1. MAKALAH AGAMA ISLAM III
“SHALAT”
Dosen Pengampu : Abdul Hamid Aly,S.Pd.,M.Pd
Disusun oleh:
1. Mohammad Hamami Najih (21601081505/M2)
2. Dwi Ihsani Mahendra P (21801081377/M2)
3. Aslinda (21801081416/M2)
4. Vindha Ayu Novitasari (21801081424/M2)
5. Ahmad Junaidi (21801081534/M2)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISALAM MALANG
2019
2. i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
limpahan rahmat-Nya –lah maka kami biasa menyelesaikan makalaah ini.
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk pemenuhan tugas mata kuliah
“AGAMA ISLAM III” yang diampu oleh Bapak Abdul Hamid Aly,S.Pd.,M.Pd yang
merupakan dosen serta pembimbing kami dalam proses pembuatan makalah ini. Tak lupa
pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan
memebantu proses penyusunan makalah ini sehingga bisa selesai tepat pada waktunya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka pemenuhan wawasan
serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalaah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa ada saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat di pahami bagi siapapun yang membacanya. Akhir kata,
kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca sekalian.
Malang, 26 September 2019
Penulis
3. ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I .........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN .....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN ........................................................................................................................2
2.1 Pelafalan Niat ..............................................................................................................2
2.2 Qadla’, Jama’ dan Qashar Shalat ................................................................................2
2.3 Shalat Jamaah..............................................................................................................6
2.4 Bacaan dalam Shalat ...................................................................................................7
2.5 Sirah Nabawiyah II : Fadhilah dan Keutamaan Shalat Tepat Waktu dan Shalat
Berjamaah.............................................................................................................................11
BAB III ....................................................................................................................................13
PENUTUP................................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................14
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Shalat merupakan rukun islam kedua yang juga merupakan tiang agama. Shalat juga
termasuk Ibadah yang pertama diwajibkan Allah kepada Nabi Muhammad ketika Isra’
Mi’raj. Kata Shalat secara Etimologis berarti do’a. Adapun shalat secara Terminologis
adalah seperangkat perkataan dan perbuatan yang dilakukan dengan beberapa syarat tertentu
dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.Makna bathin juga dapat ditemukan dalam
sholat yaitu: kehadiran hati,tafahhum(Kefahaman terhadap ma’na pembicaraan),ta’dzim
(Rasa hormat), mahabbah, raja’(harap) dan haya(rasa malu), yang keseluruhannya itu
ditujukan kepada Allah sebagai Ilaah.
Sesungguhnya shalat merupakan sistem hidup, manhaj tarbiyah danta’lim yang
sempurna, yang meliputi (kebutuhan) fisik, akal dan hati. Tubuh menjadi bersih dan
bersemangat, akal bisa terarah untuk mencerna ilmu, dan hati menjadi bersih dan suci. Shalat
merupakan tathbiq ‘amali (aspek aplikatif)dari prinsip-prinsip Islam baik dalam aspek politik
maupun sosialkemasyarakatan yang ideal yang membuka atap masjid menjadi terus
terbukasehingga nilai persaudaraan, persamaan dan kebebasan itu terwujud nyata.Terlihat
pula dalam shalat makna keprajuritan orang-orang yang beriman,ketaatan yang paripurna
dan keteraturan yang indah.
Adapun yang menjadi landasan kefarduan shalat, diantaranya surat Al-baqarah ayat 45
dan ayat 100: “ .. dirikanlah Shalat dan tunaikanlah zakat..’’ ; “ dan memohonlah
pertolongan dengan sabar dan shalat..”.
Begitulah orang-orang yang beriman itu bukanlah orang yang melaksanakan ritual dan
gerakan-gerakan yang diperintahkan dalam sholat semata tetapi dapat mengaplikasikannya
dalam keseharianya. Sholat sebagai salah satu penjagaan bagi orang-orang yang beriman
yang benar-benar melaksanakannya
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelafalan niat?
2. Apa pengertian Qadla’, Jama’, dan Qashar Shalat?
3. Apa pegertian shalat jamaah?
4. Apa saja bacaan dalam shalat?
5. Apa Fadhilah dan keutamaan shalat tepat waktu dan shalat berjamaah?
5. 2
BAB II
PEMBAHASAN
5.1 Pelafalan Niat
5.1.1 Niat
Niat (ية ن ) adalah keinginan dalam hati untuk melakukan suatu tindakan yang
ditujukan hanya kepada Allah. niat adalah tolok ukur suatu amalan; diterima atau
tidaknya tergantung niat dan banyaknya pahala yang didapat atau sedikit pun
tergantung niat. Niat adalah perkara hati yang urusannya sangat penting, seseorang
bisa naik ke derajat shiddiqin dan bisa jatuh ke derajat yang paling bawah
disebabkan karena niatnya. Menurut kesepakatan para pengikut mazhab Imam
Syafi’i dan Imam Hambali hukum melafalkan niat shalat pada saat menjelang
takbiratul ihram adalah sunnah karena melafalkan niat sebelum takbir dapat
membantu untuk mengingatkan hati sehingga membuat seseorang lebih khusyu’
dalam melaksanakan shalatnya. Jika seseorang salah dalam melafalkan niat sehingga
tidak sesuai dengan niatnya, seperti melafalkan niat shalat Dzuhur tetapi niatnya
shalat ‘Ashar, maka yang dianggap adalah niatnya bukan lafal niatnya. Sebab apa
yang diucapkan oleh mulut itu (shalat Dzuhur) bukanlah niat, ia hanya membantu
mengingatkan hati. Salah ucap tidak mempengaruhi niat dalam hati sepanjang niatnya
itu masih benar.
5.1.2 Syarat sah dalam ibadah ada empat hal yaitu:
1. Islam
2. berakal sehat (tamyiz)
3. Mengetahui sesuatu yang diniatkan, hal ini menjadi tolok ukur tentang
4. Diwajibkannya niat. Menurut ulama fiqh, niat diwajibkan dalam dua hal.
Pertama, untuk membedakan antara ibadah dengan kebiasaan (adat), seperti
membedakan orang yang beri’tikaf di masjid dengan orang yang beristirah di
masjid. Kedua, untuk membedakan antara suatu ibadah dengan ibadah lainnya,
seperti membedakan antara shalat Dzuhur dan shalat Ashar
5. Tidak ada sesuatu yang merusak niat
5.2 Qadla’, Jama’ dan Qashar Shalat
5.2.1 Qadla’ Shalat
Mengqadla’ shalat artinya mengerjakan shalat di luar waktu sebenarnya untuk
menggantikan shalat yang terlewat. Para ulama merinci menjadi dua keadaan:
1. Tidak sengaja meninggalkan shalat
Dalam keadaan tidak sengaja meninggalkan shalat, seperti karena ketiduran,
lupa, pingsan, dan lainnya, maka para ulama bersepakat bahwa wajib
hukumnya mengqadha shalat yang terlewat. Berdasarkan sabda
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
نمانَ َع ةمٍلفيلف ِّها اذ َنم اذ
“Barangsiapa yang terlewat shalat karena tidur atau karena lupa, maka ia wajib
shalat ketika ingat,” (HR. Al Bazzar 13/21, shahih).
6. 3
Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan menjelaskan: “orang yang hilang akalnya
karena tidur, atau pingsan atau semisalnya, ia wajib mengqadla’ shalatnya
ketika sadar” (Al Mulakhash Al Fiqhi, 1/95, Asy Syamilah).
Dan tidak ada dosa baginya jika hal tersebut bukan karena lalai, karena shalat
yang dilakukan dalam rangka qadha tersebut merupakan kafarah dari perbuatan
meninggalkan shalat tersebut. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
َذا منناَ عٍَ مةيٍفعلَ َها مةعََّمرَُل مةَ ا َمن ََا ذها رٍهن
“barangsiapa yang lupa shalat, atau terlewat karena tertidur, maka
kafarahnya adalah ia kerjakan ketika ia ingat” (HR. Muslim no. 684).
2. Sengaja meninggalkan shalat
Imam Ibnu Hazm Al Andalusi mengatakan: “adapun orang yang
sengaja meninggalkan shalat hingga keluar waktunya, maka ia tidak akan bisa
mengqadhanya sama sekali. Maka yang ia lakukan adalah memperbanyak
perbuatan amalan kebaikan dan shalat sunnah. Untuk meringankan
timbangannya di hari kiamat. Dan hendaknya ia bertaubat dan memohon
ampunan kepada Allah Azza wa Jalla” (Al Muhalla, 2/10, Asy Syamilah).
Selain itu, Allah Ta’ala telah menjadikan batas awal dan akhir waktu
bagi setiap shalat. Yang menjadikannya sah pada batas waktu tertentu dan
tidak sah pada batas waktu tertentu. Maka tidak ada bedanya antara shalat
sebelum waktunya dengan shalat sesudah habis waktunya. Karena keduanya
sama-sama shalat di luar waktunya. Dan ini bukanlah mengqiyaskan satu sama
lain, melainkan merupakan hal yang sama, yaitu sama-sama melewati batas
yang ditentukan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman: ‘barangsiapa yang
melewati batasan Allah sungguh ia telah menzalimi dirinya sendiri‘ (QS. Ath
Thalaq: 1).
Selain itu juga, qadha shalat adalah pewajiban dalam syariat. Dan setiap
yang diwajibkan dalam syariat tidak boleh disandarkan kepada selain Allah
melalui perantara lisan Rasulnya” (Al Muhalla, 2/10, Asy Syamilah).
Waktu pengerajaan Shalat
Ketika seseorang sedang melakukan salat sesuai waktunya yang meskipun
baru mengerjakan satu rakaat dan pada rakaat berikutnya waktu salat tersebut habis,
maka salat tersebut di hitung salat dalam waktunya (bukan qadha). Waktu yang
telah ditetapkan untuk pengerjaan salat subuh dari terbitnya fajar sampai terbitnya
matahari. Untuk salat Zhuhur, dari azan Zhuhur sampai waktu yang digunakan
selama 4 rakaat sebelum azan maghrib (sesuai pendapat Imam Khomeini
ra, Ghulpaigani, Araki, Fadhil Lankarani, Luthfullah Shafi Gulpaigani, Nuri
dan Zanjani) atau terbenamnya matahari (Menurut pendapat marja'-marja' yang
berikut: Khamenei, al-Khui, Bahjat, Makarim dan Wahid). Untuk salat ashar dari
setelah salat Zhuhur sampai satu rakaat sebelum azan maghrib atau terbenamnya
matahari. Untuk salat maghrib dari azan maghrib sampai 4 rakaat tersisa sebelum
masuknya pertengahan malam syar'i dan untuk salat isya dari setelah salat maghrib
sampai satu rakaat tersisa sebelum masuknya waktu pertengahan malam syar'i.
2.2.2 Jama’ dan Qashar Shalat
Shalat Jama’ yaitu shalat yang dilaksanakan dengan mengumpulkan dua salat
wajib dalam satu waktu, seperti salat Zuhur dengan Asar dan salat Magrib dengan
salat Isya (khusus dalam perjalanan). Adapun pasangan salat yang bisa dijamak
7. 4
adalah salat Dzuhur dengan Ashar atau salat Maghrib dengan Isya. Salat jamak
dibedakan menjadi dua tipe yakni:
1. Jama' Taqdim penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dengan
cara memajukan salat yang belum masuk waktu ke dalam salat yang telah
masuk waktunya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Asar dengan salat
Zuhur pada waktu salat Zuhur atau pelaksanaan salat Isya dengan salat
Magrib pada waktu salat Magrib).
2. Jama' Ta'khir penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dengan
cara mengundurkan salat yang sudah masuk waktu ke dalam waktu salat yang
berikutnya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Zuhur dengan salat Asar
pada waktu salat Asar, atau pelaksanaan salat Magrib dengan salat Isya pada
waktu salat Isya)
Syarat jamak takdim :
1. Tertib. Apabila musafir akan melakukan jamak salat dengan jamak taqdim,
maka dia harus mendahulukan salat yang punya waktu terlebih dahulu.
Semisal musafir akan menjamak salat maghrib dengan shoalt isya', maka dia
harus mengerjakan salat maghrib terlebih dahulu. Apabila yang dikerjakan
terlebih dahulu adalah salat isya', maka salat salat isya'nya tidak sah. Dan
apabila dia masih mau melakukan jamak, maka harus mengulangi salat
isya'nya setelah salat maghrib.
2. Niat jamak pada waktu salat yang pertama. Apabila musafir mau melakukan
salat jamak dengan jamak taqdim, maka diharuskan niat jamak pada waktu
pelaksanaan salat yang pertama. Jadi, selagi musholli masih dalam salat yang
pertama (asal sebelum salam), waktu niat jamak masih ada, namun yang lebih
baik, niat jamak dilakukan bersamaan dengan takbiratul ihram.
3. Muwalah (bersegera). Antara kedua salat tidak ada selang waktu yang
dianggap lama. Apabila dalam jamak terdapat pemisah (renggang waktu)
yang dianggap lama, seperti melakukan salat sunah, maka musholli tidak
dapat melakukan jamak dan harus mengakhirkan salat yang kedua serta
mengerjakannya pada waktu yang semestinya.
4. Masih berstatus musafir sampai selesainya salat yang kedua. Orang yang
menjamak salatnya harus berstatus musafir sampai selesainya salat yang
kedua. Apabila sebelum melaksanakan salat yang kedua ada niatan muqim,
maka musholli tidak boleh melakukan jamak, sebab udzurnya dianggap habis
dan harus mengakhirkan salat yang kedua pada waktunya.
Syarat jamak ta'khir :
1. Niat menjamak ta'khir pada waktu shalat yang pertama. Misalnya, jika waktu
shalat zhuhur telah tiba, maka ia berniat akan melaksanakan shalat zhuhur
tersebut nanti pada waktu ashar.
2. Pada saat datangnya waktu shalat yang kedua, ia masih dalam perjalanan.
Misalnya, seseorang berniat akan melaksanakan shalat zhuhur pada waktu
ashar. Ketika waktu ashar tiba ia masih berada dalam perjalanan. Dalam
jamak ta'khir, shalat yang dijamak boleh dikerjakan tidak menurut urutan
waktunya. Misalnya shalat zhuhur dan ashar, boleh dikerjakan zhuhur dahulu
atau ashar dahulu. Di samping itu antara shalat yang pertama dan yang kedua
8. 5
tidak perlu berturut-turut (muwalat). Jadi boleh diselingi dengan perbuatan
lain, misalnya shalat sunat rawatib.
Salat Qasar adalah melakukan salat dengan meringkas/mengurangi jumlah rakaat
salat yang bersangkutan. Salat Qasar merupakan keringanan yang diberikan
kepada mereka yang sedang melakukan perjalanan (safar). Adapun salat yang
dapat diqasar adalah salat zuhur, asar dan isya, di mana rakaat yang aslinya
berjumlah 4 dikurangi/diringkas menjadi 2 raka'at saja.dan tidak boleh mengqasar
salat subuh dengan zuhur dan harus berpasangan zuhur dengan ashar magrib
dengan isya. Salat qashar merupakan salah satu keringanan yang diberikan Allah.
Salat qasar hanya boleh dilakukan oleh orang yang sedang bepergian (musafir).
Dan diperbolehkan melaksanakannya bersama Shalat Jama’.
Dalil Naqli Qashar Shalat :
- “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu
mengqasar salat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir.
Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS
an-Nisaa’ 101)
- Dari ‘Aisyah ra berkata: “Awal diwajibkan salat adalah dua rakaat, kemudian
ditetapkan bagi salat safar dan disempurnakan ( 4 rakaat) bagi salat hadhar
(tidak safar).” (Muttafaqun ‘alaihi)
- Dari ‘Aisyah ra berkata: “Diwajibkan salat 2 rakaat kemudian Nabi hijrah,
maka diwajibkan 4 rakaat dan dibiarkan salat safar seperti semula (2 rakaat).”
(HR Bukhari) Dalam riwayat Imam Ahmad menambahkan: “Kecuali Maghrib,
karena Maghrib adalah salat witir di malam hari dan salat Subuh agar
memanjangkan bacaan di dua rakaat tersebut.”
Jarak Qashar Shalat
Seorang musafir dapat mengambil rukhsah salat dengan mengqashar dan
menjama’ jika telah memenuhi jarak tertentu. Beberapa hadits tentang jarak yang
diijinkan untuk melakukan salat qashar:
Dari Yahya bin Yazid al-Hana?i berkata, saya bertanya pada Anas bin
Malik tentang jarak salat Qashar. Anas menjawab: “Adalah Rasulullah
SAW jika keluar menempuh jarak 3 mil atau 3 farsakh dia salat dua
rakaat.” (HR Muslim)
Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Wahai penduduk
Mekkah janganlah kalian mengqashar salat kurang dari 4 burd dari Mekah
ke Asfaan.” (HR at-Tabrani, ad-Daruqutni, hadis mauquf)
Dari Ibnu Syaibah dari arah yang lain berkata: “Qasar salat dalam jarak
perjalanan sehari semalam.”
Adalah Ibnu Umar ra dan Ibnu Abbas ra mengqasar salat dan buka puasa pada
perjalanan menempuh jarak 4 burd yaitu 16 farsakh.
Ibnu Abbas menjelaskan jarak minimal dibolehkannya qasar salat yaitu 4 burd
atau 16 farsakh. 1 farsakh = 5541 meter sehingga 16 Farsakh = 88,656 km. Dan
begitulah yang dilaksanakan sahabat seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Umar.
Sedangkan hadits Ibnu Syaibah menunjukkan bahwa qashar salat adalah
perjalanan sehari semalam. Dan ini adalah perjalanan kaki normal atau perjalanan
unta normal. Dan setelah diukur ternyata jaraknya adalah sekitar 4 burd atau 16
farsakh atau 88,656 km. Dan pendapat inilah yang diyakini mayoritas ulama
9. 6
seperti imam Malik, imam asy-Syafi’i dan imam Ahmad serta pengikut ketiga
imam tadi.
2.3 Shalat Jamaah
2.3.1 Pengertian Shalat Jama’ah
Istilah Al-Jama’ah berarti berkumpul. Shalat berjama’ah adalah shalat yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama sama dan salah satu diantara
mereka diikuti oleh orang lain. Orang yang diikuti dinamakan imam. Orang yang
,mengikuti dinamakan makmum. Pengertian tersebut menunjukan bahwa shalat yang
dilakukan secara bersama-sama itu tidak mesti merupakan shalat berjamaah, karena
bisa jadi tidak dimaksudkan untuk mengikuti(berniat makmum) pada salah seorang
diantara mereka. Kenyataan seperti ini biasanya kita jumpai di mushala atau masjid
pada tempat tempat transit. Misalnya, di masjid terminal atau stasiun, banyak orang
yang shalat, tetapi tidak menjadikan salah seorang diantara mereka untuk menjadi
imam.Shalat dengan cara seperti ini tentu bukan termasuk shalat berjamaah, karenanya
tidak memperoleh keutamaan- keutamaannya.
Diantara dalil tentang disyariatkannya shalat berjamaah adalah QS.An-Nissa’:102
dan Al-Baqarah : 43.
“Dan apabila kamu (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu)
lalu engkau hendak melaksanakan sholat bersama-sama mereka, maka hendaklah
segolongan dari mereka berdiri (sholat) besertamu dan menyandang senjata mereka,
kemudian apabila mereka (yang solat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu
rakaat) maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh)
dan hendaklah datang golongan yang lain yang belum sholat, lalu mereka sholat
denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata mereka.
Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu
mereka menyerbu kamu sekaligus. Dan tidak mengapa kamu melaksanakan senjata-
senjatamu, jika kamu mendapat suatu kesusahan karena hujan atau karena kamu sakit,
dan bersiap siagalah kamu. Sungguh, Allah telah menyediakan azab yang
menghinakan bagi orang-orang kafir itu.” (QS.An-Nissa’:102)
10. 7
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang
yang ruku'.” (QS. Al-Baqarah : 43)
2.3.2 Hukum Shalat Jama’ah
Shalat jama’ah lebih baik dan lebih utama daripada shalat sendiri karena
pengutamaan shalat jama’ah atas shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.
Sesuai dengan hadits dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu’anhuma, “Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, ‘Shalat jama’ah lebih utama daripada shalat
sendirian dengan dua puluh derajat.” (Muttafaq ‘alaih).
Melihat dari segi keutamaan pahala dan tujuan dari shalat berjamaah itu sendiri
maka ada beberapa ulama yang berbeda pendapat mengenai hukum shalat berjamaah.
Beberapa dari mereka ada yang mengatakan bahwa hukum shalat berjamaah adalah
sunnah mu’akkad, sedang yang lain ada yang berpendapat fardhu kifayah bahkan ada
yang mengatakan hukumnya fardhu ‘ain.
Dikutip dari buku karya Hasyibiyallah yang berjudul Fiqhdan Ushul Fiqh: Metode
Istinbath dan Istidlal yang menjelaskan bahwa “Imam Syafi’i dan sebagian ulama
berpendapat bahwa shalat berjamaah pada shalat lima waktu adalah fardhu kifayah
bagi orang laki-laki yang muqim (tidak musafir) dan memiliki kesanggupan, untuk
menampakkan syiar berjamaah pada setiap negeri kecil atau besar. Dijelaskan lagi
mengenai fardhu kifayah, yakni jika dalam suatu kota telah ada sekelompok orang
yang melaksanakannya, gugurlah kewajiban tersebut dari penduduk lainnya. Tetapi
jika tidak ada yang menyelenggarakannya, maka seluruh penduduk kota itu
menanggung dosa”.Sedangkan dari sumber lain mengatakan bahwa:
1). Sunnah mu’akkad: ini adalah pendapat yang terkenal dari murid-murid Abu
Hanifah, mayoritas murid Imam Malik, banyak dari murid Imam Syafi’i dan salah
satu riwayat dari Ahmad.
2). Fardhu Kifayah: ini adalah pendapat yang diunggulkan dalam madzhab Syafi’i,
pendapat beberapa murid Imam Malik, dan salah satu pendapat dalam madzhab
Ahmad.
3). Fardhu ‘Ain: ini adalah pendapat yang di-nas dari Ahmad dan imam-imam salaf
lainnya, fuqaha ahli hadits, dan lainnya.
2.3.3 Syarat shalat jama’ah
1. Ada seorang imam yang memimpin shalat tersebut
2. Ada makmum sebagai orang yang mengikuti imam tersebut
3. Gerakan makmum menyesuaikan gerakan imam. Contoh: ketika imam sujud,
makmum juga harus sujud
4. Shalat dilakukan pada satu tempat yang disetujui bersama-sama antara
imam ataupun makmum (yang lebar dan luas, untuk menampung jamaah yang
akan ikut shalat)
2.4 Bacaan dalam Shalat
Berikut adalah bacaan-bacaan daam shalat :
1. Niat : dilakukan sebelum melakukan shalat dan sesuai dengan shalat yang akan
dikerjakan. Dibawah ini adalah bacaan niat untuk shalat wajib :
11. 8
2. Do’a Iftitah : dibaca setelah mengangkat kedua tangan sejajar dengan telinga (untuk laki-
laki) atau sejajar dengan dada (untuk perempuan) sambil membacakan "allahu akbar".
Kemudian tangan disedekapkan pada dada. Berikut bacaannya:
12. 9
Artinya : “Allah Maha Besar dengan sebesar-besarnya. Segala puji yang sebanyak-
banyaknya bagi Allah. Maha Suci Allah pada pagi dan petang hari. Aku menghadapkan
wajahku kepada Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi dengan segenap
kepatuhan dan kepasrahan diri, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
menyekutukan-Nya. Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah
kepunyaan Allah, Tuhan semesta alam, yang tiada satu pun sekutu bagi-Nya. Dengan
semua itulah aku diperintahkan dan aku adalah termasuk orang-orang yang berserah diri
(muslim).”
Artinya : “Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan ku sebagaimana Engkau telah
menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, sucikan lah kesalahanku sebagaimana
pakaian yang putih disucikan dari kotoran. Ya Allah, cucilah kesalahanku dengan air,
salju, dan air dingin”.
3. Al-Fatihah : dibaca setelah membaca do’a iftitah
Artinya : 1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
2). Segala Puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam, 3). Yang Maha Pengasih, Maha
Penyayang, 4). Pemilik hari Pembalasan, 5). Hanya kepada Engkaulah kami menyembah
dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertoongan, 6). Tunjukilah kami jalan yang
lurus, 7). (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikma kepadanya, bukan
(jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
4. Ruku’: Gerakan rukuk dilakukan setelah mengangkat kedua tangan dan membaca
"allahu akbar". Kemudian badan dibungkukkan dan kedua tangan memegang lutut.
Usahakan antara punggung dan kepala sama rata. Berikut adalah bacaan ruku’ :
"Subhaana robbiyal 'adziimi wabihamdih" sebanyak 3 kali.
Artinya: "Maha Suci Tuhan yang Maha Agung serta memujilah aku kepada-Nya."
13. 10
5. I’tidal : Setelah rukuk, bangkit dan tegak dan mengangkat kedua tangan setinggi telinga
(laki-laki) atau dada (perempuan) sambil membaca :
“Robbanaa lakal hamdu mil us samawaati wamil ul ardhi wamil u maa syi'ta min syain
ba'du”.
Artinya: "Ya Allah tuhan kami, bagimu segala puji sepenuh langit dan bumi, dan
sepenuh sesuatu yang engkau kehendaki sesudah itu."
6. Sujud : dilakukan setelah I’tidal. Berikt bacaan sujud :
“Subhaana robbiyal a'la wabihamdih”.
Artinya: "Maha suci tuhan yang maha tinggi serta memujilah aku kepadanya."
7. Duduk antara Dua Sujud : dilakukan setelah sujud pertama dan sebelum sujud kedua.
Berikut bacaan duduk antara dua sujud:
“Robbighfirlii warhamnii wajburnii warfa'nii warzuqnii wahdinii wa'aafinii wa'fu
'annii”.
Artinya: "Ya Allah ampunilah dosaku, belas kasihanilah aku, cukupkanlah segala
kekurangan dan angkatlah derajatku, berilah rizki kepadaku, berilah aku petunjuk,
berilah kesehatan kepadaku dan berilah ampunan kepadaku".
8. Tasyahud awal : dilakukan pada rakaat kedua. Setelah sujud yang kedua, posisi tasyahud
awal yaitu dengan sikap kaki tegak dan kaki kiri diduduki sambil membaca:
“Attahiyyaatul mubaarokaatush sholawaatuth thoyyibaatu lillaah. Assalaamu 'alaika
ayyuhan nabiyyu wa rohmatullahi wa barokaatuh. Assalaaamu'alainaa wa 'alaa
'ibaadillaahish shoolihiin. Asyhadu allaa ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar
rosuulullah. Allahumma sholli 'alaa Muhammad.
Artinya: "Segala penghormatan, keberkahan, salawat dan kebaikan hanya bagi Allah”.
Semoga salam sejahtera selalu tercurahkan kepadamu wahai nabi, demikian pula rahmat
Allah dan berkah-Nya dan semoga salam sejahtera selalu tercurah kepada kami dan
hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan kecuali Allah dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Ya Allah, berilah rahmat kepada Nabi
Muhammad."
9. Tasyahud akhir : dilakukan pada rakaat terakhir. Bacaan dan posisi gerakannya sama
dengan tasyahud awal dengan ditambah selawat nabi. Berikut bacaannya :
14. 11
“Attahiyyaatul mubaarokaatush sholawaatuth thoyyibaatu lillaah. Assalaamu 'alaika
ayyuhan nabiyyu wa rohmatullahi wa barokaatuh. Assalaaamu'alainaa wa 'alaa
'ibaadillaahish shoolihiin. Asyhadu allaa ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar
rosuulullah. Allahumma sholli 'alaa Muhammad wa 'alaa aali Muhammad kamaa
shollaita 'alaa Ibroohim wa 'alaa aali Ibroohimm innaka hamiidum majiid. Alloohumma
baarik 'alaa Muhammad wa 'alaa aali Muhammad kamaa baarokta 'alaa Ibroohim wa
'alaa aali Ibroohimm innaka hamiidum majiid.
10. Salam : dilakukan setelah tasyahud akhir dengan membaca salam sambil menoleh ke
kanan dan ke kiri. Berikut bacaan salam :
"Assalaamu alaikum wa rahmatullah"
Artinya: "Semoga keselamatan dan rahmat Allah dilimpahkan kepadamu."
2.5 Sirah Nabawiyah II : Fadhilah dan Keutamaan Shalat Tepat Waktu dan Shalat
Berjamaah
2.5.1 Fadhilah dan Keutamaan Shalat Tepat Waktu
Shalat di awal waktu merupakan bentuk upaya seorang muslim memelihara
hubungannya dengan Allah. Ia tidak hanya memerhatikan pelaksanaan shalat sesuai
tata caranya, tetapi telah memprioritaskan Allah di atas segalanya. Allah pun
senantiasa mengasihi hamba-Nya yang berlaku seperti ini dengan menjanjikannya
memperoleh keutamaan shalat tepat waktu meliputi :
1. Masuk Surga
Abu Daud dari Abu Qatadah bin Rib’iy mengabarkan kepadanya, Rasulullah
SAW bersabda : “Allah Ta’ala telah berfirman: sesungguhnya Aku mewajibkan
umatmu shalat lima waktu, dan Aku berjanji bahwa barangsiapa yang menjaga
waktu-waktunya pasti Aku akan memasukkannya kedalam surga, dan barangsiapa
yang tidak menjaganya maka dia tidak akan mendapatkan apa yang aku janjikan”.
2. Mendapat Pengampunan Dosa
“Sesungguhnya hamba yang muslim, jika menunaikan shalat dengan ikhlas
karena Allah, maka dosa-dosanya akan berguguran seperti gugurnya daun-daun
ini dari pohonnya.” (HR. Ahmad).
3. Memperoleh Pahala Besar
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda : “…Seandainya orang-
orang mengetahui pahala azan dan barisan (shaf) pertama, lalu mereka tidak akan
memperolehnya kecuali dengan ikut undian, niscaya mereka akan berundi. Dan
seandainya mereka mengetahui pahala menyegerakan shalat pada awal waktu,
15. 12
nisaya mereka akan berlomba-lomba melaksanakannya…”. Merujuk hadits ini,
Rasulullah SAW telah menerangkan seseorang yang mengerjakan shalat di awal
waktu akan memperoleh pahala yang berbeda, yakni memperoleh salah satu
pahala yang besar dalam Islam.
4. Dicintai Allah
“Amalan yang paling dicintai Allah adalah shalat pada waktunya, berbakti
kepada orang tua, dan jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Selain empat keutamaan shalat di awal waktu menurut hadits di atas, Utsman
bin Affan r.a menjelaskan sembilan keutamaan atau kemuliaan lain yang akan
diperoleh seorang muslim yang shalat di awal waktu.
“Barangsiapa selalu mengerjakan shalat lima waktu tepat pada waktu utamanya,
maka Allah akan memuliakannya dengan sembilan macam kemulian, yaitu
dicintai Allah, badannya sealu sehat, keberadaannya selalu dijaga malaikat,
rumahnya diberkahi, wajahnya menampakkan jati diri orang shalih, hatinya
dilunakkan Allah, dimudahkan saat menyebrang As-Shirath seperti kilat, akan
diselamatkan Allah dari api neraka,dan Allah menempatkannya di surga kelak
bertetangga dengan orang-orang yang tidak ada rasa takut bagi mereka dan tidak
pula bersedih hati.”
2.5.2 Fadhilah dan keutamaan Shalat berjama’ah
1. Naungan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari kiamat bagi orang yang hatinya
terpaut pada masjid. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
“Tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah Subhanahu wa Ta’ala di
hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya (diantaranya)……dan
seseorang yang hatinya selalu terpaut pada masjid” (Muttafaqun Alaihi) Berkata
Imam An-Nawawi َّحمه هللا ketika menjelaskan makna hadits di atas yaitu “Orang
mempunyai rasa cinta yang dalam terhadap masjid dan kontinyu dalam
melaksanakan shalat berjama’ah di dalamnya bukan berarti selalu tinggal didalam
masjid” (lihat syarah An-Nawawi 7 : 121)
2. Keutamaan berjalan ke masjid untuk shalat berjama’ah.Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam telah menjelaskan bahwa setiap langkah seorang muslim
menuju ke masjid merupakan salah satu sebab pengampunan dosa dan
pengangkatan derajat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
“Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang dengannya Allah akan
menghapuskan dosa dan mengangkat derajat ?” Para shahabat berkata : “Tentu,
Ya Rasulullah”, Beliau bersabda ” ….dan memperbanyak langkah menuju ke
masjid …” (HR. Muslim). Pengangkatan derajat artinya kedudukan yang tinggi di
Syurga (lihat syarah An-Nawawi 3 : 141). Fadhilah ini akan didapatkan juga
ketika kembali ke rumahnya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam :
“Barang siapa yang menuju ke masjid untuk shalat berjama’ah maka setiap
langkahnya menghapuskan dosa dan ditulis padanya satu kebaikan baik ketika ia
pergi maupun ia kembali” (HSR. Ahmad).
16. 13
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Shalat merupakan kewajiban setiap muslim,karena hal ini di syariatkan oleh Allah
SWT.Sama dengan ibadah lainnya shalat juga diawali dengan niat dan diakhiri dengan salam
yang setiap gerakan dalam shalat terdapat bacaannya sendiri-sendiri . Niat (ية ن ) adalah
keinginan dalam hati untuk melakukan suatu tindakan yang ditujukan hanya kepada Allah.
niat adalah tolok ukur suatu amalan; diterima atau tidaknya tergantung niat dan banyaknya
pahala yang didapat atau sedikit pun tergantung niat.
Untuk memudahkan orang yang kesulitan atau berhalangan maka Allah meringankan
dengan adanya hokum Qadha,jama’ dan qashar shalat sehingga tidak ada alasan lagi untuk
seseorang merasa berat dalam menjalankan shalat bahkan meninggalkan shalat.
Selain itu, juga terdapat shalat jama’ah yaitu shalat yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih secara bersama sama dan salah satu diantara mereka diikuti oleh orang lain yang
memiliki pahala 27 derajat disbanding shalat sendiri.
Banyak fadhilah dan keutamaan bagi seseorang yang menjalankan shalat apalagi kalau
dikerjakan tepat waktu seperti masuk surga, mendapat pengampunan dosa, memperoleh
pahala besar, dicintai Allah. Maka sebagai seorang muslim kita harus melaksanakan shalat
dalam situasi dan kondisi apapun karena Allah SWT telah memberikan banyak kemudahan
bagi kita.
17. 14
DAFTAR PUSTAKA
Dari Internet :
- https://muslim.or.id/25855-tata-cara-mengqadha-shalat-yang-terlewat.html diakses pada
tanggal 24 September 2019 pukul 08.43
- https://id.wikipedia.org/wiki/Salat_Jamak diakses pada tanggal 24 September 2019 pukul
10.20
- https://id.wikipedia.org/wiki/Salat_Qasar diakses pada tanggal 24 September 2019 pukul
10.32
- https://zkamiye.blogspot.com/2017/01/makalah-fiqh-tentang-shalat-berjamaah.html
diakses pada tanggal 25 September 2019 pukul 20.30
- https://news.detik.com/berita/d-4607075/10-bacaan-sholat-tata-cara-dan-terjemahannya
diakses pada tanggal 25 September 2019 pukul 20.57
- https://dalamislam.com/shalat/keutamaan-mengerjakan-shalat-di-awal-waktudiakses pada
tanggal 25 September 2019 pukul 21.24