Modul ini membahas tentang pakan ternak unggas pedaging, mulai dari bahan baku pakan, spesifikasi bahan baku, persyaratan mutu pakan, kebutuhan nutrisi berdasarkan periode produksi, formulasi pakan, proses pembuatan, bentuk, pengemasan, dan transportasi pakan. Bahan baku pakan utama meliputi jagung, kedelai, bungkil kelapa, dan dedak padi. Modul ini bertujuan menjelaskan prinsip agribisnis
2. 2
KEGIATAN BELAJAR 2. PAKAN TERNAK UNGGAS PEDAGING
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi Singkat
Pakan unggas pedaging merupakan salah satu sarana produksi budidaya
ternak yang memegang peranan yang sangat penting terhadap produktifitas ternak
dan efisiensi produksi. Pasalnya dapat diketahui bahwa biaya pakan
membutuhkan sekitar 80% dari total biaya produksi. Selain itu, kualitas pakan
juga merupakan hal penting yang perlu diperhatikan guna penentuan tingkat
produksi baik dari segi bibit maupun dari segi manajemen pemeliharaannya.
Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pakan ternak unggas
pedaging mulai dari pemilihan bahan baku, ketepatan formulasi, peralatan yang
digunakan, serta proses pembuatan formulasi pakan itu sendiri. Proses pembuatan
pakan meliputi beberapa rangkaian tahapan diantaranya, yaitu penggilingan atau
penepungan, penimbangan, pencampuran, pencetakan, pengeringan, hingga
tahapan akhir yakni pengemasan dan pelebelan. Adapun hal penting lainnya yang
perlu diperhatikan pada setiap proses pembuatan pakan yaitu alat yang digunakan
selama proses pembuatan, sebab setiap alat yang digunakan dalam proses
pembuatan akan mempengaruhi kualitas pakan yang dihasilkan. Peralatan tersebut
diantaranya yaitu timbangan, mesin giling, mesin pencampur pakan atau mixer,
dan mesin pellet.
2. Relevansi
Modul ini akan membahas tentang pakan ternak unggas pedaging yang
mencakup tentang bahan baku pakan, spesifikasi bahan baku pakan, persyaratan
mutu pakan, kebutuhan nutrient unggas berdasarkan priode produksi, formulasi
pakan, prosedur pengolahan pakan, bentuk pakan, pengemasan pakan, dan
tranportasi pakan. Teori-teori yang terdapat pada modul ini dapat dijadikan
sebagai pengetahuan dasar dan acuan dalam menentukan bahan pakan, formulasi
pakan, pembuatan pakan, pengemasan, dan transportasi pakan unggas pedaging.
3. 3
3. Petunjuk Belajar
Materi dalam modul dapat dipelajari secara berutan mulaibahan baku
pakan, spesifikasi bahan baku pakan, persyaratan mutu pakan, kebutuhan nutrien
unggas berdasarkan periode produksi, formulasi pakan, prosedur pengolahan
pakan, bentuk pakan, pengemasan pakan, dan tranportasi pakan. Pembelajaran
dapat dilakukan secara mandiri atau berkelompok dengan tambahan referensi.
Modul ini dilengkapi dengan tes formatif sebagai tolok ukur penguasaan materi.
B. INTI
1. Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini peserta didik diharapkan mampu
menganalisis prinsip agribisnis ternak unggas dan aplikasinya dalam pembelajaran
bidang studi agribisnis unggas pedaging.
2. Sub Capaian Pembelajaran
Sub capaian yang direncanakan pada tiap tahap pembelajaran yakni
peserta didik mampu mengetahui bahan baku pakan, spesifikasi bahan baku
pakan, persyaratan mutu pakan, kebutuhan nutrient unggas berdasarkan periode
produksi, dapat memformulasi pakan, mampu prosedur pengolahan pakan, bentuk
pakan, pengemasan pakan, dan tranportasi pakan.
3. Uraian Materi
A. Bahan Baku Pakan Unggas Pedaging
Pada umumnya sumber bahan pakan unggas pedaging berasal dari bahan
pakan nabati dan bahan pakan hewani. Bahan pakan nabati dapat diperoleh dari
hasil dan limbah produksi pertanian sedangkan bahan pakan hewani dapat
diperoleh dari hasil produksi perikanan dan peternakan, selain itu bahan imbuhan
pakan seperti feed additive ditambahkan ke dalam pakan ternak yang bertujuan
untuk meningkatkan kesehatan, produktivitas, maupun keadaan nutrien ternak,
4. 4
meskipun bahan tersebut bukan untuk mencukupi kebutuhan nutrien. Bahan pakan
yang diberikan pada unggas pedaging khususnya bahan pakan nabati mempunyai
porsi berkisar antara 90 - 94% dari seluruh total formulasi ransum.
Sumber protein nabati dijadikan sumber energi yang harus terpenuhi
dalam penyusunan ransum. Akan tetapi, sebagaian besar bahan pakan nabati
mengandung serat kasar tinggi, sedangkan ternak unggas mempunyai keterbatasan
dalam mencerna serat kasar. Selain itu bahan pakan nabati tidak memiliki
kandungan asam amino yang seimbang. Maka dari itu, formulasi ransum unggas
sebaiknya dari bahan pakan nabati dan bahan pakan hewani dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan asam amino esensial. Bahan-bahan pakan untuk ternak
unggas pedaging akan dijelaskan pada uraian berikut ini.
Bahan Pakan Konvensional
Bahan pakan konvensional unggas pedaging adalah bahan pakan yang
bersal dari hewan, tanaman, ikan, serta hasil ikutan dari industri pertanian yang
lazim digunakan. Berikut penjelasannya:
Bahan pakan asal tanaman
Jagung (Zea mays). Jagung (Zea mays) merupakan bahan pakan yang
sering digunakan dalam penyusunan ransum ternak unggas. Pada umumnya
jagung yang akan dijadikan sebagai pakan ternak unggas berupa biji kering yang
telah dipisahkan dari tongkolnya dan dibersihkan. Jagung memiliki beberapa
kandungan diantaranya yakni karbohidrat sebagai sumber energi serat kasar
rendah sehingga jagung mudah dicerna oleh ternak unggas. Jagung yang dapat
digunakan dalam penyusunan ransum unggas, adalah jagung putih, jagung kuning,
dan jagung merah. Jagung kuning yang paling umum digunakan dalam
penyusunan ransum. Jagung kuning memiliki kadar protein yang rendah dan
defisien terhadap beberapa asam amino, terutama lysin dan triptofan.
Keunggulannya terletak pada kandungan serat kasarnya yang rendah (2%) dan
energi termetabolisnya yang sangat tinggi, yaitu 3370 - 3394 kkal/kg. Keunggulan
yang lain adalah adanya pigmen xanthophils yang menyebabkan warna kuning
5. 5
pada telur, kaki ayam, dan kulit ayam, sumber pro-vitamin A, dan sumber asam
lemak. Akan tetapi pakan jenis ini juga memiliki kekurangan yakni kandungan
mineralnya yang rendah. Jagung kuning baik digunakan dalam penyusunan
ransum ayam broiler. Penggunaan jagung pada ransum ayam pedaging cukup
tinggi yaitu berkisar antara 40 hingga 55%.
Klasifikasi mutu jagung sebagai bahan pakan berdasarkan kandungan gizi
dan ada tidaknya bahan yang lain yang tidak diinginkan, serta harus menjamin
kesehatan dan ketentraman masyarakat. Klasifikasi jagung sebagai bahan tenak
digolongkan pada dua kelas mutu, yaitu kelas mutu I dan kelas mutu II.
Persyaratan mutu jagung dijadikan sebagai bahan pakan ternak unggas dijabarkan
pada tabel berikut.
Tabel 1. Klasifikasi mutu jagung
No Parameter Satuan
Persyaratan Mutu
Mutu I Mutu II
1 Kadar air (maksimum) % 14,00 16,00
2 Protein kasar (minimum) % 8,00 7,00
3 Biji rusak (maksimum) % 3,00 5,00
4 Biji berjamur (maksimum) % 2,00 5,00
5 Biji pecah (maksimum) % 2,00 4,00
6 Benda asing (maksimum) % 2,00 2,00
7 Mikotoksin
Aflatoksin (maksimum)
Okratoksin (maksimum)
g/kg
g/kg
100,00
20
150,00
Tidak
dipersyaratkan
Sumber: SNI 4483 (2013)
Kacang kedelai dan bungkil kacang kedelai. Kacang kedelai mentah
masih sangat jarang digunakan di dalam penyusunan ransum. Ini disebabkan
karena sebagian besar pembuatan tahu dan tempe masih menggunakan kacang
kedelai. Selain itu kedelai masih mengandung zat antitrypsin yang dapat
menghambat pertumbuhan. Zat ini akan hilang dengan proses pemanasan. Tepung
kacang kedelai apabila dikepal tidak pecah, sebaliknya bungkil kacang kedelai
pecah.
Bungkil kacang kedelai merupakan hasil samping pembuatan minyak
kedelai. Bungkil kedelai ialah sumber protein yang memiliki kandungan protein
6. 6
yang tinggi berkisar antara 42 - 50%, dan energi berkisar antara 2825 - 2890
kkal/kg yang digunakan dalam pembuatan ransum. Akan tetapi karena asam
amino dalam bungkil kedelai tidak seimbang maka hal ini menjadi faktor
pembatas penggunaan bungkil kedelai sebagai sumber protein dalam penyusunan
ransum. Asam amino sintetis (metionin sintetis) dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah penggunaan bungkil kacang kedelai jika tidak
menggunakan asam amino sintetis (metionin sintetis) bungkil kacang kedelai
harus terlebih dahulu dipanaskan (disangrai) agar faktor penghambat dalam proses
pencernaan bisa dihancurkan. Tetapi, pemanasan dalam temperatur tinggi perlu
dihindari untuk mencegah rusaknya protein dan asam amino. Bungkil kacang
kedelai dapat diberikan pada ransum unggas antara 5 - 20%.
Klasifikasi bungkil kedelai sebagai bahan pakan yang berdasarkan pada
kandungan gizi dan ada atau tidaknya bahan lain, serta harus menjamin kesehatan
dan ketentraman masyarakat. Klasifikasi bungkil kedelai sebagai bahan ternak
digolongkan pada dua kelas mutu yaitu: kelas mutu I dan kelas mutu II.
Persyaratan kelas mutu tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
Tabel 2. Klasifikasi mutu bungkil kedelai
No Parameter Satuan
Persyaratan Mutu
Mutu I Mutu II
1 Kadar air (maksimum) % 12,00 13,00
2 Protein kasar (minimum) % 46,00 42,00
3 Abu (maksimum) % 6,00 8,00
4 Lemak kasar (maksimum) % 2,00 3,00
5 Serat kasar (maksimum) % 5,00 7,00
6 Kelarutan protein dalam KOH % 2,00 2,00
Sumber: SNI 4227 (2013)
Bungkil kelapa. Bungkil kelapa merupakan sisa dari pengolahan minyak
kelapa. Minyak kelapa diproses dengan cara ekstraksi ataupun pemerasan secara
mekanik. Apabila proses pengolahan minyak kelapa sempurna, maka kandungan
lemak pada bungkil kelapa akan menjadi rendah sehingga masa penyimpanan
akan lebih lama. Akan tetapi, apabila proses pengolahan minyak tidak cukup baik
maka bungkil kelapa akan banyak mengandung lemak. Hal inilah yang menjadi
7. 7
kendala dalam menggunakan bungkil kelapa pada pembuatan ransum unggas,
karena bahan tersebut tidah tahan lama atau akan mudah tengik tetapi kendala
tersebut dapat diatasi dengan penambahan antioksidan dan zat anti jamur.
Klasifikasi bungkil kelapa sebagai bahan pakan yang berdasarkan pada
kandungan gizi dan ada atau tidaknya bahan lain, serta harus menjamin kesehatan
dan ketentraman masyarakat. Klasifikasi bungkil kelapa sebagai bahan ternak
digolongkan pada dua kelas mutu yaitu kelas mutu I dan kelas mutu II.
Persyaratan mutu tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 3. Klasifikasi mutu bungkil kelapa
No Parameter Satuan
Persyaratan Mutu
Mutu I
(Prses
ekstraksi)
Mutu II
(Proses pemerasan
secara mekanik)
1 Kadar air (maksimum) % 12,00 12,00
2 Protein kasar (minimum) % 20,00 1800
3 Abu (maksimum) % 7,00 8,00
4 Lemak kasar (maksimum) % 6,00 12,00
5 Serat kasar (maksimum) % 14,00 16,00
6 Asam bebas (%) terhadap
lemak (maksimum) % 7,00 9,00
7 Aflatoksin µg/kg 50 100
Sumber: SNI 2904 (2014)
Dedak padi. Dedak padi merupakan hasil samping dari proses
penggilingan padi. Dedak dihasilkan dari penyosohan beras termasuk di dalamnya
lapisan kutikula dan sebagian kecil lembaga.
Apabila cara pengolahan padi baik maka dedak yang dihasilkan akan
banyak. Sebanyak 2,5% dedak halus dan 4% dedak kasar dapat dihasilkan dari
berat gabah kering. Penggunaan dedak padi dalam penyusunan ransum unggas
umumnya sampai 15% dari campuran konsentrat. Penggunaan dedak padi dalam
jumlah besar dapat menyebabkan susahnya pengosongan tombolok karena adanya
sifat pencahar pada dedak maka penggunaan dedak padi dalam jumlah besar
akan dibatasi. Penggunaan dedak padi dalam jumlah besar dalam campuran
ransum dapat menyebabkan ransum tersebut akan mudah mengalami ketengikan
selama proses penyimpanan. Kelemahan utama dedak padi adalah kandungan
8. 8
serat kasarnya yang cukup tinggi sehingga dalam penggunaannnya harus dibatasi.
Namun dedak padi ini masih sangat diperhitungkan penggunannya dalam
penyusunan ransum unggas karena memiliki kandungan protein yang tinggi yang
berkisar antara 12 - 13,5% dan energi termetabolis berkisar antara 1.640 - 1.890
kkal/kg.
Klasifikasi dedak padi sebagai bahan ternak digolongkan pada tiga
tingkatan mutu yaitu: mutu I, mutu II, dan mutu III. Tingkatan mutu harus dapat
menjamin kesehatan dan ketentraman masyarakat. Persyaratan mutu yang
dimaksud tersebut dijabarkan pada Tabel berikut ini.
Tabel 4. Klasifikasi mutu dedak padi
No Parameter Satuan
Persyaratan Mutu
Mutu I Mutu II Mutu III
1 Kadar air (maksimum) % 13,00 13,00 13,00
2 Protein kasar (minimum) % 12,00 10,00 8,00
3 Abu (maksimum) % 11,00 13,00 15,00
4 Serat kasar (maksimum) % 12,00 15,00 18,00
5 Kadar sekam (maksimum) % 5,00 10,00 15,00
Sumber: SNI 3178 (2013)
Bahan pakan asal hewan
Bahan pakan asal hewan yang sering digunakan dalam menyusun ransum
ayam pedaging adalah sebagai berikut:
Tepung ikan. Tepung ikan adalah salah satu sumber bahan pakan unggas
pemasok protein hewani, dimana keberadaannya sangat mutlak dalam penyusunan
ransum khususnya untuk ternak unggas yang berproduksi tinggi. Hal ini
dikarenakan kandungan asam amino yang memiliki kualitas tinggi, artinya
lengkap, seimbang, banyak, dan nilai biologis yang tinggi. Pada umumnya di
negara maju penggunaan tepung ikan dibatasi di bawah 10%, sebab hal tersebut
dapat mempengaruhi aroma daging dan telur. Tepung ikan merupakan tepung
yang berasal dari kepala, tubuh, kerangka, dan ekor ikan yang diproses dan
sengaja diolah untuk pakan ternak unggas.
Kualitas tepung ikan ditentukan oleh beberapa hal diantaranya yakni bahan
yang digunakan, proses pembuatan, serta daerah asalnya. Tepung ikan yang
9. 9
berkualitas baik adalah tepung ikan yang berasal dari ikan putih, karena kadar
lemaknya rendah atau tidak lebih dari 6% dan memiliki kadar garam sekitar 4%.
Kualitas berikutnya adalah tepung ikan yang berasal dari ikan afkir. Adapun yang
dikategorikan kualitas rendah yakni pakan yang berasal dari kepala dan ekornya
saja, sebab kandungan proteinnya rendah dan sulit untuk dicerna. Bentuk fisik
pakan tepung ikan yaitu teksturnya kasar, apabila dipegang akan terasa banyak
tulang dan sirip, serta aromanya spesifik ikan.
Tepung ikan yang sering digunakan di Indonesia berkualitas rendah karena
biasanya dari hasil samping pengolahan ikan. Keunggulan bahan pakan berupa
tepung ikan ialah memiliki kandungan protein kasar berkisar antara 50% sampai
dengan 58% dengan sumber utama asam amino lysin dan methionin serta sumber
mineral fosfor (P) dan kalsium (Ca).
Tepung daging dan tulang. Tepung daging dan tulang adalah tepung
yang berasal dari produk asal hewan ruminansia, tidak termasuk bulu, darah,
tulang, kuku, tanduk, dan isi rumen. Tepung daging dan tulang adalah bahan
pakan sumber protein sebagai sumber asam amino lisin, methionin, triptofan, dan
sistin. Kandungan protein kasar pada tepung daging dan tulang adalah berkisar
antara 45 sampai dengan 50%, akan tetapi komposisi tepung daging dalam dalam
formulasi ransum hanya sekitar 8 - 9% tergantung dengan kualitasnya.
Persyaratan mutu tepung daging adalah sebagai berikut.
Tabel 5. Klasifikasi mutu tepung daging dan tulang
No Parameter Satuan
Persyaratan mutu
Persyaratan
mutu I
Persyaratan
mutu II
1 Kadar air (maksimum) % 10,00 10,00
2 Protein kasar (minimum) % 50,00 45,00
3 Abu (maksimum) % 35,00 38,00
4 Lemak kasar (maksimum) % 12,00 14,00
5 Serat kasar (maksimum) % 3,00 3,00
6 Kalsium (Ca) (maksimum) % 11,00 13,00
7 Fosfor (P) (minimum) % 3,00 4,00
8 Rambut/bulu (maksimum) % 1,00 1,50
9 Kecernaan Pepsin % 85,00 52,00
10 Bakteri patogen
-Salmonella Cfu/g negatif negatif
10. 10
No Parameter Satuan
Persyaratan mutu
Persyaratan
mutu I
Persyaratan
mutu II
-Shigella sp.
-Bacillus antracis
-Clostridium perfringens
negatif
negatif
negative
negatif
negatif
negatif
Sumber: SNI 7994 (2014)
Bahan Pakan Nonkonvesional
Bahan pakan yang berkualitas dan mengandung nutrien tinggi relatif
mahal, sebab pakan konvensional seperti jagung dan bungkil kedelai masih
diimpor dan masih bersaing dengan kebutuhan manusia. Pakan non konvensional
dapat dimanfaatkan sebagai pakan alternatif karena perolehan bahannya lebih
murah, mudah didapat, bernilai nutrien cukup, serta dapat mengurangi
penggunaan pakan jenis jagung dan bungkil kedelai dalam penyusunan ransum
unggas pedaging. Bahan pakan nonkonvensional dapat berasal dari:
Industri pertanian
Limbah kelapa sawit. Limbah industri kelapa sawit dapat berpotensi
menjadi pakan ternak termasuk untuk pakan ternak unggas pedaging. Limbah
kelapa sawit yang bisa digunakan sebagai bahan pakan unggas adalah bungkil
kelapa sawit, lumpur sawit, dan serabut buah. Komposisi nutrien dari hasil limbah
kelapa sawit memiliki protein kasar dan serat kasar yang tinggi sehingga untuk
pemanfaatan limbah hasil kelapa sawit sebagai pakan ternak sebaiknya perlu
dilakukan pengolahan terlebih dahulu untuk menaikkan nilai nutrisinya dan
menurunkan serat kasarnya, yakni dengan teknologi fermentasi. Pemanfaatan
lumpur sawit sebagai bahan pakan ternak unggas dengan pemanfaatan teknologi
fermentasi dapat meningkatkan nilai nutriennya sehingga penggunaanya dalam
ransum ayam pedaging dapat mencapai 10% (Sinurat, 2003).
Asal hewan
Tepung bulu. Tepung bulu adalah bahan pakan ternak unggas pedaging
yang berasal dari bulu unggas. Bulu unggas yang diolah menjadi tepung bulu
11. 11
adalah berasal dari bulu ayam yang didapatkan dari TPA (Tempat Pemotongan
Ayam). Salah satu cara pengolahan tepung bulu ayam yakni fermentasi. Bulu
ayam yang berpotensi menjadi sumber protein pakan ternak adalah bulu ayam
yang memiliki kandungan protein kasar tinggi yang berkisar 85% sampai dengan
95% (Howie et al., 1996).
Tepung darah. Tepung darah adalah tepung yang berasal dari limbah
darah pada rumah potong hewan. Tepung darah dijadikan bahan pakan ternak
unggas dalam bentuk tepung melalui proses pembuatan secara fisik, biologi
ataupun kombinasi keduanya. Ketidakseimbangan asam amino pada tepung darah
menyebabkan tepung darah menjadi terbatas dalam menggunakannya sebagai
ransum unggas. Kandungan protein tepung darah tergolong sangat tinggi, yakni
sebesar 80%, begitu pula dengan kandungan lisinnya yaitu 6,9% akan tetapi
kekurangan yang terdapat pada pakan ternak unggas tepung daging yakni
kandungan asam amino yang todak terlalu lengkap. Penggunaan tepung darah
dalam pakan unggas maksimal 2%.
Ada tiga metode dalam pengolahan tepung darah yaitu proses pengeringan,
penyerapan dan fermentasi. Menurut Ramadhan et al. (2015) metode pengeringan
dapat dilakukan dalam ransum uggas sebesar 3% sampai dengan 6%. Sedangkan
proses penyerapan dapat meningkatkan dalam penggunaan tepung darah pakan
ternak menjadi 15% dan metode fermentasi darah dapat menggunakan
mikroorganisme sebagai inokolum yang dapat memanfaatkan tepung darah dalam
ransum unggas sebanyak 20%.
Imbuhan pakan (feed additive)
Feed additive merupakan suatu bahan yang dicampurkan ke dalam pakan
ternak yang dapat mempengaruhi produktivitas, kesehatan, atau keadaan nutrien
ternak, meskipun bahan tersebut bukan untuk mencukupi kebutuhan nutrien pada
ternak (Adams, 2000). Pada industri pakan ternak unggas, antibiotik tidak hanya
digunakan untuk mengobati penyakit tetapi juga digunakan untuk memelihara
kesehatan, mempercepat pertumbuhan, dan meningkatkan efisiensi pakan.
Beberapa jenis feed additive yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti
12. 12
antibiotik adalah fitobiotik, probiotik, prebiotik, enzim-enzim, dan asam organik
(Zuprizal, 2006; Sinurat et al., 2009).
Fitobiotik. Fitobiotik adalah suplemen pakan yang murni berasal dari
bahan tanaman. Fitobiotik dapat diperoleh dari bagian daun, bunga, batang,
rimpang, akar atau seluruh bagian pada tanaman. Produk dapat berbentuk kering
dari bagian atau seluruh tanaman maupun ekstrak dari bagian tanaman. Fitobiotik
biasanya diberikan melalui air minum maupun dicampurkan dalam pakan.
Pemberian fitobiotik bertujuan untuk menstimulasi konsumsi pakan, sebagai
antimikrobia, koksidiostat, antihelmintik, dan imunostimulan (Panda et al., 2006).
Keuntungan dari penggunaan fitobiotik adalah dapat meningkatkan bobot
badan dan efisiensi pakan (Sirvydis et al., 2003). Mekanisme aksi fitobiotik dalam
meningkatkan kinerja produksi dimulai dari penghambatan pertumbuhan
mikroflora patogen dalam usus. Penghambatan pertumbuhan bakteri patogen ini
dapat menjaga keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan yang secara
tidak langsung akan merangsang fungsi-fungsi organ pencernaan dan
meningkatkan penyerapan nutrien pada pakan (Ulfah, 2006).
Probiotik. Probiotik didefinisikan sebagai suplemen pakan yang berasal
dari mikroorganisme hidup yang bila diberikan pada ternak mempunyai dampak
positif bagi ternak inang (host animal). Menurut Food and Agricultural
Organization (2001) probiotik adalah mikroorganisme hidup yang apabila
diberikan dalam jumlah yang cukup akan dapat memberikan manfaat kesehatan
pada unggas. Spesies mikrobia yang banyak digunakan sebagai probiotik ayam
adalah spesies yang berasal dari Bacillus, Bifidobacterium, Enterococcus,
Escherichia, Lactobacillus, Streptococcus dan dicampurkan juga beberapa species
yeast (Yang et al., 2009).
Mekanisme aksi penggunaan mikroorganisme yang digunakan sebagi
probiotik dalam pakan ternak adalah melalui peningkatan penghalang epitel,
peningkatan adhesi mukosa usus, menghalangi menempelnya patogen, kompetitif
mikroorganisme patogen, produksi zat anti mikroorganisme dan modulasi sistem
kekebalan tubuh (Brito at al., 2012). Mekanisme aksi probiotik ini dapat dilihat
pada gambar berikut.
13. 13
Gambar 1. Mekanisme aksi probiotik sebagai antibakteri
Sumber: Brito at al. (2012)
Mc Donald et al. (2002) juga menjelaskan mekanisme aksi probiotik
dalam rangka menjaga kesehatan inang adalah sebagai berikut:
1. Bakteri probiotik berkompetisi untuk menghalangi menempelnya bakteri-
bakteri patogen (E. coli) pada dinding usus khususnya pada sel-sel enterosit,
sehingga bakteri patogen tersebut tidak dapat berinteraksi negatif terhadap
ternak inangnya. Mekanisme untuk menimbulkan efek yang negatif dari
bakteri-bakteri patogen, maka bakteri-bakteri tersebut perlu menempel pada
dinding usus ternak inangnya. Penempelan ini melalui satu struktur yang
spesifik pada permukaan bakteri yang disebut hair-like structure atau yang
disebut juga fimbriae. Fimbriae ini terbuat dari protein yang disebut lektin
yang dikenal dan selektif untuk dapat menempel pada oligosacarida reseptor
spesifik yang terdapat di dinding usus. Pada kondisi yang demikian ini maka
bakteri Lactobacilli dapat berkompetisi untuk menggantikan kedudukan
bakteri patogen yang menempel di dinding usus, sehingga bakteri patogen
tidak dapat menempel di dinding usus dan pada akhirnya bakteri patogen
tidak dapat memproduksi aktivitas negatifnya terhadap ternak inang.
14. 14
2. Probiotik dapat menetralisir racun (enterotoxcin) yang dihasilkan oleh bakteri
patogen, dimana entero toksin ini dapat menyebabkan terjadinya pengeluaran
cairan yang berlebihan (diare), tetapi subtansi (zat) yang dihasilkan oleh
probiotik tersebut sampai saat ini belum diidentifikasi dengan jelas.
3. Probiotik khususnya bakteri Lactobacillus dapat menghasilkan aktifitas
sebagai pembunuh bakteri patogen yang berupa adanya penurunan pH pada
saluran pencernaan yang dikarenakan adanya proses fermentasi laktosa
menjadi asam laktat oleh bakteri Lactobacillus. Juga diproduksinya hidrogen
peroksida yang menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri gram negatif.
4. Mencegah terbentuknya senyawa-senyawa amina yang diproduksi oleh
bakteri Coliform yang dapat menyebabkan adanya iritasi pada dinding usus
dan dapat menyebabkan diare.
5. Meningkatkan produksi antibodi dan aktivitas fagositik dari ternak inang. Hal
ini dapat terlihat dari meningkatnya protein serum dan sel-sel darah putih
pada ternak babi yang diberi pobiotik Lactobacillus.
Syarat suatu bahan makanan dapat diklasifikasikan sebagai probiotik
adalah tidak dapat dihidrolisis ataupun diserap pada saluran pencernaan bagian
atas (lambung dan duodenum), substrat mampu menstimulasi secara selektif
pertumbuhan bakteri komersial yang menguntungkan didalam saluran pencernaan
dan atau mengaktifasi proses metabolisme bakteri di dalam saluran cerna, maupun
mengubah komposisi mikrobia sehingga membentuk komonitas yang
menguntungkan sehinggga menguntungkan bagi kesehatan inang (Gibson dan
Roberfroid, 2004)
Enzim. Penggunaan enzim sebagai pakan ternak tambahan yakni untuk
mengatasi permasalahan terkait dengan keterbatasan nutrisi pakan pada ternak
unggas. Melalui invensi bioteknologi, penggunaan enzim dapat memaksimalkan
penggunaan bahan pakan yang jumlahnya terbatas. Penggunaan enzim sangat
berpeluang dalam memaksimalkan produktivitas ternak. Keuntungannya adalah
meningkatkan penggunaan pakan yang bersifat konvesional seperti bungkil
kedelai, penggunaan limbah, dan bahan makanan yang bersifat nonkonvensional,
serta dapat menurunkan pencemaran lingkungan dengan efisien.
15. 15
Penggunaan enzim bertujuan untuk meningkatkan kualitas bahan pakan
yang akan digunakan unggas. Faktor yang dapat berpengaruh terhadap
keberhasilan penggunaan enzim diantaranya yakni substrat dan target jenis unggas
yang akan digunakan. Pasalnya enzim akan dapat bekerja dengan baik dan efektif
bila jenis enzim yang digunakan sesuai dengan jenis substrat pada bahan pakan
tersebut. Enzim kadang-kadang dapat menyebabkan reaksi alergi karena enzim
merupakan molekul protein dan enzim merupakan bahan yang tidak beracun.
Enzim yang digunakan pada bahan pakan ternak biasanya diisolasi dari mikroba
yang tidak memproduksi racun dan bebas mikotoksin.
Asam organik. Asam organik sebagai zat antimikroba dapat digunakan
untuk menggantikan antibiotik dalam pakan. Antibiotik sebagai promotor
pertumbuhan banyak digunakan untuk campuran pakan dan menjadi bagian dari
strategi pemenuhan nutrisi ayam broiler. Hal ini dapat meningkatkan resistensi
bakteri patogen terhadap antibiotik dan menimbulkan residu antibiotik dalam
produk daging ayam broiler. Salah satu bahan tambahan pakan yang bisa
dimanfaatkan sebagai alternatif untuk menggantikan penggunaan antibiotik adalah
asam organik.
Asam organik dalam berbagai bentuk dan kombinasi digunakan sebagai
bahan tambahan dalam pakan ternak untuk menurunkan pH pakan, intestinum,
dan sitoplasma mikroba. Asam organik dapat menghambat pertumbuhan mikroba
patogen dalam intestinum dan mencegah kontaminasi mikroba dalam pakan.
Penambahan asam organik dalam pakan ternak juga dapat meningkatkan absorbsi
protein, meningkatkan konsumsi pakan, mengurangi diare, dan mengurangi efek
cekaman yang disebabkan oleh temperatur panas. Hasil penelitian Wijayanti,
(2016) kelompok ayam yang diberi pakan tanpa asam organik menghasilkan
ratarata persentase karkas paling rendah (70,2%), diikuti kelompok ayam yang
diberi pakan dengan campuran 0,3% asam organik (70,8%), dan rata-rata
persentase karkas paling tinggi terdapat pada kelompok ayam yang diberi pakan
dengan campuran 0,5% asam organik (71,6%).
16. 16
B. Mutu Kualitas Bahan Pakan
Bahan-bahan pakan tersebut cepat mengalami kerusakan selama proses
penyimpanan. Penurunan kualitas bahan pakan ini disebabkan oleh interaksi
bahan pakan dengan kondisi lingkungan, dan kondisi mikroorganisme (bakteri,
jamur, serangga, dan rodent) yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas bahan
pakan. Kerugian yang ditimbulkan dari hal-hal tersebut dapat berupa kehilangan
berat, penurunan kualiitas, peningkatan resiko, terhadap kesehatan dan kerugian
ekonomi. Untuk bahan pakan yang belemak tinggi seperti tepung ikan, bungkil
kelapa, dedak padi sering mengalami ketengikan akibat oksidasi. Proses oksidasi
menjadi lebih cepat dengan adanya peningkatan suhu dan kelembaban dalam
gudang penyimpanan sehingga pakan menjadi tengik. Berdasarkan hal tersebut
maka kontrol kualitas pakan perlu dulakukan.
C. Kontrol Kualitas Bahan Pakan
Kontrol kualitas bahan pakan adalah salah satu hal yang harus dilakukan
untuk mengetahui mutu dan kuwalitas bahan pakan yang akan digunakan.
Pasalnya kontrol kualitas pakan pada industri peternakan akan menentukan
kesuksesan dan keuntungan suatu usaha. Kualitas pakan dan performan ternak
keduanya memiliki keterkaitan yang erat dan mencakup tidak hanya semua
komponen bahan pakan, akan tetapi juga kecernaan dan metabolisme dari
komponen pakan tersebut. Maka dari itu, hal yang tidak dapat dilewatkan dalam
produksi pakan ternak adalah memonitor dan mengevaluasi setiap aspek dari
sistem produksi pakan secara konsisten.
Beberapa strategi yang berhubungan dengan pengawasan mutu pakan
perlu dirancang oleh pengawas eksternal agar pengawasan yang dilakukan dapat
berjalan dengan baik dan efektif. Strategi yang pertama yakni menguasai teknik
pengambilan sampel yang representatif dan mengetahui jenis-jenis analisa yang
seharusnya dilakukan. Pada sampel bahan baku, pengawas perlu memeriksa kadar
air, warna, bau, keberadaan benda asing, tekstur, dan keseragaman, serta
kerusakan lainnya. Analisa laboratorium perlu dilakukan terhadap bahan baku dan
ransum jika belum terdapat informasi komposisi nutrien laboratorium.
17. 17
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan sifat fisik pakan dalam penentuan kualitas penting untuk
diketahui sebab setiap pakan akan menunjukkan sifat-sifat yang menunjukan
palatabilitas yang tinggi dan kandungan gizi yang baik. Evaluasi fisik yang
khususnya hijauan didasarkan terutama pada warna dan bau. Selain itu, pengawas
sebaiknya juga mengetahui tentang titik kritis dari jalur disitribusi bahan baku
pakan dan ransum, pola alur proses kerja industri pakan serta menguasai regulasi
yang berlaku sehubungan dengan kualitas pakan.
Pemeriksaan Biologi dengan Mikroskop
Mikroskop dapat dipakai untuk melihat keberadaan mikroorganisme
patogen dalam pakan. Selain itu, dengan bantuan mikroskop, teknisi yang sudah
terlatih dapat mengidentifikasi bahan baku yang terdapat pada campuran ransum.
Mereka juga dapat mendeteksi pemalsuan dan variasi kualitas secara cepat dan
ekonomis, serta benda-benda asing lainnya yang dapat merusak kualitas ransum.
Analisis Kimia
Pakan yang dipersiapkan secara komersial menurut aturan yang berlaku
harus mempunyai label yang berisi bahan yang di pakai dan bergaransi komposisi
kimia bahan. Komposisi kimia pada pada label harus menunjukan persentase
minimum dari protein kasar dan lemak, serta persentase maksimum dari
kandungan serat kasar dan abu. Beberapa label juga berisi kandungan maksimum
garam, minimum total digestible nutrient (TDN), dan atau minimum kalsium (Ca)
dan phospor (P). Metode analisis proksimat dapat mengetahui enam komponen
nutrien bahan pakan seperti: (1) kadar air, (2) kadar abu, (3) komposisi protein
kasar (PK), (4) komposisi lemak kasar (LK), (5) komposisi serat kasar (SK), dan
(6) jumlah bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).
Analisis Van Soest
Analisis van soest seringkali juga disebut analisis komponen serat kasar.
Bahan pakan dalam analisis ini dibagi menjadi komponen yang berguna (isi sel)
18. 18
dan yang kurang berguna (dinding sel, khususnya lignin). Isi sel terdiri dari gula,
pati, pektin, non protein nitrogen (NPN), protein, lipid, mineral, serta vitamin,
sedangkan dinding sel terdiri dari hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Berbeda
dengan analisis proksimat, dimana fraksi serat kasarnya tidak dapat dibedakan
lebih detil lagi, sedangkan dalam analisis van soest, fraksi serat kasarnya dapat
dibedakan menjadi selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Fraksi serat kasar dalam
analisis van soest yang disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 6. Fraksi serat kasar dalam analisis van soest
Fraksi Prinsip analisis Komponen utama
NDF Bahan makanan yang tidak larut
dalam detergen netral, Prinsip
analisis NDF yaitu pelarut bahan
dengan larutan detergen netral
Hemiselulosa, selulosa,
dan lignin
ADF Dinding tanaman yang tidak larut
dalam detergen asam, prinsip analisis
ADF adalah pelarut dengan larutan
detergen asam
Selulosa dan lignin
Hemiselulosa Selesih nilai NDF dan ADF Hemiselulosa
Lignin Tidak larut dalam asam sulfat 72%,
prinsip analisis pelarut dengan asam
sulfat
Lignin
Selulosa Pengabuan bahan ADF yang telah di
ekstraksi dengan asam sulfat 72%
disaring dan dikeringkan
Selulosa
Keterangan : NDF= Netral Detergen Fiber, ADF = Acid Detergen Fiber
Sumber: Bidura (2016)
Uji Organoleptik Bahan Pakan
Uji organoleptik bahan pakan merupakan uji yang menggunakan bantuan
organ-organ tubuh khususnya panca indra. Panca indra yang bisa dimanfaatkan
pada uji organoleptik bahan pakan adalah indra penglihatan (mata), indra peraba
(tangan), indra penciuman (hidung), dan indra perasa (kulit dan lidah). Tangan
sebagai indra peraba dalam konteks ini digunakan untuk menentukan tekstur
bahan. Mata sebagai indra penglihatan untuk menentukan warna bahan, adanya
kontaminasi bahan asing, dan untuk mengetahui tingkat kerusakan bahan pakan.
19. 19
Hidung sebagai indra penciuman berguna untuk menentukan bau. Lidah sebagai
indra perasa digunakan untuk menentukan rasa dari suatu bahan pakan.
Penentuan tekstur hanya bisa dilakukan pada bahan pakan yang berbentuk
tepung. Bahan pakan yang baik akan memiliki tekstur yang baik. Sebaliknya, jika
bahan pakan diindikasikan sebagai bahan pakan yang tidak memiliki kualitas yang
baik biasanya strukturnya terdapat gumpalan pada sebagian atau keseluruhan
bahannya. Bahan yang telah disimpan dalam waktu lama atau dalam kondisi yang
tidak baik, akan mempunyai tekstur tidak baik pula seperti terdapat gumpalan
yang diakibatkan oleh faktor kimia atau biologi yang dapat terjadi selama
penyimpanan. Bahan yang bertekstur tidak baik, umumnya akan mempunyai bau
dan rasa yang tidak baik pula.
D. Kebutuhan Nutrien Unggas Berdasarkan Periode Produksi
Kebutuhan nutrien pada unggas akan digunakan untuk memenuhi hidup
pokok dan produksi daging. Oleh karena itu, terdapat perbedaan kebutuhan
nutrian di setiap fase pertumbuhan seperti fase starter, fase grower, dan fase
finisher, begitu juga terdapat perbedaan antara unggas pedaging dari ayam buras
dan ayam ras.
Kebutuhan Nutrien Ayam Buras Pedaging
Pakan mengandung nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan ayam.
Untuk mendapatkan ayam dengan pertumbuhan optimal, pakan harus
mengandung unsur nutrien yang sesuai dengan kebutuhan hidup ternak
berdasarkan fase pertumbuhannya. Periode pemeliharaan ayam buras pedaging di
bagi ke dalam tiga fase pemeliharaan yaitu fase stater, fase grower, dan fase
finisher.
Tabel 7. Kebutuhan nutrien ayam buras pada fase starter, grower, dan finisher
Nutrien
Starter
(0-3 minggu)
Grower
( 3-6 minggu)
Finisher
(7 minggu-
panen)
Kadar air (%) 10,0 10,0 10,0
Protein kasar (%) 17,5 16,0 15,6
20. 20
Nutrien
Starter
(0-3 minggu)
Grower
( 3-6 minggu)
Finisher
(7 minggu-
panen)
Energi temetabolis
(kcal)
2800,0 2800,0 2650,0
Lemak Kasar (%) 7,0 7,0 7,0
Seat kasar(%) 6,0 6,0 6,0
Ca (%) 0,9 0,4 1,20
P tersedia(%) 0,4 0,8 0,30
Lisin (%) 0,8 0,7 0,80
Metionin (%) 0,3 0,28 0,30
Sumber: Sinurat (2009)
Kebutuhan Nutrien Ayam Ras Pedaging (Broiler)
Kebutuhan nutrien ayam ras pedaging (broiler) dikelompokkan ke dalam
fase starter dan finisher. Berdasarkan fase pertumbuhan tersebut kebutuhan
nutrien ayam broiler dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8. Kebutuhan nutrien ayam ras pada fase starter dan finisher
Nutrien Starter (0-3 minggu) Finisher ( 3-6 minggu)
Kadar air (%) 10,00 (maks 14,00) 10,00 (maks 14%)
Protein kasar (%) 21,00 - 23,00 18,00-20,00
Energi temetabolis (kcal) 2900,00-3200,00 2900,00-3299
Lemak Kasar (%) 5,00- 8,00 5,00-8,00
Seat kasar(%) 3,00-5,00 3,00-5,00
Ca (%) 0,90-1,20 0,90-1,20
P tersedia(%) 0,45-0,50 0,35-0,50
Lisin (%) 0,90-1,10 0,90-1,00
Metionin (%) 0,60-0,90 0,30-38
Sumber: NRC (1994); SNI (2008); Ross (2018)
E. Formulasi Pakan Unggas Pedaging
Menyusun formulasi ransum merupakan proses mencampur bahan pakan
yang dimiliki dengan perbandingan tertentu (sesuai dengan kebutuhan ternak)
sesuai denga fase pertumbuhannya sehingga produktifitas ternak maksimal sesuai
dengan parameter genetiknya. Berikut ini merupakan beberapa metode dalam
mengformulasikan pakan ungags.
21. 21
Metoda segi empat person (person’s sequare method)
Metode segi empat person adalah sistem formulasi pakan yang
memanfaatkan metode matematika sederhana. Sistem tersebut akan
menambahkan dan mengurangkan komposisi nutrien dari bahan pakan yang
digunakan pada formulasi ransum. Kelemahan metode tersebut adalah
penggunaan bahan pakan yang digunakan dalam penyusunan ransum terbatas
karena formula tidak bisa menghitung komposisi nutrient dalam jumlah banyak.
Contoh soal:
1. Lakukan penyusunan ransum ayam kampung pedaging dengan kadar protein
sebesar 16%. Bahan-bahan yang digunakan dalam menyusn ransum adalah
jagung, bekatul, tepung ikan, dan bungkil kelapa.
Jika diasumsikan berdasarkan penelitian dan pengalaman di lapangan
20% bekatul dan 40% jagung dapat digunakan dalam ransum ayam
Bila kedua bahan dan perbandingan ini digunakan, maka jumlah protein
dari kedua bahan tersebut adalah:
1. Bekatul 20% = 0.20 x 11.0% = 2,2%
2. Jagung 40% = 0.40 x 8% = 3,4% +
Jumlah 60% = 5,4%
Dari perhitungan jumlah protein masih kurang = 16% - 5,4 % = 10,6%.
Kekurangan protein tersebut akan dicukupi dari formulasi tepung ikan dan
bungkil inti sawit.
Jadi campuran tepung ikan dan bungkil inti sawit harus mempunyai
kandungan protein sebesar 10,6 : 0,4 (atau 40%) = 26,5%.
Perhitungan bujur sangkar dapat dibuat sebagai berikut :
Tepung ikan 55 8,5
26,5
Bungkil kelapa 18 28,5 +
Jumlah 37,0
Jadi, jumlah tepung ikan dalam ransum = 8,5/37,0 x 40% = 9,19 %
jumlah bungkil kelapa = 28,5/37,0x 40% = 30,81 %
22. 22
Kedua bahan dan perbandingan dari tepung dan bungkil kelapa ini
menghasilkan jumlah protein adalah:
1. Tepung ikan = 9,19% = 0,09 x 55 = 5,1%
2. Bungkil kelapa = 30,81% = 0,31 x 18 = 5,5% +
Jumlah 40% = 10,6%
Susunan ransum menurut perhitugan di atas adalah:
No Nama bahan Jumlah Protein (%)
1 Jagung 40 3,2
2 Bekatul 20 2,2
3 Tepung ikan 9,19 5,1
4 Bungkil kelapa 30,81 5,5
Jumlah 100 16,0
Kandungan protein ransum sudah sesuai dengan formulasi yang
dikehendaki yaitu 16%, untuk komposisi nutrienn yang lainnya seperti: energi
termetabolis, serat kasar, lemak, Ca, P, lisin, dan metionin pada formulasi pakan
tersebut bisa dihitung dari prosentasi pakan hasil perhitungan.
Formulasi menggunakan program excel
Penyusunan ransum dalam program excel, sudah disiapkan daftar bahan
pakan yang akan digunakan, kandungan nutrien dan harga dari bahan pakan.
Jumlah bahan pakan dalam ransum dapat diubah-ubah hingga komposisi nutrien
sesuai dengan yang diinginkan. Adanya metode ini maka perhitungan sudah
langsung dilakukan oleh komputer sehingga prosesnya lebih cepat. Contoh
penghitungan formulasi pakan menggunakan porgram excel adalah sebagai
berikut:
23. 23
Gambar 2. Formulasi ransum menggunakan program excel
Perhitungan formulasi dengan software komputer
Penggunaan software komputer berupa program atau aplikasi untuk
menentukan formulasi pakan ternak unggas sebenarnya sudah banyak tersedia di
appstore yang dapat diakses baik melalui handphone ataupun personal computer.
Software sangat mudah diakses dan digunakan, sebab pada setiap software sudah
tersedia big data atau komponen lengkap atas data-data yang dibutuhkan. Selain
itu, dengan adanya software yang dilengkapi dengan berbagai fitur aplikasi
selanjutnya akan dapat meningkatkan efisiensi dan keefektifan dalam menentukan
formulasi pakan ternak unggas secara akurat.
Program formulasi ransum ada yang dapat diunduh secara gratis. Salah
satu program tersebut adalah program Wuffda. Sebelum menggunakan program
Wuffda, pastikan bahwa software excel anda mempunyai perintah “solver” pada
"tools" menu. Bila belum ada, maka perlu dimunculkan dengan memilih “add-
24. 24
ins” kemudian “solver” pada “menu” excel option. Untuk lebih jelasnya program
formulasi ransum Wuffda dapat diunduh pada link berikut:
https://www.google.co.uk/search?ei=L16WXf63HtTaz7sP59i7sAY&q=WUFFD
A&oq=WUFFDA&gs_l=psy-
F. Prosedur Pengolahan Pakan
Tahapan pembuatan bahan pakan diantaranya yakni penggilingan bahan
pakan (sesuai ukuran yg dibutuhkan), penimbangan sesuai dengan formulasi,
pencampuran harus dipastikan homogen, pembuatan pellet (jika diperlukan),
pengemasan dan pelabelan, penyimpanan dan atau distribusi. Masing-masing
prosedur tersebut dijelaskan pada keterangan berikut ini.
Penggilingan dan Penepungan
Penggilingan dan penepungan bertujuan memperkecil dan menghaluskan
partikel bahan baku pakan. Bahan pakan yang berbentuk butian atau gumpalan
dilakukan penggilingan dan penepungan menjadi utiran kecil atau tepung sesuai
dengan ukuran saringan. Peralatan yang digunakan dalam proses penggilingan
atau penepungan antara lain mesin penepung (hammer mill) atau grinder yang
digerakkan dengan tenaga listrik maupun disel disesuaikan dengan kapasitas
mesinnya.
Keuntungan penepungan akan meningkatkan luas permukan bahan pakan
sehingga tinggkat kecernaan, penyerapan nutien bahan pakan menjadi lebih
tinggi, dan akan mempermudah proses berikutnya. Peningkatan perluasan partikel
ternyata juga menimbulkan efek negatif yaitu meningkatkan penampang kontak
dengan oksigen yang dapat menyebabkan laju oksidasi. Oleh karena itu, biasanya
zat antioksidan biasanya ditambahkan pada saat proses penepungan. Penambahan
zat antioksidan ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas bahan pakan terhadap
oksidasi udara.
25. 25
Pencampuran (Mixing)
Pencampuran bertujuan untuk mencampur semua bahan baku dan bahan
tambahan berdasarkan formulasi pakan ternak yang akan diproduksi.
Pencampuran bahan-bahan dilakukan secara bertahap mulai dari bahan yang
jumlahnya paling banyak hingga bahan yang jumlahnya paling sedikit.
Pencampuran bahan-bahan yang jumlahnya sedikit seperti mineral, asam-
asam amino, dan suplemen pakan lainnya dicampur sesamanya untuk
meningkatkan volume bahan pakan. Pencampuran dapat dilakukan secara manual
(menggunakan sekop) ataupun menggunakan mesin pencampur (mixer).
Pencampuan bahan pakan harus dilakukan secara homogen.
Pencetakan
Bahan pakan yang telah tercampur secara homogen kemudian dilakukan
pencetakan dengan cara dipanaskan dengan uap panas kemudian diaduk sampai
terbentuk adonan berbentuk pasta. Pasta ini kemudian digiling dengan
menggunakan alat pencetak menjadi pakan dalam bentuk pellet atau crumble.
Bentuk pakan disesuaikan dengan umur ternak unggas pedaging sebagaimana
dijabarkan pada tabel berikut ini.
Tabel 9. Rekomendasi ukuran partikel pakan pada fase starter, grower, dan
finisher
Ukuran
Starter Grower Finisher
Crumble Pellet (3.5 mm) Pellet (3.5 mm)
>3 mm 15% >70% >70%
2-3 mm 40%
20% 20%1-2 mm 35%
<1 mm <10% <10% <10%
Sumber : Ross (2018)
Berdasarkan tabel di atas maka bentuk pakan disesuaikan dengan fase
pertumbuhan dari unggas itu sendiri diantaranya yakni pada masa starter yaitu
berbentuk tepung (mash), atau dapat pula dalam bentuk remah (crumble). Adapun
pada saat masa grower diberi pakan berbentuk remah (crumble) atau dapat pula
dalam bentuk pellet, sedangkan unggas pada masa finisher diberi pakan berbentuk
26. 26
pelet. Alat pencetak pakan yang paling sederhana adalah menggunakan alat yang
biasa untuk penggiling daging dan untuk alat yang lebih canggih biasanya
menggunakan bantuan mesin pelet (CPM pellet mill).
Pengeringan
Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air yang semula berbentuk
pasta menjadi kering. Kadar air yang sebaiknya dibuat seminimal mungkin dan
telah setabil yaitu kadar air sekitar 10%. Bahan pakan yang telah dikeringkan
menjadi tidak mudah ditumbuhi jamur atau mikroba. Pengeringan secara alami
dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari, sedangkan pengeringan secara
secara mekanik dilakuakan dengan menggunakan alat pengering (oven).
Pengemasan dan Pelabelan
Tahapan selanjutnya yakni proses pengemasan dan pelabelan. Kemasan
harus mampu melindungi pakan dari pengaruh luar. Faktor lingkungan sangat
mempengaruhi kerusakan bahan pakan yang dapat menurunkan kualitas dan
kuantitas bahan pakan, sehingga bahan pakan memerlukan penanganan yang baik
setelah diproses. Prinsip-prinsip penentuan penggunaan bahan kemasan ataupun
jenis kemasan yakni disesuaikan dengan produk pangan yang akan dikemas
dengan memperhatikan sifat dan karakteristik bahan pakan yang akan dikemas.
Pengemasan dapat menekan resiko kerusakan akibat faktor lingkungan,
memberikan daya tarik bagi konsumen, yang pada akhirnya dapat meningkatkan
nilai jualnya. Daya tarik konsumen ditentukan oleh label kemasan pakan. Label
akan memberikan informasi tentang produk pakan yang diproduksi. Informasi
yang dapat ditampilkan pada pelabelan adalah nama atau merek pakan, informasi
bahan baku pakan yang digunakan, informasi bahan imbuhan pakan yang
digunakan, informasi nutrien pakan, tanggal kedaluwarsa, isi produk dan
keterangan legalitas. Label dapat berbentuk keterangan gambar atau kata-kata
yang biasanya berisi informasi produk pakan.
27. 27
Penyimpanan dan Distribusi
Pada saat penyimpanan tidak menutup kemungkinan bahwa terjadi
penurunan mutu bahan pakan. Pada saat penyimpanan secara alami terjadi
penurunan kualitas dan kuantitas mutu bahan pakan dalam kemasan, sehingga
penelitian dan tentang masa simpan bahan pakan perlu dilakukan. Masa simpan
suatu produk ditentukan dari awal produk itu sendiri dibuat hingga jangka waktu
yang ditentukan. Sebaiknya masa penyimpanan tidak lebih dari batas waktu yang
ditentukan atau melebihi batas tanggal kadaluarsa, sebab produk yang tergolong
kadaluwarsa akan membahayakan dan menimbulan resiko bagi ternak unggas
pedaging.
G. Bentuk Pakan
Bentuk ransum unggas pedaging dikelompokkan menjadi bentuk tepung
(mash), remahan (crumble), dan pellet. Bentuk ransum tersebut disesuaikan
dengan fase pemeliharaann ayampada fase starter biasanya diberikan dalam
bentuk tepung atau crumble dan pakan bentuk pellet diberikan pada pemeliharaan
fase finisher.
Pakan Bentuk Tepung (mash)
Pakan bentuk mash (tepung) merupakan bahan pakan atau campuran dari
bahan pakan yang memiliki bentuknya tepung. Pembuatan tepung dilakukan
dengan cara mekanis yaitu dengan cara digiling atau ditepungkan dengan alat
penggiling. Ukuran partikel pakan bentuk mesh dapat disesuaikan dengan
menggunakan ukuran saringan.
Gambar 3. Pakan bentuk mash
Sumber: (Ross, 2018)
28. 28
Pakan Bentuk Butiran (crumble)
Pakan bentuk crumble adalah pakan berbentuk butiran yang dibuat
dengan penggilingan atau penghancuran pakan dari bentuk pellet menjadi pakan
dalam bentuk butiran kasar atau granula. Biasanya pakan pakan dalam bentuk
crumble lebih disukai oleh ternak unggas. Pemberian pakan dalam bentuk
crumble dapat meningkatkan petambahan berat badan serta memperbaiki angka
konversi pakan dibandingkan dengan makanan bentuk halus maupun pellet selain
itu keuntungan pemberian pakanbentuk crumble adalah lebih tidak berdebu
(Ensminger et al., 1990).
Gambar 4. Pakan ayam bentuk crumble
Sumber: Ross (2018)
Pakan Bentuk Pellet
Pakan bentuk pellet adalah pakan berbentuk silinder yang berasal dari
pengolahan dan pencetakan bahan baku pakan yang sudah diformulasikan dengan
menggunakan mesin pembuat pellet. Pakan bentuk pellet ini biasanya berbentuk
silinder atau potongan kecil, dengan ukuran diameter, panjang, dan derajat
kekerasan bahan pakan yang berbeda. Pakan berbentuk pelet biasanya digunakan
untuk ayam broiler pada fase finisher dan pada ayam kampung pedaging
digunakan pada pada fase grower dan finisher.
29. 29
Gambar 5. Pakan bentuk pellet
Sumber: Ross (2018)
C. PENUTUP
1. Rangkuman
Bahan pakan unggas pedaging digolongkan menjadi bahan pakan
konvensional, contohnya seperti jagung giling, bungkil kacang kedelai, bungkil
kelapa, dedak padi, tepung ikan, tepung daging dan tulang. Pakan
nonkonvensional seperti limbah kelapa sawit, tepung bulu, tepung darah,
sedangkan untuk imbuhan pakan (feed additive) seperti fitobiotik, probiotik,
enzim, dan asam-asam organik. Bahan-bahan pakan tersebut mempunyai
klasifikasi mutu bahan pakan yang berbeda-beda dan mudah mengalami
kerusakan selama proses penyimpanan.
Kualitas pakan dan performan ternak keduanya memiliki keterkaitan yang
erat dan mencakup tidak hanya semua komponen bahan pakan, akan tetapi juga
kecernaan dan metabolisme dari komponen pakan tersebut. Beberapa metode
untuk pengawasan mutu pakan adalah dengan melakukan pemeriksaan fisik,
pemeriksaan biologi, analisis kimia, analisis van soest, dan uji organoleptik bahan
pakan. Kebutuhan nutrien ayam buras didasarkan pada tiga fase pertumbuhan
yaitu fase stater, fase grower, dan fase finisher. Sedangkan fase pertumbuhan
ayam ras pedaaging banyak yangmengelompokkan ke dalam dua fase yaitu fase
stater dan fase grower.
Formulasi ransum unggas dihitung berdasarkan kebutuhan ternak
berdasarkan fase produksi dengan menggunakan bahan-bahan pakan yang telah
30. 30
diketahui mutu, kualitas, dan kuantitas bahan pakan dengan menggunakan
beberapa metode diantaranya metode segi empat person (person’s sequare
method), metode menggunakan program excel, dan perhitungan dengan software
komputer. Prosedur pengolahan pakan dimulai dari penggilingan bahan pakan,
penimbangan, pencampuran, pencetakan, pengeringan, pengemasan, pelabelan,
kemudian penyimpanan dan distribusi. Hasil dari proses pengolahan pakan
tersebut menghasilkan bahan pakan dalam bentuk tepung (mash), bentuk butiran
(crumble), dan pakan dalam bentuk pellet.
Daftar Pustaka
Adams, C.A. 2000. The role of nutricines in health and total nutrition. Proceeding
of Australian Poultry Science Symposium. 12: 17 – 24.
Adiati, U., W. Puastuti, dan I. W. Mathus. 2004. Peluang Pemanfaatan Tepung
Bulu Ayam sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Wartazoa, 14 (1) :
39 – 44
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A.D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan
untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press .
Howie, Sa., Calsamiglin and M.D. Stern. 1996. Variation in ruminant
degradation and Intestinal digestion of animal by product protein . Anim.
Feed Sci . Tech. 63(1-4) : 1-7.
National Research Council. 1996. Nutrient Requirement of beef cattle71h
Revised Edition . National Academy Press. Washington, D.C.
Panda,K., S.V.R. Rao, and M.V.L. N. Raju. 2006. Natural growth promoters have
potential in poultry feeding systems. Feed Technology. 10.8: 23 – 26.
Rafles, A., E. Harahap, dan D. Febrina. 2016. Nilai Nutrisi Ampas Tebu
(Bagasse) yang difermentasi Menggunakan Starbio pada Level yang
Berbeda. J. Peternakan, 13 (2) : 59 – 65.
Ramadhan., R.F., Y. Marlida, Mirzah, dan Wizna. 2015. Metode Pengolahan
Darah sebagai Pakan Unggas: Review. J. Peternakan Indonesia, 17(1) : 63
– 76.
Ratnani, Y. 2013. Proses Industri pakan. IPB Press. Bogor
Rasyaf. M. 2011. Metode Kuantitatip. Industri Ransum Ternak. Kanisius.
Yogyakarta.
Sinurat, A.P., T. Purwadaria, I.A.K. Bintang, P.P. Ketaren, N. Bermawie, M.
Raharjo, dan M. Rizal. 2009. Pemanfatan kunyit dan temulawak sebagai
31. 31
imbuhan pakan untuk ayam broiler. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 14:
90 – 96.
Sinurat, A. P. 2003. Pemanfaatan Lumpur Sawit untuk Bahan Pakan Unggas.
Wartazoa, 13 (2) : 39 – 47.
Sirvydis, H.V., R. Bobiniene, V. Priudokiene, and D.V. Vilnius. 2003.
Phytobiotics add value to broiler feed. World Poultry. 19: 16 – 17.
Standar Nasional Indonesia 4483. 2013. Jagung – Bahan pakan ternak. Badan
Standaisasi Nasional. Jakarta.
Standar Nasional Indonesia 4227, 2013. Bungkil kedelai – Bahan pakan ternak.
Badan Standaisasi Nasional. Jakarta.
Standar Nasional Indonesia 3178. 2013. Dedak padi – Bahan pakan ternak. Badan
Standaisasi Nasional. Jakarta.
Standar Nasional Indonesia 2904, 2014. Bungkil kelapa (coconut meal) – Bahan
pakan ternak. Badan Standaisasi Nasional. Jakarta.
Standar Nasional Indonesia 7994, 2014. Tepung daging dan tulang (meat and
bone meal/MBM)- Bahan pakan ternak. Badan Standaisasi Nasional.
Jakarta.
Ulfah, M. 2006.Potensi tumbuhan obat sebagai fitobiotik multi fungsi untuk
meningkatkan penampilan dan kesehatan satwa di penangkaran. Media
Konservasi. 11: 109 – 114.
Wahyu, J. 1994. limit Nutrisi Unggas. Cetakan kedua. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Wijayanti, N. 2016. Pengaruh Penambahan Asam Organik dalam Pakan
terhadap Presentase Karkas Ayam Broiler. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta
Zuprizal. 2006. Nutrisi Unggas. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.