SlideShare a Scribd company logo
1 of 17
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Reaksi hipersensitivitas tipe 2 merupakan sitotoksik yang bergantung pada
antibodi. Koombinasi antigen yang terdapat pada permukaan sel dengan antibodi akan
mengakibatkan kerusakan sel, baik sebagai akibat adheren opsonik fagosit melalui Fc
atau adheren imun melalui ikatan C3.
Pada makanisme sitotoksik, sel sasaran yang dibungkus oleh antibodi IgG
konserntrasi rendah dapat dibunuh secara nonspesifik melalui mekanisme non fagosit
ekstra seluler yang melibatkan sel limforetikular yang tak sensitasi.
Reaksi hipersensitivitas tipe II atau Sitotoksis terjadi karena dibentuknya
antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Reaksi
ini dimulai dengan antibodi yang bereaksi baik dengan komponen antigenik sel, elemen
jaringan atau antigen atau hapten yang sudah ada atau tergabung dengan elemen
jaringan tersebut. Kemudian kerusakan diakibatkan adanya aktivasi komplemen atau
sel mononuklear.
Reaksi hipersensitivitas tipe 2 dapat melalui 2 jalur ;
1. Melalui jalur ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity)
Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor
untuk Fc. Adanya Antigen yang merupakan bagian sel pejamu,menyebabkan

1
dibentuknya Antbodi Ig G / Ig M sehingga mengaktifkan sel K yang memiliki
reseptor Fc sebagai efektor ADCC.
2. Melalui aktivitas sistem komplemen
Reaksi yang timbul akibat reaksi hipersensitivitas tipe 2 yaitu;

a. Reaksi Transfusi
Menurut system ABO, sel darah manusia dibagi menjadi 4 golongan yaitu A, B,
AB dan O. Selanjutnya diketahui bahwa golongan A mengandung antibodi (anti B
berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit golongan B, darah golongan B
mengandung antibodi (anti A berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit
golongan A, golongan darh AB tidak mengandung antibodi terhadap antigen
tersebut dan golongan darh O mengandung antibodi (Ig M dan Ig G) yang dapat
mengaglutinasikan eritrosit golongan A dan B. Antibodi tersebut disebut
isohemaglutinin.
Aglutinin tersebut timbul secara alamiah tanpa sensitasi atau imunisasi. Bentuk
yang paling sederhana dari reaksi sitotoksik terlihat pada ketidakcocokan
transfusi darah golongan ABO. Ada 3 jenis reaksi transfusi yaitu reaksi hemolitik
yang paling berat, reaksi panas, dan reaksi alergi seperti urtikaria, syok, dan
asma. Kerusakan ginjal dapat pula terjadi akibat membrane sel yang menimbun
dan efek toksik dan kompleks haem yang lepas.
2
b. Reaksi Antigen Rhesus
Ada sejenis reaksi transfusi yaitu reaksi inkompabilitas Rh yang terlihat pada
bayi baru lahir dari orang tuanya denga Rh yang inkompatibel (ayah Rh+ dan
ibu Rh-). Jika anak yang dikandung oleh ibu Rh- menpunyai darah Rh+ maka
anak akan melepas sebagian eritrositnya ke dalam sirkulasi ibu waktu partus.
Hanya ibu yang sudah disensitasi yang akan membentuk anti Rh (IgG) dan hal
ini akan membahayakan anak yang dikandung kemudian. Hal ini karena IgG
dapat melewati plasenta. IgG yang diikat antigen Rh pada permukaan eritrosit
fetus biasanya belum menimbulkan aglutinasi atau lisis. Tetapi sel yang ditutupi
Ig tersebut mudah dirusak akibat interaksi dengan reseptor Fc pada fagosit.
Akhirnya terjadi kerusakan sel darah merah fetus dan bayi lahir kuning,
Transfusi

untuk

mengganti

darah

sering

diperlukan

dalam

usaha

menyelamatkan bayi.
c. Anemia Hemolitik autoimun
Akibat suatu infeksi dan sebab yang belum diketahui, beberapa orang
membentuk Ig terhadap sel darah merah sendiri. Melalui fagositosis via
reseptor untuk Fc dan C3b, terjadi anemia yang progresif. Antibodi yang
dibentuk berupa aglutinin panas atau dingin, tergantung dari suhu yang
dibutuhkan untuk aglutinasi.
d. Reaksi Obat

3
Obat dapat bertindak sebagai hapten dan diikat pada permukaan eritrosit
yang menimbulkan pembentukan Ig dan kerusakan sitotoksik. Sedormid
dapat mengikat trombosit dan Ig yang dibentuk terhadapnya akan
menghancurkan trombosit dan menimbulkan purpura. Chloramfenicol dapat
mengikat sel darah putih, phenacetin dan chloropromazin mengikat sel darah
merah.
e. Sindrom Goodpasture
Pada sindrom ini dalam serum ditemukan antibodi yang bereaksi dengan
membran basal glomerulus dan paru. Antibodi tersebut mengendap di ginjal
dan

paru

yang

menunjukkan

endapan

linier

yang

terlihat

pada

imunoflouresen.
Ciri sindrom ini glomerulonefritis proliferatif yang difus dan peredaran paru.
Perjalanannya sering fatal. Dalam penanggulangannya telah dicoba dengan
pemberian steroid, imunosupresan, plasmaferisis, nefektomi yang disusul
dengan transplantasi. Jadi, sindrom ini merupakan penyakit auroimun yang
membentuk antibodi terhadap membrane basal. Sindrom ini sering
ditemukan setelah mengalami infeksi streptococ.

f. Myasthenia gravis

4
Penyakit dengan kelemahan otot yang disebabkan gangguan transmisi
neuromuskuler, sebagian disebabkan oleh autoantibodi terhadap reseptor
astilkoli.
g. Pempigus
Penyakit autoimun yang disertai antibodi tehadap desmosom diantara
keratinosit yang menimbulkan pelepasan epidermis dan gelembunggelembung.
B. Etiologi
Reaksi hipersensitivitas tipe II atau Sitotoksis terjadi karena dibentuknya antibodi
jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu.
C. Patofisiologi
Antibodi (igG dan IgM) menyebabkan penyakit dengan berikatan pada target
antigennya yang ada pada permukaan sel atau jaringan, misalnya pada penyakit anemia
hemolitik. Terjadinya Reaksi Hipersensitivitas Tipe-II ini sangat erat kaitannya dengan
adanya suatu proses penanggulangan munculnya sel klon baru. Adanya sel klon baru
tersebut dapat ditemukan pada sel tumor, sel terinfeksi virus, sel yang terinduksi
mutagen
Selanjutnya sel-sel tersebut dikenal dengan sel target, yakni suatu sel karena
adanya faktor lingkungan sel tersebut mengalami perubahan DNA (kecacatan-DNA).
Oleh karena itu sel tersebut harus diperbaiki (DNA repair) atau dimusnahkan melalui
sistem imunologik. Jika sel tersebut tidak dimusnahkan oleh sistem imun tubuh maka
sel tersebut dapat berkembang menjadi klon baru yang selanjutnya dapat menimbulkan
5
gangguan penyakit. Contohnya; Reaksi transfusi, AHA, Reaksi obat, Sindrom Good
posture, miastenia gravis, pemvigus. Mekanisme reaksinya ada 3 macam yaitu` :
a. Fagositosis sel melalui proses apsonik adherence atau immune adherence
b. Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor
untuk Fc. Adanya Antigen yang merupakan bagian sel pejamu,menyebabkan
dibentuknya Antbodi Ig G / Ig M sehingga mengaktifkan sel K yang memiliki
reseptor Fc sebagai efektor ADCC.
c. Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen. Ikatan Ag-Ab mengaktifkan
komplemen sehingga menyebabkan lisis.
(Mekanisme: Ag → masuk tubuh → menempel pada sel tertentu → merangsang
terbentuknya Ig G atau Ig M → mengaktifkan komplemen → menimbulkan lisis)

6
D. Manifestasi
Manifestasi klinis reaksi alergi tipe 2 umumnya berupa kelainan darah, seperti anemia
hemolitik, trombositopenia, eusinofilia, dan granulasitopenia.

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Aktifitas / Istirahat
Keletihan, kelemahan, malaise umum.
Kehilangan produktifitas, penurunan semangat untuk bekerja
Toleransi terhadap latihan rendah.
Kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak
2. Sirkulasi
Riwayat kehilangan darah kronis,
Riwayat endokarditis infektif kronis.
Palpitasi.

7
3. Integritas ego
Keyakinan agama atau budaya mempengaruhi pemilihan pengobatan, misalnya:
penolakan tranfusi darah.
4. Eliminasi
Riwayat pielonenepritis, gagal ginjal.
Flatulen, sindrom malabsobsi.
Hematemesi, melana.
Diare atau konstipasi
5. Makanan / cairan
Nafsu makan menurun
Mual/ muntah
Berat badan menurun
6. Nyeri / kenyamanan
Lokasi nyeri terutama di daerah abdomen dan kepala.
7. Pernapasan
Napas pendek pada saat istirahat maupun aktifitas
8. Seksualitas
Perubahan menstuasi misalnya menoragia, amenore
Menurunnya fungsi seksual
Impotent

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

8
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen / nutrisi
ke sel ditandai dengan palpitasi, kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku dan
rambut rapuh, ekstremitas dingin perubahan tekanan darah, pengisian kapiler
lambat ketidakmampuan berkonsentrasi, disorientasi
Tujuan : menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat

2. Intoleran aktifitas

berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen

Ditandai dengan kelemahan dan kelelahan, mengeluh penurunan aktifitas /latihan
lebih banyak memerlukan istirahat /tidur, Palpitasi,takikardi, peningkatan tekanan
darah.
Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna, absorbsi makanan ditandai dengan: Penurunan berat badan normal,
penurunan turgor kulit, perubahan mukosa mulut. nafsu makan menurun, mual
kehilangan tonus otot
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi yang dikuti dengan peningkatan berat badan.
4. Gangguan eliminasi fekal: diare berhubungan dengan penurunan jumlah makanan,
perubahan proses pencernaan , efek samping penggunaan obat ditandai dengan :
Adanya perubahan pada frekuensi, karakteristik, dan jumlah feses mual, muntah,
penurunan nafsu makan, nyeri abdomen, ganguan peristaltik
Tujuan: pola eliminasi normal sesuai dengan fungsinya

C. INTERVENSI
9
DIAGNOSA 1
1. Kaji tanda-tanda vital, warna kulit, membrane mukosa, dasar kuku
2. Beri posisi semi fowler
3. Kaji nyeri dan adanya palpitasi
4. Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh pasien
5. Hindari penggunaan penghangat atau air panas
Kolaborasi:
1. Monitor pemeriksaan laboratorium misal Hb/Ht dan jumlah SDM
2. Berikan SDM darah lengkap /pocket
3. Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi

DIAGNOSA 2
1. Kaji kemampuan aktifitas pasien
2. Kaji tanda-tanda vital saat melakukan aktifitas
3. Bantu kebutuhan aktifitas pasien jika diperlukan
4. Anjurkan kepada pasien untuk menghentikan aktifitas jika terjadi palpitasi
5. Gunakan tehnik penghematan energi misalnya mandi dengan duduk.

DIAGNOSA 3.
1. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
2. Observasi dan catat masukan makanan pasien
3. Timbang berat badan tiap hari
4. Berikan makanan sedikit dan frekuensi yang sering
10
5. Observasi mual, muntah , flatus dan gejala lain yang berhubungan
6. Bantu dan berikan hygiene mulut yang baik
Kolaborasi :
1. Konsul pada ahli gizi
2. Berikan obat sesuai dengan indikasi misalnya: vitamin dan mineral suplemen.
3. Berikan suplemen nutrisi

DIAGNOSA 4
1. Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
2. Kaji bunyi usus
3. Beri cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung
4. Hindari makan yang berbentuk gas
5. Kaji kondisi kulit perianal
Kolaborasi :
1. Konsul ahli gizi untuk pemberian diit seimbang
2. Beri laksatif
3. Beri obat anti diare

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
11
A. DATA DEMOGRAFI
A. Biodata
o Nama ( nama lengkap, nama panggilan )

: Nn. F

o Umur

: 20 tahun

o Jenis kelamin

: Perempuan

o Alamat ( lengkap dengan no.telp )

: Wakatobi

o Suku / bangsa

: Buton/Indonesia

o Agama / keyakinan

: Islam

o Pekerjaan / sumber penghasilan

: Mahasiswi

o Penanggung

: Jamkesmas

o Tanggal masuk

: 20 september 2010

o Sumber informasi

: Orang Tua

i.

STATUS KESEHATAN SAAT INI
1. Keluhan utama

: klien mengeluh lemas,

2. Riwayat keluhan Utama

:

Awalnya klien mengatakan bahwa dia tidak suka makan sayur dan minum susu
sejak 2 bulan yang lalu.
3. Faktor pencetus
4. Lamanya keluhan

: 2 bulan

5. Timbulnya keluhan

: ( √ ) bertahap

6. Diagnosa medik
ii.

: tidak diketahui

: anemia hemolitik

RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
1. Penyakit yang pernah dialami
12

(

) mendadak
a. Kanak-kanak

: tidak pernah

b. Kecelakaan

: tidak pernah

c. Pernah dirawat : tidak pernah
2. Alergi

: alergi terhadap udang dan kepiting

3. Obat-obatan

:

Pengobatan Sekarang
Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi
elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan.
4. Pola nutrisi
Sebelum sakit
a) Berat badan

: 45 Kg

b) Tinggi badan

: 160 cm

c) Makanan yang disukai

: makanan yang lunak (bubur)

d) Makanan oyang tidak disukai : udang dan kepiting
e) Makanan pantangan

: udang dan kepiting

f) Nafsu makan

: baik

Perubahan Setelah Sakit :
a) Jenis diet

: buah-buahan

b) Nafsu makan

: tidak baik

c) Rasa mual

: ada

d) Muntah

: ada

e) Perubahan berat

: terjadi penurunan berat badan

f) Berat badan saat dikaji : 42 kg
13
Data lainnya :
IMT : BB/TB2
= 42/(1,60) 2
= 42 / 2,56
= 16,406 ( kurus)
5. Pola eliminasi
Sebelum sakit :
a) Buang air besar
Frekuensi

: 1 x perhari

Penggunaan pencahar

: tidak ada

Konsistensi

: Lunak

b) Buang air kecil
Frekuensi

: 3 – 4 x perhari

Warna

: Kuning Muda

Bau

: Amoniak

Perubahan setelah sakit :
a) BAB

: 1 x perhari

b) BAK

: 3 x sehari

6. Pola tidur dan Istirahat
Sebelum sakit :
a) Waktu tidur

: malam, 20.00 – 07.00

b) Lama tidur/hari

: ± 11 jam sehari
14
c) Kesulitan dalam tdr : tidak ada
Perubahan setelah sakit :
a) Waktu tidur (jam)

: 19.00 – 01.30

siang : 14.00 – 16.00

b) Lama tidur (hari)

: ± 8 1/2 jam sehari

c) Sering terbangun bila rasa kepala nyeri
d) Posisi tidur klien supinasi miring kanan/kiri
7. Pola aktifitas dan latihan
Sebelum sakit :
a) Kegiatan

: mahasiswi (kuliah)

b) Olah raga

: tidak ada

Perubahan setelah sakit :
Klien tidak melakukan kegiatan outdoor karena dirawat ; bila ke kamar mandi
ditemani keluarga karena khawatir jatuh.
8. Pola pekerjaan
Sebelum sakit :
a) Jenis pekerjaan

: mahasiswi

b) Jumlah jam

: ± 12 jam sehari

c) Jadwal : pukul 08.00 – 12. 00 sore : 13.00 – 18.00

TEST DIAGNOSTIK
a. Feritin serum
b. pemeriksaan laboratorium

15
B. DIAGNOSA
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen / nutrisi
ke sel ditandai dengan palpitasi, kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku dan
rambut rapuh, ekstremitas dingin perubahan tekanan darah, pengisian kapiler
lambat ketidakmampuan berkonsentrasi, disorientasi
Tujuan : menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat
b. Intoleran aktifitas

berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen

Ditandai dengan kelemahan dan kelelahan, mengeluh penurunan aktifitas /latihan
lebih banyak memerlukan istirahat /tidur, Palpitasi,takikardi, peningkatan tekanan
darah.
Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna, absorbsi makanan ditandai dengan: Penurunan berat badan normal,
penurunan turgor kulit, perubahan mukosa mulut. nafsu makan menurun, mual
kehilangan tonus otot
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi yang dikuti dengan peningkatan berat badan.
d. Gangguan eliminasi fekal: diare berhubungan dengan penurunan jumlah makanan,
perubahan proses pencernaan , efek samping penggunaan obat ditandai dengan :
Adanya perubahan pada frekuensi, karakteristik, dan jumlah feses mual, muntah,
penurunan nafsu makan, nyeri abdomen, ganguan peristaltik
Tujuan: pola eliminasi normal sesuai dengan fungsinya

16
DAFTAR PUSTAKA
Manjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran FK UI : Media Aeskulatius
Haznan. 1987. Compadium Diagnostic dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam Bandung : Ganesa.
Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn, dkk. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Jakarta : EGC.
Long, Barbara C.1996 Perawatan Medikal Bedah ( Suatu Pendekatan Proses Keperawatan )
Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung.

17

More Related Content

What's hot (20)

Hipersensitivitas
HipersensitivitasHipersensitivitas
Hipersensitivitas
 
Reaksi alergi
Reaksi alergiReaksi alergi
Reaksi alergi
 
Hipersensitivitas
HipersensitivitasHipersensitivitas
Hipersensitivitas
 
Hipersensitivitas (alergi)
Hipersensitivitas (alergi)Hipersensitivitas (alergi)
Hipersensitivitas (alergi)
 
Alergi
AlergiAlergi
Alergi
 
Imunologi; hipersensitifitas
Imunologi; hipersensitifitasImunologi; hipersensitifitas
Imunologi; hipersensitifitas
 
QBD 3 Hipersensitivitas
QBD 3 HipersensitivitasQBD 3 Hipersensitivitas
QBD 3 Hipersensitivitas
 
8. hipersensitivitas siskha noor komala
8. hipersensitivitas siskha noor komala8. hipersensitivitas siskha noor komala
8. hipersensitivitas siskha noor komala
 
Makalah sistem imun (hipersensitivitas tipe lambat)
Makalah sistem imun (hipersensitivitas tipe lambat)Makalah sistem imun (hipersensitivitas tipe lambat)
Makalah sistem imun (hipersensitivitas tipe lambat)
 
Hipersensitivitas Tipe I
Hipersensitivitas Tipe IHipersensitivitas Tipe I
Hipersensitivitas Tipe I
 
Hipersensitifitas t ipe 1
Hipersensitifitas t ipe 1Hipersensitifitas t ipe 1
Hipersensitifitas t ipe 1
 
Autoimunitas
AutoimunitasAutoimunitas
Autoimunitas
 
Preskripsi alergi
Preskripsi  alergiPreskripsi  alergi
Preskripsi alergi
 
Makalah anafilaktif
Makalah anafilaktifMakalah anafilaktif
Makalah anafilaktif
 
Wordsensitif
WordsensitifWordsensitif
Wordsensitif
 
Autoimunitas power point
Autoimunitas power pointAutoimunitas power point
Autoimunitas power point
 
hipersensitivitas tipe 1
hipersensitivitas tipe 1hipersensitivitas tipe 1
hipersensitivitas tipe 1
 
Discussion Notes 6 - Autoimun
Discussion Notes 6 - AutoimunDiscussion Notes 6 - Autoimun
Discussion Notes 6 - Autoimun
 
Xi tlm sistem kekebalan tubuh
Xi tlm sistem kekebalan tubuhXi tlm sistem kekebalan tubuh
Xi tlm sistem kekebalan tubuh
 
Definisi , etiologi dan kriteria autoimun
Definisi , etiologi dan kriteria autoimun Definisi , etiologi dan kriteria autoimun
Definisi , etiologi dan kriteria autoimun
 

Similar to KONSEP MEDIS DAN KEPERAWATAN REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE II

Makalah hipersensitivitas
Makalah hipersensitivitasMakalah hipersensitivitas
Makalah hipersensitivitasWarnet Raha
 
PRESENTASI PENYAKIT SISTEM IMUN 1 FEB 2017.pptx
PRESENTASI PENYAKIT SISTEM IMUN 1 FEB 2017.pptxPRESENTASI PENYAKIT SISTEM IMUN 1 FEB 2017.pptx
PRESENTASI PENYAKIT SISTEM IMUN 1 FEB 2017.pptxLelyAmedia
 
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemenOperator Warnet Vast Raha
 
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemenOperator Warnet Vast Raha
 
Reaksi hipersensitivitas ppt update terkini
Reaksi hipersensitivitas ppt update terkiniReaksi hipersensitivitas ppt update terkini
Reaksi hipersensitivitas ppt update terkiniEghaSatriwi
 
Makalah macam macam imunoglobulin
Makalah macam macam imunoglobulinMakalah macam macam imunoglobulin
Makalah macam macam imunoglobulinWarnet Raha
 
Kul 3. imunohematologi
Kul 3. imunohematologiKul 3. imunohematologi
Kul 3. imunohematologigusti rara
 
Reaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasit
Reaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasitReaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasit
Reaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasitSurya Seftiawan Pratama
 
Makalah anafilaktif
Makalah anafilaktifMakalah anafilaktif
Makalah anafilaktifWarnet Raha
 

Similar to KONSEP MEDIS DAN KEPERAWATAN REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE II (20)

Makalah hipersensitivitas (2)
Makalah hipersensitivitas (2)Makalah hipersensitivitas (2)
Makalah hipersensitivitas (2)
 
Makalah hipersensitivitas
Makalah hipersensitivitasMakalah hipersensitivitas
Makalah hipersensitivitas
 
Makalah hipersensitivitas
Makalah hipersensitivitasMakalah hipersensitivitas
Makalah hipersensitivitas
 
Makalah hipersensitivitas
Makalah hipersensitivitasMakalah hipersensitivitas
Makalah hipersensitivitas
 
Hiperseneitivitas tpe iii
Hiperseneitivitas tpe iiiHiperseneitivitas tpe iii
Hiperseneitivitas tpe iii
 
PRESENTASI PENYAKIT SISTEM IMUN 1 FEB 2017.pptx
PRESENTASI PENYAKIT SISTEM IMUN 1 FEB 2017.pptxPRESENTASI PENYAKIT SISTEM IMUN 1 FEB 2017.pptx
PRESENTASI PENYAKIT SISTEM IMUN 1 FEB 2017.pptx
 
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
 
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
 
Imunologi kel 16.pptx
Imunologi kel 16.pptxImunologi kel 16.pptx
Imunologi kel 16.pptx
 
Reaksi hipersensitivitas ppt update terkini
Reaksi hipersensitivitas ppt update terkiniReaksi hipersensitivitas ppt update terkini
Reaksi hipersensitivitas ppt update terkini
 
Makalah macam macam imunoglobulin
Makalah macam macam imunoglobulinMakalah macam macam imunoglobulin
Makalah macam macam imunoglobulin
 
Makalah macam macam imunoglobulin
Makalah macam macam imunoglobulinMakalah macam macam imunoglobulin
Makalah macam macam imunoglobulin
 
Kul 3. imunohematologi
Kul 3. imunohematologiKul 3. imunohematologi
Kul 3. imunohematologi
 
Ag dan ab
Ag dan abAg dan ab
Ag dan ab
 
Reaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasit
Reaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasitReaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasit
Reaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasit
 
Makalah macam macam imunoglobulin
Makalah macam macam imunoglobulinMakalah macam macam imunoglobulin
Makalah macam macam imunoglobulin
 
Makalah anafilaktif
Makalah anafilaktifMakalah anafilaktif
Makalah anafilaktif
 
Makalah anafilaktif
Makalah anafilaktifMakalah anafilaktif
Makalah anafilaktif
 
Makalah anafilaktif
Makalah anafilaktifMakalah anafilaktif
Makalah anafilaktif
 
Makalah anafilaktif
Makalah anafilaktifMakalah anafilaktif
Makalah anafilaktif
 

More from Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

More from Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

KONSEP MEDIS DAN KEPERAWATAN REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE II

  • 1. BAB I KONSEP MEDIS A. Definisi Reaksi hipersensitivitas tipe 2 merupakan sitotoksik yang bergantung pada antibodi. Koombinasi antigen yang terdapat pada permukaan sel dengan antibodi akan mengakibatkan kerusakan sel, baik sebagai akibat adheren opsonik fagosit melalui Fc atau adheren imun melalui ikatan C3. Pada makanisme sitotoksik, sel sasaran yang dibungkus oleh antibodi IgG konserntrasi rendah dapat dibunuh secara nonspesifik melalui mekanisme non fagosit ekstra seluler yang melibatkan sel limforetikular yang tak sensitasi. Reaksi hipersensitivitas tipe II atau Sitotoksis terjadi karena dibentuknya antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Reaksi ini dimulai dengan antibodi yang bereaksi baik dengan komponen antigenik sel, elemen jaringan atau antigen atau hapten yang sudah ada atau tergabung dengan elemen jaringan tersebut. Kemudian kerusakan diakibatkan adanya aktivasi komplemen atau sel mononuklear. Reaksi hipersensitivitas tipe 2 dapat melalui 2 jalur ; 1. Melalui jalur ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity) Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor untuk Fc. Adanya Antigen yang merupakan bagian sel pejamu,menyebabkan 1
  • 2. dibentuknya Antbodi Ig G / Ig M sehingga mengaktifkan sel K yang memiliki reseptor Fc sebagai efektor ADCC. 2. Melalui aktivitas sistem komplemen Reaksi yang timbul akibat reaksi hipersensitivitas tipe 2 yaitu; a. Reaksi Transfusi Menurut system ABO, sel darah manusia dibagi menjadi 4 golongan yaitu A, B, AB dan O. Selanjutnya diketahui bahwa golongan A mengandung antibodi (anti B berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit golongan B, darah golongan B mengandung antibodi (anti A berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit golongan A, golongan darh AB tidak mengandung antibodi terhadap antigen tersebut dan golongan darh O mengandung antibodi (Ig M dan Ig G) yang dapat mengaglutinasikan eritrosit golongan A dan B. Antibodi tersebut disebut isohemaglutinin. Aglutinin tersebut timbul secara alamiah tanpa sensitasi atau imunisasi. Bentuk yang paling sederhana dari reaksi sitotoksik terlihat pada ketidakcocokan transfusi darah golongan ABO. Ada 3 jenis reaksi transfusi yaitu reaksi hemolitik yang paling berat, reaksi panas, dan reaksi alergi seperti urtikaria, syok, dan asma. Kerusakan ginjal dapat pula terjadi akibat membrane sel yang menimbun dan efek toksik dan kompleks haem yang lepas. 2
  • 3. b. Reaksi Antigen Rhesus Ada sejenis reaksi transfusi yaitu reaksi inkompabilitas Rh yang terlihat pada bayi baru lahir dari orang tuanya denga Rh yang inkompatibel (ayah Rh+ dan ibu Rh-). Jika anak yang dikandung oleh ibu Rh- menpunyai darah Rh+ maka anak akan melepas sebagian eritrositnya ke dalam sirkulasi ibu waktu partus. Hanya ibu yang sudah disensitasi yang akan membentuk anti Rh (IgG) dan hal ini akan membahayakan anak yang dikandung kemudian. Hal ini karena IgG dapat melewati plasenta. IgG yang diikat antigen Rh pada permukaan eritrosit fetus biasanya belum menimbulkan aglutinasi atau lisis. Tetapi sel yang ditutupi Ig tersebut mudah dirusak akibat interaksi dengan reseptor Fc pada fagosit. Akhirnya terjadi kerusakan sel darah merah fetus dan bayi lahir kuning, Transfusi untuk mengganti darah sering diperlukan dalam usaha menyelamatkan bayi. c. Anemia Hemolitik autoimun Akibat suatu infeksi dan sebab yang belum diketahui, beberapa orang membentuk Ig terhadap sel darah merah sendiri. Melalui fagositosis via reseptor untuk Fc dan C3b, terjadi anemia yang progresif. Antibodi yang dibentuk berupa aglutinin panas atau dingin, tergantung dari suhu yang dibutuhkan untuk aglutinasi. d. Reaksi Obat 3
  • 4. Obat dapat bertindak sebagai hapten dan diikat pada permukaan eritrosit yang menimbulkan pembentukan Ig dan kerusakan sitotoksik. Sedormid dapat mengikat trombosit dan Ig yang dibentuk terhadapnya akan menghancurkan trombosit dan menimbulkan purpura. Chloramfenicol dapat mengikat sel darah putih, phenacetin dan chloropromazin mengikat sel darah merah. e. Sindrom Goodpasture Pada sindrom ini dalam serum ditemukan antibodi yang bereaksi dengan membran basal glomerulus dan paru. Antibodi tersebut mengendap di ginjal dan paru yang menunjukkan endapan linier yang terlihat pada imunoflouresen. Ciri sindrom ini glomerulonefritis proliferatif yang difus dan peredaran paru. Perjalanannya sering fatal. Dalam penanggulangannya telah dicoba dengan pemberian steroid, imunosupresan, plasmaferisis, nefektomi yang disusul dengan transplantasi. Jadi, sindrom ini merupakan penyakit auroimun yang membentuk antibodi terhadap membrane basal. Sindrom ini sering ditemukan setelah mengalami infeksi streptococ. f. Myasthenia gravis 4
  • 5. Penyakit dengan kelemahan otot yang disebabkan gangguan transmisi neuromuskuler, sebagian disebabkan oleh autoantibodi terhadap reseptor astilkoli. g. Pempigus Penyakit autoimun yang disertai antibodi tehadap desmosom diantara keratinosit yang menimbulkan pelepasan epidermis dan gelembunggelembung. B. Etiologi Reaksi hipersensitivitas tipe II atau Sitotoksis terjadi karena dibentuknya antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. C. Patofisiologi Antibodi (igG dan IgM) menyebabkan penyakit dengan berikatan pada target antigennya yang ada pada permukaan sel atau jaringan, misalnya pada penyakit anemia hemolitik. Terjadinya Reaksi Hipersensitivitas Tipe-II ini sangat erat kaitannya dengan adanya suatu proses penanggulangan munculnya sel klon baru. Adanya sel klon baru tersebut dapat ditemukan pada sel tumor, sel terinfeksi virus, sel yang terinduksi mutagen Selanjutnya sel-sel tersebut dikenal dengan sel target, yakni suatu sel karena adanya faktor lingkungan sel tersebut mengalami perubahan DNA (kecacatan-DNA). Oleh karena itu sel tersebut harus diperbaiki (DNA repair) atau dimusnahkan melalui sistem imunologik. Jika sel tersebut tidak dimusnahkan oleh sistem imun tubuh maka sel tersebut dapat berkembang menjadi klon baru yang selanjutnya dapat menimbulkan 5
  • 6. gangguan penyakit. Contohnya; Reaksi transfusi, AHA, Reaksi obat, Sindrom Good posture, miastenia gravis, pemvigus. Mekanisme reaksinya ada 3 macam yaitu` : a. Fagositosis sel melalui proses apsonik adherence atau immune adherence b. Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor untuk Fc. Adanya Antigen yang merupakan bagian sel pejamu,menyebabkan dibentuknya Antbodi Ig G / Ig M sehingga mengaktifkan sel K yang memiliki reseptor Fc sebagai efektor ADCC. c. Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen. Ikatan Ag-Ab mengaktifkan komplemen sehingga menyebabkan lisis. (Mekanisme: Ag → masuk tubuh → menempel pada sel tertentu → merangsang terbentuknya Ig G atau Ig M → mengaktifkan komplemen → menimbulkan lisis) 6
  • 7. D. Manifestasi Manifestasi klinis reaksi alergi tipe 2 umumnya berupa kelainan darah, seperti anemia hemolitik, trombositopenia, eusinofilia, dan granulasitopenia. BAB II KONSEP KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Aktifitas / Istirahat Keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktifitas, penurunan semangat untuk bekerja Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak 2. Sirkulasi Riwayat kehilangan darah kronis, Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi. 7
  • 8. 3. Integritas ego Keyakinan agama atau budaya mempengaruhi pemilihan pengobatan, misalnya: penolakan tranfusi darah. 4. Eliminasi Riwayat pielonenepritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsobsi. Hematemesi, melana. Diare atau konstipasi 5. Makanan / cairan Nafsu makan menurun Mual/ muntah Berat badan menurun 6. Nyeri / kenyamanan Lokasi nyeri terutama di daerah abdomen dan kepala. 7. Pernapasan Napas pendek pada saat istirahat maupun aktifitas 8. Seksualitas Perubahan menstuasi misalnya menoragia, amenore Menurunnya fungsi seksual Impotent B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 8
  • 9. 1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen / nutrisi ke sel ditandai dengan palpitasi, kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku dan rambut rapuh, ekstremitas dingin perubahan tekanan darah, pengisian kapiler lambat ketidakmampuan berkonsentrasi, disorientasi Tujuan : menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat 2. Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen Ditandai dengan kelemahan dan kelelahan, mengeluh penurunan aktifitas /latihan lebih banyak memerlukan istirahat /tidur, Palpitasi,takikardi, peningkatan tekanan darah. Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas. 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna, absorbsi makanan ditandai dengan: Penurunan berat badan normal, penurunan turgor kulit, perubahan mukosa mulut. nafsu makan menurun, mual kehilangan tonus otot Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi yang dikuti dengan peningkatan berat badan. 4. Gangguan eliminasi fekal: diare berhubungan dengan penurunan jumlah makanan, perubahan proses pencernaan , efek samping penggunaan obat ditandai dengan : Adanya perubahan pada frekuensi, karakteristik, dan jumlah feses mual, muntah, penurunan nafsu makan, nyeri abdomen, ganguan peristaltik Tujuan: pola eliminasi normal sesuai dengan fungsinya C. INTERVENSI 9
  • 10. DIAGNOSA 1 1. Kaji tanda-tanda vital, warna kulit, membrane mukosa, dasar kuku 2. Beri posisi semi fowler 3. Kaji nyeri dan adanya palpitasi 4. Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh pasien 5. Hindari penggunaan penghangat atau air panas Kolaborasi: 1. Monitor pemeriksaan laboratorium misal Hb/Ht dan jumlah SDM 2. Berikan SDM darah lengkap /pocket 3. Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi DIAGNOSA 2 1. Kaji kemampuan aktifitas pasien 2. Kaji tanda-tanda vital saat melakukan aktifitas 3. Bantu kebutuhan aktifitas pasien jika diperlukan 4. Anjurkan kepada pasien untuk menghentikan aktifitas jika terjadi palpitasi 5. Gunakan tehnik penghematan energi misalnya mandi dengan duduk. DIAGNOSA 3. 1. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai 2. Observasi dan catat masukan makanan pasien 3. Timbang berat badan tiap hari 4. Berikan makanan sedikit dan frekuensi yang sering 10
  • 11. 5. Observasi mual, muntah , flatus dan gejala lain yang berhubungan 6. Bantu dan berikan hygiene mulut yang baik Kolaborasi : 1. Konsul pada ahli gizi 2. Berikan obat sesuai dengan indikasi misalnya: vitamin dan mineral suplemen. 3. Berikan suplemen nutrisi DIAGNOSA 4 1. Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah. 2. Kaji bunyi usus 3. Beri cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung 4. Hindari makan yang berbentuk gas 5. Kaji kondisi kulit perianal Kolaborasi : 1. Konsul ahli gizi untuk pemberian diit seimbang 2. Beri laksatif 3. Beri obat anti diare BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN 11
  • 12. A. DATA DEMOGRAFI A. Biodata o Nama ( nama lengkap, nama panggilan ) : Nn. F o Umur : 20 tahun o Jenis kelamin : Perempuan o Alamat ( lengkap dengan no.telp ) : Wakatobi o Suku / bangsa : Buton/Indonesia o Agama / keyakinan : Islam o Pekerjaan / sumber penghasilan : Mahasiswi o Penanggung : Jamkesmas o Tanggal masuk : 20 september 2010 o Sumber informasi : Orang Tua i. STATUS KESEHATAN SAAT INI 1. Keluhan utama : klien mengeluh lemas, 2. Riwayat keluhan Utama : Awalnya klien mengatakan bahwa dia tidak suka makan sayur dan minum susu sejak 2 bulan yang lalu. 3. Faktor pencetus 4. Lamanya keluhan : 2 bulan 5. Timbulnya keluhan : ( √ ) bertahap 6. Diagnosa medik ii. : tidak diketahui : anemia hemolitik RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU 1. Penyakit yang pernah dialami 12 ( ) mendadak
  • 13. a. Kanak-kanak : tidak pernah b. Kecelakaan : tidak pernah c. Pernah dirawat : tidak pernah 2. Alergi : alergi terhadap udang dan kepiting 3. Obat-obatan : Pengobatan Sekarang Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. 4. Pola nutrisi Sebelum sakit a) Berat badan : 45 Kg b) Tinggi badan : 160 cm c) Makanan yang disukai : makanan yang lunak (bubur) d) Makanan oyang tidak disukai : udang dan kepiting e) Makanan pantangan : udang dan kepiting f) Nafsu makan : baik Perubahan Setelah Sakit : a) Jenis diet : buah-buahan b) Nafsu makan : tidak baik c) Rasa mual : ada d) Muntah : ada e) Perubahan berat : terjadi penurunan berat badan f) Berat badan saat dikaji : 42 kg 13
  • 14. Data lainnya : IMT : BB/TB2 = 42/(1,60) 2 = 42 / 2,56 = 16,406 ( kurus) 5. Pola eliminasi Sebelum sakit : a) Buang air besar Frekuensi : 1 x perhari Penggunaan pencahar : tidak ada Konsistensi : Lunak b) Buang air kecil Frekuensi : 3 – 4 x perhari Warna : Kuning Muda Bau : Amoniak Perubahan setelah sakit : a) BAB : 1 x perhari b) BAK : 3 x sehari 6. Pola tidur dan Istirahat Sebelum sakit : a) Waktu tidur : malam, 20.00 – 07.00 b) Lama tidur/hari : ± 11 jam sehari 14
  • 15. c) Kesulitan dalam tdr : tidak ada Perubahan setelah sakit : a) Waktu tidur (jam) : 19.00 – 01.30 siang : 14.00 – 16.00 b) Lama tidur (hari) : ± 8 1/2 jam sehari c) Sering terbangun bila rasa kepala nyeri d) Posisi tidur klien supinasi miring kanan/kiri 7. Pola aktifitas dan latihan Sebelum sakit : a) Kegiatan : mahasiswi (kuliah) b) Olah raga : tidak ada Perubahan setelah sakit : Klien tidak melakukan kegiatan outdoor karena dirawat ; bila ke kamar mandi ditemani keluarga karena khawatir jatuh. 8. Pola pekerjaan Sebelum sakit : a) Jenis pekerjaan : mahasiswi b) Jumlah jam : ± 12 jam sehari c) Jadwal : pukul 08.00 – 12. 00 sore : 13.00 – 18.00 TEST DIAGNOSTIK a. Feritin serum b. pemeriksaan laboratorium 15
  • 16. B. DIAGNOSA a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen / nutrisi ke sel ditandai dengan palpitasi, kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku dan rambut rapuh, ekstremitas dingin perubahan tekanan darah, pengisian kapiler lambat ketidakmampuan berkonsentrasi, disorientasi Tujuan : menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat b. Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen Ditandai dengan kelemahan dan kelelahan, mengeluh penurunan aktifitas /latihan lebih banyak memerlukan istirahat /tidur, Palpitasi,takikardi, peningkatan tekanan darah. Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas. c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna, absorbsi makanan ditandai dengan: Penurunan berat badan normal, penurunan turgor kulit, perubahan mukosa mulut. nafsu makan menurun, mual kehilangan tonus otot Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi yang dikuti dengan peningkatan berat badan. d. Gangguan eliminasi fekal: diare berhubungan dengan penurunan jumlah makanan, perubahan proses pencernaan , efek samping penggunaan obat ditandai dengan : Adanya perubahan pada frekuensi, karakteristik, dan jumlah feses mual, muntah, penurunan nafsu makan, nyeri abdomen, ganguan peristaltik Tujuan: pola eliminasi normal sesuai dengan fungsinya 16
  • 17. DAFTAR PUSTAKA Manjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran FK UI : Media Aeskulatius Haznan. 1987. Compadium Diagnostic dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam Bandung : Ganesa. Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Jakarta : EGC. Doenges, Marilynn, dkk. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Jakarta : EGC. Long, Barbara C.1996 Perawatan Medikal Bedah ( Suatu Pendekatan Proses Keperawatan ) Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung. 17