Cimahitoto: Situs Togel Online Terpercaya untuk Penggemar Judi
Kepuasan Kerja_20231018_081209_0000.pptx
1. KEPUASAN
KERJA
Judul Buku : Psikologi Industri dan
Organisasi
BAB 10
Ashar Sunyoto Munandar
Fakultas Psikologi
Universitas Persada Indonesia Y.A.I
2. KELOMPOK 8
ANGGOTA :
Cut Novira Azzahra (2224090218)
Eulis Tursia Safira (2224090139)
Khansa Naila Putri (2224090162)
Davina Maharani (2224090163)
Annisa Nur Qisty (2024090020)
Novitasari (2024090094)
3. A. Pengantar
B. Teori-teori Kepuasan Kerja
C. Faktor-faktor Penentu Kepuasan Kerja
D. Dampak dari Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja
DAFTAR ISI
4. Tidak ada definisi tunggal untuk kepuasan kerja. Locke mendefinisikannya sebagai penilaian terhadap
pekerjaan yang mencapai nilai-nilai pekerjaan penting, selama sesuai dengan kebutuhan dasar individu.
Jadi, kepuasan kerja terjadi ketika pekerjaan sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan dasar. Dalam
definisi Locke, ada dua elemen penting: nilai-nilai pekerjaan dan kebutuhan dasar. Nilai-nilai pekerjaan
adalah tujuan dalam pekerjaan yang sesuai dengan nilai-nilai individu. Kepuasan kerja terjadi saat nilai-
nilai ini memenuhi kebutuhan dasar. Ini berhubungan erat dengan motivasi kerja.
Sedangkan Howell dan Dipboye melihat kepuasan kerja sebagai hasil dari seberapa banyak seseorang
menyukai berbagai aspek pekerjaannya. Dengan kata lain, kepuasan kerja mencerminkan sikap
seseorang terhadap pekerjaannya secara keseluruhan.
PENGANTAR
5. (Howell & Dipboye, 1986).
Beberapa Model dari Hubungan Kausal antara Motivasi Kerja, Unjuk-kerja, dan Sikap Kerja.
Model A menunjukkan bahwa kondisi kerja mempengaruhi sikap kerja individu terhadap pekerjaan dan organisasi. Sikap
ini memengaruhi sejauh mana seseorang akan berusaha dalam pekerjaannya. Oleh karena itu, manajemen harus
menciptakan kondisi kerja yang mendorong sikap kerja yang positif, karena ini dapat meningkatkan produktivitas.
Model B menekankan bahwa sikap kerja dipengaruhi oleh motivasi dan unjuk kerja. Jika karyawan bekerja keras dan
berhasil, mereka akan merasa bangga dengan pencapaian mereka dan memiliki sikap positif terhadap pekerjaan dan
perusahaan. Dalam hal ini, manajemen harus fokus pada motivasi karyawan, memberi mereka kesempatan untuk
berprestasi, dan memberikan umpan balik yang memadai.
Model C menyatakan bahwa sikap kerja dan unjuk kerja tidak memiliki keterkaitan langsung. Mereka adalah hasil dari
kondisi kerja dan motivasi yang berbeda. Model ini menyarankan bahwa manajemen perlu mengambil tindakan yang
berbeda untuk memengaruhi sikap kerja dan untuk memotivasi karyawan mencapai unjuk kerja yang lebih tinggi.
MODEL A
Kondisi Kerja Sikap Kerja Motivasi Kerja Unjuk Kerja
MODEL B
Kondisi Kerja Motivasi Kerja Unjuk Kerja Sikap Kerja
Motivasi Kerja 2 Unjuk
Kondisi Kerja 2
Kerja
Motivasi Kerja 1 Sikap
MODEL C
Kondisi Kerja 1
Kerja
6. Porter-Lawler (1968) yang mengembangkan
model motivasi harapan dari Vroom melihat
hubungan timbal balik antara motivasi kerja dan
kepuasan kerja. Dalam Pengembangan Model
Motivasi Harapan Vroom oleh Porter-Lawler
(dalam: Dipboye, Smith, Howell, 1994) dijabarkan:
Motivasi, kemampuan, dan persepsi peran
mempengaruhi unjuk kerja dan imbalan. Imbalan
yang dianggap adil akan memengaruhi kepuasan
kerja. Nilai imbalan yang diperoleh dan
probabilitas untuk mendapatkannya dengan
usaha tertentu akan memengaruhi motivasi, yang
selanjutnya memengaruhi unjuk kerja. Dalam
model Porter-Lawler, kepuasan kerja dipengaruhi
oleh perbedaan antara imbalan yang diharapkan
dan yang sebenarnya diterima.
Value of
Reward
Effort
Perceived
Effort-
Reward
Probability
Abilities
and Traits
Role
Perception
Performance
(Accomplishment)
Rewards
(Fulfilment)
Perceived
Equitable
Rewards
Satisfaction
PENGEMBANGAN MODEL MOTIVASI HARAPAN
VROOM OLEH PORTER-LAWLER (DALAM:
DIPBOYE, SMITH, HOWELL, 1994)
7. TEORI-TEORI KEPUASAN KERJA
1. TEORI PERTENTANGAN (DISCREPANCY THEORY)
Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah dari kepuasan kerja dari setiap aspek
pekerjaan dikalikan dengan derajat pentingnya aspek pekerjaan bagi individu. Menurut teori ini bahwa
kepuasan atau ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan penimbangan dua nilai
sebagai berikut :
1.Pertentang yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan seseorang individu dengan apa yang ia terima
2.Pentingnya apa yang diinginkan bagi individu.
Contohnya tambahan waktu libur akan menunjang kepuasan tenaga kerja yang menikmati waktu luang setelah
bekerja, tetapi tidak menunjang kepuasan kerja seorang tenaga kerja lain yang merasa waktu luangnya tidak
dapat dinikmati.
8. 2. MODEL DAN KEPUASAN BIDANG / BAGIAN (FACET SATISFACTION)
Menurut Lawler, orang akan puas dengan bidang tertentu dari pekerjaan mereka (misalnya dengan rekan kerja,
atasan, gaji) jika jumlah dari bidang mereka persepsikan untuk mereka terima dalam bekerja sama dengan jumlah
yang mereka persepsikan dari yang secara aktual mereka terima.
Menurut model ini, jumlah bidang yang dipersepsikan tiap individu tergantung pada :
1.Bagaimana mereka mempersepsikan masukan pekerjaan, ciri-ciri pekerjaannya.
2.Bagaimana mereka mempersepsikan masukan dan keluaran dari orang lain yang dijadikan pembanding bagi
mereka.
Menurut model ini, jumlah dari bidang yang dipersepsikan orang dari apa yang secara aktual mereka terima
tergantung pada :
1.Bagaimana hasil-keluaran yang secara aktual mereka terima
2.Bagaimana hasil-keluaran yang dipersepsikan dari orang dengan siapa mereka dibandingkan diri mereka
sendiri.
Contohnya jika individu mempersepsikan jumlah yang ia terima sebagai lebih besar daripada yang sepatutnya ia
terima, ia akan merasa salah dan tidak adil. Sebaliknya jika ia mempersepsikan bahwa yang ia terima kurang dari
yang sepatutnya ia terima, ia akan merasa tidak puas.
9. 3. TEORI PROSES-BERTENTANGAN (OPPONENT-PROCESS THEORY)
Teori ini menekankan bahwa individu ingin mempertahankan suatu keseimbangan emosional (emotional
equilibrium). Teori ini mengasumsikan bahwa kondisi emosional yang ekstrim tidak memberikan kemaslahatan.
Kepuasan atau ketidakpuasan kerja (dengan emosi yang berhubungan) memacu mekanisme fisiologikal dalam
sistem pusat saraf yang membuat aktif emosi yang bertentangan atau berlawanan.
Contohnya jika orang memperoleh ganjaran pada pekerjaan mereka akan merasa senang, sekaligus ada rasa tidak
senang (yang lebih lemah). Setelah beberapa saat rasa senang menurun dan dapat menurun sedemikian rupa
sehingga orang merasa agak sedih sebelum kembali normal. Hal ini dikarenakan emosi tidak senang (emosi yang
berlawanan) berlangsung lebih lama.
Dalam aplikasinya bahwa pengukuran kepuasan kerja perlu dilakukan secara periodik dengan interval waktu yang
sesuai karena kepuasan kerja bervariasi secara mendasar dari waktu ke waktu.
10. FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEPUASAN
KERJA
1. Ciri-Ciri Intrinsik Pekerjaan
Menurut Locke, ciri-ciri intrinsik pekerjaan yang menentukan kepuasan kerja ialah keragaman, kesulitan,
jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas.
Berdasarkan survei diagnostik pekerjaan diperoleh hasil tentang lima ciri yang memperlihatkan kaitannya
dengan kepuasan kerja untuk berbagai macam pekerjaan, yaitu :
1.Keragaman keterampilan. Makin banyak ragam keterampilan yang digunakan, makin kurang
membosankan pekerjaan.
2.Jati diri tugas (task identity). Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan
yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri akan menimbulkan rasa tidak puas.
3.Tugas yang penting (task significance). Jika tugas dirasakan penting dan berarti, maka ia cenderung
mempunyai kepuasan kerja.
4.Otonomi. Pekerjaan yang memberikan kebebasan, ketidakgantungan dan peluang mengambil
keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja.
5. Pemberian balikan pada pekerjaan membantu meningkatkan tingkat kepuasan kerja.
11. Berdasarkan ciri-ciri intrinsik di atas, Hackman dan Oldham (1976) mengembangkan model karakteristik kerja dari
motivasi kerja. Mereka mengasumsikan bahwa ciri-ciri pekerjaan di atas menimbulkan tiga Critical Psychological States,
yaitu : (1). Experienced Meaningfulness of the work; (2). Experienced Responsibility for Outcomes of the Work; (3).
Knowledge of the Actual Results of the Work Activities. Dari ketiga kondisi di atas, menghasilkan empat macam Personal
and Work Outcomes (Keluaran Pribadi dan Kerja), yaitu : (1).Motivasi kerja internal yang tinggi, (2). Untuk kerja yang
bermutu tinggi, (3). Kepuasan kerja yang tinggi dengan pekerjaan, dan (4). Angka kemangkiran dan keluar pegawai yang
rendah. Berdasarkan ciri-ciri intrinsik pekerjaan, mereka membuat satu rumus untuk mengetahui skor potensi motivasi,
sebagai berikut :
Motivation Potential Score :
(keragaman keterampilan + jati diri tugas + signifikansi tugas) × otonomi × balikan
3
Model karakteristik pekerjaan dari motivasi kerja menunjukkan hubungan yang erat dengan
kepuasan kerja. Namun, perlu ditambahkan catatan tentang keragaman keterampilan yang
diperlukan oleh pekerjaan agar tidak membosankan.
12. 2. Gaji Penghasilan, Imbalan yang Dirasakan Adil (Equittable Reward)
Siegel & Lane mengutip kesimpulan beberapa ahli yang meninjau kembali hasil-hasil penelitian tentang
pentingnya gaji sebagai penentu dari kepuasan kerja. Ternyata, menurut hasil penelitian yang dilakukan
Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang diterima. Derajat sejauh
mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan.
Di samping memenuhi kebutuhan-kebutuhan tingkat rendah (makanan, perumahan), uang merupakan
simbol dari capaian, keberhasilan, dan pengakuan/penghargaan. Jumlah gaji yang diperoleh dapat
secara nyata mewakili kebebasan untuk melakukan apa yang ingin dilakukan.
13. Dengan menggunakan Teori keadilan Adams telah dilakukan berbagai penelitian, salah satu hasilnya
ialah orang yang menerima gaji yang dipersepsikan sebagai terlalu kecil atau terlalu besar akan
mengalami distess atau ketidakpuasan.
Yang penting ialah sejauh mana gaji yang diterima dirasakan adil.
Herzberg memasukkan faktor gaji/imbalan ke dalam faktor kelompok hygiene. Jika dianggap gajinya
terlalu rendah, tenaga kerja akan merasa tidak puas. Namun jika dirasakan tinggi atau dirasakan
sesuai dengan harapan, maka istilah Herzberg adalah tenaga kerja tidak lagi tidak puas. Artinya tidak
ada dampak pada motivasi kerjanya.
Uang atau imbalan akan mempunyai dampak terhadap motivasi kerjanya jika besarnya imbalan
disesuaikan dengan tinggi prestasi kerjanya.
14. 3. Penyeliaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu ciri kepemimpinan yang secara konsisten berkaitan
dengan kepuasan kerja, yaitu penenggangan rasa ( consideration ).
Locke menemukan dua jenis dari hubungan atasan-bawahan: yaitu hubungan fungsional dan keseluruhan
(entity). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana penyelia nembantu tenaga kerja, untuk memuaskan
nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Misalnya jika kerja yang menantang penting bagi tenaga
kerja, penyelianya membantu memberikan pekerjaan yang menantang kepadanya. Hubungan keseluruhan
didasarkan pada ketertarikan antarpribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. Misalnya
atasan dengan bawahannya saling tertarik karena dua-duanya senang bermain bridge, atau dua-duanya
mempunyai pandangan hidup yang sama. Berdasarkan model dari Locke ini orang dapat memiliki hubungan
keseluruhan yang baik tapa harus memiliki hubungan fungsional yang baik, dan sebaliknya.
15. 4. Rekan-rekan Sejawat yang Menunjang
Ada tenaga kerja yang dalam menjalankan tugas pokerjaanya memperoleh masukannya (dalam bentuk tertentu)
dari tenaga kerja lain. Keluarannya (barang yang setengah jadi) menjadi masukan untuk tenaga kerja lainnya.
Misalnya, pekerja mendapat tembakau dan kertas rokok sebagai masukan, melinting rokok kretek yang
ujungnya masih belum rata, tembakaunya masih keluar. Rokok setengah jadi merupakan masukan dari pekerja
lain yang memotong rapi tembakau yang berlebih. Rokok yang sudah terpangkas merupakan masukan untuk
pekerja membungkus rokok dan seterusnya. Hubungan yang ada antarpekerja adalah hubungan
Ketergantungan sepihak, yang bercorak fungsional. Kejengkelan timbul jika masukan yang diterima tidak
memenuhi mutu dan tidak memenuhi jumlah yang ditentukan. Dalam kenyataannya hal ini jarang terjadi, bahkan
dicegah jangan sampai terjadi
5. Kondisi Kerja yang Menunjang
Bekerja dalam ruangan kerja yang sempit, panas, yang cahaya lampunya menyilaukan mata, kondisi kerja yang
tidak mengenakkan (uncomfortable) akan menimbulkan keengganan untuk bekerja. Orang akan mencari alasan
untuk sering-sering keluar ruangan kerjanya.
Perusahaan perlu menyediakan ruang kerja yang terang, sejuk, dengan peralatan kerja yang enak untuk
digunakan, meja dan kursi kerja yang dapat diatur tinggi-rendah, miring-tegak duduknya. Kondisi kerja yang
memperhatikan prinsip-prinsip ergonomi. Dalam kondisi kerja seperti itu kebutuhan-kebutuhan fisik dipenuhi
dan memuaskan tenaga kerja.
16. 1. Dampak terhadap Produktivitas
Awalnya orang berpendapat bahwa produktivitas dapat dinaikkan dengan menaikkan kepuasan kerja. Hubungan
antara produktivitas dan kepuasan kerja sangat kecil. Kenyataan ini sebagian dapat dijelaskan dengan
mengatakan bahwa produktivitas dipengaruhi oleh banyak faktor moderator di samping kepuasan kerja. Akhir-
akhir ini terdapat pandangan bahwa kepuasan kerja mungkin merupakan akibat, dan bukan merupakan sebab dari
produktivitas. Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari
kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran intrinsik (rasa telah mencapai sesuatu)
dan ganjaran ekstrinsik (gaji) yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk-kerja
yang unggul. Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik berasosiasi dengan unjuk-
kerja, maka kenaikan dalam unjuk-kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja.
DAMPAK DARI KEPUASAN DAN
KETIDAKPUASAN KERJA
17. 2. Dampak terhadap Ketidakhadiran (Absenteism) dan Keluarnya Tenaga Kerja (Turnover)
Menurut Porter dan Steers, ketidakhadiran dan berhenti kerja merupakan jenis jawaban yang
secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan dan dengan demikian kurang
mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja. Lain halnya dengan berhenti atau keluar dari
pekerjaan, perilaku ini mempunyai konsekuensi ekonomis yang besar, maka kemungkinan
besar perilaku ini berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Penelitian menunjukkan tidak ada
hubungan antara ketidakhadiran dengan kepuasan kerja. Steers dan Rhodes mengembangkan
model dari pengaruh terhadap kehadiran. Ada dua faktor pada perilaku hadir, yaitu motivasi
untuk hadir dan kemampuan untuk hadir. Mereka percaya bahwa motivasi untuk hadir
dipengaruhi oleh kepuasan kerja dalam kombinasi dengan tekanan internal dan eksternal untuk
datang pada pekerjaan
Mobley, Horner, dan Hollingworth menunjukkan model meninggalkan pekerjaan. Setelah
tenaga kerja menjadi tidak puas terjadi berpikir untuk meninggalkan pekerjaan) sebelum
mengambil keputusan untuk meninggalkan pekerjaan. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat
dari kepuasan kerja berkorelasi dengan pemikiran untuk meninggalkan pekerjaan, dan bahwa
niat tersebut berkorelasi dengan meninggalkan pekerjaan secara aktual.
18. Menurut Robbins (1998), ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja dapat diungkapkan ke
dalam berbagai macam cara:
1.Keluar (Exit): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan
(mencari pekerjaan lain)
2.Menyuarakan (Voice): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan melalui usaha aktif dan
konstruktif untuk memperbaiki kondisi (memberikan saran perbaikan, mendiskusikan
masalah dengan atasan)
3.Mengabaikan (Neglect): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap
membiarkan keadaan menjadi lebih buruk (sering absen, datang terlambat, upaya
berkurang, kesalahan yang dibuat semakin banyak)
4.Kesetiaan (Loyalty): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan memunggu secara
pasif sampai kondisi menjadi lebih baik (membela perusahaan terhadap kritik dari luar
dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan melakukan yang tepat untuk
memperbaiki kondisi)
19. 3. Dampak terhadap Kesehatan
Salah satu penemuan Kornhauser tentang kesehatan mental dan kepuasan
kerja, bahwa untuk semua tingkatan jabatan, persepsi dari tenaga kerja bahwa
pekerjaan menuntut penggunaan efektif dari kecakapan berkaitan dengan skor
kesehatan mental yang tinggi. Skor tersebut berkaitan dengan tingkat dari
kepuasan kerja dan tingkat dari jabatan.
Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan,
hubungan kausalnya masih tidak jelas. Diduga kepuasan kerja menunjang
tingkat dari fungsi fisik dan mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda
kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling
mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang
lain dan sebaliknya penurunan yang satu mempunyai akibat yang negatif pada
yang lainnya.
20. MIND
MAP
4.DAMP
AK KEPUASAN DAN
KETIDAKPUASAN KERJA
tEoRi
PERtEntAnGAn
TEORI PROSES
BERTENT
ANGAN
MODEL
KEPUASAN BIDANG
2. tEORI-TEORI
KEPUASAN KERJA
HUBUNGANANT
ARA MOTIVASI
KERJA,UNJUK KERJA, DAN
SIKAP KERJA
3.F
AKTOR-F
AKTOR
PENENTTUKEPUASAN
KERJA
1.PENGANT
AR
“TIDAK ADA DEFINISI
TUNGGAL UNTUK KEPUASAN
KERJA.”