Makalah ini membahas faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi, meliputi faktor politik, hukum, ekonomi, organisasi, dan faktor internal individu. Faktor politik seperti penggunaan dana ilegal untuk kepentingan kampanye, sedangkan faktor hukum adalah lemahnya penegakan hukum dan peraturan yang tidak tegas. Faktor ekonomi seperti kesempatan dan kekuasaan untuk menguntungkan diri sendiri.
1. MAKALAH INTEGRITAS ANTIKORUPSI
Disusun oleh:
1. ERZA MAHENDRA SAHRI (B100170379)
2. CONDRO NUGROHO (B100170384)
3. NANIK SISMIYO WATI (B100170372)
Program Studi Manajemen
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2. BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1.1 Pengertian Korupsi
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema Andrea : 1951) atau
“corruptus” (Webster Student Dictionary : 1960). Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio” berasal
dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian
dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie”
(Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi
untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam
praktiknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan
pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat
yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya
pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan
narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja.
Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara
korupsi dan kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap
korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun
ada juga yang tidak legal di tempat lain.
1.2 Faktor Penyebab Korupsi
Korupsi di tanah negeri, ibarat “warisan haram” tanpa surat wasiat. Ia tetap lestari sekalipun
diharamkan oleh aturan hukum yang berlaku dalam tiap orde yang dating silih berganti. Hampir
semua segi kehidupan terjangkit korupsi. Apabila disederhanakan penyebab korupsi meliputi dua
3. faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang
datang dari diri pribadi sedang faktor eksternal adalah faktor penyebab terjadinya korupsi karena
sebab-sebab dari luar.
Faktor internal terdiri dari aspek moral, misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, rasa
malu, aspek sikap atau perilaku misalnya pola hidup konsumtif dan aspek sosial seperti keluarga
yang dapat mendorong seseorang untuk berperilaku korup. Faktor eksternal bisa dilacak dari aspek
ekonomi misalnya pendapatan atau gaji tidak mencukupi kebutuhan, aspek politis misalnya
instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan mempertahankan kekuasaan, aspek
managemen & organisasi yaitu ketiadaan akuntabilitas dan transparansi, aspek hukum, terlihat
dalam buruknya wujud perundang-undangan dan lemahnya penegakkan hukum serta aspek sosial
yaitu lingkungan atau masyarakat yang kurang mendukung perilaku anti korupsi.
4. BAB 2
ISI
B. Faktor Penyebab Korupsi
2.1 Faktor Politik
Salah satu faktor krusial dalam praktik korupsi ialah politik. Jika politik memang sudah
menjadi akar permasalahan dari korupsi itu sendiri maka bagaimanapun juga apapun caranya
apapun usahanya seseorang pasti akan memilih jalan tersebut demi kepentingan politiknya
terpenuhi. Memang bukan lagi hal yang lazim ditemui dalam perpolitikan di Indonesia jika seorang
politikus secara pure tidak menggunakan hak politik sebagaimana mestinya. Namun daripada itu,
menurut kelompok pemikiran kelompok kami, kegiatan-kegiatan yang seperti itu atau praktik
korupsi dalam arti faktor politik yang mempengaruhi terjadinya tindak korupsi ialah disaat seorang
politikus atau seseorang yang ingin meraih suatu jabatan dalam instansi pemerintah dan sejenisnya
melakukan tindak korupsi berupa penyuapan terhadap pihak-pihak yang terkait, pembelian suara
terhadap warga sekitar atau biasa disebut serangan fajar, serta dana-dana ilegal guna
terselenggaranya kampanye atas kelancaran tujuan yang diinginkan sang pelaku.
2.2 Faktor Hukum dalam Penyebab Terjadinya Korupsi
Hukum merupakan salah satu faktor penyebab korupsi. Faktor ini bisa di lihat dari dua sisi,
yaitu dari aspek perundang – undangan dan disisi lain adalah lemahnya dan tidak tegasnya
penegakan hukum yang menjadikan itu faktor berkembangnya tindakan korupsi. Penegakan
hukum yang tidak konsisten dan hanya digunakan sebagai topeng politik yang mana sifatnya
sementara dan selalu berubah setiap berganti pemerintahan. Penegakan hukum yang lemah ini
dapat menghindarkan para pelaku korupsi dari sanksi – sanksi hukum.
Sanksi yang tidak equivalen atau sesuai dengan perbuatan yang dilarang sehingga tidak
tepat sasaran serta dirasa terlalu ringan atau terlalu berat; penggunaan konsep yang berbeda-beda
untuk sesuatu yang sama, semua itu memungkinkan suatu peraturan tidak kompatibel dengan
realitas yang ada sehingga tidak fungsional atau tidak produktif dan mengalami resistensi.
Korupsi juga terjadi karena lemahnya disiplin pemerintah dalam mengendalikan kekuasaan
negara sehingga negaranya menjadi negara yang lembek. Negara yang lembek ialah negara yang
5. tidak memiliki disiplin sosial, di mana pemerintah menuntut sangat sedikit kepada warga
negaranya, dan sedikit kewajiban yang tidak dilakukan secara memadai pula.
Fakta ini memperlihatkan bahwa terjadinya korupsi sangat mungkin karena aspek pera-
turan perundang-undangan yang lemah atau hanya menguntungkan pihak tertentu saja. Dalam hal
ini pemerintah harus tau dan bisa membedakan manakah urusan pemerintah dan yang manakah
urusan pribadi serta berkemampuan memberlakukan sanksi etis.
Lemahnya sistem peraturan perundang-undangan memberikan peluang untuk melakukan
tindak pidana korupsi. Disamping tidak bagusnya produk hukum yang dapat menjadi penyebab
terjadinya korupsi, praktik penegakan hukum juga masih dikaitkan dengan berbagai permasalahan
yang menjauhkan hukum dari tujuannya. Secara langsung, publik dapat melihat banyak kasus yang
menunjukan adanya diskriminasi dalam proses penegakan hukum termasuk putusan-putusan
pengadilan.
2.3 Faktor Ekonomi
Dalam melakukan tindakan korupsi, banyak yang mengatakan bahwa ekonomi lah yang
mendorong para koruptor melakukan korupsi. Mulai dari karena gaji pegawai yang kurang cukup
untuk menghidupinya para koruptor pun tidak segan – segan melakukan korupsi hingga merugikan
banyak masyarakat. Tetapi jika dilihat kebanyakan koruptor di Indonesia adalah orang – orang
yang memiliki jabatan tinggi yang gaji perbulannya tinggi juga, tetapi mereka tetap melakukan
korupsi.
Selain rendahnya gaji pegawai, banyak aspek ekonomi lain yang menjadi penyebab
terjadinya korupsi, diantaranya adalah kekuasaan pemerintah yang dibarengi dengan faktor
kesempatan bagi pegawai pemerintah untuk memenuhi kekayaan mereka dan kroninya.
Sudah tidak heran lagi jika seseorang yang memiliki kekuasaan yang tinggi dengan
mudahnya mendapatkan kesempatan untuk melakukan tindakan korupsi. Korupsi terjadi karena
adanya hawa nafsu dan dibarengi dengan datangnya kesempatan yang membuat para koruptor
tidak akan melewatkannya begitu saja. Kasus seperti ini yang kebanyakan terjadi dikalangan para
koruptor yang telah memiliki jabatan tinggi, dengan kekuasaanya ia melakukan tindak korupsi.
Seperti contohnya seorang Bupati yang menjadi ketua disalah satu proyek pemerintahan memiliki
kesempatan untuk menguntungkan dirinya sendiri dengan menggelapkan dana proyek sebesar Rp
6. 2,6 miliar. Kesempatan yang membuatnya leluasa melakukan tindakan korupsi dan juga
kekuasaannya yang besar.
Dalam kasus korupsi, kekuasaan di Indonesia telah disalah gunakan oleh para penguasa.
Mulai dari untuk menguntungkan dirinya sendiri hingga menyengsarakan banyak masyarakat
Indonesia. Para penguasa yang seharusnya membantu perekonomian masyarakat yang
membutuhkan tetapi malah masyarakat yang membutuhkan yang menyumbangkan hak mereka
yang telah direbut oleh sang penguasa.
Terkait faktor ekonomi dan terjadinya korupsi, banyak pendapat menyatakan bahwa
kemiskinan merupakan akar masalah korupsi. Pernyataan demikian tidak benar sepenuhnya, sebab
banyak korupsi yang dilakukan oleh pemimpin Asia dan Afrika, dan mereka tidak tergolong orang
miskin. Dengan demikian korupsi bukan disebabkan oleh kemiskinan, tapi justru sebaliknya,
kemiskinan disebabkan oleh korupsi.
2.4 Faktor Organisasi
Organisasi adalah salah satu penyebab terjadinya tindakan korupsi. Organisasi juga
sejatinya memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap tindakan korupsi. Bagaimana tidak, telah
kita ketahui bersama bahwa terdapat banyak kasus tindakan korupsi di negara ini yang berada di
dalam lingkupan organisasi. Lalu mengapa hal itu dapat terjadi? Hal itu dapat mudah terjadi
dikarenakan bukan hal yang asing lagi bagi kita bila seseorang yang mengikuti sebuah organisasi
akan sangat rentan melakukan sebuah tindakan korupsi karena adanya banyak peluang dan juga
kesempatan untuk melakukan tindakan korupsi tersebut. Adapun aspek-aspek penyebab terjadinya
korupsi dari sudut pandang organisasi ini meliputi: (a) kurang adanya teladan dari pimpinan, (b)
tidak adanya kultur organisasi yang benar, (c) sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang
memadai, (d) manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya
Adapun salah satu contoh tindakan korupsi yang terjadi di dalam organisasi yaitu tindakan
korupsi yang terjadi di organisasi kepemerintahan (eksekutif) maupun legislatif. Sangat ironis
memang jika kita melihat dengan mudahnya anggota lembaga kepemerintahan seringkali
menggunakan kewenangannya tersebut untuk mencari pendapatan lebih dengan cara yang tidak
seharusnya dilakukan oleh anggota lembaga kepemerintahan tersebut. Dengan mudahnya mereka
menyalahgunakan uang pajak. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa uang pajak yang
dibayar oleh seluruh masyarakat Indonesia salah satunya yaitu ditunjukkan untuk fasilitas umum,
7. namun seringkali uang pajak tersebut malah digunakan untuk keperluan pribadi anggota lembaga
kepemerintahan tersebut. Kurangnya transparansi dan pengawasan yang dilakukan instansi terkait
terhadap organisasi kepemerintahan itulah yang membuat mudahnya terjadi tindakan korupsi
tersebut.
Seringkali kita juga akan menemukan tindakan korupsi yang bahkan dilakukan oleh
instansi pengawasan yang seharusnya mereka bertugas untuk mengawasi tindakan korupsi. Seperti
yang dikemukakan oleh Baswir (Baswir: 1996) bahwa negara kita yang merupakan birokrasi
patrimonial dan negara hegemonik menyebabkan lemahnya fungsi pengawasan, sehingga
merebaklah budaya korupsi itu. Namun tindakan korupsi tidak hanya disebabkan oleh lemahnya
fungsi pengawasan, melainkan juga karena akibat dari perilaku yang telah membudaya di diri
masing-masing individu. Sebagai contoh yaitu banyaknya masyarakat yang lebih memilih
menggunakan uang pelicin untuk mendapat SIM ataupun KTP karena mereka menganggap
menggunakan uang pelicin merupakan suatu tindakan yang paling praktis untuk mendapatkan
sesuatu yang mereka butuhkan.
2.5 Faktor Korupsi dalam Perspektif Teoritis
Korupsi adalah suatu tindakan yang didasari oleh tertekannya suatu psikologis seorang
manusia karena suatu hal yang mengakibatkan orang tersebut melanggar aturan serta norma yang
berlaku, jika kita mencari referensi di Kamus Besar Bahasa Indonesia dari kata korupsi, maka kita
akan mencapatkan info tentang korupsi yaitu :
“penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk
keuntunganpribadi atauorang lain; -- waktucak penggunaan waktudinas (bekerja) untuk urusan
pribadi”
“Koruptor adalah orang yang tidak puas akan keadaan dirinya. Opportuniy, merupakan sistem
yang memberi peluang untuk melakukan korupsi, yang bisa diperluas keadaan organisasi atau
masyarakat yang sedemikian rupa sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan
kecurangan. Needs, yaitu sikap mental yang tidak pernah merasa cukup, selalu sarat dengan
kebutuhan yang tidak pernah usai. Exposure, hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku
korupsi yang tidak memberi efek jera pelaku maupun orang lain.”
2.6 Faktor Internal Penyebab Korupsi
8. Sebagai sebuah tindakan yang memiliki dampak yang sangat buruk bagi semua kalangan,
korupsi tentunya memiliki beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya korupsi itu sendiri.
Faktor tersebut meliputi faktor internal dan eksternal. Salah satunya adalah faktor internal, faktor
internal adalah faktor penyebab korupsi yang meliputi aspek individu maupun sosial yang dapat
mempengaruhi individu ataupun kelompok untuk melakukan tindakan korupsi. Berikut adalah
beberapa faktor internal yang dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi.
1. Aspek perilaku individu
a. Sifat tamak / rakus manusia
Beberapa manusia memililiki sifat dasar yang selalu haus akan materi ataupun kekuasaan
oleh karena itu dalam hal ini perilaku individu sangatlah menjadi faktor yang mempengaruhi
penyeban tindakan korupsi. Manusia yang tamak dan rakus akan selalu menghalalkan segala
macam cara dalam memenuhi kebutuhannya yang selalu saja diiringi dengan perilaku yang haus
akan materi dan kekuasaan yang tiada habisnya.
b. Moral yang kurang kuat
Moral merupakan senuah aspek yang sangat penting bagi penentu sekaligus pandangan
perilaku seseorang. Moral yang baik akan mencerminkan perilaku yang baik pula. Namun
seseorang yang moralnya kurang baik atau bahkan tidak baik akan senantiasa cenderung memiliki
sebuah perilaku yang kurang baik pula. Moral yang kurang tertanam dengan baik dapat menjadi
salah satu penyebab terjadinya tindakan korupsi yang pada sasarnya disorong oleh sebuah
kebutuhan yang tinggi dan rasa ketidakpuasan yang berlebihan akan materi dan kekuasaan
sehingga tanpa adanya pandangandan tolak ukur dalam berperilaku yang maik maka akan sangat
mudah untuk terjerumus dalam tindakan korupsi.
d. Gaya hidup konsumtif
Sebagai manusia dengan pola hidup yang terlalu hedonisme dan cenderung kearah yang
konsumtif terkadang dapat menimbukan beberapa efek negatif. Hal tersebut dikarenakan beberapa
dari perilaku konsumtif memiliki kecendurangan untuk selalu haus akan materi sedangkan
pendapatan sangat tidak sesuai dangan pengeluaran dan kebutuhan sehingga dapat memiliki
kecenderungan untuk menyebabkan tindakan korupsi.
9. 2. Aspek sosial
Tidak dapat dipungkiri jika aspek sosial menjadi salah satu aspek penyebab terjadinya
sebuah tindakan korupsi. Faktor internal seperti keluarga dan budaya yang kurang baik terkadang
juga dapat memicu terjadinya tindakan korupsi seperti penyalah gunaan wewenang atau kekuasaan
untuk kepentingan pribadi
“Kaum behavioris mengatakan bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan
dorongan bagi orang untuk korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi
traits pribadinya”
2.7 Faktor Eksternal
A. Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi
Di dalam masyarakat khususnya masyarakat Indonesia, kebanyakan sikap korupsi tidak
pernah ditindaklanjuti secara serius, malahan, tindak korupsi sering kali ditutup-tutupi. Hal ini
tentu saja membuat masyarakat memiliki pemicu yang lebih tinggi dalam menjalankan tindak
pidana korupsi, karena nilai-nilai di masyarakat sendiri mengkondusifkan terjadinya tindak pidana
korupsi ini. Korupsi juga bisa ditimbulkan dari budaya masyarakat, misalnya karena adanya
penghargaan terhadap individu-individu yang memiliki nilai kekayaan kategori tinggi, akhirnya
masyarakat tidak berfikir kritis darimana hal ini berasal.
Kemudian, di dalam masyarakat, kebanyakan dari mereka tidak menyadari bahwa korupsi
sebenarnya merugikan diri mereka sendiri dan juga sering melibatkan mereka tanpa mereka sadari.
Kebanyakan masyarakat seringkali beranggapan bahwa korupsi hanya akan melibatkan Negara,
padahal, unsur dari Negara itu sendiri terletak pada masyarakat. Yang terakhir, masyarakat juga
kurang menyadari bahwa korupsi akan efektif untuk diberantas ketika masyarakat ikut aktif dalam
agenda pencegahan dan pemberantasan. Korupsi bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata,
namun juga tanggung jawab seluruh warga Negara.
B. Aspek Ekonomi
Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, keadaan ekonomi seseorang apalagi
pendapatannya sangat mempengaruhi pola hidup seseorang. Suatu individu harus bisa
memanajemen perekonomiannya baik pendapatan maupun pengeluarannya agar tidak terjadi
10. kekurangan barang pangan maupun sandang. Namun,yang terjadi di masyarakat ternyata tidak
semulus yang direncanakan. Pendapatan sering kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan utama
mereka. Desakan-desakan kebutuhan ekonomi ini, nantinya juga dapat memiliki potensi yang
menyebabkan seseorang untuk melakukan tindak pidana korupsi .
C. Aspek Politis
Dalam bukunya tahun 1983, raharjo mengatakan bahwa kontrol sosial adalah suatu proses
yang dilakukan untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai harapan
masyarakat. Hal ini dijalankan dengan banyaknya aktivitas yang menggunakan kekuasaan Negara
sebagai lembaga organisasi politik dengan lembaga-lembaganya. Oleh karena itulah, kepentingan
politik sangat berpotensi untuk menimbulkan terjadinya korupsi di suatu Negara.
D. Aspek Organisasi
Dalam organisasi, posisi pemimpin merupakan posisi yang sangat penting karena ialah
yang mengatur bagaimana jalan kerja suatu organisasi tersebut. Bila didalam organisasi tersebut
ternyata ditemukan pemimpin menjalankan tindak pidana korupsi, maka potensi-potensi anggota
organisasi lain untuk melakukan korupsi seperti yang ia lakukan juga adalah tinggi. Kemudian, di
dalam organisasi juga sangat dibutuhkan kultur yang jelas agar tidak terjadi pengeleloaan yang
tidak baik hingga menimbulkan banyaknya kejadian yang tidak kondusif di dalam organisasi,
termasuk terjadinya korupsi di dalam organisasi tersebut. Selanjutnya, kurang memadainya sistem
akuntabilitas juga akan menimbulkan perilaku korupsi yang berasal dari aspek organisasi. Jika
dalam organisasi tersebut belum jelas visi misinya, biasanya kemudian akan sulit memberikan
penilaian terhadap jalannya organisasi tersebut. Hal ini nantinya akan mengakibatkan kurangnya
perhatian terhadap organisasi tersebut, sehingga menimbulkan praktek korupsi kerap terjadi.
Lemahnya sistem pengendalian manajemen juga nantinya akan mengakibatkan terjadinya tindak
korupsi secara terbuka di antara anggota-anggota organisasi tersebut.
Terakhir, korupsi juga dapat terjadi karena aspek organisasi berkat kurangnya pengawas
baik secara internal maupun eksternal. Pengawasan dapat kurang efektif karena beberapa faktor,
yakni tumpang tindih antar pengawasan instansi, dan kurangnya keprofesionalan pengawas
tersebut pada etika dan hukum pengawasan organisasi tersebut.
11. BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam konteks gerakan anti-korupsi mahasiswa juga diharapkan dapat tampil di depan
menjadi motor penggerak. Mahasiswa didukung oleh kompetensi dasar yang mereka miliki, yaitu:
intelegensia, kemampuan berpikir kritis, dan keberanian untuk menyatakan kebenaran. Dengan
kompetensi yang mereka miliki tersebut mahasiswa diharapkan mampu menjadi agen perubahan,
mampu menyuarakan kepentingan rakyat, mampu mengkritisi kebijakan-kebijakan yang koruptif,
dan mampu menjadi watch dog lembaga-lembaga negara dan penegak hukum.
12. DAFTAR PUSTAKA
Master Buku Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi, (2012) hal. 23
Materi Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi hal. 41
Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi, halaman 56
Materi Pancasila hal 120 - 134