1. SOAL WA ODE AULIA NURFATULLAH
JELASKAN REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE 4 YANG TERJADI PADA
MONOSIT ?
JAWABAN:
Reaksi hipersensitivitas type IV disebut juga reaksi hipersensitivitas type lambat yang
diperantarai oleh sistem imun selular, yaitu melalui perantara sel T yang tersensitisasi secara
khusus dan bukan diperantarai antibody.
Reaksi hipersensitivitas type IV dibagi menjadi dua type dasar yaitu :
1. Delayed type hypersensitivity (DTH) yang diinisiasi oleh sel T CD4+
2. T cell mediated cytolysis / sitotoksitas sel langsung yang diperantarai oleh sel T CD8+
Pada hipersensitivitas type lambat, sel T CD4+ type TH1 menyekresikan sitokin sehingga
menyebabkan adanya perekrutan sel-sel lain, terutama makrofag, yang merupakan sel efektor
yang utama. Sedangkan pada sitotoksitas selular, sel T CD8+ sitotoksik menjalankan fungsi
efektor.
A. Delayed type hypersensitivity (DTH) yang diinisiasi oleh sel T CD4+
Pada DTH, sel T CD4+ TH1 yang mengaktifkan makrofag berperan sebagai sel efektor.
CD4+ TH1 melepas sitokin (IFN-γ) yang mengaktifkan makrofag dan menginduksi reaksi
inflamasi. Pada DTH, kerusakan jaringan disebabkan oleh produk makrofag yang diaktifkan
seperti enzim-enzim hidrollitik, oksigen reaktif intermediet, oksida nitrat dan sitokin
proinflamasi. Sel efektor yang berperan pada DTH adalah makrofag. Contoh-contoh reaksi DTH
adalah sebagai berikut :
1). Reaksi tuberculin
Reaksi tuberculin merupakan reaksi dermal yang berbeda dengan reaksi dermatitis kontak,
dan biasanya reaksi ini terjadi 20 jam setelah terpajan dengan antigen (basil tuberkel). Reaksi
ini terdiri atas infiltrasi sel mononuclear (50% berupa limfosit dan sisanya adalah monosit).
Setelah 48 jam, timbul infiltrasi limfosit dalam jumlah besar di sekitar pembuluh darah yang
merusak hubungan serat-serat kolagen kulit.
Urutan kejadian pada DTH ( seperti yang ditunjukkan pada reaksi tuberkullin) dimulai
dengan pajanan pertama individu terhadap basil tuberkel. Limfosit CD4+ mengenali antigen
peptida dari basil tuberkel dan juga antigen kelas II dari permukaan monosit atau sel dendrit
yang telah memproses antigen mikobakterium tersebut. Proses ini membentuk sel CD4+ tipe
TH1 yang tersensitisasi yang tetap berada di dalam sirkulasi selama bertahun-tahun. Masih
belum jelas mengapa antigen tertentu memiliki kecenderungan untuk menginduksi respon
TH1, meskipun lingkungan sitokin yang menginduksi sel naïf tersebut nampaknya sesuai.
Saat dilakukan injeksi kutan tuberkullin berikutnya pada individu tersebut, sel memori
memberikan respon terhadap antigen yang telah diproses oleh APC dan akan diaktivasi,
2. disertai dengan sekresi sitokin TH1. Sitokin TH1 inilah yang akhirnya akan bertanggung
jawab untuk mengendalikan perkebangan respons DTH.
Secara keseluruhan sitokin yang berperan terhadap proses tersebut adalah sebagai berikut:
a. IL-12 merupakan suatu sitokin yang dihasilkan oleh makrofag setelah interaksi awal
dengan basil tuberkel, IL-12 sangat diperlukan untuk induksi DTH karena merupakan
sitokin yang utama yang dapat mengarahkan diferensiasi sel TH1.
b. IFN-γ memiliki berbagai macam efek dan merupakan mediator DTH yang paling penting.
IFN-γ merupakan activator makrofag yang paling poten, yang meningkatkan produksi
makrofag IL-12. Makrofag teraktivasi mengeluarkan molekul kelas II lebih banyak pada
permukaanya sehingga meningkatkan kemampuan penyajian antigen. Makrofag ini juga
memiliki kemampuan fagositik dan mikrobisida yang meningkat, demikian pula dengan
kemampuanya membunuh sel tumor. Makrofag teraktivasi memiliki beberapa factor
pertumbuhan polipeptida, termasuk factor pertumbuhan yang berasal dari trombosit
(PDGF) dan TGF-α, yang merangsang proliferasi fibroblast dan meningkatkan sintesis
kolagen. Secara ringkas, aktivasi IFN-γ maningkatkan kemampuan makrofag untuk
membasmi agen penyerang, jika aktivasi makrofag terus berlangsung akan terjadi
fibrosis.
c. IL-2 menyebabkan proliferasi sel T yang telah terakumulasi pada tempat DTH. Yang
termasuk dalam infiltrate ini adalah kira-kira 10% sel D4+ yang antigen spesifik, eskipun
sebagian besar adalah sel T “penonton” yang tidak spesifik untuk penyerang asal.
d. TNF dan limfotoksin adalah sitokin yang enggunakan efek pentingnya pada sel endotel :
1. meningkatkan sekresi nitrit oksida dan protasiklin , yang membantu peningkatan darah
melalui vasodilatasi local.
2. Eningkatnya pengeluaran selektin-E, yaitu suatu molekul adhesi yang memmbantu
dalam perlekatan sel mononuclear
3. Induksi dan sekresi factor kemotaksis seperti IL-8 perubahan ini secara bersama
memudahkan keluarnya lifosit dan monosit pada lokasi terjadinya respon DTH.
Apabila reaksi menetap, reaksi tuberculin akan berlanjut menimbulkan kavitas atau
granuloma.
2). Dermatitis kontak
Reaksi DTH dapat terjadi sebagai respon terhadap bahan yang tidak berbahaya dalam
lingkungan, contohnya nikel yang dapat memicu dermatitis kontak. Dermatitis kontak adalah
salah satu jenis jejas yang disebabkan oleh hipersensitivitas lambat, dikenal dalam klinik
sebagai dermatitis yang timbul pada kulit tempat kontak dengan allergen. Reaksi maksimal
terjadi setelah 48 jam dan merupakan reaksi epidermal. Sel-sel langhans berperan sebagai
APC, sedangkan sel TH1 dan makrofag merupakan sel yang memegang peranan penting
dalam reaksi tersebut. Penyakit ini dibangkitkan melalui kontak dengan pentadesilkatekol
(juga disebut dengan urushiol, komponen aktif pada poison ivy atau poison oak) pada pejamu
yang tersensitisasi dan muncul sebagai suatu dermatitis vaskularis. Mekanisme dasarnya
sama dengan mekanisme pada sensitivitas tuberculin. Pajanan ulang terhadap tanaman
tersebut, sel CD4+ TH1tersensitisasi akan berakumulasi dalam dermis dan selanjutnya akan
bermigrasi menuju antigen yang berada di dalam epidermis. Di tempat ini sel tersebut
3. melepaskan sitokin yang merusak kretinosit, menyebabkan terpisahnya sel ini dan terjadi
pembentukan suatu vesikel intradermal.
3). Reaksi granuloma
Pada keadaan yang paling menguntungkan DTH berakhir dengan hancurnya mikroorganisme
oleh enzim lisosom dan produk makrofag lainnya seperti peroksida radikal dan superoksida.
Dan pada beberapa keadaaan terjadi hal sebaliknya, antigen bahkan terlindung, misalnya
telur skistosoma dan mikobakterium yang tertutup kapsul lipid. DTH kronis sering
menimbulkan fibrosis sebagai hasil sekresi sitokin dan growth factor oleh makrofag yang
dapat menimbulkan granuloma.
Granuloma adalah bentuk khusus DTH yang terjadi pada saat antigen bersifat persisten dan /
tidak dapat didegradasi. Infiltrate awal sel T CD4+ perivaskular secara progresif digantikan
oleh makrofag dalam waktu 2 hingga 3 minggu, makrofag yang terakumulasi secara khusus
menunjukkan bukti morfologis adanya aktivasi, yaitu semakin membesar, memipihdan
eosinofilik( disebut juga sebagai sel epiteloid). Sel epiteloid kadang-kadang bergabung
dibawah pengaruh sitokin tertentu (misalnya, IFN-γ) untuk membentuk sel raksasa (giant sel)
berinti banyak. Suatu agregat mikroskopis sel epiteloid seara khusus dikelilingi oleh suatu
lingkaran limfosit yang disebut granuloma dan polanya disebut inflamasi granuloma.
Reaksi granuloma merupakan reaksi tipe IV yang dianggap paling penting oleh karena
menimbulkan banyak efek patologis. Hal tersebut terjadi oleh karena adanya antigen yang
persisten didalam makrofag yang biasanya berupa mikroorganisme yang tidak dapat
dihancurkan atau kompleks imun yang menetap misalnya pada alveolitis alergik.
Reaksi granuloma terjadi sebagai usaha tubuh untuk memmbatasi kehadiran antigen yang
persisiten didalam tubuh, sedangkan reaksi tuberculin merupakan respon imun selular yang
terbatas. Kedua reaksi tersebut dapat terjadi akibat sensitasi terhadap antigen
mikroorganisme yang sama misalnya M tuberkulosiss dan M lepra. Granuloma terjadi pula
pada hipersensitivitas terhadap zerkonium sarkoidosis dan rangsangan bahan non-antigenik
seperti bedak (talcum). Dalam hal ini makrofag tidak dapat memusnahkan benda inorganic
tersebut. Granuloma nonimunologis dapat dibedakan dari yang imunologis oleh karena tidak
mengandung limfosit.
Dalam reaksi granuloma ditemukan sel epiteloid yang diduga berasal dari sel-sel makrofag.
Sel-sel raksasa yang memiliki banyak nucleus disebut sel raksasa langhans. Sel tersebut
mempunyai beberapa nucleus yang tersebar di bagian perifer sel dan oleh karena itu diduga
sel tersebut merupakan hasil diferensiasi terminal sel monosit/makrofag.
Granuloma imonologik ditandai oleh inti yang terdiri atas sel epiteloid dan terkadang
Ditemukan sel raksasa yang dikelilingi oleh ikatan limfosit. Disamping itu dapat ditemukan
fibrosis atau endapan serat kolagen yang terjadi akibat proliferasi fibroblast dan peningkatan
sintesis kolagen . pada beberapa penyakit seperti tuberculosis, di bagian sentral dapat
ditemukan nekrosis dengan hilangnya struktur jaringan.
Sel TH1 berhubungan dengan tuberculosis bentuk ringan oleh karena sitokin TH1
mengerahkan dan mengaktivkan makrofag, menimbulkan terbentuknya granuloma yang
mengandung kuman. Sel TH1 spesifik diaktifkan oleh kompleks peptide MHC dan
melepaskan sitokin yang bersifat kemotaktik untuk berbagai sel, sitokin TH1 terutama IFN-γ
4. mengaktikan makrofag di jaringan. Dalam bentuk kronik atau hipersensitiitas lambat , terjadi
susunan sel-sel terorganisasi , yang spesifik dengan sel T di perifer dan mengaktifkan
makrofag yang ada di dalam granuloma dan menimbulkan kerusakan jaringan. Beberapa
makrofag berfusi menjadi sel datia dengan banyak nucleus atau berupa sel epiteloid.
B. T cell mediated cytolysis / sitotoksitas sel langsung yang diperantarai oleh sel T CD8+
Dalam T cell mediated cytolysis, kerusakan terjadi melalui sel CD8+/cytotoxic T
Lymphocyte (CTL/Tc) yang langsung membunuh sel sasaran. Penyakit hipersensitifitas selular
diduga merupakan sebab autoimunitas. Oleh karena itu, penyakit yang ditimbulkan oleh reaksi
hipersensitivitas selular cenderung terbatas kepada beberapa organ saja dan biasanya tidak
sistemik. Pada penyakit hepatitis, virus sendiri tidak sitopatik, tetapi kerusakan ditimbulkan oleh
respon CTL terhadapp hepatosit yang terinfeksi. sel CD8+ spesifik untuk antigen atau sel
autologus dapat membunuh sel secara langsung. Pada banyak penyakit autoimun yang terjadi
melalui mekanisme selular, biasanya ditemukan baik sel CD4+ maupun sel CD8+ spesifik untuk
self antigen dan kedua sel tersebut dapat menimbulkan kerusakan.