Tulisan ini membahas desain untuk mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia dengan mendefinisikan korupsi, menjelaskan ciri-cirinya, dan memberikan contoh kasus korupsi di berbagai negara seperti Singapura, Korea Selatan, RRC, dan Jepang.
1. DESIGN MENCEGAH DAN MEMBERANTAS KORUPSI DI INDONESIA
Made Rahayu Indrayani
Kelas 8A No. 18 Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus BPKP
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang Selatan
email : ayusweety88@gmail.com
Abstrak – Dewasa ini korupsi sudah menjadi isu yang sangat polouler. Setiap negara mengalami permasalahan
yang serupa: bagaimana mencegah dan memberantas korupsi untuk mencapai tujuan pemerintahan yang
ditargetkan.
Kata Kunci : Korupsi, Pemberantasan, Korupsi, Pengertian, Kasus, Dampak, Ciri-Ciri, Negara
1. PENDAHULUAN
Masalah korupsi tengah menjadi
perbincangan hangat di masyarakat, terutama media
massa lokal dan nasional. Maraknya korupsi di
Indonesia seakan sulit untuk diberantas dan telah
menjadi budaya. Pada dasarnya, korupsi adalah suatu
pelanggaran hukum yang kini telah menjadi suatu
kebiasaan. Berdasarkan data Transparency
International Indonesia, kasus korupsi di Indonesia
belum teratasi dengan baik. Indonesia menempati
peringkat ke-100 dari 183 negara pada tahun 2011
dalam Indeks Persepsi Korupsi. Di era demokrasi,
korupsi akan mempersulit pencapaian good
governance dan pembangunan ekonomi.
2. LANDASAN TEORI
Tulisan ini menggunakan metode
kepustakaan dan pengambilan informasi melalui
berbagai sumber di internet.
2.1 Pengertian Korupsi
Pengertian Korupsi berasal dari bahasa
Latin: corruptio dan berasal dari kata
kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut
wikipedia.com. belakangan ini korupsi sering
diidentikkan dengan tindakan pejabat publik,
baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain
yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak
wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan
publik yang dikuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak. Dari segi hukum,
tindak pidana korupsi secara garis besar terdiri dari
beberapa unsur-unsur, di antaranya adalah tergolong
perbuatan melawan hukum, disertai penyalahgunaan
kewenangan, kesempatan, atau sarana, yang
bertujuan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain,
atau korporasi, serta merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara. Korupsi merusak moral,
melemahkan sendi-sendi perekonomian dan
meracuni perpolitikan bangsa.
Selain itu pengertian Korupsi menurut Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 pasal dua yang
kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 menyatakan bahwa setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara. Sementara itu di pasal 3
pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
dinyatakan bahwa setiap orang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara.
Selain pengertian di atas, terdapat pula istilah-
istilah yang lebih merujuk kepada modus operandi
tindakan korupsi. Istilah penyogokan (graft), merujuk
kepada pemberian hadiah atau upeti untuk maksud
mempengaruhi keputusan orang lain. Pemerasan
(extortion), yang diartikan sebagai permintaan
setengah memaksa atas hadiah-hadiah tersebut dalam
pelaksanaan tugas-tugas Negara. Kecuali itu, ada
istilah penggelapan (fraud), untuk menunjuk kepada
tindakan pejabat yang menggunakan dana publik
yang mereka urus untuk kepentingan diri sendiri
sehingga harga yang harus dibayar oleh masyarakat
menjadi lebih mahal.
Dengan demikian, korupsi merupakan tindakan
yang merugikan Negara baik secara langsung
maupun tidak langsung. Bahkan ditinjau dari
berbagai aspek normatif, korupsi merupakan suatu
penyimpangan atau pelanggaran. Di mana norma
soisal, norma hukum maupun norma etika pada
umumnya secara tegas menganggap korupsi sebagai
tindakan yang buruk.
2.2 Ciri-Ciri Korupsi
Ada beberapa ciri khas dari kegiatan korupsi
yang dapat kita lihat sehari-hari di lingkungan sekitar
kita. Apabila kita menemukan beberapa kasus seperti
di bawah ini maka itu berarti kita sedang berhadapan
dengan suatu tindak korupsi :
• suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan
• penipuan terhadap badan pemerintah
• dengan sengaja melalaikan kepentingan umum
untuk kepentingan khusus
2. • dilakukan dengan rahasia, kecuali dalam keadaan
di mana orang-orang yang berkuasa atau
bawahannya menganggapnya tidak perlu
• melibatkan lebih dari satu orang atau pihak
• adanya kewajiban dan keuntungan bersama,
dalam bentuk uang atau yang lain
• terpusatnya kegiatan (korupsi) pada mereka yang
menghendaki keputusan yang pasti dan mereka
yang dapat mempengaruhinya
• adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup
dalam bentuk-bentuk pengesahan hukum
• menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif
pada mereka yang melakukan korupsi
• memberikan maupun menerima hadiah atau janji
sehubungan dengan kewenangan yang dimiliki
pejabat (penyuapan)
• penggelapan dan pemerasan dalam jabatan
• melakukan kecurangan dalam kegiatan pengadaan
barang/jasa pemerintah yang dilakukan oleh
penyelenggara pemerintahanmenerima gratifikasi
sehubungan dengan jabatan dan kewenangannya
• menerima gratifikasi sehubungan dengan jabatan
dan kewenangannya.
Tentunya beberapa ciri-ciri di atas masih dapat kita
tambahkan lagi mengingat sekarang ini kasus korupsi
sudah semakin melebar dan tidak hanya menyentuh
kaum birokrat tetapi juga sebagian besar lapisan
masyarakat Indonesia.
Seperti yang telah disebutkan tadi maka kita dapat
menyimpulkan bahwa korupsi merangkum semua
ukuran, mulai dari skala kecil hingga skala besar.
Skala kecil masih sering dapat kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Kebiasaan datang telat,
mangkir dari tanggung jawab RT/RW, mencontek
saat ujian, tidak memaksimalkan potensi diri dan
sebagainya. Sementara korupsi dalam skala besar
tentunya sudah sering pula kita lihat di media massa
baik cetak maupun elektronik. Kasus-kasus yang
menimpa para pejabat pemerintahan mulai dari yang
berpangkat rendah hingga pejabat tinggi negara yang
seharusnya menjadi contoh masyarakat. Kasus-kasus
korupsi pun dikemas dengan berbagai tampilan,
mulai dari permainan cantik yang dibungkus
pengadaan kontrak sarana prasarana pembangunan
hingga yang tampilannya sudah jelek dan mudah
ditebak. Sekarang ini ada empat faktor yang
dimaksud korupsi skala besar antara lain, pelakunya
adalah penentu kebijakan, aparat penegak hukum,
berdampak luas terhadap kepentingan nasional, dan
kejahatan sindikasi, sistemik, dan terorganisir.
Tentunya kita tahu bahwa korupsi tidak hanya terjadi
di Indonesia saja tetapi juga hampir di seluruh
belahan dunia. Hanya saja kadar kekentalannya yang
berbeda-beda. Salah satu hal yang menyebabkan
korupsi mudah berkembang subur di Indonesia sudah
tertuang di atas, yaitu adanya kebiasaan memberikan
upeti, rasa sungkan, sikap cuek yang penting diri
sendiri aman, kurangnya nasionalisme dan kepekaan
sosial hingga peran serta agama. Berikut akan
dipaparkan beberapa kasus korupsi di berbagai
negara belahan dunia.
2.3 Contoh Kasus Korupsi di Berbagai Negara
2.3.1 Singapura
Setahun yang lalu diketahui bahwa seorang mantan
petinggi pemerintahan Singapura dituduh menerima
suap berupa layanan seksual dari beberapa wanita
yang mencoba mempengaruhi tender kontrak
pemerintah. Peter Lim, mantan kepala Singapore
Civil Defence Force (SCDF). Lim dituduh
“mendapatkan imbalan seksual secara tidak sah dari
dua orang perempuan klien SCDF dan seorang
perempuan calon klien SCDF sebanyak 10 kali”
dalam waktu setahun lebih. Ketiga perempuan itu
“mencoba memuluskan kepentingan bisnis
perusahaan mereka” di SCDF. Mereka sejauh ini
belum menerima tuntutan hukum. sementara itu
Lim bisa didenda maksimal S$100.000 dan
dipenjara maksimal lima tahun jika divonis
bersalah.
2.3.2 Korea Selatan
Salah satu kasus korupsi yang saat ini tengah
mengguncang Korea Selatan adalah dari sektor
perbankan. Beberapa contoh di antaranya adalah
skandal korupsi di Financial Supervisory Service
(FSS), konon melibatkan sekitar 30 pejabat FSS,
termasuk pejabat yang sangat senior. Mereka dituduh
menerima suap sebagai ‘imbalan’ terhadap
longgarnya pengawasan atas beberapa bank yang
dianggap bermasalah. Ada pula praktik sebagai ‘calo’
penyaluran kredit. Sebagian pegawai FSS bahkan
banyak yang tergiur menjadi auditor bank, dengan
memanfaatkan koneksi teman-temannya di FSS
untuk mempengaruhi hasil audit dibanknya agar
terlihat tetap ‘kinclong’. Sekedar gambaran, inilah
salah satu pejabat teras FSS, dikabarkan menerima
suap sebesar 120 juta Won dari salah satu bank yang
bermasalah, yaitu Busan Saving Bank. Pejabat FSS
lainnya, konon meminta imbalan berupa mobil
mewah, Hyundai Grandeur senilai 40 juta won untuk
tidak mengungkap praktik perbankan yang tidak
sehat di Bohae Savings Bank. Bahkan, pejabat ini,
yang istrinya bekerja sebagai di perusahaan asuransi,
ikut ‘meminta’ sekitar 56 karyawan bank tersebut
untuk membeli produk asuransi tempat istrinya
bekerja. Kemudian, mantan direktur jenderal FSS
dikabarkan meminta suap sekitar 200 juta
Won dari Bohae Savings Bank ini. Busan dan Bohae
Savings Bank ini termasuk dalam 8 bank bermasalah
yang dibekukan otoritas akibat modal banknya yang
cekak. Meski demikian, ada pula pihak yang
menyatakan bahwa lemahnya pengawasan FSS
terhadap beberapa bank bermasalah, konon juga
merupakan ‘arahan’ staf kantor presiden terkait
dengan penyelanggaraan pertemuan G-20 di Seoul
November tahun lalu. Bila ini benar, bisa jadi para
pejabat FSS memanfaatkan situasi ini dengan
‘menekan’ bank.
2.3.3 RRC
Cheng Tong Hai, mantan pemimpin Sinopec, baru-
baru ini terbukti menerima suap 195,73 juta yuan
atau 28,64 juta dolar Amerika sejak 1999-2007.
Kasus Cheng Tong Hai, hanya sebagian kecil dari
rentetan daftar panjang para pejabat dan mantan
3. pejabat yang dihukum berat karena korupsi.
Beberapa kasus lainnya adalah:
Wakil Walikota Hangzhou, Xu Maiyong dianggap
Mahkamah Agung China terbukti menerima suap
jutaan dollar. Vonis mati atas dirinya jatuh pada 2011
lalu. Vonis mati ini sebagai bukti bahwa pemerintah
China berlaku keras atas korupsi. Xu dieksekusi pada
Juli 2011. Xu yang berusia 52 tahun disebutkan,
kerap melakukan intervensi dan bermain dalam
proyek-proyek di wilayahnya. Bukan apa-apa,
Hangzhou merupakan kawasan di China Timur yang
tengah berkembang. Jadi banyak proyek pemerintah
dibangun di kota itu. Selain bermain dalam proyek,
dia juga ikut membantu pengurangan pajak. Dia
terbukti menerima suap sinilai US$ 22,4 juta.
Pejabat Kota Suzhou, Jiang Renjie mantan wakil
Wali Kota Suzhou. Pada Juli 2011, peluru eksekutor
menembus tubuhnya. Dia ditembak mati karena
korupsi. Selaku pejabat negara dia dianggap lalai dan
melakukan perbuatan korupsi dengan menerima suap
hingga pukuhan juta dollar. Pengadilan menilai Jiang
terbukti menerima suap dari perusahaan pengembang
perumahan. Usianya sudah 62 tahun. Selain
penyuapan dia juga dinilai terbukti melakukan
penggelapan dan penyalahgunaan kekuasaan.
Pejabat Bank, Xiao Hongbo dihukum mati pada
2001. Pria berusia 37 tahun yang bekerja sebagai
manajer cabang Bank Konstruksi China, salah satu
bank BUMN. Dia dihukum mati Pengadilan Sichuan
pada 2001. Dia dinilai telah merugikan bank itu
senilai Rp 3,9 miliar. Xiao menggunakan uang
korupsi itu untuk membiayai 8 pacarnya. Dia juga
menggunakan uang itu untuk bergaya hidup mewah.
Dia dihukum mati pada 2001. Saat itu, 8 pacarnya
menangisi kepergian bankir yang royal tersebut
2.3.4 Jepang
Kejaksanaan Metropolitan Tokyo pun saat ini sedang
menahan Gubernur Tokushima yang didakwa
mendapatkan suap dari seorang konglomerat Jepang
dan dalam kasus lain juga menahan walikota
Shimozuma, Ibaraki. Selain itu ada kasus dari
anggota parlemen bernama Toshikatsu Matsuoka
berusaha memanipulasi laporan biaya penggunaan
listrik, padahal acara dilakukan di gedung parlemen
Seorang anggota parlemen dari Minshuto/DPJ Akira
Nagatsuma yang mencurigai praktik tidak fair dalam
penggunaan taksi oleh staf departemen keuangan.
Diprediksi ada 500 orang pegawai pemerintah yang
menerima uang terima kasih dan hadiah dari sopir
taksi langganannya. Pegawai itu umumnya bekerja
sampai larut malam dan pulang dengan
menggunakan taksi yang dibayar dengan kupon yang
dananya ditanggung negara. Mereka dipandang
menyalahgunakan wewenang karena memperoleh
sekadar uang terima. Mereka juga menerima
pemberian minuman seperti bir ketika dalam
perjalanan pulang. Beberapa contoh di atas mungkin
terlihat ‘biasa’ terjadi di Indonesia tetapi di Jepang
kasus-kasus tersebut digolongkan sebagai pidana.
Hal ini dikarenakan di Jepang istilah korupsi
disejajarkan dengan tindak pidana umum seperti
penyuapan, penggelapan uang negara dan penipuan.
2.3.5 Finlandia
Perdana Menteri (PM) perempuan pertama Finlandia,
Anneli Jaatteenmaki harus mundur dari jabatannya
bulan Juni 2003 setelah dituduh berbohong kepada
parlemen dan rakyat menyangkut kebocoran
informasi politik yang peka selama kampanye.
Kebohongan itu menyangkut kebocoran informasi
politik ketika dia berkampaye. Jaatteenmaki dituduh
telah meminta informasi soal pembicaraan antara
saingan politiknya, mantan PM Paavo Liponnen dan
Presiden Amerika Serikat ketika itu, George Bush,
mengenai isu-isu Irak dan lainnya. Berbekal
informasi itulah Jaatteenmaki akhirnya memenangi
kursi PM. Namun dalam perjalanannya, Jaatteenmaki
mengaku informasi soal pembicaraan isu Irak itu
masuk begitu saja ke faksimilenya. Belakangan
diketahui, Jaatteenmaki sengaja meminta informasi
tadi dari pihak Kementerian Luar Negeri. Jadi, dia
telah berbohong kepada parlemen dan semua
masyarakat. Jaatteenmaki, pemimpin Partai Tengah,
praktis hanya menduduki jabatannya selama 69 hari.
2.3.6 USA
Kasus yang baru-baru ini menerpa menerpa anggota
dewan AS yaitu Duke Cunningham tahun 2006 yang
menyuap anggota kongres di Departemen Pertahanan
AS dalam unsur politis terhadap kontrak federal
sejumlah 2,3 juta dollar AS. Perjanjian ini juga
menyeret Mitchell Wade dan Brent R. Wilkes
sebagai pemilik MZM dan ADCS Inc.
Lain lagi kasus Koreagate di tahun 1978 yang
menyeret politikus Korea Selatan yang
mempengaruhi 10 anggota kongres demokrat.
Tujuannya adalah membalikkan keputusan Presiden
Richard Nixon untuk menarik pasukannya dari Korea
Selatan. KCIA pun dilibatkan mengenai rumor
penyuapan dari Tongsun Park seorang pebisnis asal
Korea untuk mendapatkan keuntungan dan pengaruh
atas keputusan Korea.
Selain kasus-kasus tadi terdapat fakta-fakta korupsi
di pasar keuangan dan bisnis AS, yang membuat
berita korupsi sebagai sesuatu yang normal salah
satunya adalah pemalsuan dokumen. Hal ini mungkin
tidak bersentuhan secara langsung dengan praktik
korupsi tetapi besar kemungkinan, pemalsuan
dokumen akan membantu pelaksanaan bisnis supaya
lebih menguntungkan. Hal ini nantinya yang akan
berimbas pada money laundering. Sudah bukan berita
baru bahwa koruptor menyembunyikan harta mereka
di banyak negara kaya seperti Dari Dubai, London,
Paris, bahkan hingga Amerika Serikat (AS). Salah
satu cara menyembunyikan aset haram dari
jangkauan aparat berwajib, yaitu melalui perusahaan
yang tak jelas aset dan operasinya (shell corporation).
3. PEMBAHASAN
3.3.1 Kasus Korupsi di Indonesia
Masalah korupsi tengah menjadi perbincangan
hangat di masyarakat, terutama media massa lokal
dan nasional. Maraknya korupsi di Indonesia seakan
sulit untuk diberantas dan telah menjadi budaya.
Pada dasarnya, korupsi adalah suatu pelanggaran
hukum yang kini telah menjadi suatu kebiasaan.
Berdasarkan data Transparency International
4. Indonesia, kasus korupsi di Indonesia belum teratasi
dengan baik. Indonesia menempati peringkat ke-100
dari 183 negara pada tahun 2011 dalam Indeks
Persepsi Korupsi. Di era demokrasi, korupsi akan
mempersulit pencapaian good governance dan
pembangunan ekonomi. Terlebih lagi akhir-akhir ini
terjadi perebutan kewenangan antara KPK dan Polri.
Sebagai institusi yang sama-sama menangani
korupsi, seharusnya KPK dan Polri bisa bekerja sama
dalam memberantas korupsi. Tumpang tindih
kewenangan seharusnya tidak terjadi jika dapat
dikoordinasikan secara baik. Penyebab terjadinya
korupsipun bermacam-macam, antara lain masalah
ekonomi, yaitu rendahnya penghasilan yang
diperoleh jika dibandingkan dengan kebutuhan hidup
dan gaya hidup yang konsumtif, budaya memberi tips
(uang pelicin), budaya malu yang rendah, sanksi
hukum lemah yang tidak mampu menimbulkan efek
jera, penerapan hukum yang tidak konsisten dari
institusi penegak hukum, dan kurangnya pengawasan
hukum. Dalam upaya pemberantasan korupsi,
diperlukan kerja sama semua pihak maupun semua
elemen masyarakat, tidak hanya institusi terkait saja.
Indonesia adalah salah satu dari sekian banyak
negara yang telah merasakan dampak dari tindakan
korupsi. Salah satu contoh kasus korupsi yang
mungkin tidak akan dengan mudah kita lupakan,
mengingat pelaku koruptor ini adalah rekan
almamater, kasus dari Gayus
Tambunan. Diperkirakan gayus telah mencuri
sebesar dua puluh delapan milyar, meskipun
mungkin saja sebenarnya nilai yang dia curangi jauh
di atas angkat dua puluh depalan milyar.
Ketidakpercayaan ini berdasarkan banyaknya wajib
pajak raksasa yang ditanganinya yakni 149 wajib
pajak antara lain Chevron, Kaltim Prima Coal atau
Kapuas Prima Coal (Metro tv membuat Kapuas
Prima Coal), Bumi Resourches dan lain-lain. Dari
149 mega perusahaan ini, 60 ditangani Gayus
langsung. Semua perusahaan itu ingin mendapatkan
keringanan pajak atau tidak bisa menerima besaran
jumlah tagihan dari instansi pajak dan Gayus dan
kawan-kawan memanfaatkan peluang tersebut.
Majalah Tempo mengungkapkan bahwa kasus Gayus
mencakup uang sebesar Rp1,7 triliun, saat ini dia
masih menyimpan uang tersebut di beberapa deposit
box dan menurut Tempo dia berulang kali membujuk
penyidik akan memberikan deposit box tersebut,
kecuali satu untuk dia dan keluarga, asal dibebaskan
atau hukumannya diringankan. Berita ini
membuktikan bahwa korupsi di instansi perpajakan
adalah mega korupsi yang harus mendapat perhatian
dan pengawalan super serius dari pers dan
masyarakat. Disinyalir potensi uang negara yang
hanyut ke kantong-kantong petugas pajak dan
gangnya mencapai Rp300 triliun.
Soeharto. Bekas presiden Soeharto diduga
melakukan tindak korupsi di tujuh yayasan (Dakab,
Amal Bakti Muslim Pancasila, Supersemar, Dana
Sejahtera Mandiri, Gotong Royong, dan Trikora) Rp
1,4 triliun. Ketika diadili di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan, ia tidak hadir dengan alasan sakit.
Kemudian majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan mengembalikan berkas tersebut ke kejaksaan.
Kejaksaan menyatakan Soeharto dapat kembali
dibawa ke pengadilan jika ia sudah sembuh?
Walaupun pernyataan kejaksaan ini diragukan
banyak kalangan.
Pertamina. Dugaan korupsi dalam Tecnical
Assintance Contract (TAC) antara Pertamina dengan
PT Ustaindo Petro Gas (UPG) tahun 1993 yang
meliputi 4 kontrak pengeboran sumur minyak di
Pendoko, Prabumulih, Jatibarang, dan Bunyu. Jumlah
kerugian negara, adalah US $ 24.8 juta. Para
tersangkanya 2 Mantan Menteri Pertambangan dan
Energi Orde Baru, Ginandjar Kartasasmita dan Ida
Bagus Sudjana, Mantan Direktur Pertamina Faisal
Abda’oe, serta Direktur PT UPG Partono H Upoyo.
Kasus Proyek Kilang Minyak Export Oriented
(Exxor) I di Balongan, Jawa Barat dengan tersangka
seorang pengusaha Erry Putra Oudang.
Pembangunan kilang minyak ini menghabiskan biaya
sebesar US $ 1.4 M. Kerugian negara disebabkan
proyek ini tahun 1995-1996 sebesar 82.6 M, 1996-
1997 sebesar 476 M, 1997-1998 sebesar 1.3 Triliun.
Kasus kilang Balongan merupakan benchmark-nya
praktek KKN di Pertamina. Negara dirugikan hingga
US$ 700 dalam kasus mark-up atau
penggelembungan nilai dalam pembangunan kilang
minyak bernama Exor I tersebut. Kasus Proyek
Pipaisasi Pengangkutan Bahan Bakar Minyak (BBM)
di Jawa (Pipianisasi Jawa), melibatkan Mantan
Direktur Pertamina Faisal Abda’oe, Bos Bimantara
Rosano Barack, dan Siti Hardiyanti Rukmana.
Kerugian negara hingga US$ 31,4 juta.
Bapindo. Tahun 1993, pembobolan yang terjadi di
Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dilakukan
oleh Eddy Tanzil yang hingga saat ini tidak ketahuan
dimana rimbanya, Negara dirugikan sebesar 1.3
Triliun.
Kasus HPH dan Dana Reboisasi Hasil audit Ernst
& Young pada 31 Juli 2000 tentang penggunaan
dana reboisasi mengungkapkan ada 51 kasus korupsi
dengan kerugian negara Rp 15,025 triliun (versi
Masyarakat Transparansi Indonesia). Yang terlibat
dalam kasus tersebut, antara lain, Bob Hasan,
Prajogo Pangestu, sejumlah pejabat Departemen
Kehutanan, dan Tommy Soeharto.
Bob Hasan telah divonis enam tahun penjara. Bob
dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi proyek
pemetaan hutan senilai Rp 2,4 triliun. Direktur
Utama PT Mapindo Pratama itu juga diharuskan
membayar ganti rugi US$ 243 juta kepada negara
dan denda Rp 15 juta. Kini Bob dikerangkeng di LP
Nusakambangan, Jawa Tengah.
Prajogo Pangestu diseret sebagai tersangka kasus
korupsi dana reboisasi proyek hutan tanaman industri
(HTI) PT Musi Hutan Persada, yang diduga
merugikan negara Rp 331 miliar. Dalam
pemeriksaan, Prajogo, yang dikenal dekat dengan
bekas presiden Soeharto, membantah keras tuduhan
korupsi. Sampai sekarang nasib kasus taipan kakap
ini tak jelas kelanjutannya.
Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
Kasus BLBI pertama kali mencuat ketika Badan
Pemeriksa Keuangan mengungkapkan hasil auditnya
5. pada Agustus 2000. Laporan itu menyebut adanya
penyimpangan penyaluran dana BLBI Rp 138,4
triliun dari total dana senilai Rp 144,5 triliun. Di
samping itu, disebutkan adanya penyelewengan
penggunaan dana BLBI yang diterima 48 bank
sebesar Rp 80,4 triliun. Bekas Gubernur Bank
Indonesia Soedradjad Djiwandono dianggap
bertanggung jawab dalam pengucuran BLBI.
Sebelumnya, mantan pejabat BI lainnya yang terlibat
pengucuran BLBI?Hendrobudiyanto, Paul Sutopo,
dan Heru Soepraptomo?telah dijatuhi hukuman
masing-masing tiga, dua setengah, dan tiga tahun
penjara, yang dianggap terlalu ringan oleh para
pengamat. Ketiganya kini sedang naik banding.
Bersama tiga petinggi BI itu, pemilik-komisaris dari
48 bank yang terlibat BLBI, hanya beberapa yang
telah diproses secara hukum. Antara lain: Hendrawan
Haryono (Bank Aspac), David Nusa Widjaja (Bank
Servitia), Hendra Rahardja (Bank Harapan Santosa),
Sjamsul Nursalim (BDNI), dan Samadikun Hartono
(Bank Modern).
Abdullah Puteh. Gubernur Nanggroe Aceh
Darussalam yang kini non aktif ini menjadi tersangka
korupsi APBD dalam pembelian helikopter dan
genset listrik, dengan dugaan kerugian Rp 30 miliar.
Tentunya kasus-kasus korupsi di Indonesia sudah
terlalu banyak sampai-sampai sulit untuk
didokumentasikan. Sebut saja kasus hambalang,
kasus suap impor daging sapi hingga menyeret-
nyeret istilah gratifikasi seks. Belum lagi kasus SKK
migas, wisma atlet serta ratusan bahkan mungkin
ribuan kasus-kasus korupsi yang besar hingga yang
kecil di seluruh jagat nusantara ini. Seperti yang
sudah saya sampaikan tadi, korupsi membawa
dampak yang sangat buruk dan merugikan berbagai
pihak. Gara-gara ulah petugas bejat ini, kita
kehilangan kesempatan untuk mendapatkan jalan
raya berkualitas baik, sekolah-sekolah, bea siswa,
perguruan tinggi, rumah sakit, obat-obatan, pasar,
pembangkit listrik, taman hiburan dan fasilitas publik
lainnya. Jika ternyata kasus maling ayam, maling
jemuran, maling tape mobil, maling kaca spion,
maling motor dan sejenisnya saja dijatuhi hukuman
yang heboh, alangkah seimbangnya jika kita
tingkatkan sedikit kepedulian kita pada para pencuri
uang kita.
3.3.2 Awal Mula
Secara formal, korupsi di Indonsia dimulai sejak era
Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat
mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah
melalui Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang
diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan
Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun
1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung,
belum membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang
Nomor3 Tahun 1971 dengan “Operasi Tertib”yang
dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan
dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan
kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin
canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut
gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan
pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan
sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin
banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami
krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan
yang pada akhirnya menjadi krisis
multidimensi. Gerakan reformasi yang
menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara
lain ditegakkannya supremasi hukum dan
pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme
(KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di
dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 &
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari
KKN. Istilah korupsi di Indonesia pada mulanya
hanya terkandung dalam khazanah perbincangan
umum untuk menunjukkan penyelewengan-
penyelewengan yang dilakukan pejabat-pejabat
Negara. Namun karena penyakit tersebut sudah
mewabah dan terus meningkat dari tahun ke tahun
bak jamur di musim hujan, maka banyak orang
memandang bahwa masalah ini bisa merongrong
kelancaran tugas-tugas pemerintah dan merugikan
ekonomi Negara. Kelompok mahasiswa sering
menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan
demonstrasi. Tema yang sering diangkat adalah
“penguasa yang korup” dan “derita rakyat”. Mereka
memberikan saran kepada pemerintah untuk
bertindak tegas kepada para korup-tor. Hal ini cukup
berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998
3.3.3 Faktor-faktor terjadinya Korupsi
Korupsi tidak mungkin terjadi hanya karena
kebetulan tetapi dikarenakan beberapa hal yang
membuatnya tumbuh subur di lingkungan tertentu.
Indonesia dapat dikatakan sebagai negara dengan
tingkat korupsi yang tinggi. Beberapa hal yang dapat
mendorong terjadinya korupsi di Indonesia adalah :
• adanya budaya memberikan upeti, imbalan jasa
dan hadiah kepada seseorang yang memiliki
kekuasaan ataupun jabatan tertentu
• tingginya budaya permisif (memaafkan kesalahan
orang lain) serta enggan untuk berkomentar lebih
jauh mengenai orang lain. Dalam hal ini bisa
dibilang masyarakat bersikap agak tidak mau
tahu. Alhasil lingkungan akan menganggap biasa
bila ada korupsi, karena sering terjadi
• adanya kesempatan untuk melaksanakan korupsi
sehingga terjadilah penyalahgunaan kekuasaan
dan wewenang
• Penegakan hukum tidak konsisten dan masih
berupa pencitraan politik yang bersifat sementara
dan seringkali berubah setiap terjadi pergantian
pemerintahan
• Konsentrasi kekuasan berada pada pengambil
keputusan yang tidak bertanggung jawab
langsung kepada rakyat
• Langkanya lingkungan yang antikorup dimana
sistem dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan
sebatas formalitas dan tidak ditegakkan dengan
6. sungguh-sungguh. Alhasil tidak adanya efek jera
bagi para koruptor.
• Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada
keuntungan korupsi. Sering kita lihat para
koruptor sekarang ini lebih takut miskin daripada
penjara. Selain itu rendahnya penghargaan
terhadap jabatan menjadikan para koruptor ini
saat tertangkap bisa dengan mudahnya menyuap
penegak hukum sehingga dibebaskan atau
setidaknya diringankan hukumannya. Rumus:
Keuntungan korupsi > kerugian bila tertangkap
• Rendahnya pendapatan penyelenggaraan negara.
Secara matematis seharusnya pedapatan yang
diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan
penyelenggara negara, mampu mendorong
penyelenggara negara untuk berprestasi dan
memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Selain itu sistem reward and punishment belum
berlaku secara lebih serius di dalam lingkungan
pemerintahan.
• Sikap mental para pegawai yang ingin cepat kaya
dengan cara yang instan serta kurangnya
kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada
bidang pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat
pemerintah akibat diterima menjadi pejabat
negara melalui ‘jalur belakang’ yang sarat dengan
KKN
• Kurangnya transparansi di dalam proses
pengambilan keputusan pemerintah
• Sudah menjadi kebiasaan bahwa kampanye-
kampanye politik menelan biaya yang sangat
mahal dan tidak jarang sampai merogoh kocek
pribadi. Ini menjadi akar terjadinya korupsi ketika
akhirnya menjabat sebagai penyelenggaran
negara
• masyarakat kurang mampu melakukan korupsi
karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka
yang berkecukupan melakukan korupsi karena
serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan
segala cara untuk mendapatkan keuntungan
• kurangnya kepekaan sosial di dalam hati
masyarakat untuk berperang melawan korupsi.
Mungkin juga disebabkan sudah lunturnya rasa
gotong royong dan tolong menolong yang
sebetulnya merupakan budaya bangsa. Mungkin
juga dikarenakan lunturnya kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah
• Gagalnya pendidikan agama dan etika. Saat ini
pemeluk agama di Indonesia masih menganggap
agama hanya berkutat pada masalah bagaimana
cara beribadah saja sehingga agama nyaris tidak
berfungsi dalam memainkan peran sosial. Padahal
seharusnya agama bisa memainkan peran yang
sangat besar, jauh lebih besar jika dibandingkan
institusi lainnya. Karena adanya ikatan emosional
antara agama dan pemeluk agama tersebut jadi
agama bisa menyadarkan umatnya bahwa korupsi
dapat memberikan dampak yang sangat buruk
baik bagi dirinya maupun orang lain Salah satu
alasan agama kurang berperan karena di
Indonesia sekarang ini sarat dengan isu-isu SARA
dan fanatisme sempit serta kurang meresapi arti
Bhineka Tunggal Ika
3.3.4 Dampak Korupsi
Berkaitan dengan dampak yang diakibatkan dari
tindak pidana korupsi, setidaknya terdapat dua
konsekuensi. Konsekuensi negatif dari korupsi
sistemik terhadap proses demokratisasi dan
pembangunan yang berkelanjutan adalah :
• Korupsi mendelegetimasikan proses demokrasi
dengan mengurangi kepercayaan publik terhadap
proses politik melalui politik uang;
• Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada
kebijakan publik, membuat tiadanya akuntabilitas
publik, dan menafikan the rule of law. Hukum
dan birokrasi hanya melayani kepada kekuasaan
dan pemilik modal;
• Korupsi meniadakan sistem promosi dan
hukuman yang berdasarkan kinerja karena
hubungan patron-client dan nepotisme.
• Korupsi mengakibatkan proyek-proyek
pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah
dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat
sehingga menganggu pembangunan yang
berkelanjutan;
• Korupsi mengakibatkan sistem ekonomi karena
produk yang tidak kompetitif dan penumpukan
beban hutang luar negeri.
Korupsi yang sistematik dapat menyebabkan :
• Biaya ekonomi tinggi oleh penyimpangan intensif
• Biaya politik oleh penjarahan atau pengangsiran
terhadap suatu lembaga publik, dan;
• Biaya sosial oleh pembagian kesejahteraan dan
pembagian kekuasaan yang tidak
3.3.5 Studi banding Pemberantasan di 6 negara
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di
Singapura
Melihat tingginya risiko korupsi di negaranya Lee
Kwan Yew pun memimpin gerakan pemberantasan
korupsi saat berkuasa sejak 1959. Bahkan dengan
menguatnya gerakan People's Action Party, ia
mengumumkan perang melawan korupsi dengan
mengatakan, “no one, not even top government
officials are immuned from investigation and
punishment for corruption”.
Hal ini melahirkan serangkaian undang-undang
antikorupsi, seperti Undang-undang Pencegahan
Korupsi (The Prevention of Corruption Act/
PCA) yang diperbaharui pada tahun 1989 dengan
nama The Corruption (Confiscation of Benefit) Act
dan selanjutnya muncullah CPIB. Sesungguhnya
semua usaha Lee Kwan Yew untuk memberantas
korupsi di Singapura tidak akan berhasil apabila tidak
didukung oleh adanya political will dari para birokrat
dan dukungan masyarakat.
Pemberantasan korupsi di Singapura dilakukan
secara konsisten dan berkesinambungan. Praktik-
praktik korupsi di birokrasi dari tahun ke tahun
semakin terkikis, karena masyarakat dan
pemerintahannya memiliki tekad kuat untuk
membangun negara yang bersih dari segala macam
bentuk penyelewengan uang negara. Masyarakat
berperan aktif mengamati segala sesuatu yang
7. mencurigakan, dan kemudian melaporkan jika ada
indikasi penyelewengan, termasuk para pejabat
negara yang kehidupannya di luar kewajaran.
Pemberantasan korupsi oleh CPIB bisa berhasil juga
karena adanya beberapa wewenang yang mendukung
mereka dalam mengungkapkan kasus korupsi. CPIB
memiliki enam kewenangan utama yaitu kewenangan
untuk penahanan, penyidikan, khusus penyidikan,
penggeledahan, penuntutan dan perlindungan
informan.
Strategi Singapura untuk pencegahan dan penindakan
korupsi memfokuskan terhadap empat hal utama.
Keempatnya yaitu, Effective Anti-Corruption
Agency; Effective Acts (or Laws); Effective
Adjudication; dan Efficient Administration. Seluruh
pilar tersebut dilandasi oleh strong political will
against corruption dari pemerintah. Sekali lagi
komitmen politik pemerintah yang tinggi dalam
memberantas korupsi adalah faktor utama dan
terpenting dari keberhasilan Singapura untuk
mencegah dan meredam korupsi. Salah satu cara
untuk memancing kuatnya political will tersebut
adalah dengan memberikan gaji yang besar kepada
para pemegang jabatan. Selain itu pemberian reward
and punishment memang terkenal ampuh di dalam
kondisi korupsi yang mengancam di segala bidang.
Hal ini berdampak sangat besar karena para
pemangku jabatan akan bekerja dengan lebih
maksimum tanpa perlu menumpuk kekayaan untuk
dirinya sendiri yang berasal dari negara. Hal ini
sukses tergambar pada profil Perdana Menteri
Singapura yang digaji 17,6 milyar rupiah per tahun.
Angka ini jauh melampaui Kepala Eksekutif Hong
Kong, Presiden USA Barrack Obama dan Presiden
Irlandia serta Presiden Afrika.
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di
Korea Selatan
Perubahan substansial baru muncuk di awal tahun
1990an semasa pemerintahan Kim-Young-Sam
(1993-1998). Lahirnya Presidential Emergency Order
untuk mengatur sistem transaksi keuangan nasional
dan ekonomi pada tahun 1993. Inilah tonggak
lahirnya transparansi keuangan dalam melarang
penggunaan keuangan anonim. Di Indonesia sendiri
konsep ini mirip dengan Treasury Single Account
(TSA). Selanjutnya UU Real Name Financial
Transactions and Guarantee of Secrecy disahkan
tahun 1997 untuk mengatasi cacat parsial seperti
ketidaknyamanan transaksi keuangan dan kecemasan
tentang penyelidikan pajak. Selain itu penguatan
peran Dewan Audit dan Inspeksi (BAI) menjadi agen
de jure anti korupsi dan mendirikan Komite
Pencegahan Korupsi (CPC) sebagai badan penasehat
ketua BAI. Di sinilah terlihat adanya reformasi
regulasi melalui kegiatan komite reformasi
administrasi dan derefulasi tersebut berkontribusi
menurunkan praktek korupsi di pemerintahan. Pada
tanggal 24 Juli 2001 diberlakukanlah UU Anti
Korupsi untuk melayani penciptaan iklim yang bersih
dalam layanan sipil dan masyarakat guna mencegah
dan mengatur tindakan korupsi. Pada tahun yang
sama, UU Pencegahan Pencucian Uang juga
diberlakukan. Selanjutnya Kode Etik untuk
Mempertahankan Integritas Pejabat Publik disahkan
tanggal 18 Februari 2003. Jadi dapat dikatakan pilar-
pilar utama dari korupsi anti infrastruktur telah
dibentuk selama pemerintahan Kim Dae Jung.
Selanjutnya di era Roh Moo-hyun (2003-2008) UU
Public Office Election direvisi untuk meminimalkan
praktek korup dalam proses pemilihan jabatan publik
dan selanjutnya berganti nama menjadi KICAC guna
mendorong integritas nasional skala penuh dan bukan
hanya menyentuh anti korupsi, sesuai dengan pasal
10 UU Anti Korupsi. Sekretariat KICAC
bertanggung jawab menyampaikan kebijakan anti
korupsi kepada Dewan Komisi dan penanganan
urusan administrasi sesuai dengan keputusan dewan.
KICAC memiliki empat biro termasuk kantor pusat
pemeriksaan, manajemen urusan hukum,
perencanaan kebijakan dan hubungan masyarakat.
KICAC merupakan otoritas utama anti korupsi di
Korsel tetapi tidak memiliki kekuasaan investigatif.
Meski begitu keberadaan organisasi ini menunjukkan
pemerintah Korsel memiliki kesiapan menangani isu-
isu korupsi sebagai prioritas utama agenda
pembangunan nasional. Dibandingkan dengan negara
lainnya di Asia dalam membangun lembaga
independen khusus anti korupsi, Korea Selatan
termasuk terlambat. Singapura mendirikan CPIB
tahun 1952; Malaysia membentuk ACA tahun 1967,
Hong Kong membuat ICAC di 1974; Thailand
membentuk NCCC tahun 1999 dan Indonesia
membentuk KPK tahun 2003.
KICAC menerapkan berbagai tindakan mencegah
korupsi, menciptakan check and balances antara
otoritas dalam kekuasaan dan memperkenalkan
perlindungan terhadap whistle blower dan sistem
penghargaan. Pencegahan dan hukuman diwujudkan
dalam langkah-langkah antikorupsi berupa perbaikan
kelembagaan untuk pencegahan korupsi, penanganan
laporan korupsi, melindungi dan memberi
pernghargaan whistle-blower, penilaian kegiatan anti
korupsi dan meningkatkan kesadaran publik tentang
isu korupsi melalui kode etik pejabat publik dan
pelatihan anti korupsi.
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di RRC
Saat ini China menerapkan tiga langkah untuk
memberantas korupsi, yaitu memperbaiki sistem
birokrasi, meningkatkan penyidikan terhadap
pegawai negeri, dan mengawasi kekuasaan.
Pengawasan ditingkat administrasi pemerintahan
dilakukan oleh Kementrian Pengawasan, sedangkan
pengawasan internal di tubuh partai dijalankan oleh
Direktorat Disiplin.
Seperti di Indonesia, meski pemerintah China terus
melakukan kampanye antikorupsi dan penangkapan
ratusan pejabat, aksi penyuapan, penggelapan, dan
berbagai bentuk tindak korupsi masih terjadi. Hal itu
dimungkinkan karena elite partai masih menguasai
industri penting seperti perbankan, properti dan
manufaktur, dan pemerintah pusat tak bisa
mengontrolnya.
Komisi Pusat untuk Inspeksi Disiplin (CCDI) terus
melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap
para pejabat negara dalam upaya memerangi
korupsi. Langkah terbaru yang akan diterapkan men-
8. cakup pemantauan terhadap penggunaan kendaraan
umum dan pengawasan aset pejabat. Berdasarkan
catatan komisi pemberantasan korupsi China
sedikitnya ada 139.621 kasus korupsi. Yang sudah
ada hukuman disiplin untuk 146.517 pelaku korupsi.
Lalu, 5.373 kasus dilimpahkan ke pengadilan
korupsi. Upaya pemerintah China membasmi
koruptor telah menjadi model terekstrim di dunia
sejak Presiden China Hu Jintao memimpin pada
2003. Dia memberlakukan hukuman mati bagi
siapapun yang terbukti korup.
Pemerintah China juga mengumumkan mendirikan
Biro Pencegahan Korupsi Nasional (NBCP) yang
akan bertugas untuk memonitor jalur aset yang
mencurigakan serta aktivitas yang dicurigai
merupakan hasil korupsi. Staf NBPC akan
mengumpulkan dan menganalisis informasi dari
sejumlah sektor termasuk diantaranya dari
perbankan, penggunaan lahan, pengobatan, dan
telekomunikasi serta melakukan kerja sama dengan
instansi terkait. Biro ini nantinya akan melaporkan
langsung temuannya kepada Dewan Negara atau
Kabinet China.
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di
Jepang
Semenjak PM Hatoyama memerintah, sebuah tim
(shiwake) ditunjuk untuk memeriksa semua lembaga
atau institusi pemerintah yang memanfaatkan pajak
dari rakyat Jepang, apakah uang rakyat telah benar-
benar dipakai dengan adil disebut yang tugas
utamanya pemeriksaan keuangan proyek. Hal ini
dilakukan untuk memastikan bahwa uang negara
dipakai sebagaimana mestinya. Cara kerja Jigyou
shiwake adalah memeriksa penggunaan uang rakyat
di lembaga atau institusi yang dikontrol negara.
Terdapat sekitar 447 proyek yang akan diselidiki dan
tim ini bekerja sangat cepat sehingga sudah puluhan
masalah yang dibongkar. Pertanyaan yang sering
diajukan adalah “ke mana uang itu pergi?” atau
“kenapa pembiayaan terlalu besar?”. Program ini
ditanggapi positif oleh rakyat Jepang, karena dengan
begitu mereka dapat mengetahui bagaimana
penyalahgunaan pajak yang mereka bayarkan. Akan
tetapi mereka juga mengkritisi apakah proyek-proyek
yang diputuskan berhenti atau ditinjau ulang benar-
benar dilaksanakan, yang dengan demikian rakyat
bisa menikmati hasilnya.
Sistem pencegahan korupsi di Jepang memang cukup
unik. Jepang memilih pendekatan budaya dan sosial
(soft approach) dimana dalam masyarakat
ditumbuhkan mentalitas bekerja keras melalui proses,
disiplin, dan fairness. Prilaku korupsi dipandang
sebagai tindakan yang memalukan dan merendahkan
martabat serta harga diri. Budaya “malu” masih
sangat kental di dalam masyarakat Jepang dan hal ini
merupakan alat yang sangat efektif untuk tindakan
preventif terhadap korupsi. Tidak ada Undang-
Undangan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
seperti di Indonesia. Adapun hukuman bagi koruptor
hanyalah 7 tahun penjara.
Selain itu setiap anggota parlemen Jepang wajib
membuat laporan kegiatan. Laporan kerja dan
laporan keuangan tahunan tersebut harus
dipublikasikan melalui internet dan dapat diakses
oleh publik. Semua pemasukan dan pengeluaran
anggota harus dipublikasikan di website secara rinci
setiap yen nya. Masyarakat bisa melihat laporan itu
secara terbuka kapan saja.
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di
Finlandia
Melalui kerja keras tak kenal menyerah, negara
berpenduduk 5,5 juta jiwa ini lambat laun menjelma
menjadi negara yang sangat bersih, yang hampir nol
korupsi. Hal ini dikarenakan pemerintah Finlandia
menyadari korupsi hanya dapat dihilangkan dengan
menciptakan tata pemerintahan dan tata
administrasi yang baik. Implementasinya adalah
dari sekitar 3.000 staf dan pegawai di Kementerian
Industri dan Perdagangan ini, hanya menterinya saja
yang politisi. Sisanya adalah orang lapangan yang
tumbuh dari bawah. Jadi, tak ada kepentingan politik
atau memasukkan orang-orang politik yang tidak
kompeten ke kementerian apa pun di sana. Hal ini
pun menimbulkan kepercayaan yang tinggi pada
masyarakat kepada pemerintah dan institusi bahwa
mereka akan bertindak adil dan objektif.
Hal berikutnya yang ditingkatkan adalah integritas
pegawai pemerintah. Integritas dalam bekerja
menjadi bagian penting dalam mencegah korupsidan
hal ini membuat pegawai pemerintah di Finlandia
menjunjung tinggi reputasi. Hancurnya reputasi
akibat perbuatan tercela biasanya berakhir dengan
keluarnya pegawai tersebut dari pekerjaan sebagai
pegawai pemerintah. Rasa malu juga tumbuh di
kalangan pegawai pemerintah. Jika terdapat pegawai
pemerintah yang tertangkap memberikan atau
menerima suap, hal itu akan menimbulkan aib sosial
yang sangat kuat. Kasus mundurnya Anneli
Jaatteenmaki adalah contoh nyata.
Langkah selanjutnya adalah Undang-Undang
Antikorupsi. Ada dua undang-undang yang mengatur
masalah korupsi di Finlandia yaitu UU Prosedur
Administrasi dan UU Hukum Pidana. UU Prosedur
Administrasi ditekankan untuk memajukan perilaku
yang baik dalam organisasi publik. Prinsip-prinsip
yang melandasinya antara lain, menekankan pejabat
untuk bertindak adil dan melaksanakan pekerjaannya,
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam
memberikan pelayanan, mereka dilarang memungut
biaya. Sanksi bagi pegawai yang melanggar dapat
berupa teguran tertulis sampai dengan pemberhentian
dengan tidak hormat. Sedangkan menurut UU
HukumPidana, pegawai pemerintah di Finlandia juga
termasuk subjek hukum pidana. Ada pasal-pasal
khusus yang mengatur perbuatan-perbuatan pegawai
pemerintah yang dikategorikan sebagai melanggar
hukum, seperti menerima suap, melakukan
pemerasan, menerima suap sebagai anggota
parlemen, membocorkan rahasia jabatan, dan
melanggar kewajiban jabatan.
Langkah keempat adalah mekanisme audit.
Pengendalian administratif didesentralisasikan ke
berbagai institusi pemerintah dan pencegahan korupsi
ditangani oleh beberapa institusi.
Di samping itu, di Finlandia juga terdapat The
National Audit Office (semacam BPK di Indonesia)
9. yang mandiri. Tugasnya melakukan audit keuangan
dan audit kinerja. Masyarakat dapat menyampaikan
komplain/ keluhan atas berbagai masalah terkait
dengan manajemen keuangan pemerintah, ekonomi
publik, atau dugaan penyalahgunaan dana
pemerintah.
Hal lainnya yang dapat kita lihat dari upaya Finlandia
menciptakan kehidupan yang bebas korupsi adalah
pembentukan kantor ombudsman yang khusus
memantau pengumuman harta kekayaan. Selain itu
Finlandia juga membangun National Integrity System
(NIS) atau sistem Integritas Nasional. Di Finlandia,
Sistem Integritas Nasional mampu menciptakan
masyarakat yang bersih, korupsi termasuk suap di
sektor bisnis hampir nol. Supremasi hukum benar-
benar ditegakkan. Sistem Integritas Nasional itulah,
akhirnya menjadikan Finlandia tidak perlu
mengeluarkan banyak keringat birokrasi dan proses
produksi dunia usaha berjalan sangat efisien.
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di
Amerika Serikat
Dalam memerangi korupsi, AS tidak memiliki komisi
khusus seperti Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). AS justru memiliki mekanisme lain antara
pemerintah dan sektor swasta. AS memiliki angka
yang tinggi dalam hal penanganan hukum di antara
negara-negara OECD lainnya. AS memiliki sejenis
mekanisme kemitraan dengan perusahaan swasta
untuk menangani korupsi. Dalam mekanisme itu,
Pemerintah AS membiarkan perusahaan yang terkait
untuk menindak para pegawainya yang terlibat
korupsi. Sebaliknya, Pemerintah AS akan
memberikan insentif bagi perusahaan-perusahaan
yang sudah berprestasi dalam memberantas korupsi.
Pencegahan kasus korupsi di Amerika sudah dimulai
sejak tahun 1970-an ketika skandal Watergate
diketahui oleh umum, sebagai sebuah masalah
hukum yang berat. Sebenarnya pencegahan kasus
korupsi sudah dilakukan jauh sebelum skandal
Watergate muncul. Kemitraan bersama antara
pemerintah dan pihak swasta justru berdampak besar
sekali kepada kepatuhan dari perusahaan-perusahaan
Amerika sehingga korupsi dapat dicegah. Dalam
mekanisme kemitraan ini yang harus diperhatikan
adalah perusahaan dituntut untuk menjalankan dan
menerapkan Undang-undang Praktik Korupsi Asing
(FCPA) tujuannya adalah mencegah terjadinya
praktik suap dan pelaku yang terlibat korupsi tidak
bisa melarikan diri. Hasilnya perusahaan-perusahaan
bisa bergerak bebas dengan bijak jika terdapat
masalah.
3.3.6 Usaha Yang Dilakukan Indonesia
Korupsi di Indonesia bukan hanya suatu fenomena
tetapi sudah menjadi kultur yang sudah mengakar ke
seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian, dapat
dibayangkan betapa sulitnya menangani korupsi di
Indonesia. Hal ini seperti mengobati penyakit kulit
yang sudah mengakar sampai jauh ke bawah kulit
dan bahkan ke daging; sulit menyembuhkannya
kecuali diobati sampai ke akar-akarnya. Pemerintah
Indonesia sebenarnya tidak tinggal diam dalam
mengatasi praktikpraktik korupsi. Upaya pemerintah
dilaksanakan melalui berbagai kebijakan yang berupa
peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi
yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sampai dengan
Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
Berbagai upaya konkrit pemerintah untuk
memberantas korupsi, dimulai dari pembenahan
aspek hukum, yang sampai saat ini telah memiliki
banyak sekali rambu-rambu berupa peraturan -
peraturan, antara lain Tap MPR XI tahun 1980,
kemudian tidak kurang dari 10 UU anti korupsi,
diantaranya UU No. 20 tahun 2001 tentang
perubahan UU No. 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kemudian
yang paling monumental dan strategis, Indonesia
memiliki UU No. 30 Tahun2002, yang menjadi dasar
hukum pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), ditambah lagi dengan dua Perpu, lima Inpres
dan tiga Kepres. Di kalangan masyarakat telah
berdiri berbagai LSM anti korupsi seperti ICW,
Masyarakat Profesional Madani (MPM), dan badan-
badan lainnya, sebagai wujud kepedulian dan respon
terhadap uapaya pencegahan dan pemberantasan
korupsi. Dengan demikian pemberantasan dan
pencegahan korupsi telah menjadi gerakan nasional.
Seharusnya dengan sederet peraturan, dan partisipasi
masyarakat tersebut akan semakin menjauhkan
sikap,dan pikiran kita dari tindakan korupsi. Selain
itu pemerintah juga membentuk komisi-komisi yang
berhubungan langsung dengan pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi
Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara
(KPKPN)
3.3.7 Kebijakan Pemerintah Dalam
Pemberantasan Korupsi
Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya
memberantas korupsi, Telah di keluarkan berbagai
kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi
sedunia oleh PBB pada tanggal 9 Desember 2004,
Presiden Susilo Bambang Yudoyono telah
mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 5tahun 2004
tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang
menginstruksikan secara khusus Kepada Jalsa Agung
Dan kapolri untuk mengoptimalkan upaya – upaya
penyidikan/Penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi untuk menghukum pelaku dan menelamatkan
uang negara serta mencegah dan memberikan sanksi
tegas terhadap penyalah gunaan wewenang yg di
lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota polri
dalam rangka penegakan hukum. selain itu upaya
untuk meningkatkan kerjasama antara kejaksaan dgn
kepolisian Negara RI, selain dengan BPKP, PPATK
dan intitusi negara lainnya yang terkait denagn upaya
penegakan hukum dan pengembalian kerugian
keuangan negara akibat tindak pidana korupsi.
Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan Rencana
Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK).
Langkah-langkah pencegahan dalam RAN-PK ini di
prioritaskan pada pendesainan ulang layanan publik,
memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi
pada kegiatan pemerintah yg berhubungan Ekonomi
dan sumber daya manusia dan menigkatkan
pemberdayaan pangkat-pangkat pendukung dalam
pencegahan korupsi.
10. 3.3.8 Design Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi
Menurut saya ada beberapa hal yang dapat kita
maksimalkan dalam upaya mewujudkan Indonesia
yang bebas korupsi. Mungkin kata-kata tadi kurang
tepat, mungkin lebih tepatnya adalah meminimalkan
korupsi semaksimal yang kita bisa. Korupsi timbul
karena adanya kesempatan dan kemauan. Ini berarti
ada yang salah dengan kesempatan untuk melakukan
korupsi di negara ini. Mungkin saja peraturan
perundang-undangan yang telah disahkan belum
mampu membendung secara komprehensif hasrat
para koruptor yang tamak. Apabila kita perhatikan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di sana akan
kita jumpai bahwa hukuman terberat untuk seorang
koruptor adalah dipenjara dan denda sebesar satu
milyar rupiah. Begitu pula dengan yang tercantum di
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 sebagai
perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999. Berkaca dari hal tersebut maka saya berpikir
adalah sangat wajar apabila sesorang dengan
kewenangan tertentu dan memiliki kesempatan untuk
mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri
maupun untuk kelompok dengan nilai fantastis
bersedia melakukan tindak pidana korupsi apabila
ternyata hukuman ataupun sanksi yang diberikan
‘hanyalah’ hukuman penjara dan denda sebesar satu
milyar. Sudah bukan rahasia lagi bahwa saat ini di
Indonesia, keadaan sosial sudah sangat berbeda
dengan jaman dulu. Rasa malu, pengucilan dari
masyarakat sudah tidak berlaku lagi. Selama
seseorang dapat memberikan dana bantuan kepada
pihak lain ataupun masyarakat di sekitarnya maka dia
pun akan dipuja-puja. Masyarakat sekarang ini
kurang peduli lagi darimana datangnya dana tersebut.
Alhasil sering pula kita dengar bahwa seorang tokoh
masyarakat yang disukai warganya, memangku
jabatan strategis, memiliki kehidupan yang sangat
mapan bahkan tak jarang kita dengar bahwa pejabat
tersebut sering memberikan sumbangan dalam
jumlah besar kepada orang-orang sekitar, membantu
menyekolahkan anak-anak kurang mampu dan
berbagai sikap dermawan lainnya, tetapi tiba-tiba
tanpa diduga terlibat kasus korupsi. Demi mencari
nama di masyarakat atau alasan pribadi lainnya,
seseorang bisa melakukan korupsi.
Tingginya angka permintaan korupsi ini harus kita
analisis lebih jauh. Seperti yang saya katakan tadi,
korupsi muncul karena adanya kesempatan. Jika
dibandingkan dengan hukuman yang terbilang
‘ringan’ tersebut sementara besarnya nilai yang bisa
didapatkan melalui korupsi hampir-hampir bombastis
maka tidak heran banyak orang tergoda
melakukannya. Dipenjara beberapa tahun dan
didenda satu milyar tetapi berhasil melakukan
korupsi hingga ratusan milyar? Tentu tidak
sebanding. Jadi saya melihat salah satu pilar yang
harus dibenahi di negara ini adalah penjatuhan
hukuman kepada terpidana korupsi.
Jika kita berkaca dari negara tetangga kita, China,
maka kita akan mendapatkan ide yang cukup
menakutkan. Hukuman mati. Saya tidak
menganjurkan semua tindakan korupsi harus
dihukum mati, mengingat aturan melaksanakan
hukuman mati sangat ketat dan harus dapat
dipertanggung jawabkan. Jangan sampai ternyata
tersangka korupsi tersebut sudah dihukum mati
kemudia beberapa waktu kemudian timbul bukti baru
yang menyatakan dia tidak bersalah. Tentunya
pelaksanaan hukuman mati ini membutuhkan detail
yang lebih jelas mengenai sampai tahap mana
pelaksanaannya dapat dilakukan.
Beberapa negara telah kita kunjungi dan menurut
saya untuk mengalahkan korupsi untuk jangka
pendek ada manfaatnya bila kita meniru hukuman-
hukuman tegas dari China. Mengapa demikian?
Untuk jangka panjang mungkin akan cocok bila kita
meniru beberapa kebiasaan luhur masyarakat negara
lain seperti ‘budaya malu’ yang dimiliki Jepang, rasa
tanggung jawab dan disiplin masyarakat Singapura
dan beberapa negara lainnya. Akan tetapi secara
realistis untuk mencapai tahap tersebut kita
memerlukan perjalanan yang sangat panjang, dalam
mengubah karakter suatu bangsa dan menebar virus-
virus positif tersebut. Oleh karena itu menurut saya,
penting juga kita berani meniru China. Beranikah
kita? Ya, walaupun di dalam diskusi di kelas ada
celetukan apa yang dapat kita tiru dari China
sementara kasus korupsi mereka pun masih tetap
banyak? Mungkin kita perlu melakukan sedikit
perbandingan di sini. Di China penduduk mereka
sangat banyak, paling banyak di dunia hingga
milyaran, tentu saja perbandingan kasus korupsi di
China dibandingkan di Indonesia, akan masih jauh
kalah Indonesia. China baru mulai berbenah.
Indonesia juga, bahkan kemungkinan tingkat
keparahan korupsi kita belum separah di China. Jadi
apabila pemerintah terutamanya lembaga hukum
berani untuk bersikap lebih tegas mengenai
pengenaan hukuman mati maka saya yakin hal
tersebut sedikit banyak akan mempengaruhi
pemikiran seorang calon koruptor untuk melakukan
korupsi. Satu hal yang harus diingat adalah efek
korupsi ini adalah efek domino. Seperti bongkahan
gunung es di permukaan laut, baru memperlihatkan
taringnya hanya satu per delapan dari ukuran
sebenarnya. Dampak korupsi, seperti yang sudah kita
bahas sebelumnya, tidak hanya sebatas nilai mata
uang tetapi meluas ke pembangunan, masa depan dan
moral serta jiwa manusia Indonesia.
Selain hukuman mati yang sifatnya sangat ekstrim,
saya merasa ada beberapa celah hukum di Indonesia
yang mesti kita perbaiki terutama dalam hal
memberikan hukuman kepada koruptor, selain
ancaman hukuman mati. Salah satunya adalah
pemiskinan para koruptor disertai dengan tanggung
jawab mengganti biaya pembangunan yang hilang
akibat tindakan korupsi yang dia lakukan. Dan...
ditambah lagi dengan hukuman sosial untuk jangka
waktu yang lama. Pemiskinan dan tanggung jawab
mengganti biaya pembangunan yang saya maksud di
sini adalah kita tidak pernah tahu (sampai seseorang
benar-benar diusut hingga setiap rupiah yang dia
miliki baik itu atas namanya maupun atas nama
orang lain) berapa sebenarnya jumlah yang telah
11. dikorupsi oleh terpidana korupsi ini. Amat sangat
mungkin jika nilai rupiah (atau mungkin mata uang
asing) yang sedang dipidanakan kepadanya sekarang
sebenarnya belum memperlihatkan total korupsi yang
dia lakukan? KPK memang lembaga yang super
power, memiliki berbagai macam kewenangan
istimewa, tetapi kita juga harus ingat, KPK terdiri
dari manusia-manusia biasa yang memiliki visi
(secara umum, karena kita tidak dapat mengatakan
seluruhnya mengingat ini menyangkut manusia dan
biasanya did alam suatu lembaga, lembaga apapun,
akan selalu ada ‘oknum-oknum’ yang melakukan
tindakan anomali) untuk mewujudkan Indonesia yang
bersih, bebas dari korupsi.
Hal ini membuat saya berpikir, setiap tersangka yang
telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi
dengan jumlah yang tinggi (mungkin terhitung sejak
ratusan juta hingga tidak terbatas), harus dikenai
beberapa jenis hukuman dan hukuman itu bersifat
wajib. Pertama, dia tentunya harus mengembalikan
semua hasil kejahatan korupsinya. Kedua dia harus
terkena sanksi membayar tanggung jawab atas
tersendatnya pembangunan yang seharusnya terjadi
tetapi terhambat karena dana yang dia korupsi.
Ketiga, pelaku korupsi harus dimiskinkan.
Pemiskinan ini meliputi pemiskinan keluarga, teman,
kelompoknya yang sudah diketahui ikut menikmati
hasil korupsi tersebut. Dan yang keempat adalah
penjara disertai hukuman sosial bagi seluruh
terpidana korupsi. Maksud saya di sini adalah
tersangka kasus korupsi selama dia memasuki masa
tahanan, dia harus melakukan pekerjaan sosial yang
telah ditetapkan, dalam berbagai bentuk. Beberapa
hal yang ada di pikiran saya adalah, tersangka harus
dapat menghasilkan sesuatu untuk kemudian dijual
dan mendapatkan dana. Dana tersebut bukan untuk
dirinya tetapi untuk membiayai orang-orang miskin
yang secara tidak langsung merupakan dosa yang dia
timbulkan akibat korupsi. Dia harus ikut melakukan
pekerjaan sosial seperti merawat anak yatim piatu,
panti jompo, segala macam kegiatan teknis yang
akan membawanya kepada rasa manusia yang
mungkin sudah lama dia tinggalkan. Nantinya
seluruh kegiatan para koruptor ini akan difilmkan
secara dokumenter dan ditayangkan di televisi-
televisi di Indonesia. Hal ini akan memberikan
contoh kepada para calon koruptor lainnya untuk
lebih berpikir dulu sebelum melakukan tindakan
korupsi.
Mungkin hal ini terdengar remeh atau sepele, tetapi
poin yang saya tekankan di sini adalah adanya
kewajiban, target dan tanggung jawab kepada para
koruptor itu. Tentunya merek sudah terbiasa hidup
enak, dilayani, dimanjakan dengan hal-hal material
lainnya. Jadi, mengapa tidak kita tunjukkan saja
kepada mereka apa yang sedang terjadi di luar sana?
Biarkan para koruptor ini merasakan juga rasa letih,
capai, bekerja dengan tangan mereka seperti halnya
orang-orang tidak mampu di luar sana. Targetkan
mereka untuk mencapai nominal tertentu, misalnya di
penjara mereka harus bekerja kasar untuk
menghasilkan suatu produk kemudian oleh lapas
produk itu dijual dan hasilnya sebagai deposit
penghasilan yang akan digunakan untuk merawat
orang-orang tidak mampu, maupun rumah-rumah
yatim piatu serta panti jompo. Kegiatan sosial ini
memang memerlukan beberapa sarana dan prasarana
yang lebih memadai daripada sekedar lapas yang ada
saat ini. Kapasitas yang overload telah memberikan
bukti betapa kita kurang mengindahkan pentingnya
menjunjung tinggi hukum. selanjutnya para koruptor
memiliki waktu rutin untuk mendatangi panti jompo
dan melakukan kegiatan sosial di sana. Ini juga
merupakan efek forecasting bagi mereka tentang apa
yang mungkin akan mereka alami di masa tua
mereka.
Sehubungan dengan sanksi terhadap koruptor ada
baiknya juga jika peraturan-peraturan mengenai
korupsi ini kita perluas lagi hingga menyeret anggota
keluarga, teman, kerabat, hingga kelompoknya.
Mereka harus mampu membuktikan bahwa harta
yang mereka miliki adalah memang murni milik
mereka dan bukan hasil dari korupsi yang dilakukan
si tersangka. Hal lain yang perlu dicermati adalah
maraknya pemberitaan tentang gratifikasi sex di
Indonesia. Tentunya hal ini merupakan topik yang
menarik mengingat cukup sulit untuk
mengungkapnya. Akan tetapi di Singapura, seperti
yang saya bahas di atas, telah diungkap adanya
gratifikasi sex. Sayangnya baik di Indonesia maupun
di Singapura (berdasarkan tindak lanjut kasus
tersebut) hukum belum menjangkau para wanita ini.
Mereka masih bebas melenggang di luaran sana.
Sanksi yang mereka masih berupa pengembalian
uang yang diduga sebagai hasil korupsi saja.
Tentunya kita masih segar dengan kasus para wanita
di sekeliling Ahmad Fatonah. Kalau menurut saya
pribadi, mungkin wanita-wanita yang menjadi
selingkuhan seorang koruptor mengetahui bahwa
uang yang diberikan kepada mereka adalah uang
hasil korupsi. Sementara itu jika menyangkut istri si
koruptor justru rasanya aneh apabila dia tidak
mengetahui pekerjaan suami padahal suami
membawa uang yang sangat banyak untuknya.
Ataukah mungkin wanita tersebut sengaja tidak mau
tahu? Sangat mungkin sekali. Oleh karena itu
menurut saya pasangan-pasangan koruptor harus
ditindak dan diinvestigasi dengan lebih tegas. Perlu
dibuatkan aturan mengenai hubungan antar pasangan
ini ke dalam penetapan sebagi tersangka karena
bukan tidak mungkin justru pasangannya lah yang
mendorongnya untuk melakukan korupsi. Selain itu
ini juga akan memancing pasangannya untuk
mengingatkan si calon koruptor agar tidak
melakukan korupsi karena risikonya akan
membebani mereka berdua, belum lagi keluarga.
Selain itu ada hal yang cukup menarik bagi saya
sehubungan dengan difilmkannya kegiatan para
koruptor ini, baik itu di penjara, di tempat mereka
memproduksi bahan jadi maupun ketika mereka
melakukan kegiatan sosial. Nantinya film tersebut
akan ditayangkan di berbagai media massa baik cetak
maupun elektronik. Dalam hal ini pemerintah juga
harus turun tangan untuk mengarahkan media massa.
Sekarang ini saya menilai kalau banyak media massa
yang tidak lagi memposisikan dirinya sebagai
12. pengemban amanah rakyat, tidak lagi memberikan
informasi yang berimbang kepada masyarakat, serta
tidak lagi mendidik masyarakat untuk menjadi cerdas
dan berdaya guna. Seringkali yang saya lihat
sekarang ini adalah terjadinya perang tanding antar
politikus yang tujuannya menggiring opini publik.
Tidaklah perlu kita pertanyakan lagi siapa-siapa saja
raksasa media massa yang sedang malang melintang
di percaturan politik bangsa ini. Selain itu masalah
diperparah dengan acara-acara yang ditayangkan di
televisi lebih banyak memutar sinetron maupun
acara-acara yang sifatnya kurang mendidik. Oleh
karena itu pemerintah sebaiknya mewajibkan seluruh
stasiun televisi menyediakan waktu khusus setiap
harinya untuk menayangkan kegiatan para koruptor
tadi. Selain untuk menimbulkan efek jera juga
sebagai bentuk akuntabilitas penanganan koruptor di
Indonesia. Hal ini juga akan mematahkan tudingan
negatif bahwa koruptor justru hidup enak di dalam
penjara dan tetap menjalankan ‘bisnis’nya di dalam
penjara. Semua itu karena prinsip asal ada uang,
semuanya bisa dilakukan. Permasalahan lainnya
seputar koruptor yang di penjara adalah maraknya
kasus koruptor sakit dan akhirnya ‘pindah penjara’ ke
rumah sakit mewah dengan berbagai fasilitas
nyaman.
Tentu apa yang saya sampaikan ini terdengar
‘impossible’ jika mengingat kondisi di Indonesia saat
ini. Bagaimana bisa menjaga koruptor tidak keluar
masuk penjara seenaknya jika personil pengawasnya
mengijinkan? Sekali lagi karena uang? Sekarang
marilah kita berandai-andai sejenak.
Seandainya hukum benar-benar ditegakkan
sehubungan dengan pemiskinan, tanggung jawab
pembangunan, denda dan kerja sosial tadi terwujud,
maka setidaknya berkurang sudah permasalahan
koruptor mampu membayar petugas lapas. Selain itu
salah satu hal yang mesti dilakukan juga oleh
pemerintah adalah memastikan taraf hidup pegawai
negeri baik itu sipil dan militer sudah mencapai level
‘mapan’. Konsep remunerasi sebenarnya sudah
cukup bagus tetapi sayangnya belum mencapai apa
yang sesungguhnya diinginkan oleh Ibu Sri Mulyani.
Konsep remunerasi adalah negara melakukan
pembelanjaan dengan harga standar 100, tetapi
apabila pejabatnya dapat melakukan negosiasi bersih,
penawaran harga dan sebagainya yang sebenarnya
boleh-boleh saja kita lakukan bila melakukan
transaksi di pasar (tetapi pada praktiknya seringkali
para birokrat itu ‘malas’ melakukan tindakan ‘hemat’
jika menyangkut hal-hal yang dibiayai oleh kantor)
dan mendapatkan harga 80, maka 5 akan diberikan
pemerintah kepada pejabat tersebut. Sehingga dalam
hal ini muncullah ‘win-win solution’ Sayangnya
sang menteri sudah lebih dulu pergi ke world bank
akibat situasi Indonesia yang diracuni tikus-tikus
politik.
Oke, kita kembali ke masalah kualitas para birokrat.
Dengan penghasilan yang memadai tentunya akan
mengurangi keinginan para pejabat tersebut untuk
menerima godaan korupsi. Akan tetapi permasalahan
mengenai oknum-oknum birokrat ini tidak bermula
dari masalah penghasilan saja. Apabila kita benar-
benar menginginkan negeri yang bersih, terbebas dari
korupsi maka kita tidak bisa hanya berhenti pada
suatu titik tetapi terus menyebar ke berbagai bagian
lainnya. Salah satunya adalah proses seleksi
penerimaan pegawai negeri. Pegawai negeri diterima
sebagai CPNS dengan dua jalur, pertama dari jalur
sekolah kedinasan seperti STAN, STIS, IPDN dan
sebaainya, dan yang kedua dari jalur umum. Secara
strategis tentunya kita menginginkan sumber daya
manusia yang masuk sebagai bagian dari
pemerintahan bangsa ini adalah mereka yang
memang memiliki kapabilitas, kompetensi, tekad,
kemauan serta integritas yang baik. Apalah jadinya
jika mereka yang diterima ternyata orang-orang yang
belum bertugas saja sudah melakukan tindakan KKN
agar dapat diterima menjadi seorang birokrat? Tentu
hal ini akan menjadi satu topik bahasan khusus lain
karena memberikan efek domino. Singkatnya, proses
penyeleksian calon birokrat ini harus disikapi dengan
lebih serius oleh pemerintah. Beberapa hal dapat
dilakukan misalnya dengan mengadakan perekrutan
pegawai negeri sipil maupun militer secara
transparan. Transparan di sini mengacu kepada
kegiatan pengadaan barang/jasa. Dimulai dari
penyebaran informasi adanya penerimaan calon
birokrat secara luas sehingga dapat menjaring
generasi-generasi yang berkualitas. Selanjutnya
tahapan seleksi diwajibkan untuk selalu dikawal oleh
lembaga-lembaga hukum yang dianggap bersih.
Dalam hal ini tugas KPK akan bertambah. Sejauh ini
saya mendengar penerimaan mahasiswa IPDN akan
dikawal proses seleksinya oleh KPK. Saya harap hal
ini akan menjamur di berbagai sekolah kedinasan
lainnya. Mungkin ada baiknya juga jika kegiatan
semacam ini dilakukan oleh pihak yang mampu
mengawasi dengan lebih efektif mengingat tugas
KPK sudah begitu banyak. Pemikiran saya tiba-tiba
terlintas kepada BPKP. Salah satu tugasnya adalah
mengawal pembangungan apalagi pegawai-pegawai
BPKP memiliki latar belakang sebagai auditor dan
terbiasa menguji berbagai pengendalian dari sistem
yang ada. Mengapa tidak dimaksimalkan
kemampuannya? Dengan maksimumnya
pengendalian intern dari suatu kegiatan maupun
instansi maka probalitas adanya fraud akan mengecil.
Dengan tidak adanya pengendalian yang intensif,
benar dan tepat maka dapat dipastikan kegiatan
apapun akan menemui berbagai hambatan.
Selain pembahasan di atas, saya juga memikirkan
tentang adanya ‘pemancingan informasi’ dari para
terpidana kasus korupsi. Dalam hal ini, apabila kita
menemui suatu kasus dan kita dapat mengungkap
beberapa tersangkanya maka kita akan mengajukan
opsi kepada mereka. Apabila salah satu dari mereka
dapat menyebutkan kronologis kasus korupsi yang
sedang terjadi dengan total, termasuk mengusung
nama-nama pelaku korupsi, nilainya, lokasi kejadian,
juru kuncinya, tujuannya, siapa dalangnya dan
seluruh informasi terkait hal tersebut maka yang
bersangkutan akan dikurangi hukumannya. Opsi
hukuman yang bsia dihilangkan misalnya kewajiban
untuk melakukan tanggung jawab karena terhentinya
13. pembangunan akibat ulahnya telah melakukan
korupsi. Sementara itu tersangka lainnya yang tidak
mau mengaku (terlambat mengaku) akan dibebankan
sanksi serta hukumannya sendiri ditambah dengan
sanksi yang dibebaskan dari rekan mereka yang mau
berkoordinasi dengan baik. Hal ini sedikit banyak
akan berguna dalam memecah belah persekongkolan
mereka dan memancing keluarnya rasa ‘mau menang
sendiri’ dan keegoisan dari masing-masing koruptor.
Satu yang perlu diingat adalah koruptor adalah
pribadi yang tamak, mementingkan diri sendiri dan
tidak peduli terhadap orang lain selama dirinya aman.
Inilah yang dapat kita manfaatkan dari koruptor
tersebut untuk mengorek informasi lebih dalam.
Hal lain yang dapat kita lakukan adalah
meningkatkan aturan kerjasama antara PPATK dan
KPK. PPATK memiliki data setiap transaksi di
Indonesia. Jadi apabila dari pihak PPATK sudah
melakukan investigas dan menganalisis adanya
transaksi-transaksi mencurigakan maka hendaknya
aturan untuk berkoordinasi dengan KOK
dipermudah. Selama ini apabila ditemui suatu kasus,
maka pihak dari KPKlah yang mendatangi PPATK
untuk mendapatkan informasi lebih jauh terkait hal
tersebut. Hal ini mungkin di satu sisi merupakan
kode etik PPATK untuk tetap menjaga kerahasiaan
keuangan semua pihak di Indonesia tetapi di satu sisi,
hal ini akan menghambat proses pengungkapan
kasus-kasus korupsi di Indonesia. Oelh karena itu
menurut saya sebaiknya diadakan kaji ulang
mengenai hal tersebut. Mungkin dibuatkan suatu
aturan baru mengenai pemberian informasi atas
transaksi-transaksi yang ditengarai sarat kegiatan
korupsi. Tentunya hal ini harus dibahas dan
dibuatkan aturan hukumnya yang jelas sehingga
meminimalisir penggunaan data di PPATK untuk
hal-hal yang tidak tepat, bahkan menguntungkan
kelompok tertentu.
Cara lain untuk mencegah serta pemberantas korupsi
terutamanya di lingkungan birokrat yaitu dengan
adanya peraturan dan kewajiban bagi pejabat
pemerintahan untuk membuat LHKPN (Laporan
Hasil Kekayaan Pejabat Negara) dalam periode
tertentu secara rutin. Selain itu perlu juga dibuatkan
syarat untuk melakukan pembuktian terbalik atas
harta-harta yang dimilikinya bagi pejabat struktural
yang notabene memegang dana taktis di kantornya.
Proses pembuktian terbalik ini bisa dilakukan ketika
seorang pejabat akan berhenti dari jabatannya atau
hendak menduduki jabatan baru. Hal ini akan
mengarahkan para pejabat tersebut untuk lebih
akuntabel, dan mampu mempertanggung jawabkan
harta yang dia miliki. Aturan ini juga dapat
meningkatkan rasa percaya bahwa seorang pejabat
tersebut memiliki akhlak yang baik dan tidak
melakukan korupsi atas wewenang yang dia miliki.
Selain hal-hal yang saya sebutkan di atas, ada
manfaatnya juga jika mulai sekarang pemerintah
mewajibkan suatu instansi, hingga tingkat satkernya,
untuk melaporkan pengelolaan keuangan mereka
secara serentak dan transparan. Selama ini memang
mereka diwajibkan tetapi pada prakteknya
masyarakat cukup kesulitan untuk mendapatkan
sebuah berkas yang judulnya laporan keuangan
satker xxx tahun anggaran xxxx. Hal ini sudah sering
terjadi dan bahkan untuk mengunduh di website
satker tersebut dengan jalur yang benar, tetap tidak
mendapatkan akses. Di sini pihak yang melakukan
pemeriksaan sebaiknya juga mengingatkan masing-
maisng satker tersebut untuk melakukan akuntabilitas
publik secara sungguh-sungguh dan efektif. Dengan
adanya pelaporan serta transparansi pengelolaan
keuangan di setiap satuan kerj,a diharapkan semangat
untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih akan
terwujud.
Hal lain yang menurut saya justru sangat krusial
dalam pelaksanaan usaha membersihkan bangsa ini
dari korupsi adalah dengan mengajarkan sikap anti
korupsi sejak dini. Pelaksanaannya dapat dipadukan
dengan pendidikan kewarganegaraan dan moral.
Meningkatkan akhlak, iman dan takwa seorang anak
jika dilakukan sedari kecil akan memberikan dampak
yang lebih luas dan permanen. Salah satu hal yang
dapat dilakukan adalah memberikan pemahaman
tentang pentingnya bersikap jujur, bangga kepada
negeri sendiri, bangga untuk tidak berbohong kepada
orang lain. Hal-hal yang menyangkut moral,
belakangan ini terasa begitu menghilang. Saat ini
saya melihat generasi muda tidak lagi memiliki
kebanggaan berbangsa Indonesia. Mungkin tidak
seluruhnya, mungkin hanya sebagian, tetapi saya
tetap melihatnya sebagai suatu ancaman. Bagaimana
kita mau menanamkan budaya jujur dan memerangi
korupsi demi menciptakan negeri yang bersih dari
korupsi jika mereka sendiri tidak bangga dengan
Indonesia? Acara-acara untuk anak-anak di televisi
belakangan ini jarang sekali menayangkan
pentingnya menghargai orang lain, membantu orang
tua, hormat kepada yang lebih tua, menghormati
perbedaan keyakinan, mencintai budaya Indonesia
yang begitu beragam. Rasa yang kental justru sifat
dan sikap kedaerahan dan SARA. Bagaimana kita
bisa bersatu melawan korupsi apabila rasa
kebersamaan tidak ada? Oleh karena itu kita
sebaiknya melakukan perubahan. Pemerintah dapat
turun tangan lagi untuk mengarahkan seluruh media
massa mengikuti format wajib mengenai acara yang
ditayangkan seperti acara-acar yang menambah
semangat nasionalisme, cinta tanah air, ragam
budaya dan sebagainya. Hal ini diharapkan mampu
meningkatkan rasa nasionalisme masyarakat
terutamanya generasi muda. Selain itu sistem
pendidikan di Indonesia sebaiknya perlu diperbaiki.
Konsep belajar ke sekolah untuk mendapatkan nilai
bagus apapun caranya, sudah sebaiknya kita
tinggalkan. Jangan membebani anak untuk harus bisa
membaca sebelum masuk sekolah dasar. Ini akan
berimbas pada diperkosanya saat-saat bermain anak
untuk dipaksa belajar membaca dan berhitung di usia
yang terlalu dini. Masa sekolah di taman kanak-
kanak seharusnya memberikan kebebasan seorang
anak untuk mengekspresikan dirinya. Membiarkan
seorang anak menikmati masa kanak-kanaknya
dengan tertawa dan riang akan memberikan efek
yang baik untuk perkembangan mental si anak di
kemudian hari. Pola pendidikan seperti ini sudah
14. pernah kita bahas saat Finlandia menjaid topik
bahasan kita di kelas. Pendidikan sebaiknya tidak
melulu hanya sebatas angka di atas kertas tetapi lebih
dari itu. Pendidikan seharusnya menumbuhkan
kreativitas, mengajarkan bagaimana caranya
berteman yang baik, bangga sebagai anak Indonesia
sehingga bersemangat untuk menjadi generasi muda
bangsa Indonesia yang baik. Otomatis hal ini akan
membawa mereka kepada rasa marah kepada korupsi
yang dapat mengganggu keindahan bangsa
Indonesia. Pola kelulusan juga sebaiknya diubah.
Sekarang ini seringkali siswa-siswi dipatok nilainya
tanpa memperhatikan kesiapan mereka menerima
pelajaran. Guru berubah fungsi dari mendidik hanya
menjadi pengajar. Cara mencari sekolah ataupun
universitas pun hanya terbatas masalah angka dan
nilai. Saya berandai-andai bahwa suatu saat nanti
lembaga pendidikan di Indonesia dalam menerima
murid maupun mahasiswa, tidak hanya melihat nilai
rapot tetapi juga diimbangi dengan kemampuan
kreativitas si anak. Dengan memberikan penghargaan
atas setiap kelebihan positif yang dimiliki si anka
maka anak itu pun akan merasa terpacu untuk belajar,
meningkatkan kemampuan, dan bukannya ketakutan
nilainya akan buruk sehingga memaksanya untuk
mulai belajar mencontek dan bekerja sama. Inilah
awal mula timbulnya korupsi : melakukan perbuatan
curang / tidak jujur.
Hal lain yang masuk ke dalam pikiran saya adalah,
bahwa korupsi yang dilatar belakangi faktor
kebutuhan seyogyanya dapat kita hindari bersama.
Korupsi karena kebutuhan disebabkan oleh
kurangnya sumber daya si calon koruptor. Bila kita
mengambil sampel pegawai negeri yang kehidupan
ekonominya dapat dikatakan biasa-biasa saja, tidak
kurang dan tidak lebih, lalu mengapa justru banyak
dari mereka yang melakukan tindakan korupsi?
Jawabannya adalah karena mereka tidak dapat
mengelola sumber daya mereka dengan baik.
Pernahkah kita mendengar adanya himbauan secara
lebih serius kepada pegawai negeri untuk menabung?
Menyisihkan minimal sepuluh persen dari
pendapatannya untuk ditabung? Mungkin hal ini
terdengar klise tetapi bagi saya menabung adalah
langkah awal untuk tidak bergantung dengan orang
lain selain tentunya dengan bekerja. Dengan
menabung kita dapat memenuhi kebutuhan kita
sendiri dan sekaligus menata keluar masuknya arus
keuangan kita, menghindari perilaku boros dan
konsumtif. Menurut saya kemungkinan besar
diambilnya peluang untuk korupsi oleh para birokrat
ini dikarenakan gaya hidup mereka yang tidak sesuai
dengan kemampuan finansial mereka. Tentunya hal
ini memang tidak menyentuh sebatas penghasilan
saja. Kita juga harus mengakui bahwa tayangan di
televisi, lifestyle, gadget yang berlebihan serta sikap-
sikap konsumtif lainnya memang kerap menggoda
iman. Menurut saya dalam hal ini, pemerintah juga
sebaiknya berperan untuk memasukkan unsur-unsur
edukatif ke dalam acara-acara yang disiarkan kepada
masyarakat.
3 KESIMPULAN
Pemerintahan yang bersih, jujur dan bebas
korupsi merupakan impian seluruh masyarakat di
dunia ini. Untuk mencapai tujuan pembangunan
nasional maka mau tidak mau korupsi harus
diberantas, baik dengan cara preventif maupun
represif. Penanganan kasus korupsi harus mampu
memberikan efek jera agar tidak terulang kembali.
Selain itu kita wajib memiliki budaya malu yang
tinggi agar segala tindakan yang merugikan negara
seperti korupsi dapat diminimalisir.
Negara kita adalah negara hukum. Semua
warga negara Indonesia memiliki derajat dan
perlakuan yang sama di mata hukum. Maka dalam
penindakan hukum bagi pelaku korupsi haruslah
tidak boleh pilih kasih, baik bagi pejabat ataupun
masyarakat kecil. Diperlukan sikap jeli pemerintah
dan masyarakat sebagai aktor inti penggerak
demokrasi di Indonesia, terutama dalam memilih
para pejabat yang akan menjadi wakil rakyat. Tidak
hanya itu, semua elemen masyarakat juga berhak
mengawasi dan melaporkan kepada institusi terkait
jika terindikasi adanya tindak pidana korupsi.
Daftar Referensi :
[1] Pengertian Korupsi,
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
[2] Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia.
http://wiwitna.blogspot.com/2013/03/upaya-
pemberantasan-korupsi-di-indonesia.html
[3] Pengertian Korupsi Berdasarkan Undang-
Undang,
http://www.iba.web.id/2013/04/pengertian-
korupsi-berdasarkan-undang.html
[4] Pejabat Singapura terjerat Skandal Korupsi
http://realtime.wsj.com/indonesia/2012/06/07
/pejabat-singapura-terjerat-skandal-korupsi/
[5] Memahami Strategi Pemberantasan Korupsi di
Indonesia,
http://www.academia.edu/1590154/Memahami_St
rategi_Pemberantasan_Korupsi_di_Indonesi
a_Understanding_the_Strategy_for_Eradicat
ing_Corruption_in_the_Case_of_Indonesia_
[6] Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi
di Indonesia
http://www.ylbhi.or.id/2007/03/penegakan-
hukum-dan-pemberantasan-korupsi-di-
indonesia/
[7] 6 Strategi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi,
http://acch.kpk.go.id/6-strategi-pencegahan-dan-
pemberantasan-korupsi
[8] KPK Berkomitmen Tinggalkan cara
Konvensional Berantas Korupsi
15. http://id.berita.yahoo.com/kpk-berkomitmen-
tinggalkan-cara-konvensional-berantas-
korupsi-072146090.html
[9] Penanganan korupsi di Indonesia rancu
http://www.aktual.co/hukum/234322pengamat-
penanganan-korupsi-di-indonesia-rancu
[10] Cara Penanggulangan Korupsi,
http://sugengsetyawan.blogspot.com/2008/10/cara-
penanggulangan-korupsi-di.html
[11] Artikel tentang korupsi di Indonesia serta cara
penanganannya,
http://sepengatahuanku.blogspot.com/2012/11/arti
kel-tentang-korupsi-di-indonesia-dan-cara-
penanggulangannya.html
[12] Abraham Samad Jelaskan Empat Faktor
Korupsi Skala Besar
http://rakyatsulsel.com/abraham-samad-
jelaskan-empat-faktor-korupsi-skala-
besar.html