Materi kuliah Psikologi Industri topik Kepuasan Kerja mencakup pengertian, definisi, teori kepuasan kerja, faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, cara pengukuran, dan contoh penelitian
2. Tinjau situasi berikut
Irene dan Maria telah bekerja selama 2 tahun terakhir sebagai customer service
di Indoasia Teknologi. Irena menyukai pekerjaannya dan ingin tetap di
perusahaan sampai ia pensiun. Maria membenci pekerjaannya, dan
menggunakan seluruh cuti sakitnya dan bertekad akan keluar jika ia dapat
menemukan pekerjaan lain yang dapat memberikan gaji sama
Rhonda mendatangi penasihat kariernya untuk membantunya mencari
pekerjaan yang tepat untuknya. Rhonda selalu membenci semua pekerjaan
yang pernah ia dapatkan
David menyukai pekerjaannya dan senantiasa antusias bekerja di pagi hari. Dia
mencintai pekerjaannya sekarang, dan semua pekerjaan yang pernah ia miliki
Rudi, direktur SDM PT Intimaju frustasi karena perusahaannya memiliki tingkat
turnover tinggi. Yang lebih menjengkelkan, karyawannya yang telah cukup
berpengalaman mudah berpindah ke PT Jayamakmur yang memberikan upah
lebih rendah.
3. Pertanyaan
Mengapa Irene menyukai pekerjaannya dan
Maria membencinya padahal mereka memiliki
pekerjaan yang sama?
Mengapa Rhonda dan David memilki sikap
(attitude) berbeda terhadap pekerjaan dan karier
mereka
Apakah PT Jayamakmur lebih baik dibandingkan
PT Intimaju?
4. Learning Outcomes
Memahami pentingnya kepuasan kerja
Menjelaskan teori kepuasan kerja
Menjelaskan aspek-aspek dan faktor-faktor
penentu kepuasan kerja
Memahami berbagai cara mengukur kepuasan
kerja
Pic: https://blog.vantagecircle.com/employee-satisfaction-surveys/
5. Topik
Pengertian, dan Definisi
Teori Kepuasan Kerja
Perbedaan Individu yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Faktor-faktor & Aspek-aspek Penentu Kepuasan Kerja
Dampak Kepuasan & Ketidakpuasan Kerja
Alat Ukur
Contoh Penelitian
6. Pengertian, Definisi
Kepuasan kerja adalah sikap yang ditunjukkan oleh individu terhadap pekerjaan yang
dilakukannya sesuai dengan penilaian terhadap situasi kerja.
Kepuasan kerja (Locke (1976) sebagai tingkatan emosi positif dan menyenangkan yang
dirasakan oleh individu terhadap pekerjaannya. Perasaan-perasaan yang berhubungan
dengan kepuasan atau ketidakpuasan kerja cenderung lebih mencerminkan persepsi
pengalaman-pengalaman waktu sekarang dan masa lalu daripada harapan untuk masa
datang.
Locke menunjukkan dua unsur yang penting dalam kepuasan kerja, yaitu nilai-nilai
pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan dasar. Nilai-nilai pekerjaan merupakan tujuan yang
ingin dicapai dalam melakukan tugas pekerjaan. Keinginan yang dicapai ialah nilai-nilai
pekerjaan yang dianggap penting oleh individu. Lebih lanjut, nilai-nilai pekerjaan harus
sesuai atau membantu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar (Munandar, 2014).
7. Definisi (2)
Menurut Spector (1997), job satisfaction didefinisikan
sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaan dan aspek-
aspek di dalam pekerjaannya.
Perasaan terhadap pekerjaannya ini dapat dilihat melalui
dua pendekatan, yaitu pendekatan umum (global approach)
dan khusus (berdasarkan aspek). Pendekatan umum
digunakan apabila seseorang ingin mengetahui tingkat
kepuasan seseorang di dalam pekerjaannya beserta
pengaruhnya terhadap variabel-variabel lainnya. Dalam hal
ini, pendekatan umum melihat kepuasan kerja sebagai satu
kesatuan dan perasaan karyawan pada pekerjaannya secara
keseluruhan.
8. Teori Kepuasan Kerja
1. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory) (Lawler, 1976),
Kepuasan atau ketidakpuasan beberapa aspek pekerjaan mencerminkan dua nilai
yaitu (a) ketidaksesuaian yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan dengan yang
diterima dalam kenyatannya; (b) apa pentingnya pekerjaan yang diinginkan.
Perasaan puas atau tidak puas yang dimiliki oleh individu bersifat pribadi karena
bergantung cara individu mempersepsikan ketidaksesuaian atau pertentangan antara
keinginan-keinginan dan hasil yang telah dicapainya
Esensi teori ini adalah seseorang akan merasa puas jika kondisi yang diinginkan sesuai
dengan kondisi yang ada. Semakin besar ketidaksesuaian antara kondisi yang ada dan
kondisi yang diinginkan, semakin besar pula rasa ketidakpuasannya
9. Teori Kepuasan Kerja
2. Teori Model dari Kepuasan Bidang/Bagian (Facet Satisfaction)
Lawler (1973) mengemukakan orang akan puas dengan bidang tertentu pekerjaan
mereka (mis rekan kerja, atasan, gaji) jika jumlah dari bidang mereka persepsikan
harus mereka terima untuk melaksanakan kerja = jumlah bidang yang dipersepsikan
yang secara aktual diterima
Lawler memberi nilai bobot kepada setiap bidang sesuai dengan pentingnya baginya
individu dan dijadikan skor total
11. Teori Kepuasan Kerja
3. Teori Proses-Bertentangan (Opponent-Process Theory)
Landy (1973) mengemukakan orang ingin mempertahankan suatu keseimbangan
emosional (emotional equilibrium)
Kkepuasan atau ketidakkepuasan kerja secara fisiologis memicu sistem pusat saraf
yang membuat aktif emosi yang bertentangan atau berlawanan
Jika individu memperoleh keberhasilan dalam pekerjaannya, maka individu akan
merasa senang sekaligus ada rasa tidak senang (lebih lemah intensitasnya). Setelah
beberapa saat perasaan senang dan bangga berangsur-angsur menjadi turun dan
semakin melemah sehingga individu akan merasa sedih sebelum kembali dalam
kondisi normal
Pengukuran kepuasan kerja perlu dilakukan secara periodik
12. Perbedaan individu yang mempengaruhi
kepuasan kerja
Genetic Predispositions. Berdasarkan riset Arvey, dkk pada kembar
identik yang dibesarkan berbeda menunjukkan tingkat kepuasan kerja
relatif sama meskipun mereka tinggal di tempat berbeda dan memiliki
jenis pekerjaan berbeda (Ilies & Judge, 2013) 30% kepuasan kerja
dapat disebabkan faktor genetik.
Core Self-Evaluations. Judge, Locke, dan Durham (1997) mempunyai
hipotesis bahwa 4 variabel kepribadian berhubungan dengan
kecenderungan seseorang untuk puas terhadap hidupnya maupun
pekerjaannya: kestabilan emosi, self-esteem, self-efficacy (merasa
sanggup menguasai lingkungan mereka), dan external locus of control
(merasa sanggup mengontrol lingkungan mereka). Orang yang mudah
puas terhadap perkerjaan ataupun hidup mereka umumnya mempunyai
self-esteem yang tinggi dan mau berkompeten, beremosi stabil, dan
percaya bahwa mereka mempunyai kontrol terhadap hidup mereka.
<div>Icons made by <a href="https://www.flaticon.com/authors/monkik" title="monkik">monkik</a> from <a href="https://www.flaticon.com/" title="Flaticon">www.flaticon.com</a></div>
13. Perbedaan individu yang mempengaruhi
kepuasan kerja (2)
Culture. Pada studi dari 13.832 pegawai dari 23 negara oleh
FDS internasional (FDS, 2007), pegawai di UK dan Irlandia
memiliki level tertinggi kepuasan kerja (57) pegawai di Amerika
Selatan (40) dan Asia (43) terendah
Intelligence. Studi oleh Ganzach (1998) menyarankan bahwa
pegawai yang cerdas memiliki kepuasan kerja sedikit lebih
rendah daripada pegawai yang kurang cerdas dalam pekerjaan
yang tidak rumit. Dalam pekerjaan kompleks, hubungan antara
intelegensi dan kepuasan tidak berarti
14. Aspek-aspek Kepuasan Kerja (Spector,
1997, McKenna, 2000, Aamodt, 2016)
1. Gaji. Pendistribusian gaji yang adil kepada manajer serta persepsi gaji yang
sesuai dengan input karyawan akan meningkatkan job satisfaction
2. Kesempatan mendapatkan Promosi. Penelitian menunjukkan bahwa
seseorang akan lebih puas apabila kesempatan untuk promosi diberikan
kepadanya sesuai dengan apa yang telah dilakukan untuk perusahaan
(McKenna, 2000).
3. Tunjangan Tambahan. Penelitian menunjukkan bahwa seseorang akan
lebih puas menerima tunjangan tambahan (mis., tunjangan kesehatan,
transportasi, rekreasi) apabila tunjangan tersebut sudah sepantasnya
diterima karena sesuai dengan apa yang telah dilakukan untuk perusahaan
McKenna 2000)
15. Aspek-aspek Kepuasan Kerja (2)
4. Atasan. Aspek ini mengukur sejauh mana karyawan puas dengan gaya kepemimpinan
atasannya
5. Penghargaan dari Perusahaan. Apabila perusahaan memberikan penghargaan yang
sesuai dengan prestasi atau hasil kerja karyawan (mis., bonus tahunan, kenaikan gaji,
atau kenaikan pangkat), karyawan tersebut akan lebih puas terhadap pekerjaannya
6. Peraturan dan prosedur kerja. Apabila perusahaan mempunyai peraturan yang terlalu
rumit maka karyawan cenderung merasa tidak puas kepada pekerjaannya. Sebaliknya,
karyawan akan merasa lebih puas apabila sistem birokrasi perusahaan dinilai mudah
dan tidak berbelit-belit.;
16. Aspek-aspek Kepuasan Kerja (3)
7. Rekan kerja (co-workers). Karyawan memiliki kepuasan kerja tinggi apabila mendapatkan
rekan kerja yang mendukung, menyenangkan, serta disertai kerukunan. Berdasarkan
teori belajar sosial, karyawan mengobservasi level informasi dari motivasi dan kepuasan
karyawan lain lalu mengikuti level tersebut. Jika karyawan khususnya senior bekerja
keras dan berbicara positif tentang pekerjaannya, maka karyawan baru akan mengikuti
perilaku tersebut, menjadi produktif, dan puas, begitupun sebaliknya (Aamodt, 2016).
8. Sifat Pekerjaan. Karyawan mempunyai kepuasan kerja yang tinggi apabila sifat pekerjaan
yang dimiliki sekarang sesuai dengan harapannya yang mencakup deskripsi kerja, variasi
tugas, peran di dalam pekerjaan, dan jadwal kerja. Riset menunjukkan bahwa karyawan
yang mengatakan pekerjaannya menarik akan lebih puas dan termotivasi dibandingkan
dengan karyawan lainnya yang tidak menikmati pekerjaannya.
17. Aspek-aspek Kepuasan Kerja (3)
9. Komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi
dalam perusahaan adalah pergerakan alur
informasi antar karyawan. Apabila komunikasi
dalam perusahaan lancardan tidak
mengalami masalah, maka karyawan akan
merasa puas terhadap pekerjaannya, begitu
pula sebaliknya.
18. Faktor Penentu Kepuasan Kerja
(Kreitner dan Kinicki, 2010)
1. Need Fulfillment atau pemenuhan kebutuhan.
Kepuasan ditentukan oleh tingkatan terhadap karakteristik pekerjaan yang memungkinkan
individual memenuhi kebutuhannya.
2. Discrepancies atau ketidaksesuaian.
Kepuasan adalah hasil dari terpenuhinya ekspektasi yang mencerminkan perbedaan antara
apa yang diharapkan untuk diterima individu dari pekerjaan, seperti bayaran yang baik dan
peluang promosi, dengan apa yang sebenarnya diterima.
Jika ada ketidakcocokan antara kebutuhan, nilai, harapan dan realitas dari pekerjaan, pekerja
akan menjadi tidak puas dan kurang motivasi sehingga pelamar perlu diberikan harapan yang
realitis terhadap pekerjaannya dan organisasi wajib memenuhi serta menjaga janji yang
diberikan kepada karyawan (Aamodt, 2016)
19. Faktor Penentu Kepuasan Kerja (2)
3. Value Attainment atau pencapaian nilai.
Kepuasan merupakan hasil dari persepsi bahwa pekerjaan memungkinkan untuk
pemenuhan nilai-nilai kerja penting individual
4. Equity atau Keadilan.
Kepuasan adalah fungsi dari seberapa adil pekerja diperlakukan dalam pekerjaannya.
Kepuasan merupakan hasil persepsi seseorang bahwa hasil kerja relative terhadap
masukan lebih menyenangkan dibandingkan dengan hasil atau masukan signifikan lain
20. Faktor Penentu Kepuasan Kerja (3)
5. Dispositional/Genetic Components atau
komponen watak/genetic
Kepuasan merupakan fungsi sifat personal dan
faktor genetik
21. Faktor Penentu Kepuasan Kerja (Mullin,
1993)
1. Faktor pribadi. Di antaranya kepribadian, pendidikan, intelegensi dan kemampuan, usia,
status perkawinan, dan orientasi kerja.
2. Faktor sosial. Di antaranya hubungan dengan rekan kerja, kelompok kerja dan norma-
norma, kesempatan untuk berinteraksi, dan organisasi informal.
3. Faktor budaya. Di antaranya sikap-sikap yang mendasari, kepercayaan, dan nilai-nilai.
4. Faktor organisasi. Di antaranya sifat dan ukuran, struktur formal, kebijakan-kebijakan
personalia dan prosedur-prosedur, relasi karyawan, supervisor dan gaya kepemimpinan,
sistem manajemen, dan kondisi-kondisi kerja.
5. Faktor lingkungan, di antaranya ekonomi, sosial, teknik, dan pengaruh-pengaruh
pemerintah.
22. Alat Ukur Kepuasan Kerja
1. Inventori kepuasan kerja standar (standard job satisfaction inventories)
Face scale
Job Description Index (JDI)
Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ)
Single global rating
23. Alat Ukur Kepuasan Kerja (2)
2. Custom designed satisfaction inventories.
https://blog.hubstaff.com/measuring-employee-
satisfaction-with-survey/
24. Dampak Kepuasan atau Ketidakpuasan
Kerja
Dampak terhadap Produktivitas
Hasil penelitian beragam,
Kepuasan kerja merupakan akibat bukan sebab (The Porter-Lawler Extension of
Expectancy Theory).
Jika performansi (unjuk kerja) diberi ganjaran (rewards) yang adil,
karyawan merasa lebih puas
Performa tinggi mengarah pada ganjaran dan kepuasan tinggi
Ganjaran ekstrinsik adalah sekumpulan keluaran yang diberikan
oleh pihak eksternal (mis: gaji dan promosi)
Ganjaran intrinsik adalah keluaran internal individu ybs (mis.,
perasaan telah mencapai sesuatu, self-esteem/penghargaan
pada diri sendiri)
<div>Icons made by <a href="https://www.freepik.com" title="Freepik">Freepik</a> from <a href="https://www.flaticon.com/" title="Flaticon">www.flaticon.com</a></div>
26. Dampak Kepuasan atau Ketidakpuasan
Kerja (2)
Dampak terhadap Ketidakhadiran (Absenteeism) dan Turnover
Kehadiran pekerja dipengaruhi oleh motivasi dan kemampuan
untuk hadir (Rhodes & Steer, 1978)
Turnover (meninggalkan pekerjaannya) dipengaruhi oleh
kepuasan kerja. Teori Mobley et al (1978) menunjukkan bahwa
kepuasan kerja berkorelaksi dengan keinginan untuk keluar
yang selanjutnya berkorelasi dengan meninggalkan pekerjaan
secara actualDampak terhadap Kesehatan
29. Dampak dari ketidakpuasan kerja
dituangkan dalam model teoretik
dinamakan EVLN-Model, yang
terdiri dari Exit, Voice, Loyality, dan
Neglect
Kerangka tanggapan pekerja
terhadap ketidakpuasan kerja
tersebut dibedakan dalam dua
dimensi: konstruktif/distruktif dan
aktif atau pasif, sebagaimana
digambarkan dibawah ini (Robbins
dan Judge, 2011)
Employee Responses to Dissatisfaction
30. Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan
Kerja (3)
Dampak terhadap Kesehatan
Tingkat kepuasan kerja merupakan prediktor yang baik
bagi longevity (rentang umur) seseorang.
Kepuasan kerja menunjang kesejahteraan (well-being)
pekerja secara fisik dan mental
31. Strategi untuk Meningkatkan Kepuasan
Kerja
Membuat dan mengimplementasikan berbagai jenis
program yang dirancang untuk membuat pekerjaan
menjadi lebih menarik.
1. Menaikkan upah karyawan;
2. Memberikan kenaikan jabatan kepada karyawan yang
berprestasi;
3. Kepastian kerja;
4. Memberikan bonus uang tunai kepada karyawan yang
berkinerja baik dalam perusahaan;
5. Memberikan kompensasi kepada karyawan;
6. Menciptakan lingkungan kerja yang harmonis.
32. Contoh Penelitian
Pengaruh Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan AJB Bumiputera (Achmad Fadhil, Yuniadi
Mayowan, 2018), Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), Vol. 54 No. 1 Januari 2018
Karyawan akan memiliki kepuasan kerja jika dengan bekerja mereka mampu memiliki motivasi kerja. Artinya perusahaan harus
memperhatikan tingkat kebutuhan karyawan. Kinerja yang tinggi dapat tercipta apabila karyawan memiliki kepuasaan, sehingga
merasa senang dan nyaman bekerja. Dengan demikian karyawan telah mendapatkan apa yang diperolehnya dan dengan
kinerjanya yang tinggi tersebut, maka perusahaan mampu untuk mendapatkan keuntungan yang diinginkan. Tujuan penelitian ini
antara lain, 1) Mendeskripsikan penerapan motivasi kerja, kepuasan kerja dan kinerja karyawan AJB Bumiputera; 2)
Menganalisis pengaruh antara motivasi kerja terhadap kinerja karyawan AJB Bumiputera; 3) Menganalisis pengaruh kepuasan
kerj terhadap kinerja karyawan AJB Bumiputera; 4) Menganalisis pengaruh motivasi kerja dan kepuasan kerja secara simultan
terhadap kinerja karyawan AJB Bumiputera. Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif riset kausal. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa motivasi berpengaruh psotitif dan signifikan secara parsial terhadap kinerja karyawan. Hal ini
dikatakan bahwa semakin tinggi nilai motivasi maka nilai kinerja karyawan akan semakin tinggi. kepuasan kerja berpengaruh
psotitif dan signifikan secara parsial terhadap kinerja karyawan. Hal ini dikatakan bahwa semakin tinggi nilai kepuasan kerja
maka semakin tinggi kinerja karyawan. Sedangkan motivasi kerja dan kepuasaan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan secara simultan pada AJB Bumi Putera Kota Malang.
33. Contoh Penelitian (2)
Analisis Kelelahan Kerja, Kebosanan Kerja, Kepuasan Kerja, sebagai dasar rekomendasi perbaikan fisiologis kerja (Wahyu
Susihono, 2014, Prosiding Seminar Nasional IENACO)
Perusahaan dengan hasil samping berupa limbah partikel gas atau debu, selain harus memperhatikan kondisi lingkungan, juga faktor
manusia sebagai "human capital" menjadi perhatian yang sangat serius. Beberapa indikator subjektifitas pekerja dalam investigasi
fisiologis kerja dapat berupa pertanyaan tentang kondisi kelelahan, kebosanan dan kepuasan kerja. Kelelahan kerja merupakan kejadian
in-efisiensi kapasitas kerja dan ketahanan tubuh, dengan kata lain pekerja tidak mampu lagi menerima beban. Kebosanan kerja kondisi
atau situasi dengan stimulus yang rendah, sedangkan kepuasan kerja adalah pemanfaatan kemampuan secara maksimal dari pekerja.
Penelitian ini bertujuan untuk analisis kelelahan kerja, kebosanan kerja, kepuasan kerja pada karyawan di industri pengecoran logam X
yang akan digunakan sebagai dasar rekomendasi perbaikan kerja khususnya pada fisiologis kerja. Metode yang digunakan untuk
memperoleh data subjektif kelelahan kerja dalah dengan menggunakan kuesioner 30 items of rating scale yang dikeluarkan oleh Japan
Association of Industrial and Health (JAIH), kebosanan kerja dikumpulkan dengan kuesioner, dan Kepuasan kerja menggunakan
pertanyaan 20 items Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 14 orang yang menjadi
subjek penelitian, diperoleh rerata kelelahan kerja sebesar 76,43 ± 9,92, rerata kebosanan kerja sebesar 50,50 ± 5,29, sedangkan
rerata kepuasan kerja sebesar 42,50 ± 5,93. Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa masih dimungkinkan adanya peluang perbaikan
kondisi kerja berupa perbaikan fisiologis kerja antara lain berupa: redesain fasilitas kerja, pengaturan waktu istirahat aktif, pemasangan
fan yang difungsikan sebagai penurunan suhu lingkungan perusahaan
36. Referensi
Buku Ajar Psikologi Industri dan Organisasi, Universitas Udayana hal 69-79
Umi Anugerah Izzati & Olievia Prabandini Mulyana,2019, Psikologi Industri & Organisasi, Penerbit
Bintang Surabaya, hal 72-73
Aamodt, Industrial Aamodt, M. G. (2016). Industrial/Organizational Psychology: An applied
approach (68h ed.). Belmont, CA: Wadsworth, hal 343-386
Munandar, A. S. (2014). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: UI Press, hal 349-369