lambat
perkembangannya
3. Rekomendasi Kebijakan
Memperhatikan uraian dan analisis yang disajikan diatas, berikut beberapa
butir rekomendasi yang dapat dikemukakan tentang indikator demokrasi
sebagai berikut :
1. Sinyalemen masih maraknya korupsi di Papua, maka disarankan perlu
dibentuk suatu lembaga pengawas independen atau setingkat dengan
Komisi Pemberatasan Korupsi di daerah yang diatur dengan
Undang - Undang agar dapat mengontrol dan mengawasi setiap pelaku
pembangunan. Selain itu, perlu diprogramkan secara intensive dan
kesinambungan peningkatan kapasitas tenaga teknis pengelola keuangan
daerah.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
14
15. 2. Kebijakan affirmative gender yang telah mendapatkan porsi dalam proses
pembangunan di propinsi Papua perlu terus dikawal agar peningkatan
kualitas dari proses tersebut dapat membuahkan hasil maksimal seiring
dengan berjalannya waktu dan tuntutan jaman.
3. Perhatian terhadap peningkatan dan pengembangan sumber daya
manusia Papua perlu ditangani secara mendasar dan komprehensiv
melalui sebuah konsep yang dapat mensinergikan antara system
pendidikan modern dan kondisi obyektif daerah (budaya lokal).
4. Indeks IPM Papua memperlihatkan kecenderungan peningkatan , namun
lambat kemajuannya. Oleh karena itu perlu ada kebijakan dibidang
pendidikan dan kesehatan yang sinergis dan terintegrasi sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup rakyat di Papua , terutama penduduk asli
Papua.
C. AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
1. Indikator
Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat di propinsi Papua
menggunakan beberapa indikator acuan yaitu : Pendidikan, Pengelolaan
Sumberdaya Alam meliputi (sektor : Pertanian, Kehutanan dan Kelautan),
Infrastruktur, Ekonomi Makro, Nilai Investasi, Kesehatan dan Keluarga
Berencana.
2. Analisis Pencapaian Indikator
a. Pendidikan
Untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu negara atau wilayah dapat
dilakukan diantaranya menampilkan angka partisipasi masyarakat yang
mengenyam pendidikan pada berbagai jenjang. Untuk mengetahui tingkat
perkembangan pendidikan masyarakat di Papua dapat disajikan pada grafik
bawah ini :
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
15
16. Partisipasi Pendidikan Masyarakat
Tingkat partisipasi pendidikan masyarakat diindikasikan masing-masing :
Angka Partisipasi Murni tingkat SD, Angka Partisipasi Kasar tingkat SD, rata-
rata nilai akhir tingkat SMP, rata-rata nilai akhir tingkat menengah, angka
putus sekolah tingkat SD, angka putus sekolah tingkat SMP dan angka putus
sekolah tingkat menengah.
Data pada grafik diatas tentang tingkat partisipasi masyarakat di dalam
pendidikan memperlihatkan perkembangan yang fluktuatif. Beberapa
indikator output pendidikan memperlihatkan trend positive peningkatannya ,
namun ada sebagian indikator output lainnya memperlihatkan trend negative
dalam artian terjadi penurunan.
Angka partisipasi murni tingkat sekolah dasar cenderung meningkat pada tiga
tahun terakhir atau dari tahun 2007-2009 yakni sebesar empat percent dari
80,92 - 84,90%. Kondisi ini berbeda dengan angka partisipasi kasar murid SD
pada periode waktu yang sama, dimana nilai partisipasi menurun dari 101, 01
menjadi 97,83%.
Angka kelulusan dari 3,94 melonjak 2 kali lipat menjadi 6,03 untuk angka
kelulusan nilai akhir sekolah menengah tingkat pertama selama dua tahun
berturut-turut pada tahun 2007 dan 2008. Peningkatan angka kelulusan
tersebut setelah dikonfrontir dengan beberapa guru yang terlibat di tingkat
SMU mengindikasikan bahwa hasil lulusan tersebut tidak murni hasil kerja
keras para murid tetapi sebenarnya tingkat kelulusan Ujian Akhir Nasional
dipengaruhi oleh intervensi kebijakan terselubung dari instansi tehnis ke
sekolah-sekolah untuk membantu kelulusan para siswa.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
16
17. Kebijakan penanganan angka melek huruf tidak mengalami perubahan
signifikan. Antara tahun 2004 hingga 2007 angka perkembangan melek huruf
tetap berada pada angka 74 %. Sedangkan di tahun 2008-2009 sedikit
mengalami peningkatan yaitu 75%. Perhatian pemerintah daerah terhadap
masalah angka melek huruf ini masih terasa kurang mendapat perhatian yang
memadai.
Peningkatan kesejahteraan dan tuntutan terhadap kualifikasi pendidikan para
guru dalam meningkatkan kualitasnya terus mendapat pemerintah. Hal
tersebut tercermin dari angka kelayakan guru di tingkat SMP yang cukup baik
dari tahun 2008-2009 meningkat secara baik hingga mencapai 91,28%.
Berbagai kebijakan dan program telah dilakukan secara intensive dan serius
oleh pemerintah daerah melalui instansi tehnis terkait, bahkan alokasi
anggaran pembangunan melalui sector pendidikan memperoleh porsi terbesar
dibandingkan dengan sector-sektor prioritas lainnya sepert : kesehatan,
ekonomi kerakyatan dan infrastruktur dasar.
Memperhatikan grafik diatas nampak pengelolaan pendidikan cenderung
fluktuativ dan hanya menekankan output serta dari pengelolaan menonjolkan
aspek kuantitativ dari pada proses kualitatif , maka bisa dipastikan bahwa
perkembangan penyelenggaraan pendidikan di propinsi Papua relative lambat
kemajuannya. Ada sejumlah faktor yang berpengaruhi terhadap lambatnya
perkembangan pengelolaan pendidikan di Papua, yakni : Kebijakan dan
strategi pengelolaan pendidikan masih menggunakan pola yang sama dari
waku ke waktu, porsi pengelolaan kebijakan pada level pendidikan menengah
dan tinggi lebih besar dibandingkan dengan pendidikan dasar. Selain itu
manfaat pengelolaan kebijakan pendidikan cukup terasa di wilayah perkotaan
dibandingkan dengan wilayah pinggiran dan kampung-kampung, dan masalah
klasik dari waktu ke waktu yaitu tingkat kesejahteraan termasuk minimnya
ketersediaan sarana dan prasarana.
b. Kesehatan
Pengukuran tentang tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari
indikator kesehatan masyakat pada suatu daerah. Sektor Kesehatan
merupakan salah satu leading sector di era otonomi Khusus Papua saat ini.
Berikut tampilan grafik tentang perkembangan pembangunan bidang
kesehatan selama periode tahun 2004-2009, sebagai berikut :
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
17
18. Grafik diatas tentang indikator output dari sector kesehatan menunjukan trend
fluktuativ yang menurun pada dua tahun terakhir 2008-2009. Angka gizi buruk
dan kurang cenderung menurun. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa
pemerintah daerah member perhatian besar melalui berbagai kebijakan
untuk menekan angka gizi buruk dan kurang , dan telah memberikan hasil
positive.
Sedangkan tingkat kematian mengalami penurunan terutama pada tahun
2008-2009, namun penurunan angka tersebut relative masih lambat karena
angka kematian bayi masih cukup tinggi yaitu mencapai hampir 70% dalam
tahun 2008-2009. Apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya
nampak jelas bahwa belum memperlihatkan perubahan signifikan terhadap
penurunan tingkat angka kematian bayi di Papua. Kondisi ini perlu menjadi
perhatian pemerintah daerah agar dapat mengevaluasi kebijakan dan
program yang dilaksanakan selama ini dan merumuskan ulang disesuaikan
disesuaikan dengan kondisi saat ini dan sumber daya yang tersedia.
Tingka harapan hidup penduduk di Papua selama lima tahun terakhir
mengalami perubahan walaupun tingkat perubahannya relative kecil dan
lambat. Secara keseluruhan menunjukan hasil positi karena tingkat harapan
hidup penduduk di Papua yaitu mencapai usia 70 tahun. Artinya bahwa
peningkatan t ersebut seiring dengan ada kemajuan di bidang kesehatan dan
diikuti juga dengan pelayanan kesehatan semakin menjangkau masyarakat.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
18
19. Kebijakan lain yang menonjol di bidang kesehatan yaitu pemberian kartu
gratis bagi masyarakat miskin.
Bila dicermati secara kritis tentang pelayanan kesehatan dapat dikatakan
bahwa pelayanan kesehatan di wilayah perkotaan semakin baik karena
didukung dengan kebijakan dan keterjangkuan pelayanan serta ketersediaan
tenaga medis dan sarana kesehatan. Sedangkan di wilayah pinggiran dan
pedalaman belum optimal pelayanan kesehatan sehingga belum berdampak
terhadap tingkat kualitas kehidupan masyarakat.
sejumlah hambatan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan di wilayah
pinggiran yang belum maksimal yakni antara kebijakan dan implementasi
belum dapat berjalan maksimal disebabkan oleh diantaranya ; birokrasi
pelayanan yang cukup panjang, terbatasnya tenaga medis pada level
kampung dan kondisi geografis dengan tingkat kesulitan yang khas pada
setiap wilayah serta terbatasnya prasarana dan sarana kesehatan.
c. Keluarga Berencana
Program keluarga berencana merupakan program nasional dengan tujuan
utama menekan laju pertumbuhan penduduk dan menciptakan keluarga
sejahtera. Program Keluarga Berencana di Propinsi papua selama lima tahun
penyelenggaraan pemerintahan disajikan pada grafik dibawah ini :
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
19
20. Penggunaan alat kontrasepsi bagi setiap keluarga di Papua cukup tinggi antar
tahun 2008 hingga tahun 2009. Meningkatnya penggunaan alat kontrasepsi
tersebut dari 47 % hingga 50 % berdampak pula bagi laju pertumbuhan
penduduk di Papua. Tingkat pertumbuhan dapat diturunkan dari 2,03%
hingga 1,99 %. Walaupun tingkat presentasi pertumbuhan tidak cukup besar,
namun penggunaan alat kontrasepsi dianggap cukup berhasil di dalam
membantu menurunkan laju pertumbuhan penduduk. Apabila laju ini dapat
ditekan, maka akan berdampak positif bagi keluarga terutama dapat
mengurangi beban ekonomi keluarga.
Penggunaan alat kontrapsi berhasil dilaksanakan hanya bagi pasangan yang
menggunakan alat kontrasepsi, namun secara keseluruhan pada umumnya
penduduk di Papua tidak menggunakan alat kontrasepsi. Ada sejumlah
alasan yaitu masyarakat belum merasa penting dengan program Keluarga
Berncana, perspektif social budaya masyarakat Papua yang melihat program
Keluarga Berencana bagi kehidupannya. Tingkatan kepadatan penduduk
relative rendah sehingga kondisi ini belum menjadi problem pembangunan
dan juga jumlah penduduk dibandingkan dengan luas wilayah.
d. Pertanian, Kehutanan dan Kelautan
Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyakat, dapat diprotet melalui
beberapa sektor , seperti ; pertanian, kehutanan dan kelautan. Sektor ini
masih menjadi andalan utama penduduk asli papua menggantungkan
kehidupannya dari ketersediaan sumberdaya alam yang melimpah. Untuk
mengetahui kontribusu sector-sektor ini terhadap pembangunan dapat
disajikan pada tabel berikut ini :
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
20
21. Keterlibatan masyarakat di sektor pertanian cukup positive. Partisipasi ini
terlihat mengalami peningkatan signifikan dalam 2 (dua) tahun terakhir dari
nilai 6,16 menjadi 6,67 M. Tingkat partisipasi masyarakat mengelolah hasil
pertanian dianggap mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Namun seiring dengan meningkatnya aktivitas masyarakat di sektor pertanian
tanpa disadari turut berdampak signifikan terhadap peningkatan jumlah
presentase areal lahan kritis. Pembabatan hutan dan pembukaan lahan baru
untuk kepentingan aktivitas pertanian terus meningkat belakangan ini tanpa
disadari mulai merusak ecosystem hutan dan akan dampak terhadap
pengrusakan hutan ke depan. Pada periode waktu tahun 2008-2009
presentase lahan kritis meningkat tajam dari 0,12 -0,22 %. Pemanfaatan
lahan untuk berbagai kebutuhan pembangunan berpengaruh secara signifikan
terhadap meningkatnya jumlah persentase areal lahan kritis.
Disamping itu , tindak pidana terhadap kegiatan perikanan mengalami
peningkatan selama dua tahun yaitu tahun 2008-2009. Peningkatan
persentase kejahatan perikanan disebabkan oleh beberapa kelompok
masyarakat dengan cara menggunakan bahan peledak guna menangkap
ikan (destructive fishing). Kegiatan ini tentu saja dapat menghancurkan
potensi sumberdaya ikan yang ada selama ini. Mengingat kebutuhan ikan dari
waktu ke waktu terus meningkat, menyebabkan masyarakat melakukan cara-
cara tidak terpuji dalam menangkap ikan. Masyarakat tidak menyadari
bahwa cara-cara salah tersebut telah melanggar hukum karena telah
merusak sumberdaya alam dan pesisir laut. Tertangkapnya beberapa kapal
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
21
22. asing di wilayah perairan laut Papua menjadi indikasi bahwa perlu dilakukan
tindakan pengamanan perairan laut wilayah Indonesia dari ancaman
pencurian sumberdaya perikanan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
dua modus utama tindak pidana kelautan yaitu illegal fishing dan destructive
fishing yang tentu saja dapat mengganggu ekosistem laut.
e. Infrastruktur
Dukungan infrastruktur terutama perhubungan darat sangat diperlukan agar
dapat mendukung pelaksanaan pembangunan wilayah secara utuh sehingga
dapat memberikan dampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Gambaran pembangunan infrastruktur perhubungan darat di Propinsi Papua
selama periode lima tahun disajikan pada grafik berikut ini :
Dukungan infrastruktur jalan darat yang menjadi focus perhatian analisis yaitu
jalan nasional dan jalan provinsi. Kondisi jalan nasional yang tergolong baik
selama tahun 2008-2009 menghalami penurunan sekitar 5,73-3,73%.
Penurunan tersebut dimaksudkan yaitu kondisi jalan tersebut mengalami
kerusakan dan belum mendapatkan perhatian dalam hal perawatan dan
pemeliharaan. Jalan Nasional mengalami penurunan kondisi baik jalan
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
22
23. tersebut. Jalan nasional dalam kondisi sedang berkisar antara 41,10 -
11,10% untuk tahun 2008-2009. Sementara kondisi jalan nasional yang
berada dalam keadaan rusak selama dua tahun terakhir 2008 - 2009 berkisar
antara 53,17 – 54,23 %. Meningkatnya jumlah jalan nasional yang rusak
disinyalir disebabkan oleh keterbatasan anggaran pembangunan untuk
membiaya kegiatan pemeliharan dan perbaikan. Jalan nasional yang rusak
perlu mendapat perhatian yang serius dalam upaya perbaikan jalan tersebut.
Disamping itu pula, terdapat jalan-jalan provinsi. Persentase jalan provinsi
yang tergolong baik berkisar 38,45-38,76% pada tahun 2008-2009. Prasana
jalan darat tersebut Nampak cukup terawat baik. Jalan provinsi yang berada
dalam kondisi sedang dan rusak mencapai 24 % dan lebih dari 50%. Oleh
sebabnya presentase jalan rusak baik jalan nasional dan provinsi perlu untuk
diperbaiki dalam rangka memberikan pelayanan yang baik bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat di daerah. Rusaknya infrastruktur jalan darat yang
ada dapat berpengaruh langsung kepada alur distribusi barang dan jasa , dan
tentunya saja akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi bagi daerah
tersebut dan wilayah sekitarnya. Permasalahan dasar yang menyebabkan
infrastruktur jalan darat dari waktu ke waktu tidak mengalami peningkatan
signifikan sebenarnya lebih disebabkan oleh lemahnya komitmen pemerintah
dalam memperhatikan pembangunan infrastruktur dasar di propinsi Papua.
f. Ekonomi Makro
Indikator ekonomi makro yang sering digunakan dalam menganalisa
pertumbuhan ekonomi secara aggregate suatu daerah adalah PDRB (Produk
Domeistik Regional Bruto). PDRB pada prinsipnya adalah total output yang
diproduksi oleh propinsi ataupun kabupaten. Gambar berikut memperlihatkan
kondisi perekonomian Provinsi Papua.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
23
24. Produk Domestk Regional Bruto Provinsi Papua berfluktuasi dari tahun 2004-
2009, dan terjadi peningkatan -1,49 hingga 15,49 untuk tahun 2008-2009. Bila
dicermati perkembangan pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir
yakni; pada tahun 2004 terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi Provinsi
Papua mencapai minus 22%, namun pada tahun 2005 pertumbuhan ekonomi
Provinsi Papua mencapai skitar 35%.
Jika melihat share total PDRB, dari tahun 2004-2009 terlihat bahwa sektor
manufaktur memiliki peran yang sangat signifikan dalam perekonomian
Provinsi Papua, hal ini disebabkan karena kontribusi perusahaan PT Freeport
Indonesia. Sehingga dapat dikatakan bahwa secara langsung pertumbuhan
perekonomian Provinsi Papua dipengaruhi oleh perekonomian global. Jika
melihat presentase manufaktur terhadp total PDRB berfluktuasi. Hal ini terjadi
karena bervariasinya harga komoditas tembaga di dunia internasional.
Seperti terlihat pada grafik diatas harga tembaga di dunia internasional
mengalami peningkatan di tahun 2005, sehingga hal ini mendongkrak
perekonomian Provinsi Papua, namun pada tahun 2008, harga tembaganya
mengalami penurunan. Sebenarnya voulme produksi tembaga hampir sama
untuk tahun 2005 dan 2008, namun harga tembaga berbeda berakibat pada
turunnnya pendapatan PT Freeport Indonesia.
Perkembangan pendapatan per kapita Provisi Papua mengalami
kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2004 pendapatan perkaipta
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
24
25. penduduk di Provinsi Papua bekisar 11 jutaan rupiah, meningkat menjadi 20
juta pada tahuna 2005. Namun untuk tahun 2005-2006, pendapatan
perkapita Provisi Papua mengalami stagnasi pada posisi 20 juta rupiah per
tahun. Hal ini disebabkan karena kontribusi sektor pertambangan.
Sebenarnya volume produksi sektor pertambangan khususnya tembaga yang
diolah dari PT Freeport meningkat, namun harga tembaga dipasar
internasional rendah sehingga berpengaruh terhadap menurunnya
pendapatan per kapita. Disisi lain, meningkatnya harga tembaga berakibat
meningkatnya pendaptan per kapita pada tahun 2006 sampai dengan 2008.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi papua
sangat tinggi dipengaruhi oleh kontribusi sector migas melalui PT Freeport
sebagai penyumbang PDRB terbesar yaitu 68 % (Papua dalam angka, 2008).
Artinya bahwa hasil PT Freeport dibawa keluar dan selanjutnya dikonversikan
kedalam bentuk bagi hasil antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
yang dituangkan kedalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Implikasinya yakni ketergantungan pemerintah daerah semakin tinggi pada
subsidi pemerintah seperti DAU, DAK, Dana OTSUS, hibah dan lain-lain.
Ketergantungan tersebut hanya melestarikan mentalitas peramu yang masih
dominan subsisten dari pada ekonomi produktif.
Perkembangan inflasi di Provinsi Papua berfluktuasi dalam kurun waktu
2004-2009. Pada tahun 2004, inflasi Provinsi Papua dibawah 10%, namun
pada tahun 2005 inflasi mencapai 14%. Peningkatan laju inflasi di Provinsi
Papua dipicu oleh terjadi kenaikan di sektor pendidikan dan juga kelompok
makanan jadi dan rokok. Namun untuk tahun 2006-2007, perkembangan laju
inflasi di Provinsi Papua relatif stabil. Secara keseluruhan , inflasi diatas 10
percent dikategorikan sangat tinggi bila disandingkan dengan rata-rata inflasi
tingkat nasional. Kondisi tersebut telah berlangsung dari waktu ke waktu
terutama dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan hidup penduduk Papua di
produksi dan didatangkan dari luar Papua. Kebutuhan hidup yang bisa
dihasilkan di Papua berasal dari sektor pertanian dan perkebunan yang
sifatnya bahan mentah (raw material) seperti sayur-sayuran atau palawija dan
sumber protein lainnya yang disediakan oleh alam. Dengan demikian , laju
inflasi tersebut tetap berada pada kategori yang relatif tinggi karena berkaitan
dengan biaya produksi, transportasi dan bea masuk pajak, dan lain-lain yang
ditentukan oleh perkembangan ekonomi makro secara nasional.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
25
26. g. Investasi
Untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu daerah tentu saja
harus memperhatikan kegiatan investasi di daerah tersebut. Peningkatan nilai
investasi memberi gambaran tentang kesejahteraan suatu wilayah atau
daerah. Berikut tampilan grafik tentang perkembangan investasi di Papua
selama periode waktu 2004-2009:
Keadaan investasi di Provinsi Papua seperti pada Gambar diatas bervariasi.
Realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) tahun 2004 mencapai
sekitar 2.000 miliar, meningkat mejadi 3.000 miliar pada tahun 2005. Namun
sejak dari tahun 2005-2007, nilai realisasi PMDN mengalami penurunan
sebesar 1.500 miliar. Menurunya nilai realisasi PMDN disebabkan karena
faktor ketidakjelasan kepemilikhan hak tanah dan birokrasi perijinan yang
masih berbelit-belit. Seperti diketahui di Provisisi Papua, dalam mengurus
kepemilikan tanah harus memiliki persetujuan dari dua lembaga. Yang
pertama dari Departement Pertanahan yang mengeluarkan sertifikat tanah.
Dan yang kedua, harus ada pelepasan tanah dari adat dalam bentuk surat
pelepasan. Kenyataannya investor mengalami kesulitan dalam memperoleh
surat pelepasan hak tanah karena sering terjadi konflik diantara suku-suku
yang memiliki hak ulayat tanah tersebut. Surat ijin investasi antara
pemerintah pusat dan daerah dan antara pemerintah propinsi dan kabupaten
masih menjadi hambatan tersendiri.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
26
27. Nilai rencana persetujuan investasi menurun sangat nyata antar tahun 2004
hingga tahun 2009 dari 5.45 M hingga 0,41M. Namun penurunan rencana
investasi tidak sejalan dengan nilai realisasi investasi PMDN yang meningkat
sangat signifikan pada tahun 2008 – 2009 atau berkisar dari 10,18 M hingga
mencapai 380,73 M. Peningkatan nilai ini memberi dampak pada rencana
serapan tenaga kerja yang cukup tinggi bagi masyarakat, dimana mengalami
peningkatan nilai sebesar 2 kali lipat dari $ 89 hingga mencapai $ 196.
Kondisi ini memberi gambaran tentang modal yang di investasikan dalam
bentuk serapan tenaga kerja mampu mendorong tingkat kesejahteraan
masyarakat lebih baik pada dua tahun terakhir. Namun realisasi di dalam
penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan yang cukup besar dari dua
tahun terakhir. Penurunan nilai resapan tenaga kerja dari sekitar $ 25
menjadi $ 15.
Kondisi ini dapat memberi dampak secara tidak langsung bagi penyerapan
tenaga kerja. Namun penurunan nilai tersebut tidak terlalu berdampak
langsung bagi penurunan nilai investasi di Provinsi Papua. Kebijakan
keberpihakan pemerintah daerah kepada masyarakat lewat kesempatan
berusaha termasuk kemudahaan bantuan kredit lunak. Kebijakan tersebut
tentu saja diharapkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Perhatian juga diberikan pada sektor informal dan peningkatan
kualifikasi tenaga kerja sehingga diharapkan para pelaku usaha atau calon
pelaku usaha dapat membuka usaha sendiri. Kebijakan strategis tersebut
dilakukan dengan tujuan utamanya adalah agar dapat menggerakan kegiatan
perekonomian daerah. Sehingga ketergantungan masyarakat terhadap
perusahaan asing dan atau bekerja sebagai karyawan asing bisa bergeser
kepada pengelolaan usaha mandiri. Kebijakan pemerintah daerah yang pro
ekonomi kerakyatan diharapkan dapat mendorong peningkatan
kesejahteraan masyarakat tentu saja akan berdampak terhadap
pertumbuhan ekonomi di daerah.
Secara umum perkembangan nilai realisasi investasi penanaman modal di
Provisi Papua dalam kurun waktu 2004-2008 tidak banyak mengalami
perubahan. Terjadi penuruanan invesati PMA dari tahun dari tahun 2005
sampai dengan 2006 dan penurunan tersebut disebabkan karena terjadi
penurunan harga tembaga di pasar internasional sehingga ini berpengaruh
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
27
28. terhadap penerimaan investasi PMA. Selain PMA di sektor migas , nilai
persetujuan PMA di sektor perkebunan mengalami peningkatan di era
otonomi khusus Papua saat ini, hanya saja realisasi tidak berjalan optimal
disebabkan oleh berbagai hambatan seperti birokrasi perijinan yang masih
panjang antara pemerintah pusat dan daerah, hak ulayat, stabilitas politik di
daerah serta etos kerja pembangunan sehingga menimbulkan ekonomi
biaya tinggi.
h. Kesejahteraan Sosial
Tingkat kesejahteraan rakyat diukur dari presentase penduduk miskin dan
tingkat pengagguran terbuka. Berikut disajikan dapat diuraikan pada grafik
berikut ini:
Presentase penduduk miskin pada 2 (dua) tahun terakhir atau pada periode
tahun 2008-2009 tidak banyak menampilkan perubahan yang cukup berarti.
Hal ini dapat dilihat dari angka presentase penduduk miskin berkisar pada
37,08% dan 37,52%. Dari jumlah tersebut, terdapat 70 % penduduk miskin
berada di kampung-kampung.
Berbagai kebijakan penanggulangan kemiskinan telah dilakukan oleh
pemerintah, namun belum mampu mengurangi atau menekan angka
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
28
29. kemiskinan, bahkan ketergantungan masyarakat semakin tinggi kepada
pemerintah seperti; Program Bantuan Langsung Tunai (BLT), jarring
pengaman social, dan lain-lain. Kebijakan penanggulangan kemiskinan yang
dilakukan masih bersifat simbolik dan karikatif tetapi tidak bersifat edukatif
(BLT, jaringan pengaman social, dll) Orientasi masyarakat ke PNS masih
cukup tinggi, partisipasi masyarakat ke sekor swasta rendah karena
dipengaruhi oleh etos kerja pembangunan belum relevan dengan tuntutan
dunia kerja (mentalitas peramu). Selain itu, tingkat pendidikan masyarakat
relatif rendah.
Selama empat tahun terakhir ini, pemerintah daerah melaksanakan program
strategis dalam rangka mengurangi tingkat kemiskinan di kampung-kampung
dengan kebijakan Respek (Rencana Strategi Pembangunan Kampung).
Pemerintah Daerah Propinsi menyediakan jumlah dana sebesar Rp. 100 juta
tiap kampung untuk mendukung pelaksanaan kebijakan Respek tersebut.
Program Respek tersebut disinergikan dengan program PNPM Mandiri pada
tahun 2008 dengan tujuan yang sama yaitu penanggulangan kemiskinan.
Oleh karena iu masih relative dini kalau pemerintah daerah mengklaim
keberhasilan program Respek tersebut telah menekan jumlah kelompok
miskin. Alasannya bahwa jumlah uang yang telah banyak beredar di
kampung-kampung selama empat tahun terakhir tidak dengan sendirinya
telah mengurangi kelompok masyarakat miskin. Pertanyaannya jumlah dana
tersebut dipergunakan untuk kebutuhan apa saja di kampung-kampung ? .
Apabila kebanyakan dari dana tersebut hanya dipergunakan untuk
kepentingan produktiv , maka hasilnya paling cepat terasa lima tahun berjalan,
tetapi sebaliknya bila jumlah uang yang besar dipergunakan untuk
kepentingan konsumtiv atau semata-mata pembangunan fisik, maka
sebenarnya belum memberikan jaminan bahwa kelompok warga miskin telah
dibantu untuk keluar dari belenggu kemiskinan. Ada kemungkinan masyarakat
miskin tidak mampu membebaskan dirinya dari belenggu kemiskinan karena
warga miskin terjebak oleh kebijakan yang membelenggu mereka sendiri
untuk tetap bergantung kepada pihak pemberi bantuan (pemerintah). Oleh
karena itu, program Respek dan PNPM Mandiri masih perlu dievaluasi tingkat
keberhasilan dengan durasi waktu paling lambat lima tahun pelaksanaan
program tersebut. Program Respek memiliki nilai positive karena program
tersebut sangat membantu penduduk miskin untuk terlibat memecahkan
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
29
30. problem hidupnya sendiri dan menata kehidupannya yang lebih baik ke
depan.
Tingkat pengangguran terbuka dari waktu ke waku terus meningkat secara
signifikan. Kebanyakan dari para penganggur adalah lulusan-lulusan
perguruan tinggi dari luar Papua dan dari dalam Papua, dan lulusan SMU
yang tidak sempat melanjutkan studi pada jenjang perguruan tinggi karena
berbagai alasan. Selain itu, migran dari luar papua yang melihat peluang
otonomi khusus Papua dan pemekaran wilayah. Kelompok migran bervariasi
latar belakangnya seperti para kalangan terdidik (lulusan perguruan tinggi),
lulsan SLTA dan kalangan kurang terdidik seperti tenaga kerja kasar, dan lain-
lain.
3. Rekomendasi Kebijakan
Beberapa rekomendasi dikemukakan berikut ini sebagai acuan guna
meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat, meliputi :
a. Kebijakan pengelolaan pendidikan sebaiknya fokus perhatian porsinya
lebih besar pada level pendidikan dasar dan locusnya diarahkan ke
wilayah-wilayah pinggiran dan kampung-kampung. Selain itu, metode dan
pola pendekatan penerapannya juga harus berbeda antara wilayah
perkotaan dan pinggiran dan atau kampung-kampung. Memadukan dan
mensinergikan system pendidikan modern dan kondisi obyektif daerah
(budaya local) sudah saatnya perlu ada langkah-langkah konkrit guna
mempersiapkan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas ke
depan.
b. Kebijakan pembangunan di bidang kesehatan tidak sekedar memberikan
pelayanan kesehatan kepada penduduk miskin atau penderita, tetapi perlu
ada keterlibatan sektor-sektor lain seperti pekerjaan umum, perhubungan
dan intansi tehnis lainnya. Tujuannya agar pelayanan kesehatan baik dari
aspek kebijakan maupun implementasi menyangkut pelayan kesehatan
dasar hingga kesejahteraan para medis benar-benar mendapat perhatian
sehingga pembangunan kesehatan dapat berjalan optimal.
c. Program penyuluhan secara intensive kepada para nelayan dan
masyarakat umum agar menggunakan cara-cara baik dan benar dalam
menangkap ikan terutama sesuai dengan lokal wisdom agar tidak
merusak ekosistem perairan dan kepentingan generasi selanjutnya.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
30
31. d. Perlu adanya komitmen yang tinggi dan konsisten dari pemerintah pusat
secepatnya membangun infrastruktur dasar yang menghubungkan antara
kabupaten di propinsi Papua termasuk propinsi Papua Barat agar dapat
mengurangi ekonomi biaya tinggi yang selama ini diterima apanya sebagai
fakta pembangunan.
e. Kebijakan tentang kredit mikro bagi pengusaha kecil perlu diikuti dengan
pendampingin secara intensive dan perlu melibatkan pihak swasta
membantu pemerintah daerah membimbing dan membina
pengusaha-pengusaha lokal agar terjadi transfer knowledge dan skill
sesuai tuntutan perkembangan saat ini.
f. Menyediakan fasilitas dan pengadaan formasi tenaga kesehatan agar
pelayanan kesehatan bisa lebih merata dan menjangkau kampung-
kampung. Selain itu , perlu merekrut tenaga-tenaga penyuluh lapangan
agar dapat melakukan proses pendampingan dan penyuluhan bagi setiap
keluarga tentang gizi dan permasalahannya sehingga pada akhirnya
mereka mampu menurunkan angka gizi buruk dan kurang pada bayi.
g. Kebijakan penanggulangan seperti Respek dan PNPM Mandiri merupakan
sebuah kebijakan strategis yang perlu dievaluasi untuk menilai tingkat
keberhasilan dan terus diperbaiki dan disempurnakan untuk kepentingan
pembangunan dan masyarakat di Papua melalui pendekatan
pembangunan berbasis kampung serta perlu diikuti juga dengan
dukungan penuh dari seluruh jajaran pemerintahan di tingkat Kabupaten.
D. KESIMPULAN
Hasil evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Agenda Pembangunan Indonesia yang Aman dan Damai yang diuraikan diatas
memperlihatkan bahwa index kriminal ,kejahatan konvensional dan kasus
transnasional secara umum dapat diselesaikan dengan baik oleh institusi
penegak hukum. Dinamika perkembangan pembangunan yang dipengaruhi oleh
adanya keterbukaan wilayah sebagai hasil pemekaran wilayah dan pelaksanaan
Otonomi Khusus Papua berdampak terhadap meningkatnya kasus-kasus criminal,
kejahatan konvensional dan transnasional selama tiga tahun terakhir ini. Kasus
pencurian bermotor , women trafficking dan transaksi ganja merupakan kasus-
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
31
32. kasus kejahatan yang menonjol dan terus meningkat seiring dengan dinamika
pembangunan di daerah.
2. Agenda pembangunan Indonesia yang adil dan demokratis secara umum belum
menunjukkan kinerja yang baik. Jumlah kasus korupsi berhasil ditangani oleh
institusi penegak hukum namun fakta di lapangan bahwa fenomena korupsi
marak terjadi di masyarakat dari pada dugaan korupsi yang dilaporkan kepada
pihak berwajib.
Belum ada peraturan daerah pelayanan satu atap di seluruh Kabupaten di propinsi
Papua. Satu-satunya SKPD yang memiliki pelayanan satu atap yaitu Dinas
Pendapatan Propinsi Papua bekerjasama dengan pihak Kepolisian Daerah Papua
yang dikenal dengan Samsat terkait dengan pengurusan-pengurusan administrasi
kendaraan bermotor dan pajak kendaraan bermotor.
Seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah di propinsi Papua belum berada pada
kategori opini pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian. Umumnya, kinerja SKPD
masih berada pada kategori opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Indikator demokrasi menunjukkan kinerja positive melalui Gender Development
Index (GDI) dan Gender Empowerment Meassurement (GEM). Pemerintah
Daerah memberikan perhatian sungguh-sungguh kepada pemberdayaan
perempuan dan hal tersebut berpengaruh terhadap tingkat partisipasi perempuan
dalam berbagai aspek kehidupan tidak saja dalam rumah tetapi di luar rumah
sesuai profesinya masing-masing dan jumlah tersebut terus meningkat.
3. Secara umum agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat menunjukan kinerja
positive, namun kemajuan yang dicapai relative lambat dan lebih dominan aspek
kuantitativ dari pada aspek kualitativ. Indikator pendidikan dan kesehatan
mengalami perkembangan positiv , namun lambat mencapai kemajuan optimal.
Hal ini disebabkan oleh strategi dan pola pendekatan, orientasi pembangunan
yang masih perkotaan dari pada pedalaman dan kampung - kampung.
Laju pertumbuhan ekonomi relative rendah dan tingkat kontribusi PDRB untuk
pertumbuhan ekonomi di Papua masih dominan dari PT Feeport sebesar 68%
sehingga ketergantungan ekonomi Papua sangat tinggi pada subsidi pemerintah
melalui DAU, DAK, OTSUS dan dana-dana Hibah. Nilai investasi relative rendah
karena berbagai kendala ; birorakrasi perijinan antara pemerintah pusat dan
daerah, permasalahan tanah (hak hulayat),faktor keamana dan etos kerja
pembangunan.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
32
33. Infrastruktur jalan darat sebagian besar berada dalam kondisi rusak baik jalan
propins maupun nasional. Kondisi jalan nasional yang dikategorikan berada dalam
kondisi baik hanya mencapai11 percent. Kendala-kendala klasik yakni ; lemahnya
komitmen pemerintah dan keterbatasan anggaran Negara.
Tingkat kebutuhan pembangunan yang terus meningkat menyebabkan
masyarakat melakukan penebangan dan pembabatan hutan untuk kepentingan
pertanian. Aktivitas tersebut tanpa disadari oleh masyarakat dan pemerintah
telah merusak ecosystem hutan dan lingkungan. Kondisi ini sedang terjadi secara
perlahan-lahan namun pasti bahwa hutan sedang di hancurkan dengan alasan
pembangunan dan ekonomi.
Demikian halnya dengan potensi sumber daya laut yang menjadi sumber
kehidupan manusia termasuk penduduk di Propinsi Papua terakit dengan
aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak (Destructive
fishing) dan Illegal fishing di perairan Papua terus meningkat dalam tiga tahun
belakangan ini. Keadaan ini tanpa disadari akan merusak ecosystem di perairan
laut.
Persentase penduduk miskin tidak mengalami perubahan selama empat tahun
belakangan ini yaitu masih tetap berada kisaran 37 percent. Berbagai kebijakan
dilakukan oleh pemerintah tetapi belum berdampak signifikan terhadap penurunan
angka kemiskinan. Program Bantuan Langsung Tunai , jaring pengaman social
dan lain-lain merupakan pendekatan yang sifanya karitatif dan simbolik sehingga
tidak mengandung unsur edukasi bagi masyarakat. Justru kondisi yang terjadi
sebaliknya masyarakat sangat tergantung kepada si pemberi bantuan
(pemerintah) .
Kebijakan Respek sebagai kebijakan strategis pemerintah daerah dalam rangka
menanggulangi kemiskinan mengandung filosophis dan semangat
pemberdayaan bagi penduduk miskin yang hidup di kampung-kampung dan
umumnya adalah penduduk asli papua. Hanya saja program tersebut baru
berjalan empat tahun sehingga masih memerlukan waktu lima tahun untuk
mengevaluasi tingkat kemajuan dari keberhasilan dari program tersebut.
Angka pengangguran terus meningkat signifikan dalam tiga tahun terakhir
disebabkan oleh lulusan perguruan tinggi dari dalam dan luar Papua,kaum migrant
dari luar Papua, orientasi pencari kerja lebih kepada PNS, keterbatasan lapangan
kerja di sector public dan sector swasta belum berkembang pesat di propinsi
Papua.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
33
34. BAB III
RELEVANSI RPJMN 2010 -2014 DENGAN RPJMD PROPINSI PAPUA
1. Pengantar
Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional
yang dilakukan terencana, intensiv dan berkesinambungan guna mewujudkan
masyarakat adil dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu ada
acuan dasar sebagai pedoman agar dapat melakukan pengkawalan terhadap
proses pembangunan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan.
Kerangka dasar pembangunan nasional selama lima tahun belakangan ini
mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
sebagai dasar untuk mengkawal agenda-agenda prioritas yang harus dicapai
selama satu periode penyelenggaraan pemerintahan. Agenda prioritas nasional
menjadi acuan dasar selanjutnya dijabarkan ke dalam RPJM Daerah dan
disesuaikan dengan kondisi riil dan kebutuhan masing-masing daerah. Tujuan dan
sasaran dari agenda yang ditetapkan dalam RPJMN maupun RPJMD output akhir
dapat dilihat dan dinilai pada akhir periodisasi pemerintahan. Apakah
perkembangan pembangunan selama periode tersebut hasilnya signifikan sesuai
agenda pembangunan atau, sebaliknya keseluruhan proses pelaksanaan agenda
pembangunan menghalami banyak hambatan dan kendala sehingga hasil
akhirnya tidak optimal.
Kemajuan dan keberhasilan pembangunan di daerah menjadi tolok ukur
kemajuan pembangunan nasional. Standart acuan yang digunakan untuk
mengukur kemajuan dan keberhasilan secara normatif adalah relevansi antara
muatan agenda RPJMN dan RPJMD Propinsi. Ada sejumlah faktor yang
berpengaruh signifikan terhadap muatan relevansi RPJMN dengan RPJMD yaitu
kemampuan pemerintah daerah memaknai subtansi materi RPJMN yang
dikonversikan kedalam RPJMD Propinsi, pemahaman terhadap konsep
perencanaan pembangunan nasional dan tehnis penyusunan agenda
perencanaan pembangunan di daerah, komitmen dan konsisten dalam mengkawal
agenda pembangunan nasional yang dilaksanakan di daerah dlam kerangka
acuan RPJMD Propinsi.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah yang telah berlangsung selama beberapa
tahun ini bertujuan diantaranya ingin mengetahui relevansi antara agenda RPJMN
dan RPJMD Propinsi Papua. Apabila relevansi antara RPJMN dan RPJMD
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
34
35. memiliki signifikansi positip, maka hasil capaian agenda pembangunan yang
dilaksanakan selama periode lima tahun pemerintahan menjadi gambaran
tentang keberhasilan pembangunan atau, sebaliknya justru berbagai hambatan
dan kendala yang djumpai dalam proses pelaksanaan pembangunan. Agenda
pembangunan boleh saja dianggap relevan dan konsisten dikawal dengan baik ,
namun hasil capainya menjadi berbeda antara nasional dan daerah. Pada level
makro atau nasional agenda pembangunan dianggap berhasil karena didukung
oleh kemajuan daerah-daerah lain, namun pada level daerah itu sendiri , capaian
hasilnya tidak maksimal yang disebabkan oleh berbagai hambatan. Sebaliknya
juga bisa jadi tidak antara agenda RPJMN dan RPJMD sehingga mengukur
kemajuan pembangunan yang disandingkan dengan perkembangan
pembangunan secara nasional menjadi cukup sulit.
Dengan demikian, evaluasi kinerja pembangunan daerah kali ini tentu saja
menggarisbawahi relevansi pengkawalan antara agenda RPJMN dan RPJMD ,
karena relevansi tersebut tentu saja menjadi tolok ukur secara signifikan untuk
menilai keberhasilan pmbangunan pada level normatif. Bab III ini secara khusus
menyajikan materi agenda pembangunan dari kedua dokumen tersebut dan
kemudian memberikan analisis kritis terhadap relevansi pengkawal RPJMN
dengan RPJMD Propinsi Papua. Hasl penilaian tersebut selanjutnya diberikan
usul dan saran dlam bentuk rekomendasi untuk RPJMN dan RPJMD Propinsi
Papua.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
35
36. Tabel 2. Prioritas dan Program Aksi Pembangunan Nasional
RPJMN 2010-2014 RPJMD Provinsi 2006 - 2011
Analisis
NO Penjelasan terhadap Analisis Kualitatif
Kualitatif*)
Prioritas Prioritas
Program Aksi Program
Pembangunan Pembangunan
MENATA
PRIORITAS 1. REFORMASI DAN TATA KEMBALI
1
KELOLA PEMERINTAH
DAERAH
Otonomi Daerah;
Penataan otonomi
daerah melalui
●Penghentian/pembatas 1. Pembenahan 1. Restrukturisasi dan debirokratisasi pemerintahan daerah
an pemekaran wilayah; sistem Kegiatan Pokok :
Pemerintahan a. Analisis kebutuhan
Daerah pada semua b. Penyusunan desain OTK Pemda
jajaran dan c. Penetapan Perda tentang struktur organisasi Pemda
● Peningkatan efisiensi tingkatan
dan efektivitas 2. Penataan organisasi distrik dan kampung - Implementasi UU No 21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua
penggunaan dana Kegiatan Pokok : yang belum terinternalisasi secara merata pada jajaran
perimbangan daerah; a. Sinkronisasi peratutan perundang-undangan tentang pemerintahan terutama antara pemeritahan propinsi dan
organisasi dan manajemen distrik dan Kampung Kabupaten menimbulkan penafsiran dan penerapan berbeda-
b. Konsultasi dan kesepa-katan dengan stakeholder
beda sehingga berdampak terhadap belum efektifnya tata
c. Penetapan organisasi distrik dan taat kerja pemerintahan - Prioritas
● Penyempurnaan dan kampung kelolah penyelenggaraan dalam kerangka pelaksanaan
daerah
pelaksanaan pemilihan OTSUS Papua
yang tidak
kepala daerah; 3. Pelaksanaan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik - Pemahaman good governance yang masih lemah pada
Kegiatan Pokok : ada di
seluruh tingkatan pemerintahan dan tidak diimbangi dengan
a. Peningkatan Partisipasi masyarakat prioritas
kapasitas dan kompetensi aparatur yang memadai dalam
b. Mengarus-utamakan penyelenggaraan pemerintahan nasional
yang baik mengisi perubahan system pemerintahan dari system
c. Membangun mekanisme Check and balance sentralistik kepada sysyem yang desentralistik (otonomi
daerah)menyebabkan penyelenggaraan pemerintahan di
4.1. Penataan manajemen pemerintahan Papua belum sesuai dengan prinsip-prinsip good
Kegiatan Pokok : governance
a. Penyusunan standar kinerja
b. Monitoring dan evaluasi
4.2 Perbaikan mekanisme dalam pengambilan keputusan
a. Penjaringan asmara
b. Konsultasi Publik
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
36
37. c. Penetapan standar akuntabilitas
5. Program pengendalian Kegiatan pembangunan
Kegiatan Pokok :
a. Kajian Perencanaan Pembangunan
b. Pengumpulan data Perencanaan
c. Penyusunan basis data perencanaan
d. Penyusunan sistem manajemen data dan jaringan
komunikasi data
e. Perencanaan dan sinkronisasi program/ kegiatan
pembangunan
f. Monitoring dan evaluasi
2. Operasi 1. Pemberantasan KKN :
pemberantasan Kegiatan Pokok :
KKN a. Peningkatan pemahaman penyelenggara pemerintahan
3. Mendorong 1. Pendayagunaan lembaga –lembaga suprastruktur dan
lembaga- infrastruktur politik dalam pembinaan demokrasi
lembaga politik Kegiatan Pokok :
(infrasutruktur a. Fasilitasi Peningkatan profesionalisme DPRP dan DPRD
dan b. Fasilitasi peningkatan peran partaipolitik
suprastruktur
politik) untuk 2. Peningkatan kedewasaan berpolitik
berfungsi Kegiatan Pokok :
sebagai lembaga a. Fasilitasi pemahaman nilai-nilai demokrasi
demokrasi dan b. Pelaksanaan pendidikan politik rakyat
membangun c. Fasilitasi Peningkatan partisipasi politik rakyat
budaya politik
yang sehat,
dewasa dan
bermutu.
Regulasi;
● Percepatan 1. Implementasi 1. Fasilitasi penyusunan seluruh PP sesuai amanat UU No. Konsekuensi penerapan UU No 21/2001 OTSUS Papua
harmonisasi dan Undang Undang 21/2001. menyebabkan agenda seting penyelenggaraan pemerintahan
No. 21 Tahun Kegiatan pokok :
sinkronisasi peraturan 2001 tentang a. Pembentukan Tim.
Prioritas harus dikerangkakan menurut amanat UU OTSUS yang mana
perundang-undangan Otonomi Khusus, b. Pengajuan usulan draf PP. Daerah yang pelaksanaannya harus didukung melalui Peraturan Daerah
di tingkat pusat dan di Provinsi Papua c. Konsultasi dan Pembahasan draf PP. tidak ada di Khusus Papua.
daerah peraturan Secara Prioritas
daerah selambat - Menyeluruh, 2. Fasilitasi penyusunan seluruh Perdasi dan Perdasus sesuai Nasional - Penyelenggaraan pemerintahan daerah di propinsi Papua
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
37
38. lambatnya 2011; Konsisten dan amanat UU No. 21/2001. dilatari oleh semangat Undang-Undang Otonomi Khusus
Konsekuen Kegiatan pokok : Papua, oleh sebabnya penerapan kebijakan-kebijakan baru
a. Pembentukan Tim.
b. Pengajuan usulan draf Perdasi dan Perdasus.
yang bersifat nasional di Papua seperti UU Otonomi Daerah
c. Konsultasi dan Pembahasan draf Perdasi dan Perdasus hanya menimbulkan beragam tafsir dan penerapan yang
dengan DPRP dan MRP. berbeda-beda di jajaran pemerintahan terutama antara
Propinsi dan Kabupaten
3. Sosialisasi UU No. 21/ 2001 ke seluruh lapisan masyarakat
dan instansi pemerintah tingkat pusat dan daerah.
Ada program pemekaran wilayah namun kerangka acuan
Kegiatan pokok :
a. Pembentukan pusat informasi. pemekaran harus mengacu kepada UU OTSUS 2001.
b. Seminar/lokakarya
c. Penyuluhan
d. Publikasi media.
4. Fasilitasi penyusunan draf amandemen UU No. 21/2001.
Kegiatan pokok :
a. Pembentukan Tim.
b. Pengajuan usulan draf amandemen.
c. Konsultasi dan Pembahasan draf amandemen.
5. Fasilitasi, koordinasi dan komunikasi stakeholder dalam
penyelesaian masalah pemekaran provinsi IJB sesuai UU
No. 21/2001.
Kegiatan pokok :
a. Menyelenggarakan pertemuan intensif antar stakeholder.
b. Pelaksanaan kesepakatan.
c. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kesepakatan.
6. Penataan Pemekaran Provinsi Baru
Kegiatan Pokok :
a. Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2001 dan UU Tentang
Pemerintahan Daerah
b. Kajian Pemekaran Provinsi
Fasilitasi, Koordinasi dan Komunikasi dengan Stakeholder
Sinergi Antara Pusat
dan Daerah;
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
38
39. RPJMN 2010-2014 RPJMD Provinsi 2006 - 2011
NO Prioritas Analisis Kualitatif*) Penjelasan terhadap Analisis Kualitatif
Pembangu Program Aksi Prioritas Pembangunan Program
nan
1.Restrukturisasi dan debirokratisasi pemerintahan
daerah
Kegiatan Pokok :
a. Analisis kebutuhan
b. Penyusunan desain OTK Pemda
c. Penetapan Perda tentang struktur organisasi
● Penetapan dan Pemda Perubahan system penyelenggaraan pemeintahan
2. Pelaksanaan prinsip-prinsip tata kepemerintahan
penerapan yang baik
secara signifikan pasca runtuhnya orde baru
sistem Indikator MENATA KEMBALI Kegiatan Pokok : memerlukan penataan penyelenggaraan
Kinerja Utama PEMERINTAH DAERAH a. Peningkatan Partisipasi masyarakat pemerintahan pada tingkat nasional dan daerah
Pelayanan Pembenahan b. Mengarus-utamakan penyelenggaraan Ada program Daerah yang secara bersama-sama.
Publik yang sistem pemerin-tahan yang baik mendukung sepenuhnya Pemberlakukan UU 21/2001 tentang OTSUS
Pemerintahan c. Membangun mekanisme Check and balance
selaras antara prioritas/program nasional PAPUA perlu adanya pembenahan
pemerintah
Daerah pada 3. Penataan manajemen pemerintahan penyelengaraan system pemerintahan yang
semua jajaran Kegiatan Pokok :
pusat dan dan tingkatan c. Penyusunan standar kinerja merujuk kepada UU 21/20021 tersebut, tetapi tdk
pemerintah d. Monitoring dan evaluasi mengorbankan prinsip-prinsip good governance
daerah ; dalam system pemerintaan modern.
3. Perbaikan mekanisme dalam pengambilan
keputusan
a. Penjaringan asmara
b. Konsultasi Publik
c. Penetapan standar akuntabilitas
Penegakan MEMBANGUN TANAH Untuk menciptakan stabilitas politik terutama
Hukum; PAPUA YANG AMAN saat awal reformasi bergulir.
DAN DAMAI 1. Pemberdayaan masyarakat dalam rangka Penanganan Penegakan hukum dilakukan ketika hukum
Keamanan
Kegiatan :
belum berpihak secara adil kepada kaum yang
1. Optimalnya keterlibatan
a. Pembentukan PAM Swakarsa lemah dan tak berdaya.
masyarakat dalam menjaga
keamanan secara swadaya b. Pembinaan siskamling Ada program daerah yang Hukum adat dan hukum positiv belum
dan swakarsa c. Pembinaan Kamtibmas mendukung sepenuhnya bersinergy dalam konteks penegakan hukum.
2. Pendayagunaan instansi terkait dalam rangka prioritas/program nasional Hal tersebut disebabkan oleh pengetahuan dan
Penanganan Keamanan kesadaran hukum masyarakat relatif kurang.
Kegiatan :
a. Peningkatan koordinasi antar instansi terkait dalam Kondisi-kondisi lokal berkenaan dengan law
Penanganan Keamanan enforcement yang masih lemah seperti ;
b. Peningkatan kapasitas aparat penegak hukum pelanggaran HAM, Korupsi, dan praktek hukum
c. Peningkatan ketersediaan prasarana dan sarana adat dan hukum positip yang belum saling
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua, Tahun 2010
39