SlideShare a Scribd company logo
1 of 17
1
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Reaksi hipersensitivitas tipe 2 merupakan sitotoksik yang bergantung pada
antibodi. Koombinasi antigen yang terdapat pada permukaan sel dengan antibodi akan
mengakibatkan kerusakan sel, baik sebagai akibat adheren opsonik fagosit melalui Fc
atau adheren imun melalui ikatan C3.
Pada makanisme sitotoksik, sel sasaran yang dibungkus oleh antibodi IgG
konserntrasi rendah dapat dibunuh secara nonspesifik melalui mekanisme non fagosit
ekstra seluler yang melibatkan sel limforetikular yang tak sensitasi.
Reaksi hipersensitivitas tipe II atau Sitotoksis terjadi karena dibentuknya
antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Reaksi
ini dimulai dengan antibodi yang bereaksi baik dengan komponen antigenik sel, elemen
jaringan atau antigen atau hapten yang sudah ada atau tergabung dengan elemen
jaringan tersebut. Kemudian kerusakan diakibatkan adanya aktivasi komplemen atau
sel mononuklear.
Reaksi hipersensitivitas tipe 2 dapat melalui 2 jalur ;
1. Melalui jalur ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity)
Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor
untuk Fc. Adanya Antigen yang merupakan bagian sel pejamu,menyebabkan
2
dibentuknya Antbodi Ig G / Ig M sehingga mengaktifkan sel K yang memiliki
reseptor Fc sebagai efektor ADCC.
2. Melalui aktivitas sistem komplemen
Reaksi yang timbul akibat reaksi hipersensitivitas tipe 2 yaitu;
a. Reaksi Transfusi
Menurut system ABO, sel darah manusia dibagi menjadi 4 golongan yaitu A, B,
AB dan O. Selanjutnya diketahui bahwa golongan A mengandung antibodi (anti B
berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit golongan B, darah golongan B
mengandung antibodi (anti A berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit
golongan A, golongan darh AB tidak mengandung antibodi terhadap antigen
tersebut dan golongan darh O mengandung antibodi (Ig M dan Ig G) yang dapat
mengaglutinasikan eritrosit golongan A dan B. Antibodi tersebut disebut
isohemaglutinin.
Aglutinin tersebut timbul secara alamiah tanpa sensitasi atau imunisasi. Bentuk
yang paling sederhana dari reaksi sitotoksik terlihat pada ketidakcocokan
transfusi darah golongan ABO. Ada 3 jenis reaksi transfusi yaitu reaksi hemolitik
yang paling berat, reaksi panas, dan reaksi alergi seperti urtikaria, syok, dan
asma. Kerusakan ginjal dapat pula terjadi akibat membrane sel yang menimbun
dan efek toksik dan kompleks haem yang lepas.
3
b. Reaksi Antigen Rhesus
Ada sejenis reaksi transfusi yaitu reaksi inkompabilitas Rh yang terlihat pada
bayi baru lahir dari orang tuanya denga Rh yang inkompatibel (ayah Rh+ dan
ibu Rh-). Jika anak yang dikandung oleh ibu Rh- menpunyai darah Rh+ maka
anak akan melepas sebagian eritrositnya ke dalam sirkulasi ibu waktu partus.
Hanya ibu yang sudah disensitasi yang akan membentuk anti Rh (IgG) dan hal
ini akan membahayakan anak yang dikandung kemudian. Hal ini karena IgG
dapat melewati plasenta. IgG yang diikat antigen Rh pada permukaan eritrosit
fetus biasanya belum menimbulkan aglutinasi atau lisis. Tetapi sel yang ditutupi
Ig tersebut mudah dirusak akibat interaksi dengan reseptor Fc pada fagosit.
Akhirnya terjadi kerusakan sel darah merah fetus dan bayi lahir kuning,
Transfusi untuk mengganti darah sering diperlukan dalam usaha
menyelamatkan bayi.
c. Anemia Hemolitik autoimun
Akibat suatu infeksi dan sebab yang belum diketahui, beberapa orang
membentuk Ig terhadap sel darah merah sendiri. Melalui fagositosis via
reseptor untuk Fc dan C3b, terjadi anemia yang progresif. Antibodi yang
dibentuk berupa aglutinin panas atau dingin, tergantung dari suhu yang
dibutuhkan untuk aglutinasi.
d. Reaksi Obat
4
Obat dapat bertindak sebagai hapten dan diikat pada permukaan eritrosit
yang menimbulkan pembentukan Ig dan kerusakan sitotoksik. Sedormid
dapat mengikat trombosit dan Ig yang dibentuk terhadapnya akan
menghancurkan trombosit dan menimbulkan purpura. Chloramfenicol dapat
mengikat sel darah putih, phenacetin dan chloropromazin mengikat sel darah
merah.
e. Sindrom Goodpasture
Pada sindrom ini dalam serum ditemukan antibodi yang bereaksi dengan
membran basal glomerulus dan paru. Antibodi tersebut mengendap di ginjal
dan paru yang menunjukkan endapan linier yang terlihat pada
imunoflouresen.
Ciri sindrom ini glomerulonefritis proliferatif yang difus dan peredaran paru.
Perjalanannya sering fatal. Dalam penanggulangannya telah dicoba dengan
pemberian steroid, imunosupresan, plasmaferisis, nefektomi yang disusul
dengan transplantasi. Jadi, sindrom ini merupakan penyakit auroimun yang
membentuk antibodi terhadap membrane basal. Sindrom ini sering
ditemukan setelah mengalami infeksi streptococ.
f. Myasthenia gravis
5
Penyakit dengan kelemahan otot yang disebabkan gangguan transmisi
neuromuskuler, sebagian disebabkan oleh autoantibodi terhadap reseptor
astilkoli.
g. Pempigus
Penyakit autoimun yang disertai antibodi tehadap desmosom diantara
keratinosit yang menimbulkan pelepasan epidermis dan gelembung-
gelembung.
B. Etiologi
Reaksi hipersensitivitas tipe II atau Sitotoksis terjadi karena dibentuknya antibodi
jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu.
C. Patofisiologi
Antibodi (igG dan IgM) menyebabkan penyakit dengan berikatan pada target
antigennya yang ada pada permukaan sel atau jaringan, misalnya pada penyakit anemia
hemolitik. Terjadinya Reaksi Hipersensitivitas Tipe-II ini sangat erat kaitannya dengan
adanya suatu proses penanggulangan munculnya sel klon baru. Adanya sel klon baru
tersebut dapat ditemukan pada sel tumor, sel terinfeksi virus, sel yang terinduksi
mutagen
Selanjutnya sel-sel tersebut dikenal dengan sel target, yakni suatu sel karena
adanya faktor lingkungan sel tersebut mengalami perubahan DNA (kecacatan-DNA).
Oleh karena itu sel tersebut harus diperbaiki (DNA repair) atau dimusnahkan melalui
sistem imunologik. Jika sel tersebut tidak dimusnahkan oleh sistem imun tubuh maka
sel tersebut dapat berkembang menjadi klon baru yang selanjutnya dapat menimbulkan
6
gangguan penyakit. Contohnya; Reaksi transfusi, AHA, Reaksi obat, Sindrom Good
posture, miastenia gravis, pemvigus. Mekanisme reaksinya ada 3 macam yaitu` :
a. Fagositosis sel melalui proses apsonik adherence atau immune adherence
b. Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor
untuk Fc. Adanya Antigen yang merupakan bagian sel pejamu,menyebabkan
dibentuknya Antbodi Ig G / Ig M sehingga mengaktifkan sel K yang memiliki
reseptor Fc sebagai efektor ADCC.
c. Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen. Ikatan Ag-Ab mengaktifkan
komplemen sehingga menyebabkan lisis.
(Mekanisme: Ag → masuk tubuh → menempel pada sel tertentu → merangsang
terbentuknya Ig G atau Ig M → mengaktifkan komplemen → menimbulkan lisis)
7
D. Manifestasi
Manifestasi klinis reaksi alergi tipe 2 umumnya berupa kelainan darah, seperti anemia
hemolitik, trombositopenia, eusinofilia, dan granulasitopenia.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Aktifitas / Istirahat
Keletihan, kelemahan, malaise umum.
Kehilangan produktifitas, penurunan semangat untuk bekerja
Toleransi terhadap latihan rendah.
Kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak
2. Sirkulasi
Riwayat kehilangan darah kronis,
Riwayat endokarditis infektif kronis.
Palpitasi.
8
3. Integritas ego
Keyakinan agama atau budaya mempengaruhi pemilihan pengobatan, misalnya:
penolakan tranfusi darah.
4. Eliminasi
Riwayat pielonenepritis, gagal ginjal.
Flatulen, sindrom malabsobsi.
Hematemesi, melana.
Diare atau konstipasi
5. Makanan / cairan
Nafsu makan menurun
Mual/ muntah
Berat badan menurun
6. Nyeri / kenyamanan
Lokasi nyeri terutama di daerah abdomen dan kepala.
7. Pernapasan
Napas pendek pada saat istirahat maupun aktifitas
8. Seksualitas
Perubahan menstuasi misalnya menoragia, amenore
Menurunnya fungsi seksual
Impotent
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
9
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen / nutrisi
ke sel ditandai dengan palpitasi, kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku dan
rambut rapuh, ekstremitas dingin perubahan tekanan darah, pengisian kapiler
lambat ketidakmampuan berkonsentrasi, disorientasi
Tujuan : menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat
2. Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
Ditandai dengan kelemahan dan kelelahan, mengeluh penurunan aktifitas /latihan
lebih banyak memerlukan istirahat /tidur, Palpitasi,takikardi, peningkatan tekanan
darah.
Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna, absorbsi makanan ditandai dengan: Penurunan berat badan normal,
penurunan turgor kulit, perubahan mukosa mulut. nafsu makan menurun, mual
kehilangan tonus otot
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi yang dikuti dengan peningkatan berat badan.
4. Gangguan eliminasi fekal: diare berhubungan dengan penurunan jumlah makanan,
perubahan proses pencernaan , efek samping penggunaan obat ditandai dengan :
Adanya perubahan pada frekuensi, karakteristik, dan jumlah feses mual, muntah,
penurunan nafsu makan, nyeri abdomen, ganguan peristaltik
Tujuan: pola eliminasi normal sesuai dengan fungsinya
C. INTERVENSI
10
DIAGNOSA 1
1. Kaji tanda-tanda vital, warna kulit, membrane mukosa, dasar kuku
2. Beri posisi semi fowler
3. Kaji nyeri dan adanya palpitasi
4. Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh pasien
5. Hindari penggunaan penghangat atau air panas
Kolaborasi:
1. Monitor pemeriksaan laboratorium misal Hb/Ht dan jumlah SDM
2. Berikan SDM darah lengkap /pocket
3. Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi
DIAGNOSA 2
1. Kaji kemampuan aktifitas pasien
2. Kaji tanda-tanda vital saat melakukan aktifitas
3. Bantu kebutuhan aktifitas pasien jika diperlukan
4. Anjurkan kepada pasien untuk menghentikan aktifitas jika terjadi palpitasi
5. Gunakan tehnik penghematan energi misalnya mandi dengan duduk.
DIAGNOSA 3.
1. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
2. Observasi dan catat masukan makanan pasien
3. Timbang berat badan tiap hari
4. Berikan makanan sedikit dan frekuensi yang sering
11
5. Observasi mual, muntah , flatus dan gejala lain yang berhubungan
6. Bantu dan berikan hygiene mulut yang baik
Kolaborasi :
1. Konsul pada ahli gizi
2. Berikan obat sesuai dengan indikasi misalnya: vitamin dan mineral suplemen.
3. Berikan suplemen nutrisi
DIAGNOSA 4
1. Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
2. Kaji bunyi usus
3. Beri cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung
4. Hindari makan yang berbentuk gas
5. Kaji kondisi kulit perianal
Kolaborasi :
1. Konsul ahli gizi untuk pemberian diit seimbang
2. Beri laksatif
3. Beri obat anti diare
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
12
A. DATA DEMOGRAFI
A. Biodata
o Nama ( nama lengkap, nama panggilan ) : Nn. F
o Umur : 20 tahun
o Jenis kelamin : Perempuan
o Alamat ( lengkap dengan no.telp ) : Wakatobi
o Suku / bangsa : Buton/Indonesia
o Agama / keyakinan : Islam
o Pekerjaan / sumber penghasilan : Mahasiswi
o Penanggung : Jamkesmas
o Tanggal masuk : 20 september 2010
o Sumber informasi : Orang Tua
i. STATUS KESEHATAN SAAT INI
1. Keluhan utama : klien mengeluh lemas,
2. Riwayat keluhan Utama :
Awalnya klien mengatakan bahwa dia tidak suka makan sayur dan minum susu
sejak 2 bulan yang lalu.
3. Faktor pencetus : tidak diketahui
4. Lamanya keluhan : 2 bulan
5. Timbulnya keluhan : ( √ ) bertahap ( ) mendadak
6. Diagnosa medik : anemia hemolitik
ii. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
1. Penyakit yang pernah dialami
13
a. Kanak-kanak : tidak pernah
b. Kecelakaan : tidak pernah
c. Pernah dirawat : tidak pernah
2. Alergi : alergi terhadap udang dan kepiting
3. Obat-obatan :
Pengobatan Sekarang
Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi
elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan.
4. Pola nutrisi
Sebelum sakit
a) Berat badan : 45 Kg
b) Tinggi badan : 160 cm
c) Makanan yang disukai : makanan yang lunak (bubur)
d) Makanan oyang tidak disukai : udang dan kepiting
e) Makanan pantangan : udang dan kepiting
f) Nafsu makan : baik
Perubahan Setelah Sakit :
a) Jenis diet : buah-buahan
b) Nafsu makan : tidak baik
c) Rasa mual : ada
d) Muntah : ada
e) Perubahan berat : terjadi penurunan berat badan
f) Berat badan saat dikaji : 42 kg
14
Data lainnya :
IMT : BB/TB2
= 42/(1,60)2
= 42 / 2,56
= 16,406 ( kurus)
5. Pola eliminasi
Sebelum sakit :
a) Buang air besar
Frekuensi : 1 x perhari
Penggunaan pencahar : tidak ada
Konsistensi : Lunak
b) Buang air kecil
Frekuensi : 3 – 4 x perhari
Warna : Kuning Muda
Bau : Amoniak
Perubahan setelah sakit :
a) BAB : 1 x perhari
b) BAK : 3 x sehari
6. Pola tidur dan Istirahat
Sebelum sakit :
a) Waktu tidur : malam, 20.00 – 07.00
b) Lama tidur/hari : ± 11 jam sehari
15
c) Kesulitan dalam tdr : tidak ada
Perubahan setelah sakit :
a) Waktu tidur (jam) : 19.00 – 01.30 siang : 14.00 – 16.00
b) Lama tidur (hari) : ± 8 1/2 jam sehari
c) Sering terbangun bila rasa kepala nyeri
d) Posisi tidur klien supinasi miring kanan/kiri
7. Pola aktifitas dan latihan
Sebelum sakit :
a) Kegiatan : mahasiswi (kuliah)
b) Olah raga : tidak ada
Perubahan setelah sakit :
Klien tidak melakukan kegiatan outdoor karena dirawat ; bila ke kamar mandi
ditemani keluarga karena khawatir jatuh.
8. Pola pekerjaan
Sebelum sakit :
a) Jenis pekerjaan : mahasiswi
b) Jumlah jam : ± 12 jam sehari
c) Jadwal: pukul 08.00 – 12. 00 sore : 13.00 – 18.00
TEST DIAGNOSTIK
a. Feritin serum
b. pemeriksaan laboratorium
16
B. DIAGNOSA
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen / nutrisi
ke sel ditandai dengan palpitasi, kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku dan
rambut rapuh, ekstremitas dingin perubahan tekanan darah, pengisian kapiler
lambat ketidakmampuan berkonsentrasi, disorientasi
Tujuan : menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat
b. Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
Ditandai dengan kelemahan dan kelelahan, mengeluh penurunan aktifitas /latihan
lebih banyak memerlukan istirahat /tidur, Palpitasi,takikardi, peningkatan tekanan
darah.
Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna, absorbsi makanan ditandai dengan: Penurunan berat badan normal,
penurunan turgor kulit, perubahan mukosa mulut. nafsu makan menurun, mual
kehilangan tonus otot
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi yang dikuti dengan peningkatan berat badan.
d. Gangguan eliminasi fekal: diare berhubungan dengan penurunan jumlah makanan,
perubahan proses pencernaan , efek samping penggunaan obat ditandai dengan :
Adanya perubahan pada frekuensi, karakteristik, dan jumlah feses mual, muntah,
penurunan nafsu makan, nyeri abdomen, ganguan peristaltik
Tujuan: pola eliminasi normal sesuai dengan fungsinya
17
DAFTAR PUSTAKA
Manjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran FK UI : Media Aeskulatius
Haznan. 1987. Compadium Diagnostic dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam Bandung : Ganesa.
Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn, dkk. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Jakarta : EGC.
Long, Barbara C.1996 Perawatan Medikal Bedah ( Suatu Pendekatan Proses Keperawatan )
Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung.

More Related Content

What's hot

Isolasi dan purifikasi protein
Isolasi dan purifikasi protein Isolasi dan purifikasi protein
Isolasi dan purifikasi protein salni nindita
 
Reseptor obat wahyu
Reseptor obat wahyuReseptor obat wahyu
Reseptor obat wahyuAsti Haryani
 
Metabolisme lipid pada tumbuhan
Metabolisme lipid pada tumbuhanMetabolisme lipid pada tumbuhan
Metabolisme lipid pada tumbuhanawarisusanti
 
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Novi Fachrunnisa
 
Laporan praktikum farmakologi ld 50
Laporan praktikum farmakologi ld 50Laporan praktikum farmakologi ld 50
Laporan praktikum farmakologi ld 50Siska Hermawati
 
Autoimunitas power point
Autoimunitas power pointAutoimunitas power point
Autoimunitas power pointtristyanto
 
Respon imun pada infeksi bag.3
Respon imun pada infeksi bag.3Respon imun pada infeksi bag.3
Respon imun pada infeksi bag.3tristyanto
 
komplemen dan sitokin imunoserologi
komplemen dan sitokin imunoserologikomplemen dan sitokin imunoserologi
komplemen dan sitokin imunoserologiafifahirbah
 
Makalah penyakit jamur
Makalah penyakit jamurMakalah penyakit jamur
Makalah penyakit jamurWarnet Raha
 

What's hot (20)

Isolasi dan purifikasi protein
Isolasi dan purifikasi protein Isolasi dan purifikasi protein
Isolasi dan purifikasi protein
 
imunoserologi
imunoserologiimunoserologi
imunoserologi
 
Reseptor obat wahyu
Reseptor obat wahyuReseptor obat wahyu
Reseptor obat wahyu
 
Metabolisme lipid pada tumbuhan
Metabolisme lipid pada tumbuhanMetabolisme lipid pada tumbuhan
Metabolisme lipid pada tumbuhan
 
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
 
Laporan praktikum farmakologi ld 50
Laporan praktikum farmakologi ld 50Laporan praktikum farmakologi ld 50
Laporan praktikum farmakologi ld 50
 
ISOLASI PROTEIN DAN WESTERN BLOTING
ISOLASI PROTEIN DAN WESTERN BLOTINGISOLASI PROTEIN DAN WESTERN BLOTING
ISOLASI PROTEIN DAN WESTERN BLOTING
 
Autoimunitas power point
Autoimunitas power pointAutoimunitas power point
Autoimunitas power point
 
Respon imun pada infeksi bag.3
Respon imun pada infeksi bag.3Respon imun pada infeksi bag.3
Respon imun pada infeksi bag.3
 
Makalah Karbohidrat
Makalah KarbohidratMakalah Karbohidrat
Makalah Karbohidrat
 
komplemen dan sitokin imunoserologi
komplemen dan sitokin imunoserologikomplemen dan sitokin imunoserologi
komplemen dan sitokin imunoserologi
 
Antiemetika
AntiemetikaAntiemetika
Antiemetika
 
Obat antidiare
Obat antidiareObat antidiare
Obat antidiare
 
Memahami Autoimun
Memahami AutoimunMemahami Autoimun
Memahami Autoimun
 
Kuliah sistem imun+alergi
Kuliah sistem imun+alergiKuliah sistem imun+alergi
Kuliah sistem imun+alergi
 
Komunikasi sel
Komunikasi selKomunikasi sel
Komunikasi sel
 
Kb 1
Kb 1Kb 1
Kb 1
 
Makalah penyakit jamur
Makalah penyakit jamurMakalah penyakit jamur
Makalah penyakit jamur
 
Interaksi obat & reseptor
Interaksi obat & reseptorInteraksi obat & reseptor
Interaksi obat & reseptor
 
glikosida
glikosidaglikosida
glikosida
 

Viewers also liked

Makalah hubungan asfiksia dengan portus lama
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lamaMakalah hubungan asfiksia dengan portus lama
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lamaSeptian Muna Barakati
 
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemikSeptian Muna Barakati
 
Jabbar makalah sistem ketatanegaraan pa jabar
Jabbar makalah sistem ketatanegaraan pa jabarJabbar makalah sistem ketatanegaraan pa jabar
Jabbar makalah sistem ketatanegaraan pa jabarSeptian Muna Barakati
 
Cahaya makalah-instalasilistrik-131008071014-phpapp01
Cahaya makalah-instalasilistrik-131008071014-phpapp01Cahaya makalah-instalasilistrik-131008071014-phpapp01
Cahaya makalah-instalasilistrik-131008071014-phpapp01Septian Muna Barakati
 
Makalah hubungan asfiksia dengan solusi plasenta
Makalah hubungan asfiksia dengan  solusi plasentaMakalah hubungan asfiksia dengan  solusi plasenta
Makalah hubungan asfiksia dengan solusi plasentaSeptian Muna Barakati
 

Viewers also liked (20)

Makalah globalisasi1234
Makalah globalisasi1234Makalah globalisasi1234
Makalah globalisasi1234
 
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lama
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lamaMakalah hubungan asfiksia dengan portus lama
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lama
 
Makalah morfologi daun
Makalah  morfologi daunMakalah  morfologi daun
Makalah morfologi daun
 
Contoh makalah pemanasan global
Contoh makalah pemanasan globalContoh makalah pemanasan global
Contoh makalah pemanasan global
 
Makalah hipertiroidisme
Makalah hipertiroidismeMakalah hipertiroidisme
Makalah hipertiroidisme
 
142423371 makalah-stroke-hemoragik
142423371 makalah-stroke-hemoragik142423371 makalah-stroke-hemoragik
142423371 makalah-stroke-hemoragik
 
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik
 
148147943 makalah-naturalisme
148147943 makalah-naturalisme148147943 makalah-naturalisme
148147943 makalah-naturalisme
 
Makalah hidup sehat
Makalah hidup sehatMakalah hidup sehat
Makalah hidup sehat
 
Jabbar makalah sistem ketatanegaraan pa jabar
Jabbar makalah sistem ketatanegaraan pa jabarJabbar makalah sistem ketatanegaraan pa jabar
Jabbar makalah sistem ketatanegaraan pa jabar
 
Makalah hasni
Makalah hasniMakalah hasni
Makalah hasni
 
Makalah ham
Makalah hamMakalah ham
Makalah ham
 
Cahaya makalah-instalasilistrik-131008071014-phpapp01
Cahaya makalah-instalasilistrik-131008071014-phpapp01Cahaya makalah-instalasilistrik-131008071014-phpapp01
Cahaya makalah-instalasilistrik-131008071014-phpapp01
 
Makalah hpp akpe raha
Makalah hpp akpe rahaMakalah hpp akpe raha
Makalah hpp akpe raha
 
Makalah swaludin (2)
Makalah  swaludin (2)Makalah  swaludin (2)
Makalah swaludin (2)
 
Makalah hpp akper muna
Makalah hpp akper munaMakalah hpp akper muna
Makalah hpp akper muna
 
Efusi pleura makalah (2)
Efusi pleura makalah (2)Efusi pleura makalah (2)
Efusi pleura makalah (2)
 
Makalah hubungan asfiksia dengan solusi plasenta
Makalah hubungan asfiksia dengan  solusi plasentaMakalah hubungan asfiksia dengan  solusi plasenta
Makalah hubungan asfiksia dengan solusi plasenta
 
Makalah fisiologi hewan air
Makalah fisiologi hewan airMakalah fisiologi hewan air
Makalah fisiologi hewan air
 
Ateliers createurs
Ateliers createursAteliers createurs
Ateliers createurs
 

Similar to KONSEP MEDIS

PRESENTASI PENYAKIT SISTEM IMUN 1 FEB 2017.pptx
PRESENTASI PENYAKIT SISTEM IMUN 1 FEB 2017.pptxPRESENTASI PENYAKIT SISTEM IMUN 1 FEB 2017.pptx
PRESENTASI PENYAKIT SISTEM IMUN 1 FEB 2017.pptxLelyAmedia
 
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemenOperator Warnet Vast Raha
 
Makalah hipersensitivitas.
Makalah hipersensitivitas. Makalah hipersensitivitas.
Makalah hipersensitivitas. ari saputra
 
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemenOperator Warnet Vast Raha
 
Reaksi hipersensitivitas ppt update terkini
Reaksi hipersensitivitas ppt update terkiniReaksi hipersensitivitas ppt update terkini
Reaksi hipersensitivitas ppt update terkiniEghaSatriwi
 
Kul 3. imunohematologi
Kul 3. imunohematologiKul 3. imunohematologi
Kul 3. imunohematologigusti rara
 
Reaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasit
Reaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasitReaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasit
Reaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasitSurya Seftiawan Pratama
 
Makalah macam macam imunoglobulin
Makalah macam macam imunoglobulinMakalah macam macam imunoglobulin
Makalah macam macam imunoglobulinWarnet Raha
 
Sistem Imun dan Ginjal
Sistem Imun dan GinjalSistem Imun dan Ginjal
Sistem Imun dan GinjalMonika Yolanda
 
Biokimia Sistem Imunologi
Biokimia Sistem ImunologiBiokimia Sistem Imunologi
Biokimia Sistem ImunologiDedi Kun
 
Reaksi Hipersensitivitas Tipe III
Reaksi Hipersensitivitas Tipe IIIReaksi Hipersensitivitas Tipe III
Reaksi Hipersensitivitas Tipe IIIAbulkhair Abdullah
 

Similar to KONSEP MEDIS (20)

Makalah hipersensitivitas
Makalah hipersensitivitasMakalah hipersensitivitas
Makalah hipersensitivitas
 
Makalah hipersensitivitas
Makalah hipersensitivitasMakalah hipersensitivitas
Makalah hipersensitivitas
 
Wordsensitif
WordsensitifWordsensitif
Wordsensitif
 
Hiperseneitivitas tpe iii
Hiperseneitivitas tpe iiiHiperseneitivitas tpe iii
Hiperseneitivitas tpe iii
 
PRESENTASI PENYAKIT SISTEM IMUN 1 FEB 2017.pptx
PRESENTASI PENYAKIT SISTEM IMUN 1 FEB 2017.pptxPRESENTASI PENYAKIT SISTEM IMUN 1 FEB 2017.pptx
PRESENTASI PENYAKIT SISTEM IMUN 1 FEB 2017.pptx
 
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
 
Makalah hipersensitivitas.
Makalah hipersensitivitas. Makalah hipersensitivitas.
Makalah hipersensitivitas.
 
Autoimunitas
AutoimunitasAutoimunitas
Autoimunitas
 
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
 
Imunologi kel 16.pptx
Imunologi kel 16.pptxImunologi kel 16.pptx
Imunologi kel 16.pptx
 
Reaksi hipersensitivitas ppt update terkini
Reaksi hipersensitivitas ppt update terkiniReaksi hipersensitivitas ppt update terkini
Reaksi hipersensitivitas ppt update terkini
 
Kul 3. imunohematologi
Kul 3. imunohematologiKul 3. imunohematologi
Kul 3. imunohematologi
 
Ag dan ab
Ag dan abAg dan ab
Ag dan ab
 
Reaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasit
Reaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasitReaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasit
Reaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasit
 
Makalah macam macam imunoglobulin
Makalah macam macam imunoglobulinMakalah macam macam imunoglobulin
Makalah macam macam imunoglobulin
 
Makalah macam macam imunoglobulin
Makalah macam macam imunoglobulinMakalah macam macam imunoglobulin
Makalah macam macam imunoglobulin
 
Sistem Imun dan Ginjal
Sistem Imun dan GinjalSistem Imun dan Ginjal
Sistem Imun dan Ginjal
 
Biokimia Sistem Imunologi
Biokimia Sistem ImunologiBiokimia Sistem Imunologi
Biokimia Sistem Imunologi
 
Makalah macam macam imunoglobulin
Makalah macam macam imunoglobulinMakalah macam macam imunoglobulin
Makalah macam macam imunoglobulin
 
Reaksi Hipersensitivitas Tipe III
Reaksi Hipersensitivitas Tipe IIIReaksi Hipersensitivitas Tipe III
Reaksi Hipersensitivitas Tipe III
 

More from Septian Muna Barakati (20)

Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
Kti eni safitri AKBID YKN RAHA Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
 
Kti hikmat AKBID YKN RAHA
Kti hikmat AKBID YKN RAHA Kti hikmat AKBID YKN RAHA
Kti hikmat AKBID YKN RAHA
 
Kti niski astria AKBID YKN RAHA
Kti niski astria AKBID YKN RAHA Kti niski astria AKBID YKN RAHA
Kti niski astria AKBID YKN RAHA
 
Kti ikra AKBID YKN RAHA
Kti ikra AKBID YKN RAHA Kti ikra AKBID YKN RAHA
Kti ikra AKBID YKN RAHA
 
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
 
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
 
Dokomen polisi
Dokomen polisiDokomen polisi
Dokomen polisi
 
Dokumen perusahaan
Dokumen perusahaanDokumen perusahaan
Dokumen perusahaan
 
Dokumen polisi 3
Dokumen polisi 3Dokumen polisi 3
Dokumen polisi 3
 
Dosa besar
Dosa besarDosa besar
Dosa besar
 
Ekosistem padang lamun
Ekosistem padang lamunEkosistem padang lamun
Ekosistem padang lamun
 
Faktor faktor yang mempengaruhi penduduk
Faktor faktor yang mempengaruhi pendudukFaktor faktor yang mempengaruhi penduduk
Faktor faktor yang mempengaruhi penduduk
 
E
EE
E
 
Faktor
FaktorFaktor
Faktor
 
Fho...................
Fho...................Fho...................
Fho...................
 
555555555555555 (2)
555555555555555 (2)555555555555555 (2)
555555555555555 (2)
 
99 nama allah swt beserta artinya
99 nama allah swt beserta artinya99 nama allah swt beserta artinya
99 nama allah swt beserta artinya
 
10 impact of global warming
10 impact of global warming10 impact of global warming
10 impact of global warming
 
10 dampak pemanasan global
10 dampak pemanasan global10 dampak pemanasan global
10 dampak pemanasan global
 
5 w 1h penyakit hiv
5 w 1h  penyakit hiv5 w 1h  penyakit hiv
5 w 1h penyakit hiv
 

KONSEP MEDIS

  • 1. 1 BAB I KONSEP MEDIS A. Definisi Reaksi hipersensitivitas tipe 2 merupakan sitotoksik yang bergantung pada antibodi. Koombinasi antigen yang terdapat pada permukaan sel dengan antibodi akan mengakibatkan kerusakan sel, baik sebagai akibat adheren opsonik fagosit melalui Fc atau adheren imun melalui ikatan C3. Pada makanisme sitotoksik, sel sasaran yang dibungkus oleh antibodi IgG konserntrasi rendah dapat dibunuh secara nonspesifik melalui mekanisme non fagosit ekstra seluler yang melibatkan sel limforetikular yang tak sensitasi. Reaksi hipersensitivitas tipe II atau Sitotoksis terjadi karena dibentuknya antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Reaksi ini dimulai dengan antibodi yang bereaksi baik dengan komponen antigenik sel, elemen jaringan atau antigen atau hapten yang sudah ada atau tergabung dengan elemen jaringan tersebut. Kemudian kerusakan diakibatkan adanya aktivasi komplemen atau sel mononuklear. Reaksi hipersensitivitas tipe 2 dapat melalui 2 jalur ; 1. Melalui jalur ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity) Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor untuk Fc. Adanya Antigen yang merupakan bagian sel pejamu,menyebabkan
  • 2. 2 dibentuknya Antbodi Ig G / Ig M sehingga mengaktifkan sel K yang memiliki reseptor Fc sebagai efektor ADCC. 2. Melalui aktivitas sistem komplemen Reaksi yang timbul akibat reaksi hipersensitivitas tipe 2 yaitu; a. Reaksi Transfusi Menurut system ABO, sel darah manusia dibagi menjadi 4 golongan yaitu A, B, AB dan O. Selanjutnya diketahui bahwa golongan A mengandung antibodi (anti B berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit golongan B, darah golongan B mengandung antibodi (anti A berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit golongan A, golongan darh AB tidak mengandung antibodi terhadap antigen tersebut dan golongan darh O mengandung antibodi (Ig M dan Ig G) yang dapat mengaglutinasikan eritrosit golongan A dan B. Antibodi tersebut disebut isohemaglutinin. Aglutinin tersebut timbul secara alamiah tanpa sensitasi atau imunisasi. Bentuk yang paling sederhana dari reaksi sitotoksik terlihat pada ketidakcocokan transfusi darah golongan ABO. Ada 3 jenis reaksi transfusi yaitu reaksi hemolitik yang paling berat, reaksi panas, dan reaksi alergi seperti urtikaria, syok, dan asma. Kerusakan ginjal dapat pula terjadi akibat membrane sel yang menimbun dan efek toksik dan kompleks haem yang lepas.
  • 3. 3 b. Reaksi Antigen Rhesus Ada sejenis reaksi transfusi yaitu reaksi inkompabilitas Rh yang terlihat pada bayi baru lahir dari orang tuanya denga Rh yang inkompatibel (ayah Rh+ dan ibu Rh-). Jika anak yang dikandung oleh ibu Rh- menpunyai darah Rh+ maka anak akan melepas sebagian eritrositnya ke dalam sirkulasi ibu waktu partus. Hanya ibu yang sudah disensitasi yang akan membentuk anti Rh (IgG) dan hal ini akan membahayakan anak yang dikandung kemudian. Hal ini karena IgG dapat melewati plasenta. IgG yang diikat antigen Rh pada permukaan eritrosit fetus biasanya belum menimbulkan aglutinasi atau lisis. Tetapi sel yang ditutupi Ig tersebut mudah dirusak akibat interaksi dengan reseptor Fc pada fagosit. Akhirnya terjadi kerusakan sel darah merah fetus dan bayi lahir kuning, Transfusi untuk mengganti darah sering diperlukan dalam usaha menyelamatkan bayi. c. Anemia Hemolitik autoimun Akibat suatu infeksi dan sebab yang belum diketahui, beberapa orang membentuk Ig terhadap sel darah merah sendiri. Melalui fagositosis via reseptor untuk Fc dan C3b, terjadi anemia yang progresif. Antibodi yang dibentuk berupa aglutinin panas atau dingin, tergantung dari suhu yang dibutuhkan untuk aglutinasi. d. Reaksi Obat
  • 4. 4 Obat dapat bertindak sebagai hapten dan diikat pada permukaan eritrosit yang menimbulkan pembentukan Ig dan kerusakan sitotoksik. Sedormid dapat mengikat trombosit dan Ig yang dibentuk terhadapnya akan menghancurkan trombosit dan menimbulkan purpura. Chloramfenicol dapat mengikat sel darah putih, phenacetin dan chloropromazin mengikat sel darah merah. e. Sindrom Goodpasture Pada sindrom ini dalam serum ditemukan antibodi yang bereaksi dengan membran basal glomerulus dan paru. Antibodi tersebut mengendap di ginjal dan paru yang menunjukkan endapan linier yang terlihat pada imunoflouresen. Ciri sindrom ini glomerulonefritis proliferatif yang difus dan peredaran paru. Perjalanannya sering fatal. Dalam penanggulangannya telah dicoba dengan pemberian steroid, imunosupresan, plasmaferisis, nefektomi yang disusul dengan transplantasi. Jadi, sindrom ini merupakan penyakit auroimun yang membentuk antibodi terhadap membrane basal. Sindrom ini sering ditemukan setelah mengalami infeksi streptococ. f. Myasthenia gravis
  • 5. 5 Penyakit dengan kelemahan otot yang disebabkan gangguan transmisi neuromuskuler, sebagian disebabkan oleh autoantibodi terhadap reseptor astilkoli. g. Pempigus Penyakit autoimun yang disertai antibodi tehadap desmosom diantara keratinosit yang menimbulkan pelepasan epidermis dan gelembung- gelembung. B. Etiologi Reaksi hipersensitivitas tipe II atau Sitotoksis terjadi karena dibentuknya antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. C. Patofisiologi Antibodi (igG dan IgM) menyebabkan penyakit dengan berikatan pada target antigennya yang ada pada permukaan sel atau jaringan, misalnya pada penyakit anemia hemolitik. Terjadinya Reaksi Hipersensitivitas Tipe-II ini sangat erat kaitannya dengan adanya suatu proses penanggulangan munculnya sel klon baru. Adanya sel klon baru tersebut dapat ditemukan pada sel tumor, sel terinfeksi virus, sel yang terinduksi mutagen Selanjutnya sel-sel tersebut dikenal dengan sel target, yakni suatu sel karena adanya faktor lingkungan sel tersebut mengalami perubahan DNA (kecacatan-DNA). Oleh karena itu sel tersebut harus diperbaiki (DNA repair) atau dimusnahkan melalui sistem imunologik. Jika sel tersebut tidak dimusnahkan oleh sistem imun tubuh maka sel tersebut dapat berkembang menjadi klon baru yang selanjutnya dapat menimbulkan
  • 6. 6 gangguan penyakit. Contohnya; Reaksi transfusi, AHA, Reaksi obat, Sindrom Good posture, miastenia gravis, pemvigus. Mekanisme reaksinya ada 3 macam yaitu` : a. Fagositosis sel melalui proses apsonik adherence atau immune adherence b. Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor untuk Fc. Adanya Antigen yang merupakan bagian sel pejamu,menyebabkan dibentuknya Antbodi Ig G / Ig M sehingga mengaktifkan sel K yang memiliki reseptor Fc sebagai efektor ADCC. c. Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen. Ikatan Ag-Ab mengaktifkan komplemen sehingga menyebabkan lisis. (Mekanisme: Ag → masuk tubuh → menempel pada sel tertentu → merangsang terbentuknya Ig G atau Ig M → mengaktifkan komplemen → menimbulkan lisis)
  • 7. 7 D. Manifestasi Manifestasi klinis reaksi alergi tipe 2 umumnya berupa kelainan darah, seperti anemia hemolitik, trombositopenia, eusinofilia, dan granulasitopenia. BAB II KONSEP KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Aktifitas / Istirahat Keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktifitas, penurunan semangat untuk bekerja Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak 2. Sirkulasi Riwayat kehilangan darah kronis, Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi.
  • 8. 8 3. Integritas ego Keyakinan agama atau budaya mempengaruhi pemilihan pengobatan, misalnya: penolakan tranfusi darah. 4. Eliminasi Riwayat pielonenepritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsobsi. Hematemesi, melana. Diare atau konstipasi 5. Makanan / cairan Nafsu makan menurun Mual/ muntah Berat badan menurun 6. Nyeri / kenyamanan Lokasi nyeri terutama di daerah abdomen dan kepala. 7. Pernapasan Napas pendek pada saat istirahat maupun aktifitas 8. Seksualitas Perubahan menstuasi misalnya menoragia, amenore Menurunnya fungsi seksual Impotent B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
  • 9. 9 1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen / nutrisi ke sel ditandai dengan palpitasi, kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku dan rambut rapuh, ekstremitas dingin perubahan tekanan darah, pengisian kapiler lambat ketidakmampuan berkonsentrasi, disorientasi Tujuan : menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat 2. Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen Ditandai dengan kelemahan dan kelelahan, mengeluh penurunan aktifitas /latihan lebih banyak memerlukan istirahat /tidur, Palpitasi,takikardi, peningkatan tekanan darah. Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas. 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna, absorbsi makanan ditandai dengan: Penurunan berat badan normal, penurunan turgor kulit, perubahan mukosa mulut. nafsu makan menurun, mual kehilangan tonus otot Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi yang dikuti dengan peningkatan berat badan. 4. Gangguan eliminasi fekal: diare berhubungan dengan penurunan jumlah makanan, perubahan proses pencernaan , efek samping penggunaan obat ditandai dengan : Adanya perubahan pada frekuensi, karakteristik, dan jumlah feses mual, muntah, penurunan nafsu makan, nyeri abdomen, ganguan peristaltik Tujuan: pola eliminasi normal sesuai dengan fungsinya C. INTERVENSI
  • 10. 10 DIAGNOSA 1 1. Kaji tanda-tanda vital, warna kulit, membrane mukosa, dasar kuku 2. Beri posisi semi fowler 3. Kaji nyeri dan adanya palpitasi 4. Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh pasien 5. Hindari penggunaan penghangat atau air panas Kolaborasi: 1. Monitor pemeriksaan laboratorium misal Hb/Ht dan jumlah SDM 2. Berikan SDM darah lengkap /pocket 3. Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi DIAGNOSA 2 1. Kaji kemampuan aktifitas pasien 2. Kaji tanda-tanda vital saat melakukan aktifitas 3. Bantu kebutuhan aktifitas pasien jika diperlukan 4. Anjurkan kepada pasien untuk menghentikan aktifitas jika terjadi palpitasi 5. Gunakan tehnik penghematan energi misalnya mandi dengan duduk. DIAGNOSA 3. 1. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai 2. Observasi dan catat masukan makanan pasien 3. Timbang berat badan tiap hari 4. Berikan makanan sedikit dan frekuensi yang sering
  • 11. 11 5. Observasi mual, muntah , flatus dan gejala lain yang berhubungan 6. Bantu dan berikan hygiene mulut yang baik Kolaborasi : 1. Konsul pada ahli gizi 2. Berikan obat sesuai dengan indikasi misalnya: vitamin dan mineral suplemen. 3. Berikan suplemen nutrisi DIAGNOSA 4 1. Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah. 2. Kaji bunyi usus 3. Beri cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung 4. Hindari makan yang berbentuk gas 5. Kaji kondisi kulit perianal Kolaborasi : 1. Konsul ahli gizi untuk pemberian diit seimbang 2. Beri laksatif 3. Beri obat anti diare BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN
  • 12. 12 A. DATA DEMOGRAFI A. Biodata o Nama ( nama lengkap, nama panggilan ) : Nn. F o Umur : 20 tahun o Jenis kelamin : Perempuan o Alamat ( lengkap dengan no.telp ) : Wakatobi o Suku / bangsa : Buton/Indonesia o Agama / keyakinan : Islam o Pekerjaan / sumber penghasilan : Mahasiswi o Penanggung : Jamkesmas o Tanggal masuk : 20 september 2010 o Sumber informasi : Orang Tua i. STATUS KESEHATAN SAAT INI 1. Keluhan utama : klien mengeluh lemas, 2. Riwayat keluhan Utama : Awalnya klien mengatakan bahwa dia tidak suka makan sayur dan minum susu sejak 2 bulan yang lalu. 3. Faktor pencetus : tidak diketahui 4. Lamanya keluhan : 2 bulan 5. Timbulnya keluhan : ( √ ) bertahap ( ) mendadak 6. Diagnosa medik : anemia hemolitik ii. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU 1. Penyakit yang pernah dialami
  • 13. 13 a. Kanak-kanak : tidak pernah b. Kecelakaan : tidak pernah c. Pernah dirawat : tidak pernah 2. Alergi : alergi terhadap udang dan kepiting 3. Obat-obatan : Pengobatan Sekarang Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. 4. Pola nutrisi Sebelum sakit a) Berat badan : 45 Kg b) Tinggi badan : 160 cm c) Makanan yang disukai : makanan yang lunak (bubur) d) Makanan oyang tidak disukai : udang dan kepiting e) Makanan pantangan : udang dan kepiting f) Nafsu makan : baik Perubahan Setelah Sakit : a) Jenis diet : buah-buahan b) Nafsu makan : tidak baik c) Rasa mual : ada d) Muntah : ada e) Perubahan berat : terjadi penurunan berat badan f) Berat badan saat dikaji : 42 kg
  • 14. 14 Data lainnya : IMT : BB/TB2 = 42/(1,60)2 = 42 / 2,56 = 16,406 ( kurus) 5. Pola eliminasi Sebelum sakit : a) Buang air besar Frekuensi : 1 x perhari Penggunaan pencahar : tidak ada Konsistensi : Lunak b) Buang air kecil Frekuensi : 3 – 4 x perhari Warna : Kuning Muda Bau : Amoniak Perubahan setelah sakit : a) BAB : 1 x perhari b) BAK : 3 x sehari 6. Pola tidur dan Istirahat Sebelum sakit : a) Waktu tidur : malam, 20.00 – 07.00 b) Lama tidur/hari : ± 11 jam sehari
  • 15. 15 c) Kesulitan dalam tdr : tidak ada Perubahan setelah sakit : a) Waktu tidur (jam) : 19.00 – 01.30 siang : 14.00 – 16.00 b) Lama tidur (hari) : ± 8 1/2 jam sehari c) Sering terbangun bila rasa kepala nyeri d) Posisi tidur klien supinasi miring kanan/kiri 7. Pola aktifitas dan latihan Sebelum sakit : a) Kegiatan : mahasiswi (kuliah) b) Olah raga : tidak ada Perubahan setelah sakit : Klien tidak melakukan kegiatan outdoor karena dirawat ; bila ke kamar mandi ditemani keluarga karena khawatir jatuh. 8. Pola pekerjaan Sebelum sakit : a) Jenis pekerjaan : mahasiswi b) Jumlah jam : ± 12 jam sehari c) Jadwal: pukul 08.00 – 12. 00 sore : 13.00 – 18.00 TEST DIAGNOSTIK a. Feritin serum b. pemeriksaan laboratorium
  • 16. 16 B. DIAGNOSA a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen / nutrisi ke sel ditandai dengan palpitasi, kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku dan rambut rapuh, ekstremitas dingin perubahan tekanan darah, pengisian kapiler lambat ketidakmampuan berkonsentrasi, disorientasi Tujuan : menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat b. Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen Ditandai dengan kelemahan dan kelelahan, mengeluh penurunan aktifitas /latihan lebih banyak memerlukan istirahat /tidur, Palpitasi,takikardi, peningkatan tekanan darah. Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas. c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna, absorbsi makanan ditandai dengan: Penurunan berat badan normal, penurunan turgor kulit, perubahan mukosa mulut. nafsu makan menurun, mual kehilangan tonus otot Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi yang dikuti dengan peningkatan berat badan. d. Gangguan eliminasi fekal: diare berhubungan dengan penurunan jumlah makanan, perubahan proses pencernaan , efek samping penggunaan obat ditandai dengan : Adanya perubahan pada frekuensi, karakteristik, dan jumlah feses mual, muntah, penurunan nafsu makan, nyeri abdomen, ganguan peristaltik Tujuan: pola eliminasi normal sesuai dengan fungsinya
  • 17. 17 DAFTAR PUSTAKA Manjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran FK UI : Media Aeskulatius Haznan. 1987. Compadium Diagnostic dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam Bandung : Ganesa. Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Jakarta : EGC. Doenges, Marilynn, dkk. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Jakarta : EGC. Long, Barbara C.1996 Perawatan Medikal Bedah ( Suatu Pendekatan Proses Keperawatan ) Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung.