1. AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 42
C4 Defisiensi Imun Kongenital
Topik : Defisiensi Imun Kongenital
Tutor : Dra. Beti Ernawati Dewi, PhD
A. Perbedaan antara Imunodefisiensi Kongenital dan Didapat
Perbedaan yang menjadi inti dari imunodefisiensi kongenital
dan didapat adalah jika imunodefisiensi kongenital terjadi sejak
dalam kandungan dan diwariskan, sementara jika imunodefisiensi
didapat adalah imunodefisiensi yang terjadi pada saat proses
kehidupan sehingga tidak diwariskan. Sebagian besar
imunodefisiensi kongenital terjadi akibat adanya mutasi.
Penyakit imunodefisiensi secara umum dapat dilihat dengan
adanya :
1. Kemudahan untuk terkena infeksi
2. Kemudahan terkena kanker
3. Kemudian juga ditandai dengan adanya peningkatan
autoimunitas
4. Dapat diakibatkan defek pada perkembangan dan aktivasi
limfosit T
5. Dapat diakibatkan defek pada mekanisme efektor dari sistem
imun innate dan adaptif
B. Patogenesis dan Uji Penapisan untuk Defisiensi Sel T Kongenital
Karena sel T berperan dalam respon imun humoral maupun
seluler, maka akan terjadi SCID (Severe Combined
Immunodeficiency) yang terjadi akibat kombinasi defek pada imun
humoral maupun seluler. Berikut penyakit-penyakit yang
diakibatkan oleh adanya defek pada sel T kongenital, antara lain :
1. SCID (Severe Combined Immunodeficiency)
Tabel 4.1 Macam-Macam SCID
2. AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 43
C4 Defisiensi Imun Kongenital
SCID ini merupakan imunodefisiensi yang memengaruhi
respon imun humoral dan seluler. Dapat terjadi karena adanya
kegagalan dalam perkembangan sel T diikuti atau bisa juga tidak
diikuti oleh defek dalam maturasi sel B. Pasien akan mengalami
kerentanan terhadap infeksi virus, jamur, dan protozoa.
SCID ini diakibatkan oleh mutasi pada gen pengkode
perkembangan limfosit dari hematopoietic stem cell sampai
menjadi mature cell. SCID ini diturunkan secara autosomal resesif
maupun x-linked.
2. Sindrom DiGeorge
- Terjadi defek pada maturasi sel T dan berhubungan
dengan SCID (Severe Combined Immunodeficiency)
- Diakibatkan oleh malformasi kongenital yang akibatnya
adalah defek pada perkembangan timus dan kelenjar
paratiroid
- Manifestasi klinisnya antara lain :
Hipoplasia atau agenesis timus sehingga akan tidak
terjadi pematangan sel
Kehilangan kelenjar paratiroid sehingga mengganggu
homeostasis kalsium yang menyebabkan tetanus
karena
- Terjadinya diakibatkan oleh delesi kromosom regio 22q11
- Menyebabkan infeksi Mycobacterium, virus, dan jamur
- Penyakit ini dapat ditangani dengan transplantasi timus
atau transplantasi sumsum tulang
3. Defek dalam Pensinyalan TCR
Terjadi kecacatan kompleks TCR karena adanya mutasi gen
pengkode CD3 yaitu gen ε dan gen γ, gen ZAP70
(perkembangan CD8+), gen LCK dan UNC119 (perkembangan
CD4+), serta pengurangan sintesis sitokin IL-2 dan IFN- γ
4. Sindrom Wiskott-Aldrich
Merupakan salah satu penyakit yang diturunkan secara X-
linked. Di mana terjadi mutasi pada gen pengkode protein
WASP (yang dibutuhkan dalam fungsi respon sel T terhadap
antigen, produksi trombosit, serta kinerja antibodi). Akibatnya,
jika ada mutasi pada WASP akan terjadi kegagalan
pensinyalan dalam melakukan gene rearrangement dan
polimerisasi aktin untuk motilitas sel yang akibatnya akan
terjadi gangguan dalam kemotaksis neutrofil.
5. Bare Lymphocyte Syndrome I
- Diakibatkan oleh defek pada MHC kelas II
- Hal ini diakibatkan oleh mutasi pada faktor transkripsi dan
protein promotor yang antara lain adalah RFX-B, C11 TA,
RFC-5, dan RFXAP
- Dalam sindrom ini akan terjadi gejala antara lain infeksi
bronkopulmonari, diare kronik, serta kematian akibat
infeksi virus
3. AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 44
C4 Defisiensi Imun Kongenital
6. Bare Lymphocyte Syndrome II
- Diakibatkan oleh defek pada seleksi positif pada sel T
- Akibatnya adalah pengurangan sel T helper matur yang
mengekspresikan MHC kelas II
- Selain itu juga ada defek pada faktor transkripsi MHC kelas
II yang antara lain adalah RFX5 dan IFN-γ
- Sehingga mengakibatkan defek pada maturasi sel T di
timus dan aktivasi sel T di jaringan limfoid perifer
7. Defisiensi MHC Kelas I
- Diturunkan secara autosomal resesif
- Diakibatkan oleh mutasi pada gen pengkode TAP1, TAP2,
dan Tapasin
- Akibatnya tidak dapat terjadi penggabungan antigen dan
MHC Kelas I di RE
- Manifestasi klinik yang terjadi antara lain adalah infeksi
pada saluran pernapasan maupun pencernaan, jumlah
antibodi sedikit, adanya granuloma nekrosis di kulit, dan
kronik purulen rhinitis
8. Defek pada V(D)J Recombination
- Mutasi pada gen pengkode RAG-1, RAG-2, dan artemis
- Sehingga tidak terjadi VDJ recombination akibat
ketidakbisaan membuat sinapsis (lihat discussion notes 2)
- Maka akan mengakibatkan sel B maupun sel T tidak
memiliki BCR dan TCR
9. Sindrom Omenn
- Terjadi seleksi negatif bagi sel yang tidak mengekspresikan
reseptor yang benar
- Sehingga menyebabkan adanya sel T oligoklonal
autoreaktif (biasanya T helper 2) yang akan mengaktivasi
sel B
- Sehingga terjadi produksi IgE dan aktivasi sel Mast
- Manifestasi klinisnya adalah dermatitis, diare kronik,
deskuamosa, kehilangan rambut (alopecia), dan
kegagalan dalam bertumbuh dan berkembang
10. Sindrom Duncan
- Merupakan penyakit yang diturunkan secara X-linked
- Terjadi mutasi pada gen SAP tepatnya di kromosom X
SH2DIA
- Akibatnya rentan akan infeksi EBV
- Selanjutnya akan terjadi interaksi CD43 pada sel B yang
terinfeksi EBV dengan reseptor sel Natural Killer
- Akibatnya NK dihambat untuk melakukan pembunuhan ke
sel terinfeksi EBV
- Manifestasi klinisnya antara lain adalah hemofagositik
limfohistiositosis
4. AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 45
C4 Defisiensi Imun Kongenital
Dalam melakukan uji penapisan, dapat dilakukan beberapa tes,
antara lain :
1. CBC (Complete Blood Count)
2. Skin test untuk identifikasi hipersensitivitas tipe IV di mana
seharusnya tidak ada reaksi terhadap DTH karena rendahnya
kadar sel T
3. Menghitung kadar IgM yang dalam kondisi ini akan rendah
4. Melakukan tes genetik
5. Melakukan tes fungsi imun sistem humoral dan seluler
6. TREC test (menghitung jumlah reseptor sel T) menggunakan
DNA sirkuler
C. Patogenesis dan Uji Penapisan untuk Defisiensi Sel B Kongenital
Terjadi defek pada sel B yang merupakan terjadi secara
genetik (primer) sehingga menghasilkan kelainan pada sintesis
antibodi. Kelainan dari defisiensi sel B kongenital dapat terjadi
pada produksi sel B, aktivasi sel B, dan perkembangan sel B.
Berikut penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh defisiensi sel B
kongenital :
1. Agammaglobulinemia Tertaut-X
- Disebut juga Bruton’s agammaglobulinemia
- Ada delesi pada gen pengkode enzim Bruton tirosin kinase
(Btk)
- Akibatnya tidak terjadi pematangan sel B teruama di fase
pre-B cell di sumsum tulang
- Dampak penyakitnya akan terjadi komplikasi infeksi
2. Defek Checkpoint Pre-BCR Autosomal Resesif
- Karena ada agammaglobulinemia tadi dapat berdampak
pada pensinyalan pre-BCR
- Intinya ada mutasi pada gen pengkode :
Heavy chain
Light chain
Igα (komponen sinyal pre-BCR dan BCR)
Subunit p85α dari PI3 kinase
BLNK (protein adaptor untuk pre-BCR dan BCR)
3. Selective Immunoglobulin Isotype Deficiencies
- Yang paling umum dalam penyakit ini adalah defek dalam
seleksi IgA
- Diturunkan secara autosomal dominan atau autosomal
resesif
- Diakibatkan oleh adanya mutasi pada gen pengkode TACI
(Transmembrane Activator and Calcium Modulator and
Cyclophilin Ligand Interactor) dan pada gen pengkode
reseptor sitokin seperti BAFF dan APRIL
4. Defek pada Diferensiasi Sel B
- Imunodefisiensi yang paling sering
- Terjadi pengurangan level Ig dalam serum
5. AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 46
C4 Defisiensi Imun Kongenital
- Adanya kecacatan dalam respon antibodi terhadap infeksi
dan vaksinasi
- Serta peningkatan insiden infeksi
5. Defek pada Aktivasi Sel B
Penurunannya secara X-linked maupun autosomal resesif
- Diakibatkan adanya mutasi pada gen pengkode CD40L
pada sel T
- Akibatnya tidak terjadi perubahan IgM menjadi IgG dan IgA
akibat tidak adanya cross-linked antara sel T dengan sel B
yang mempresentasikan antigen dengan bantuan MHC
Kelas II
- Selain itu, juga ada defek pada gen pengkode enzim AID
(Activation-induced Deamination) yang mengakibatkan
isotype switching dan affinity maturation di mana kasus ini
jarang akibat diturunkan secara homozigot resesif
- Dan ada juga karena mutasi pada gen pengkode enzim
UNG (Urasil N-glikosilase) untuk menghilangkan residu U
dari gen Ig saat class switching
Dalam mengidentifikasi penyakit sel B ini dapat dilakukan uji
penapisan, antara lain dengan :
Complete Blood Count (CBC)
Pemeriksaan level seruum immunoglobulin
D. Patogenesis dan Uji Penapisan untuk Defisiensi Imun Non-Spesifik
1. Chronic Granulomatous Disease
Patogenesis
- Terjadi mutasi pada gen pengkode kompleks enzim
fagosit oksidase (phox)
- Kegagalan fagosit menghasilkan ROS (Reactive
Oxygen Species)
- Sehingga bakteri dan jamur penginfeksi tidak dapat
dihancurkan dan akan terus terjadi infeksi
- Karena infeksi ini tidak dikontrol fagosit, maka akan
terjadi penumpukan sel kronik termediasi respon iun
Gambar 4.1 Defek pada Aktivasi Sel T maupun Sel B1
Gambar 4.2 Pembentukan Enzim
Phox2
6. AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 47
C4 Defisiensi Imun Kongenital
yang akhirnya akan mengakitvasi makrofag oleh sel T
yang akan menyebabkan terjadinya pembentukan
granuloma
- Penyakit ini umumnya diturunkan secara X-linked
namun ada juga yang autosomal resesif
- Dapat diberikan terapi pemberian IFN-γ untuk penyakit
ini
Uji Penapisan
Dilakukan dengan menghitung kadar ROS
menggunakan pewarnaan NBT (Nitroblue Tetrazolium).
Jika di aktivitas fagosit dan diberikan NBT akan berwarna
kuning maka tidak ada ROS namun jika berwarna biru
dipastikan ada ROS sehingga tidak terjadi defek pada
kompleks enzim phox.
2. Leukocyte Adhesion Deficieny
Patogenesis
Ada tiga macam Leukocyte Adhesion Deficiency yang
intinya menyebabkan leukosit tidak dapat melekat ke
dinding endotel, antara lain : 1
Tipe Patogenesis
I Mutasi pada gen pengkode CD18 sehingga tidak terjadi
ekspresi ekspresi β2-integrin (LFA-1, Mac-1, dan
P150,95) sehingga leukosit tidak dapat berikatan atau
marginasi ke endotel dan tidak dapat terjadi perlekatan
antara APCs dengan limfosit T.
II Mutasi pada GDP-fukosa transporter untuk transpor
fukosa ke Golgi di mana fukosa akan digunakan untuk
ekspresi sialyl-Lewis X (ligan tetrasakarida karbohidrat)
pada neutrofil yang dapat berikatan ke selektin E dan
selektin P untuk melakukan marginasi ke endotel. Defek
ini menyebabkan neutrofil tidak mampu berikatan atau
marginasi ke endotel. Contohnya adalah golongan darah
Bombay.
III Mutasi gen pengkode KINDLIN-3 (protein yang berikatan
ke ujung integrin yang masuk ke sitoplasma) yang
berfungsi dalam pensinyalan. Salah satu akibatnya
adalah platelet tidak dapat keluar akibat adanya defek
pada integrin sehingga akan terjadi pendarahan masif.
Uji Penapisan
- Melakukan flow cytometry dengan laser dan penanda
fluorosens untuk mengecek keberadaan β2-integrin
dari CD11 dan CD18
- Cek golongan darah jika tidak memiliki antigen maka
disebut golongan darah Bombay
- Cek adanya agregasi platelet di endotel
3. Chediak-Higashi Syndrome
Patogenesis
7. AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 48
C4 Defisiensi Imun Kongenital
- Terjadi mutasi pada gen pengkode protein LYST yang
meregulasi lisosom intrasel
- Akibatnya akan terjadi defek pada fusi fagosom
dengan lisosom
- Akibatnya lisosom membentuk giant lysosomes
- Selain itu akibatnya juga ada defek melanosom dalam
melanosit serta abnormal lisosom di sel saraf pusat
- Akan terjadi okulokutan albinisme, infiltrasi limfosit,
dan infeksi bakteri piogenik
- Penyakit ini diturunkan secara autosomal resesif
Uji Penapisan
- Uji mikroskopik menggunakan light microscope untuk
mengecek keberadaan lisosom raksasa pada neutrofil,
eosinofil, dan granulosit lainnya
- DNA sequencing
4. Defek Pensinyalan Toll - like Receptor
Patogenesis
- Terjadi mutasi di gen pengkode TLR atau protein
adaptor MyD88 atau TRIF
- Jika terjadi mutasi pada gen pengkode MyD88
atau IRAK-4 menyebabkan gangguan pengaktivan
protein NF-kB untuk regulasi ekspresi :
a) Sitokin (TNF, IL-1, dan IL-6)
b) Kemokin (CCL2, CXCL8, dll)
c) Selektin E
d) Molekul kostimulator
- Dampaknya pada tidak terjadinya inflamasi akut
dan tidak terjadi stimulasi sistem imun adaptif
- Jika terjadi mutasi pada gen pengkode TRIF atau
TLR 3 (yang memerlukan UNC93B) yang
menyebabkan tidak terjadinya aktivasi faktor
transkripsi IRF3 sehingga tidak terjadi sekresi
ekspresi IFN tipe 1
- Dampaknya adalah tidak terbentuknya antivirus
Uji Penapisan
Dapat dilakukan dengan DNA sequencing untuk
mengecek ada atau tidaknya mutasi pada gen
pengkode reseptor ini.
5. Defek pada Sistem Komplemen
Patogenesis
Berikut adalah patogenesis defek pada sistem komplemen
tergantung dari komponen komplemen masing-masing
dari tiap jalur sehingga menyebabkan beberapa penyakit
yang dapat dilihat di tabel berikut :
Gambar 4.3 Aktivitas Toll-like Receptor1
8. AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 49
C4 Defisiensi Imun Kongenital
Tabel 4.2 Defisiensi Sistem Komplemen
Uji Penapisan
- Dapat mengidentifikasi menggunakan metode CH50
(untuk mengecek defek pada jalur klasik) dan metode
AH50 (untuk mengecek defek pada jalur alternatif)
- Melihat gejala klinis seperti adanya angioderma tanpa
urtikaria, adanya penyakit autoimun seperti
cryoglobulinemic vasculitis, penyakit ginjal, dan lain-
lain
- Melihat aktivitas enzim
6. Defek pada Pensinyalan IL-2 dan IFN-γ
Patogenesis
- Terjadi mutasi gen pengkode IL-12p40m IL-12Rβ1,
serta kedua chain reseptor IFN-γ
- Selain itu mutasi pada hipomorfik STAT-1
- Akan terjadi invasi Mycobacterium dengan mudah
karena IL-12 yang dapat mengaktivasi sel T tapi karena
adanya defek pada pensinyalannya akan terjadi
penyakit tuberkulosis
Uji Penapisan
- Metode ELISA untuk menghitung level IFN-γ
- Metode cytometric flow untuk melihat kadar IFN-γ
- Tes genetik jika ada mutasi patogen
Daftar Pustaka
1. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Cellular and molecular
immunology. 7th Ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012.
2. Delves PJ, Martin SJ, Burton R, Roitt IM. Roitt’s essential
immunology. 11th Ed. Malden: Blackwell Publishing; 2006.