1. PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI
KEPUASAN KERJA
Disusun Oleh:
Christi Natasia Yolanda Levi
(46113310011)
Universitas Psikologi Mercubuana
BEKASI
2014
3. BAB I
PENDAHULUAN
Dalam makalah Psikologi Industri dan Organisasi kali ini saya akan membahas mengenai
masalah “Kepuasan Kerja”. Psikologi Industri dan Organisasi yang notabenenya adalah
mengamati segala persoalan – persoalan yang mungkin dihadapi oleh orang – orang yang bekerja
dilingkungan sekitaran daerah industry, melalui makalah ini akan meperdalam pengaruh
kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan di dalamnya. Apakah itu kepuasan kerja yang
dimaksud? Apakah pengaruh kepuasan kerja terhadap pegawai? Seberapa besar kepuasan kerja
dapat mempengaruhi karyawan dan produktifitas suatu tempat industri?
Makalah Kepuasan kerja ini akan dibahas satu – satu yaitu mengenai pengertiannya, dasar –
dasar teori kepuasan kerja, faktor – faktor yang dapat menentukan seseorang tersebut puas
terhadap pekerjaannya, dan yang terakhir adalah dampak apabila seseorang puas atau tidak puas
dalam pekerjaannya.
Jakarta, 1 Juni 2014
Christi Natasia Yolanda
4. BAB II
KEPUASAN KERJA DALAM
PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI
I. Pengertian
Sebelum membahas yang lain, kita seharusnya mengenali terlebih dahulu
mengengenai pengertian dari kepuasan kerja dari berbagai pendapat para ahli agar
dapat lebih mengerti pembahasan yang ada di makalah tersebut. Berikut pengertian –
pengertiannya:
a. Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai
pekerjaannya. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan
kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan yang
dimaksud adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan
memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan dan suasana
lingkungan yang baik. (Hasibuan, M.,2007).
b. Robbins and Judge (2009) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan
positive tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi karakter-karakter pekerjaan
tersebut.
c. Definisi yang hamper mirip mengenai kepuasan kerja adalah sebagai perasaan
yang menyenangkan sebagai hasil dari persepsi bahwa pekerjaannya memenuhi
nilai-nilai pekerjaan yang penting (Noe, R. A. , et all, 2006).
d. Selanjutnya pendapat dari Kinicki and Kreitner (2005) mendefinisikan kepuasan
kerja sebagai respon sikap atau emosi terhadap berbagai segi pekerjaan
seseorang. Definisi ini memberi arti bahwa kepuasan kerja bukan suatu konsep
tunggal. Lebih dari itu seseorang dapat secara relative dipuaskan dengan satu
aspek pekerjaannya dan dibuat tidak puas dengan satu atau berbagai aspek.
5. e. Dalam pandangan yang hampir sama, Nelson and Quick (2006) menyatakan
bahwa kepuasan kerja adalah suatu kondisi emosional yang positif dan
menyenangkan sebagai hasil dari penilaian pekerjan atau pengalaman pekerjaan
seseorang.
f. Pandangan lain lagi menurut Handoko, T. Hani. (2001) Kepuasan kerja adalah
keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana
para karyawan memandang pekerjaan mereka.
II. Teori Kepuasan Kerja
Menurut Wexley dan Yulk (1977) dalam bukunya yang berjudul Organisational
Behavior And Personnel Psychology, teori – teori tentang kepuasan kerja ada tiga
macam yang lazim dikenal yaitu:
(1) Discrepancy Theory
Teori ini menerangkan bahwa seorang karyawan akan merasa puas bila tidak ada
perbedaan antara apa yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan yang ada.
(2) Equity Theory
Prinsip dari teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas,tergantung
apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi. Menurut
teori ini equity terdiri dari tiga elemen, yaitu :
a. Input, yaitu segala sesuatu yang berharga yang dirasakan oleh karyawan sebagai
sumbangan atas pekerjaannya.
b. Out comes, yaitu segala sesuatu yang berharga yang dirasakan olehkaryawan
sebagai hasil dari pekerjaannya.
c. Comparison persons, yaitu kepada orang lain atau dengan siapa karyawan
membandingkan rasio input – outcomes yang dimilikinya.
6. (3) Two Factor Theory
Prinsip dari teori ini adalah kepuasan dan ketidakpuasan kerja itu merupakan dua hal
yang berbeda, artinya kepuasan dan ketidakpuasan kerja terhadap pekerjaan itu tidak
merupakan suatu variabel yang kontinyu (Herzberg,1966). Teori ini pertama
dikemukakan oleh Herzberg melalui hasil penelitian beliau dengan membagi situasi
yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok,
yaitu :
a) Kelompok satisfiers, yaitu situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan
kerja yang terdiri dari tanggung jawab, prestasi, penghargaan, promosi, dan pekerjaan
itu sendiri.
b) Kelompok dissatisfiers ialah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber
ketidakpuasan, yang terdiri dari kondisi kerja, gaji, penyelia, teman kerja, kebijakan
administrasi, dan keamanan.
Perbaikan terhadap kondisi ini akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan,
tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja.
III. Faktor – Faktor Penentu Kepuasan Kerja
a. Menurut Hasibuan (2007) kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh faktor-
faktor:
1) Balas jasa yang adil dan layak.
Maksudnya balasan atas jasa yang diberikan sesuai dengan apa yang sudah
dilakukan oleh si karyawan. Balas jasa yang dimaksud bisa dalam bentuk
perlakuan yang baik, gaji yang sesuai dan layak serta sesuai dengan standard
yang telah ditentukan, maupun bonus yang diberikan kepada karyawan sesuai
dengan kinerjanya.
2) Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.
Menempatkan karyawan dibagian yang dikuasai dan disesuaikan dengan
7. karakteristiknya masing – masing. Jangan menempatkan orang bagian
lapangan dimana mereka merupakan orang – orang yang biasa bekerja di luar
dibagian accounting dimana mereka harus melakukan pekerjaan – pekerjaan
yang monoton.
3) Berat ringannya pekerjaan.
Hal ini dapat mempengaruhi kepuasan kerja seorang karyawan apabila tidak
disesuaikan dengan kemampuan dalam melakukan pekerjaannya. Berat
ringannya suatu pekerjaan harus juga disesuaikan dengan orang yang
mengerjakan.
4) Suasana dan lingkungan pekerjaan.
Suasana yang kondusif dan kekeluargaan biasanya akan sangat membantu
karyawan dalam melakukan pekerjaannya dengan baik. Sehingga apabila
mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan benar mereka
akan lebih mudah mencapai kepuasan kerja.
5) Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan.
Peralatan yang lengkap dan memadai sesuai dengan apa yang karyawan
butuhkan dapat membantu mereka dalam hal menyelesaikan pekerjaannya
dengan baik tanpa adanya kendala dalam melakukan pekerjaannya, alat
penunjang pekerjaan ini juga dapat menambah semangat karyawan dalam
melakukan pekerjaannya.
6) Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.
Sikap pemimpin yang dapat mengayomi serta membimbing anak buahnya
dengan baik biasanya menjadi faktor yang cukup besar dalam memperoleh
kepuasan kerja bagi karyawannya. Kepemimpinan yang adil dan sikap saling
menghargai akan menambah semangat pada karyawan agar bekerja lebih giat
dan lebih baik lagi. Pemimpin di sini juga bertugas memberikan contoh yang
baik bagi anak buahnya.
7) Sifat pekerjaan monoton atau tidak.
Sifat pekerjaan yang monoton biasanya lebih rentan membuat karyawan
menjadi cepat bosan dalam melakukan pekerjaannya dan akan mengurangi
produktifitas kerja pada akhirnya. Sedangkan jenis pekerjaan yang lebih
8. beragam tetapi tetap disesuaikan dengan kemampuan karyawan akan lebih
menarik minat karyawan dalam mencapai targetnya, dan hal itu dapat
menambah semangat karyawan dalam pekerjaannya.
b. Menurut Robbins dan Judge (2009) ada 21 faktor yang berhubungan dengan
kepuasan kerja yaitu otonomi dan kebebasan, karir benefit, kesempatan untuk
maju, kesempatan pengembangan karir, kompensasi/gaji, komunikasi antara
karyawan dan manajemen, kontribusi pekerjaan terhadap sasaran organisasi,
perasaan aman di lingkungan kerja, kefleksibelan untuk menyeimbangkan
kehidupan dan persoalan kerja, keamanan pekerjaan, training spesifik pekerjaan,
pengakuan manajemen terhadap kinerja karyawan, keberartian pekerjaan,
jejaring, kesempatan untuk menggunakan kemampuan atau keahlian, komitmen
organisasi untuk pengembangan, budaya perusahaan secara keseluruhan,
hubungan sesama karyawan, hubungan dengan atasan langsung, pekerjaan itu
sendiri, keberagaman pekerjaan.
c. Sedangkan menurut Luthans (2005) menyatakan bahwa ada sejumlah faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja. Hal-hal utama dengan mengingat dimensi-
dimensi paling penting yaitu gaji, pekerjaan itu sendiri, promosi, pengawasan,
kelompok kerja dan kondisi kerja.
d. Selanjutnya Nelson and Quick (2006) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja
dipengaruhi 5 dimensi spesifik dari pekerjaan yaitu gaji, pekerjaan itu sendiri,
kesempatan promosi, supervisi dan rekan kerja.
e. Byars and Rue (2005), menyatakan bahwa sistem reward organisasi sering
mempunyai dampak signifikan pada tingkat kepuasan kerja karyawan.
Disamping dampak langsung, cara reward extrinsik diberikan dapat
mempengaruhi reward intrinsik (dan kepuasan) dari penerima. Sebagai contoh
jika tiap orang menerima peningkatan gaji 5 persen adalah sulit untuk
mendapatkan penyelesaian reward. Namun demikian jika kenaikan gaji dikaitkan
langsung dengan kinerja, seorang karyawan yang menerima peningkatan gaji
yang besar akan lebih mungkin mengalami perasaan penyelesaian dan kepuasan.
9. Ada lima komponen utama kepuasan kerja yaitu:
1) Sikap terhadap kelompok kerja
2) Kondisi umum pekerjaan
3) Sikap terhadap perusahaan
4) Keuntungan secara ekonomi
5) Sikap terhadap manajemen
Komponen lain mencakup kondisi pikiran karyawan tentang pekerjaan itu
sendiri dan kehidupan secara umum. Sikap seorang karyawan terhadap pekerjaan
mungkin positif atau negative. Kesehatan, usia, tingkat aspirasi, status sosial,
kegiatan sosial dan politik dapat mempengaruhi kepuasan kerja.
f. Menurut Kreitner dan Kinicki (2005) terdapat lima faktor yang dapat
mempengaruhi timbulnya kepuasan yaitu:
1) Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan). Model ini mengajukan bahwa
kepuasan ditentukan tingkatan karakteristik pekerjaan yang memungkinkan
kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.
2) Discrepancies (perbedaan). Model ini menyatakan bahwa kepuasan
merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan
perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari
pekerjaan. Apabila harapan lebih besar daripada apa yang diterima, orang akan
tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan puas apabila mereka
menerima manfaat diatas harapan.
3) Value attainment (pencapaian nilai). Gagasan value attainment adalah
bahwa kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan peme-
nuhan nilai kerja individual yang penting.
4) Equity (keadilan). Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan meru-
pakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja.
Kepuasan merupakan hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil
kerja dan inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan
perbandingan antara keluaran dan masukkan pekerjaan lainnya.
5) Dispositional/genetic components (komponen genetik). Beberapa rekan kerja
atau teman tampak puas terhadap variasi lingkungan kerja, sedangkan lainnya
10. kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja
sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model
menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting untuk
menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan pekerjaan.
IV. Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja
a. Terhadap Produktivitas Kerja
Lawler dan Porter berpendapat produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari
kepuasan kerja jika tenaga kerja mempresepsikan bahwa ganjaran intrinsik (misalnya rasa
telah mencapai sesuatu) dan ganjaran intrinsik (misalnya gaji) yang diterima kedua -duanya
adil dan wajar dibuktikan dengan unjuk kerja yang unggul (Ashar SunyotoM, 2001:364).
b. Terhadap Kemangkiran Dan Keluarnya Tenaga Kerja
Ketidakhadiran lebih bersifat spontan dan kurang mencerminkan ketidakpuasan kerja,
berbeda dengan berhenti atau keluar dari pekerjaan. Steersdan Rhodes mengembangkan
model pengaruh dari kehadiran. Ada dua faktor pada perilaku hadir yaitu motivasi untuk
hadir dan kemampuan untuk hadir. Mereka percaya bahwa motivasi untuk hadir dipengaruhi
oleh kepuasan kerja.
c. Terhadap Kesehatan
Ada beberapa bukti tentang adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan kesehatan fisik
dan mental. Kajian yang dilakukan oleh Kornhauser tentang kesehatan mental dan kepuasan
kerja adalah untuk semua tingkatan jabatan, persepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan
mereka menuntut penggunaan efektif dari kemampuan mereka berkaitan dengan skor
kesehatan mental yang tinggi.
d. Variabel sikap.
Variabel ini merefleksikan tingkat kesukaan dan ketidaksukaan karyawan. Kepuasan kerja
memiliki hubungan yang positif dengan banyaknya ukuran yang menunjukkan dampak
positif, seperti keikutsertaan dalam pekerjaan maupun mood kerja yang positif. Namun
11. beberapa studi juga menunjukkan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan yang negatif
dengan variabel-variabel seperti frustasi, kecemasan, dan tekanan kerja.
e. Variabel Ketidakhadiran.
Ketidakhadiran mewakili sebuah cara umum seorang karyawan melakukan penarikan diri
dari pekerjaan mereka. Sementara dari sudut pandang praktikal, ketidakhadiran adalah
sebuah masalah yang sangat merugikan untuk banyak organisasi. Ketika karyawan tidak
hadir, pekerjaan mungkin tidak akan selesai atau akan dikerjakan oleh karyawan yang
pengalamannya lebih sedikit.
f. Variabel Pergantian Karyawan.
Hubungan lain dari kepuasan kerja yang banyak menarik perhatian peneliti dan manajer
adalah pergantian karyawan. Beberapa pergantian di dalam organsasi tidak dapat dielakkan,
dan dalam beberapa kasus lainnya mungkin malah diinginkan oleh organisasi. Tingkat
pergantian karyawan yang tinggi juga memiliki dampak yang besar terhadap gambaran
publik terhadap organisasi tersebut.
g. Variabel Performa Kerja.
Salah satu cara untuk membuat karyawan lebih produktif adalah dengan membuat mereka
lebih puas. Vroom’s Expectancy Theory (1964) menyatakan bahwa karyawan akan menaruh
usaha yang lebih bila mereka percaya bahwa usaha tersebut akan menjadi performa dengan
level tinggi, dan performa tersebut dapat menghasilkan hasil yang memuaskan.. Ostroff
(1992) menyebutkan bahwa meskipun karyawan yang sangat puas dengan pekerjaan mereka
mungkin belum tentu dapat memiliki performa kerja yang lebih baik bila dibandingkan
dengan karyawan yang lebih tidak puas,
12. DAFTAR PUSTAKA
1. Hasibuan, M. 2007. Management Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Indonesia
Jakarta. Hal. 202.
2. Robbins, S.P. and T.A. Judge. 2009. Organizational Behavior. Pearson Prentice Hall.
United State Of America. New York. Hal. 113.
3. Noe, R. A. , et all. 2006. Human Resources Management. Mc Graw-Hill. New York.
Hal. 436.
4. Kinicki, Angelo and R. Kreitner. 2005. Organizational Behavior Key concepts skills and
best Practice. Mc Graw-Hill. New York. Hal. 125.
5. Nelson, D.L. and J.C. Quick. 2006. Organizatonal Behavior Foundations Realities and
Challenges Thompson South Western. United States of America. Hal. 120.
6. Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogjakarta: BPFE, Hal. 193.