Laporan ini merupakan evaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2004-2009 di Provinsi Jawa Timur. Evaluasi ini menilai kinerja pemerintah provinsi dalam
membangun kapasitas kelembagaan dan meningkatkan pembangunan di bidang sosial, ekonomi,
politik, dan lingkungan hidup. Provinsi Jawa Timur memiliki luas wilayah 47.157,72 km2 yang terdiri
2. KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Karena
Laporan Evaluasi Kinerja Pemerintah Daerah (EKPD) Provinsi Jawa Timur
(Jatim) ini telah berhasil diselesaikan.
Adapun studi ini mengevaluasi pencapaian RPJM Nasional 2004-2009 di
Propinsi Jawa Timur dengan memanfaatkan sumber informasi yang tersedia dan
dapat diakses. Oleh karena itu tidak menutup kemungkinan ada sumber
informasi lain yang bermanfaat untuk studi ini namun belum terdayagunakan
secara maksimal. Apabila ada pihak-pihak yang bersedia memperkaya informasi
dan pengetahuan untuk studi ini, maka tim ini akan dengan sukarela
memanfaatkannya demi kesempurnaan laporan ini.
Demikianlah hasil studi evaluasi dari TIM EKPD JATIM Universitas
Brawijaya.
Nopember 2009
TIM EKPD UB
3. DAFTAR ISI
Bagian 1. Pendahuluan .................................................................................... 1
Bagian 2. Tingkat Pelayanan Publik ............................................................... 7
Bab 2.1. Pelayanan Publik ............................................................................... 8
Bab 2.2. Demokrasi ........................................................................................ 34
Bagian 3. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia ...................................... 55
Bab 3.1. Indeks Pembangunan Manusia ....................................................... 56
Bagian 4. Tingkat Pembangunan Ekonomi .................................................. 86
Bab 4.1. Ekonomi Makro ............................................................................... 87
Bab 4.2. Investasi ........................................................................................ 117
Bab 4.3. Infrastruktur .................................................................................... 141
Bagian 5. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup ....................................................................... 176
Bab 5.1. Kehutanan .................................................................................... 177
Bab 5.2. Kelautan ........................................................................................ 222
Bagian 7. Tingkat Kesejahteraan Sosial .................................................... 252
Bab 7.1. Tingkat Kesejahteraan Sosial ....................................................... 253
Bagian 8. Penutup ........................................................................................ 283
Daftar Pustaka ............................................................................................... 285
5.
Laporan Akhiir
Evaluasi Kebi
ijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009
n h w 1
6.
BAB
1.1.
PENDA
AHULU
UAN
Sejak dibe
erlakukan pe
enerapan Undang-Unda (UU) No
ang omor 22 tah 1999 ten
hun ntang
Pemerintahan Dae
erah yang direvisi dengan UU Nom 32 tahun 2004 dan kemudian yang
mor n
terbaru saat ini direvisi lagi m
menjadi UU Nomor 12 Tahun 20
U 2 008 telah te
erjadi perges
seran
makna kebijakan desentralisa ke arah model demokrasi. Pe
asi h enerapan m
model demo
okrasi
mengan
ndung arti bahwa dala penyelen
am nggaraan p
pemerintahan daerah m
n menuntut ad
danya
partisip mandirian m
pasi dan kem masyarakat s
setempat. Pa
artisipasi da kemandir
an rian disini ad
dalah
berkaita dengan kemampua penyelen
an an nggaraan p
pemerintahan dan pem
mbangunan atas
prakars sendiri yang berdam
sa y mpak pada peningkata kesejaht
an teraan masy
yarakat. Ke
endati
partisipasi dan kemandirian m
memegang peranan pe
enting, peny
yelenggaraa pemerint
an tahan
arus menga pada kebijakan pem
tetap ha acu merintah pus agar pen
sat nyelenggaraa pemerint
an tahan
dapat mengintegra
asikan anta
ara kepentin
ngan pusat dengan d
t daerah. Hal ini merup
pakan
konsekuensi dari pe
enyelenggar
raan pemerintahan dala negara ke
am esatuan (unitary state).
Fungsi penyelengga
araan pem
merintahan daerah sesuai
s den
ngan kebij
jakan
ralisasi terse
desentr ebut dilaksan
nakan oleh i
institusi-insti
itusi pemerin
ntahan daera Institusi yang
ah.
dimaksud adalah Kepala Daer dan DPR diserahi fungsi poko dalam pe
K rah RD ok engaturan (p
policy
ation) atau merumusan kebijakan, sedangkan Perangkat Daerah ata Satuan Kerja
formula m au
Perangkat Daerah (SKPD) se
ebagai birok
krasi lokal d
dibawah kep
pemimpinan Kepala Da
n aerah
diserah fungsi po
hi okok dalam pengurusa (rules ap
an plication) at
tau impleme
entasi kebij
jakan
(Hoessein, 2005 : 5).
5
Penyeleng
ggaraan fungsi pem
merintahan yang dilaksanakan oleh ins
stitusi
ntahan dae
pemerin erah bersifa multi (ge
at pose local authority k
eneral) purp karena ins
stitusi
pemerin
ntahan daer melaksa
rah gam fungsi pemerintaha Menurut pasal 14 a
anakan berag an. t ayat 1
UU No
omor 32 Ta
ahun 2004 terdapat be
eragam fung (urusan) pemerinta
gsi ahan yang wajib
dilaksan
nakan oleh daerah Prov
vinsi dan Ka
abupaten ata Kota. Uru
au usan yang dimaksud me
eliputi
16 uru
usan, yakn
ni : peren
ncanaan dan pengen
ndalian pembangunan; perencan
naan,
Laporan Akhiir
Evaluasi Kebi
ijakan Pemban
ngunan Daerah Provinsi Jaw Timur 2009
h wa 2
7.
pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat; penyediaan sarana dan prasarana umum; penanganan bidang
kesehatan; penyelenggaraan pendidikan; penanggulangan masalah sosial; pelayanan bidang
ketenagakerjaan; fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah;
pengendalian lingkungan hidup; pelayanan pertanahan; pelayanan kependudukan dan catatan
sipil; pelayanan administrasi umum pemerintahan; pelayanan administrasi penanaman modal;
penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh
peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya dalam pasal 14 ayat 2 dikemukakan pula adanya urusan pemerintahan
di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang bersifat pilihan yakni meliputi urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang
bersangkutan. Dalam penjelasan pasal 14 ayat 2 dikemukakan bahwa yang dimaksud urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dalam ketentuan ini sesuai dengan kondisi, kekhasan
dan potensi yang dimiliki antara lain pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan,
kehutanan, pariwisata. Berdasarkan pasal-pasal tersebut menunjukkan bahwa daerah otonom
memiliki kewenangan yang sangat luas sebagai pencerminan dari prinsip otonomi yang luas.
Luasnya kewenangan daerah dapat dikelompokkan dalam bidang sosial, ekonomi,
pemerintahan, politik, keuangan daerah dan permasalahan khusus lainnya.
Sehubungan dengan luasnya kewenangan yang diatur dan diurus oleh institusi-
institusi pemerintahan daerah, maka penyelenggaraan pemerintahan oleh institusi-institusi
tersebut perlu direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara cermat dan komprehensif.
Perencanaan yang dimaksud, berdasarkan kurun waktu penyelenggaraan pemerintahan
dapat dibedakan menjadi tiga kategori. Pertama, rencana pembangunan jangka panjang
(RPJP). Kedua, rencana pembangunan jangka menengah (RPJM). Ketiga, rencana
pembangunan jangka pendek atau dikenal dengan istilah rencana kerja pemerintah daerah
(RKPD). Setiap kategori perencanaan tersebut diikuti oleh pelaksanaan dan evaluasinya.
Relevan dengan kerangka pemikiran di atas, maka secara terstruktur pelaksanaan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 adalah bagian dari
tahapan pembangunan berjangka panjang dalam rangka mencapai tujuan dan cita-cita
nasional. Untuk itu, diperlukan adanya evaluasi guna mengukur tingkat pencapaian
pelaksanaan RPJMN tersebut sampai saat ini. Di samping itu RPJMN merupakan dokumen
yang menjadi salah satu acuan dalam penyusunan perencanaan di daerah, karena itu tingkat
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 3
8.
pencap
paian RPJM salah sa
MN atunya juga tercermin pada tingka pencapai
at ian keberha
asilan
pemban
ngunan daerah.
Selama ini, evaluas pelaksana
si aan pemba
angunan baik langsung maupun tidak
g
dilakuka oleh pem
an merintah (pe
elaksananya sendiri, y
a) yaitu melalui instansi-ins
i stansi teknis
snya,
sehingg bisa saja terdapat bia dalam pelaksanaanny Evaluasi pelaksanaa pembang
ga as ya. i an gunan
selama ini juga seringkali terlalu fokus pada pencapaian indik
kator-indikat normatif dan
tor f
el-variabel statistik semata. Hal ini terkadang tidak cukup untuk me
variabe i enangkap is
su-isu
strategi dalam im
is unan di lapangan. Sela itu, eva
mplementasi pembangu ain aluasi juga lebih
banyak dilakukan secara sekto
k s oral, sehingg isu-isu yang bersifat multi-sekto tetapi stra
ga t or ategis
seringk luput dar pengamata
kali ri an.
Berdasark
kan realitas tersebut, kajian ini akan mel
s lakukan ev
valuasi terh
hadap
pelaksa
anaan RPJM daerah Provinsi Jawa Timur. Se
M a esuai denga kategorisa perenca
an asi anaan
yang ada maka ev
valuasi kine
erja pemerin
ntahan daerah dilakuka terhadap penyelenga
an araan
ntahan prov
pemerin vinsi dalam kurun wakt 5 tahun. Kinerja ters
tu sebut dapat dilihat dari dua
t i
dimensi. Pertama, adanya penguatan k
kapasitas (c ilding) kelembagaan d
capacity bui dalam
enggaraan
penyele han
pemerintah daerah. Kedua, adanya an
peningkata keberha
asilan
pemban
ngunan sec
cara bertaha di bidang sosial, eko
ap g onomi, politik, pemerint
tahan, keua
angan
daerah ataupun bidang lainnya sesuai dengan k
b i keinginan d
dan kebutuh
han masya
arakat
pat.
setemp
PROFIL PROPINSI JAWA TIM
L MUR
Jawa Timur terletak ant
r tara 110.57 BT dan Garis Lintang 5,37” LS dan 8,48 ‘LS de
engan
luas wi
ilayah 47.15
57,72 Km2. Secara um
mum Jawa T
Timur dapat dibagi men
njadi dua ba
agian
utama, yaitu Jawa Timur dara
atan
dengan proporsi lebih luas ham
n mpir
mencak
kup 90% da seluruh l
ari luas
wilayah Propinsi Ja
h awa Timur dan
wilayah Kepulauan Madura y
h n yang
hanya s
sekitar 10 % saja.
Jawa Timu mempun
ur nyai
229 pu
ulau terdiri dari 162 pu
ulau
bernam
ma dan 67
6 pulau tak
bernam dengan panjang pa
ma, antai
sekitar 2.833,85 Km
m.
Laporan Akhiir
Evaluasi Kebi
ijakan Pemban
ngunan Daerah Provinsi Jaw Timur 2009
h wa 4
9.
Batas-batas wilayah propinsi Jawa Timur sebagai berikut :
- Sebelah Utara dengan Laut Jawa
- Sebelah Selatan dengan Samudra Indonesia
- Sebelah Barat dengan Propinsi Jawa Tengah
- Sebelah Timur dengan Selat Bali / Propinsi Bali
MOTTO JAWA TIMUR
Noto Roso, Among Roso, Mijil Tresno, Agawe Karyo
Falsafah tersebut mengandung makna sebagai berikut kita harus mengatur diri sendiri
sebelum berbagi rasa dengan orang lain, sehingga timbul saling menghormati dan timbul rasa
kasih yang manusiawi sebagai sendi dasar terciptanya saling pengertian untuk selanjutnya
bersama - sama membangun bangsa ini. Falsafah ini sangat dimungkinkan adanya
perbedaan pendapat, tetapi tidak untuk dipertentangkan, namun dicari titik temunya.
Kepemimpinan yang akomodatif untuk mendapatkan titik temu tersebut diutamakan agar
pemikiran bisa berkembang dan tertampung dalam kebijakan dengan mempertimbangkan
keterbatasan yang ada.
Jer Basuki Mawa Beya
Motto "NOTO ROSO, AMONG ROSO, MIJIL TRESNO, AGAWE KARYO" tercantum
dalam dokumen RENSTRA Daerah yang ditetapkan melalui PERDA. Sebelumnya masyarakat
Jawa Timur juga memiliki motto lain yang dikenal dengan ‘Jer Basuki Mawa Beya’. Kata ‘Jer
Basuki Mawa Beya’ acapkali kita dengar dalam percakapan sehari-hari masyarakat Jawa
Timur. Kata ini terpampang jelas pada Lambang Daerah Jawa Timur, tepatnya pada bagian
bawah di luar daun lambang, dan merupakan motto Jawa Timur sebagaimana ditetapkan
dalam Peraturan Daerah Propinsi Dati I Jawa Timur Nomor 3 Tahun 1974 tentang Perubahan
Kedua Kali Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 1966.
Lambang Daerah Jawa Timur sendiri ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah
Propinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 1966 tentang Penetapan serta Penggunaan Lambang
Daerah Jawa Timur. Mengalami penyempurnaan melalui Peraturan Daerah Propinsi Jawa
Timur Nomor 7 Tahun 1973 yang kemudian disempurnakan lagi melalui Peraturan Daerah
Propinsi Dati I Jawa Timur Nomor 3 Tahun 1974 dengan menambahkan kata ‘Jer Basuki
Mawa Beya’ sebagai motto Jawa Timur. ‘Jer Basuki Mawa Beya’ mengandung makna bahwa
untuk mencapai suatu kebahagiaan diperlukan pengorbanan. Pengorbanan atau beya di sini
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 5
10.
dalam arti luas, yang meliputi pengorbanan biaya dan pengorbanan lain, baik materiil maupun
non materiil.
Sebagai motto Jawa Timur, ‘Jer Basuki Mawa Beya’ senantiasa menjadi landasan
untuk menggugah kesadaran berkorban dalam gairah usaha membangun guna mencapai
kebahagiaan bersama. Selain itu, motto tersebut mempunyai nilai yang bersejarah karena
merupakan sebagian dari perkembangan Jawa Timur dalam suasana pelaksanaan
pembangunan untuk mengisi kemerdekaan Indonesia, yang menjadikan Jawa Timur
mengalami kemajuan pada banyak bidang dalam rangka pembangunan nasional. ‘Jer Basuki
Mawa Beya’ juga mengandung nilai filosofis, karena dengan motto tersebut seluruh aparatur
Pemerintah Daerah dalam melaksanakan tugasnya maupun masyarakat Jawa Timur dalam
memberikan partisipasinya sama-sama berkiprah pada setiap kegiatan pembangunan.
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 6
11.
Laporan Akhiir
Evaluasi Kebi
ijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009
n h w 7
12.
BAB
2.1. PELAYAN
NAN
PUBLIK
A. Pendahuluan
Saat ini tun
ntutan terha
adap pemer
rintah agar mampu me
emberikan p
pelayanan p
prima
kepada masyaraka merupaka sebuah keharusan ba
a at an ahkan tuntutan seperti itu berlaku u
untuk
semua negara di dunia. Berba
d agai studi me
enunjukkan, kemampua pemerinta meningka
, an ah atkan
hteraan ma
kesejah asyarakatnya antara lain sangat ditentukan kemampuan pemer
a, t n rintah
menyed
diakan pelay
yanan publik yang prima
k a.
Pelayanan publik mem
miliki berbaga dimensi p
ai penjelasan y
yang menim
mbulkan berb
bagai
macam persepsi te
m erhadapnya. Pelayanan publik dap didefinis
n pat sikan sebagai kegiatan atau
rangkai
ian kegiatan dalam rang pemenu
n gka uhan kebutuhan pelayan sesuai d
nan dengan peraturan
perunda
angundanga bagi setia warga ne
an ap egara dan p
penduduk at barang, jasa, dan / atau
tas
pelayan administ
nan tratif yang disediakan ol penyelen
leh nggara pelay
yanan publik (UU No. 25 th
k
entang Pelayanan Publik).
2009 te
aran teoritis pelayanan publik da
Dalam tata s n kan sebagai suatu tat
apat diartik tanan
organis
satoris pem
merintah ya
ang memberikan layanan kepada masyaraka dalam ra
at angka
memen
nuhi kewajib
ban kepemerintahan ses
suai dengan tugas, fun
n ngsi dan we
ewenang . d era
di
ratisasi ini pelayanan publik haru diberikan kepada m
demokr us n masyarakat sebagai se
ebuah
kebutuh
han yang paling mend
p dasar. Pelayanan publik menjadi bagian uta
ama yang h
harus
dipenuh oleh orga
hi an-organ pe
emerintahan terhadap warganya. Hal ini merupakan se
n ebuah
konsekuensi logis bahwa kew
wenangan y
yang ada pa
ada pemerin
ntahan (gov
vernment) d
dalam
suatu negara demokrasi bersumber da suara rakyat yang dilaksanaka dalam pr
ari an roses
pemilihan umum. Hal tersebut menjadikan bahwa rakyat (publik sebagai p
H t k) pihak yang h
harus
dilayani oleh organ pemerintah dengan birokrasinya yang dengan konsep ini telah mer
han a rubah
andang kelembagaan pe
cara pa emerintahan dari klasik dan tradisio
n onal menjad searah de
di engan
upaya m
menuju refor
rmasi birokra
asi.
Laporan Akhiir
Evaluasi Kebi
ijakan Pemban
ngunan Daerah Provinsi Jaw Timur 2009
h wa 8
13.
Dalam perspektif toeritik telah terjadi pergeseran paradigma pelayanan publik dari
model administrasi publik tradisional (old public administration) ke model manajemen publik
baru (new public management) dan akhirnya menuju pelayanan publik baru (new public
service). (Miftah Toha, 2008).
Denhardt dan Denhardt melukiskan dalam tabel berikut:
Old Public New Public
Aspek New Public Service
Administration Management
Dasar Teoritis Teori Politik Teori Ekonomi Teokri Demokrasi
Konsep Kepentingan publik Kepentingan publik Kepentingan publik
kepentingan publik adalah sesuatu yang mewakili agregasi adalah hasil dari
didefinisikan secara dari kepentingan dialog tentang
politis dan yang individu berbagai nilai
tercantum dalam
aturan
Kepada siapa Clients dan pemilih Customers Warganegara
birokrasi publik (citizens)
harus bertanggung
jawab
Peranan Pemerintah Rowing (pengayuh) Steering Negosiasi dan
(mengarahkan) mengelaborasi
berbagai kepentingan
diantara warganegara
dan kelompok
komunitas
Akuntabilitas Menurut Hirarki Kehendak pasar yang Multi aspek:
Administratif merupakan hasil Akuntabel pada
keinginan customers hukum, nilai
komunitas, norma
politik, standar
profesional
kepentingan warga
negara.
Sumber: Denhart dan Denhartdt, 2000: 28-29 dalam Wijoyo, 2006: 69-70
Dalam tataran old institutionalism pemerintah yang cenderung lambat, tidak peka dan
sulit untuk berubah menjadikan patologi birokrasi tersebut menjadi hal utama yang paling
menghambat bagi kemajuan suatu peradaban, diperlukan adanya transformasi mulai dari
ranah ide sampai pada aspek implementasi untuk merubah dna pemerintah dari karakter di
atas menjadi karakter baru yang mampu menangkap dan merespon segala perubahan zaman
yang ada sekarang dengan berbagai pendekatan yang searah dengan semangat peningkatan
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 9
14.
kualitas maupun kuantitas pelayanan publik. Dalam new institutionalism pemerintah harus
merubah karakternya yang lambat menjadi cepat dan proaktif, berbelit-belit menjadi
sederhana dan jelas serta tidak peka menjadi selalu menjadi yang terdepan dalam
mengantisipasi suatu persoalan dan menanggulanginya.
Sedangkan menurut Levine (1990: 188), menyatakan bahwa produk pelayanan publik
di dalam negara demokrasi paling tidak harus memenuhi tiga indikator, yakni: responsiveness,
responsibility, dan accountability.
1. Resonsivenss atau responsivitas adalah daya tanggap prividers terhadap harapan,
keinginan dan aspirasi serta tuntutan customers.
2. Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa
jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
atau ketentuan-ketentuan administrasi dan organisasi yang benar dan telah ditetapkan
3. Accountability atau akuntabilitas adalah suatau ukuran yang menunjukkan seberapa
besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan ukuran-ukuran kepentingan
para stakeholders dan norma-norma yang berkembang dalam masyrakat.
Sementara itu Gibson, Ivancevich dan Doneely memasukkan dimenasi waktu, yakni
menggunakan ukuran jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang dalam melihat
kinerja organisasi publik, yakni pelayanan publik yang terdiri dari: produksi, mutu, efisiensi,
fleksibilitas dan kepuasan untuk ukuran jangka pendek; persaingan dan pengembangan untuk
jangka menengah; serta kelangsungan hidup.
Untuk mencapai good governance dalam pelayanan publik yang dicirikan adanya
transparansi/keterbukaan, akuntabilitas dan rule of law maka banyak aspek yang harus
dibenahi. Bad governance yang selama ini terjadi dalam birokrasi publik merupakan hasil dari
sebuah proses interaksi yang kompleks dari akumulasi masalah yang telah lama melekat
dalam kehidupan birokrasi publik. Mindset yang salah selama ini telah mendorong para
pejabatnya melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan aspirasi dan keinginan warganya.
(Dwiyanto, Agus: 2006)
Persoalan yang sering dihadapi oleh para pelayan publik di lapangan adalah seringnya
aspek pelayanan ini bertbrakan dengan aspek hukum (legal), keinginan yang kuat untuk
menekan adanya birokrasi yang berbelit-belit dan lama sebenarnya sudah coba dilakukan
upaya untuk menyederhanakan proses tersebut, namun itu tidaklah mudah dilakukan karena
aspek hukum yang memayungi tindakan aparat yang mencoba beritikad baik tidak bisa
berjalan. Oleh karena itu perlu ada terobasan penting untuk mengatasi hal tersebut, seperti
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 10
15.
yang diungkapkan oleh Rijadi, Prasetijo: 2006 menyakatan bahwa hukum jangan sampai
menjadi suatu yang menyebabkan pelayanan publik jalan ditempat.
Persoalan lain yang kerap terjadi dalam kegiatan pelayanan publik adalah rendahnya
partisipasi masyarakat seperti yang diutarakan oleh Forum kajian Ambtenaar Provinsi Jawa
Timur, 2006 menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik sekarang ini adalah
rendahnya peran masyarakat dan stakeholders dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Pelayanan publik masih dikonsepsikan sebagai pelayanan pemerintah, dimana pemerintah
memonopoli pengaturan, penyelenggaraan, distribusi dan pemantauan dan warga pengguna
ditempatkan sebagai pengguna yang pasif. Kondisi tersebut mengakibatkan masyarakat tidak
merasa ikut bertanggung jawab terhadap proses kegiatan pembangunan dan hasil-hasilnya,
lebih lanjut Forum Kajian Ambtenaar menyatakan bahwa penempatan warga sebagai
pengguna layanan yang pasi juga didorong oleh orientasi birokrasi yang lebih pada kekuasaan
daripada pelayanan. Birokrasi publik dibentuk sering bukan untuk melayani warganya tetapi
untuk menjalankan kekuasaan negara atas warganya. Mindset pemerintahan yang salah yang
seolah-olah peran pemerintah adalah mengontrol perilaku warga telah membuat birokrasi
gagal menjadikan dirinya alat pelayanan tetapi lebih sebagai alat kekuasaan negara. Prosedur
pelayanan tidak dirumuskan untuk mempermudah dan menjamin kepastian pelayanan tetapi
dikembangkan sebagai alat pemerintah untuk mengontrol perilaku warga. Akibatnya prosedur
pelayanan menjadi sangat kompleks dan panjang sehingga sulit dipenuhi secara wajar oleh
warganya.
Pelayanan publik dalam perspektif (fungsional approach) pada realitanya tidak hanya
menyangkut pada aspek kelembagaan (institutional approach) yang dijalankan oleh birokrasi
negara, namun pelayanan publik juga mengutamakan bentuk-bentuk layanan yang dilakukan
oleh semua sektor kehidupan baik pada sektor publik maupun sektor bisnis. Yang pada intinya
adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutahan publik (public need) serta kepentingan-
kepentingan publik (public interest).
Pengabdian pada negara dan masyarakat sebenarnya tidak saja menjadi dominasi
goverment namun juga aktor-aktor lain yang ada dalam masyarakat diantaranya adalah
business dan Society. Ketiga aktor tadi sama-sama beperan penting untuk memastikan bahwa
pelayanan public (public service) harus benar-benar dijalankan dengan optimal.
Soekarwo, 2006 menyatakan bahwa spirit utama dalam undang-undang 32 tahun 2004
pemerintahan daerah dalam pengelolaan pegawai negeri dengan menganut sistem
manajemen pegawai yang sesuai dengan kondisi pemerintahan saat ini, tidak murni
menggunakan unified system namun sebagai konsekuensi digunakannya kebijakan
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 11
16.
desentralisasi maka digunakan gabungan antara unified system dan separated syste. Yang
artinya ada bagian-bagian kewenangan yang tetap menjadi kewenangan pemerintah, dan ada
bagian-bagian yang diserahkan kepada daerah untuk selanjutnya dilaksanakan oleh pembina
kepegawaian daerah. Soekarwo juga menyatakan pentingnya menggunakan prinsip
pemberian suatu kejelasan dan ketegasan bahwa ada pemisahan antara pejabat politik dan
pejabat karier baik mengenai tata cara rekrutmennya maupun kedudukan, tugas, wewenang,
fungsi dan pembinaanya.
Ketika pelayanan publik dihadapkan pada fakta bahwa birokrasi tidaklah berjalan di
ruang hampa, artinya ada kepentingan politik dari para pemegang jabatan politik baik di
legislatif maupun eksekutif yang saling mempengaruhi birokrasi untuk menjalankan
kepentingan masing-masing pihak tersebut. Hal tersebutl tidaklah mudah dihadapi oleh
birokrasi dengan aparatnya, terjadinya gesekan kepentingan antara kepentingan pelayanan
publik dengan alat birokrasinya kadang tidak sejalah dengan kepentingan politik pihak-pihak
tertentu di lembaga-lembaga publik yang ada, sehingga sering kondisi tersebut menghasilkan
upaya birokrasi untuk memberikan pelayanan publik secara adik dan merata kepada
masyarakat tersendat oleh kepentingan pejabat politik yang ada.
Faktor yang tidak kalah pentingnya ada penguasaan manajerial yang oleh Fadel
Muhammad, 2008 disebut sebagai kapasistas manajemen (Management capacity) dari para
pegawai yang dituntut untuk menguasai kompetensi teknis sesuai dengan fungsi masing-
masing bidangnya. hal ini penting karena inisiatif yang baik bahkan bersifat revulisioner saja
belumlah cukup untuk melakukan perubahan besar dalam negara dan masyarakat jika tidak
disertai dengan keterampilan (skill) yang memadai dari para aparat pelaksananya. Walaupun
tidak berarti bahwa perencanaan strategis itu tidak menjadi faktor penting, justru pada tahap
policy formulation itulah segala persoalan yang ada dalam masyarakat untuk diselesaikan
harus benar-benar diidentifikasi untuk kemudian dirumuskan langkah-langkah
penyelesaiannya secara matang dengan melibatkan pihak-pihak yang berkaiatan (stake
holders).
Wijoyo, 2006 menyatakan bahwa secara konseptual, pelaksanaan pelayanan publik
merupakan manifestasi dari mazhab pembangunan yang dianut sebuh bangsa, dewasa ini
pembangunan diformat untuk mewujudkan self-sustaining capacity masyarakat yang berupa
people centered development yang dalam perdebatan global (ke glokal) lazim dinamakan
sustainable human development yang tidak lagi bermuatan pertumbuhan dan basic needs
tetapi people centered:
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 12
17.
Strategi
Karakteristik
Pertumbuhan Basic Needs People Centered
Fokus Industri Pelayanan Manusia
Nilai Berpusat pada Berkiblat pada Berpusat pada
industri manusia manusia
Indikator Ekonomi Makro Indikator sosial Hubungan manusia
dengan sumber
Peranan Pemerintah Entrepreneur Service provider Enabler/Fasilitator
Sumber Utama Modal Kemampuan Kreativitas dan
administratif dan komitmen
anggaran
Kendala Konsentrasi dan Keterbatasan Struktur dan prosedur
marginalisasi anggaran dan yang tidak
inkompetensi aparat mendukung
Sumber: Moeljarto (1995) dalam Wijoyo (2006)
Pelayanan publik yang semestinya dalam bingkat pembangunan people centered
menekankan pada pelayanan publik bagi kepentingan publik yang berbasis kreativitas dan
komitmen pelayanan publik sebagai fasilitator. Dalam konteks Jawa Timur, Perda pelayanan
publik yang telah disahkan tersebut merupakan formula yuridis untuk mengikat publik dalam
semua rotasi konstalasi pelayanan publik.
Pelayanan publik dewasa ini menjadi isu yang kian strategis karena kualitas kinerja
birokrasi pelayanan publik memiliki implikasi luas pada berbagai aspek kehidupan
masyarakat. Perbaikan kinerja pelayanan birokrasi di bidang ekonomi misalnya, akan
mendorong terciptanya iklim kondusif bagi kegiatan usaha dan investasi, yang pada gilirannya
akan membuka kesempatan kerja lebih luas. Secara politis, perbaikan kinerja pelayanan
birokrasi akan berdampak tumbuhnya kepercayaan (trust), dan legitimasi terhadap pemerintah
sehingga mendorong partisipasi masyarakat. Pelayanan publik yang berkualitas merupakan
salah satu indikator terjadinya perubahan penyelenggaraan pemerintahan yang berpihak pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Reformasi pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai pengembangan good
governance. Sebab, pertama, pelayanan publik menjadi ranah interaksi antara negara yang
diwakili pemerintah dan lembaga-lembaga non-pemerintah (masyarakat sipil dan mekanisme
pasar). Dan, kedua, berbagai aspek good governance dapat diartikulasikan secara lebih
mudah pada ranah pelayanan publik, sekaligus lebih mudah dinilai kinerjanya.
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pelayanan publik adalah bahwa pelayanan
publik harus bersifat nondeskriminatif sebagaimana dasar teoritis yang digunakan, yakni teori
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 13
18.
demokrasi yang menjamin adanya persamaan diantara warga negara tanpa membeda-
bedakan asal-usul warga negara, kesukuan, ras, etnik, agama dan latar-belakang kepartaian.
Ini berarti setiap warga negara diperlaukan sama ketika berhadapan dengan birokrasi publik
untuk menerima pelayanan sepanjang syarat-syarat yang dibutuhkan terpenuhi. Hubungan
yang yang terjalin antara birokrat publik dengan warga negara adalah hubungan interpersonal
sehingga terhindar dari sifat nepotisme dan primordialisme. Dalam kaiatannya dengan sumber
daya manusia (SDM), maka dibutuhkan SDM yang mampu memahami dan mengoperasikan
sistem pelayanan yang baik. Sifat dan jenis customers yang bervariasi membutuhkan strategi
pelayanan yang berbeda dan ini harus diketahui oleh SDM organisasi. SDM perlu mengenal
customers dengan baik sebelum dia memberikan pelayanan. Berkaitan dengan hal tersebut
ada strategi Know Your Customers (KYC). (Forum Kajian Ambtenaar Provinsi Jatim, 2009)
Strategi
Pelayanan
Customer
Sistem SDM
Gambar : Segitiga Pelayanan Publik
Sumber; Albrecht and Zemke, 1990: 41
Ketika era sentralisasi, aktor utama pelayanan publik bukanlah pemerintah daerah
(pemda). Pemda hanya bertindak dan memberikan pelayanan sesuai dengan perencanaan
dan instruksi dari pusat. Akibatnya, pemerintah pusat menjadi tumpuan segala macam
kesemrawutan dan kelambanan pelayanan publik yang diberikan pemerintah daerah. Tidak
ada ruang sedikit pun bagi pemda untuk berinovasi memajukan pelayanan bagi warganya.
Untuk berinovasi, pemda bisa-bisa malah mendapatkan cap tidak tunduk pada instruksi pusat.
Era desentralisasi mengubah semua itu. Beberapa kewenangan pelayanan publik diserahkan
langsung kepada pemda. Antara lain, bidang pendidikan, kesehatan, dan administrasi dasar.
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 14
19.
Kewenangan yang diserahkan tersebut mencakup perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan evaluasi program. Harapannya, semakin dekat pihak yang melayani
(pemda) dan yang dilayani (publik), pelayanan publik menjadi semakin efektif, efisien, dan
terkontrol. Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) juga diperlukan apabila
seluruh aspek kemiskinan ingin dituntaskan penanggulangannya, tak hanya melalui pening-
katan penghasilan/ konsumsi semata, tapi juga pemberdayaan kaum miskin, serta
peningkatan peluang sosial, ekonomi, dan politik mereka. Tanpa tata kelola pemerintahan
yang baik, maka dana untuk penanggulangan kemiskinan sebesar apa pun, tak akan dapat di-
gunakan dengan baik dan mencapai sasaran yang tepat. Sebab, kurangnya transparansi,
maraknya praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN), dan sistem peradilan yang tidak pasti,
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi yang dapat membantu masyarakat miskin
keluar dari kemiskinan mereka.
Pelayanan publik dikategorikan menjadi dua bagian. Yaitu, yang bersifat substantif dan
administratif. Pelayanan publik yang tergolong substantif ialah pendidikan dan kesehatan,
sedangkan yang administratif adalah pelayanan administrasi kependudukan dan perizinan.
(JPIP, 2006)
b. Kondisi Pelayanan Publik di Jawa Timur
Pemerintah Propinsi Jawa Timur sudah mulai membenahi pelayanan publik sejak
tahun 2000. Akselerasi reformasi birokrasi dan pelayanan publik kian meningkat pada periode
2003-2007, sehingga banyak mendapat penghargaan yang berkaitan pelayanan publik, dan
ditetapkan sebagai proyek percontohan (pilot project) nasional pelayanan prima. Penerapan
sertifikasi ISO di beberapa unit pelayanan juga telah berjalan. Sampai akhir 2006, setidaknya
sudah ada 100 unit satuan kerja (USK) yang memperoleh ISO 9001-2000.
Pelayanan publik di kantor SAMSAT Jawa Timur:
Sumber: www.dipendajatim.go.id
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 15
20.
Pelayanan prima merupakan rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat sederhana,
terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar dan terjangkau serta mengandung unsur kejelasan hak
dan kewajiban, sesuai kondisi kebutuhan, agar dapat memberikan keamanan, kenyamanan,
kelancaran, kepastian dan kerja sama kemitraan dengan masyarakat. Pelayanan publik yang
berkualitas merupakan salah satu indikator terjadinya perubahan penyelenggaraan
pemerintahan yang berpihak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Komisi Pelayanan Publik pada tahun 2009 telah melakukan penelitian mengenai
indeks persepsi masyarakat bahwa apakah akan terjadi perubahan signifikan dalam
pelayanan publik di Jawa Timur, yang hasilnya sebagain berikut:
Akankah terjadi perubahan signifikan dalam praktek pelayanan publik?
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Ya Tidak Tidak Tahu
Sumber: http://kpp.jatimprov.go.id. Diakses tanggal 7 November 2009
Dari sampel sejumlah 49 Sebanyak 34 responden menyatakan percaya (ya) bahwa
akan terjadi perubahan yang signifikan, sejumlah 12 responden menyatakan tidak yakin (tidak)
terhadap perubahan tersebut dan hanya 3 responden yang menyatakan tidak tahu (Abstain)
Dari penjelasan grafik di atas menunjukkan bahwa masyarakat masih optimis bahwa
pelayanan publik di Propinsi Jawa Timur masih memiliki harapan yang tinggi untuk bisa lebih
baik, terbukti dengan banyaknya responden (mayoritas) yang memilih jawaban setuju (ya)
yakni sejumlah 68%
Pemerintah pusat menetapkan Propinsi Jawa Timur sebagai percontohan pelayanan
publik tingkat nasional, karena Jawa Timur dipandang sangat baik dan berhasil dalam
program pelayanan publik dibandingkan propinsi lainnya di Indonesia. Propinsi Jawa Timur
dinilai responsif dan memiliki komitmen tinggi terhadap peningkatan pelayanan publik dengan
berbagai terobosan kreatif dan inovatif, sehingga menerima berbagai penghargaan pelayanan
publik.
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 16
21.
Pemerintah pusat menginginkan agar pelayanan publik yang baik dapat dilaksanakan
oleh pemerintah mulai dari propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, sampai dengan
kelurahan/desa. Sebagai penghargaan akan keberhasilan reformasi pelayanan publik Propinsi
Jawa Timur, sejak 2003 hingga sekarang, kegiatan pencanangan program pelayanan publik
tingkat nasional selalu dihelat di Jawa Timur.
Tabel Tingkat Pelayanan Publik
8000.00%
7000.00%
6000.00% Persentase Jumlah kasus korupsi
yang tertangani dibandingkan
5000.00% dengan yang dilaporkan
4000.00% Presentase aparat yang berijazah
minimal S1
3000.00%
2000.00% Persentase jumlah kabupaten/
kota yang memiliki peraturan
1000.00% daerah pelayanan satu atap
0.00%
1 2 3 4 5
Sumber: Diolah dari berbagai sumber (RPJMN 2009)
Pada bidang pelayanan publik di bidang hukum, dari 16.000 kasus korupsi yang
dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hanya sekitar 10 persennya yang
layak diproses. Dan dari jumlah itu, hanya sekitar satu persen atau 16 kasus saja yang
sedang diproses. Sisanya, 1.584 kasus belum tertangani.
"Ini semua karena keterbatasan yang kita miliki. Namun yang pasti korupsi terbanyak
dilakukan di lingkungan birokrasi atau pemerintahan. Tak ada jalan lain kecuali melakukan
reformasi birokrasi," kata penasehat KPK Jakarta Abdullah Hehamahuwa pada acara talkshow
Anti-Korupsi di Bandar Lampung, akhir pekan tadi.
Korupsi di lembaga ini sangat mudah terjadi karena banyaknya pegawai yakni 3,7 juta
PNS. Dari jumlah itu, banyak yang salah posisi. "Dimulai dari kondisi seperti itu, maka korupsi
dengan mudah muncul," kata Abdullah.
Ke depan, untuk bisa menekan angka korupsi dari sisi birokrasi pemerintahan,
pemerintah harus membatasi jumlah PNS maksimal dua juta orang, tanpa perlu penambahan
atau rekrutmen baru. Kalaupun ada rekrutmen, sebaiknya pemerintah mengangkat PNS yang
masih honorer.
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 17
22.
Sosiolog dari Universitas Lampung, Handi Mulyaningsih menambahkan korupsi di
Indonesia rata-rata merupakan korupsi yang sistemik. Peluang korupsi semacam itu muncul
karena faktor manusia, budaya, keinginan, dan kesempatan. Faktor kesempatan dilihat dari
adanya sistem patrimonial dan pola ekonomi yang dikembangkan dan diterapkan di Indonesia.
Faktor kesempatan juga bisa dilihat dari adanya sistem pelaporan tugas atau surat perjalanan.
"Biasanya sistem pelaporan perjalanan itu sangat kaku, sehingga ada pos-pos yang tidak
mungkin tercatat dalam pelaporan dinas itu. Jadilah korupsi itu melalui kuitansi fiktif," katanya.
Faktor lain yang turut menyebabkan terjadinya korupsi adalah faktor eksternal semisal
adanya 'budaya' dari masyarakat yang dengan senang membayar jasa pelayanan birokrasi
karena merasa telah dibantu.
salah satu kelemahan PNS saat ini adalah perimbangan tingkat pendidikan dan tingkat
keahlian yang kurang tertata. Saat ini, PNS yang berijasah SLTA mencapai 72 persen.
Sedangkan, PNS yang memiliki ijasah S1 hanya 27,5 persen dan yang berijasah S2 atau S3
hanya 0,5 persen. Itupun, seringkali mereka bekerja tidak pada bidang keahlian yang dimiliki.
''Nah hal-hal semacam inilah yang nantinya perlu kita tata kembali,'' tandasnya.
Sampai dengan Mei 2007, pemerintah pusat telah menunjuk 75 daerah sebagai proyek
percontohan (pilot project) pelayanan publik, dan baru empat daerah di antaranya yang
memiliki peraturan daerah (Perda) tentang pelayanan publik. Jawa Timur merupakan satu-
satunya Propinsi di Indonesia yang telah memiliki Perda Pelayanan Publik. Tiga daerah
lainnya adalah Kabupaten Jembrana (Bali), Kabupaten Solok (Sumatera Barat), dan
Kabupaten Sragen (Jawa Tengah). Sementara Rancangan Undang-Undang Pelayanan Publik
masih dibahas di DPR, diharapkan pada tahun 2007 ini bisa ditetapkan sebagai UU.
Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pelayanan
Publik di Propinsi Jawa Timur ditetapkan pada 6 Desember 2005, dan berlaku efektif sembilan
bulan setelah diundangkan (September 2006). Pada 4 April 2006 telah dikeluarkan Peraturan
Gubernur Jawa Timur Nomor 14 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan
Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pelayanan Publik di Propinsi
Jawa Timur.
Untuk melengkapi pelaksanaan Perda Pelayanan Publik, Gubernur Jawa Timur juga
melantik Komisi Pelayanan Publik (KPP) pada 6 November 2006. Komisi ini berkedudukan
non-struktural dan bersifat independen, berfungsi menerima pengaduan dan bertugas
mengadakan verifikasi, memeriksa, dan menyelesaikan sengketa pelayanan publik; serta
memberikan saran atau masukan, baik diminta maupun tidak, kepada kepala daerah dan
penyelenggara pelayanan publik dalam rangka memperbaiki kinerja pelayanannya melalui
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 18
23.
DPRD. Ruang ling
gkup pelaya
anan publik meliputi semua bentuk pelayanan yang berk
k n kaitan
dengan kepentinga publik ya
n an ang diseleng
ggarakan oleh penyele
enggara pela
ayanan pub di
blik
Propins Jawa Timu
si ur.
Lahirnya Pe mengatur pelayanan pub di provin jawa tim tersebut telah
erda yang m blik nsi mur
membu
uka lembara baru dala upaya p
an am peningkatan pelayanan kepada ma
asyarakat (p
public
service), perda ter
rsebut meru
upakan tong
ggak perom
mbakan para
adigma rela politik hu
asi ukum
ntahan di Indonesiaya
pemerin ang selama ini terkesan didomin
nasi pandan
ngan “klasik
k-anti
stik” yang mengabaikan “logika-logika sosial”.
positivis
blik di Provinsi Jawa T
ayanan Pub
Perda pela Timur bisa dipahami sebagai ins
stitusi
pelayan publik di Jawa Timu akan berg
nan ur geser arah d “sang tu
dari uan” menjadi “sang pela
ayan”.
hal ters
sebut memb
bawa implika pelayana publik ya
asi an ang tadinya dari state oriented, orie
entasi
negara yang serba kekuasaan dan norma kearah people orie
a n atif, ented yakni mengedepa
ankan
rakyat s
sebagai piha yang seha
ak arusnya dila
ayani.
Secara nas
sional e-Pro
ocurement in telah siapa di bebe
ni erapa propin sebagaim
nsi mana
dalam p
peta berikut:
:
Sumber: LKPP (Lembaga Peng
gkajian Peng
gadaan Bara dan Jas , 2009
ang sa)
Laporan Akhiir
Evaluasi Kebi
ijakan Pemban
ngunan Daerah Provinsi Jaw Timur 2009
h wa 19
24.
Pemerintah Jawa Timur juga telah mengembangkan electronic government (e-Gov)
sebagai wujud dari pelaksanaan pelayanan publik yang diharapkan dapat meningkatkan
jangkauan akses pelayanan publik secara lebih merata dan berkualitas. Dimulai dengan
sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik, Pemerintah Jawa Timur bekerjasama
dengan LPSE (Layanan Pengadaan Secara Electronic). Dasar hukum dari pelaksanaan e-Gov
adalah Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dari Peta di atas kita bisa mengetahui bahwa Jawa Timur adalah salah satu dari
daerah yang mendapat status telah menjalankan pelayanan publik melalui implementasi e-
procurement, pada peta itu pula ada beberapa lokasi di Jawa Timur yang disebutkan secara
khusus untuk implementasi e-procurement ini yakni Malang dan UIN (Universitas Islam
Negeri), hal itu menunjukkan bahwa e-procurement juga telah dijalan di pemerintah daerah
dan Universitas Negeri yanga da di Jawa Timur.
Alasan pentingnya penerapan e-Gov ini sektor pemerintah antara lain adalah untuk
menciptakan tercapainya pelayanan publik yang lebih cepat, transparan serta akuntabel. Saat
peneliti menghadiri sosialisasi pengadaan barang dan Jasa secara elektronik di Hotel Utami
yang diselenggarakan oleh Dinas Informasi dan Komunikasi Jatim bekerjasama dengan LPSE
dalam rangka menghimpun data penelitian, dalam forum tersebut dinyatakan bahwa latar
belakang dari munculnya inisiatif dari pemerintah untuk menggunakan pendekatan elektronik
dalam pengadaan barang dan jasa antara lain adalah bahwa terdapat 30% atau sekitar 90
Trilyun rupiah untuk terjadinya inefisiensi pengelolaan keuangan negara, data lain yang tidak
kalah pentingnya bahwa 80% atau 28.000 kasus korupsi yang ditangai oleh KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) dan KPPU (Komisi Pengawasan Persaingan Usaha) adalah pada
masalah pengadaan barang dan jasa. (LKPP, 2009)
Sedangkan status lelang yang terkini untuk tahun 2009 antara lain dalam tabel berikut:
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 20
25.
Sumber: LKPP (Lembaga Pengkajian Pengadaan Barang dan Jasa) , 2009
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 21
26.
Ada beberapa kelebihan sistem manual dibanding elektronik dalam pengadaan
barang/jasa, diantaranya:
No. Uraian Manual Elektronik
1. Proses Administrasi Sulit Mudah
2. Pendaftaran Vendor Berulang-ulang
Satu kali saja
3. Penyerahan Dokumen Data langsung
Melalui internet
4. Frekuensi Tatap Muka Sering Hampir tidak ada
(facelss)
5. Kerahasiaan Peserta Tender Tidak terjamin Terjamin
6. Transparansi Rendah Tinggi
7. Persaingan Relatif Tertutup Terbuka
8. Peluang KKN Terbuka Tertutup
9. Panitia Pengadaan Susah tidur Nyenyak
Sumber: Makalah presentasi oleh LKPP (Lembaga Kajian Pengadaan Barang dan Jasa)
dalam Seminar Sosialisasi Pengadaan barang dan Jasa secara elektronik, 4
November 2009 di Hotel Utami Surabaya
Ketika peneliti mengunjungi dinas-dinas yang ada di Pemerintah Provinsi Jatim
Peneliti menemukan bahwa penerapan e-government telah benar-benar mulai dijalankan,
seperti contohnya di Dinas Koperasi dan perindustrian Jatim, di sana telah menerapkan e-
lelang dalam pengadaan barang dan jasa. Ketika peneliti menemui beberapa informan di
instansi tersebut, mereka menguraikan bahwa prosedur pendaftaran bagi para rekanan yang
akan mengkuti tender sekarang bisa mendaftarkan perusahaan dengan sistem komputerisasi
yang terkoneksi secara online. Informasi yang disediakan pun dirilis secara terbuka sehingga
siapa saja bisa mengetahui pengumuman adanya peluang untuk mengikuti seleksi pengadaan
barang dan jasa tersebut, hal ini berbeda dengan masa sebelumnya dimana informasi
mengenai pengadaan dan jasa hanya diketahui oleh mereka yang dekat dengan dinas atau
badang yang menyelenggarakan proses lelang. Diakui juga oleh mereka bahwa penerapan e-
Gov dibidang pengadaan barang dan jasa yang dikenal sebagai e-procurement belumnya
secara total menggunakan piranti teknologi/sistem komputerisasi yang online, sebagian tahap
dalam pengadaan barang dan jasa tersebut masih perlu untuk memakai pendekatan
konvensional, hal ini diutarakan oleh informan bahwa tidak mungkin semuanya menggunakan
sistem online, karena kita perlu untuk melihat spesifikasi barang atau jasa yang mereka
tawarkan, untuk beberapa item/jenis pengadaan barang dan jasa mungkin bisa sepenuhnya
dengan online namun untuk pengadaan barang dan jasa yang membutuhkan penjelasan yang
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 22
27.
kongkrit dan menuntut adanya contoh model dan penjelasan yang sangat detail maka itu
sangat sulit jika harus sepenuhnya menggunakan sistem online.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Biro Administrasi Setda Provinsi Jatim
ditemukan data sebagai berikut:
E-Procurement Konvensional
Jenis Penghematan
% %
Konstruksi 5 – 40 3–5
Barang 10 – 50 10 – 50
Jasa 5 – 50 5 – 50
Sumber: Biro Administrasi Setda Provinsi Jatim, 2009
Dari data diatas bisa terlihat bahwa dengan adanya pelayanan pengadaan barang atau
jasa secara elektronik (e-procurement) mampu melakukan penghematan secara siginifikan
khususnya pada jenis pengadaan Konstruksi. Hal tersebut menjadikan pelaksanaan e-
procurement di Pemerinah Jawa Timur menjadi semakin tertantang untuk lebih meningkat.
Sementara itu ternyata pelaksanaan pelayanan publik dalam bidang pengadaan
barang dan jasa ini juga tidak berarti tanpa hambatan, ada beberapa jenis hambatan yang
ditemukan oleh Biro Administrasi Setda Provinsi Jawa Timur, 2009 terkait dengan
implementasi e-procurement, antara lain :
1. Kemampuan penalaran terhadap IT
2. Paradigma pengadaan barang/jasa sebagai momok yang ditakui
3. Daya dukung sarana dan prasaran yang kurang memadai
4. Policy dan Support dari pimpinan yang kurang mendukung
5. Rewards yang terbatas
6. Pemahaman tata cara pengadaan.
Temuan penting menyangkut dukungan dari para aparat pelaksana terhadap
pelayanan pengadaan barang atau jasa adalah sebagai berikut:
Keterangan Prosentasi
Menolah e-Proc (Sudah Nyaman dengan 70 %
Sistem Konvensional
Mendukung e-Proc 15 %
Asal Ikut 15 %
Sumber: Biro Administrasi Setda Provinsi Jawa Timur, 2009
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 23
28.
Riset yang dilakukan oleh JPIP (JawaPos Institute of Pro-otonomi, 2006) untuk
mengukur kinerja pelayanan pemerintah di Jawa Timur terhadap pelayanan publik di bidang
pendidikan menggunakan tujuh indikator Yaitu, layanan pendidikan semakin terjangkau,
mudah, dan murah, penyebaran sekolah-sekolah merata, pendidikan sebagai prioritas utama,
pelayanan pendidikan lebih baik daripada tahun sebelumnya, memberikan beasiswa kepada
anak-anak dari keluarga miskin, penerimaan murid baru selalu diumumkan secara terbuka
dan transparan, dan bertindak tegas terhadap penyalahgunaan pemanfaatan anggaran
pendidikan.
Di antara tujuh indikator itu, ada dua yang mendapatkan penilaian relatif tinggi di
antara indikator lain. Yakni, pemda memberikan beasiswa kepada anak-anak dari keluarga
miskin dan penerimaan murid baru selalu diumumkan secara terbuka dan transparan. Hampir
di seluruh kabupaten/kota, dua indikator itu mendapatkan penilaian yang relatif tinggi. Secara
rataan, skor kedua indikator masing-masing adalah 2.80 dan 3.03, sedangkan nilai lima
indikator lain kecil.
Temuan menarik terdapat pada indikator pemda bertindak tegas terhadap
penyalahgunaan pemanfaatan anggaran pendidikan. Untuk indikator itu, ditemukan bahwa di
semua kabupaten/kota nilainya kecil. Dengan rentang skor 1 sampai 5, responden mayoritas
memilih skor 1. Artinya, tidak ada terobosan program untuk mengatasi masalah tersebut.
Fenomena menarik lain adalah terdapat kesenjangan yang tinggi antarkabupaten/kota
mengenai penyebaran sekolah-sekolah di seluruh wilayah. Ada kabupaten/kota yang
penyebaran sekolahnya dinilai cukup baik, sementara ada yang kurang baik. Yang tergolong
cukup baik, antara lain, Kota Blitar, Kabupaten Ponorogo, Kota Probolinggo, Kabupaten
Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Nganjuk. Masing-masing
mendapatkan skor 4.
Sementara itu, yang penyebaran sekolahnya tergolong rendah ialah Kabupaten
Pacitan, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Kediri, Kota Kediri,
Kabupaten Sumenep, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Probolinggo, Kota Mojokerto, Kota
Pasuruan, Kota Surabaya, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten
Bondowoso.
Berdasar total skor, terdapat tiga kabupaten/kota yang mendapatkan skor tertinggi,
yaitu Kota Blitar, Ponorogo, dan Kota Probolinggo. Masing-masing mendapatkan skor 27.16,
21.61, dan 21.02.
Secara umum masih dijumpai berbagai kelemahan dalam penyelenggaraan sektor
pelayanan publik yang belum sesuai tuntutan dan harapan masyarakat. Kelemahan itu dapat
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 24
29.
diketahui melalui pengaduan dan keluhan masyarakat, secara langsung maupun melalui
media massa, antara lain menyangkut sistem dan prosedur pelayanan yang berbelit-belit,
tidak transparan, kurang informatif, kurang akomodatif, dan tidak konsisten, sehingga tidak
menjamin kepastian hukum, waktu, dan biaya, serta masih adanya praktik percaloan dan
pungutan tidak resmi.
Ada beberapa alasan penyebabnya, yakni pertama, rutinitas tugas dan penekanan
berlebihan pada pertanggungjawaban formal sehingga prosedur menjadi kaku dan lamban.
Kedua, etos kerja yang cenderung mempertahankan status-quo yang tidak mau menerima
adanya perubahan (vested interest). Dan ketiga, prosedur yang berbelit dan biaya pelayanan
yang mencekik acapkali ditunggangi kepentingan pribadi.
Hasil survei yang dilakukan Universitas Gadjah Mada pada 2002, menunjukkan secara
umum stakeholders menilai kualitas pelayanan publik mengalami perbaikan setelah
diberlakukannya otonomi daerah. Namun dari sisi efisiensi, efektivitas, responsivitas, dan
kesamaan perlakuan (non-diskriminatif) masih jauh dari harapan.
Kualitas pelayanan publik yang rendah, antara lain, ditandai, pertama, kurang
responsif. Kondisi ini terjadi hampir pada semua tingkatan unsur pelayanan, mulai dari
petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkat penanggungjawab instansi. Respon
terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat sangat lamban, bahkan
diabaikan.
Kedua, kurang informatif. Penyampaian berbagai informasi kepada masyarakat sangat
lamban, bahkan tidak sampai sama sekali. Ketiga, kurang aksesibel. Lokasi berbagai unit
pelaksana pelayanan publik jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan
masyarakat yang membutuhkan pelayanan.
Keempat, kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait tidak mampu
mengembangkan koordinasi, sehingga terjadi tumpang tindih dan pertentangan kebijakan.
Kelima, birokratis. Pelayanan, terutama perijinan, umumnya dilakukan melalui proses berbagai
level, sehingga waktu penyelesaiannya menjadi sangat lama. Dan, keenam, inefisiensi.
Berbagai persyaratan yang harus dipenuhi masyarakat sering tidak relevan dengan pelayanan
yang diberikan.
Hasil Governance and Decentralization Survey (GDS) 2004 juga menunjukkan adanya
fakta ketidakmampuan sebagian besar masyarakat memenuhi “aturan main” pemberian
pelayanan oleh birokrasi ketika mengurus suatu pelayanan. “Aturan main” itu biasanya
ditetapkan sepihak oleh pejabat birokrasi, yang bisa berbentuk tidak ada kepastian waktu dan
biaya, prosedur yang rumit, ketidakjelasan informasi dan layanan, dan sebagainya. Akibatnya,
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 25
30.
warga masyarakat terpaksa memilih menggunakan jasa perantara (calo) ketika harus
berhubungan dengan pejabat birokrasi, yang tentu kian membengkakkan biaya yang
dikeluarkan.
Penelitian GDS juga menemukan praktik pemberian “uang rokok” masih berlangsung
ketika warga masyarakat berurusan dengan pejabat birokrasi untuk pelayanan sertifikat tanah,
SIM, dan KTP. Kenyataan ini membuktikan belum terdapatnya transparansi biaya pelayanan,
sekaligus rendahnya profesionalitas aparat birokrasi.
Persoalannya kemudian, warga masyarakat yang mampu mengeluarkan biaya ekstra,
entah dalam bentuk “uang rokok” ataupun membayar jasa calo, tentu berasal dari kalangan
yang relatif mampu pula secara ekonomi. Bagaimana halnya dengan kaum marginal, warga
masyarakat yang tergolong miskin. Bukankah mereka memiliki hak yang sama memperoleh
pelayanan publik yang prima.
Dalam banyak kasus, orang-orang miskin dan kelompok-kelompok marginal yang
secara ekonomi dan politik tidak berdaya kerap menjadi korban. Mereka sering terabaikan,
terlewati oleh kebijakan pemerintahnya, kendati kebijakan-kebijakan publik dan pelayanan
publik itu konon ditujukan kepada mereka, untuk kepentingan mereka.
c. Sasaran yang ingin dicapai
Sasaran yang hendak dicapai reformasi birokrasi dan peningkatan pelayanan publik
adalah terciptanya tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, profesional, dan
bertanggung jawab, yang diwujudkan dengan sosok dan perilaku birokrasi yang efisien dan
efektif, serta dapat memberikan pelayanan publik yang prima kepada seluruh masyarakat.
Secara khusus sasaran yang ingin dicapai adalah:
1. Berkurangnya secara nyata praktik korupsi di birokrasi, dan dimulai dari tataran (jajaran)
pejabat paling atas.
2. Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih, efisien,
efektif, transparan, profesional, dan akuntabel.
3. Terhapusnya aturan, peraturan, dan praktik yang diskriminatif terhadap warganegara,
kelompok, ataupun golongan masyarakat.
4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan kebijakan publik.
5. Terjaminnya konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah (propinsi, dan
kabupaten/kota), serta tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan di atasnya.
6. Meningkatnya kualitas pelayanan publik menjadi pelayanan prima, sesuai tuntutan dan
harapan masyarakat.
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 26
31.
d. Arah Kebijakan
Untuk mewujudkan sasaran tersebut, reformasi birokrasi dan peningkatan pelayanan
publik dilaksanakan dalam kerangka arah kebijakan:
1. Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dan praktik-praktik KKN
dengan cara:
a. Menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) pada
semua tingkat dan lini pemerintahan, dan pada semua kegiatan.
b. Meningkatkan efektivitas pengawasan aparatur pemerintah melalui koordinasi dan
sinergi pengawasan internal, eksternal, dan pengawasan masyarakat.
d. Meningkatkan budaya kerja aparatur yang bermoral, profesional, produktif, dan
bertanggung jawab.
e. Mempercepat pelaksanaan tindak lanjut hasil-hasil pengawasan dan pemeriksaan.
f. Meningkatkan pemberdayaan penyelenggara negara, dunia usaha, dan masyarakat
dalam pemberantasan KKN.
2. Meningkatkan kualitas penyelengaraan administrasi negara melalui:
a. Menata kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan agar dapat berfungsi lebih
memadai, efektif, dengan struktur lebih proporsional, ramping, luwes dan responsif.
b. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi ketatalaksanaan, dan prosedur pada semua
tingkat dan lini pemerintahan.
c. Menata dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia aparatur agar lebih
profesional sesuai tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan yang terbaik
(prima) kepada masyarakat.
d. Meningkatkan kesejahteraan pegawai, dan pemberlakuan sistem karier berdasarkan
prestasi (merit system).
e. Optimalisasi pengembangan dan pemanfaatan e-Government, dan dokumen/arsip
negara dalam pengelolaan tugas dan fungsi pemerintahan.
3. Meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan dengan:
a. Meningkatkan kualitas pelayanan publik, terutama pelayanan dasar, pelayanan
umum, dan pelayanan unggulan.
b. Meningkatkan kapasitas masyarakat untuk dapat mencukupi kebutuhan dirinya,
berpartisipasi dalam proses pembangunan, dan mengawasi jalannya pemerintahan.
c. Meningkatkan tranparansi, partisipasi dan mutu pelayanan melalui peningkatan akses
dan sebaran informasi.
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 27
32.
e. Program
Berdasarkan sasaran dan arah kebijakan tersebut di atas, maka langkah-langkah yang
akan dilaksanakan dijabarkan ke dalam program-program pembangunan, yang dibagi menjadi
dua kategori, yaitu program prioritas dan penunjang, disertai kegiatan-kegiatan pokok yang
akan dijalankan.
1. Program Prioritas
1.1. Program Penerapan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik
Program ini bertujuan mewujudkan pemerintahan yang bersih, profesional, responsif, dan
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan dititikberatkan, antara lain, pada:
1. Peningkatan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan pelaksanaan prinsip-prinsip
penyelenggaraan kepemerintahan yang baik.
2. Penerapan nilai-nilai etika aparatur untuk membangun budaya kerja yang mendukung
produktivitas kerja dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan,
khususnya dalam rangka pemberian pelayanan umum yang prima kepada masyarakat.
3. Peningkatan keterlibatan lembaga non-pemerintah, dan masyarakat dalam pengambilan
keputusan pembangunan pada tingkat propinsi dan kabupaten/kota.
4. Fasilitasi pengembangan dan pembentukan forum lintas pelaku sebagai wahana
partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik.
1.2. Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas
Program ini bertujuan menyempurnakan dan mengefektifkan sistem pengawasan dan
audit, serta sistem akuntabilitas kinerja dalam mewujudkan aparatur pemerintah yang bersih,
akuntabel, dan bebas dari KKN.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan dititikberatkan, antara lain, pada:
1. Peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pengawasan dan audit internal,
eksternal, dan pengawasan masyarakat.
2. Penataan dan penyempurnaan kebijakan sistem, struktur kelembagaan, dan prosedur
pengawasan yang independen, efektif, efisien, transparan dan akuntabel.
3. Peningkatan tindak lanjut temuan pengawasan secara hukum.
4. Peningkatan koordinasi pengawasan yang lebih komprehensif.
5. Pengembangan penerapan pengawasan berbasis kinerja.
6. Pengembangan tenaga pemeriksa yang profesional.
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 28
33.
7. Pengembangan sistem akuntabilitas kinerja, dan mendorong peningkatan
implementasinya pada seluruh instansi.
1.3. Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan
Program ini bertujuan menata dan menyempurnakan sistem organisasi dan manajemen
pemerintahan agar lebih proporsional, efisien, dan efektif.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan dititikberatkan, antara lain, pada:
1. Penyempurnaan sistem kelembagaan yang efektif, ramping, fleksibel berdasarkan prinsip-
prinsip good governance.
2. Penyempurnaan tata laksana dan hubungan kerja antara pemerintah pusat, propinsi dan
kabupaten/kota.
3. Penciptaan sistem administrasi pendukung dan kearsipan yang efektif dan efisien.
1.4. Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Program ini bertujuan mengembangkan manajemen pelayanan publik prima yang
bermutu, transparan, akuntabel, mudah, murah, cepat, patut dan adil kepada seluruh
masyarakat, guna menunjang kepentingan masyarakat dan dunia usaha, serta mendorong
partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan dititikberatkan, antara lain, pada:
1. Mendorong penyusunan standar pelayanan minimal yang disepakati bersama antara
instansi-instansi penyedia pelayanan publik dan stakeholders.
2. Mendorong dan meningkatkan pengembangan mutu pelayanan publik melalui penerapan
standar mutu manajemen ISO.
3. Pengembangan pelayanan administrasi perijinan dan lainnya melalui pelayanan satu
atap/pelayanan terpadu dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam bentuk e-
government, e-procurement, e-business dan cyber law untuk menghasilkan pelayanan
publik prima yang lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah.
4. Mendorong pelaksanaan prinsip-prinsip good governance dalam setiap proses pemberian
pelayanan publik, khususnya dalam rangka mendukung penerimaan keuangan negara,
seperti perpajakan, kepabeanan, dan penanaman modal.
5. Peningkatan upaya untuk menghilangkan hambatan terhadap penyelenggaraan
pelayanan publik melalui deregulasi, debirokratisasi, dan privatisasi.
6. Pemantapan koordinasi pembinaan pelayanan publik, dan pengembangan kualitas aparat
pelayanan publik.
7. Mengintensifkan penanganan pengaduan masyarakat.
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 29
34.
8. Pengembangan partisipasi masyarakat di wilayah kabupaten/kota dalam perumusan
program dan kebijakan layanan publik melalui mekanisme dialog dan musyawarah
terbuka dengan komunitas penduduk di masing-masing wilayah.
9. Pengembangan mekanisme pelaporan berkala capaian kinerja penyelenggaraan
pemerintah propinsi, dan kabupaten/kota kepada publik.
10. Peningkatan pelayanan publik sertifikasi tanah melalui penyederhanaan prosedur
pengurusan, serta mendekatkan pelayanan kepada masyarakat lokal, dengan biaya
murah dan cepat.
2. Program Penunjang
2.1. Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur
Program ini bertujuan meningkatkan sistem pengelolaan dan kapasitas sumber daya
manusia aparatur sesuai kebutuhan dalam melaksanakan tugas kepemerintahan dan
pembangunan.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan dititikberatkan, antara lain, pada:
1. Penataan kembali sumber daya manusia aparatur sesuai kebutuhan akan jumlah dan
kompetensi, serta perbaikan distribusi pegawai negeri sipil (PNS).
2. Penyempurnaan sistem manajemen pengelolaan sumber daya manusia aparatur,
terutama pada sistem karier dan remunerasi.
3. Peningkatan kompetensi sumber daya manusia aparatur dalam pelaksanaan tugas dan
tanggung jawabnya.
4. Penyempurnaan sistem dan kualitas penyelenggaraan pendidikan dan latihan aparatur
pemerintah.
5. Penyiapan dan penyempurnaan berbagai peraturan dan kebijakan manajemen
kepegawaian.
6. Pengembangan profesionalisme pegawai negeri sipil aparatur pemerintah melalui
penyempurnaan aturan etika, dan mekanisme penegakan hukum disiplin.
7. Peningkatan kualitas sumber daya aparatur melalui perencanaan dan pengembangan,
pendidikan latihan teknis, fungsional, struktural, dan pendidikan pelatihan kepemimpinan.
2.2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
Program ini bertujuan mendukung pelaksanaan tugas dan administrasi pemerintahan
secara lebih efisien, efektif, dan terpadu.
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 30
35.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan dititikberatkan, antara lain, pada:
1. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendukung pelayanan.
2. Peningkatan fasilitas pelayanan umum dan operasional, termasuk pengadaan, perbaikan
dan perawatan gedung dan peralatan sesuai kebutuhan dan kemampuan keuangan
daerah.
f. Rekomendasi
• Perlunya Jawa Timur untuk mempersiapkan diri mengimplementasikan e-Procurement
(Pengadaan Barang atau Jasa secara Elektronik) yang selama ini baru pada taraf e-lelang
yang baru sebagian menggunakan prinsip-prinsip electronic government (e-Gov). Memang
adanya e-procurement yang visinya antara lain adalah untuk menekan peluang munculnya
tindakan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) adalah dengan upaya menekan
semaksimal mungkin tatap muka/pertemuan antara panitia pengadaan barang dan jasa
dengan para pengusaha yang mendaftar dalam proses tender, namun ketika dilapangan
ternyata hal tersebut masih menjadi tantangan bahwa bagaimana memastikan bahwa
dengan tanpa adanya tatap muka proses pengadaan barang dan jasa tetap berjalan
dengan lancar dan baik, keluhan dari para panitia bahwa jika tidak adanya tatap muka
akan menyulitkan mereka untuk mengetahui spesifikasi barang dan jasa secara detail
yang ditawarkan oleh para calon pelaksana proyek memang harus segera dipecahkan
bagaimana solusinya.
• Strategi pengembangan e-procurement baik pada skala nasional maupun pada khususnya
di Jawa Timur adalah antara lain dengan:
a. Membangun komitmen, yakni dengan memastikan seluruh staf dan pimpinan instansi
untuk memiliki keyakinan dan semangat untuk meneruskan pengembangan e-
procurement baik dalam level yang paling sederhana sampai pada level yang paling
maju.
b. Peningkatan Kapasitas SDM, hal ini dengan pelatihan dan pendidikan kepada seluruh
staf dan pimpinan di semua lini, agar mereka memahami dan mampu mengoperasikan
pendekatan IT dalam pengdaan barang atau jasa.
c. Mengembangkan infrastruktur IT, yakni dengan pengembangan software open source
dan peningkatan Jaringan.
• Perlunya tindakan yang terencana, tepat dan cepat dalam mengatasi dampak dari
musibah lumpur di sidoarjo yang membutuhkan penanganan yang berkelanjutan dari
Pemerintah daerah maupun pemerintah propinsi Jawa Timur, supaya persoalan korban
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 31
36.
lumpur dan ekses-ekses yang sudah terjadi tidak semakin bertambah besar dan
mengganggu sektor-sektor lain dalam kegiatan pembangunan di Jawa Timur.
• Perlunya akses pelayanan yang cepat dan tepat kepada para warga miskin yang
membutuhkan akses kesehatan dan pendidikan
• Perlunya penanggulangan terhadap para masyarakat miskin dengan kegiatan empowering
(pemberdayaan) dimana masyarakat mampu secara mandiri mengentaskan dirinya dari
kemiskinan dengan bantuan dan arahan dari pemerintah dan lembaga swadaya
masyarakat terkait.
• Perlunya penanganan segera terhadap masalah kriminalitas di jawa timur yang kian hari
semakin buruk, terbukti dengan banyaknya korban tindak kejahatan yang melapor ke
kepolisian.
Hal tersebut di atas dapat tercapai dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip
berikut yang antara lain:
a. Berorientasi pada publik sebagai pelanggan, (a spirit of public service)
b. Prinsip pemberdayaan (empowerment)
c. Prinsip Kemitraan (Partnership)
g. Kesimpulan
Pemerintah Propinsi Jawa Timur sudah mulai membenahi pelayanan publik sejak
tahun 2000. Akselerasi reformasi birokrasi dan pelayanan publik kian meningkat pada periode
2003-2007, sehingga banyak mendapat penghargaan yang berkaitan pelayanan publik, dan
ditetapkan sebagai proyek percontohan (pilot project) nasional pelayanan prima. Penerapan
sertifikasi ISO di beberapa unit pelayanan juga telah berjalan. Sampai akhir 2006, setidaknya
sudah ada 100 unit satuan kerja (USK) yang memperoleh ISO 9001-2000.
Pemerintah Jawa Timur telah banyak berupaya dalam meningkatkan pelayanan publik
kepada Masyarakat dengan berbagai bentuk inovasi diantaranya penerapan e-government di
berbagai sektor, diantaranya sektor pendidikan melalui kegiatan e-education (e-learning) serta
dalam pengadaan barang dan jasa dengan e-lelang dan e-procurement. Pemerintah Jawa
Timur tidak ketinggalan telah melengkapi aspek legal formal dengan disahkannya Peraturan
Daerah Propinsi Jawa Timur no 11 tahun 2005 yang mengatur pelayanan publik serta
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 14 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pelayanan Publik di
Propinsi Jawa Timur.
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 32
37.
Namun sekeras apa pun upaya meningkatkan pelayanan publik, sudah barang tentu
tidak membuat seluruh pelayanan publik di Jawa Timur serta merta menjadi baik sesuai
harapan masyarakat. Sebab reformasi pelayanan publik menuju pelayanan prima memerlukan
proses, tahapan waktu, kesinambungan, dan keterlibatan semua komponen yang saling
terkait dan berinteraksi.
Laporan Akhir
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 33
38.
BAB
2.2.
DEM
MOKRA
ASI
A. Pengantar
Demokrasi adalah suat proses re
tu eformasi yan tiada akhir. Ia adalah pekerjaan yang
ng h
sedang dan terus berjalan, dan tidak perna selesai secara sempurna. Oleh s
g b n ah sebab itu, se
emua
sistem demokrasi, apapun ben tangan maupun kesemp
ntuk, kemat puranaannya membutu
a, uhkan
upaya reformasi yang berkes
y sinambungan. Kebutuha akan pe
an erubahan te
erus meneru ini
us
mengak pada perubahan e
kar ekonomi, po
olitik dan so
osial di dala masyarakat. Sepan
am njang
perjalan waktu kita dapat menyaksikan perubahan pada prefer
nan k rensi masyarakat, pada nilai-
nilai do eka. Lembag inti di sem negara demokrasi adalah parl
ominan mere ga mua a lemen dan p
partai
politik. Di banyak negara dem
mokrasi baru, kedua le
embaga ini seringkali k
kurang dipah
hami.
-badan legislatif seperti Parlemen, D
Badan- Dewan Perw
wakilan Raky dan Sena seringkali tidak
yat at
memilik struktur-s
ki struktur, pro
oses-proses dan sumb
berdaya manusia dan keuangan yang
dibutuh
hkan untuk dapat menjad badan pem
di mbuat undan
ng-undang d pengaw pemerint
dan was tahan
yang ef
fektif, dan seringkali jug tidak mem
s ga miliki keterw
wakilan yang pada akhir
g rnya mengu
urangi
legitima
asinya. Penc
ciptaan siste kepartaia yang mem
em an madai sering
gkali merupa
akan proses yang
berkepa
anjangan da melelahk
an kan. Akibatny kedua le
ya, embaga ters
sebut menghadapi kritik dari
k
publik – yang kada berdasa dan kadan tidak berd
ang ar ng dasar sama sekali. Apa
abila partai p
politik
dan parlemen tidak berfungsi, maka dem
, mokrasi pun tidak dapat berfungsi d
t dan mengha
adapi
resiko d
digantikan oleh sistem pemerintaha yang otoriter atau se
o an emi-otoriter. Oleh karena itu,
upaya-u
upaya untu merefor
uk rmasi kedu
ua lembaga
a tersebut ya
seharusny menjadi inti
pemban
ngunan dem
mokrasi di negara-neg
gara demok
krasi yang masih mud
da, termasu di
uk
Indones
sia.
Dalam pers
spektif demo
okrasi, parti
isipasi masy mpunyai peran yang berarti
yarakat mem
yang m
mampu mew
warnai ingkat demokratis
t sasi yang se
edang berla
angsung. Pa
artisipasi ters
sebut
tdak ha
anya terbata pada sek
as kelompok at
tau segolong
gan masyar
rakat tertent tetapi se
tu, eluruh
lapisan masyaraka dan khus
at susnya part
tisipasi pere
empuan dalam ranah p
politik. Men
ngapa
peremp
pun? Hal ini disebabkan perempuan mempunya peran pen
n ai masyarakat yang
nting dalam m
Laporan Akhiir
Evaluasi Kebi
ijakan Pemban
ngunan Daerah Provinsi Jaw Timur 2009
h wa 34