Dokumen tersebut merangkum proses produksi nata de coco oleh PT Niramas Utama, mulai dari bahan baku, proses fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum, hingga panen hasil fermentasi berupa lembaran nata de coco. Prosesnya meliputi pemasakan campuran air kelapa dan bahan tambahan, penanaman starter, fermentasi selama 6-7 hari, lalu panen nata de coco.
3. PT Niramas Utama didirikan pada 1990,
bermula dari beberapa pengusaha muda
yang berani menerima tantangan dari
perusahaan Taiwan dan Jepang menjadi
supplier nata de coco.
Ketika terjadi penurunan minat pasar
dunia terhadap makanan dari kelapa ini
pada 1994, mereka melakukan terobosan
baru dalam hal produk dengan
melahirkan brand Inaco pada 1995.
4. Mesin Pemasak Nata De Coco Mesin Pemotong Nata De Coco
Mesin Perajang Nata de Coco
PERSIAPAN ALAT
5. Air Kelapa sebagai sumber karbohidrat (Sukrosa)
Gula pasir sebagai sumber karbohidrat
Asam cuka glasial/cuka untuk membantu mengatur tingkat
keasaman (pH)
Pupuk ZA sebagai sumber nitrogen
Garam inggris atau magnesium sulfat (MgSO4 ) untuk
membantu pembentukan lapisan nata de coco
Asam sitrat (zitrun zuur)
Bibit nata de coco (Mikroorganisme Acetobacter xylinum)
Air
BAHAN BAKU
Kandungan %
air 91,27%
protein 0,29%
lemak 0,15%
karbohidrat 7,27%
serta abu 1,06%
Air Kelapa
(Warisno, 2004)
Acetobacter xylinum
Dapat tumbuh pada pH 3,5 – 7,5,
namun akan tumbuh optimal bila pH
nya 4,3,
suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri
28o C – 31oC.
Bakteri ini sangat memerlukan oksigen
(Aerob).
8. Air kelapa
disaring
pemasakan dan pencampuran bahan pembantu
penempatan dalam nampan dan pendinginan
inokulasi (penanaman/penebaran) bibit (starter)
pemeraman (fermentasi)
panen dan pasca panen
Nata de Coco
PRODUKSI
Air kelapa
dibasikan selama
kurang lebih 4
hari
disaring
Penyaringan
dimasak sampai mendidih
selama 30 menit
Air kelapa yang
sudah disaring
gula pasir;
pupuk ZA;
garam inggris,
asam sitrat (zitrun zuur) ditambahkan. Sebelum
pendidihan diakhiri, ditambahkan asam asetat
glasial/cuka hingga mencapai pH kurang lebih
3,2
Pemasakan dan Pencampuran Bahan
Pembantu
Semua peralatan harus bersih
dan steril. Nampan plastik yang
digunakan harus terlebih dahulu
dibersihkan dan disterilkan.
Sterilisasi dapat dilakukan dengan
cara dicelup dalam air mendidih,
dijemur, dibasahi dengan alkohol
70% atau spiritus.
Penempatan dalam Nampan
dan Pendinginan
Inokulasi Bibit (starter). Setiap nampan
yang berisi fermentasi yang telah
didinginkan selama satu malam tersebut
ditambahkan bibit (starter) sebanyak
dengan perbandingan 10% bibit (kurang
lebih 13 ml) (Sutardi 2004). Inokulasi bibit
dengan cara membuka sedikit tutup
kain/koran dan segera ditutup kembali.
Inokulasi (Penanaman/Penebaran)
Bibit (Starter)
Media fermentasi yang sudah
ditambahkan bibit selanjutnya diperam
selama 6-7 hari. Kebersihan tempat
pemeraman dengan suhu kamar (28o-
31o) sangat mutlak diperlukan untuk
menghindari kontaminasi dengan
mikroba lain atau serangga yang dapat
menggagalkan proses fermentasi
(Sutardi, 2004).
Pemeraman (Fermentasi)
Setelah pemeraman selama 6-7 hari,
lapisan nata de coco akan memiliki
ketebalan 0,8-1,5 cm berbentuk
lembaran-lembaran (slab) yang asam
dalam bau, cita rasa dan pH-nya.
Lembaran-lembaran ini kemudian
diangkat dan lendirnya dibuang
melalui pencucian.
Panen dan Pasca Panen
9. fase adaptasi
Fase eksponensial
Fase pertumbuhan statis
(stasioner)
Fase kematian
KURVA PERTUMBUHAN
ZA singkatan dari zwavelzure ammoniak, berasal dari bahasa Belanda yang berarti ammonium sulfat (NH4SO4). ZA yang ditambahkan relatif sangat sedikit, sebanyak 3-5 gram per liter air kelapa untuk meningkatkan kinerja bakteri Acetobacter xyllinum. Selama proses fermentasi hingga panen, ZA-nya dimetabolisme oleh bakteri
etelah proses hidrolisis berlangsung, glukosa akan diubah menjadi glukosa-6-fosfat dengan adanya ATP (adenosine triphosphat). ATP yang kehilangan satu fosfatnya akan berubah menjadi ADP (adenosine diphosphat). Reaksi ini melibatkan enzim heksokinase, seperti pada Gambar 4.
Heksokinase yang berasal dari ragi dapat menjadi katalis pada glukosa, fruktosa, manosa, dan glukosamina. Enzim heksokinase dapat dihambat sendiri oleh produk yang dihasilkan. Enzim heksokinase untuk fosforilasi glukosa disebut glukokinase (GK) (Stanislaw B. et al., 2002). Glukosa-6-fosfat akan menghambat pembentukan enzim. Ketika jumlah glukosa glukosa-6-fosfat menurun, enzim heksokinase akan aktif kembali (Ana P., 1994).
Fruktosa hasil hidrolisis akan mengalami fosforilasi sama seperti glukosa. Enzim heksokinase untuk fosforilasi fruktosa disebut fruktokinase (FK) (Stanislaw B. et al., 2002). Enzim ini mengubah fruktosa menjadi fruktosa-6-fosfat dengan bantuan ATP. ATP juga akan berubah menjadi ADP.
Fruktosa-6-fosfat dapat mengalami isomerasi dengan glukosa-6-fosfat dengan melibatkan enzim fosfoglukosisomerase. Reaksi ini bersifat bolak-balik. Glukosa-6-fosfat yang terbentuk baik dari hasil isomerasi maupun hasil fosforilasi akan berubah menjadi glukosa-1-fosfat dengan melibatkan enzim fosfoglukomutase. Glukosa-1-fosfat bereaksi dengan enzim UGP (pyrophosphorylase uridine diphosphoglucose) menjadi UDPG (uridine diphosphoglucose). UDPG membentuk rantai menjadi selulosa dengan melibatkan enzim CS (cellulose synthase).
Data kurva pertumbuhan Bakteri Acetobacter xylinum yang terlihat pada Gambar 3 berfungsi untuk mengetahui keadaan steady state atau fase stasioner pada Bakteri Acetobacter xylinum. Pentingnya mengetahui keadaan steady state pada Bakteri Acetobacter xylinumadalah salah satu ketentuan dari proses fermentasi sistem kontinu yang digunakan pada penelitian ini sebab berdasarkan literatur pada sistem kontinu terdapat proses penambahan substrat dan pengambilan produk secara terus menerus ketika keadaan bakteri mencapai steady state (fase tetap).Untuk mendapatkan grafik kurva pertumbuhan bakteri seperti yang terlihat pada Gambar 4, diperlukan nilai absorbansi terhadap waktu (jam ke-) dengan melakukan pengukuran nilai Optical Density(OD) tiap 2 jam sekali dengan panjang gelombang 590nm(Cappuccino, 1983).
Berdasarkan kurva pertumbuhan bakteri tersebut didapatkan suatu informasi bahwa dalam pertumbuhan bakteri memerlukan suatu tahapan/fase. Fase pertama pada pertumbuhan bakteri tersebut ialah fase lag/fase adaptasi yaitu fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan yang baru, ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah sel namun hanya terjadi peningkatan ukuran sel. Pada fase keduanya adalah fase log/fase eksponensial merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah diri pada kecepatan maksimum dan fase ketiga yaitu fase stasioner, pada fase stasioner pertumbuhan mikroorganisme mulai berhenti dan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati dan keempat adalah fase kematian (Pratiwi, 2008). Pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa fase lag terjadi pada waktu ke 0-6jam sedangkan fase log/eksponensial terjadi pada waktu ke 6-14jam begitu juga pada waktu ke 14-20jam pada bakteri Acetobacter xylinum sudah mengalami fase stasioner dimana terjadi pertumbuhan bakteri yang tidak begitu signifikan. Maka, dari data kurva pertumbuhan Bakteri Acetobacter xylinum mendapatkan kesimpulan bahwa percobaan penelitian utama mulai di jalankan pada waktu ke 24 jam karena diperkirakan pada waktu tersebut bakteri telah mencapai keadaan steady state dan hal tersebut berkaitan dengan definisi dari proses fermentasi sistem kontinu yang digunakan dalam penelitian ini.