Dokumen tersebut membahas tentang korupsi, kolusi, dan nepotisme pasca reformasi di Indonesia. Korupsi dijelaskan sebagai penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi yang merugikan negara, yang dapat berupa penyuapan, penggelapan, atau pemerasan. Kolusi adalah kerjasama antar perusahaan untuk keuntungan bersama yang dapat mengganggu pasar. Nepotisme adalah praktik memilih kerabat atau teman
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
Ppkn artikel ii
1. TUGAS MANDIRI
IMPLEMENTASI PANCASILA DI ERA SETELAH
REFORMASI
MATA KULIAH : PANCASILA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
NAMA
: CECEP SUGIANTO
NPM
: 130210367
UNIVERSITAS PUTERA BATAM
TAHUN AJARAN 2013 /2014
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,atas
berkat rahmat karunia-NYA,penulis dapat menyelesaikan tugas mandiri
Pendidikan Pacasila yang berjudul “ Implementasi Pancasila
di Era
Setelah Reformasi “ berbagai sumber telah penulis ambil sebagai bahan
dalam pembuatan tugas ini.
Penulis berharap karya tulis ini dapat bermamfaat bagi kita
semua.Dan penulis juga menyadari bahwa dalam karya tulis ini masih
banyak kekurangannya.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun demi kemajuan dimasa yang akan datang.
Batam, desember 2013
Penulis
3. DAMPAK KORUPSI , KOLUSI DAN NEPOTISME
I. KORUPSI
i. PENGERTIAN KORUPSI
Pengertian Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja
corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik
politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak
legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,
dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada
mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis
besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
• perbuatan melawan hukum;
• penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
• memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
• merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain,
• memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
• penggelapan dalam jabatan;
• pemerasan dalam jabatan;
• ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara
negara);
• menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah
4. penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua
bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya.
Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam
bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan
menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang
diresmikan, dan sebagainya.
Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan
oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama
sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk
sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering
memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian
uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini
saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat
penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan
antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan
partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak
legal
di
tempat
lain.
ii. KONDISI YANG MENDUKUNG MUNCULNYA KORUPSI
• Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung
jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim
yang bukan demokratik.
• Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
• Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih
besar dari pendanaan politik yang normal.
5. • Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
• Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan
• Lemahnya ketertiban hukum.
• Lemahnya profesi hukum.
• Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
• Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
• Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan
iii. DAMPAK NEGATIF YANG DI TIMBULKAN
1) DEMOKRASI
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di
dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan
yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal.
Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi
akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di
sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di
pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan
masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari
pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan
pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat
yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai
hdemokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
2) EKONOMI
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat
distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi
meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal,
ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko
pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang
menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan
6. mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan
bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat
aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan
inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan".
Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai
hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan
mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana
sogokan dan upah tersedia lebih banyak.
Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk
menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih
banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat
keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi
juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan
menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor
keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di
Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang
menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar
negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan
yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank
di Swiss).
Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering
mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih
memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur,
ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts
memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30
negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang
luar negeri mereka sendiri.(Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau
kurangnya pembangunan)
7. telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur
Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan
politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel
aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi
dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar
negeri, diluar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.
3) KESEJAHTERAAN UMUM NEGARA
Korupsi politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar
bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah
sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh
lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi
perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil
(SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan
pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan
besar kepada kampanye pemilu mereka.
iv. BENTUK-BENTUK PENYALAHGUNAAN
Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti
penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan
sektor swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan,
campuran tangan, dan penipuan.
1) Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan
Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok)
dan penerima sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan
mencakup semua aspek hidup sehari-hari, meniadakan kemungkinan
untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya
tidak sama dengan negara-negara yang paling sering menerima sogokan.
8. Duabelas negara yang paling kurang korupsinya, menurut survey persepsi
(anggapan ttg korupsi oleh rakyat) oleh Transparansi Internasional di
tahun 2001 adalah sebagai berikut (disusun menurut abjad):
Australia, Kanada, Denmark, Finlandia, Islandia, Luxemburg, Belanda,
Selandia Baru, Norwegia, Singapura, Swedia, dan Swiss
Menurut survei persepsi korupsi , tigabelas negara yang paling korup
adalah (disusun menurut abjad):
Azerbaijan, Bangladesh, Bolivia, Kamerun, Indonesia,Irak, Kenya, Nigeria,
Pakistan, Rusia, Tanzania, Uganda, dan Ukraina
Namun demikian, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan karena ini
dilakukan berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survei
tersebut, bukan dari penghitungan langsung korupsi yg terjadi (karena
survey semacam itu juga tidak ada)
Sumbangan kampanye dan "uang lembek"
Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih
sulit lagi untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering
banyak ada gosip menyangkut politisi.
Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta
sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat
untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah
menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan
korupsi politis.
2) Tuduhan korupsi sebagai alat politik
Sering terjadi di mana politisi mencari cara untuk mencoreng lawan
mereka dengan tuduhan korupsi. Di Republik Rakyat Cina, fenomena ini
digunakan oleh Zhu Rongji, dan yang terakhir, oleh Hu Jintao untuk
melemahkan lawan-lawan politik mereka.
9. 3) Mengukur korupsi
Mengukur korupsi - dalam artian statistik, untuk membandingkan
beberapa negara, secara alami adalah tidak sederhana, karena para
pelakunya pada umumnya ingin bersembunyi. Transparansi Internasional,
LSM terkemuka di bidang anti korupsi, menyediakan tiga tolok ukur, yang
diterbitkan setiap tahun: Indeks Persepsi Korupsi (berdasarkan dari
pendapat para ahli tentang seberapa korup negara-negara ini); Barometer
Korupsi Global (berdasarkan survei pandangan rakyat terhadap persepsi
dan pengalaman mereka dengan korupsi); dan Survei Pemberi Sogok,
yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing memberikan
sogok. Transparansi Internasional juga menerbitkan Laporan Korupsi
Global; edisi tahun 2004 berfokus kepada korupsi politis. Bank Dunia
mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah
Indikator Kepemerintahan.
II.KOLUSI
v.PENGERTIAN KOLUSI
Di dalam bidang studi ekonomi, kolusi terjadi di dalam satu bidang
industri disaat beberapa perusahaan saingan bekerja sama untuk
kepentingan mereka bersama. Kolusi paling sering terjadi dalam satu
bentuk pasar oligopoli, dimana keputusan beberapa perusahaan untuk
bekerja sama, dapat secara signifikan mempengaruhi pasar secara
keseluruhan.
Kartel adalah kasus khusus dari kolusi berlebihan, yang juga dikenal
sebagai
kolusi
tersembunyi.
kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat
kesepakatan
secara
tersembunyi
dalam
melakukan
kesepakatan
perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu
sebagai
pelicin
agar
segala
urusannya
menjadi
lancer
10. III.NEPOTISME
vi. PENGERTIAN NEPOTISME
Nepotisme
berarti
lebih
memilih
saudara
atau
teman
akrab
berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini
biasanya
digunakan
dalam
konteks
derogatori.
Sebagai contoh, kalau seorang manajer mengangkat atau menaikan
jabatan seorang saudara, bukannya seseorang yang lebih berkualifikasi
namun
bukan
saudara,
manajer
tersebut
akan
bersalah
karena
nepotisme. Pakar-pakar biologi telah mengisyaratkan bahwa tendensi
terhadap nepotisme adalah berdasarkan naluri, sebagai salah satu
bentuk.
Kata nepotisme berasal dari kata Latin nepos,
yang berarti
“keponakan” atau “cucu”. Pada Abad Pertengahan beberapa paus
Katholik dan uskup- yang telah mengambil janji “chastity” , sehingga
biasanya tidak mempunyai anak kandung – memberikan kedudukan
khusus kepada keponakannya seolah-olah seperti kepada anaknya
sendiri. Beberapa paus diketahui mengangkat keponakan dan saudara
lainnya menjadi kardinal. Seringkali, penunjukan tersebut digunakan untuk
melanjutkan “dinasti” kepausan.
Contohnya, Paus Kallistus III, dari keluarga Borja, mengangkat dua
keponakannya menjadi kardinal; salah satunya, Rodrigo, kemudian
menggunakan posisinya kardinalnya sebagai batu loncatan ke posisi
paus, menjadi Paus Aleksander VI. Kebetulan, Alexander mengangkat
Alessandro Farnese, adik kekasih gelapnya, menjadi kardinal; Farnese
kemudian menjadi Paus Paulus III. Paul juga melakukan nepotisme,
dengan menunjuk dua keponakannya (umur 14 tahun dan 16 tahun)
11. sebagai Kardinal. Praktek seperti ini akhirnya diakhiri oleh Paus
Innosensius XII yang mengeluarkan bulla kepausan Romanum decet
pontificem pada tahun 1692.
Bulla kepausan ini melarang semua paus di seluruh masa untuk
mewariskan tanah milik, kantor, atau pendapatan kepada saudara,
dengan pengecualian bahwa seseorang saudara yang paling bermutu
dapat dijadikan seorang Kardinal.
PENUTUP
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai Tugas Mandiri
Pacasila ini.materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini,
tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang
ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman agar
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan –
kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga
para pembaca yang budiman pada umumnya.