SlideShare a Scribd company logo
1 of 27
Download to read offline
1
KEGIATAN BELAJAR 1
Bibit Ternak Unggas Petelur
2
KEGIATAN BELAJAR 1. BIBIT TERNAK UNGGAS PETELUR
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi Singkat
Tahukah Anda bahwa usaha peternakan unggas petelur di Indonesia masih
berpotensi untuk dikembangkan? Hal ini dikarenakan kebutuhan telur konsumsi
yang semakin meningkat setiap tahunnya seiring dengan kesadaran masyarakat
akan pentingnya asupan protein hewani. Salah satu sumber protein hewani yang
murah dan mudah untuk diperoleh adalah telur. Telur ayam sudah populer dan
mendominasi di kalangan masyarakat untuk konsumsi dibandingkan telur bebek
maupun telur puyuh. Oleh sebab itu, peningkatan permintaan telur ayam terus
terjadi. Komoditas unggas yang berperan penting dalam menyuplai kebutuhan
telur masyarakat Indonesia adalah ayam ras dan ayam buras petelur. Keuntungan
dari budidaya ayam petelur adalah sebagai berikut:
1. Bidang usaha budidaya ayam petelur telah diterima dan dikembangkan
oleh masyarakat luas.
2. Teknologi budidaya mudah dan telah dikuasai khalayak luas.
3. Dengan melakukan budidaya ayam petelur maka Kita mendukung usaha
peternakan Indonesia.
4. Ayam petelur sudah populer di masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
gizi protein hewani.
5. Perputaran modal dalam bisnis budidaya ayam petelur relatif cepat.
6. Dapat menyediakan tenaga kerja terutama di pedesaan.
Oleh sebab itu, di dalam kegiatan belajar ini akan dibahas tentang
pengadaan bibit unggas petelur termasuk di dalamnya jenis atau strain unggas
petelur, karakteristik masing-masing strain unggas petelur beserta dengan sifat
kualitatif dan kuantitatifnya, serta mempelajari tentang metode sexing dan seleksi
Day Old Chicken (DOC) untuk bibit unggas petelur.
3
2. Relevansi
Kegiatan belajar ini berisikan teori-teori tentang jenis atau strain unggas
petelur, karakteristik masing-masing strain unggas petelur beserta dengan sifat
kualitatif dan kuantitatifnya, serta tentang metode sexing dan seleksi Day Old
Chicken (DOC) untuk bibit unggas petelur. Relevansinya dengan budidaya ayam
petelur dengan hasil akhir yang diharapkan adalah mampu memilih bibit ayam
petelur yang baik dan mampu melakukan sexing DOC.
3. Panduan Belajar
Pembelajaran materi dalam kegiatan belajar ini dilakukan secara berurutan
mulai dari karakteristik ayam petelur sampai dengan metode sexing DOC.
Pembelajaran dapat dilakukan secara mandiri maupun tim dengan tambahan
referensi lain baik dari berbagai publikasi ilmiah yang terpercaya. Tes formatif
sebagai tolok ukur penguasaan materi dalam kegiatan belajar ini.
B. INTI
1. Capaian Pembelajaran
Setelah mengikuti kegiatan belajar ini diharapkan peserta didik mampu
menganalisis prinsip agribisnis ternak unggas petelur dan aplikasinya dalam
pembelajaran bidang studi agribisnis ternak.
2. Sub Capaian Pembelajaran
1. Mampu menjelaskan karakteristik unggas petelur melalui sifat kualitatif dan
kuantitatifnya baik pada ayam ras maupun ayam buras.
2. Mampu menjelaskan teknik mendapatkan bibit unggas petelur.
3. Mampu menjelaskan metode seleksi bibit unggas petelur.
4. Mampu melakukan sexing DOC.
4
3. Uraian Materi
Performa ayam buras dalam memproduksi telur masih kalah jika
dibandingkan dengan ayam petelur ras. Sejalan dengan permintaan pasar akan
kebutuhan telur maka perlu dipelajari bagaimana memilih bibit ternak unggas
petelur yang berkualitas. Ayam ras merupakan hasil kawin silang antara berbagai
bangsa ayam hutan. Jenis ayam hutan sendiri terdiri atas ayam hutan merah
(Galus galus bankiva), ayam hutan ceton (Galus lafayetti), ayam hutan abu-abu
(Galus soneratti), dan ayam hutan hijau (Galus varius, Galus javanicus) (Abidin,
2003).
Ayam petelur berdasarkan umurnya dapat dikelompokkan menjadi empat,
yaitu:
1. Starter, adalah ayam umur sehari atau disebut kuri (Day Old
Chicken/DOC) sampai dengan umur 6 minggu.
2. Grower, adalah ayam yang berumur 6 – 12 minggu.
3. Developer, adalah ayam muda yang berumur 12 – 16 minggu.
4. Layer ataupun rooster, adalah ayam dewasa yang berumur 18 – 68
minggu.
Karakteristik Strain Unggas Petelur (Sifat Kualitatif dan Kuantitatif)
Ayam Ras Petelur
Sebagian besar ayam yang digunakan untuk produksi telur dihasilkan dari
proses kawin silang (cross-mating), persilangan antar bangsa (breed crossing),
atau perkawinan sedarah (inbreeding). Sangat sedikit strain ayam murni yang
digunakan secara komersial. Cross-mating adalah menyilangkan dua atau lebih
jenis ayam dalam bangsa yang sama. Breed crossing adalah persilangan antar
bangsa yang berbeda untuk mendapatkan sifat yang diinginkan. Ayam inbrida
diproduksi dengan cara inbreeding dan melewati garis inbrida untuk mendapatkan
sifat yang diinginkan.
Kebanyakan ayam penghasil telur komersial merupakan persilangan jenis
white leghorn karena keunggulan mereka dalam memproduksi telur. Persilangan
hibrida (inbreeding) antar leghorn juga populer untuk produksi telur dan
5
merupakan jenis ayam petelur putih. Jenis ayam petelur coklat adalah rhode island
red, new hampshires, dan barred plymouth rocks.
Menurut Appleby et al. (2004) jenis ayam petelur dapat dibagi menjadi dua
kelas, yaitu:
1. Kelas ayam petelur ringan, terutama dari jenis white leghorn yang
mempunyai bobot badan betina dewasa sekitar 1.5 kg sehingga
tergolong kecil dan ringan atau ramping. Jenis ayam ini disebut dengan
ayam ras petelur putih. Ciri-ciri dari ayam jenis ini memiliki mata yang
bersinar, bulu yang berwarna putih bersih dengan jengger merah dan
warna kaki kuning. Ayam jenis ini mampu memproduksi telur lebih
dari 260 butir per tahun. Ayam jenis ini dipelihara khusus untuk
produksi telur saja. Ayam petelur ringan memiliki sifat sensitif terhadap
cuaca yang panas. Selain itu, ayam jenis ini mudah terkejut oleh suara
bising sehingga produksinya akan cepat turun.
Gambar 1. White leghorn
Sumber: Gillespie dan Flanders (2010)
2. Kelas ayam petelur medium, terutama berasal dari rhode island red
yang mempunyai bobot badan cukup berat namun masih berada di
antara bobot ayam petelur ringan dan ayam broiler yaitu sekitar 2 kg.
Ayam jenis ini merupakan ayam tipe dwiguna yang berarti selain
6
menghasilkan telur juga dapat mengasilkan daging. Tipe ayam petelur
medium memproduksi kualitas telur menyerupai telur putih yang
diproduksi oleh ayam petelur ringan hanya saja memiliki bobot telur
yang lebih besar. Ciri-ciri ayam jenis ini adalah warna bulu cokelat
sehingga disebut dengan ayam petelur cokelat. Beberapa jenis ayam
petelur medium yang lainnya adalah lohmann brown, hisex brown, dan
bovans brown.
Gambar 2. Rhode island red
Sumber: Gillespie dan Flanders (2010)
Gambar 3. Lohmann brown, hisex brown, dan bovans brown
Sumber: Putri et al. (2017)
Ayam ras petelur merupakan jenis ayam unggul yang berasal dari indukan
yang sudah melalui proses seleksi sampai diperoleh ayam yang memiliki
7
kemampuan genetik unggul untuk menghasilkan telur banyak dalam waktu yang
singkat. Ciri-ciri yang dapat dilihat pada ayam ras petelur adalah bentuk tubuh
yang ramping, sifatnya mudah terkejut, cuping telinga putih dan kerabang
telurnya berwarna cokelat, efisien dalam menggunakan energi dari ransum untuk
memproduksi telur, tidak memiliki sifat mengeram, serta per ekornya mampu
memproduksi telur 250 – 280 butir per tahun.
Pada umur 16 – 18 minggu ayam petelur akan mulai produktif bertelur
sampai dengan umur 90 – 100 minggu, namun tahun pertama merupakan waktu
produksi telur yang paling optimal. Pada tahun berikutnya produksi dan kualitas
telur akan cenderung menurun seiring umur ayam yang semakin tua. Menurut
Sudarmono (2003) sifat unggul ayam ras petelur adalah sebagai berikut:
1. Pada umur 4.5 – 5 bulan ayam ras petelur sudah dewasa kelamin dan
mulai memproduksi telur. Apabila dibandingkan dengan ayam
kampung pada umur yang sama baru mencapai bobot badan sekitar 0.8
kg dan dewasa kelamin baru dicapai umur 7 – 8 bulan.
2. Ayam ras petelur memiliki kemampuan dalam memproduksi telur
sebanyak 250 – 280 butir per tahun dengan bobot telur 50 – 60 g per
butir. Sedangkan ayam kampung jauh di bawahnya yaitu 30 – 40 g per
butir.
3. Ayam ras petelur mampu memanfaatkan ransum dengan sangat baik,
yaitu setiap 2.2 – 2.5 kg ransum dikonversi menjadi 1 kg telur.
Sedangkan ayam kampung tidak memiliki kemampuan itu sehingga
tidak ekonomis.
4. Ayam ras petelur mengalami satu periode produktif bertelur yang
panjang yaitu sampai dengan umur 80 – 100 minggu. Hal ini
dikarenakan ayam ras petelur tidak memiliki periode mengeram.
Sebaliknya ayam kampung periode bertelurnya berkali-kali namun
berlangsung hanya sekitar 15 hari.
Jenis ayam ras petelur berbeda-beda dan masing-masing memiliki
perbedaan performa namun hampir sama seperti yang dapat Anda lihat pada Tabel
8
di bawah ini. Meskipun demikian, performa yang maksimal akan dapat dicapai
apabila manajemen pemeliharaan yang kita terapkan baik.
Tabel 1. Performa jenis-jenis ayam petelur
Jenis Umur
mulai
produksi
(minggu)
Umur
produksi
50%
(minggu)
Puncak
produksi
(%)
Konversi
pakan
Kematian
(%)
Lohman
Brown MF
402
19 – 20 22 92 – 93 2.3 – 2.4 2 – 6
Hisex Brown 20 – 22 22 91 – 92 2.36 0.4 – 3
Bovans White 20 – 22 21 – 22 93 – 94 2.2 5 – 6
Hubbard
Golden
19 – 20 23 – 24 90 – 94 2.2 – 2.5 2 – 4
Dekalb
Warren
20 – 21 22.5 – 24 90 – 95 2.2 – 2.4 2 – 4
Bovans
Goldline
20 – 21 21.5 – 22 93 – 95 1.9 6 – 7
Brown Nick 19 – 20 21.5 – 23 92 – 94 2.2 – 2.3 4 – 7
Bovans Nera 21 – 22 21.5 – 22 92 – 94 2.3 – 2.45 2 – 5
Bovans
Brown
21 – 22 21 – 23 93 – 95 2.25 – 2.35 2 – 7
Sumber: Putri et al. (2017)
Jenis ayam petelur yang banyak dijumpai di pasaran dan biasanya diperjual
belikan kepada peternak adalah DOC hasil final stock atau comercial stock. Jenis
DOC final stock merupakan hasil keturunan parent stock dan hasil seleksi terus
menerus sehingga diperoleh hasil akhir (final) yang sangat produktif untuk
menghasilkan telur. Namun, keturunan dari final stock ini nantinya sudah tidak
memiliki sifat keunggulan berproduksi seperti final stock.
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang bibit niaga (final stock) umur
sehari atau kuri (day old chick) pada ayam ras petelur dapat dilihat pada link
berikut http://bibit.ditjenpkh.pertanian.go.id/sites/default/files/SNI%204868.2-
2013%20FS%20Petelur.pdf.
9
Ayam Buras Petelur
Seperti yang Anda ketahui, Indonesia juga memiliki jenis ayam lokal yang
berpotensi sebagai penghasil telur, diantaranya adalah ayam kampung, ayam arab,
ayam kedu, ayam nunukan, dan Ayam Kampung Unggul (KUB). Keempatnya
memiliki kemampuan bertelur yang tinggi, bahkan ayam arab hampir menyerupai
ayam ras petelur. Ayam arab saat ini yang paling populer dibudidayakan sebagai
ayam lokal petelur karena pemeliharaan yang lebih mudah dengan efisiensi pakan
yang baik juga penampilan telurnya yang mirip seperti ayam kampung.
Ayam kampung. Ayam jenis ini memiliki varian warna bulu yang banyak,
diantaranya adalah putih, kuning, kuning kemerahan, hitam, dan lain sebagainya.
Tidak jarang juga memiliki warna kombinasi dari warna-warna tersebut. Ayam
kampung mudah dibedakan dengan ayam ras dikarenakan warna bulu yang
beraneka ragam. Fisiknya lebih kecil dan pergerakannya lebih lincah, selain itu
ayam kampung berbobot lebih rendah dibandingkan dengan ayam ras pada umur
yang sama. Melalui pemeliharaan yang intensif biasanya ayam ras umur 1 bulan
memiliki bobot badan sekitar 250 g/ekor, sedangkan ayam kampung hanya sekitar
150 g/ekor. Namun, ketika ayam umur 4 bulan perbandingan bobot badannya
tidak berbeda jauh. Ayam ras memiliki bobot badan sekitar 1570 g/ekor
sedangkan ayam kampung sekitar 1400 g/ekor.
Gambar 4. Ayam kampung
Sumber: Wikipedia1
10
Ayam kedu. Jenis ayam ini berasal dari desa Kedu, kabupaten
Temanggung, Jawa Tengah dan sudah dikenal sebagai ayam petelur yang
produktif. Ayam kedu dibedakan berdasarkan warna bulunya, yaitu ayam kedu
hitam, ayam kedu putih, dan ayam kedu campuran (warna bulu lurik). Namun,
yang paling diminati oleh masyarakat diantara ketiganya adalah ayam kedu hitam.
Ciri khas yang dapat dilihat pada ayam jenis ini adalah bulunya yang berwarna
hitam. Ayam kedu hitam jantan dewasa memiliki bulu hias berwarna merah,
jingga atau kuning di sekitar leher dan pinggang. Bentuk jenggernya adalah bilah
tunggal bergerigi dan berwarna merah atau merah kehitaman, selain itu memiliki
warna pial yang sama dengan warna jengger. Warna paruh, kaki, dan cakarnya
juga gelap kehitaman, namun warna kukunya beragam yaitu mulai dari hitam,
putih, dan kombinasi keduanya, sedangkan warna kulitnya adalah putih kusam.
Bobot badan DOC ayam kedu hitam rata-rata 28.98 g dan pada umur 8 minggu
mencapai 578.8 g dengan konversi pakan 4.42. Sedangkan tingkat kematian
hingga ayam berumur 8 minggu adalah 2.87%. ayam kedu hitam betina umur 151
hari sudah mulai menghasilkan telur dengan capaian hen-day production 40%
pada umur 248 hari. Umur 295 hari merupakan puncak produksi telur dan akan
mulai menurun pada umur 296 hari dengan hen-day production 32.48%. Sebesar
74.58% kerabang yang dihasilkan warnanya coklat pucat – putih dan selebihnya
berwarna coklat (Nataamijaya, 2008).
11
Gambar 5. Ayam kedu hitam
Sumber: Wikipedia2
Ayam nunukan. Ayam lokal ini berasal dari pulau Tarakan, provinsi
Kalimantan Timur. Ayam nunukan merupakan ayam asli Indonesia hasil
domestikasi ayam hutan merah. Karakter yang menjadi keunggulan ayam
nunukan yaitu warna bulu spesifik dan pertumbuhan bulu yang lambat dalam
artian cocok dipelihara di daerah panas atau tropis. Selain itu, mampu secara
efisien memetabolisme protein yang mengandung sulfur (sistin dan metionin).
Ciri-ciri lainnya adalah memiliki karakteristik yang spesifik seperti jengger
tunggal, paruh dan shank berwarna kuning, bulu pejantan berwarna coklat
kemerahan sedangkan betinanya berwarna kuning kemerahan dengan pola
columbian, serta bulu sayap dan bulu ekor pada jantan dan betina tidak tumbuh
sempurna. Sebetulnya, ayam nunukan merupakan tipe dwiguna sebagai penghasil
daging dan telur yang biasanya pejantan memiliki bobot badan dewasa 1.5 – 3 kg
dan betinanya 1.1 – 2.8 kg. Sedangkan produksi telur dapat mencapai 185 butir
per tahun pada pemeliharaan intensif.
Gambar 6. Ayam nunukan jantan (kiri) dan betina (kanan)
Sumber: Alwi et al. (2014)
12
Ayam arab. Jenis ayam ini berasal dari ayam hutan dan memiliki gesit,
aktif serta memiliki daya tahan tubuhnya kuat. Ayam arab merupakan jenis
penghasil telur yang berpotensi karena produksi telurnya yang tinggi hampir sama
dengan produktivitas ayam ras petelur. Selain itu, karakteristik telurnya juga
hampir sama dengan ayam kampung. Ayam petelur unggul ini merupakan
golongan tipe ringan dengan bobot badan 2035 g pada umur 40 minggu. Ayam
arab sudah mulai berproduksi umur 4.5 – 5.5 bulan dan mencapai puncaknya pada
umur 8 – 9 bulan kemudian digantikan pullet baru apabila sudah berumur 1.5 – 2
tahun. Produksi telur ayam arab mencapai 190 – 250 butir/tahun dengan bobot
telur 30 – 35 g/butir. Umur pertama bertelur adalah 135 – 150 hari dengan
kandungan protein telur 20.05% dan kadar lemak telur 7.81%. Ayam jenis ini
tidak mempunyai sifat mengeram sehingga periode bertelur menjadi lebih
panjang. Ayam arab dibedakan menjadi dua jenis, yaitu ayam arab silver dan
ayam arab gold yang dapat dibedakan pada warna bulunya. Ayam arab silver
berbulu tebal dengan varian warna bulu putih totol hitam dari leher hingga kepala.
Badan hingga ekor totol hitam dengan garis agak hitam. Lingkar mata berwarna
hitam, sedagkan kulit, kaki dan paruh berwarna kuning kehitaman. Ayam arab
gold berbulu tebal dengan varian warna coklat dari leher hingga kepala. Badan
hingga ekor berwarna coklat dengan garis hitam. Lingkar mata, kulit, kaki, dan
paruh berwarna coklat kemerahan. Performa ayam arab gold tergolong produksi
tinggi dibandingkan dengan ayam arab silver. Ayam arab gold mampu
memproduksi telur rata-rata 300 butir/tahun, sedangkan untuk ayam arab silver
maksimal 250 butir/tahun.
13
Gambar 7. Ayam arab silver
Sumber: Wikipedia3
Gambar 8. Ayam arab gold
Sumber: Backyard Poultry Contributor (2019)
Ayam Kampung Unggul (KUB). Ayam jenis ini diproduksi oleh Badan
Litbang Pertanian yang merupakan hasil perkawinan ayam kampung dengan galur
baru. Tujuan budidaya ayam KUB adalah untuk produksi telur guna memenuhi
permintaan masyarakat akan telur ayam kampung. Ayam ini sifat mengeramnya
rendah dan produksi telurnya tinggi, sehingga cocok dijadikan indukan penghasil
14
DOC. Tabel di bawah ini menyajikan perbandingan performa ayam kampung
biasa dengan ayam KUB.
Gambar 9. Ayam KUB
Sumber: BPTP Balitbangtan Jawa Barat (2019)
Tabel 2. Perbandingan performa ayam kampung dengan ayam KUB
Parameter Cara pemeliharaan
Ayam kampung KUB
Ekstensif Semi
intensif
Intensif Intensif
Produksi telur
(butir/ekor/tahun)
47 59 146 180
Produksi telur (%) 13 29 40 44 – 70
Frekuensi bertelur
(kali/tahun)
3 6 7 Tanpa clutch,
setiap hari
Puncak produksi (%) - - 50 65 – 70
Umur pertama bertelur
(minggu)
28 22 – 26 20 – 24 20 – 22
Daya tetas telur (%) 74 79 84 85
Bobot telur (g/butir) 39 – 48 39 – 48 39 – 43 36 – 45
Frekuensi mengeram (%) 100 100 30 – 100 10
Konsumsi pakan
(g/ekor/hari)
< 60 60 – 68 80 – 100 80 – 85
Konversi pakan > 10 8 – 10 4.9 – 6.4 3.8
Mortalitas s/d 6 minggu
(%)
50 – 56 34 – 42 < 27 < 5
Mortalitas mulai produktif
s/d afkir (%)
> 15 15 < 10 < 8
Sumber: Hayanti (2014)
15
Ayam ras petelur unggul dalam hal produksi telur dibandingkan dengan
ayam buras. Hal ini dikarenakan ayam ras petelur sudah merupakan hasil seleksi
dan persilangan secara terus menerus hingga diperoleh sifat-sifat unggul yang
diinginkan. Perbedaan produktivitas antara ayam ras dan ayam buras dapat Anda
amati pada Tabel di bawah ini.
Tabel 3. Produktivitas ayam ras dan ayam buras petelur
Parameter Ayam ras Ayam buras
Produksi telur (butir/tahun) 200 – 250 40 – 60
Berat telur (g/butir) 50 – 60 30 – 40
Sifat mengeram X √
Kemampuan berproduksi Tinggi Rendah
Sumber: Putri et al. (2017)
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang bibit ayam umur sehari atau kuri
pada ayam KUB dapat dilihat pada link berikut
http://bibit.ditjenpkh.pertanian.go.id/sites/default/files/SNI%208405.1-
2017%20Bibit%20ayam%20umur%20sehari%20%28kuri%29%2C%20Bagian%
201%20KUB%201.pdf.
Teknik Mendapatkan Bibit Unggas Petelur
Bibit unggas petelur dalam hal ini adalah ayam petelur wajib memenuhi
persyaratan, yaitu badannya sehat, perkembangannya normal, dan berasal dari
indukan yang unggul. Dengan memilih bibit yang berkualitas makan akan
berpengaruh terhadap kemampuan produksi telur ayam yang dibudidayakan. Bibit
yang baik berperan dalam memaksimalkan keberhasilan usaha budidaya ayam
petelur. Hal ini berdampak baik bagi Kita, karena produksi telur yang tinggi
sejalan dengan meningkatnya pendapatan peternak. Selain itu, dengan memilih
bibit yang unggul maka resiko kejadian produksi telur yang rendah maupun daya
tahan ayam yang kurang baik akan dapat dihindari (Sudarmono, 2003). Kita bisa
mendapatkan bibit yang baik dengan cara sebagai berikut:
1. Membeli bibit DOC, cara ini dilakukan dengan membeli bibit DOC di
poultry shop atau breeding farm.
16
2. Memproduksi bibit sendiri, cara ini dilakukan dengan membudidayakan
sampai memproduksi DOC sendiri.
3. Penetasan telur untuk tujuan bibit, cara ini dilakukan dengan membeli
telur tetas dari luar baik melalui peternak, pasar maupun pembibitan.
Membeli Bibit Day Old Chicken (DOC)
Sebagian besar peternak yang melakukan budidaya ayam petelur memulai
usahanya dengan membeli kemudian memelihara ayam umur satu hari (DOC).
Selain itu mereka juga biasanya memelihara dari ayam umur dara 10 – 18 minggu
(pra-layer) bahkan ayam yang sudah siap produksi umur 18 minggu sampai
dengan afkir (layer) atau sering disebut dengan pullet. Pembelian bibit ayam baik
DOC maupun pullet harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Hal ini
dilakukan agar peternak betul-betul mendapatkan bibit ayam petelur yang
berkualitas. Untuk tercapainya hal tersebut maka lebih baik jika bibit yang dibeli
berasal dari breeding farm yang telah diakui oleh dinas peternakan setempat.
Selain itu, juga bisa dibeli dari peternak bibit ayam petelur langsung yang
mempunyai riwayat penjualan yang baik dalam artian bibit ayam yang dijual
bermutu. Seandainya Anda pelaku usaha budidaya ayam petelur maka pengadaan
bibit bukanlah hal yang perlu dirisaukan.
Di Indonesia terdapat beberapa perusahaan lokal yang telah menjalin kerja
sama dengan perusahaan asing untuk pengadaan bibit ayam petelur. Bibit yang
berasal dari beberapa perusahaan ini dapat meningkatkan produktivitas, kuantitas
dan kualitas, serta efisiensi suatu usaha peternakan ayam petelur. Perkembangan
usaha peternakan ayam petelur ras di Indonesia terjadi cukup pesat terutama jenis
ayam ras petelur medium yang menghasilkan telur berwarna coklat.
Perkembangan pesat ini terjadi akibat masih terbukanya peluang pasar yang
diikuti dengan pembatasan impor parent stock oleh pemerintah. Kondisi ini
mendorong perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi bibit ayam ras
petelur gencar melakukan seleksi sehingga pada akhirnya diperoleh bibit dengan
genetik unggul yang mampu memproduksi telur lebih banyak. Contoh perusahaan
17
pembibitan ayam ras petelur di Indonesia beserta strain ayam final stock yang
diproduksi adalah sebagai berikut:
1. PT. Charoen Popkhand Indonesia (CPI) yang memiliki strain ayam isa
brown dan hisex brown.
2. PT. Cargill Indonesia yang memiliki strain ayam shaver starcross.
3. PT. Japfa Comfeed Indonesia yang memiliki strain ayam logman 502
dan MB 402, sebagai contoh Tabel berikut merupakan data performa
strain MB 402.
Tabel 4. Data performa strain MB 402
Produksi telur
Usia saat produksi 140 – 150 hari
Puncak produksi 93 – 95%
Jumlah telur per H.H
52 minggu masa produksi 318 – 323 (320)
60 minggu masa produksi 358 – 363 (360)
75 minggu masa produksi 428 – 433 (430)
Bobot telur per H.H
52 minggu masa produksi 20 – 21 (20.44 kg)
60 minggu masa produksi 23 – 24 (23.23 kg)
75 minggu masa produksi 27.5 – 28.5 (28.02 kg)
Rata-rata bobot telur
52 minggu masa produksi 63.5 – 64.5 (63.9 g)
60 minggu masa produksi 64 – 65 (64.4 g)
75 minggu masa produksi 65 – 66 (65.2 g)
Karakteristik telur
Warna kerabang Coklat
Kekuatan kerabang Sangat baik (> 40
newton)
Konsumsi pakan
Umur 1 – 20 minggu 7.4 – 7.8 kg
Masa produksi 110 – 120 g/hari
FCR (kg pakan/kg telur) 2 – 2.1
Bobot badan
20 minggu 1.6 – 1.7 kg
Akhir masa produksi 1.9 – 2.2 kg
Daya hidup Periode grower (1 – 18 minggu) 97 – 98%
18
Periode produksi (19 – 95 minggu) 92 – 94%
Sumber: PT. Japfa Comfeed Indonesia
Memproduksi Bibit Sendiri
Memproduksi bibit sendiri ideal dilakukan untuk memperoleh bibit ayam
kampung petelur karena belum banyak perusahaan yang menyediakan bibit
tersebut. Namun, hal ini kurang cocok jika dilakukan untuk pengadaan bibit ayam
ras petelur karena bibit yang sudah dijamin kualitasnya banyak diperjualbelikan
oleh perusahaan pembibitan ayam ras. Bibit ayam yang berkualitas didapatkan
dari indukan yang juga berkualitas. Oleh sebab itu, pembibitan dari induk harus
memperhatikan hal-hal tertentu, antara lain proses seleksi indukan yang nantinya
digunakan untuk bibit, manajemen dalam budidayanya, dan proses penetasan telur
untuk bibit. Peternak harus memiliki kemampuan menyeleksi indukan berkualitas
sehingga menghasilkan anak ayam yang lebih unggul dibandingkan generasi
sebelumnya. Hal pertama yang perlu dilakukan, yaitu memilih bibit induk
pejantan dan betina yang berkualitas. Ciri-ciri calon induk betina dan pejantan
ayam buras tersaji pada Tabel di bawah ini.
Tabel 5. Ciri-ciri calon induk betina dan pejantan ayam buras
Induk Pejantan
Berumur 6 – 12 bulan Berumur 8 – 24 bulan
Bobot badan sekitar 0.8 kg Bobot badan 1 – 1.2 kg
Sehat, tidak cacat, dan mata bersinar Sehat, tidak cacat, dan mata bersinar
Daerah dubur lembut Tubuh besar, kokoh, dan kuat
Jarak antara tulang duduk 2 jari Bentuk kepala lurus dan pipih
Jarak antara tulang duduk dan tulang
dada 3 jari
Bentuk ekor melengkung dan terjuntai
ke bawah
Kedua sayap lebar dan simetris Terdapat taji dengan bentuk runcing
atau bulat
Jengger dan pial berwarna merah segar Kaki dan kukuh bersih dengan sisik
yang teratur
Tidak mempunyai sifat kanibal Tidak mempunyai sifat kanibal
Sumber: BPTP Balitbangtan Sulawesi Selatan (2018)
19
BPTP Balitbangtan Jawa Barat (2019) menyatakan dalam memilih bibit
indukan betina maupun pejantan Ayam Kampung Unggul (KUB) maka perlu
memperhatikan hal-hal berikut:
1. Bakal Pejantan
 Sehat serta fisik tidak cacat
 Bergeraknya gesit dan lincah
 Fisiknya tegap, bulu mengkilap dan halus, matanya bening, kaki
dan kukunya bersih, dan sisiknya teratur
 Nafsu kawinnya tinggi
 Umurnya 1 – 2.5 tahun dan bertaji
 Untuk sistem perkawinan IB pejantan yang akan digunakan
hubungannya harus jauh dengan induk betina yang akan disuntik
IB
 Pejantan untuk kawin IB dipilih yang semennya berkualitas
2. Bakal Induk Betina
 Sehat serta tidak cacat
 Memiliki produksi tinggi
 Minimal sudah melalui periode peneluran pertama yaitu umur 7 – 8
bulan
 Sedang dalam periode bertelur
 Pemeliharaannya lebih baik pada kandang postal ataupun liter
dengan perbandingan jantan : betina adalah 1 : 6 di setiap floknya.
Penetasan Telur untuk Tujuan Bibit
Pengadaan bibit melalui penetasan telur mencakup kegiatan seperti
menyiapkan telur tetas dan mesin tetasnya serta proses penetasan telur tersebut.
Telur yang akan ditetaskan dapat berasal dari produksi sendiri maupun membeli
telur tetas namun dengan jaminan kualitas yang baik. Apabila telur diperoleh dari
peternak maka sebaiknya memilih di dalam budidayanya memiliki ayam pejantan.
Hindari membeli telur untuk ditetaskan berasal dari pemeliharaan ayam yang
20
tidak ada pejantannya. Kalau hal ini terjadi maka kemungkin besar telur-telur
tersebut tidak dapat menetas. Usahakan jangan membeli dari sumber maupun
pasar karena tidak jelas kualitasnya, bisa jadi sudah disimpan lama dan mungkin
infertil. Proses penetasan telur dianggap berhasil jika sebagian besar telur dapat
menetas sempurna atau memiliki daya tetas tinggi. Usaha yang dapat Kita lakukan
untuk mencapai kondisi tersebut adalah dengan menyeleksi telur terlebih dulu
sebelum ditetaskan. Salah satunya dengan memperoleh telur dari perkandangan
yang memiliki manajemen pemeliharaan yang baik. Di sisi lain, genetik dari
indukan juga sangat berpengaruh.
Hal yang harus diperhatikan saat proses seleksi telur adalah sebagai berikut:
1) Bentuk telur. Telur yang ideal sebagai telur tetas adalah yang memiliki
bentuk normal. Bentuk yang tidak normal biasanya memiliki daya tetas yang
kurang bagus. Bentuk normal biasanya berbentuk oval dengan lebar ¾ kali
panjang telur. Hindari memilih telur dengan bentuk terlalu lonjong maupun bulat
karena biasanya telur tersebut tidak bagus untuk ditetaskan.
2) Kerabang telur. Kerabang telur yang cacat misalnya pecah atau terdapat
retak tidak bagus untuk dijadikan telur tetas. Telur yang kerabangnya rusak dapat
kemasukkan mikroorganisme penyakit maka jika dipaksanakan untuk ditetaskan
telur tersebut akan menjadi busuk. Selain itu, telur yang kerabangnya tipis juga
tidak bagus untuk ditetaskan karena telur tersebut proses pembentukannya tidak
sempurna. Telur yang berkualitas bagus memiliki kerabang yang tidak terlalu tipis
maupun tebal atau lebih tepatnya memiliki ketebalan kerabang normal 0.33 – 0.35
mm. Kerabang telur yang terlalu tipis biasanya memiliki pori-pori lebih banyak
dan besar kualitas telur akan cepat turun akibat terjadi penguapan (Hargitai et al.,
2011).
3) Bobot telur. Bobot telur ayam ras yang ideal untuk ditetaskan adalah 55
– 65 g/butir. Apabila terlalu besar maka tidak baik untuk ditetaskan atau mungkin
malah tidak menetas karena biasanya terdapat dua kuning telur. Sebaiknya telur
yang berukuran besar digunakan untuk telur konsumsi.
4) Warna kerabang telur. Daya tetas telur juga dipengaruhi oleh warna
kerabang telur. Normalnya warna kerabang dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi
21
pigmen warna, selain itu juga dipengaruhi dari struktur kerabang telur. Telur yang
berwarna coklat tua lebih kuat dan tebal jika dibanding dengan telur warna coklat
terang. Pigmen yang mempengaruhi warna coklat pada telur adalah protoporpirin,
pigmen ini berhubungan dengan ketebalan kerabang karena juga berfungsi dalam
pembentukan kekuatan struktur kerabang (Hargitai et al., 2011).
5) Kebersihan kerabang telur. Kebersihan kerabang telur juga perlu
diperhatikan dalam proses seleksi telur. Telur yang untuk ditetaskan sebaiknya
dipilih yang memiliki kerabang bersih. Seandainya kerabang telur kotor maka
sebaiknya dibersihkan dahulu karena telur yang kotor biasanya daya tetasnya
rendah.
6) Lama penyimpanan. Daya tetas telur juga dipengaruhi oleh lama
penyimpanan telur. Penyimpanan yang terlalu lama akan berakibat terhadap
menurunnya daya tetas telur. Telur tetas sebaiknya tidak disimpan lebih dari tujuh
hari. Apabila harus disimpan suhu ruang usahakan telur diletakan di rak telur
dengan posisi bagian atas adalah ujung tumpul.
7) Rongga udara. Telur yang memiliki rongga udara lebar maka tidak baik
untuk telur tetas. Karena dimungkinkan telur tersebut sudah disimpan lama.
Rongga udara yang baik posisinya berada di bagian ujung yang tumpul. Apabila
rongga udaranya telah bergeser maka akan mengakibatkan daya tetasnya
menurun. Untuk menghindari hal tersebut, maka ketika penyimpanan ujung telur
yang tumpul diletakkan pada bagian atas. Rata-rata kedalaman rongga udara pada
telur segar adalah 2.19 ± 0.9 mm, kedalaman rongga udara akan menjadi 5.69 ±
1.06 mm setelah telur 1 minggu disimpanan, dan pada penyimpanan minggu ke-2
menjadi sebesar 8.52 ± 1.43 mm. Terbentuknya rongga udara di telur terjadi
setelah peneluran, ini akibat dari suhu lingkungan yang lebih rendah dibandingkan
suhu tubuh induk. Maka dampaknya isi telur menjadi lebih dingin kemudian
mengkerut lalu membran kerabang dalam dan luar terpisah dan biasa terjadi di
ujung tumpul telur. Kedalaman rongga udara akan semakin besar seiring dengan
semakin lamanya telur disimpan. Hal ini karena terjadinya penyusutan bobot telur
akibat dari penguapan air dan gas selama penyimpanan (Jazil et al., 2013).
22
8) Induk unggas. Telur tetas dengan kualitas baik akan didapatkan jika
telur tersebut sudah dibuahi pejantan. Oleh sebab itu, dalam usaha pemeliharaan
indukan ayam maka perlu perbandingan jumlah jantan dan betina yang tepat, yaitu
1 : 6 artinya satu ekor jantan untuk mengawini 6 ekor betina.
Metode Seleksi DOC Unggas Petelur
Seleksi penting untuk dilakukan terhadap setiap DOC yang diterima di suatu
peternakan. Hal ini harus dilakukan untuk menghindari kejadian-kejadian yang
tidak diinginkan yang dapat menyebabkan kerugian bagi peternak. Berdasarkan
penjelasan BPTP Balitbangtan Jawa Barat (2019), seleksi DOC ayam petelur
dilakukan dengan kriteria yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Tingkah laku DOC yang sehat akan dapat dilihat dari gerakannya yang
lincah dan aktif ketika mencari makan
2. Paruh berbentuk normal dan tidak silang
3. Matanya bulat, bersinar serta tidak cacat
4. Ukuran badannya normal atau sesuai standart dalam artian tidak terlalu
besar maupun kecil
5. Bulunya kering dan mengkilat
6. Bagian anus tidak basah dan tidak terbuka
7. Bagian perut kering, tidak keras ataupun besar
8. Kakinya tidak bengkok
Hal pertama yang perlu dilakukan oleh peternak setelah menerima DOC
adalah menyeleksi DOC. Tujuannya untuk memilih DOC yang baik terutama
sehat yang akan digunakan untuk tahapan pemeliharaan berikutnya. Langkah yang
harus dilakukan dalam proses seleksi bibit ayam petelur adalah sebagai berikut:
1. Memeriksa jumlah box bibit DOC yang datang. Ketika truk pengantar
DOC datang sebaiknya surat jalan dan kondisi truk segera diperiksa.
Selanjutnya, box yang berisi bibit DOC petelur diturunkan di tempat
teduh dengan sirkulasi udara yang baik. Cara meletakkan box juga
harus diperhatikan, yaitu jarak antar tumpukan sekitar 1 m dengan
tinggi tumpukan 8 box maksimal. Jumlah box kemudian dihitung dan
23
diperiksa dengan teliti kode box (bila ada). Kesehatan DOC yang baru
tiba juga perlu diperiksa dengan membuka 1 – 2 box untuk sampel.
Apabila DOC bibit ayam petelur normal dalam artian tidak mati dan
lincah serta box jumlahnya sesuai dengan pesanan maka surat jalan
harus segera ditandatangani. Waktu kedatangan DOC bibit ayam
petelur juga perlu dicatat. Kemudian semua box tersebut dipindahkan
ke dalam kandang lalu diletakkan di dekat kandang indukan.
2. Bobot DOC bibit ayam petelur kemudian ditimbang dan dirata-rata.
Jika jumlah DOC bibit ayam petelur banyak maka penimbangan dapat
dilakukan dengan cara sampling sebanyak 5 – 10% dari total.
Penimbangan dilakukan dengan cara DOC bibit ayam petelur yang
berada di dalam box ditimbang, kemudian DOC dikeluarkan lalu box
kosong ditimbang. Rata-rata bobot badan DOC dapat dihitung dengan
menggunakan rumus di bawah ini.
3. Kemudian jumlah DOC bibit ayam petelur dihitung, normalnya dalam
satu box berisi 102 ekor DOC. Selain itu juga diamati apabila ada DOC
yang cacat, tidak normal ataupun sakit. Jika ditemukan DOC yang
berkualitas jelek atau cacat dan masih dimungkinkan untuk dipelihara
maka DOC tersebut harus diculling, ditempatkan pada kandang yang
terpisah. Jika terdapat DOC mati maka sebaiknya dimusnahkan dengan
cara dikubur atau lebih baik dibakar untuk menghilangkan bau yang
mencemari lingkungan. Selain itu juga untuk menghindari
berkembangnya bibit penyakit yang mengganggu kesehatan DOC sehat
yang lainnya.
24
Metode Sexing DOC
Sexing atau seleksi kelamin yang dilakukan pada unggas terdapat beberapa
metode, yaitu studi populasi, studi tingkah laku hewan, manajemen spesies satwa
liar, dan analisis teknik breeding yang sering dilakukan dalam dunia unggas
komersial (Morinha et al., 2012). Sexing dilakukan juga untuk efektifitas produksi
ayam betina bukan hanya sebagai teknik breeding pada unggas komersial. Metode
sexing tradisional diantaranya adalah laparotomi, pengamatan tingkah laku,
feather sexing, laparoskopi, dan vent sexing. Namun, yang paling mudah untuk
dilakukan dan yang paling populer adalah feather sexing dan vent sexing.
Masui dan Hashimoto (1934) menjelaskan metode vent sexing dilakukan
dengan cara kepala ayam diletakkan di antara jari manis tangan kiri dan jari
tengah, selanjutnya apabila ada kotoran atau ekskreta dibersihkan lebih dulu dan
ditampung di tempat tersendiri. Untuk menyibakkan permukaan ventral kloaka ke
atas maka dapat dilakukan dengan tekanan halus tapi kuat dengan kedua ibu jari
dan jari telunjuk kanan, selanjutnya dapat diamati adanya benjolan berwarna putih
atau sering disebut bead. Bead nantinya akan berkembang menjadi organ kopulasi
pada ayam jantan dewasa. Menurut Lunn (1948) metode vent sexing tingkat
akurasinya adalah 95%.
Gambar 10. Vent sexing
Sumber: Luthfi (2015)
25
Metode yang kedua adalah feather sexing yang dapat dilakukan melalui
pengamatan terhadap pertumbuhan bulu covert dan bulu primer pada sayap ayam.
Bulu covert pada betina panjangnya sama dengan bulu primer, sedangkan pada
pejantan panjang bulu covertnya lebih pendek daripada bulu primer.
Gambar 11. Feather sexing
Sumber: Luthfi (2015)
C. PENUTUP
1. Rangkuman
Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara untuk tujuan diambil telurnya
dan memiliki kemampuan genetik untuk memproduksi telur dalam jumlah
banyak. Ayam petelur yang ada di masayrakat dapat berasal dari ayam ras dan
juga ayam buras (bukan ras) atau ayam lokal Indonesia. Jenis ayam petelur sendiri
dibagi menjadi dua kelas, yaitu ayam petelur ringan dan ayam petelur medium.
Dalam mendapatkan bibit ayam petelur maka dapat dilakukan dengan cara
membeli bibit DOC, memproduksi bibit sendiri, dan melakukan penetasan telur
untuk tujuan bibit. Langkah yang harus dilakukan dalam proses seleksi bibit ayam
petelur adalah memeriksa jumlah box bibit DOC yang datang, menimbang dan
merata-rata bobot DOC bibit ayam petelur, dan menghitung jumlah DOC bibit
ayam petelur serta menyeleksi apabila ada DOC yang abnormal atau mati.
26
Sedangkan metode sexing DOC yang umum digunakan adalah feather sexing dan
vent sexing.
Daftar Pustaka
Abidin, Z. 2003. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Petelur. Cetakan ke-1.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Alwi, M., C. Sumantri, dan S. Darwati. 2014. Karakteristik genetik dan fenotip
ayam nunukan di Pulau Tarakan, Kalimantan Timur. Jurnal Veteriner 15
(2): 173-181.
Appleby, M. C., J. A. Mench and B. O. Hughes. 2004. Poultry Behaviour and
Welfare. CABI Publishing, USA.
Backyard Poultry Contributor. 2019.
https://backyardpoultry.iamcountryside.com/chickens-101/brakel-chicken/.
Diakses tanggal 10 September 2019.
BPTP Balitbangtan Jawa Barat. 2019.
http://jabar.litbang.pertanian.go.id/index.php/info-teknologi/996-teknologi-
budidaya-ayam-kampung-unggul-balitbangtan-kub-part-1. Diakses tanggal
10 September 2019.
BPTP Balitbangtan Sulawesi Selatan. 2018.
http://sulsel.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/publikasi/panduan-
petunjuk-teknis-brosur/127-teknologi-beternak-ayam-buras. Diakses tanggal
10 September 2019.
Gillespie, J. R. and F. B. Flanders. 2010. Modern Livestock and Poultry
Production. Delmar, Cengage Learning, USA.
Hargitai, R., R. Mateo, J. Torok. 2011. Shell thickness and pore density in relation
to shell colouration, female characteristics, and environmental factors in the
Collared Flycatcher Ficedula albicollis. J. Ornithol. 152: 579-588.
Hayanti, S. Y. 2014. Petunjuk Teknis Budidaya Ayam Kampung Unggul (KUB)
Badan Litbang Pertanian di Provinsi Jambi. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Jambi, Jambi.
Indra G. K., Achmanu, A. Nurgiartiningsih. 2013. Performans produksi ayam arab
(Gallus turcicus) berdasarkan warna bulu. J. Ternak Tropika 14 (1): 8-14.
Jazil, N., A. Hintono, dan S. Mulyani. 2013. Penurunan kualitas telur ayam ras
dengan intensitas warna coklat kerabang berbeda selama penyimpanan.
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 2 (1): 43-47.
Luthfi, R. A. 2015. Cara Membedakan Kelamin Anak Ayam.
https://www.scribd.com/doc/259451411/Cara-membedakan-kelamin-anak-
ayam. Diakses tanggal 10 September 2019.
27
Masui, K. dan O. Hashimoto. 1934. Sexing baby chicks. The Chick Sexing
Assosiation of America Vancouver, Canada. 27: 62-66.
Morinha, F., J. A. Cabral, and E. Bastos. 2012. Molecular sexing of bird: a
comparative review of polymerase chain reaction (PCR)-based methods.
Theriogenology. 78: 703-714.
Nataamijaya, A. G. 2008. Karakteristik dan produktivitas ayam kedu hitam.
Buletin Plasma Nutfah 14 (2): 85-89.
Putri, B. R. T., I. W. Sukanata, dan I. B. G. Partama. 2017. Kelayakan Usaha
Peternakan Ayam Ras Petelur. Fakultas Peternakan Universitas Udayana,
Bali.
Sudarmono, A. S. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Petelur. Kanisius,
Yogyakarta.
Wikipedia1
. https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Freerangechickens.jpg. Diakses
tanggal 10 September 2019.
Wikipedia2
. https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Cemani.jpg. Diakses tanggal 10
September 2019.
Wikipedia3
.https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Ayam_arab.jpg&fil
etimestamp=20150804121344&. Diakses tanggal 10 September 2019.

More Related Content

What's hot

Pertemuan iv. faktor lingkungan pd unggas
Pertemuan iv. faktor lingkungan pd unggasPertemuan iv. faktor lingkungan pd unggas
Pertemuan iv. faktor lingkungan pd unggasEmi Suhaemi
 
pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi
pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi
pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi PTPN VI
 
Pakan dan-nutrisi
Pakan dan-nutrisiPakan dan-nutrisi
Pakan dan-nutrisihylmihalim
 
Pemeliharaan Ayam Ras Petelur Komersial
Pemeliharaan Ayam Ras Petelur KomersialPemeliharaan Ayam Ras Petelur Komersial
Pemeliharaan Ayam Ras Petelur KomersialSIlfani Sabila
 
PROSES PEMOTONGAN TERNAK
PROSES PEMOTONGAN TERNAKPROSES PEMOTONGAN TERNAK
PROSES PEMOTONGAN TERNAKMuhammad Eko
 
Webinar Pencegahan Potensi Zoonosis Melalui Penerapan Tindakan Biosekuriti - ...
Webinar Pencegahan Potensi Zoonosis Melalui Penerapan Tindakan Biosekuriti - ...Webinar Pencegahan Potensi Zoonosis Melalui Penerapan Tindakan Biosekuriti - ...
Webinar Pencegahan Potensi Zoonosis Melalui Penerapan Tindakan Biosekuriti - ...Tata Naipospos
 
bahan baku pakan
bahan baku pakanbahan baku pakan
bahan baku pakanpoiuytrew
 
Industri pembibitan ayam ras
Industri pembibitan ayam rasIndustri pembibitan ayam ras
Industri pembibitan ayam rasNela Nabila
 
Persyaratan pembuatan dan tataletak Kandang
Persyaratan pembuatan dan tataletak KandangPersyaratan pembuatan dan tataletak Kandang
Persyaratan pembuatan dan tataletak KandangThonce Thesia
 
Laporan Kunjungan Rumah Potong Hewan
Laporan Kunjungan Rumah Potong HewanLaporan Kunjungan Rumah Potong Hewan
Laporan Kunjungan Rumah Potong HewanLou Ayy Alzamakhsyari
 

What's hot (20)

Mikroba rumen ruminansia
Mikroba rumen ruminansiaMikroba rumen ruminansia
Mikroba rumen ruminansia
 
Pertemuan iv. faktor lingkungan pd unggas
Pertemuan iv. faktor lingkungan pd unggasPertemuan iv. faktor lingkungan pd unggas
Pertemuan iv. faktor lingkungan pd unggas
 
Buku penyakit ternak
Buku penyakit ternakBuku penyakit ternak
Buku penyakit ternak
 
pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi
pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi
pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi
 
Pakan dan-nutrisi
Pakan dan-nutrisiPakan dan-nutrisi
Pakan dan-nutrisi
 
Budidaya Ayam Kampung
Budidaya Ayam KampungBudidaya Ayam Kampung
Budidaya Ayam Kampung
 
Pemeliharaan Ayam Ras Petelur Komersial
Pemeliharaan Ayam Ras Petelur KomersialPemeliharaan Ayam Ras Petelur Komersial
Pemeliharaan Ayam Ras Petelur Komersial
 
Ayam unggul balitbangtan dan perbibitan 31 juli 2018
Ayam  unggul balitbangtan dan  perbibitan 31 juli 2018Ayam  unggul balitbangtan dan  perbibitan 31 juli 2018
Ayam unggul balitbangtan dan perbibitan 31 juli 2018
 
Laporan pembibitan
Laporan pembibitanLaporan pembibitan
Laporan pembibitan
 
manajemen kesehatan ternak
manajemen kesehatan ternakmanajemen kesehatan ternak
manajemen kesehatan ternak
 
Pakan dan Hijauan kambing
Pakan dan Hijauan kambingPakan dan Hijauan kambing
Pakan dan Hijauan kambing
 
Peralatan Kandang Sapi Potong
Peralatan Kandang Sapi PotongPeralatan Kandang Sapi Potong
Peralatan Kandang Sapi Potong
 
PROSES PEMOTONGAN TERNAK
PROSES PEMOTONGAN TERNAKPROSES PEMOTONGAN TERNAK
PROSES PEMOTONGAN TERNAK
 
Webinar Pencegahan Potensi Zoonosis Melalui Penerapan Tindakan Biosekuriti - ...
Webinar Pencegahan Potensi Zoonosis Melalui Penerapan Tindakan Biosekuriti - ...Webinar Pencegahan Potensi Zoonosis Melalui Penerapan Tindakan Biosekuriti - ...
Webinar Pencegahan Potensi Zoonosis Melalui Penerapan Tindakan Biosekuriti - ...
 
Praktek RPA 2
Praktek RPA 2Praktek RPA 2
Praktek RPA 2
 
bahan baku pakan
bahan baku pakanbahan baku pakan
bahan baku pakan
 
Peternakan sapi
Peternakan sapiPeternakan sapi
Peternakan sapi
 
Industri pembibitan ayam ras
Industri pembibitan ayam rasIndustri pembibitan ayam ras
Industri pembibitan ayam ras
 
Persyaratan pembuatan dan tataletak Kandang
Persyaratan pembuatan dan tataletak KandangPersyaratan pembuatan dan tataletak Kandang
Persyaratan pembuatan dan tataletak Kandang
 
Laporan Kunjungan Rumah Potong Hewan
Laporan Kunjungan Rumah Potong HewanLaporan Kunjungan Rumah Potong Hewan
Laporan Kunjungan Rumah Potong Hewan
 

Similar to AT Modul 5 kb 1

AT Modul 5 kb 1
AT Modul 5   kb 1AT Modul 5   kb 1
AT Modul 5 kb 1PPGhybrid3
 
Budidayaayampetelur
BudidayaayampetelurBudidayaayampetelur
BudidayaayampetelurHalid Ahmed
 
Pembibitan Unggas Kel 7 (Heni Sri Mariati dan Kholilatus Sa'diyah).pptx
Pembibitan Unggas Kel 7 (Heni Sri Mariati dan Kholilatus Sa'diyah).pptxPembibitan Unggas Kel 7 (Heni Sri Mariati dan Kholilatus Sa'diyah).pptx
Pembibitan Unggas Kel 7 (Heni Sri Mariati dan Kholilatus Sa'diyah).pptxKholilatusSadiyah
 
Budidaya Unggas Petelur dengan Pengetahuan Dasar.pdf
Budidaya Unggas Petelur dengan Pengetahuan Dasar.pdfBudidaya Unggas Petelur dengan Pengetahuan Dasar.pdf
Budidaya Unggas Petelur dengan Pengetahuan Dasar.pdfLuxShyn
 
Laporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampung
Laporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampungLaporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampung
Laporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampungLaode Syawal Fapet
 
Budidaya ayam petelur
Budidaya ayam petelurBudidaya ayam petelur
Budidaya ayam petelurLaf Fianss
 
Budidaya ayam petelur
Budidaya ayam petelurBudidaya ayam petelur
Budidaya ayam petelurLaf Fianss
 
Budidaya ayam ras pedaging
Budidaya ayam ras pedagingBudidaya ayam ras pedaging
Budidaya ayam ras pedagingIr. Zakaria, M.M
 
Kajian kepustakaan, pembahasan, kesimpulan
Kajian kepustakaan, pembahasan, kesimpulanKajian kepustakaan, pembahasan, kesimpulan
Kajian kepustakaan, pembahasan, kesimpulanpratiwidm
 
Mengamati potensi kelahiran kembar kambing lokal
Mengamati potensi kelahiran kembar kambing lokalMengamati potensi kelahiran kembar kambing lokal
Mengamati potensi kelahiran kembar kambing lokalBBPP_Batu
 
Budidaya Unggas Petelur
Budidaya Unggas PetelurBudidaya Unggas Petelur
Budidaya Unggas PetelurDisty Ridha H
 
Makalah bangsa-bangsa ternak itik
Makalah bangsa-bangsa ternak itik Makalah bangsa-bangsa ternak itik
Makalah bangsa-bangsa ternak itik Laode Syawal Fapet
 
Potensi pelestarian full
Potensi pelestarian fullPotensi pelestarian full
Potensi pelestarian fullEmi Suhaemi
 
286060227-Budidaya-Ayam-Kalkun-Kelompok-5.pptx
286060227-Budidaya-Ayam-Kalkun-Kelompok-5.pptx286060227-Budidaya-Ayam-Kalkun-Kelompok-5.pptx
286060227-Budidaya-Ayam-Kalkun-Kelompok-5.pptx20MTAQIYYUDDINASYSYA
 
PPT WIRAUSAHA DAN BUDIDAYA UNGGAS PETELUR KELAS XII.pptx
PPT WIRAUSAHA DAN BUDIDAYA UNGGAS PETELUR KELAS XII.pptxPPT WIRAUSAHA DAN BUDIDAYA UNGGAS PETELUR KELAS XII.pptx
PPT WIRAUSAHA DAN BUDIDAYA UNGGAS PETELUR KELAS XII.pptxwidyatihasibuan1
 

Similar to AT Modul 5 kb 1 (20)

AT Modul 5 kb 1
AT Modul 5   kb 1AT Modul 5   kb 1
AT Modul 5 kb 1
 
Budidayaayampetelur
BudidayaayampetelurBudidayaayampetelur
Budidayaayampetelur
 
Budidayaayampetelur
BudidayaayampetelurBudidayaayampetelur
Budidayaayampetelur
 
Pembibitan Unggas Kel 7 (Heni Sri Mariati dan Kholilatus Sa'diyah).pptx
Pembibitan Unggas Kel 7 (Heni Sri Mariati dan Kholilatus Sa'diyah).pptxPembibitan Unggas Kel 7 (Heni Sri Mariati dan Kholilatus Sa'diyah).pptx
Pembibitan Unggas Kel 7 (Heni Sri Mariati dan Kholilatus Sa'diyah).pptx
 
Budidaya Unggas Petelur dengan Pengetahuan Dasar.pdf
Budidaya Unggas Petelur dengan Pengetahuan Dasar.pdfBudidaya Unggas Petelur dengan Pengetahuan Dasar.pdf
Budidaya Unggas Petelur dengan Pengetahuan Dasar.pdf
 
Laporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampung
Laporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampungLaporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampung
Laporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampung
 
Budidaya ayam petelur
Budidaya ayam petelurBudidaya ayam petelur
Budidaya ayam petelur
 
Budidaya ayam petelur
Budidaya ayam petelurBudidaya ayam petelur
Budidaya ayam petelur
 
Budidaya ayam ras pedaging
Budidaya ayam ras pedagingBudidaya ayam ras pedaging
Budidaya ayam ras pedaging
 
Ayam pedaging
Ayam pedagingAyam pedaging
Ayam pedaging
 
Cara beternak ayam petelur
Cara beternak ayam petelurCara beternak ayam petelur
Cara beternak ayam petelur
 
Kajian kepustakaan, pembahasan, kesimpulan
Kajian kepustakaan, pembahasan, kesimpulanKajian kepustakaan, pembahasan, kesimpulan
Kajian kepustakaan, pembahasan, kesimpulan
 
Mengamati potensi kelahiran kembar kambing lokal
Mengamati potensi kelahiran kembar kambing lokalMengamati potensi kelahiran kembar kambing lokal
Mengamati potensi kelahiran kembar kambing lokal
 
Budidaya Unggas Petelur
Budidaya Unggas PetelurBudidaya Unggas Petelur
Budidaya Unggas Petelur
 
Makalah bangsa-bangsa ternak itik
Makalah bangsa-bangsa ternak itik Makalah bangsa-bangsa ternak itik
Makalah bangsa-bangsa ternak itik
 
Budidaya ayam petelur
Budidaya ayam petelurBudidaya ayam petelur
Budidaya ayam petelur
 
Potensi pelestarian full
Potensi pelestarian fullPotensi pelestarian full
Potensi pelestarian full
 
286060227-Budidaya-Ayam-Kalkun-Kelompok-5.pptx
286060227-Budidaya-Ayam-Kalkun-Kelompok-5.pptx286060227-Budidaya-Ayam-Kalkun-Kelompok-5.pptx
286060227-Budidaya-Ayam-Kalkun-Kelompok-5.pptx
 
PPT WIRAUSAHA DAN BUDIDAYA UNGGAS PETELUR KELAS XII.pptx
PPT WIRAUSAHA DAN BUDIDAYA UNGGAS PETELUR KELAS XII.pptxPPT WIRAUSAHA DAN BUDIDAYA UNGGAS PETELUR KELAS XII.pptx
PPT WIRAUSAHA DAN BUDIDAYA UNGGAS PETELUR KELAS XII.pptx
 
Budidaya Ayam Petelur
Budidaya Ayam PetelurBudidaya Ayam Petelur
Budidaya Ayam Petelur
 

More from PPGhybrid3

Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 4
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 4Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 4
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 4PPGhybrid3
 
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 5
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 5Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 5
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 5PPGhybrid3
 
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 3
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 3Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 3
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 3PPGhybrid3
 
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 2
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 2Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 2
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 2PPGhybrid3
 
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 1
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 1Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 1
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 1PPGhybrid3
 
MODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERROR
MODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERRORMODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERROR
MODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERRORPPGhybrid3
 
AT Modul 6 kb 4
AT Modul 6 kb 4AT Modul 6 kb 4
AT Modul 6 kb 4PPGhybrid3
 
AT Modul 6 kb 3
AT Modul 6 kb 3AT Modul 6 kb 3
AT Modul 6 kb 3PPGhybrid3
 
AT Modul 6 kb 1
AT Modul 6 kb 1AT Modul 6 kb 1
AT Modul 6 kb 1PPGhybrid3
 
AT Modul 6 kb 2
AT Modul 6 kb 2AT Modul 6 kb 2
AT Modul 6 kb 2PPGhybrid3
 
AT Modul 5 kb 4
AT Modul 5 kb 4AT Modul 5 kb 4
AT Modul 5 kb 4PPGhybrid3
 
AT Modul 5 kb 3
AT Modul 5 kb 3AT Modul 5 kb 3
AT Modul 5 kb 3PPGhybrid3
 
AT Modul 5 kb 2
AT Modul 5 kb 2AT Modul 5 kb 2
AT Modul 5 kb 2PPGhybrid3
 
AT Modul 4 kb 4
AT Modul 4 kb 4AT Modul 4 kb 4
AT Modul 4 kb 4PPGhybrid3
 
AT Modul 4 kb 3
AT Modul 4 kb 3AT Modul 4 kb 3
AT Modul 4 kb 3PPGhybrid3
 
AT Modul 4 kb 2
AT Modul 4 kb 2AT Modul 4 kb 2
AT Modul 4 kb 2PPGhybrid3
 
AT Modul 3 kb 4
AT Modul 3 kb 4AT Modul 3 kb 4
AT Modul 3 kb 4PPGhybrid3
 
AT Modul 3 kb 3
AT Modul 3 kb 3AT Modul 3 kb 3
AT Modul 3 kb 3PPGhybrid3
 
AT Modul 3 kb 1
AT Modul 3 kb 1AT Modul 3 kb 1
AT Modul 3 kb 1PPGhybrid3
 
AT Modul 3 kb 2
AT Modul 3 kb 2AT Modul 3 kb 2
AT Modul 3 kb 2PPGhybrid3
 

More from PPGhybrid3 (20)

Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 4
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 4Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 4
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 4
 
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 5
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 5Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 5
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 5
 
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 3
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 3Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 3
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 3
 
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 2
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 2Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 2
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 2
 
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 1
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 1Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 1
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 1
 
MODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERROR
MODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERRORMODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERROR
MODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERROR
 
AT Modul 6 kb 4
AT Modul 6 kb 4AT Modul 6 kb 4
AT Modul 6 kb 4
 
AT Modul 6 kb 3
AT Modul 6 kb 3AT Modul 6 kb 3
AT Modul 6 kb 3
 
AT Modul 6 kb 1
AT Modul 6 kb 1AT Modul 6 kb 1
AT Modul 6 kb 1
 
AT Modul 6 kb 2
AT Modul 6 kb 2AT Modul 6 kb 2
AT Modul 6 kb 2
 
AT Modul 5 kb 4
AT Modul 5 kb 4AT Modul 5 kb 4
AT Modul 5 kb 4
 
AT Modul 5 kb 3
AT Modul 5 kb 3AT Modul 5 kb 3
AT Modul 5 kb 3
 
AT Modul 5 kb 2
AT Modul 5 kb 2AT Modul 5 kb 2
AT Modul 5 kb 2
 
AT Modul 4 kb 4
AT Modul 4 kb 4AT Modul 4 kb 4
AT Modul 4 kb 4
 
AT Modul 4 kb 3
AT Modul 4 kb 3AT Modul 4 kb 3
AT Modul 4 kb 3
 
AT Modul 4 kb 2
AT Modul 4 kb 2AT Modul 4 kb 2
AT Modul 4 kb 2
 
AT Modul 3 kb 4
AT Modul 3 kb 4AT Modul 3 kb 4
AT Modul 3 kb 4
 
AT Modul 3 kb 3
AT Modul 3 kb 3AT Modul 3 kb 3
AT Modul 3 kb 3
 
AT Modul 3 kb 1
AT Modul 3 kb 1AT Modul 3 kb 1
AT Modul 3 kb 1
 
AT Modul 3 kb 2
AT Modul 3 kb 2AT Modul 3 kb 2
AT Modul 3 kb 2
 

Recently uploaded

implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023DodiSetiawan46
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdfMMeizaFachri
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptGirl38
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfmaulanayazid
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiIntanHanifah4
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 

Recently uploaded (20)

implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 

AT Modul 5 kb 1

  • 1. 1 KEGIATAN BELAJAR 1 Bibit Ternak Unggas Petelur
  • 2. 2 KEGIATAN BELAJAR 1. BIBIT TERNAK UNGGAS PETELUR A. PENDAHULUAN 1. Deskripsi Singkat Tahukah Anda bahwa usaha peternakan unggas petelur di Indonesia masih berpotensi untuk dikembangkan? Hal ini dikarenakan kebutuhan telur konsumsi yang semakin meningkat setiap tahunnya seiring dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya asupan protein hewani. Salah satu sumber protein hewani yang murah dan mudah untuk diperoleh adalah telur. Telur ayam sudah populer dan mendominasi di kalangan masyarakat untuk konsumsi dibandingkan telur bebek maupun telur puyuh. Oleh sebab itu, peningkatan permintaan telur ayam terus terjadi. Komoditas unggas yang berperan penting dalam menyuplai kebutuhan telur masyarakat Indonesia adalah ayam ras dan ayam buras petelur. Keuntungan dari budidaya ayam petelur adalah sebagai berikut: 1. Bidang usaha budidaya ayam petelur telah diterima dan dikembangkan oleh masyarakat luas. 2. Teknologi budidaya mudah dan telah dikuasai khalayak luas. 3. Dengan melakukan budidaya ayam petelur maka Kita mendukung usaha peternakan Indonesia. 4. Ayam petelur sudah populer di masyarakat dalam memenuhi kebutuhan gizi protein hewani. 5. Perputaran modal dalam bisnis budidaya ayam petelur relatif cepat. 6. Dapat menyediakan tenaga kerja terutama di pedesaan. Oleh sebab itu, di dalam kegiatan belajar ini akan dibahas tentang pengadaan bibit unggas petelur termasuk di dalamnya jenis atau strain unggas petelur, karakteristik masing-masing strain unggas petelur beserta dengan sifat kualitatif dan kuantitatifnya, serta mempelajari tentang metode sexing dan seleksi Day Old Chicken (DOC) untuk bibit unggas petelur.
  • 3. 3 2. Relevansi Kegiatan belajar ini berisikan teori-teori tentang jenis atau strain unggas petelur, karakteristik masing-masing strain unggas petelur beserta dengan sifat kualitatif dan kuantitatifnya, serta tentang metode sexing dan seleksi Day Old Chicken (DOC) untuk bibit unggas petelur. Relevansinya dengan budidaya ayam petelur dengan hasil akhir yang diharapkan adalah mampu memilih bibit ayam petelur yang baik dan mampu melakukan sexing DOC. 3. Panduan Belajar Pembelajaran materi dalam kegiatan belajar ini dilakukan secara berurutan mulai dari karakteristik ayam petelur sampai dengan metode sexing DOC. Pembelajaran dapat dilakukan secara mandiri maupun tim dengan tambahan referensi lain baik dari berbagai publikasi ilmiah yang terpercaya. Tes formatif sebagai tolok ukur penguasaan materi dalam kegiatan belajar ini. B. INTI 1. Capaian Pembelajaran Setelah mengikuti kegiatan belajar ini diharapkan peserta didik mampu menganalisis prinsip agribisnis ternak unggas petelur dan aplikasinya dalam pembelajaran bidang studi agribisnis ternak. 2. Sub Capaian Pembelajaran 1. Mampu menjelaskan karakteristik unggas petelur melalui sifat kualitatif dan kuantitatifnya baik pada ayam ras maupun ayam buras. 2. Mampu menjelaskan teknik mendapatkan bibit unggas petelur. 3. Mampu menjelaskan metode seleksi bibit unggas petelur. 4. Mampu melakukan sexing DOC.
  • 4. 4 3. Uraian Materi Performa ayam buras dalam memproduksi telur masih kalah jika dibandingkan dengan ayam petelur ras. Sejalan dengan permintaan pasar akan kebutuhan telur maka perlu dipelajari bagaimana memilih bibit ternak unggas petelur yang berkualitas. Ayam ras merupakan hasil kawin silang antara berbagai bangsa ayam hutan. Jenis ayam hutan sendiri terdiri atas ayam hutan merah (Galus galus bankiva), ayam hutan ceton (Galus lafayetti), ayam hutan abu-abu (Galus soneratti), dan ayam hutan hijau (Galus varius, Galus javanicus) (Abidin, 2003). Ayam petelur berdasarkan umurnya dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu: 1. Starter, adalah ayam umur sehari atau disebut kuri (Day Old Chicken/DOC) sampai dengan umur 6 minggu. 2. Grower, adalah ayam yang berumur 6 – 12 minggu. 3. Developer, adalah ayam muda yang berumur 12 – 16 minggu. 4. Layer ataupun rooster, adalah ayam dewasa yang berumur 18 – 68 minggu. Karakteristik Strain Unggas Petelur (Sifat Kualitatif dan Kuantitatif) Ayam Ras Petelur Sebagian besar ayam yang digunakan untuk produksi telur dihasilkan dari proses kawin silang (cross-mating), persilangan antar bangsa (breed crossing), atau perkawinan sedarah (inbreeding). Sangat sedikit strain ayam murni yang digunakan secara komersial. Cross-mating adalah menyilangkan dua atau lebih jenis ayam dalam bangsa yang sama. Breed crossing adalah persilangan antar bangsa yang berbeda untuk mendapatkan sifat yang diinginkan. Ayam inbrida diproduksi dengan cara inbreeding dan melewati garis inbrida untuk mendapatkan sifat yang diinginkan. Kebanyakan ayam penghasil telur komersial merupakan persilangan jenis white leghorn karena keunggulan mereka dalam memproduksi telur. Persilangan hibrida (inbreeding) antar leghorn juga populer untuk produksi telur dan
  • 5. 5 merupakan jenis ayam petelur putih. Jenis ayam petelur coklat adalah rhode island red, new hampshires, dan barred plymouth rocks. Menurut Appleby et al. (2004) jenis ayam petelur dapat dibagi menjadi dua kelas, yaitu: 1. Kelas ayam petelur ringan, terutama dari jenis white leghorn yang mempunyai bobot badan betina dewasa sekitar 1.5 kg sehingga tergolong kecil dan ringan atau ramping. Jenis ayam ini disebut dengan ayam ras petelur putih. Ciri-ciri dari ayam jenis ini memiliki mata yang bersinar, bulu yang berwarna putih bersih dengan jengger merah dan warna kaki kuning. Ayam jenis ini mampu memproduksi telur lebih dari 260 butir per tahun. Ayam jenis ini dipelihara khusus untuk produksi telur saja. Ayam petelur ringan memiliki sifat sensitif terhadap cuaca yang panas. Selain itu, ayam jenis ini mudah terkejut oleh suara bising sehingga produksinya akan cepat turun. Gambar 1. White leghorn Sumber: Gillespie dan Flanders (2010) 2. Kelas ayam petelur medium, terutama berasal dari rhode island red yang mempunyai bobot badan cukup berat namun masih berada di antara bobot ayam petelur ringan dan ayam broiler yaitu sekitar 2 kg. Ayam jenis ini merupakan ayam tipe dwiguna yang berarti selain
  • 6. 6 menghasilkan telur juga dapat mengasilkan daging. Tipe ayam petelur medium memproduksi kualitas telur menyerupai telur putih yang diproduksi oleh ayam petelur ringan hanya saja memiliki bobot telur yang lebih besar. Ciri-ciri ayam jenis ini adalah warna bulu cokelat sehingga disebut dengan ayam petelur cokelat. Beberapa jenis ayam petelur medium yang lainnya adalah lohmann brown, hisex brown, dan bovans brown. Gambar 2. Rhode island red Sumber: Gillespie dan Flanders (2010) Gambar 3. Lohmann brown, hisex brown, dan bovans brown Sumber: Putri et al. (2017) Ayam ras petelur merupakan jenis ayam unggul yang berasal dari indukan yang sudah melalui proses seleksi sampai diperoleh ayam yang memiliki
  • 7. 7 kemampuan genetik unggul untuk menghasilkan telur banyak dalam waktu yang singkat. Ciri-ciri yang dapat dilihat pada ayam ras petelur adalah bentuk tubuh yang ramping, sifatnya mudah terkejut, cuping telinga putih dan kerabang telurnya berwarna cokelat, efisien dalam menggunakan energi dari ransum untuk memproduksi telur, tidak memiliki sifat mengeram, serta per ekornya mampu memproduksi telur 250 – 280 butir per tahun. Pada umur 16 – 18 minggu ayam petelur akan mulai produktif bertelur sampai dengan umur 90 – 100 minggu, namun tahun pertama merupakan waktu produksi telur yang paling optimal. Pada tahun berikutnya produksi dan kualitas telur akan cenderung menurun seiring umur ayam yang semakin tua. Menurut Sudarmono (2003) sifat unggul ayam ras petelur adalah sebagai berikut: 1. Pada umur 4.5 – 5 bulan ayam ras petelur sudah dewasa kelamin dan mulai memproduksi telur. Apabila dibandingkan dengan ayam kampung pada umur yang sama baru mencapai bobot badan sekitar 0.8 kg dan dewasa kelamin baru dicapai umur 7 – 8 bulan. 2. Ayam ras petelur memiliki kemampuan dalam memproduksi telur sebanyak 250 – 280 butir per tahun dengan bobot telur 50 – 60 g per butir. Sedangkan ayam kampung jauh di bawahnya yaitu 30 – 40 g per butir. 3. Ayam ras petelur mampu memanfaatkan ransum dengan sangat baik, yaitu setiap 2.2 – 2.5 kg ransum dikonversi menjadi 1 kg telur. Sedangkan ayam kampung tidak memiliki kemampuan itu sehingga tidak ekonomis. 4. Ayam ras petelur mengalami satu periode produktif bertelur yang panjang yaitu sampai dengan umur 80 – 100 minggu. Hal ini dikarenakan ayam ras petelur tidak memiliki periode mengeram. Sebaliknya ayam kampung periode bertelurnya berkali-kali namun berlangsung hanya sekitar 15 hari. Jenis ayam ras petelur berbeda-beda dan masing-masing memiliki perbedaan performa namun hampir sama seperti yang dapat Anda lihat pada Tabel
  • 8. 8 di bawah ini. Meskipun demikian, performa yang maksimal akan dapat dicapai apabila manajemen pemeliharaan yang kita terapkan baik. Tabel 1. Performa jenis-jenis ayam petelur Jenis Umur mulai produksi (minggu) Umur produksi 50% (minggu) Puncak produksi (%) Konversi pakan Kematian (%) Lohman Brown MF 402 19 – 20 22 92 – 93 2.3 – 2.4 2 – 6 Hisex Brown 20 – 22 22 91 – 92 2.36 0.4 – 3 Bovans White 20 – 22 21 – 22 93 – 94 2.2 5 – 6 Hubbard Golden 19 – 20 23 – 24 90 – 94 2.2 – 2.5 2 – 4 Dekalb Warren 20 – 21 22.5 – 24 90 – 95 2.2 – 2.4 2 – 4 Bovans Goldline 20 – 21 21.5 – 22 93 – 95 1.9 6 – 7 Brown Nick 19 – 20 21.5 – 23 92 – 94 2.2 – 2.3 4 – 7 Bovans Nera 21 – 22 21.5 – 22 92 – 94 2.3 – 2.45 2 – 5 Bovans Brown 21 – 22 21 – 23 93 – 95 2.25 – 2.35 2 – 7 Sumber: Putri et al. (2017) Jenis ayam petelur yang banyak dijumpai di pasaran dan biasanya diperjual belikan kepada peternak adalah DOC hasil final stock atau comercial stock. Jenis DOC final stock merupakan hasil keturunan parent stock dan hasil seleksi terus menerus sehingga diperoleh hasil akhir (final) yang sangat produktif untuk menghasilkan telur. Namun, keturunan dari final stock ini nantinya sudah tidak memiliki sifat keunggulan berproduksi seperti final stock. Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang bibit niaga (final stock) umur sehari atau kuri (day old chick) pada ayam ras petelur dapat dilihat pada link berikut http://bibit.ditjenpkh.pertanian.go.id/sites/default/files/SNI%204868.2- 2013%20FS%20Petelur.pdf.
  • 9. 9 Ayam Buras Petelur Seperti yang Anda ketahui, Indonesia juga memiliki jenis ayam lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur, diantaranya adalah ayam kampung, ayam arab, ayam kedu, ayam nunukan, dan Ayam Kampung Unggul (KUB). Keempatnya memiliki kemampuan bertelur yang tinggi, bahkan ayam arab hampir menyerupai ayam ras petelur. Ayam arab saat ini yang paling populer dibudidayakan sebagai ayam lokal petelur karena pemeliharaan yang lebih mudah dengan efisiensi pakan yang baik juga penampilan telurnya yang mirip seperti ayam kampung. Ayam kampung. Ayam jenis ini memiliki varian warna bulu yang banyak, diantaranya adalah putih, kuning, kuning kemerahan, hitam, dan lain sebagainya. Tidak jarang juga memiliki warna kombinasi dari warna-warna tersebut. Ayam kampung mudah dibedakan dengan ayam ras dikarenakan warna bulu yang beraneka ragam. Fisiknya lebih kecil dan pergerakannya lebih lincah, selain itu ayam kampung berbobot lebih rendah dibandingkan dengan ayam ras pada umur yang sama. Melalui pemeliharaan yang intensif biasanya ayam ras umur 1 bulan memiliki bobot badan sekitar 250 g/ekor, sedangkan ayam kampung hanya sekitar 150 g/ekor. Namun, ketika ayam umur 4 bulan perbandingan bobot badannya tidak berbeda jauh. Ayam ras memiliki bobot badan sekitar 1570 g/ekor sedangkan ayam kampung sekitar 1400 g/ekor. Gambar 4. Ayam kampung Sumber: Wikipedia1
  • 10. 10 Ayam kedu. Jenis ayam ini berasal dari desa Kedu, kabupaten Temanggung, Jawa Tengah dan sudah dikenal sebagai ayam petelur yang produktif. Ayam kedu dibedakan berdasarkan warna bulunya, yaitu ayam kedu hitam, ayam kedu putih, dan ayam kedu campuran (warna bulu lurik). Namun, yang paling diminati oleh masyarakat diantara ketiganya adalah ayam kedu hitam. Ciri khas yang dapat dilihat pada ayam jenis ini adalah bulunya yang berwarna hitam. Ayam kedu hitam jantan dewasa memiliki bulu hias berwarna merah, jingga atau kuning di sekitar leher dan pinggang. Bentuk jenggernya adalah bilah tunggal bergerigi dan berwarna merah atau merah kehitaman, selain itu memiliki warna pial yang sama dengan warna jengger. Warna paruh, kaki, dan cakarnya juga gelap kehitaman, namun warna kukunya beragam yaitu mulai dari hitam, putih, dan kombinasi keduanya, sedangkan warna kulitnya adalah putih kusam. Bobot badan DOC ayam kedu hitam rata-rata 28.98 g dan pada umur 8 minggu mencapai 578.8 g dengan konversi pakan 4.42. Sedangkan tingkat kematian hingga ayam berumur 8 minggu adalah 2.87%. ayam kedu hitam betina umur 151 hari sudah mulai menghasilkan telur dengan capaian hen-day production 40% pada umur 248 hari. Umur 295 hari merupakan puncak produksi telur dan akan mulai menurun pada umur 296 hari dengan hen-day production 32.48%. Sebesar 74.58% kerabang yang dihasilkan warnanya coklat pucat – putih dan selebihnya berwarna coklat (Nataamijaya, 2008).
  • 11. 11 Gambar 5. Ayam kedu hitam Sumber: Wikipedia2 Ayam nunukan. Ayam lokal ini berasal dari pulau Tarakan, provinsi Kalimantan Timur. Ayam nunukan merupakan ayam asli Indonesia hasil domestikasi ayam hutan merah. Karakter yang menjadi keunggulan ayam nunukan yaitu warna bulu spesifik dan pertumbuhan bulu yang lambat dalam artian cocok dipelihara di daerah panas atau tropis. Selain itu, mampu secara efisien memetabolisme protein yang mengandung sulfur (sistin dan metionin). Ciri-ciri lainnya adalah memiliki karakteristik yang spesifik seperti jengger tunggal, paruh dan shank berwarna kuning, bulu pejantan berwarna coklat kemerahan sedangkan betinanya berwarna kuning kemerahan dengan pola columbian, serta bulu sayap dan bulu ekor pada jantan dan betina tidak tumbuh sempurna. Sebetulnya, ayam nunukan merupakan tipe dwiguna sebagai penghasil daging dan telur yang biasanya pejantan memiliki bobot badan dewasa 1.5 – 3 kg dan betinanya 1.1 – 2.8 kg. Sedangkan produksi telur dapat mencapai 185 butir per tahun pada pemeliharaan intensif. Gambar 6. Ayam nunukan jantan (kiri) dan betina (kanan) Sumber: Alwi et al. (2014)
  • 12. 12 Ayam arab. Jenis ayam ini berasal dari ayam hutan dan memiliki gesit, aktif serta memiliki daya tahan tubuhnya kuat. Ayam arab merupakan jenis penghasil telur yang berpotensi karena produksi telurnya yang tinggi hampir sama dengan produktivitas ayam ras petelur. Selain itu, karakteristik telurnya juga hampir sama dengan ayam kampung. Ayam petelur unggul ini merupakan golongan tipe ringan dengan bobot badan 2035 g pada umur 40 minggu. Ayam arab sudah mulai berproduksi umur 4.5 – 5.5 bulan dan mencapai puncaknya pada umur 8 – 9 bulan kemudian digantikan pullet baru apabila sudah berumur 1.5 – 2 tahun. Produksi telur ayam arab mencapai 190 – 250 butir/tahun dengan bobot telur 30 – 35 g/butir. Umur pertama bertelur adalah 135 – 150 hari dengan kandungan protein telur 20.05% dan kadar lemak telur 7.81%. Ayam jenis ini tidak mempunyai sifat mengeram sehingga periode bertelur menjadi lebih panjang. Ayam arab dibedakan menjadi dua jenis, yaitu ayam arab silver dan ayam arab gold yang dapat dibedakan pada warna bulunya. Ayam arab silver berbulu tebal dengan varian warna bulu putih totol hitam dari leher hingga kepala. Badan hingga ekor totol hitam dengan garis agak hitam. Lingkar mata berwarna hitam, sedagkan kulit, kaki dan paruh berwarna kuning kehitaman. Ayam arab gold berbulu tebal dengan varian warna coklat dari leher hingga kepala. Badan hingga ekor berwarna coklat dengan garis hitam. Lingkar mata, kulit, kaki, dan paruh berwarna coklat kemerahan. Performa ayam arab gold tergolong produksi tinggi dibandingkan dengan ayam arab silver. Ayam arab gold mampu memproduksi telur rata-rata 300 butir/tahun, sedangkan untuk ayam arab silver maksimal 250 butir/tahun.
  • 13. 13 Gambar 7. Ayam arab silver Sumber: Wikipedia3 Gambar 8. Ayam arab gold Sumber: Backyard Poultry Contributor (2019) Ayam Kampung Unggul (KUB). Ayam jenis ini diproduksi oleh Badan Litbang Pertanian yang merupakan hasil perkawinan ayam kampung dengan galur baru. Tujuan budidaya ayam KUB adalah untuk produksi telur guna memenuhi permintaan masyarakat akan telur ayam kampung. Ayam ini sifat mengeramnya rendah dan produksi telurnya tinggi, sehingga cocok dijadikan indukan penghasil
  • 14. 14 DOC. Tabel di bawah ini menyajikan perbandingan performa ayam kampung biasa dengan ayam KUB. Gambar 9. Ayam KUB Sumber: BPTP Balitbangtan Jawa Barat (2019) Tabel 2. Perbandingan performa ayam kampung dengan ayam KUB Parameter Cara pemeliharaan Ayam kampung KUB Ekstensif Semi intensif Intensif Intensif Produksi telur (butir/ekor/tahun) 47 59 146 180 Produksi telur (%) 13 29 40 44 – 70 Frekuensi bertelur (kali/tahun) 3 6 7 Tanpa clutch, setiap hari Puncak produksi (%) - - 50 65 – 70 Umur pertama bertelur (minggu) 28 22 – 26 20 – 24 20 – 22 Daya tetas telur (%) 74 79 84 85 Bobot telur (g/butir) 39 – 48 39 – 48 39 – 43 36 – 45 Frekuensi mengeram (%) 100 100 30 – 100 10 Konsumsi pakan (g/ekor/hari) < 60 60 – 68 80 – 100 80 – 85 Konversi pakan > 10 8 – 10 4.9 – 6.4 3.8 Mortalitas s/d 6 minggu (%) 50 – 56 34 – 42 < 27 < 5 Mortalitas mulai produktif s/d afkir (%) > 15 15 < 10 < 8 Sumber: Hayanti (2014)
  • 15. 15 Ayam ras petelur unggul dalam hal produksi telur dibandingkan dengan ayam buras. Hal ini dikarenakan ayam ras petelur sudah merupakan hasil seleksi dan persilangan secara terus menerus hingga diperoleh sifat-sifat unggul yang diinginkan. Perbedaan produktivitas antara ayam ras dan ayam buras dapat Anda amati pada Tabel di bawah ini. Tabel 3. Produktivitas ayam ras dan ayam buras petelur Parameter Ayam ras Ayam buras Produksi telur (butir/tahun) 200 – 250 40 – 60 Berat telur (g/butir) 50 – 60 30 – 40 Sifat mengeram X √ Kemampuan berproduksi Tinggi Rendah Sumber: Putri et al. (2017) Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang bibit ayam umur sehari atau kuri pada ayam KUB dapat dilihat pada link berikut http://bibit.ditjenpkh.pertanian.go.id/sites/default/files/SNI%208405.1- 2017%20Bibit%20ayam%20umur%20sehari%20%28kuri%29%2C%20Bagian% 201%20KUB%201.pdf. Teknik Mendapatkan Bibit Unggas Petelur Bibit unggas petelur dalam hal ini adalah ayam petelur wajib memenuhi persyaratan, yaitu badannya sehat, perkembangannya normal, dan berasal dari indukan yang unggul. Dengan memilih bibit yang berkualitas makan akan berpengaruh terhadap kemampuan produksi telur ayam yang dibudidayakan. Bibit yang baik berperan dalam memaksimalkan keberhasilan usaha budidaya ayam petelur. Hal ini berdampak baik bagi Kita, karena produksi telur yang tinggi sejalan dengan meningkatnya pendapatan peternak. Selain itu, dengan memilih bibit yang unggul maka resiko kejadian produksi telur yang rendah maupun daya tahan ayam yang kurang baik akan dapat dihindari (Sudarmono, 2003). Kita bisa mendapatkan bibit yang baik dengan cara sebagai berikut: 1. Membeli bibit DOC, cara ini dilakukan dengan membeli bibit DOC di poultry shop atau breeding farm.
  • 16. 16 2. Memproduksi bibit sendiri, cara ini dilakukan dengan membudidayakan sampai memproduksi DOC sendiri. 3. Penetasan telur untuk tujuan bibit, cara ini dilakukan dengan membeli telur tetas dari luar baik melalui peternak, pasar maupun pembibitan. Membeli Bibit Day Old Chicken (DOC) Sebagian besar peternak yang melakukan budidaya ayam petelur memulai usahanya dengan membeli kemudian memelihara ayam umur satu hari (DOC). Selain itu mereka juga biasanya memelihara dari ayam umur dara 10 – 18 minggu (pra-layer) bahkan ayam yang sudah siap produksi umur 18 minggu sampai dengan afkir (layer) atau sering disebut dengan pullet. Pembelian bibit ayam baik DOC maupun pullet harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Hal ini dilakukan agar peternak betul-betul mendapatkan bibit ayam petelur yang berkualitas. Untuk tercapainya hal tersebut maka lebih baik jika bibit yang dibeli berasal dari breeding farm yang telah diakui oleh dinas peternakan setempat. Selain itu, juga bisa dibeli dari peternak bibit ayam petelur langsung yang mempunyai riwayat penjualan yang baik dalam artian bibit ayam yang dijual bermutu. Seandainya Anda pelaku usaha budidaya ayam petelur maka pengadaan bibit bukanlah hal yang perlu dirisaukan. Di Indonesia terdapat beberapa perusahaan lokal yang telah menjalin kerja sama dengan perusahaan asing untuk pengadaan bibit ayam petelur. Bibit yang berasal dari beberapa perusahaan ini dapat meningkatkan produktivitas, kuantitas dan kualitas, serta efisiensi suatu usaha peternakan ayam petelur. Perkembangan usaha peternakan ayam petelur ras di Indonesia terjadi cukup pesat terutama jenis ayam ras petelur medium yang menghasilkan telur berwarna coklat. Perkembangan pesat ini terjadi akibat masih terbukanya peluang pasar yang diikuti dengan pembatasan impor parent stock oleh pemerintah. Kondisi ini mendorong perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi bibit ayam ras petelur gencar melakukan seleksi sehingga pada akhirnya diperoleh bibit dengan genetik unggul yang mampu memproduksi telur lebih banyak. Contoh perusahaan
  • 17. 17 pembibitan ayam ras petelur di Indonesia beserta strain ayam final stock yang diproduksi adalah sebagai berikut: 1. PT. Charoen Popkhand Indonesia (CPI) yang memiliki strain ayam isa brown dan hisex brown. 2. PT. Cargill Indonesia yang memiliki strain ayam shaver starcross. 3. PT. Japfa Comfeed Indonesia yang memiliki strain ayam logman 502 dan MB 402, sebagai contoh Tabel berikut merupakan data performa strain MB 402. Tabel 4. Data performa strain MB 402 Produksi telur Usia saat produksi 140 – 150 hari Puncak produksi 93 – 95% Jumlah telur per H.H 52 minggu masa produksi 318 – 323 (320) 60 minggu masa produksi 358 – 363 (360) 75 minggu masa produksi 428 – 433 (430) Bobot telur per H.H 52 minggu masa produksi 20 – 21 (20.44 kg) 60 minggu masa produksi 23 – 24 (23.23 kg) 75 minggu masa produksi 27.5 – 28.5 (28.02 kg) Rata-rata bobot telur 52 minggu masa produksi 63.5 – 64.5 (63.9 g) 60 minggu masa produksi 64 – 65 (64.4 g) 75 minggu masa produksi 65 – 66 (65.2 g) Karakteristik telur Warna kerabang Coklat Kekuatan kerabang Sangat baik (> 40 newton) Konsumsi pakan Umur 1 – 20 minggu 7.4 – 7.8 kg Masa produksi 110 – 120 g/hari FCR (kg pakan/kg telur) 2 – 2.1 Bobot badan 20 minggu 1.6 – 1.7 kg Akhir masa produksi 1.9 – 2.2 kg Daya hidup Periode grower (1 – 18 minggu) 97 – 98%
  • 18. 18 Periode produksi (19 – 95 minggu) 92 – 94% Sumber: PT. Japfa Comfeed Indonesia Memproduksi Bibit Sendiri Memproduksi bibit sendiri ideal dilakukan untuk memperoleh bibit ayam kampung petelur karena belum banyak perusahaan yang menyediakan bibit tersebut. Namun, hal ini kurang cocok jika dilakukan untuk pengadaan bibit ayam ras petelur karena bibit yang sudah dijamin kualitasnya banyak diperjualbelikan oleh perusahaan pembibitan ayam ras. Bibit ayam yang berkualitas didapatkan dari indukan yang juga berkualitas. Oleh sebab itu, pembibitan dari induk harus memperhatikan hal-hal tertentu, antara lain proses seleksi indukan yang nantinya digunakan untuk bibit, manajemen dalam budidayanya, dan proses penetasan telur untuk bibit. Peternak harus memiliki kemampuan menyeleksi indukan berkualitas sehingga menghasilkan anak ayam yang lebih unggul dibandingkan generasi sebelumnya. Hal pertama yang perlu dilakukan, yaitu memilih bibit induk pejantan dan betina yang berkualitas. Ciri-ciri calon induk betina dan pejantan ayam buras tersaji pada Tabel di bawah ini. Tabel 5. Ciri-ciri calon induk betina dan pejantan ayam buras Induk Pejantan Berumur 6 – 12 bulan Berumur 8 – 24 bulan Bobot badan sekitar 0.8 kg Bobot badan 1 – 1.2 kg Sehat, tidak cacat, dan mata bersinar Sehat, tidak cacat, dan mata bersinar Daerah dubur lembut Tubuh besar, kokoh, dan kuat Jarak antara tulang duduk 2 jari Bentuk kepala lurus dan pipih Jarak antara tulang duduk dan tulang dada 3 jari Bentuk ekor melengkung dan terjuntai ke bawah Kedua sayap lebar dan simetris Terdapat taji dengan bentuk runcing atau bulat Jengger dan pial berwarna merah segar Kaki dan kukuh bersih dengan sisik yang teratur Tidak mempunyai sifat kanibal Tidak mempunyai sifat kanibal Sumber: BPTP Balitbangtan Sulawesi Selatan (2018)
  • 19. 19 BPTP Balitbangtan Jawa Barat (2019) menyatakan dalam memilih bibit indukan betina maupun pejantan Ayam Kampung Unggul (KUB) maka perlu memperhatikan hal-hal berikut: 1. Bakal Pejantan  Sehat serta fisik tidak cacat  Bergeraknya gesit dan lincah  Fisiknya tegap, bulu mengkilap dan halus, matanya bening, kaki dan kukunya bersih, dan sisiknya teratur  Nafsu kawinnya tinggi  Umurnya 1 – 2.5 tahun dan bertaji  Untuk sistem perkawinan IB pejantan yang akan digunakan hubungannya harus jauh dengan induk betina yang akan disuntik IB  Pejantan untuk kawin IB dipilih yang semennya berkualitas 2. Bakal Induk Betina  Sehat serta tidak cacat  Memiliki produksi tinggi  Minimal sudah melalui periode peneluran pertama yaitu umur 7 – 8 bulan  Sedang dalam periode bertelur  Pemeliharaannya lebih baik pada kandang postal ataupun liter dengan perbandingan jantan : betina adalah 1 : 6 di setiap floknya. Penetasan Telur untuk Tujuan Bibit Pengadaan bibit melalui penetasan telur mencakup kegiatan seperti menyiapkan telur tetas dan mesin tetasnya serta proses penetasan telur tersebut. Telur yang akan ditetaskan dapat berasal dari produksi sendiri maupun membeli telur tetas namun dengan jaminan kualitas yang baik. Apabila telur diperoleh dari peternak maka sebaiknya memilih di dalam budidayanya memiliki ayam pejantan. Hindari membeli telur untuk ditetaskan berasal dari pemeliharaan ayam yang
  • 20. 20 tidak ada pejantannya. Kalau hal ini terjadi maka kemungkin besar telur-telur tersebut tidak dapat menetas. Usahakan jangan membeli dari sumber maupun pasar karena tidak jelas kualitasnya, bisa jadi sudah disimpan lama dan mungkin infertil. Proses penetasan telur dianggap berhasil jika sebagian besar telur dapat menetas sempurna atau memiliki daya tetas tinggi. Usaha yang dapat Kita lakukan untuk mencapai kondisi tersebut adalah dengan menyeleksi telur terlebih dulu sebelum ditetaskan. Salah satunya dengan memperoleh telur dari perkandangan yang memiliki manajemen pemeliharaan yang baik. Di sisi lain, genetik dari indukan juga sangat berpengaruh. Hal yang harus diperhatikan saat proses seleksi telur adalah sebagai berikut: 1) Bentuk telur. Telur yang ideal sebagai telur tetas adalah yang memiliki bentuk normal. Bentuk yang tidak normal biasanya memiliki daya tetas yang kurang bagus. Bentuk normal biasanya berbentuk oval dengan lebar ¾ kali panjang telur. Hindari memilih telur dengan bentuk terlalu lonjong maupun bulat karena biasanya telur tersebut tidak bagus untuk ditetaskan. 2) Kerabang telur. Kerabang telur yang cacat misalnya pecah atau terdapat retak tidak bagus untuk dijadikan telur tetas. Telur yang kerabangnya rusak dapat kemasukkan mikroorganisme penyakit maka jika dipaksanakan untuk ditetaskan telur tersebut akan menjadi busuk. Selain itu, telur yang kerabangnya tipis juga tidak bagus untuk ditetaskan karena telur tersebut proses pembentukannya tidak sempurna. Telur yang berkualitas bagus memiliki kerabang yang tidak terlalu tipis maupun tebal atau lebih tepatnya memiliki ketebalan kerabang normal 0.33 – 0.35 mm. Kerabang telur yang terlalu tipis biasanya memiliki pori-pori lebih banyak dan besar kualitas telur akan cepat turun akibat terjadi penguapan (Hargitai et al., 2011). 3) Bobot telur. Bobot telur ayam ras yang ideal untuk ditetaskan adalah 55 – 65 g/butir. Apabila terlalu besar maka tidak baik untuk ditetaskan atau mungkin malah tidak menetas karena biasanya terdapat dua kuning telur. Sebaiknya telur yang berukuran besar digunakan untuk telur konsumsi. 4) Warna kerabang telur. Daya tetas telur juga dipengaruhi oleh warna kerabang telur. Normalnya warna kerabang dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi
  • 21. 21 pigmen warna, selain itu juga dipengaruhi dari struktur kerabang telur. Telur yang berwarna coklat tua lebih kuat dan tebal jika dibanding dengan telur warna coklat terang. Pigmen yang mempengaruhi warna coklat pada telur adalah protoporpirin, pigmen ini berhubungan dengan ketebalan kerabang karena juga berfungsi dalam pembentukan kekuatan struktur kerabang (Hargitai et al., 2011). 5) Kebersihan kerabang telur. Kebersihan kerabang telur juga perlu diperhatikan dalam proses seleksi telur. Telur yang untuk ditetaskan sebaiknya dipilih yang memiliki kerabang bersih. Seandainya kerabang telur kotor maka sebaiknya dibersihkan dahulu karena telur yang kotor biasanya daya tetasnya rendah. 6) Lama penyimpanan. Daya tetas telur juga dipengaruhi oleh lama penyimpanan telur. Penyimpanan yang terlalu lama akan berakibat terhadap menurunnya daya tetas telur. Telur tetas sebaiknya tidak disimpan lebih dari tujuh hari. Apabila harus disimpan suhu ruang usahakan telur diletakan di rak telur dengan posisi bagian atas adalah ujung tumpul. 7) Rongga udara. Telur yang memiliki rongga udara lebar maka tidak baik untuk telur tetas. Karena dimungkinkan telur tersebut sudah disimpan lama. Rongga udara yang baik posisinya berada di bagian ujung yang tumpul. Apabila rongga udaranya telah bergeser maka akan mengakibatkan daya tetasnya menurun. Untuk menghindari hal tersebut, maka ketika penyimpanan ujung telur yang tumpul diletakkan pada bagian atas. Rata-rata kedalaman rongga udara pada telur segar adalah 2.19 ± 0.9 mm, kedalaman rongga udara akan menjadi 5.69 ± 1.06 mm setelah telur 1 minggu disimpanan, dan pada penyimpanan minggu ke-2 menjadi sebesar 8.52 ± 1.43 mm. Terbentuknya rongga udara di telur terjadi setelah peneluran, ini akibat dari suhu lingkungan yang lebih rendah dibandingkan suhu tubuh induk. Maka dampaknya isi telur menjadi lebih dingin kemudian mengkerut lalu membran kerabang dalam dan luar terpisah dan biasa terjadi di ujung tumpul telur. Kedalaman rongga udara akan semakin besar seiring dengan semakin lamanya telur disimpan. Hal ini karena terjadinya penyusutan bobot telur akibat dari penguapan air dan gas selama penyimpanan (Jazil et al., 2013).
  • 22. 22 8) Induk unggas. Telur tetas dengan kualitas baik akan didapatkan jika telur tersebut sudah dibuahi pejantan. Oleh sebab itu, dalam usaha pemeliharaan indukan ayam maka perlu perbandingan jumlah jantan dan betina yang tepat, yaitu 1 : 6 artinya satu ekor jantan untuk mengawini 6 ekor betina. Metode Seleksi DOC Unggas Petelur Seleksi penting untuk dilakukan terhadap setiap DOC yang diterima di suatu peternakan. Hal ini harus dilakukan untuk menghindari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan yang dapat menyebabkan kerugian bagi peternak. Berdasarkan penjelasan BPTP Balitbangtan Jawa Barat (2019), seleksi DOC ayam petelur dilakukan dengan kriteria yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: 1. Tingkah laku DOC yang sehat akan dapat dilihat dari gerakannya yang lincah dan aktif ketika mencari makan 2. Paruh berbentuk normal dan tidak silang 3. Matanya bulat, bersinar serta tidak cacat 4. Ukuran badannya normal atau sesuai standart dalam artian tidak terlalu besar maupun kecil 5. Bulunya kering dan mengkilat 6. Bagian anus tidak basah dan tidak terbuka 7. Bagian perut kering, tidak keras ataupun besar 8. Kakinya tidak bengkok Hal pertama yang perlu dilakukan oleh peternak setelah menerima DOC adalah menyeleksi DOC. Tujuannya untuk memilih DOC yang baik terutama sehat yang akan digunakan untuk tahapan pemeliharaan berikutnya. Langkah yang harus dilakukan dalam proses seleksi bibit ayam petelur adalah sebagai berikut: 1. Memeriksa jumlah box bibit DOC yang datang. Ketika truk pengantar DOC datang sebaiknya surat jalan dan kondisi truk segera diperiksa. Selanjutnya, box yang berisi bibit DOC petelur diturunkan di tempat teduh dengan sirkulasi udara yang baik. Cara meletakkan box juga harus diperhatikan, yaitu jarak antar tumpukan sekitar 1 m dengan tinggi tumpukan 8 box maksimal. Jumlah box kemudian dihitung dan
  • 23. 23 diperiksa dengan teliti kode box (bila ada). Kesehatan DOC yang baru tiba juga perlu diperiksa dengan membuka 1 – 2 box untuk sampel. Apabila DOC bibit ayam petelur normal dalam artian tidak mati dan lincah serta box jumlahnya sesuai dengan pesanan maka surat jalan harus segera ditandatangani. Waktu kedatangan DOC bibit ayam petelur juga perlu dicatat. Kemudian semua box tersebut dipindahkan ke dalam kandang lalu diletakkan di dekat kandang indukan. 2. Bobot DOC bibit ayam petelur kemudian ditimbang dan dirata-rata. Jika jumlah DOC bibit ayam petelur banyak maka penimbangan dapat dilakukan dengan cara sampling sebanyak 5 – 10% dari total. Penimbangan dilakukan dengan cara DOC bibit ayam petelur yang berada di dalam box ditimbang, kemudian DOC dikeluarkan lalu box kosong ditimbang. Rata-rata bobot badan DOC dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini. 3. Kemudian jumlah DOC bibit ayam petelur dihitung, normalnya dalam satu box berisi 102 ekor DOC. Selain itu juga diamati apabila ada DOC yang cacat, tidak normal ataupun sakit. Jika ditemukan DOC yang berkualitas jelek atau cacat dan masih dimungkinkan untuk dipelihara maka DOC tersebut harus diculling, ditempatkan pada kandang yang terpisah. Jika terdapat DOC mati maka sebaiknya dimusnahkan dengan cara dikubur atau lebih baik dibakar untuk menghilangkan bau yang mencemari lingkungan. Selain itu juga untuk menghindari berkembangnya bibit penyakit yang mengganggu kesehatan DOC sehat yang lainnya.
  • 24. 24 Metode Sexing DOC Sexing atau seleksi kelamin yang dilakukan pada unggas terdapat beberapa metode, yaitu studi populasi, studi tingkah laku hewan, manajemen spesies satwa liar, dan analisis teknik breeding yang sering dilakukan dalam dunia unggas komersial (Morinha et al., 2012). Sexing dilakukan juga untuk efektifitas produksi ayam betina bukan hanya sebagai teknik breeding pada unggas komersial. Metode sexing tradisional diantaranya adalah laparotomi, pengamatan tingkah laku, feather sexing, laparoskopi, dan vent sexing. Namun, yang paling mudah untuk dilakukan dan yang paling populer adalah feather sexing dan vent sexing. Masui dan Hashimoto (1934) menjelaskan metode vent sexing dilakukan dengan cara kepala ayam diletakkan di antara jari manis tangan kiri dan jari tengah, selanjutnya apabila ada kotoran atau ekskreta dibersihkan lebih dulu dan ditampung di tempat tersendiri. Untuk menyibakkan permukaan ventral kloaka ke atas maka dapat dilakukan dengan tekanan halus tapi kuat dengan kedua ibu jari dan jari telunjuk kanan, selanjutnya dapat diamati adanya benjolan berwarna putih atau sering disebut bead. Bead nantinya akan berkembang menjadi organ kopulasi pada ayam jantan dewasa. Menurut Lunn (1948) metode vent sexing tingkat akurasinya adalah 95%. Gambar 10. Vent sexing Sumber: Luthfi (2015)
  • 25. 25 Metode yang kedua adalah feather sexing yang dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap pertumbuhan bulu covert dan bulu primer pada sayap ayam. Bulu covert pada betina panjangnya sama dengan bulu primer, sedangkan pada pejantan panjang bulu covertnya lebih pendek daripada bulu primer. Gambar 11. Feather sexing Sumber: Luthfi (2015) C. PENUTUP 1. Rangkuman Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara untuk tujuan diambil telurnya dan memiliki kemampuan genetik untuk memproduksi telur dalam jumlah banyak. Ayam petelur yang ada di masayrakat dapat berasal dari ayam ras dan juga ayam buras (bukan ras) atau ayam lokal Indonesia. Jenis ayam petelur sendiri dibagi menjadi dua kelas, yaitu ayam petelur ringan dan ayam petelur medium. Dalam mendapatkan bibit ayam petelur maka dapat dilakukan dengan cara membeli bibit DOC, memproduksi bibit sendiri, dan melakukan penetasan telur untuk tujuan bibit. Langkah yang harus dilakukan dalam proses seleksi bibit ayam petelur adalah memeriksa jumlah box bibit DOC yang datang, menimbang dan merata-rata bobot DOC bibit ayam petelur, dan menghitung jumlah DOC bibit ayam petelur serta menyeleksi apabila ada DOC yang abnormal atau mati.
  • 26. 26 Sedangkan metode sexing DOC yang umum digunakan adalah feather sexing dan vent sexing. Daftar Pustaka Abidin, Z. 2003. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Petelur. Cetakan ke-1. Agromedia Pustaka, Jakarta. Alwi, M., C. Sumantri, dan S. Darwati. 2014. Karakteristik genetik dan fenotip ayam nunukan di Pulau Tarakan, Kalimantan Timur. Jurnal Veteriner 15 (2): 173-181. Appleby, M. C., J. A. Mench and B. O. Hughes. 2004. Poultry Behaviour and Welfare. CABI Publishing, USA. Backyard Poultry Contributor. 2019. https://backyardpoultry.iamcountryside.com/chickens-101/brakel-chicken/. Diakses tanggal 10 September 2019. BPTP Balitbangtan Jawa Barat. 2019. http://jabar.litbang.pertanian.go.id/index.php/info-teknologi/996-teknologi- budidaya-ayam-kampung-unggul-balitbangtan-kub-part-1. Diakses tanggal 10 September 2019. BPTP Balitbangtan Sulawesi Selatan. 2018. http://sulsel.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/publikasi/panduan- petunjuk-teknis-brosur/127-teknologi-beternak-ayam-buras. Diakses tanggal 10 September 2019. Gillespie, J. R. and F. B. Flanders. 2010. Modern Livestock and Poultry Production. Delmar, Cengage Learning, USA. Hargitai, R., R. Mateo, J. Torok. 2011. Shell thickness and pore density in relation to shell colouration, female characteristics, and environmental factors in the Collared Flycatcher Ficedula albicollis. J. Ornithol. 152: 579-588. Hayanti, S. Y. 2014. Petunjuk Teknis Budidaya Ayam Kampung Unggul (KUB) Badan Litbang Pertanian di Provinsi Jambi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, Jambi. Indra G. K., Achmanu, A. Nurgiartiningsih. 2013. Performans produksi ayam arab (Gallus turcicus) berdasarkan warna bulu. J. Ternak Tropika 14 (1): 8-14. Jazil, N., A. Hintono, dan S. Mulyani. 2013. Penurunan kualitas telur ayam ras dengan intensitas warna coklat kerabang berbeda selama penyimpanan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 2 (1): 43-47. Luthfi, R. A. 2015. Cara Membedakan Kelamin Anak Ayam. https://www.scribd.com/doc/259451411/Cara-membedakan-kelamin-anak- ayam. Diakses tanggal 10 September 2019.
  • 27. 27 Masui, K. dan O. Hashimoto. 1934. Sexing baby chicks. The Chick Sexing Assosiation of America Vancouver, Canada. 27: 62-66. Morinha, F., J. A. Cabral, and E. Bastos. 2012. Molecular sexing of bird: a comparative review of polymerase chain reaction (PCR)-based methods. Theriogenology. 78: 703-714. Nataamijaya, A. G. 2008. Karakteristik dan produktivitas ayam kedu hitam. Buletin Plasma Nutfah 14 (2): 85-89. Putri, B. R. T., I. W. Sukanata, dan I. B. G. Partama. 2017. Kelayakan Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Bali. Sudarmono, A. S. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Petelur. Kanisius, Yogyakarta. Wikipedia1 . https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Freerangechickens.jpg. Diakses tanggal 10 September 2019. Wikipedia2 . https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Cemani.jpg. Diakses tanggal 10 September 2019. Wikipedia3 .https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Ayam_arab.jpg&fil etimestamp=20150804121344&. Diakses tanggal 10 September 2019.