Makalah ini membahas tentang filosofi sholat, termasuk pengertian dan filosofi sholat, syarat-syarat sholat, perkara yang membatalkan sholat, dan sejarah perintah sholat dalam sirah nabawiyah."
Maksud kata “diangkat pena” di atas adalah tidak diwajibkan melaksanakan ibadah
dan tidak dicatat dosanya. Tidak diwajibkan melaksanakan ibadah berarti orang gila akan
diwajibkan melaksanakan ibadah setelah ia sadar dan anak-anak akan diwajibkan
melaksanakan ibadah jika ia sudah balig. Tidak dicatat dosanya berarti seorang anak yang
belum balig dan orang gila yang belum sadar tidak dicatat dosa-dosanya meskipun
melakukan dosa. Akan tetapi ketika orang gila sudah sadar dan anak-anak sudah balig maka
Malaikat Atid mulai bertugas untuk mencatat dosa-dosa mereka.
Oleh karena itu, menjadi balig adalah sebuah anugerah sekaligus ujian yang sangat
besar dari Allah Swt. karena sejak terhitung balig tersebut, ketaatan kita terhadap Allah Swt.
dan keistiqamahan kita menjauhi hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt. mulai diuji. Nah, apa
itu balig dan bagaimana tanda-tandanya? Hal itu akan kita bahas bersama pada pembahasan
berikutnya.
POWER POINT INI DIBUAT UNTUK SEBAGAI REFERENSI BAGI YANG MENCARI POWER POINT DENGAN TEMA JUDUL HAJI DAN KURBAN. POWER POINT INI DIKHUSUSKAN BAGI MEDIA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS 5 SEMESTER 2 KURIKUMUM MERDEKA DAN JUGA BISA DIGUNAKAN UNTUK KALANGAN UMUM. SEMOGA BERMANFAAT
Teks Pidato: Santri Indonesia sebagai Perdamaian DuniaFakhriyah Elita
NOTE: Mohon apabila hendak mengutip, kutiplah dengan mencantumkan sumbernya ya.
Terima kasih :)
“Intentionally using the quotes of others without author attribution is plagiarism and contributes to illiteracy.” - Rain Bojangles
Maksud kata “diangkat pena” di atas adalah tidak diwajibkan melaksanakan ibadah
dan tidak dicatat dosanya. Tidak diwajibkan melaksanakan ibadah berarti orang gila akan
diwajibkan melaksanakan ibadah setelah ia sadar dan anak-anak akan diwajibkan
melaksanakan ibadah jika ia sudah balig. Tidak dicatat dosanya berarti seorang anak yang
belum balig dan orang gila yang belum sadar tidak dicatat dosa-dosanya meskipun
melakukan dosa. Akan tetapi ketika orang gila sudah sadar dan anak-anak sudah balig maka
Malaikat Atid mulai bertugas untuk mencatat dosa-dosa mereka.
Oleh karena itu, menjadi balig adalah sebuah anugerah sekaligus ujian yang sangat
besar dari Allah Swt. karena sejak terhitung balig tersebut, ketaatan kita terhadap Allah Swt.
dan keistiqamahan kita menjauhi hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt. mulai diuji. Nah, apa
itu balig dan bagaimana tanda-tandanya? Hal itu akan kita bahas bersama pada pembahasan
berikutnya.
POWER POINT INI DIBUAT UNTUK SEBAGAI REFERENSI BAGI YANG MENCARI POWER POINT DENGAN TEMA JUDUL HAJI DAN KURBAN. POWER POINT INI DIKHUSUSKAN BAGI MEDIA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS 5 SEMESTER 2 KURIKUMUM MERDEKA DAN JUGA BISA DIGUNAKAN UNTUK KALANGAN UMUM. SEMOGA BERMANFAAT
Teks Pidato: Santri Indonesia sebagai Perdamaian DuniaFakhriyah Elita
NOTE: Mohon apabila hendak mengutip, kutiplah dengan mencantumkan sumbernya ya.
Terima kasih :)
“Intentionally using the quotes of others without author attribution is plagiarism and contributes to illiteracy.” - Rain Bojangles
Secara etimologi kata “thaharah” adalah masdar atau kata benda yang diambil
dari kata kerja yang berarti bersuci. Sedangkan menurut istilah thaharah mempunyai
banyak definisi sebagaimana dikemukakan oleh para imam mazhab berikut ini:
a. Hanafiyyah : thaharah adalah membersihkan hadats dan khobats.
b. Malikiyyah : thaharah adalah sifat hukum yang diwajibkan sifat itu agar bisa
melaksanakan shalat, dengan pakaian yang membawanya untuk melaksanakan
shalat, dan pada tempat untuk melaksanakan shalat.
c. Syafi‟iyyah : thaharah adalah suatu perbuatan yang mengarah untuk
memperbolehkan shalat dari berupa wudhu, membasuh, tayamum, dan
menghilangkan najis.
d. Hanabilah : thahaharah adalah menghilangkan hadats dan apa-apa yang
semacamnya, dan menghilangkan najis.
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
Makalah agama islam Filosofi sholat pdf - SlideShare
1. MAKALAH
Filosofi Sholat
Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Agama Islam III Dosen
Pembimbing :
ABDUL HAMID ALY S.PD, M.Pd
Disusun Oleh :
1. Asma’ul Noer Vachriyanti (21801081083)
2. Siti Aisyah (21801081343)
3. Ahmad Nailul fauzi (21801081364)
PRODI MANAJEMEN FAKULTAS
EMONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2019
2. ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi allah SWT tuhan semesta alam atas segalah karunia nikmat-
nya sehingga penulisan dapat menulis makalah ini dengan sebaik mungkin.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Agama islam
III.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu penulisan sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga para pembaca dapat
mengambil manfaat dan pelajaran dari makalah ini.
Malang, 23 september 2019
Penulis
3. iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................... 1
1.2 Rumasan Masalah .................................................................................................... 1
1.3 Tujuan........................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................. 2
2.1 Pengertian dan Filosifi Shalat.................................................................................. 2
2.2 Syarat – syarat shalat ............................................................................................... 3
2.3 Perkara yang membatalkan sholat ......................................................................... 7
2.4 Sirah Nabawiyah I : Sejarah Perintah Sholat........................................................ 8
BAB III PENUTUP................................................................................................................... 12
Kesimpulan .......................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................... 13
6. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sering kali kita sebagai orang islam tidak mengetahui kewajiban kita sebagai
mahluk yang paling sempurna yaitu sholat, atau terkadang tau tentang kewajiban
tapi tidak mengerti terhadap apa yang dilakukaan.
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah baligh
berakal, dan harus dikerjakan bagi seorang mukmin dalam keadaan
bagaimanapun.
Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah
17 rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali
bagi muslim mukallaf baik sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada
juga shalat shalat sunnah.
1.2 Rumasan Masalah
1.Apa pengertian dan filosofi sholat?
2.Apa syarat dan rukun sholat ?
3.Apa perkara yang membatalkan shlat dan hikmahnya dalam kehidupan sehari-
hari?
4.Bagaimana sejarah perintah shalat dalam sirah nabawiyah II?
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengatahui Pengertian dan filosofi sholat
2. Untuk mengetahui syarat dan rukun sholat
3. Untuk Mengetahui perkara yang membatalkan shlat dan hikmahnya dalam
kehidupan sehari-hari
4. Untuk mengetahui sejarah perintah shalat dalam sirah nabawiyah II
7. 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Filosifi Shalat
Secara etimologi shalat berarti do’a dan secara terminology (istilah), para ahli
Fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki.
Secara lahiriah Shalat berarti ‘Beberapa ucapan dan perbuatan yang
dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah
kepada Allah menurut syarat-syarat yang telah ditentukan’(Sidi Gazalba: 88).
Secara hakiki Shalat ialah ‘Berhadapan hati, jiwa dan raga kepada
Allah,secara yang mendatangkan rasa takut kepada-Nya atau mendhairkan hajat
dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan
perbuatan’ (Hasbi Asy-syidiqi: 59)
Dalam pengertian lain Shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara
hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk ibadah yang didalamnya merupakan
amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang diawali dengan
takbir dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah
ditentukan syara’ (Imam Basyahri Assayuthi: 30).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Shalat adalah
Suatu ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan yang diawali
dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah
ditentukan syara’ berupa penyerahan diri secara lahir batin kepada Allah dalam
rangkah ibadah dan memohon ridho-Nya.
Menurut A. Hasan (1991) Baqha (1984), Muhammad bin Qasim As-
Syafi’i (1982) dan Rasyid (1976) shalat menurut bahasa Arab berarti berdo’a.
ditambahakan oleh Ash-Shiddiqy (1983) bahwa perkataan shalat dalam bahasa
Arab berarti do’a memohon kebajikan dan pujian. Sedangkan secara hakekat
mengandung pengertian “berhadap (jiwa) kepada Allah dan mendatangkan takut
kepadanya, serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa keagungan, kebesaran-Nya
dan kesempurnaan kekuasaannya.
Secara dimensi Fiqh shalat adalah beberapa ucapan atau rangkaian ucapan
dan perbuatan (gerakan) yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam
yang dengannya kita beribadah kepada Allah, dan menurut syarat-syarat yang
telah di tentukan oleh Agama.
8. 3
2.2 Syarat – syarat shalat
Para ulama membagi syarat shalat menjadi dua macam, pertama syarat wajib,
dan yang ke dua syarat sah. Syarat wajib adalah syarat yang menyebabkan
seseorang wajib melaksanakan shalat. Sedangkan syarat sah adalah syarat yang
menjadikan shalat seseorang diterima secara syara’ di samping adanya kriteria
lain seperti rukun.
Syarat wajib salat adalah sebagai berikut:
1. Islam, shalat diwajibkan terhadap orang muslim, baik laki-laki maupun
perempuan, dan tidak diwajibkan bagi orang kafir atau nin muslim. Orang kafir
tidak dituntut untuk melaksanakan shalat, namun mereka tetap menerima
hukuman di akhirat. Walaupun demikian orang kafir apabila masuk Islam tidak
diwajibkan membayar shalat yang ditinggalkannya selama kafir, demikian
menurut kesepakatannya para ulama. Allah SWT berfirman:
2. Baligh, anak-anak kecil tidak dikenakan kewajiban shalat berdasarkan sabda
Nabi SAW, yang artinya:
Dari Ali r.a. bahwa Nabi SAW berkata: Diangkatkan pena ( tidak ditulis dosa)
dalam tiga perkara: Orang gila yang akalnya tidak berperan sampai ia sembuh,
orang tidur sampai ia bangun dan dari anak-anak sampai dia baligh. (HR
Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim).
3. Berakal, Orang gila, orang kurang akal (ma’tuh) dan sejenisnya seperti
penyakit sawan (ayan) yang sedang kambuh tidak diwajibkan shalat, karena
akal merupakan prinsip dalam menetapkan kewajiban (taklif), demikian
menurut pendapat jumhur ulama alasannya adalah hadits yang diterima dari Ali
r.a. yang artinya:
“dan dari orang gila yang tidak berperan akalnya sampai dia sembuh”
Namun demikian menurut Syafi’iyah disunatkan meng-qadha-nya apabila
sudah sembuh. Akan tetapi golongan Hanabilah berpendapat, bagi orang yang
tertutup akalnya karena sakit atau sawan (ayan) wajib mneg-qadha shalat.Hal
ini diqiyaskan kepada puasa, Karena puasa tidak gugur disebabkan penyakit
tersebut.
4. Telah sampainya dakwah kepadanya Orang yang belum pernah mendapatkan
dakwah/seruan agama, tidak wajib mengerjakan Shalat, dan dia tidak mendapat
siksa diakhirat, belum mendapat seruan disini dimaksudkan seperti seorang
anak kecil/bayi yang meninggal, bukan orang yang tidak mau mendapatkan
seruan agama, karena belajar Ilmu agama itu wajib.
9. 4
5. Suci dari haid dan nifas
Seorang wanita yang sedang datang bulan atau habis melahirkan tidak
diwajibkan melaksanakan Shalat karena dalam kondisi yang tidak Suci.
Adapun syarat sah sholat adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui masuk waktu. Shalat tidak sah apabila seseorang yang
melaksanakannya tidak mengetahui secara pasti atau dengan persangkaan yang
berat bahwa waktu telah masuk, sekalipun ternyata dia shalat dalam
waktunya.Demikian juga dengan orang yang ragu, shalatnya tidak sah. Allah
SWT berfirman:
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-
orang yang beriman”.(QS. An-Nisa:103).
2. Suci dari hadas kecil dan hadas besar. Penyucian hadas kecil dengan wudu’
dan penyucian hadas besar dengan mandi. Nabi Muhammad SAW bersabda,
yang artinya:
“ Dari Umar r.a. bahwa Nabi SAW bersabda: Allah tidak menerima shalat
seseorang yang tidak suci. (HR. Al-Jama’ah kecuali Al-Bukhari).
“ Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi SAW bersabda: Allah tidak menerima
shalat seorang kamu apabila berhadas hingga dia bersuci. (HR. Bukhari dan
Muslim).
3. Suci badan, pakaian dan tempat dari na’jis hakiki. Untuk keabsahan shalat
disyariatkan suci badan, pakaian dan tempat dari na’is yang tidak dimaafkan,
demikian menurut pendapat jumhur ulama tetapi menurut pendapat yang
masyhur dari golongan Malikiyah adalah sunnah muakkad.
4. Menutup aurat. Seseorang yang shalat disyaratkan menutup aurat, baik sendiri
dalamkeadaan terang maupun sendiri dalam gelap. Allah SWt berfirman:
“pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid”(QS. 4:31).
5. Menghadap kiblat. Ulama sepakat bahwa syarat sah shalat. Allah SWT
berfirman:
“Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke arah
Masjidil Haram.dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka palingkanlah
wajahmu ke arahnya. (QS. 2:150)
Mengahadap kiblat dikecualikan bagi orang yag melaksanakan sholat Al-
khauf dan sholat sunat diatas kendaraan bagi orang musafir dalam perjalanan.
Golongan Malikiyah mengaitkan dengan situasi aman dari musuh, binatang
buas dan ada kesanggupan.Oleh karena itu tudak wajib mengahadao kiblat
apabila ketakutan atau tidak sanggup (lemah) setiap orang sakit.
Ulama sepakat bagi orang yang menyaksikan ka’bah wajib menghadap ke
ka’bah sendir secara tepat. Akan tetapi bagi orang yang tidak menyaksikannya,
10. 5
karena jauh di luar kota makkah, hanya wajib menghadapakan muka kea arah
ka’bah, demikian pendapat junhur ulama. Sedangkan Imam Syafi’I Berendapat
mesti menghadapkan muka ke ka’bah itu sendiri sebagaimana halnya orang
yang berada di kota mekah. Caranya mesti di niatkan dalam hati bahwa
menghadap itu tepat pada ka’bah.
6. Niat. Golongan hanafiyah dan Hanabilah memandang niat sebagai syarat sah
shalat, demikian juga pendapat yang lebih kuat dari kalangan Malikiyah.
Menurut golongan syafi’iyah rukun shalat tiga belas yaitu:
Rukun Salat ialah setiap perkataan atau juga perbuatan yang akan membentuk
hakikat shalat. Jika salah satu dalam rukun ini tidak ada atau tidak dilakukan,
maka shalat yang dikerjakan tidak dianggap secara syar’i dan tidak bisa diganti
dengan sujud sahwi.
Penjelasan tenatang Rukun Shalat diatas dilihat dari firman Allah dan Hadist.
a. Berdiri tegak
Berdiri tegak pada saat shalat fardhu untuk orang yang mampu,Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada HR. Al-Bukhary, “Shalatlah
dalam keadaan berdiri. Jika tidak mampu, kerjakanlah dalam keadaan duduk.
Jika tidak mampu lagi, maka kerjakanlah dengan tidur menyamping.”
b. Takbiiratul-ihraam
Takbiiratul-ihraam ialah mengucapan: ‘Allahu Akbar’, tidak boleh dengan
ucapan atau kata lain. “Pembuka shalat adalah thoharoh (bersuci). Yang
mengharamkan dari hal-hal di luar shalat adalah ucapan takbir. Sedangkan
yang menghalalkannya kembali adalah ucapan salam.”
c. Membaca Al-Fatihah
Membaca Al-Fatihah merupakan rukun pada setiap raka’at, sebagaimana
yang tercantum dalam hadits Muttafaqun. Tidak ada shalat (artinya tidak sah)
orang yang tidak membaca Al Fatihah.
d. Ruku’
“Kemudian ruku’lah dan thuma’ninahlah ketika ruku’.”
e. I’tidal atau Berdiri tegak setelah ruku’
Kemudian tegakkanlah badan (i’tidal) dan thuma’ninalah.”
f. Sujud dengan tujuh anggota tubuh
“Kemudian sujudlah dan thuma’ninalah ketika sujud.”
g. Duduk di antara dua sujud
membahas Duduk di antara dua sujud terdapat nabi muhammad SAW
bersabda :
11. 6
“Kemudian sujudlah dan thuma’ninalah ketika sujud. Lalu bangkitlah dari
sujud dan thuma’ninalah ketika duduk. Kemudian sujudlah kembali dan
thuma’ninalah ketika sujud.”
h. Tertib urutan untuk tiap rukun yang dikerjakan
Dalil rukun-rukun ini adalah hadits musii` (orang yang salah
shalatnya), Alasannya karena dalam hadits orang yang jelek shalatnya,
digunakan kata “tsumma“ dalam setiap rukun. Dan “tsumma” bermakna
urutan.
i. Tasyahhud Akhir
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Jika salah seorang antara kalian
duduk (tasyahud) dalam shalat, maka ucapkanlah “at tahiyatu lillah …”
Tasyahhud akhir termasuk dalam urutan rukun shalat sesuai hadits Ibnu
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Tadinya, sebelum diwajibkan
tasyahhud atas kami, kami mengucapkan: ‘Assalaamu ‘alallaahi min ‘ibaadih,
assalaamu ‘alaa Jibriil wa Miikaa`iil (Keselamatan atas Allah ‘azza wa jalla
dari para hamba-Nya dan keselamatan atas Jibril ‘alaihis salam dan Mikail
‘alaihis salam)’, Tasyahhud Akhir Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyebutkan hadits keseluruhannya. Lafazh tasyahhud bisa dilihat dalam
kitab-kitab yang membahas tentang shalat seperti kitab Shifatu Shalaatin
Nabiy, karya Asy-Syaikh Al-Albaniy dan kitab yang lainnya.
j. Duduk Tasyahhud Akhir
Membahas tentang Duduk Tasyahhud Akhir, Sesuai sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh (Muttafaqun ‘alaih), Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Kemudian sujudlah dan thuma’ninalah ketika
sujud. Lalu bangkitlah dari sujud dan thuma’ninalah ketika duduk. Kemudian
sujudlah kembali dan thuma’ninalah ketika sujud.”
k. Shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Sebagaimana dalam sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Jika salah seorang di antara kalian
hendak shalat, maka mulailah dengan menyanjung dan memuji Allah, lalu
bershalawatlah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berdo’a setelah
itu semau kalian.” Shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
: “Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad kamaa
shollaita ‘ala Ibroohim wa ‘ala aali Ibrohim, innaka hamidun majiid.
Allahumma baarik ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad kamaa barrokta
‘ala Ibrohim wa ‘ala aali Ibrohimm innaka hamidun majiid.”
l. Dua Kali Salam
Sesuai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang dua kali salam, dua
kali salam : Yang mengharamkan dari hal-hal di luar shalat adalah ucapan
takbir. Sedangkan yang menghalalkannya kembali adalah ucapan salam.
12. 7
2.3 Perkara yang membatalkan sholat
1. Berbicara dengan sengaja. Hal ini berdasarkan hadis riwayat Muawiyah
bin Hakam As-Sulami r.a. bahwasannya Nabi saw. Bersabda
“ِنَّ هَِذ هِ الصِنَّةهَِذ هَاْ ُهُهفِي ُِاهَِذ ِ هِهْ َََِّ ِ َّلهَّ ُه صِن الا َُّهَ هل هسهِهُِذ َِِلهْ هبِيِب ََّاَِّذِ اسه ِهَُِ هِ اَ.”ص َِِر
.م ة َ
Sungguh shalat ini tidak pantas di dalamnya terdapat sesuatu dari
perkataan manusia. Perkataan yang pantas hanyalah tasbih, takbir dan
bacaan Al-Qur’an. (HR. Muslim).
2. Melakukan aktifitas/gerakan atau perbuatan yang banyak dan dilakukan
berturut-turut. Seperti berjalan tiga langkah dengan sengaja atau karena
lupa. Adapun jika gerakan itu sedikit, maka tidak membatalkan shalat.
3. Berhadas. Baik hadas kecil atau besar. Yakni misalnya di tengah shalat dia
kentut, maka dia berhadas kecil dan shalatnya batal. Atau ada seorang
muslimah yang di tengah melaksanakan shalat keluar darah haid, maka
shalatnya seketika itu batal. Hal ini dikarenakan syarat sahnya shalat
adalah suci dari hadas.
4. Terkena najis. Di mana najis yang mengenainya tidak tergolong najis yang
dimaafkan/ditolerir Jadi, jika tiba-tiba di tengah shalat bajunya atau
mukenanya terkena najis yang basah misalnya kotoran cicak yang masih
basah, maka shalatnya batal. Tetapi jika najis itu kering, dan ia langsung
mengibaskan bajunya seketika sehingga hilang najisnya, maka shalatnya
tidak batal.
5. Terbukanya aurat dengan sengaja yakni sejak awal dia tahu bahwa
auratnya ketika shalat akan terlihat atau di tengah shalat auratnya terlihat
tapi tidak langsung dibenahi. Namun, jika terbukanya aurat itu disebabkan
angin, lalu ia langsung menutupinya seketika, maka shalatnya tidak batal.
6. Berubah niatnya. Yakni di tengah shalat dia berniat keluar dari shalat,
maka shalatnya seketika itu batal.
13. 8
7. Membelakangi kiblat. Maka, hal ini jelas membatalkan shalat, karena
syarat sah sebelum melaksanakan shalat adalah menghadap kiblat.
8. Makan dan minum. Meskipun hanya sedikit saja. Kecuali jika ia tidak tahu
akan keharamannya seperti bagi orang yang baru masuk Islam.
9. Tertawa terbahak-bahak. Atau tertawa biasa. Di dalam kitab Al-Fiqh Al-
Manhaji Ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafii disebutkan bahwa tertawanya
sampai seperti mengeluarkan dua huruf secara jelas meskipun tidak
memahamkan. Adapun jika tertawanya sedikit yang tidak terdengar
kecuali satu huruf saja, atau tidak terdengar hurufnya maka tidak batal.
Begitu pula dengan tersenyum tidak membatalkan shalat.
10.Murtad. Yakni keluar dari agama Islam baik dari ucapannya maupun
tindakannya.
2.4 Sirah Nabawiyah I : Sejarah Perintah Sholat
Rasulullah SAW mendakwahkan kebenaran dari Allah SWT rupanya
membuat orang-orang musyrik Makkah benar-benar kehilangan kesabaran.
Rintangan dan terror yang ditujukan kepada Nabi dan para pengikutnya tidak
lagi mempertimbangkan waktu. Orang-orang Musyrik benar-benar tidak
memberikan sedikitpun kepada Rasulullah dan para pengikutnya untuk dapat
bernafas lega dari kedengkian dan kejahatan mereka.
Namun pada tahun kedelapan dari kenabian, Rasulullah SAW justru
mendapatkan beberapa cobaan yang teramat berat baginya dan bagi para
pengikutnya. Ujian itu adalah embargo kaum kafir Quraisy dan sekutunya
terhadap umat Islam. Aksi embargo ini masih dijalankan meskipun waktu
telah memasuki bulan Haram. Artinya Nabi beserta para sahabatnya tetap
merasakan penganiayaan dan kedhaliman dari mereka yang biasanya
menghentikan segala aktivitas permusuhan terhadap lawan-lawannya.
Setelah delapan tahun mendakwahkan agama Allah kepada kaumnya dengan
didampingi dan dilindungi oleh dua orang kuat suku Qurays, yakni pamannya
Abu Thalib dan istrinya Khadijah, maka pada tahun ini Rasulullah pun harus
rela ketika keduanya dipanggil menghadap Sang Rabb. Dengan demikian,
pada waktu itu Nabi tiada lagi memiliki pembela yang cukup kuat di hadapan
kaumnya sendiri yang memusuhi kebenaran. Dalam sejarah Islam tahun ini
disebut ’amul huzni, tahun kesedihan.
14. 9
Rasulullah kemudian mengijinkan para pengikutnya untuk berhijrah ke Thaif.
Namun rupanya Bani Tsaqif yang menguasai tanah Thaif tidaklah
memberikan sambutan hangat kepada para sahabatnya. Mereka yang datang
meminta pertolongan justru diusir dan dihinakan sedemikian rupa. Mereka
dilempari batu hingga harus kembali dengan kondisi berdarah-darah.
Keseluruh cobaan berat ini dialami Rasulullah dan para sahabatnya pada
tahun yang sama, yakni tahun kedelapan kenabian.
Atas cobaan yang teramat berat dan bertubi-tubi ini, maka Allah SWT
kemudian memberikan ”sekadar hiburan” kepada Muhamad SAW yang
sedang berkabung dengan segala keadaan dan perasaannya. Rasulullah
menerima ”sepaket perjalanan rekreasi” untuk menyegarkan kembali ghirroh
(semangat) perjuangannya dalam menegakkan misi Tauhid di Bumi.
”Paket perjalanan” yang kemudian disebut sebagai Isra’ Mi’raj ini sejatinya
adalah sebuah pesan kepada seluruh umat Muhammad bahwa, segala macam
cobaan yang seberat apa pun haruslah kita lihat sebagai sebuah permulaan
dari akan dianugerahkannya sebuah kemuliaan kepada kita.
Dalam peristiwa itu, tepatnya 27 Rajab, Nabi Muhammad SAW dapat saja
langsung menuju langit dari Makkah, namun Allah tetap membawanya
menuju Masjidil Aqsha, pusat peribadahan nabi-nabi sebelumnya. Ini dapat
berarti bahwa umat Islam tidak memiliki larangan untuk berbuat baik
terhadap sesama manusia, sekalipun kepada golongan di luar Islam. Hal ini
dikarenakan, Islam menghargai peraturan-peraturan sebelum Islam, seperti
halnya khitan yang telah disyariatkan sejak zaman Nabi Ibrahim AS.
Perintah Shalat
Setelah melampaui Masjidil Aqsha, Nabi langsung diangkat naik sampai ke
langit tujuh, lalu Sidratul Muntaha dan Baitul Ma’mur.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan, pada saat peristiwa Mi’raj, Nabi
Muhammad SAW berada di Baitul Ma’mur, Allah SWT mewajibkannya
beserta umat Islam yang dipimpinnya untuk mengerjakan shalat limapuluh
kali sehari-semalam. Nabi Muhammad menerima begitu saja dan langsung
bergegas.
Namun Nabi Musa AS memperingatkan, umat Muhammad tidak akan kuat
dengan limapuluh waktu itu. ”Aku telah belajar dari pengalaman umat
manusia sebelum kamu. Aku pernah mengurusi Bani Israil yang sangat rumit.
Kembalilah kepada Tuhanmu dan mitalah keringanan untuk umatmu.”
Nabi Muhammad kembali menghadap Sang Rabb, meminta keringanan dan
ternyata dikabulkan. Tidak lagi lipapuluh waktu, tapi sepuluh waktu saja.
Nabi Muhammad pun bergegas. Namun Nabi Musa tetap tidak yakin umat
Muhammad mampu melakukan shalat sepuluh waktu itu. ”Mintalah lagi
15. 10
keringanan.” Nabi kembali dan akhirnya memeroleh keringanan, menjadi
hanya lima waktu saja.
Sebenarnya Nabi Musa masih berkeberatan dengan lima waktu itu dan
menyuruh Nabi Muhammad untuk kembali meminta keringanan. Namun
Nabi Muhammad tidak berani. “Aku sudah meminta keringanan kepada
Tuhanku, sampai aku malu. Kini aku sudah ridha dan pasrah.”
Nabi Muhammad memang mengakui bahwa pendapat Nabi Musa AS itu
benar adanya. Lima kali shalat sehari semalam itu masih memberatkan.
Namun lima waktu itu bukankah sudah merupakan bentuk keringanan?!
Demikianlah.
Shalat telah diwajibkan bagi Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya
sejak diturunkannya firman Allah pada awal kenabian
“Hai orang yang berselimut (Muhammad),),bangunlah (untuk sembahyang)
di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya)… (QS. Al-Muzzammil, 73:1-19)
Ini adalah petunjuk bahwa Rasulullah dan para pengikutnya yang baru
berjumlah sedikit kala itu memiliki kewajiban untuk bangun pada tengah
malam untuk menjalankan kewajiban. Menurut Ibnu Abbas, Ikrimah,
Mujahid, al-Hasan, Qatadah, dan ulama salaf lainnya, kewajiban shalat
malam dihapuskan setelah ayat ke 20 atau ayat terakhir dari surat al-
Muzammil ini diturunkan oleh Allah SWT.”
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri
(sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau
sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama
kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui
bahwa kamu sekali- kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu,
maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah
(bagimu) dari Al Qur’an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu
orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah…”
Pelaksanaan ibadah shalat menunjukkan bahwa Baitul Maqdis di Yerusalem
merupakan salah satu tempat sangat penting posisinya dalam agama Islam
sebagai kiblat pertama umat Islam. Kurang lebih 13 tahun lamanya Nabi.
Shalat dan para pengikutnya menghadap Baitul Maqdis, sebelum akhirnya
Allah memerintahkan umat Islam untuk memindahkan kiblatnya ke Ka’bah di
Makkah. Pemindahan arah kiblat ini terjadi di tengah-tengah ibadah shalat
sedang berlangsung. Masjid tempat dilaksanakan shalat ketika perintah
berpindah kiblat ini diturunkan hingga sekarang disebut sebagai Masjid
16. 11
Kiblatain (Masjid Dua Kiblat).
Allah senantiasa melibatkan Masjidil Aqsho dalam setiap perkembangan
ajaran-ajaran seputar Shalat. Termasuk menghadap ke Baitul Maqdis sebelum
dipindahkan kiblatnya ke Ka’bah. Perintah Shalat lima waktu diterima setelah
Rasulullah dikaruniai singgah di Baitul Maqdis (QS. Al-Isra’, 17:1) dalam
perjalanan menuju Sidratul Muntaha.
Imam Syafi’i menyatakan, “Saya sangat suka beri’tikaf di Masjid (Baitul
Maqdis), lebih dari Masjid manapun.” Ketika ditanya alasannya, Beliau
menjawab, “Di sinilah tempat berkumpul dan dikuburkannya beberapa Nabi
Allah.”
Waktu-waktu Shalat
Jabir bin Abdullah RA menceritakan bahwa pada suatu siang sebelum
Matahari benar-benar di atas titik atas tertinggi, Rasulullah Muhammad SAW
kembali didatangi oleh malaikat Jibril AS seraya berkata kepadanya,
”Bangunlah Wahai Rasulullah dan lakukan shalat.”
Mendengar panggilan ini, Maka Nabi Muhammad pun segera melakukan
shalat Dzuhur ketika Matahari telah mulai tergelincir. Ketika bayang-bayang
tampak telah mulai lebih panjang dari sosok asli benda-benda, malaikat Jibril
berkata, ”Bangun dan lakukan shalat lagi.”Demi mendengar perintah ini pun,
Rasulullah SAW kemudian segera melakukan shalat Ashar ketika panjang
bayangan segala benda melebihi panjang benda-benda. Kemudian waktu
Maghrib menjelang dan Jibril berkata, ”Bangun dan lakukan shalat.” Maka
beliau SAW melakukan shalat Maghrib ketika matahari terbenam. Kemudian
waktu Isya` menjelang dan Jibril berkata, ”Bangun dan lakukan shalat.” Maka
Rasulullah SAW pun segera melakukan shalat Isya` ketika syafaq (mega senja
merah) menghilang. Waktu sholat Isya’ ini menjadi waktu sholat terpanjang
karena Jibril baru membangunkan kembali nabi Muhammad ketika fajar kedua
telah mulai menjelang. Kemudian waktu Shubuh menjelang dan Jibril berkata,
”Bangunlah wahai Rasulullah dan lakukanlah shalat.” Maka Rasulullah SAW
melakukan shalat Shubuh ketika waktu fajar menjelang. (HR Ahmad, Nasa’i
dan Tirmidzy) Tentang waktu sholat Shubuh ini Abu Hurairah RA
meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW bersabda, ”Orang yang
mendapatkan satu rakaat dari shalat shubuh sebelum tebit matahari, maka dia
termasuk orang yang mendapatkan shalat shubuh. Dan orang yang
mendapatkan satu rakaat shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka dia
termasuk mendapatkan shalat Ashar.” (HR Muslim)
17. 12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Shalat adalah Suatu ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan
yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun
yang telah ditentukan syara’ berupa penyerahan diri secara lahir batin kepada
Allah dalam rangkah ibadah dan memohon ridho-Nya. Shalat dapat mencegah
perbuatan keji dan munkar apabila dilaksanakan dengan khusuk tidak akan
ditemukan mereka yang melakukan shalat dengan khusuk berbuat zina. Maksiat,
merampok dan sebagainya. Merampok dan sebagainya tetapi sebaliknya kalau ada
yang melakukan shalat tetapi tetap berbuat maksiat, tentu kekhusuan shalatnya
perlu dipertanyakan. Hal ini diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut: 45.
Shalat Mendidik Perbuatan Baik Dan Jujur Dengan mendirikan shalat, maka
banyak hal yang didapat, shalat akan mendidik perbuatan baik apabila
dilaksanakan dengan khusus.