SlideShare a Scribd company logo
1 of 37
Download to read offline
1
KEGIATAN BELAJAR 1
Industri Ternak Ruminansia Pedaging dan Perah Terintegrasi
2
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi Singkat
Kegiatan Belajar (KB) 1 dalam modul industri peternakan akan membahas
mengenai Industri Ternak Ruminansia dan Pedaging Terintegrasi. Ruang lingkup
dari KB 1 ini yaitu konsep, prosedur, dan prinsip-prinsip industri peternakan
ruminansia baik pedaging maupun perah dan integrasinya dengan bidang lain
seperti pertanian dan perkebunan.
2. Relevansi
Dengan mengetahui konsep, prosedur, dan prinsip-prinsip industri
peternakan ruminansia baik pedaging maupun perah maka peserta didik dapat
mengintegrasikannya dengan bidang lain seperti pertanian dan perkebunan
sehingga dapat menghasilkan peternakan yang berkelanjutan dan aman bagi
lingkungan.
3. Panduan Belajar
Modul ini dilengkapi dengan tugas terstruktur dan link-link yang dapat
dikunjugi dan gambar serta infografis yang menambah pengetahuan mahasiswa.
B. INTI
1. Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, diharapkan peserta didik mampu menguasai
materi ajar bidang agribisnis ternak ruminansia, agribisnis ternak unggas, dan
industri peternakan secara mendalam termasuk advance materials secara
bermakna yang dapat menjelaskan aspek “apa” (konten), “mengapa” (filosofi),
dan “bagaimana” (penerapan) dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, peserta
didik juga diharapkan mampu menganalisis prinsip industri peternakan dan
aplikasinya dalam pembelajaran bidang studi agribisnis ternak.
3
2. Sub Capaian Pembelajaran
1. Mampu menganalisis industri ternak ruminansia pedaging dan apikasinya
2. Mampu menganalisis industri ternak pedaging terintegrasi dan apikasinya
3. Mampu menganalisis industri ternak ruminansia perah dan apikasinya
4. Mampu menganalisis industri ternak pedaging terintegrasi dan apikasinya
3. Uraian Materi
Industri ternak sapi perah dan sapi pedaging berpotensi untuk dapat
dikembangkan di Indonesia. Dukungan dan dorongan pemerintah akan mampu
meningkatkan pengembangan industri ini menjadi suatu industri yang tangguh,
memiliki daya saing yang tinggi dan mampu tumbuh secara mandiri di era
persaingan global saat ini. Industri ternak ruminansia baik perah maupun
pedaging merupakan kegiatan agribisnis dengan cakupan yang cukup luas dari
kegiatan produksi di hulu hingga kegiatan bisnis di hilir. Industri peternakan sapi
pedaging dan perah menghasilkan komoditas utama daging dan susu yang
merupakan komoditas unggulan pangan asal hewani dalam program
pembangunan nasional. Pertumbuhan penduduk dan peningkatan perekonomian
juga berpengaruh terhadap permintaan kedua komoditi ini. Negara tropis seperti
Indonesia dengan potensi sumber daya alam yang melimpah sangat mendukung
prospek pengembangan usaha peternakan sapi pedaging dan perah.
Pengembangan industri ternak ruminansia ini dapat diintegrasikan dengan bidang
lain yang mendukung seperti pertanian dan perkebunan dengan istilah integrated
farming system atau integrasi tani-ternak.
Bakalan Ternak Ruminansia
Pemilihan bakalan merupakan langkah awal penentu dalam keberhasilan
usaha peternakan. Menurut keputusan menteri pertanian nomor:
05/Kpts/OT.210/1/2002 sapi bakalan merupakan sapi umur 1 - 2 tahun yang
memenuhi persyaratan tertentu baik jantan maupun betina untuk tujuan produksi.
Pemilihan bakalan harus disesuaikan dengan tujuan dari pemeliharaan misalnya
sebagai ternak perah, ternak pedaging, calon indukan maupun calon pejantan.
4
Seleksi yang dapat dilakukan dengan mudah, yaitu melihat kondisi fisik dan
kesehatan dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti mata bersih bersinar,
bulu halus, mengkilap, hidung tidak mengeluarkan lendir, mulut tercium aroma
rumput, bentuk kaki yang simetris, dan konsistensi feses yang normal. Untuk
ternak pejantan perlu diperhatikan kualitas semen dan kapasitas servis dimana
satu ekor pejantan idealnya mampu mengawini 10 ekor betina. Sedangkan untuk
ternak betina, perlu diperhatikan kenormalan jumlah puting dan bentuk ambing
yang besar simetris dan tidak menunjukan gejala kemandulan.
Penyediaan bibit atau bakalan membutuhkan biaya yang relatif besar dan
kualitasnya akan sangat menentukan hasil produktivitasnya. Pada umumnya
bakalan yang digunakan dalam industri penggemukan sapi pedaging berjenis
kelamin jantan sedangkan industri ternak perah berjenis kelamin betina. Kualitas
bibit yang baik dapat dilihat dari tingkat produktivitasnya seperti pertambahan
bobot badan harian pada ternak potong dan produksi susu per ekor per laktasi.
Faktor pendukung produktivitas, yaitu kondisi lingkungan yang sesuai dengan
kemampuan genetis ternak seperti kualitas pakan yang diberikan dan lokasi
lingkungan usaha yang sesuai dengan lingkungan hidup ternak. Bakalan sapi
pedaging untuk penggemukan sebaiknya dipilih yang masih muda dengan umur 1
- 2,5 tahun dengan masa pertumbuhan yang lebih cepat dan menghasilkan produk
daging yang lebih baik dibandingkan sapi berumur tua. Bakalan sapi perah dipilih
pada umur 1,8 - 2,5 tahun dimana sapi tersebut sudah siap untuk bunting dan
melahirkan sehingga dapat diambil produksi susunya. Berikut beberapa link yang
bisa dijelajahi untuk melihat contoh-contoh bakalan ternak ruminansia pedaging:
1. https://www.peternakankita.com/ciri-bakalan-sapi-berkualitas/
2. https://www.sapibagus.com/tips-memilih-sapi-bakalan-limousin/
3. https://www.elysetiawan.com/2019/03/mengenal-ciri-ciri-sapi-simental-
atau.html
4. https://sapi.co.id/jual-sapi-bakalan-bibit-unggul-yang-menguntungkan/
5. https://www.pertanianku.com/langkah-pemilihan-bibit-sapi-perah/
6. https://erakini.com/sapi-potong-atau-sapi-perah/
5
Industri Ternak Sapi Pedaging
Industri merupakan kegiatan atau proses dari pengolahan bahan baku baik
bahan mentah ataupun bahan setengah jadi agar menjadi barang yang bernilai
ekonomis lebih tinggi dan bermanfaat bagi masyarakat. Industri ternak sapi
pedaging mengkonsep usaha peternakan dimulai dari penyediaan sarana produksi,
proses produksi, pengolahan hasil hingga pemasaran. Konsep agribisnis yang
dibangun dalam industri ternak sapi pedaging harus memperhatikan efisiensi
untuk mencapai produk daging yang memiliki daya saing di pasar global.
Industri ternak sapi potong erat kaitannya dengan sistem penggemukan atau
feedlot sapi pedaging. Penggemukan sapi pedaging dalam sistem feedlot
dilakukan di dalam kandang dalam waktu tertentu sebelum dipasarkan. Selama
masa pemeliharaan, sapi diberikan pakan dengan formulasi khusus yang mampu
memenuhi kebutuhan hidup, tumbuh, dan produksi seperti meningkatnya bobot
badannya sesuai target. Faktor pakan sangat mempengaruhi proses dan hasil
pemeliharaan sapi pedaging dalam sistem feedlot sehingga menentukan juga
keuntungan yang akan dihasilkan. Ternak dipelihara dengan intensif dan hanya
makan pakan yang diberikan di dalam kandang.
Kandungan nutrien penting yang perlu diperhatikan antara lain Bahan
Kering (BK), Total Digestible Nutrient (TDN), Protein Kasar (PK), Serat Kasar
(SK) utamanya Neutral Detergent Fiber (NDF), Lemak Kasar (LK) dan beberapa
vitamin dan mineral (Ca dan P). Setiap bahan pakan yang diberikan memiliki
kandungan nutrien yang berbeda-beda. Pencampuran bahan bakan yang beraneka
ragam dari beberapa jenis bahan pakan akan memperbaiki komposisi pakan sesuai
dengan kebutuhan. Sehingga imbangan kandungan nutrien harus sesuai dan
formulasi dibuat semurah mungkin untuk meminimakan biaya pemeliharaan dan
meningkatkan keuntungan. Bahan-bahan pakan yang biasa digunakan dalam
sistem feedlot antara lain dedak padi, jagung, polard, bungkil kedelai, bungkil
kacang tanah, bungkil kelapa, Corn Gluten Mea (CGM), rumput segar, dan
molases.
Dalam sistem feedlot selain pakan faktor lain yang harus diperhatikan yaitu
manajemen, biosekuriti, dan kesejahteraan hewan. Penerapan teknologi juga perlu
6
diprioritaskan untuk meningkatkan produksi dan produktivitasnya. Pengembangan
ternak sapi potong mencakup 3 prinsip utamanya, yaitu menyeimbangkan suplai-
demand daging, melestarikan dan pengurangan impor daging dengan perhatian
pada potensi yang lain seperti ketersediaan sumber pakan, lahan dan tata ruang.
Sehingga terjadi efisiensi dari peningkatan usaha dan daya saing produk yang
dihasilkan. Sistem produksi pertanian dan peternakan dalam era perdagangan
bebas seperti saat ini harus selalu dikelola dengan memperhatikan pada
permintaan pasar (Badan Agribisnis, 1995). Komoditas yang dihasilkan harus
mampu bersaing di pasar dalam segi kualitas, harga dan keberlanjutan dalam
ketersediaannya. Peningkatan efisiensi usaha dapat dilakukan dengan penekanan
biaya produksi utamanya faktor pakan yang mencakup 70 - 80% dari total biaya
pemeliharaan.
Efisiensi pada tahap produksi harus diimbangi dengan adanya efisiensi
perdagangan dari pusat produksi ke pusat konsumsi. Sehingga faktor tersedianya
pakan dan adanya lokasi usaha sangat menentukan hasil dari produk ternak
ruminansia yang kompetitif. Dalam tataniaga industri sapi potong, bobot badan
sapi yang susut selama transportasi juga diharapkan dapat berkurang dan
diperkecil. Strategi efisiensi yang dapat dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.
Manfaat dari mode strategi di atas yaitu:
1. Terjadi gerakan modal dan daerah kota ke desa, antara lain berupa bantuan
kredit bank, kerjasama kemitraan dan investasi lainnya. Keadaan ini
mendorong terbukanya kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan.
2. Limbah hasil pertanian dan agroindustri menjadi termanfaatkan dan lebih
berhasil guna.
3. Perkembangan usaha penggemukan ternak sapi di wilayah kota dapat
menurunkan biaya-biaya yang dikeluarkan selama distribusi dan transportasi
sehingga terjadi kompetitif hasil produk ternak.
4. Feses yang dapat diolah menjadi kompos dikumpulkan guna menciptakan
lingkungan yang lebih baik seperti penghijauan pada taman-taman kota dan
kualitas tanah pertanian menjadi lebih baik di daerah pedesaan.
7
5. Pengembangan daerah desa sebagai sentra pembibitan dimaksudkan dengan
terpenuhinya prinsip-prinsip dalam pengembangan ternak potong, yaitu: (1)
Supply - demand daging lebih seimbang dan terjaga, (2) Prinsip kelestarian,
dan (3) Ketergantungan adanya impor daging berkurang (Soehadji, 1995).
Sehingga ketergantungan impor daging dan bakalan sapi yang saat ini
meningkat dapat secara bertahap dikurangi.
Gambar 1. Pola strategi dari pengembangan peternakan pedaging berdasar sumber
daya pakan dan lokasi usaha
Sumber: Widiati (2014)
Industri feedlot di Indonesia dirasa sangat bisa dikembangkan karena dalam
skala ekonomi memiliki modal yang kuat, adanya daya dukung dari kebijakan
pemerintah, mampu menghasilkan produk yang berkualitas dan berstandar
internasional, adanya dukungan sumberdaya lahan untuk industri feedlot,
kontinuitas produksi dijamin aman, dan dalam prosesing menggunakan teknologi
canggih. Kelemahan industri feedlot terdapat pada terbatasnya tenaga ahli bidang
feedlot, bahan pakan unggulan yang masih impor, harga produk relatif tinggi, dan
sapi bakalan sangat bergantung dari Australia.
8
Bisnis industri feedlot memiliki peluang dalam adanya peningkatan
pendapatan rata-rata perkapita di masyarakat, peningkatan pada industri olahan
daging sapi, peningkatan industri perhotelan, peningkatan industri pariwisata,
peningkatan pada supermarket/swalayan/meat shop dan peningkatan penanaman
modal asing. Ancaman yang biasa muncul pada industri feedlot antara lain
kualitas produk masih disetarakan dengan produk daging dari petani tradisional,
implikasi dari pada General Agreement on Tariffs and Trade/GATT (persetujuan
umum tentang tarif dan perdagangan), terkonsentrasi pada kelembagaan rumah
potong hewan, adanya daging sintesis atau daging campuran, lemahnya industri
hilir, tingginya suku bunga bank, masih terbatasnya market share produk industri
feedlot dan keberadaan operasional assosiasi produsen dan importir daging
indonesia dengan mengetrapkan pols price blending (Edy, 1994).
Industri feedlot merupakan subsektor industri peternakan yang lebih
terkonsentrasi pada usaha penggemukan dan pemotongan sapi potong. Pangsa
pasar industri feedlot di Indonesia sebesar 20% dari total suplai daging nasional.
Pengembangan industri feedlot di Indonesia terbagi menjadi 4 pola usaha yaitu:
a. Model perusahaan inti rakyat penggemukan feedlot
b. Model perusahaan inti rakyat pakan feedlot
c. Model perusahaan inti rakyat bakalan feedlot
d. Model perusahaan inti rakyat saham
Formulasi strategi yang dapat dilakukan dalam pengembangan bisnis
feedlot, yaitu penerobosan pasar (market penetration), menjaga kontinuitas
pelanggan lama, memasuki pasar tradisional dengan pola kemitraan,
mensubstitusi daging sapi impor, pengembangan produk, perekrutan tenaga ahli di
bidang feedlot, strategi generik dengan pilihan biaya rendah (low cost), dan
pembenahan kelembagaan rumah potong hewan. Implementasi kegiatannya dapat
dilakukan dengan melakukan promosi secara gencar-gencaran, perbaikan
kuantitas dan kualitas produk, menggadakan pola kemitraan dengan peternak
tradisional, integrasi dengan Asosiasi Produsen dan Importir sapi Indonesia
(ASPIDI), pendirian usaha prosesing daging sapi, pelatihan sumber daya manusia
bidang feedlot, konsolidasi intern Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot
9
Indonesia (APFINDO), efisiensi biaya dan desentralisasi rumah potong hewan.
Contoh sistem integrasi tani ternak yang terdapat di daerah Jawa Timur tersaji
pada Gambar 2.
Gambar 2. Sistem integrasi tanaman tebu dengan sapi di Jawa Timur
Sumber: Saptana dan Ilham (2015)
Industri peternakan sapi pedaging tidak selalu dilakukan oleh perusahaan
besar tapi juga oleh peternak rakyat. Bahkan lebih dari 90% pasokan daging lokal
yang ada di Indonesia berasa dari peternakan rakyat (Widiati, 2014). Kurang
10
efisiennya peternakan rakyat dalam budidaya menyebabkan produksinya belum
mampu memenuhi permintaan nasional. Akibatnya sapi impor masuk dengan
harga yang lebih rendah dari harga daging lokal dan peternak rakyat mengalami
penyesuaian harga yang merugikan. Strategi pembangunan industri peternakan
sangat perlu dilakukan diantaranya dengan langkah sebagai berikut:
1. Pengadaan Fasilitas Pasar Peternakan dan Sistem Transportasi
Tujuannya yaitu memudahkan akses untuk mendapatkan sarana produksi
dalam budidaya ternak sapi pedaging. Terbentuknya suatu industri
pertanian/peternakan yang dapat berproduksi secara lebih cepat dan dalam jumlah
banyak dapat dimulai dari terbangunnya sistem agribisnis yang berkesinambungan
(Widiati dan Kusumastuti, 2013). Keterbatasan sarana produksi membuat
peternak harus mengeluarkan biaya yang lebih banyak dalam memperolehnya
sehingga dukungan pemerintah sangat diperlukan untuk membangun fasilitas
umum sarana produksi ternak. Pasar pertanian sebaiknya menyediakan sarana
produksi ternak seperti hijauan pakan, obat-obatan, suplemen pakan, dan lainnya
dengan harga yang kompetitif dan menguntungkan.
2. Penyediaan Teknologi
Produksi dan produktivitas ternak dapat ditingkatkan dengan penggunaan
teknologi. Sebagai contoh peningkatan kualitas pakan yang dapat didukung
dengan adanya teknologi pengolahan pakan fermentasi untuk meningkatkan
nutrien dan kecernaan limbah pertanian. Penyaringan teknologi harus dilakukan
dengan diseminasi penelitian-penelitian multi disiplin sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi pada industri ternak sapi pedaging. Direktorat
Pangan dan Pertanian (2011) juga telah melakukan pengkajian mengenai strategi
dan kebijakan pencapaian swasembada daging sapi melalui konsep agribisnis,
yaitu dengan mempertimbangkan kebijakan impor dan pasar yang mendukung,
pengembangan zona produksi hijauan pakan ternak, strukturisasi tata niaga bahan
baku pakan ternak dan subsidi harga bahan baku pakan. Gambar 3 menjelaskan
penyaringan teknologi yang dapat dilakukan dalam peningkatan produksi dan
11
produktivitas ternak yang akan berimbas pula pada peningkatan pendapatan
peternak rakyat.
Gambar 3. Penyeringan teknologi dalam peningkatan produktivitas dan
pendapatan peternak rakyat
Sumber: Amir dan Knipscheer (1989) dan Widiati (2014)
3. Menciptakan Pasar Produk Ternak
Pasar hewan merupakan tempat strategis dalam melakukan jual beli ternak
hidup juga sebagai pusat informasi (Arinto, 2004; Sukanta et al, 2013). Kebijakan
12
pemerintah dalam subsistem pemasaran ternak dapat berupa
pengendalian/pembatasan impor yang dilakukan secara tepat, penggunaan sarana
transportasi dalam pemasaran secara efisien, dan reorganisasi fungsi pasar hewan
yang dapat menguntungkan peternak sehingga meningkatkan keinginan peternak
untuk meningkatkan produksinya.
4. Terbentuknya Subsistem Lembaga Pembiayaan Tingkat Perdesaan
Penerapan konsep agribisnis dan peningkatan peran lembaga pendukung
agribisnis memiliki pengaruh positif terhadap produksi sapi pedaging (Ekowati et
al., 2011) sehingga industri peternakan sapi pedaging dapat menguntungkan bagi
peternak. Ekstensifikasi kelembagaan mikro bagi para peternak rakyat perlu
didukung oleh pemerintah. Peningkatan daya saing usaha sapi pedaging rakyat
perlu adanya koordinasi dan sinergi kebijakan antara pemangku kepentingan dan
pelaku ekonomi yang lebih baik melalui perumusan dan pelaksanaan kebijakan
subsektor peternakan yang harus dipandang sebagai sebuah sistem yang meliputi
subsistem dari hulu sampai hilir sehingga produksi dalam negeri lebih
menguntungkan daripada impor.
Di Indonesia, kelembagaan di tingkat peternak rakyat perlu dilakukan
pembaruan berupa penguatan kelompok peternak yang telah banyak terbentuk di
masyarakat dengan mengimplementasikan kebijakan berupa inovasi teknologi dan
penerimaan subsidi. Subsidi yang bisa diberikan kepada peternakan rakyat sapi
pedaging antara lain bantuan langsung berupa pendanaan kepada kelompok
peternak. Contoh dari pembaharuan yaitu terbentuknya lembaga perkreditan di
tingkat kelompok, pendidikan SDM, penelitian dan pengembangan (Widiati &
Kusumastuti 2013). Setiap lembaga perlu menetapkan tugas pokok dan fungsi
secara jelas dan mudah dipahami. Hasil dan implementasinya dievaluasi secara
rutin.
Adanya perbaikan dalam kelembagaan, akan memudahkan para peternak
maupun pemangku kepentingan untuk melaksanakan program-program yang telah
direncanakan. Efisiensi produksi dan produktivitas pada peternakan sapi potong
rakyat di Indonesia masih perlu dukungan penelitian secara berkelanjutan untuk
13
menjawab tantangan baru yang muncul. Permasalahan permodalan pada industri
peternakan rakyat sapi pedaging telah diantiipasi oleh pemerintah dengan
pengeluaran UU No 1 tahun 2013 mengenai program Fasilitasi Pembiayaan
melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Pasal 1 UU tersebut menyebutkan
bahwa yang dimaksud LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan
untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik
melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada masyarakat,
pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha
yang tidak semata-mata mencari keuntungan dan kelembagaan di kelompok
menjadi lebih kuat. Contoh model kelembagaan mikro tersaji pada Gambar 4.
Gambar 4. Model pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) untuk
mendukung keberlanjutan industri peternakan rakyat sapi pedaging
Sumber : Widiati et al. (2014)
Industri Ternak Sapi Pedaging Terintegrasi
Pola pengembangan industri ternak sapi potong mulai dapat dilakukan
dengan mengintegrasikannya dengan bidang lain seperti bidang pertanian dan
perkebunan dengan mengusung konsep zero waste. Ternak sapi memiliki
14
beberapa fungsi menurut Aryanto (1998) yaitu sebagai tenaga kerja, penghasil
pupuk, penghasil bahan baku industri dan penghasil pangan yang bernutrien
tinggi. Indonesia dengan potensi sumber daya lahan dan tanaman dapat
mendukung pengembangan ternak skala menengah hingga besar. Penggunaan
lahan sangat meningkat dalam penggunaannya pada bermacam-macam kegiatan
pertanian. Sehingga ternak perlu dikembangkan pada wilayah tertentu yang saling
menguntungkan dan terintegrasi. Beberapa lahan utamanya di luar Jawa,
pemanfaatannya masih belum maksimal disebabkan umumnya hanya digunakan
dalam satu jenis usaha tani. Salah satu usaha tani yang banyak terdapat di daerah
luar pulau Jawa misalnya Sumatra dan Kalimantan adalah usaha perkebunan
terutama komoditi kelapa sawit. Pola integrasi usaha industri sapi potong di
Indonesia salah satunya dilakukan dengan industri perkebunan kelapa sawit.
Sumber pakan yang berasal dari industri kelapa sawit antara lain pelepah
kelapa sawit dan daun yang digunakan sebagai sumber serat. Hasil ikutan dari
pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS), yaitu lumpur sawit dan bungkil inti sawit
sebagai pakan sumber protein. Penggunaan inovasi teknologi telah dilaksanakan
dengan memanfaatkan bahan pakan asal industri kelapa sawit dan telah diterapkan
di lapangan. Sapi potong dengan pola integrasi sawit-sapi dapat diusahakan
dengan menguntungkan dan memiliki peluang dikembangkan. Sama halnya
dengan penggemukan sapi potong yang dekat PKS berpotensi baik sehingga dapat
diterapkan di wilayah lain.
Menurut Umar (2009), sapi merupakan ternak ruminansia yang dapat
konsumsi pakan yang tinggi serat seperti hijauan dan konsentrat dalam jumlah
besar, beberapa bahan pakan sumber serat ini dapat tersedia dari industri kelapa
sawit. Mathius (2008) menjelaskan bahwa limbah dan produk ikutan industri
kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dapat ditingkatkan
kualitasnya dengan inovasi teknologi yang ada, sehingga Pertambahan Bobot
Badan Harian (PBBH) sapi potong dapat meningkat hingga 72%. Beberapa
penelitian lain menunjukkan bahwa dengan pola integrasi sawit-sapi memiliki
prospek yang menjanjikan yang mendukung pengembangan sapi potong di masa
depan (Diwyanto 2011; Mathius 2008; Diwyanto et al. 2004; Manti et al. 2004).
15
Kegiatan integrasi tani-ternak juga mampu membuka peluang usaha bagi
karyawan pabrik dan kebun kelapa sawit melalui kegiatan koperasi.
Pengembangan integrasi ternak berbasis industri kelapa sawit akan mampu
meningkatkan produktivitas serta efisiensi ternak dan tanaman kelapa sawit
dengan konsep zero waste. Penerapan pola integrasi ini masih sangat terbatas
sehingga perlu adanya komitmen dan dukungan dari berbagai pihak, seperti
petani, perbankan, peneliti, pemerintah daerah dan pusat serta pengusaha/investor.
Para pelaku usaha kebun kelapa sawit perlu diberikan sosialisasi pada level
pengambilan keputusan supaya memiliki paham yang benar mengenai integrasi
sawit sapi dan pengembangan modelnya.
Potensi Berkembangnya Integrasi Sapi-Sawit
Pengembangan model integrasi sapi potong dengan perkebunan kelapa
sawit sangat sesuai disebabkan kebun sawit berpotensi sebagai sumber pakan
ternak dengan diimbangi dengan luasnya area kebun sawit yang terjadi
peningkatan. Luas area perkebunan kelapa sawit pada tahun 2011 mencapai 8,4
juta hektar, terbagi atas perkebunan rakyat yaitu milik petani 43,5%, perkebunan
besar milik negara 8,1%, dan perkebunan besar milik swasta 48,4% (PPKS,
2012). Pabrik Kelapa Sawit (PKS) sebagai tempat pengolahan minyak mentah
atau Crude Palm Oil (CPO) dan tempat pengolahan minyak inti sawit atau Palm
Kernel Oil (PKO) jumlahnya juga semakin bertambah. Berdasar data dari
Kemenperin tahun 2011 terdapat sebanyak 608 unit PKS yang memiliki kapasitas
produksi total sebanyak 34.280 ton Tandan Buah Segar (TBS)/jam yang tersebar
di 22 provinsi.
Direktorat Jenderal Produksi dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) telah
merencanakan adanya percepatan dengan meningkatkan populasi sapi potong
yang dintegrasikan dengan sawit berdasarkan potensi area perkebunan kelapa
sawit dan jumlah PKS. Potensi sumber daya terbesar dalam industri perkebunan
kelapa sawit adalah pakan. Integrasi sapi dengan kelapa sawit memunculkan tiga
kegiatan terpadu sekaligus, yaitu:
1 Industri pakan ternak asal hasil ikutan perkebunan kelapa sawit
16
2 Usaha perkembangbiakan sapi (cow calf operation)
3 Sapi potong pola berkembang
Jenis sapi yang tepat dalam dikembangkan secara terpadu dengan
perkebunan kelapa sawit adalah jenis sapi lokal. Sapi lokal telah mampu
beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan terbiasa dengan keterbatasan pakan
baik dari segi kualitas dan kuantitasnya, seperti sapi aceh, sapi bali, dan sapi PO.
Penerapan integrasi sapi PO dengan kebun sawit telah dilakukan oleh PTPN IV
(Gambar 5).
Gambar 5. Integrasi sawit-sapi PTPN IV
Sumber: Khairunnas (2018)
Pakan Ternak Asal Industri Kelapa Sawit
Komponen utama dalam suatu sistem usaha peternakan adalah pakan
sebagai faktor penentu produktivitas, selain dari mutu bibit dan penyakit. Pakan
yang berkualitas harus dapat memenuhi kebutuhan ternak supaya produktivitas
dapat tercapai dengan optimal tanpa mengganggu kesehatan ternak. Menurut
Mathius (2008) dan Tangendjaja (2009), pakan merupakan komponen biaya
tertinggi (60 - 70%) dari keseluruhan biaya pemeliharaan ternak, sehingga arah
pengembangan teknologi produksi adalah meningkatkan efisiensi pakan.
Adanya kesulitan dalam penyediaan pakan secara berkesinambungan, baik
kualitas maupun jumlahnya, menyebabkan penurunan produktivitas ternak.
17
Ketersediaan sumber pakan lokal yang murah perlu dipertimbangkan dalam
pengembangan peternakan skala menengah maupun besar. Selain itu, ketersediaan
pakan harus tidak berkompetisi dengan pangan manusia, didapatkan dengan
mudah, serta tersedia secara kontinu. Industri kelapa sawit memiliki sumber daya
pakan dari pabrik kelapa sawit dan hasil ikutan perkebunan.
Hijauan Antar Tanaman (HAT) biasa ditanam di sela-sela tanaman sawit
seperti legum Callopogonium dan rumput dapat dimanfaatkan sebagai hijauan
pakan ternak. Hasil hijauan vegetasi alam yang diproduksi di bawah tanaman
kelapa sawit tergantung ketersediaan intensitas cahaya yang mencapai area
perkebunan yang dipengaruhi oleh umur tanaman kelapa sawit (Whiteman, 1980).
Hasil ikutan dari kebun kelapa sawit seperti pelepah sawit dan daun sawit
memiliki potensi sebagai sumber serat pakan untuk ternak ruminansia (Mathius
2003; Ginting dan Elizabeth 2003; Mathius 2008), dengan kandungan nutrisinya
disajikan di Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan nutrien limbah kelapa sawit
Kandungan
nutrisi
Daun tanpa
lidi
Pelepah Solid sawit Bungkil inti
sawit
Bahan kering 46,18 26,07 81,65 91,83
Protein kasar 14,12 3,07 12,63 16,33
Lemak kasar 4,37 1,07 7,12 6,49
Serat kasar 21,52 50,94 9,98 36,65
Kalsium 0,84 0,96 0,78 0,56
Fosfor 0,17 0,08 0,58 0,84
Energi 4461 4841 3217 5178
Produksi 658 1640 -
Sumber: Mathius (2003); Utomo dan widjaja (2004); Widjaja (2005)
Penelitian Purba dan Ginting (1995) mengemukakan bahwa pelepah sawit
dapat digunakan sebagai pengganti pakan rumput hingga 80%, akan tetapi tetap
diperlukan tambahan pakan berupa rerumputan atau limbah dari pabrik kelapa
sawit lain untuk menunjang produktivitasnya. Pelepah sawit sebagai pakan ternak
bisa diberikan segar maupun telah mengalami proses pengolahan seperti silase.
Sumber pakan lain asal limbah industri minyak sawit adalah daun kelapa sawit.
18
yang mengandung lidi sehingga perlu tambahan waktu untuk menghilangkannya
supaya ternak mudah mengkonsumsi.
Potensi lain dari hasil samping industri pengolahan kelapa sawit yang dapat
digunakan sebagai pakan ternak yaitu lumpur sawit atau solid sawit dan Bungkil
Inti Sawit (BIS) (Widjaja et al. 2005; Utomo dan Widjaja 2004). Pabrik biasanya
akan menjual BIS sedangkan solid sawit akan dibuang di daerah perkebunan
sebagai pupuk atau biasa diambil oleh masyarakat dengan gratis. Hasil ikutan
industri sawit yang lain adalah serat perasan buah dan tandan buah kosong.
Limbah ini juga dapat digunakan sebagai pakan ternak sumber pakan serat yang
murah dan mempunyai kandungan nutrisi yang baik, namun masih dimanfaatkan
secara terbatas (Hassan dan Ishida 1992). Solid sawit (solid decanter) bersifat
lunak seperti ampas tahu, memiliki warna coklat tua, dan baunya manis asam
(Utomo dan Widjaja 2004). Solid sawit memiliki potensi menggantikan dedak
padi yang terdapat pada pakan konsentrat serta berpengaruh positif pada konsumsi
ransum, efisiensi penggunaan protein dan energi serta kadar lemak susu (Ginting
dan Elizabeth 2003).
Bahan pakan berserat tinggi dalam penyusunan ransum dapat dijadikan
sebagai pakan pokok, sedangkan bahan pakan dengan kandungan protein dan
energi tinggi digunakan sebagai pakan tambahan atau suplemen. Industri pakan
ternak khususnya ternak ruminansia sangat memungkinkan dibangun di sekitar
industri kelapa sawit karena memiliki produk ikutan industri kelapa sawit yang
dapat dimanfaatkan sebagai pakan sapi pedaging (Mathius 2008). Industri kelapa
sawit dengan industri ternak sapi pedaging sangat dimungkinkan untuk
berintegrasi dan dikelola bersama sehingga meningkatkan pendapatan dari
diversifikasi usaha. Industri pakan ternak asal limbah sawit juga akan dapat
mendorong pengembangan industri ternak melalui integrasi sawit dengan sapi,
dan pemenuhan kebutuhan pakan pada peternakan yag terdapat di daerah lokasi
perkebunan kelapa sawit. Pakan lengkap dari hasil ikutan industri perkebunan
kelapa sawit cukup tersedia dan dapat membantu terwujudnya usaha peternakan
yang efisien dan sustainable.
19
Perkembangbiakan Sapi Potong Berbasis Industri Kelapa Sawit
Manajemen dari pemeliharaan yang biasanya dilakukan di wilayah
perkebunan sawit biasanya tergantung oleh keinginan pemilik kebun sawit, dapat
dilakukan baik secara ex-situ maupun in-situ (Djajanegara 2005), dengan siklus
biologis yang tidak terputus. Sapi bali lebih disukai dipelihara di wilayah sekitar
industri kelapa sawit karena penyediaan pakan mudah dan dapat berkembang
dengan baik. Contoh pola usaha integrasi dari perkembangbiakan sapi bali telah
dilakukan di kebun kelapa sawit PT Sulung Ranch, Kalimantan Tengah.
Pemeliharaan ternak dilakukan secara semi intensif pada lokasi tersendiri pada
area kebun sawit atau tidak dilepas di kebun sawit. Usaha perkembangbiakan sapi
PT Sulung Ranch diberi pakan berupa rumput dengan sistem grassing dan cut and
carry dan legum. Pakan tambahan yang diberikan adalah solid sawit yang
ditambahkan mineral sebanyak 1,5% dari bobot badan (Utomo dan Widjaja 2007).
Perusahaan lain yang menerapkan integrasi sapi-sawit adalah PT Agricinal.
Prinsip penggemukan sapi pedaging di area perkebunan kelapa sawit, yaitu
mendekati sumber pakan, utamanya konsentrat, sehingga dapat menurunkan biaya
pakan. Adanya kegiatan penggemukan menurut Wijono et al. (2003) memiliki
tujuan laju pertumbuhan ternak yang meningkat sehingga ternak perlu diberi
perlakuan khusus, utamanya pakan tambahan atau konsentrat dan dipelihara
secara intensif. Pola integrasi tani-ternak sangat cocok dikembangkan di daerah
Perkebunan Besar Swasta (PBS), Pola Perkebunan Rakyat (PIR), murni, dan
PTPN sesuai dengan kondisi dan situasi.
Dampak Prakiraan
Integrasi sawit-sapi dalam sistem pemeliharaan secara finansial dapat
menguntungkan dan dapat meningkatkan pendapatan petani. Menurut Pagassa
(2008) peningkatan pendapatan petani yaitu 10,56 - 16,49% melalui integrasi
usaha ternak dengan perkebunan kelapa sawit. Yuwanta (2009) dan Bangun
(2010) juga melaporkan peningkatan pendapatan dengan pola integrasi sawit-sapi
dibandingkan dengan tanpa integrasi. Daerah Kampar, Riau, peternak juga bisa
menurunkan biaya pupuk kimia 35% (Saleh, 2012). Pola integrasi sawit-sapi juga
20
menurunkan biaya pengendalian gulma sebesar 20 - 50% dari biaya produksi.
Integrasi sawit-sapi juga memiliki potensi peningkatan populasi sapi potong. Luas
area pengembangan perkebunan kelapa sawit yang semakin besar, akan
meningkatkan pula potensi bertambahnya populasi ternak. Pola integrasi sawit-
sapi dapat membuat populasi sapi meningkat dengan tingkat kelahiran 14 - 87%,
peningkatan skala usaha ternak menjadi 3 - 5 ekor, ketersediaan pupuk organik
baik padat maupun cair bertambah, biaya pembelian pupuk kimia berkurang dan
gulma lebih sedikit, serta pertumbuhan tanaman kelapa sawit lebih baik sehingga
produksinya meningkat 25 - 30% (Ditjen PKH 2012).
Gambar 6. Sapi bali yang dipelihara CBI Group dalam programnya integritas sapi
sawit di perkebunan kelapa sawit PT Sawit Sumbermas Sarana (SSMS) Tbk
Sumber: Herdi (2017)
Industri Ternak Sapi Perah
Industri sapi perah memiliki prospek untuk dapat dikembangkan di
Indonesia. Permintaan susu berkembang seiring pertumbuhan penduduk dan
perekonomian masyarakat saat ini. Indonesia memiliki padang-padang
penggembalaan dan produksi hijauan baik dari hijauan pakan ternak maupun
limbah pertanian yang melimpah. Industri sapi perah memiliki kelengkapan
keorganisasian dimulai dari adanya peternak, adanya pabrik pakan dan pabrik
21
pengolahan susu yang relatif sudah maju dan memiliki kapasitas produksi yang
tinggi. Kelembagaan susu sapi perah tergabung dalam suatu koperasi yang disebut
GKSI atau gabungan koperasi susu Indonesia.
Industri Ternak Sapi Perah Terintegrasi
Integrasi tanaman dengan ternak menunjukkan adanya sinergisme dan
keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dan ternak dengan nilai
hasil pendapatan yang lebih optimal. Industri ternak sapi perah dapat
diintegrasikan dengan tanaman baik tanaman hortikutura maupun tanaman hijauan
pakan ternak. Pola integrasinya mengusung konsep zero waste, yaitu dengan
memanfaatkan limbah ternak berpa kotoran ternak atau manure menjadi pupuk
organik bagi tanaman. Selain menjadi pupuk, kotoran ternak juga dapat dibuat
biogas sebagai substitusi bahan bakar dan mereduksi efek gas rumah kaca. Proses
integrasi tani-ternak selalu bermuara pada peningkatan pendapatan petani dan
peternak. Pola integrasi menurut FAO (2001) terdiri dari beberapa komponen
antara lain tanaman dan ternak yang hidup berdampingan secara independen
antara satu dengan lainnya.
Beberapa daerah yang sudah menerapkan sistem integrasi ternak sapi perah
rakyat dengan pertanian seperti tanaman sayur dan hijauan pakan ternak adalah di
Nongkojajar kecamatan Tutur kabupaten Pasuruan (Osak et al., 2016). Pola
integrasi sapi perah dengan tanaman sayuran atau hortikultura dengan sebagian
komponen memiliki keterkaitan antara yang satu dengan lainnya baik secara
langsung maupun tidak langsung. Program pengolahan limbah menjadi biogas
dengan fasilitas digester biogas menjadi komponen percepatan integrasi antar
komponen dalam pola integrasi sapi perah dengan hortikultura.
22
Gambar 7. Interaksi antar komponen Sistem Integrasi Sapi Perah dengan
Tanaman Hortikultura (SISPTA)
Sumber: Osak et al. (2016)
Pola integrasi sapi perah dengan tanaman hortikultura yang biasa dilakukan
oleh peternak terdiri atas empat komponen utama antara lain komponen usaha
ternak sapi perah, komponen usaha tani tanaman hortikultura, komponen tanaman
Hijauan Makanan Ternak (HMT), dan komponen digester biogas dan bioslurry.
Proses integrasi sudah jelas akan meningkatkan pendapatan peternak dan
mempertahankan kualitas sumber daya pertanian dan peternakan serta sebagai
bagian dari pengembangan pertanian peternakan yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan. Indikator interaksi kualitatif yang terjadi baik langsung
maupun tidak langsung yaitu:
a. Produk sampingan dan limbah tanaman digunakan sebagai pakan ternak.
b. Tanaman sela, penutup tanah atau pinggiran lahan yaitu HMT yang
digunakan untuk pakan ternak sapi perah.
c. Pupuk organik dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara tanaman
hortikultura.
d. Produk hasil ternak dapat dijual sebagai tambahan pendapatan yang biasanya
digunakan untuk membeli pupuk dan pestisida.
23
e. Hasil tanaman hortikultura dijual sebagai tambahan pendapatan dalam
pembelian input untuk usaha ternak sapi perah.
Gambar 8. Model integrasi sapi perah dengan ubi kayu
Sumber: Amir (2017)
Model integrasi sapi perah dan ubi kayu berpotensi diterapkan di Jawa Barat
didukung dengan adanya populasi sapi perah dan produksi ubi kayu dengan
potensi limbahnya yang dapat diguakan sebagai pakan ternak. Model zero waste
dengan limbah dari sapi perah dan ubi kayu didaur ulang dan dimanfaatkan
kembali ke dalam siklus produksi. Siklus produksi yang bersih dari penerapan
konsep zero waste tersebut mengarah pada konsep food, feed, fuel dan fertilizer.
Konsep tersebut mampu menurunkan biaya produksi seperti efesiensi pakan
ternak, pemanfaatan biogas sebagai gas LPG dan energi listrik, meningkatkan
produktivitas lahan, mengurangi pembelian pupuk kimia dengan tujuan akhir
mendorong pada peningkatan pendapatan peternak. Peningkatan SDM peternak
dapat didukung melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan dan perilakunya
dalam memajukan usaha ternaknya sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan keluarganya.
Industri sapi perah sangat erat kaitannya dengan industri pengolahan susu.
Peran penting industri pengolahan susu adalah menyediakan dan pemenuhan gizi
24
masyarakat dengan produk susu. Produksi susu di indonesia dapat di lihat pada
Gambar 9. Industri pegolahan susu umumnya menggunakan bahan baku utama,
yaitu susu segar dengan penambahan bahan-bahan lain seperti gula, minyak
nabati, krim dan lainnya untuk dapat diproses menjadi produk olahan lainnya
seperti susu bubuk, susu fermentasi, susu pasteurisasi dan lainnya. Industri
peternakan sapi perah berpotensi dimajukan atau diintegrasikan dengan bidang
pertanian dan pariwisata. Sebagai contoh pengembangan agrowisata sapi perah di
Poncokusumo-Malang.
Konsep integrasi tani ternak dalam bentuk agrowisata dapat menjadi bagian
dari objek wisata dengan pemanfaatan usaha pertanian sebagai objek wisata
dengan tujuan dapat meningkatkan objek yang dikunjungi sehingga wisatawan
dapat memperluas pengalaman rekreasi, pengetahuan, dan juga hubungan usaha di
bidang pertanian. Agrowisata sapi perah dapat mengusung konsep pengetahuan
dalam cara membudidayakan sapi perah, merawat kandang dan ternak, kegiatan
pemerahan susu sapi sampai pada pengolahan susu sapi. Kabupaten Malang
memiliki jumlah populasi sapi perah terbanyak kedua setelah kabupaten Pasuruan
di provinsi Jawa Timur, dengan jumlah populasinya hingga 93.922 ekor di tahun
2012 (BPS Jatim, 2014).
Gambar 9. Produksi susu segar Indonesia tahun 2009 - 2017
Sumber : Badan Pusat Statistik (2017)
25
Terdapat tiga syarat dalam konsep agrowisata untuk meningkatkan daya
tariknya yaitu:
1. Adanya sesuatu yang dapat dilihat (something to see)
2. Adanya sesuatu yang dapat dikerjakan (something to do)
3. Adanya sesuatu yang dapat dibeli (something to buy)
Rangkaian konsep perjalanan wisata di peternakan sapi perah juga
merupakan strategi dalam penampilan daya tarik wisata mulai dari pembibitan
hingga pengolahan pasca panen. Perjalanan wisata di peternakan sapi perah
terintegrasi ini, wisatawan akan disuguhkan perjalanan supaya dapat mengamati
semua kegiatan yang ada di dalam kandang sapi, setelah itu wisatawan akan diberi
pilihan dengan mencoba aktivitas manajemen peternakan, pemerahan susu dan
interaksi dengan sapi, setelah keluar dari kandang wisatawan diberi kesempatan
melihat proses produksi susu olahan, dan disajikan beberapa makanan dan produk
olahan susu yang dapat dinikmati sambil menikmati pemandangan alam sekitar
atau aktivitas sapi yang sedang merumput (Widodo et al., 2015). Fasilitas wisata
lain yang disediakan dan dinikmati adalah berkuda dan bersantai, tempat
pembelian oleh-oleh asal produk peternakan, seperti produk susu dan produk
pupuk kandang.
Peran Industri Pabrik Susu
Produksi susu di Indonesia masih bergantung dari peternakan sapi perah
rakyat yaitu sebesar 90%. Kualitas dari susu yang berdasarkan jumlah dari
mikroba susu dalam negeri umumnya masih belum dapat mencapai standar mutu
nasional. Kebijakan peningkatan produksi dari susu nasional akan berdampak
pada kesejahteraan peternak, perbaikan gizi masyarakat dan penurunan angka
pengangguran, terutama di pedesaan Indonesia, kebangkitan ekonomi di
pedesaan, dan pengembangan industri minuman asal susu. Berdasarkan tren laju
pertumbuhan penduduk di Indonesia, berdasarkan sensus 2010 jumlah penduduk
mencapai 237,6 juta jiwa atau 3,5 juta lebih dari prediksi sebelumnya dan jika
diprediksi kenaikan populasi sebesar 1,66%, maka pada tahun 2020 akan
mencapai 288 juta orang.
26
Gambar 10. Perkembangan jumlah penduduk Indonesia
Sumber: Sanny (2011)
Berdasarkan Peraturan Presiden No.28 Tahun 2008 mengenai Kebijakan
Industri Nasional, pengembangan industri pengolahan susu sebagai kelompok
industri pengolahan susu terbagi menjadi dua, yaitu pengembangan jangka
menengah dan pengembangan jangka panjang. Pengembangan jangka menengah
diakukan dengan:
1. Pengembangan industri pakan ternak yanag masih berskala kecil dengan
pemanfaatan sumber bahan pakan lokal dalam negeri.
2. Peningkatan kualitas pakan ternak sapi perah sebagai upaya peningkatan
produktivitas susu segar.
3. Peningkatan jumlah populasi ternak sapi perah.
4. Peningkatan status kepemilikan dari sapi perah oleh peternak dari jumlah 2
- 5 sapi/peternak menjadi sebanyak 10 sapi/peternak.
5. Peningkatan produktivitas ternak sapi perah dengan menghasilkan susu
dari 8 - 12 liter per ekor/hari menjadi 20 liter per ekor/hari.
6. Peningkatan mutu dari susu segar melalui peningkatan ketrampilan cara
perah, bantuan alat (cooling unit), dan menerapkan Good Farming
Practices (GFP) serta Good Handling Practices (GHP).
7. Peningkatan pola kemitraan industri pengolah susu dengan peternak sapi
perah dan koperasi susu.
27
8. Peningkatan daya saing industri olahan susu dengan harmonisasi tarif bea
masuk antara produk hasil olahan susu dengan bahan baku.
9. Peningkatan kompetensi sumber daya manusia dalam ketrampilan teknis
dan teknologi pakan ternak serta usaha peternakan.
10. Mengembangkan skema pembiayaan dalam kepemilikan bibit sapi unggul.
11. Mengembangkan industri permesinan dalam pengolahan susu.
12. Meningkatkan daya konsumsi susu nasional.
Pengembangan jangka panjang dilakukan dengan:
1. Peningkatan jumlah populasi ternak sapi perah.
2. Peningkatan jumlah kepemilikan sapi perah oleh peternak dari 2 - 5
sapi/peternak menjadi diatas 10 sapi/peternak.
3. Peningkatan produktivitas ternak sapi dalam menghasillkan susu dari 8 -
12 liter per ekor/hari menjadi lebih dari 20 liter per ekor/hari.
4. Peningkatan penguasaan teknologi dalam upaya peningkatan mutu/kualitas
dari olahan susu.
5. Pengembangan diversifikasi dari produk olahan susu yang memiliki daya
saing yang tinggi baik di pasar dunia maupun ekspor.
6. Peningkatan kerjasama dengan industri lain dalam upaya berkembangnya
teknologi proses dan diversifikasi produk.
Jumlah konsumsi susu per kapita saat ini di Indonesia hanya 10,5 kg per
kapita per tahun. Jumlah konsumsi di negara ASEAN yaitu 28 kg per kapita per
tahun. Sebagian besar masyarakat Indonesia cenderung menyukasi susu bubuk
yaitu sebesar 82% sedangkan konsumsi susu segar yaitu 18% dari total konsumsi
susu. Pada saat ini, produksi susu di Indonesia hanya dapat dipenuhi sebanyak 25
- 30% dari total permintaan susu nasional, sehingga kekurangannya diperoleh
dengan impor dari negara lain seperti New Zealand yang merupakan salah satu
negara eksportir susu terbesar di dunia. New Zealand mampu mengekspor
sebanyak 70% dari total impor susu di Indonesia, sedangkan 30% sisanya masuk
dari Australia dan Philipina.
Buruknya kualitas dan mutu susu pada peternak sapi perah rakyat di
Indonesia, membuat sebanyak 70% bahan baku dari industri susu yang berada di
28
dalam negeri seperti lactose, skim milk powder, whey protein concentrate, dan
butter milk powder, masih harus diimpor. Secara geografis Indonesia memiliki
daerah yang sangat luas dan memiliki industri yang strategis sehingga industri
susu dapat tumbuh dan berkembang serta menjadi industri peternakan susu yang
mandiri. Industri susu di Indonesia mempunyai struktur yang lengkap mulai dari
peternak, pabrik pakan hingga pengolahan susu yang harus diimbangi dengan
peningkatan produktivitas serta kualitas dari susu sebagai bahan baku. Program
pembinaan terhadap para peternak sapi perah perlu dilakukan untuk dapat
meningkatkan produktivitas peternakan sapi perah, hal ini disebabkan 90% dari
produksi susu sapi dihasilkan dari para peternak rakyat.
Bahan Baku Industri Pengolahan Susu
Susu merupakan hasil sekresi dari kelenjar susu binatang yang menyusui
anaknya dan menjadi salah satu sumber protein hewani dengan daya cerna yang
tinggi dan memiliki kandungan protein, laktosa, mineral dan vitamin yang tinggi
(Buckle et al, 1987; Varnam and Sutherland, 1994). Lemak susu akan membentuk
suatu emulsi dan terdistribusi dalam susu sebagai globula-globula lemak, yang
dapat secara bersama-sama membentuk “cluster” dan apabila timbul ke
permukaan membentuk suatu lapisan krim jika susu segar dibiarkan/didiamkan.
Berikut ini adalah perkiraan komposisi dari susu:
 87.3% air (85.5 - 88.7%)
 3.9 % lemak (2.4 - 5.5%)
 8.8% bahan kering tanpa lemak (7.9 - 10.0%):
 Protein 3.25% (3/4 casein)
 Laktosa 4.6%
 Minerals 0.65% - Ca, P, citrate, Mg, K, Na, Zn, Cl, Fe, Cu, sulfate,
bicarbonate
 Asam 0.18% - citrate, formate, acetate, lactate, oxalate
 Enzim - peroxidase, catalase, phosphatase, lipase
 Gas - oxygen, nitrogen
 Vitamin - A, C, D, thiamine, riboflavin
29
Susunan susu adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Rataan zat makanan dalam susu dari berbagai bangsa sapi perah (%)
Sumber: www.foodsci.uoguelph.ca/dairyedu
Struktur susu apabila dilihat pada mikroskop akan terlihat seperti titik-titik
bulat lemak globular dan casein micellas. Jumlah lemak di dalam susu terdapat
dalam bentuk jutaan bola kecil yang berdiameter antara 1 - 20 mikron dan rata-
rata berdiameter 3 mikron. Setiap ml susu mengandung sekitar 1000 x 106
butiran
lemak. Lemak susu memiliki peran sebagai lubrication dan pemberi citarasa
creamy pada mulut seperti pada citarasa dari produk olahan susu mentega. Asam-
asam lemak rantai pendek yang terdapat dalam jumlah sedikit akan membentuk
rasa creamy di mulut, sedangkan apabila jumlahnya banyak maka menimbulkan
citarasa tengik.
30
Gambar 11. Struktur susu
Sumber: www.foodsci.uoguelph.ca/dairyedu
Protein dalam susu dapat dibedakan menjadi dua kelompok utama menurut
Buckle dkk (1987) yaitu casein (protein yang yang dapat diendapkan oleh asam
dan enzim rennin) dan protein whey (protein yang dapat mengalami denaturasi
oleh panas pada suhu sekitar 65°C). Adapun konsentrasi protein dalam susu
seperti yang terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3. Konsentrasi protein pada susu
Sumber: www.foodsci.uoguelph.ca/dairyedu
31
Kasein terdapat dalam bentuk partikel koloid yang disebut dengan casein
micelle, yang memiliki fungsi secara biologi untuk membawa kalsium dan fosfor
untuk hewan mamalia dalam bentuk cair dan untuk membentuk gumpalan dalam
perut agar lebih efisien dalam membawa zat-zat nutrisi. Casein micelle terdiri dari
protein casein, kalsium, fosfat, sitrat, minor ion, enzim lipase dan plasmin dan
juga serum susu. Bentuk dari misel adalah berlubang-lubang dan berisi sekitar 4
ml/g.
Gambar 12. Struktur casein micelle
Sumber: www.foodsci.uoguelph.ca/dairyedu
Protein whey terbentuk setelah proses pemisahan protein susu pada pH
4,6. Globular protein whey lebih mudah larut dalam air dibandingkan dengan
kasein, tetapi globular protein juga terdenaturasi oleh panas. Protein whey
memiliki daya gel yang baik dan dapat mengembang. Denaturasi protein akan
meningkatkan daya mengikat air. Protein whey terdiri atas ß -lactoglobulin, alpha-
lactalbumin, Bovine Serum Albumin (BSA), dan Immunoglobulins (Ig).
Komposisi protein whey terdiri atas protein laktalbumin (10% dari total protein
susu) dan laktoglobulin.
Laktosa dalam susu terdapat sejumlah 4,8 - 5,2% susu, 52% SNF dan 70%
whey dan tidak semanis sukrosa. Laktosa adalah karbohidrat utama yang terdapat
di dalam susu dan merupakan disakarida yang terdiri atas glukosa dan galaktosa
serta terdapat dalam fase larutan sesungguhnya sehingga mudah diasimilasikan
32
sebagai makanan dengan proses hidrolisa menjadi glukosa dan galaktosa oleh
enzim laktase (â – galaktosidase).
Gambar 13. Struktur kimia laktosa
Sumber: www.foodsci.uoguelph.ca/dairyedu
Produk Olahan Susu
Produk olahan susu merupakan semua produk asal susu yang mengalami
proses pengolahan seperti pemanasan, pendinginan, pengentalan, fermentasi dan
penambahan bahan tertentu. Produk olahan susu yang dilakukan melalui
pengolahan fermentasi yang dilakukan dengan bantuan mikroorganisme (Buckle
et al., 1987) diantaranya yogurt, kefir dan susu asam dan lain lain. Produk olahan
susu yang dihasilkan melalui proses pengeringan yaitu susu bubuk yang umumnya
diolah melalui proses roller drying dan spray drying. Susu bubuk terbagi menjadi
dua macam yaitu susu bubuk skim (tanpa lemak) dan susu bubuk full cream.
Pengolahan susu melalui penguapan yaitu susu evaporasi dengan istilah lain
condensed milk (susu kental) dan sweetened condensed milk (susu kental manis).
Pengolahan susu dengan koagulasi enzimatis dari protein susu disebut dengan
istilah keju. Keju dibuat dari curd yang terbentuk jika susu dikoagulasikan dengan
asam laktat atau rennet, dan cairannya (whey) telah ditiriskan. Rennet merupakan
ekstrak lambung anak sapi dan didalamnya mengandung enzim rennin. Enzim ini
bekerja sama dengan acid dalam hal kemampuannya menyebabkan kasein susu
terkoagulasi. Jenis-jenis keju baik hard meupun semi hard yaitu cheddar,
caerphily, cheshire, derby, double gloucester, lancashire, leicester, white
wensleydale, emmental dan gruyere.edam, gouda dan parmesan. contoh keju
lunak atau blue veined cheese yaitu roquefort dari prancis. Jenis keju soft cheese
33
yaitu Cottage cheese, Cream cheese, dan Whey cheese. Olahan lain produk susu
yaitu tahu susu, kerupuk susu, krim susu, es krim, mentega, dodol susu, permen
susu dan lain lain.
C. PENUTUP
1. Rangkuman
Industri ternak sapi perah dan sapi pedaging berpotensi untuk dapat
dikembangkan di Indonesia. Industri peternakan sapi pedaging dan perah
menghasilkan komoditas utama daging dan susu yang merupakan komoditas
unggulan pangan asal hewani dalam program pembangunan nasional.
Pertumbuhan penduduk dan peningkatan perekonomian juga berpengaruh
terhadap permintaan kedua komoditi ini. Pengembangan industri ternak
ruminansia ini dapat diintegrasikan dengan bidang lain yang mendukung seperti
pertanian dan perkebunan dengan istilah integrated farming system atau integrasi
tani-ternak. Pemilihan bakalan merupakan langkah awal penentu dalam
keberhasilan usaha peternakan. Pemilihan bakalan harus disesuaikan dengan
tujuan dari pemeliharaan misalnya sebagai ternak perah, ternak pedaging, calon
indukan maupun calon pejantan. Kualitas bibit yang baik dapat dilihat dari tingkat
produktivitasnya seperti pertambahan bobot badan harian pada ternak potong dan
produksi susu per ekor per laktasi. Industri ternak sapi potong erat kaitannya
dengan sistem penggemukan atau feedlot sapi pedaging. Kandungan nutrien
penting yang perlu diperhatikan antara lain Bahan Kering (BK), Total Digestible
Energi (TDN), Protein Kasar (PK), Serat Kasar (SK) utamanya Neutral Detergent
Fiber (NDF), Lemak Kasar (LK) dan beberapa vitamin dan mineral (Ca dan P).
Setiap bahan pakan yang diberikan memiliki kandungan nutrien yang berbeda-
beda. Pencampuran bahan bakan yang beraneka ragam dari beberapa jenis bahan
pakan akan memperbaiki komposisi pakan sesuai dengan kebutuhan. Bisnis
industri feedlot memiliki peluang dalam adanya peningkatan pendapatan rata-rata
perkapita di masyarakat, peningkatan pada industri olahan daging sapi,
34
peningkatan industri perhotelan, peningkatan industri pariwisata, peningkatan
pada supermarket/swalayan/meat shop dan peningkatan penanaman modal asing.
Industri peternakan sapi pedaging tidak selalu dilakukan oleh perusahaan besar
tapi juga oleh peternak rakyat. Bahkan lebih dari 90% pasokan daging lokal yang
ada di Indonesia berasa dari peternakan rakyat. Strategi pembangunan industri
peternakan rakyat sangat perlu dilakukan diantaranya dengan langkah sebagai
berikut: 1. Pengadaan fasilitas pasar peternakan dan sistem transportasi, 2.
Penyediaan teknologi, 3 Menciptakan pasar produk ternak, 4. Terbentuknya
subsistem lembaga pembiayaan tingkat perdesaan. Pola pengembangan industri
ternak sapi potong mulai dapat dilakukan dengan mengintegrasikannya dengan
bidang lain seperti bidang pertanian dan perkebunan dengan mengusung konsep
zero waste. Pola integrasi usaha industri sapi potong di Indonesia salah satunya
dilakukan dengan industri perkebunan kelapa sawit. Integrasi sawit-sapi dalam
sistem pemeliharaan secara finansial dapat menguntungkan yang pada akhirnya
akan meningkatkan pendapatan petani. Integrasi tanaman dengan ternak
menunjukkan adanya sinergisme dan keterkaitan yang saling menguntungkan
antara tanaman dan ternak dengan nilai hasil pendapatan yang lebih optimal.
Industri peternakan sapi perah berpotensi dimajukan atau diintegrasikan dengan
bidang pertanian dan pariwisata. Sebagai contoh pengembangan agrowisata sapi
perah di Poncokusumo-Malang. Konsep integrasi tani ternak dalam bentuk
agrowisata dapat menjadi bagian dari objek wisata dengan pemanfaatan usaha
pertanian sebagai objek wisata dengan tujuan dapat meningkatkan objek yang
dikunjungi sehingga wisatawan dapat meningkatkan pengetahuan, menambah
pengalaman rekreasi dan peningkatan hubungan usaha di bidang pertanian.
Daftar Pustaka
Amir P. dan Knipscheer HC. 1989. Conducting on-farm animal research.
Procedure dan economi analysis. Singapore (Singapore): Singapore
National Printed Ltd.
Amir, A. 2017. Potensi model zero waste dengan integrasi sapi perah dan ubi
kayu di jawa barat. Puslitbang 17 – 26
35
Arinto. 2004. Usaha dan efisiensi pemasaran sapi potong di wilayah pembibitan
dan pembesaran (studi kasus di wilayah Grobogan, Jawa Tengah)
[Disertasi]. [Yogyakarta (Indonesia)]: Universitas Gadjah Mada
Aryanto, 1998. Daya Dukung Ternak Sapi sebagai Tenaga Kerja Usahatani di
Desa Kalawara Kecamatan Sigi Biromaru. Laporan Praktek Umum.
Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian Universitas Tadulako, Palu.
Badan Agribisnis. 1995. Sistem, Strategi dan Program Pengembangan Agribisnis
Departemen Pertanian. Jakarta.
Bangun, R. 2010. Pengembangan sistem integrasi sapi-kebun kelapa sawit dalam
peningkatan pendapatan petani di Provinsi Riau. Jurnal Teroka 10(2): 161-
174.
BPS Jatim. 2014. (http://jatim.bps.go.id/) diakses 10 September 2019.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. UI Press. Jakarta.
Direktorat Pangan dan Pertanian. 2011. Strategi dan kebijakan dalam percepatan
pencapaian swasembadadaging sapi 2014 (suatu penelaahan konkrit). Info
Kaji Bappenas. 8:70-77.
Ditjen PKH. 2012. Dukungan pemerintah dalam pengembangan integrasi sawit-
sapi. Makalah disampaikan pada Rountable Discussion (RTD) 8 Juni
2012. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Diwyanto, K. 2011. Selamatkan Sapi Betina Produktif. Sinar Tani Edisi 30
Maret–5 April 2011 No. 3399 Tahun XLI. Badan Litbang Pertanian.
Jakarta.
Diwyanto, K., D.M. Sitompul, I. Manti, IW. Mathius, dan Soentoro. 2004.
Pengkajian Pengembangan Usaha Sistem Integrasi Kelapa Sawit- Sapi.
Dalam Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit- Sapi.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Edy, H. 1994. Strategi pengembangan feedlot di Indonesia studi kasus pada
APFINDO. Tesis. Sekolah Bisnis. Institut Pertanian Bogor.
Ekowati T, Darwanto DH, Nurtini S, Suryantini A. 2011. The analysis of beef
cattle subsystem agribusiness implementation in Central Java Province,
Indonesia. JITAA. 36:281-289.
FAO. 2001. Mixed crop-livestock farming: A review of traditional technologies
based on literature and field experience. Animal Production and Health
Papers 152. Rome.
Ginting, S.P. dan J. Elizabeth. 2003. Teknologi pakan berbahan dasar hasil
sampingan perkebunan kelapa sawit. hlm. 129-136. Prosiding Lokakarya
Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit- Sapi, Bengkulu, 9-10 September
2003. Kerja Sama Departemen Pertanian, Pemerintah Provinsi Bengkulu,
dan PT Agricinal.
36
Herdi, C. 2017. 700 ekor sapi potong milik CBI group siap jual.
https://www.borneonews.co.id/berita/63728-700-ekor-sapi-potong-milik-
cbi-group-siap-jual
Khairunnas, 2018. Integrasi sawit- sapi saling menguntungkan
https://www.holding-perkebunan.com/integrasi-sawit-sapi-saling-
menguntungkan
Manti, I., Azmi, E. Priyotomo, dan D. Sitompul. 2004. Kajian sosial ekonomi
sistem integrasi sapi dengan kelapa sawit (SISKA). hlm. 245−260.
Prosiding Lokakarya Nasional Kelapa Sawit-Sapi. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan, Bogor.
Mathius, I W. 2008. Pengembangan sapi potong berbasis industri kelapa sawit.
Pengembangan Inovasi Pertanian 1(2): 206−224.
Mathius, I W. 2003. Perkebunan kelapa sawit dapat menjadi basis pengembangan
sapi potong. Warta Penelitian dan Pengembangan pertanian 25(5): 1−4.
Osak, REMF, Hartono B, Fanani Z dan Utami HD. 2016. Profil sistem integrasi
usaha sapi perah dengan tanaman hortikultura di Nongkojajar Kecamatan
Tutur Kabupaten Pasuruan. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 25 (2): 49 – 61
Saleh. 2012. Sistem integrasi sapi dengan kelapa sawit (siska). Materi disajikan
pada Rountable Discussion (RTD) 8 Juni 2012, Puslitbangnak, Bogor.
Saptana Dan Ilham N. 2015. Pengembangan Sistem Integrasi Tanaman Tebu-Sapi
Potong Di Jawa Timur. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 13 Nomor
2, Desember 2015: 147-165
Sukanata IW, Suparta N, Parimartha KW, Budiartha IW, Suciani. 2013. Strategi
peningkatan efisiensi pemasaran sapi potong pada kelompok peternak sapi
Mekar Jaya di Desa Puhu-Payangan. Udayana Mengabdi. 12:5-
9.Tangendjaja. 2009. Teknologi pakan dalam menunjang industri
peternakan di Indonesia. Pengembangan Inovasi Pertanian 2(3): 192−207.
Purba, A. dan S.P. Ginting. 1995. Nilai nutrisi dan manfaat pelepah kelapa sawit
sebagai pakan ternak. J. Penelitian Kelapa Sawit 5(3): 161-177.
Umar, S. 2009. Potensi perkebunan kelapa sawit sebagai pusat pengembangan
sapi potong dalam merevitalisasi dan mengakselerasi pembangunan
peternakan berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
dalam Bidang Ilmu Reproduksi Ternak pada Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Utomo, B.N. dan E. Widjaja. 2004. Limbah padat pengolahan minyak sawit
sebagai sumber nutrisi ternak ruminansia. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pertanian 23(1): 22−28.
Widjaja, E. 2005. Kandungan kolesterol, vitamin A dan profil asam-asam lemak
karkas broiler yang diberi solid sawit dalam ransumnya. Thesis. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
37
Whiteman, P.C. 1980. Tropical Pasture Science. Oxford University Press, Oxford.
Widiati R, Kusumastuti TA. 2013. Manajemen agribisnis: Aplikasi pada industri
peternakan. Edisi ke-1. Yogyakarta (Indonesia): CGS Press-PT Citra
Gama Sakti.
Widiati R, Suranindyah YY, Haryadi T. 2014. Development of micro finance
institutions model in the rural farmer groups to support sustainable
agribusiness of dairy goats: A pilot study. In: Wiryawan KG, Liang JB,
Takahashi J, Orskov ER, Devendra C, Toharmat T, Sutama K,
Kustantinah, Purnomoadi A, Manalu W, et al., editors. The role of dairy
goat industry on food security, sustainable agricultural production and
economic communities. Proceeding The 2nd Asian- Australasian Dairy
Goat Conference. Bogor, 25-27 April. 2014. Bogor (Indonesia): Bogor
Agricultural University. p. 352-354.
Widiati, R. 2014. Membangun industri peternakan sapi potong rakyat dalam
mendukung kecukupan daging sapi. WARTAZOA vol 24 no 4 : (191 –
200).
Widodo, U., Nugroho AM, dan Purwono EH. 2015. Bangunan Industri
Peternakan Sapi Perah Berkonsep Agrowisata di Poncokusumo – Malang
Wijono, D.B., L. Affandhy, dan A. Rasyid. 2003. Integrasi ternak dengan
perkebunan kelapa sawit. hlm. 146-155. Prosiding Lokakarya Nasional
Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi, Bengkulu, 9-10 September 2003.
Kerja Sama Departemen Pertanian, Pemerintah Provinsi Bengkulu, dan PT
Agricinal.
www.foodsci.uoguelph.ca/dairyedu. 14 September 2019.
Yuwanta. 2009. Integrasi pola peternakan sapi pada kandang kelompok dengan
perkebunan kelapa sawit untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Sosialisasi Integrasi Sawit-Sapi. Bappeda Kabupaten Kotawaringin Timur,
Sampit.

More Related Content

What's hot

Morfologi ayam boiler
Morfologi ayam boilerMorfologi ayam boiler
Morfologi ayam boilerputri kembar
 
Strategi Pengembangan Peternakan Itik Bab II
Strategi Pengembangan Peternakan Itik Bab IIStrategi Pengembangan Peternakan Itik Bab II
Strategi Pengembangan Peternakan Itik Bab IIRandy Chamzah
 
Wirausaha produk budidaya unggas pedaging
Wirausaha produk budidaya unggas pedagingWirausaha produk budidaya unggas pedaging
Wirausaha produk budidaya unggas pedagingiman prasetyo
 
Usaha perunggasan yang terintegrasi hulu hilir
Usaha perunggasan yang terintegrasi hulu hilirUsaha perunggasan yang terintegrasi hulu hilir
Usaha perunggasan yang terintegrasi hulu hilirRyan Aprianto
 
AT Modul 3 kb 1
AT Modul 3 kb 1AT Modul 3 kb 1
AT Modul 3 kb 1PPGhybrid3
 
Kewirausahaan Peternakan ayam pedaging
Kewirausahaan Peternakan ayam pedagingKewirausahaan Peternakan ayam pedaging
Kewirausahaan Peternakan ayam pedagingSelvhiee Rd
 
AT Modul 4 kb 4
AT Modul 4 kb 4AT Modul 4 kb 4
AT Modul 4 kb 4PPGhybrid3
 
MANAJEMEN PENGGEMUKAN KAMBING BOER DI PERUSAHAAN PETERNAKAN CV.BOERJA
MANAJEMEN PENGGEMUKAN KAMBING BOER DI PERUSAHAAN PETERNAKAN CV.BOERJAMANAJEMEN PENGGEMUKAN KAMBING BOER DI PERUSAHAAN PETERNAKAN CV.BOERJA
MANAJEMEN PENGGEMUKAN KAMBING BOER DI PERUSAHAAN PETERNAKAN CV.BOERJABBPP_Batu
 
contoh pendahuluan ayam broiler
contoh pendahuluan ayam broilercontoh pendahuluan ayam broiler
contoh pendahuluan ayam broilerbiehanzie
 
Mengevaluasi usaha budidaya ayam pedaging
Mengevaluasi usaha budidaya ayam pedagingMengevaluasi usaha budidaya ayam pedaging
Mengevaluasi usaha budidaya ayam pedagingDiva Syachrani
 
Perusahaan berskala
Perusahaan berskala Perusahaan berskala
Perusahaan berskala 00 7
 
Contoh Proposal Usaha Budidaya Ayam Petelur | KEWIRAUSAHAAN
Contoh Proposal Usaha Budidaya Ayam Petelur | KEWIRAUSAHAANContoh Proposal Usaha Budidaya Ayam Petelur | KEWIRAUSAHAAN
Contoh Proposal Usaha Budidaya Ayam Petelur | KEWIRAUSAHAANKevin Meilina
 
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)Emma Femi
 
Bab 9 pengolahan makanan awetan dari bahan alami
Bab 9 pengolahan makanan awetan dari bahan alamiBab 9 pengolahan makanan awetan dari bahan alami
Bab 9 pengolahan makanan awetan dari bahan alamijopiwildani
 

What's hot (19)

Morfologi ayam boiler
Morfologi ayam boilerMorfologi ayam boiler
Morfologi ayam boiler
 
Strategi Pengembangan Peternakan Itik Bab II
Strategi Pengembangan Peternakan Itik Bab IIStrategi Pengembangan Peternakan Itik Bab II
Strategi Pengembangan Peternakan Itik Bab II
 
Wirausaha produk budidaya unggas pedaging
Wirausaha produk budidaya unggas pedagingWirausaha produk budidaya unggas pedaging
Wirausaha produk budidaya unggas pedaging
 
Usaha perunggasan yang terintegrasi hulu hilir
Usaha perunggasan yang terintegrasi hulu hilirUsaha perunggasan yang terintegrasi hulu hilir
Usaha perunggasan yang terintegrasi hulu hilir
 
AT Modul 3 kb 1
AT Modul 3 kb 1AT Modul 3 kb 1
AT Modul 3 kb 1
 
Kewirausahaan Peternakan ayam pedaging
Kewirausahaan Peternakan ayam pedagingKewirausahaan Peternakan ayam pedaging
Kewirausahaan Peternakan ayam pedaging
 
Wirausaha ternak ayam
Wirausaha ternak ayamWirausaha ternak ayam
Wirausaha ternak ayam
 
Laporan file stadi
Laporan file stadiLaporan file stadi
Laporan file stadi
 
AT Modul 4 kb 4
AT Modul 4 kb 4AT Modul 4 kb 4
AT Modul 4 kb 4
 
MANAJEMEN PENGGEMUKAN KAMBING BOER DI PERUSAHAAN PETERNAKAN CV.BOERJA
MANAJEMEN PENGGEMUKAN KAMBING BOER DI PERUSAHAAN PETERNAKAN CV.BOERJAMANAJEMEN PENGGEMUKAN KAMBING BOER DI PERUSAHAAN PETERNAKAN CV.BOERJA
MANAJEMEN PENGGEMUKAN KAMBING BOER DI PERUSAHAAN PETERNAKAN CV.BOERJA
 
contoh pendahuluan ayam broiler
contoh pendahuluan ayam broilercontoh pendahuluan ayam broiler
contoh pendahuluan ayam broiler
 
Rdhp upbs
Rdhp upbsRdhp upbs
Rdhp upbs
 
Mengevaluasi usaha budidaya ayam pedaging
Mengevaluasi usaha budidaya ayam pedagingMengevaluasi usaha budidaya ayam pedaging
Mengevaluasi usaha budidaya ayam pedaging
 
Perusahaan berskala
Perusahaan berskala Perusahaan berskala
Perusahaan berskala
 
Contoh Proposal Usaha Budidaya Ayam Petelur | KEWIRAUSAHAAN
Contoh Proposal Usaha Budidaya Ayam Petelur | KEWIRAUSAHAANContoh Proposal Usaha Budidaya Ayam Petelur | KEWIRAUSAHAAN
Contoh Proposal Usaha Budidaya Ayam Petelur | KEWIRAUSAHAAN
 
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)
 
Budidaya Ayam Petelur
Budidaya Ayam PetelurBudidaya Ayam Petelur
Budidaya Ayam Petelur
 
Bab 9 pengolahan makanan awetan dari bahan alami
Bab 9 pengolahan makanan awetan dari bahan alamiBab 9 pengolahan makanan awetan dari bahan alami
Bab 9 pengolahan makanan awetan dari bahan alami
 
Ternak potong
Ternak potongTernak potong
Ternak potong
 

Similar to RuminansiaIntegrasi

Integrasi tan pangan
Integrasi tan panganIntegrasi tan pangan
Integrasi tan panganBBPP_Batu
 
AT Modul 1 kb 1
AT Modul 1 kb 1AT Modul 1 kb 1
AT Modul 1 kb 1PPGhybrid3
 
PROPOSAL PEMBIBITAN sapi madura New.pdf
PROPOSAL PEMBIBITAN sapi madura  New.pdfPROPOSAL PEMBIBITAN sapi madura  New.pdf
PROPOSAL PEMBIBITAN sapi madura New.pdfAfnanFajar
 
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdfMANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdfYuziNosfris
 
kuliah manajemen usaha peternakan.ppt
kuliah manajemen usaha peternakan.pptkuliah manajemen usaha peternakan.ppt
kuliah manajemen usaha peternakan.pptbudiresno
 
7, Wira Usaha, Tri Sutopo, Hapzi Ali, Kuliah Umum Studi Kasus, Universitas Me...
7, Wira Usaha, Tri Sutopo, Hapzi Ali, Kuliah Umum Studi Kasus, Universitas Me...7, Wira Usaha, Tri Sutopo, Hapzi Ali, Kuliah Umum Studi Kasus, Universitas Me...
7, Wira Usaha, Tri Sutopo, Hapzi Ali, Kuliah Umum Studi Kasus, Universitas Me...Tri Sutopo
 
PPT ANS FIX.pptx
PPT ANS FIX.pptxPPT ANS FIX.pptx
PPT ANS FIX.pptxfarissandi1
 
AT Modul 1 kb 3
AT Modul 1 kb 3AT Modul 1 kb 3
AT Modul 1 kb 3PPGhybrid3
 
Bab iv makanan dan cara pemberian
Bab iv makanan dan cara pemberianBab iv makanan dan cara pemberian
Bab iv makanan dan cara pemberianRMontong
 
2302-Article Text-3745-2-10-20230730.pdf
2302-Article Text-3745-2-10-20230730.pdf2302-Article Text-3745-2-10-20230730.pdf
2302-Article Text-3745-2-10-20230730.pdfafriyanto13
 
AT Modul 2 kb 4
AT Modul 2   kb 4AT Modul 2   kb 4
AT Modul 2 kb 4PPGhybrid3
 
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. munaAnalisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. munaOperator Warnet Vast Raha
 
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. munaAnalisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. munaSeptian Muna Barakati
 
AT Modul 4 kb 2
AT Modul 4 kb 2AT Modul 4 kb 2
AT Modul 4 kb 2PPGhybrid3
 
AT Modul 2 kb 4
AT Modul 2 kb 4AT Modul 2 kb 4
AT Modul 2 kb 4PPGhybrid3
 

Similar to RuminansiaIntegrasi (20)

Integrasi tan pangan
Integrasi tan panganIntegrasi tan pangan
Integrasi tan pangan
 
Bakal sapo
Bakal sapoBakal sapo
Bakal sapo
 
Proposal ternak sapi kabupaten muna
Proposal ternak sapi kabupaten munaProposal ternak sapi kabupaten muna
Proposal ternak sapi kabupaten muna
 
AT Modul 1 kb 1
AT Modul 1 kb 1AT Modul 1 kb 1
AT Modul 1 kb 1
 
Proposal ternak sapi kabupaten muna
Proposal ternak sapi kabupaten munaProposal ternak sapi kabupaten muna
Proposal ternak sapi kabupaten muna
 
Ayam akn (1)
Ayam akn (1)Ayam akn (1)
Ayam akn (1)
 
PROPOSAL PEMBIBITAN sapi madura New.pdf
PROPOSAL PEMBIBITAN sapi madura  New.pdfPROPOSAL PEMBIBITAN sapi madura  New.pdf
PROPOSAL PEMBIBITAN sapi madura New.pdf
 
834 852-1-pb
834 852-1-pb834 852-1-pb
834 852-1-pb
 
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdfMANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
 
kuliah manajemen usaha peternakan.ppt
kuliah manajemen usaha peternakan.pptkuliah manajemen usaha peternakan.ppt
kuliah manajemen usaha peternakan.ppt
 
7, Wira Usaha, Tri Sutopo, Hapzi Ali, Kuliah Umum Studi Kasus, Universitas Me...
7, Wira Usaha, Tri Sutopo, Hapzi Ali, Kuliah Umum Studi Kasus, Universitas Me...7, Wira Usaha, Tri Sutopo, Hapzi Ali, Kuliah Umum Studi Kasus, Universitas Me...
7, Wira Usaha, Tri Sutopo, Hapzi Ali, Kuliah Umum Studi Kasus, Universitas Me...
 
PPT ANS FIX.pptx
PPT ANS FIX.pptxPPT ANS FIX.pptx
PPT ANS FIX.pptx
 
AT Modul 1 kb 3
AT Modul 1 kb 3AT Modul 1 kb 3
AT Modul 1 kb 3
 
Bab iv makanan dan cara pemberian
Bab iv makanan dan cara pemberianBab iv makanan dan cara pemberian
Bab iv makanan dan cara pemberian
 
2302-Article Text-3745-2-10-20230730.pdf
2302-Article Text-3745-2-10-20230730.pdf2302-Article Text-3745-2-10-20230730.pdf
2302-Article Text-3745-2-10-20230730.pdf
 
AT Modul 2 kb 4
AT Modul 2   kb 4AT Modul 2   kb 4
AT Modul 2 kb 4
 
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. munaAnalisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
 
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. munaAnalisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
 
AT Modul 4 kb 2
AT Modul 4 kb 2AT Modul 4 kb 2
AT Modul 4 kb 2
 
AT Modul 2 kb 4
AT Modul 2 kb 4AT Modul 2 kb 4
AT Modul 2 kb 4
 

More from PPGhybrid3

Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 4
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 4Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 4
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 4PPGhybrid3
 
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 5
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 5Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 5
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 5PPGhybrid3
 
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 2
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 2Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 2
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 2PPGhybrid3
 
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 1
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 1Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 1
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 1PPGhybrid3
 
MODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERROR
MODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERRORMODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERROR
MODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERRORPPGhybrid3
 
AT Modul 5 kb 3
AT Modul 5 kb 3AT Modul 5 kb 3
AT Modul 5 kb 3PPGhybrid3
 
AT Modul 5 kb 2
AT Modul 5 kb 2AT Modul 5 kb 2
AT Modul 5 kb 2PPGhybrid3
 
AT Modul 5 kb 1
AT Modul 5 kb 1AT Modul 5 kb 1
AT Modul 5 kb 1PPGhybrid3
 
AT Modul 4 kb 3
AT Modul 4 kb 3AT Modul 4 kb 3
AT Modul 4 kb 3PPGhybrid3
 
AT Modul 4 kb 1
AT Modul 4 kb 1AT Modul 4 kb 1
AT Modul 4 kb 1PPGhybrid3
 
AT Modul 3 kb 4
AT Modul 3 kb 4AT Modul 3 kb 4
AT Modul 3 kb 4PPGhybrid3
 
AT Modul 3 kb 3
AT Modul 3 kb 3AT Modul 3 kb 3
AT Modul 3 kb 3PPGhybrid3
 
AT Modul 3 kb 2
AT Modul 3 kb 2AT Modul 3 kb 2
AT Modul 3 kb 2PPGhybrid3
 
AT Modul 2 kb 3
AT Modul 2 kb 3AT Modul 2 kb 3
AT Modul 2 kb 3PPGhybrid3
 
AT Modul 2 kb 2
AT Modul 2 kb 2AT Modul 2 kb 2
AT Modul 2 kb 2PPGhybrid3
 
AT Modul 2 kb 1
AT Modul 2 kb 1AT Modul 2 kb 1
AT Modul 2 kb 1PPGhybrid3
 
AT Modul 1 kb 4
AT Modul 1 kb 4AT Modul 1 kb 4
AT Modul 1 kb 4PPGhybrid3
 
AT Modul 1 kb 2
AT Modul 1 kb 2AT Modul 1 kb 2
AT Modul 1 kb 2PPGhybrid3
 

More from PPGhybrid3 (18)

Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 4
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 4Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 4
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 4
 
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 5
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 5Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 5
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 5
 
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 2
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 2Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 2
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 2
 
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 1
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 1Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 1
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 1
 
MODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERROR
MODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERRORMODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERROR
MODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERROR
 
AT Modul 5 kb 3
AT Modul 5 kb 3AT Modul 5 kb 3
AT Modul 5 kb 3
 
AT Modul 5 kb 2
AT Modul 5 kb 2AT Modul 5 kb 2
AT Modul 5 kb 2
 
AT Modul 5 kb 1
AT Modul 5 kb 1AT Modul 5 kb 1
AT Modul 5 kb 1
 
AT Modul 4 kb 3
AT Modul 4 kb 3AT Modul 4 kb 3
AT Modul 4 kb 3
 
AT Modul 4 kb 1
AT Modul 4 kb 1AT Modul 4 kb 1
AT Modul 4 kb 1
 
AT Modul 3 kb 4
AT Modul 3 kb 4AT Modul 3 kb 4
AT Modul 3 kb 4
 
AT Modul 3 kb 3
AT Modul 3 kb 3AT Modul 3 kb 3
AT Modul 3 kb 3
 
AT Modul 3 kb 2
AT Modul 3 kb 2AT Modul 3 kb 2
AT Modul 3 kb 2
 
AT Modul 2 kb 3
AT Modul 2 kb 3AT Modul 2 kb 3
AT Modul 2 kb 3
 
AT Modul 2 kb 2
AT Modul 2 kb 2AT Modul 2 kb 2
AT Modul 2 kb 2
 
AT Modul 2 kb 1
AT Modul 2 kb 1AT Modul 2 kb 1
AT Modul 2 kb 1
 
AT Modul 1 kb 4
AT Modul 1 kb 4AT Modul 1 kb 4
AT Modul 1 kb 4
 
AT Modul 1 kb 2
AT Modul 1 kb 2AT Modul 1 kb 2
AT Modul 1 kb 2
 

Recently uploaded

Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau tripletMelianaJayasaputra
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptGirl38
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada AnakPpt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anakbekamalayniasinta
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiIntanHanifah4
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdfMMeizaFachri
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxRioNahak1
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 

Recently uploaded (20)

Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada AnakPpt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 

RuminansiaIntegrasi

  • 1. 1 KEGIATAN BELAJAR 1 Industri Ternak Ruminansia Pedaging dan Perah Terintegrasi
  • 2. 2 A. PENDAHULUAN 1. Deskripsi Singkat Kegiatan Belajar (KB) 1 dalam modul industri peternakan akan membahas mengenai Industri Ternak Ruminansia dan Pedaging Terintegrasi. Ruang lingkup dari KB 1 ini yaitu konsep, prosedur, dan prinsip-prinsip industri peternakan ruminansia baik pedaging maupun perah dan integrasinya dengan bidang lain seperti pertanian dan perkebunan. 2. Relevansi Dengan mengetahui konsep, prosedur, dan prinsip-prinsip industri peternakan ruminansia baik pedaging maupun perah maka peserta didik dapat mengintegrasikannya dengan bidang lain seperti pertanian dan perkebunan sehingga dapat menghasilkan peternakan yang berkelanjutan dan aman bagi lingkungan. 3. Panduan Belajar Modul ini dilengkapi dengan tugas terstruktur dan link-link yang dapat dikunjugi dan gambar serta infografis yang menambah pengetahuan mahasiswa. B. INTI 1. Capaian Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, diharapkan peserta didik mampu menguasai materi ajar bidang agribisnis ternak ruminansia, agribisnis ternak unggas, dan industri peternakan secara mendalam termasuk advance materials secara bermakna yang dapat menjelaskan aspek “apa” (konten), “mengapa” (filosofi), dan “bagaimana” (penerapan) dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, peserta didik juga diharapkan mampu menganalisis prinsip industri peternakan dan aplikasinya dalam pembelajaran bidang studi agribisnis ternak.
  • 3. 3 2. Sub Capaian Pembelajaran 1. Mampu menganalisis industri ternak ruminansia pedaging dan apikasinya 2. Mampu menganalisis industri ternak pedaging terintegrasi dan apikasinya 3. Mampu menganalisis industri ternak ruminansia perah dan apikasinya 4. Mampu menganalisis industri ternak pedaging terintegrasi dan apikasinya 3. Uraian Materi Industri ternak sapi perah dan sapi pedaging berpotensi untuk dapat dikembangkan di Indonesia. Dukungan dan dorongan pemerintah akan mampu meningkatkan pengembangan industri ini menjadi suatu industri yang tangguh, memiliki daya saing yang tinggi dan mampu tumbuh secara mandiri di era persaingan global saat ini. Industri ternak ruminansia baik perah maupun pedaging merupakan kegiatan agribisnis dengan cakupan yang cukup luas dari kegiatan produksi di hulu hingga kegiatan bisnis di hilir. Industri peternakan sapi pedaging dan perah menghasilkan komoditas utama daging dan susu yang merupakan komoditas unggulan pangan asal hewani dalam program pembangunan nasional. Pertumbuhan penduduk dan peningkatan perekonomian juga berpengaruh terhadap permintaan kedua komoditi ini. Negara tropis seperti Indonesia dengan potensi sumber daya alam yang melimpah sangat mendukung prospek pengembangan usaha peternakan sapi pedaging dan perah. Pengembangan industri ternak ruminansia ini dapat diintegrasikan dengan bidang lain yang mendukung seperti pertanian dan perkebunan dengan istilah integrated farming system atau integrasi tani-ternak. Bakalan Ternak Ruminansia Pemilihan bakalan merupakan langkah awal penentu dalam keberhasilan usaha peternakan. Menurut keputusan menteri pertanian nomor: 05/Kpts/OT.210/1/2002 sapi bakalan merupakan sapi umur 1 - 2 tahun yang memenuhi persyaratan tertentu baik jantan maupun betina untuk tujuan produksi. Pemilihan bakalan harus disesuaikan dengan tujuan dari pemeliharaan misalnya sebagai ternak perah, ternak pedaging, calon indukan maupun calon pejantan.
  • 4. 4 Seleksi yang dapat dilakukan dengan mudah, yaitu melihat kondisi fisik dan kesehatan dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti mata bersih bersinar, bulu halus, mengkilap, hidung tidak mengeluarkan lendir, mulut tercium aroma rumput, bentuk kaki yang simetris, dan konsistensi feses yang normal. Untuk ternak pejantan perlu diperhatikan kualitas semen dan kapasitas servis dimana satu ekor pejantan idealnya mampu mengawini 10 ekor betina. Sedangkan untuk ternak betina, perlu diperhatikan kenormalan jumlah puting dan bentuk ambing yang besar simetris dan tidak menunjukan gejala kemandulan. Penyediaan bibit atau bakalan membutuhkan biaya yang relatif besar dan kualitasnya akan sangat menentukan hasil produktivitasnya. Pada umumnya bakalan yang digunakan dalam industri penggemukan sapi pedaging berjenis kelamin jantan sedangkan industri ternak perah berjenis kelamin betina. Kualitas bibit yang baik dapat dilihat dari tingkat produktivitasnya seperti pertambahan bobot badan harian pada ternak potong dan produksi susu per ekor per laktasi. Faktor pendukung produktivitas, yaitu kondisi lingkungan yang sesuai dengan kemampuan genetis ternak seperti kualitas pakan yang diberikan dan lokasi lingkungan usaha yang sesuai dengan lingkungan hidup ternak. Bakalan sapi pedaging untuk penggemukan sebaiknya dipilih yang masih muda dengan umur 1 - 2,5 tahun dengan masa pertumbuhan yang lebih cepat dan menghasilkan produk daging yang lebih baik dibandingkan sapi berumur tua. Bakalan sapi perah dipilih pada umur 1,8 - 2,5 tahun dimana sapi tersebut sudah siap untuk bunting dan melahirkan sehingga dapat diambil produksi susunya. Berikut beberapa link yang bisa dijelajahi untuk melihat contoh-contoh bakalan ternak ruminansia pedaging: 1. https://www.peternakankita.com/ciri-bakalan-sapi-berkualitas/ 2. https://www.sapibagus.com/tips-memilih-sapi-bakalan-limousin/ 3. https://www.elysetiawan.com/2019/03/mengenal-ciri-ciri-sapi-simental- atau.html 4. https://sapi.co.id/jual-sapi-bakalan-bibit-unggul-yang-menguntungkan/ 5. https://www.pertanianku.com/langkah-pemilihan-bibit-sapi-perah/ 6. https://erakini.com/sapi-potong-atau-sapi-perah/
  • 5. 5 Industri Ternak Sapi Pedaging Industri merupakan kegiatan atau proses dari pengolahan bahan baku baik bahan mentah ataupun bahan setengah jadi agar menjadi barang yang bernilai ekonomis lebih tinggi dan bermanfaat bagi masyarakat. Industri ternak sapi pedaging mengkonsep usaha peternakan dimulai dari penyediaan sarana produksi, proses produksi, pengolahan hasil hingga pemasaran. Konsep agribisnis yang dibangun dalam industri ternak sapi pedaging harus memperhatikan efisiensi untuk mencapai produk daging yang memiliki daya saing di pasar global. Industri ternak sapi potong erat kaitannya dengan sistem penggemukan atau feedlot sapi pedaging. Penggemukan sapi pedaging dalam sistem feedlot dilakukan di dalam kandang dalam waktu tertentu sebelum dipasarkan. Selama masa pemeliharaan, sapi diberikan pakan dengan formulasi khusus yang mampu memenuhi kebutuhan hidup, tumbuh, dan produksi seperti meningkatnya bobot badannya sesuai target. Faktor pakan sangat mempengaruhi proses dan hasil pemeliharaan sapi pedaging dalam sistem feedlot sehingga menentukan juga keuntungan yang akan dihasilkan. Ternak dipelihara dengan intensif dan hanya makan pakan yang diberikan di dalam kandang. Kandungan nutrien penting yang perlu diperhatikan antara lain Bahan Kering (BK), Total Digestible Nutrient (TDN), Protein Kasar (PK), Serat Kasar (SK) utamanya Neutral Detergent Fiber (NDF), Lemak Kasar (LK) dan beberapa vitamin dan mineral (Ca dan P). Setiap bahan pakan yang diberikan memiliki kandungan nutrien yang berbeda-beda. Pencampuran bahan bakan yang beraneka ragam dari beberapa jenis bahan pakan akan memperbaiki komposisi pakan sesuai dengan kebutuhan. Sehingga imbangan kandungan nutrien harus sesuai dan formulasi dibuat semurah mungkin untuk meminimakan biaya pemeliharaan dan meningkatkan keuntungan. Bahan-bahan pakan yang biasa digunakan dalam sistem feedlot antara lain dedak padi, jagung, polard, bungkil kedelai, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa, Corn Gluten Mea (CGM), rumput segar, dan molases. Dalam sistem feedlot selain pakan faktor lain yang harus diperhatikan yaitu manajemen, biosekuriti, dan kesejahteraan hewan. Penerapan teknologi juga perlu
  • 6. 6 diprioritaskan untuk meningkatkan produksi dan produktivitasnya. Pengembangan ternak sapi potong mencakup 3 prinsip utamanya, yaitu menyeimbangkan suplai- demand daging, melestarikan dan pengurangan impor daging dengan perhatian pada potensi yang lain seperti ketersediaan sumber pakan, lahan dan tata ruang. Sehingga terjadi efisiensi dari peningkatan usaha dan daya saing produk yang dihasilkan. Sistem produksi pertanian dan peternakan dalam era perdagangan bebas seperti saat ini harus selalu dikelola dengan memperhatikan pada permintaan pasar (Badan Agribisnis, 1995). Komoditas yang dihasilkan harus mampu bersaing di pasar dalam segi kualitas, harga dan keberlanjutan dalam ketersediaannya. Peningkatan efisiensi usaha dapat dilakukan dengan penekanan biaya produksi utamanya faktor pakan yang mencakup 70 - 80% dari total biaya pemeliharaan. Efisiensi pada tahap produksi harus diimbangi dengan adanya efisiensi perdagangan dari pusat produksi ke pusat konsumsi. Sehingga faktor tersedianya pakan dan adanya lokasi usaha sangat menentukan hasil dari produk ternak ruminansia yang kompetitif. Dalam tataniaga industri sapi potong, bobot badan sapi yang susut selama transportasi juga diharapkan dapat berkurang dan diperkecil. Strategi efisiensi yang dapat dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1. Manfaat dari mode strategi di atas yaitu: 1. Terjadi gerakan modal dan daerah kota ke desa, antara lain berupa bantuan kredit bank, kerjasama kemitraan dan investasi lainnya. Keadaan ini mendorong terbukanya kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan. 2. Limbah hasil pertanian dan agroindustri menjadi termanfaatkan dan lebih berhasil guna. 3. Perkembangan usaha penggemukan ternak sapi di wilayah kota dapat menurunkan biaya-biaya yang dikeluarkan selama distribusi dan transportasi sehingga terjadi kompetitif hasil produk ternak. 4. Feses yang dapat diolah menjadi kompos dikumpulkan guna menciptakan lingkungan yang lebih baik seperti penghijauan pada taman-taman kota dan kualitas tanah pertanian menjadi lebih baik di daerah pedesaan.
  • 7. 7 5. Pengembangan daerah desa sebagai sentra pembibitan dimaksudkan dengan terpenuhinya prinsip-prinsip dalam pengembangan ternak potong, yaitu: (1) Supply - demand daging lebih seimbang dan terjaga, (2) Prinsip kelestarian, dan (3) Ketergantungan adanya impor daging berkurang (Soehadji, 1995). Sehingga ketergantungan impor daging dan bakalan sapi yang saat ini meningkat dapat secara bertahap dikurangi. Gambar 1. Pola strategi dari pengembangan peternakan pedaging berdasar sumber daya pakan dan lokasi usaha Sumber: Widiati (2014) Industri feedlot di Indonesia dirasa sangat bisa dikembangkan karena dalam skala ekonomi memiliki modal yang kuat, adanya daya dukung dari kebijakan pemerintah, mampu menghasilkan produk yang berkualitas dan berstandar internasional, adanya dukungan sumberdaya lahan untuk industri feedlot, kontinuitas produksi dijamin aman, dan dalam prosesing menggunakan teknologi canggih. Kelemahan industri feedlot terdapat pada terbatasnya tenaga ahli bidang feedlot, bahan pakan unggulan yang masih impor, harga produk relatif tinggi, dan sapi bakalan sangat bergantung dari Australia.
  • 8. 8 Bisnis industri feedlot memiliki peluang dalam adanya peningkatan pendapatan rata-rata perkapita di masyarakat, peningkatan pada industri olahan daging sapi, peningkatan industri perhotelan, peningkatan industri pariwisata, peningkatan pada supermarket/swalayan/meat shop dan peningkatan penanaman modal asing. Ancaman yang biasa muncul pada industri feedlot antara lain kualitas produk masih disetarakan dengan produk daging dari petani tradisional, implikasi dari pada General Agreement on Tariffs and Trade/GATT (persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan), terkonsentrasi pada kelembagaan rumah potong hewan, adanya daging sintesis atau daging campuran, lemahnya industri hilir, tingginya suku bunga bank, masih terbatasnya market share produk industri feedlot dan keberadaan operasional assosiasi produsen dan importir daging indonesia dengan mengetrapkan pols price blending (Edy, 1994). Industri feedlot merupakan subsektor industri peternakan yang lebih terkonsentrasi pada usaha penggemukan dan pemotongan sapi potong. Pangsa pasar industri feedlot di Indonesia sebesar 20% dari total suplai daging nasional. Pengembangan industri feedlot di Indonesia terbagi menjadi 4 pola usaha yaitu: a. Model perusahaan inti rakyat penggemukan feedlot b. Model perusahaan inti rakyat pakan feedlot c. Model perusahaan inti rakyat bakalan feedlot d. Model perusahaan inti rakyat saham Formulasi strategi yang dapat dilakukan dalam pengembangan bisnis feedlot, yaitu penerobosan pasar (market penetration), menjaga kontinuitas pelanggan lama, memasuki pasar tradisional dengan pola kemitraan, mensubstitusi daging sapi impor, pengembangan produk, perekrutan tenaga ahli di bidang feedlot, strategi generik dengan pilihan biaya rendah (low cost), dan pembenahan kelembagaan rumah potong hewan. Implementasi kegiatannya dapat dilakukan dengan melakukan promosi secara gencar-gencaran, perbaikan kuantitas dan kualitas produk, menggadakan pola kemitraan dengan peternak tradisional, integrasi dengan Asosiasi Produsen dan Importir sapi Indonesia (ASPIDI), pendirian usaha prosesing daging sapi, pelatihan sumber daya manusia bidang feedlot, konsolidasi intern Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot
  • 9. 9 Indonesia (APFINDO), efisiensi biaya dan desentralisasi rumah potong hewan. Contoh sistem integrasi tani ternak yang terdapat di daerah Jawa Timur tersaji pada Gambar 2. Gambar 2. Sistem integrasi tanaman tebu dengan sapi di Jawa Timur Sumber: Saptana dan Ilham (2015) Industri peternakan sapi pedaging tidak selalu dilakukan oleh perusahaan besar tapi juga oleh peternak rakyat. Bahkan lebih dari 90% pasokan daging lokal yang ada di Indonesia berasa dari peternakan rakyat (Widiati, 2014). Kurang
  • 10. 10 efisiennya peternakan rakyat dalam budidaya menyebabkan produksinya belum mampu memenuhi permintaan nasional. Akibatnya sapi impor masuk dengan harga yang lebih rendah dari harga daging lokal dan peternak rakyat mengalami penyesuaian harga yang merugikan. Strategi pembangunan industri peternakan sangat perlu dilakukan diantaranya dengan langkah sebagai berikut: 1. Pengadaan Fasilitas Pasar Peternakan dan Sistem Transportasi Tujuannya yaitu memudahkan akses untuk mendapatkan sarana produksi dalam budidaya ternak sapi pedaging. Terbentuknya suatu industri pertanian/peternakan yang dapat berproduksi secara lebih cepat dan dalam jumlah banyak dapat dimulai dari terbangunnya sistem agribisnis yang berkesinambungan (Widiati dan Kusumastuti, 2013). Keterbatasan sarana produksi membuat peternak harus mengeluarkan biaya yang lebih banyak dalam memperolehnya sehingga dukungan pemerintah sangat diperlukan untuk membangun fasilitas umum sarana produksi ternak. Pasar pertanian sebaiknya menyediakan sarana produksi ternak seperti hijauan pakan, obat-obatan, suplemen pakan, dan lainnya dengan harga yang kompetitif dan menguntungkan. 2. Penyediaan Teknologi Produksi dan produktivitas ternak dapat ditingkatkan dengan penggunaan teknologi. Sebagai contoh peningkatan kualitas pakan yang dapat didukung dengan adanya teknologi pengolahan pakan fermentasi untuk meningkatkan nutrien dan kecernaan limbah pertanian. Penyaringan teknologi harus dilakukan dengan diseminasi penelitian-penelitian multi disiplin sesuai dengan permasalahan yang dihadapi pada industri ternak sapi pedaging. Direktorat Pangan dan Pertanian (2011) juga telah melakukan pengkajian mengenai strategi dan kebijakan pencapaian swasembada daging sapi melalui konsep agribisnis, yaitu dengan mempertimbangkan kebijakan impor dan pasar yang mendukung, pengembangan zona produksi hijauan pakan ternak, strukturisasi tata niaga bahan baku pakan ternak dan subsidi harga bahan baku pakan. Gambar 3 menjelaskan penyaringan teknologi yang dapat dilakukan dalam peningkatan produksi dan
  • 11. 11 produktivitas ternak yang akan berimbas pula pada peningkatan pendapatan peternak rakyat. Gambar 3. Penyeringan teknologi dalam peningkatan produktivitas dan pendapatan peternak rakyat Sumber: Amir dan Knipscheer (1989) dan Widiati (2014) 3. Menciptakan Pasar Produk Ternak Pasar hewan merupakan tempat strategis dalam melakukan jual beli ternak hidup juga sebagai pusat informasi (Arinto, 2004; Sukanta et al, 2013). Kebijakan
  • 12. 12 pemerintah dalam subsistem pemasaran ternak dapat berupa pengendalian/pembatasan impor yang dilakukan secara tepat, penggunaan sarana transportasi dalam pemasaran secara efisien, dan reorganisasi fungsi pasar hewan yang dapat menguntungkan peternak sehingga meningkatkan keinginan peternak untuk meningkatkan produksinya. 4. Terbentuknya Subsistem Lembaga Pembiayaan Tingkat Perdesaan Penerapan konsep agribisnis dan peningkatan peran lembaga pendukung agribisnis memiliki pengaruh positif terhadap produksi sapi pedaging (Ekowati et al., 2011) sehingga industri peternakan sapi pedaging dapat menguntungkan bagi peternak. Ekstensifikasi kelembagaan mikro bagi para peternak rakyat perlu didukung oleh pemerintah. Peningkatan daya saing usaha sapi pedaging rakyat perlu adanya koordinasi dan sinergi kebijakan antara pemangku kepentingan dan pelaku ekonomi yang lebih baik melalui perumusan dan pelaksanaan kebijakan subsektor peternakan yang harus dipandang sebagai sebuah sistem yang meliputi subsistem dari hulu sampai hilir sehingga produksi dalam negeri lebih menguntungkan daripada impor. Di Indonesia, kelembagaan di tingkat peternak rakyat perlu dilakukan pembaruan berupa penguatan kelompok peternak yang telah banyak terbentuk di masyarakat dengan mengimplementasikan kebijakan berupa inovasi teknologi dan penerimaan subsidi. Subsidi yang bisa diberikan kepada peternakan rakyat sapi pedaging antara lain bantuan langsung berupa pendanaan kepada kelompok peternak. Contoh dari pembaharuan yaitu terbentuknya lembaga perkreditan di tingkat kelompok, pendidikan SDM, penelitian dan pengembangan (Widiati & Kusumastuti 2013). Setiap lembaga perlu menetapkan tugas pokok dan fungsi secara jelas dan mudah dipahami. Hasil dan implementasinya dievaluasi secara rutin. Adanya perbaikan dalam kelembagaan, akan memudahkan para peternak maupun pemangku kepentingan untuk melaksanakan program-program yang telah direncanakan. Efisiensi produksi dan produktivitas pada peternakan sapi potong rakyat di Indonesia masih perlu dukungan penelitian secara berkelanjutan untuk
  • 13. 13 menjawab tantangan baru yang muncul. Permasalahan permodalan pada industri peternakan rakyat sapi pedaging telah diantiipasi oleh pemerintah dengan pengeluaran UU No 1 tahun 2013 mengenai program Fasilitasi Pembiayaan melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Pasal 1 UU tersebut menyebutkan bahwa yang dimaksud LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan dan kelembagaan di kelompok menjadi lebih kuat. Contoh model kelembagaan mikro tersaji pada Gambar 4. Gambar 4. Model pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) untuk mendukung keberlanjutan industri peternakan rakyat sapi pedaging Sumber : Widiati et al. (2014) Industri Ternak Sapi Pedaging Terintegrasi Pola pengembangan industri ternak sapi potong mulai dapat dilakukan dengan mengintegrasikannya dengan bidang lain seperti bidang pertanian dan perkebunan dengan mengusung konsep zero waste. Ternak sapi memiliki
  • 14. 14 beberapa fungsi menurut Aryanto (1998) yaitu sebagai tenaga kerja, penghasil pupuk, penghasil bahan baku industri dan penghasil pangan yang bernutrien tinggi. Indonesia dengan potensi sumber daya lahan dan tanaman dapat mendukung pengembangan ternak skala menengah hingga besar. Penggunaan lahan sangat meningkat dalam penggunaannya pada bermacam-macam kegiatan pertanian. Sehingga ternak perlu dikembangkan pada wilayah tertentu yang saling menguntungkan dan terintegrasi. Beberapa lahan utamanya di luar Jawa, pemanfaatannya masih belum maksimal disebabkan umumnya hanya digunakan dalam satu jenis usaha tani. Salah satu usaha tani yang banyak terdapat di daerah luar pulau Jawa misalnya Sumatra dan Kalimantan adalah usaha perkebunan terutama komoditi kelapa sawit. Pola integrasi usaha industri sapi potong di Indonesia salah satunya dilakukan dengan industri perkebunan kelapa sawit. Sumber pakan yang berasal dari industri kelapa sawit antara lain pelepah kelapa sawit dan daun yang digunakan sebagai sumber serat. Hasil ikutan dari pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS), yaitu lumpur sawit dan bungkil inti sawit sebagai pakan sumber protein. Penggunaan inovasi teknologi telah dilaksanakan dengan memanfaatkan bahan pakan asal industri kelapa sawit dan telah diterapkan di lapangan. Sapi potong dengan pola integrasi sawit-sapi dapat diusahakan dengan menguntungkan dan memiliki peluang dikembangkan. Sama halnya dengan penggemukan sapi potong yang dekat PKS berpotensi baik sehingga dapat diterapkan di wilayah lain. Menurut Umar (2009), sapi merupakan ternak ruminansia yang dapat konsumsi pakan yang tinggi serat seperti hijauan dan konsentrat dalam jumlah besar, beberapa bahan pakan sumber serat ini dapat tersedia dari industri kelapa sawit. Mathius (2008) menjelaskan bahwa limbah dan produk ikutan industri kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dapat ditingkatkan kualitasnya dengan inovasi teknologi yang ada, sehingga Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) sapi potong dapat meningkat hingga 72%. Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa dengan pola integrasi sawit-sapi memiliki prospek yang menjanjikan yang mendukung pengembangan sapi potong di masa depan (Diwyanto 2011; Mathius 2008; Diwyanto et al. 2004; Manti et al. 2004).
  • 15. 15 Kegiatan integrasi tani-ternak juga mampu membuka peluang usaha bagi karyawan pabrik dan kebun kelapa sawit melalui kegiatan koperasi. Pengembangan integrasi ternak berbasis industri kelapa sawit akan mampu meningkatkan produktivitas serta efisiensi ternak dan tanaman kelapa sawit dengan konsep zero waste. Penerapan pola integrasi ini masih sangat terbatas sehingga perlu adanya komitmen dan dukungan dari berbagai pihak, seperti petani, perbankan, peneliti, pemerintah daerah dan pusat serta pengusaha/investor. Para pelaku usaha kebun kelapa sawit perlu diberikan sosialisasi pada level pengambilan keputusan supaya memiliki paham yang benar mengenai integrasi sawit sapi dan pengembangan modelnya. Potensi Berkembangnya Integrasi Sapi-Sawit Pengembangan model integrasi sapi potong dengan perkebunan kelapa sawit sangat sesuai disebabkan kebun sawit berpotensi sebagai sumber pakan ternak dengan diimbangi dengan luasnya area kebun sawit yang terjadi peningkatan. Luas area perkebunan kelapa sawit pada tahun 2011 mencapai 8,4 juta hektar, terbagi atas perkebunan rakyat yaitu milik petani 43,5%, perkebunan besar milik negara 8,1%, dan perkebunan besar milik swasta 48,4% (PPKS, 2012). Pabrik Kelapa Sawit (PKS) sebagai tempat pengolahan minyak mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan tempat pengolahan minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO) jumlahnya juga semakin bertambah. Berdasar data dari Kemenperin tahun 2011 terdapat sebanyak 608 unit PKS yang memiliki kapasitas produksi total sebanyak 34.280 ton Tandan Buah Segar (TBS)/jam yang tersebar di 22 provinsi. Direktorat Jenderal Produksi dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) telah merencanakan adanya percepatan dengan meningkatkan populasi sapi potong yang dintegrasikan dengan sawit berdasarkan potensi area perkebunan kelapa sawit dan jumlah PKS. Potensi sumber daya terbesar dalam industri perkebunan kelapa sawit adalah pakan. Integrasi sapi dengan kelapa sawit memunculkan tiga kegiatan terpadu sekaligus, yaitu: 1 Industri pakan ternak asal hasil ikutan perkebunan kelapa sawit
  • 16. 16 2 Usaha perkembangbiakan sapi (cow calf operation) 3 Sapi potong pola berkembang Jenis sapi yang tepat dalam dikembangkan secara terpadu dengan perkebunan kelapa sawit adalah jenis sapi lokal. Sapi lokal telah mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan terbiasa dengan keterbatasan pakan baik dari segi kualitas dan kuantitasnya, seperti sapi aceh, sapi bali, dan sapi PO. Penerapan integrasi sapi PO dengan kebun sawit telah dilakukan oleh PTPN IV (Gambar 5). Gambar 5. Integrasi sawit-sapi PTPN IV Sumber: Khairunnas (2018) Pakan Ternak Asal Industri Kelapa Sawit Komponen utama dalam suatu sistem usaha peternakan adalah pakan sebagai faktor penentu produktivitas, selain dari mutu bibit dan penyakit. Pakan yang berkualitas harus dapat memenuhi kebutuhan ternak supaya produktivitas dapat tercapai dengan optimal tanpa mengganggu kesehatan ternak. Menurut Mathius (2008) dan Tangendjaja (2009), pakan merupakan komponen biaya tertinggi (60 - 70%) dari keseluruhan biaya pemeliharaan ternak, sehingga arah pengembangan teknologi produksi adalah meningkatkan efisiensi pakan. Adanya kesulitan dalam penyediaan pakan secara berkesinambungan, baik kualitas maupun jumlahnya, menyebabkan penurunan produktivitas ternak.
  • 17. 17 Ketersediaan sumber pakan lokal yang murah perlu dipertimbangkan dalam pengembangan peternakan skala menengah maupun besar. Selain itu, ketersediaan pakan harus tidak berkompetisi dengan pangan manusia, didapatkan dengan mudah, serta tersedia secara kontinu. Industri kelapa sawit memiliki sumber daya pakan dari pabrik kelapa sawit dan hasil ikutan perkebunan. Hijauan Antar Tanaman (HAT) biasa ditanam di sela-sela tanaman sawit seperti legum Callopogonium dan rumput dapat dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak. Hasil hijauan vegetasi alam yang diproduksi di bawah tanaman kelapa sawit tergantung ketersediaan intensitas cahaya yang mencapai area perkebunan yang dipengaruhi oleh umur tanaman kelapa sawit (Whiteman, 1980). Hasil ikutan dari kebun kelapa sawit seperti pelepah sawit dan daun sawit memiliki potensi sebagai sumber serat pakan untuk ternak ruminansia (Mathius 2003; Ginting dan Elizabeth 2003; Mathius 2008), dengan kandungan nutrisinya disajikan di Tabel 1. Tabel 1 Kandungan nutrien limbah kelapa sawit Kandungan nutrisi Daun tanpa lidi Pelepah Solid sawit Bungkil inti sawit Bahan kering 46,18 26,07 81,65 91,83 Protein kasar 14,12 3,07 12,63 16,33 Lemak kasar 4,37 1,07 7,12 6,49 Serat kasar 21,52 50,94 9,98 36,65 Kalsium 0,84 0,96 0,78 0,56 Fosfor 0,17 0,08 0,58 0,84 Energi 4461 4841 3217 5178 Produksi 658 1640 - Sumber: Mathius (2003); Utomo dan widjaja (2004); Widjaja (2005) Penelitian Purba dan Ginting (1995) mengemukakan bahwa pelepah sawit dapat digunakan sebagai pengganti pakan rumput hingga 80%, akan tetapi tetap diperlukan tambahan pakan berupa rerumputan atau limbah dari pabrik kelapa sawit lain untuk menunjang produktivitasnya. Pelepah sawit sebagai pakan ternak bisa diberikan segar maupun telah mengalami proses pengolahan seperti silase. Sumber pakan lain asal limbah industri minyak sawit adalah daun kelapa sawit.
  • 18. 18 yang mengandung lidi sehingga perlu tambahan waktu untuk menghilangkannya supaya ternak mudah mengkonsumsi. Potensi lain dari hasil samping industri pengolahan kelapa sawit yang dapat digunakan sebagai pakan ternak yaitu lumpur sawit atau solid sawit dan Bungkil Inti Sawit (BIS) (Widjaja et al. 2005; Utomo dan Widjaja 2004). Pabrik biasanya akan menjual BIS sedangkan solid sawit akan dibuang di daerah perkebunan sebagai pupuk atau biasa diambil oleh masyarakat dengan gratis. Hasil ikutan industri sawit yang lain adalah serat perasan buah dan tandan buah kosong. Limbah ini juga dapat digunakan sebagai pakan ternak sumber pakan serat yang murah dan mempunyai kandungan nutrisi yang baik, namun masih dimanfaatkan secara terbatas (Hassan dan Ishida 1992). Solid sawit (solid decanter) bersifat lunak seperti ampas tahu, memiliki warna coklat tua, dan baunya manis asam (Utomo dan Widjaja 2004). Solid sawit memiliki potensi menggantikan dedak padi yang terdapat pada pakan konsentrat serta berpengaruh positif pada konsumsi ransum, efisiensi penggunaan protein dan energi serta kadar lemak susu (Ginting dan Elizabeth 2003). Bahan pakan berserat tinggi dalam penyusunan ransum dapat dijadikan sebagai pakan pokok, sedangkan bahan pakan dengan kandungan protein dan energi tinggi digunakan sebagai pakan tambahan atau suplemen. Industri pakan ternak khususnya ternak ruminansia sangat memungkinkan dibangun di sekitar industri kelapa sawit karena memiliki produk ikutan industri kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan sapi pedaging (Mathius 2008). Industri kelapa sawit dengan industri ternak sapi pedaging sangat dimungkinkan untuk berintegrasi dan dikelola bersama sehingga meningkatkan pendapatan dari diversifikasi usaha. Industri pakan ternak asal limbah sawit juga akan dapat mendorong pengembangan industri ternak melalui integrasi sawit dengan sapi, dan pemenuhan kebutuhan pakan pada peternakan yag terdapat di daerah lokasi perkebunan kelapa sawit. Pakan lengkap dari hasil ikutan industri perkebunan kelapa sawit cukup tersedia dan dapat membantu terwujudnya usaha peternakan yang efisien dan sustainable.
  • 19. 19 Perkembangbiakan Sapi Potong Berbasis Industri Kelapa Sawit Manajemen dari pemeliharaan yang biasanya dilakukan di wilayah perkebunan sawit biasanya tergantung oleh keinginan pemilik kebun sawit, dapat dilakukan baik secara ex-situ maupun in-situ (Djajanegara 2005), dengan siklus biologis yang tidak terputus. Sapi bali lebih disukai dipelihara di wilayah sekitar industri kelapa sawit karena penyediaan pakan mudah dan dapat berkembang dengan baik. Contoh pola usaha integrasi dari perkembangbiakan sapi bali telah dilakukan di kebun kelapa sawit PT Sulung Ranch, Kalimantan Tengah. Pemeliharaan ternak dilakukan secara semi intensif pada lokasi tersendiri pada area kebun sawit atau tidak dilepas di kebun sawit. Usaha perkembangbiakan sapi PT Sulung Ranch diberi pakan berupa rumput dengan sistem grassing dan cut and carry dan legum. Pakan tambahan yang diberikan adalah solid sawit yang ditambahkan mineral sebanyak 1,5% dari bobot badan (Utomo dan Widjaja 2007). Perusahaan lain yang menerapkan integrasi sapi-sawit adalah PT Agricinal. Prinsip penggemukan sapi pedaging di area perkebunan kelapa sawit, yaitu mendekati sumber pakan, utamanya konsentrat, sehingga dapat menurunkan biaya pakan. Adanya kegiatan penggemukan menurut Wijono et al. (2003) memiliki tujuan laju pertumbuhan ternak yang meningkat sehingga ternak perlu diberi perlakuan khusus, utamanya pakan tambahan atau konsentrat dan dipelihara secara intensif. Pola integrasi tani-ternak sangat cocok dikembangkan di daerah Perkebunan Besar Swasta (PBS), Pola Perkebunan Rakyat (PIR), murni, dan PTPN sesuai dengan kondisi dan situasi. Dampak Prakiraan Integrasi sawit-sapi dalam sistem pemeliharaan secara finansial dapat menguntungkan dan dapat meningkatkan pendapatan petani. Menurut Pagassa (2008) peningkatan pendapatan petani yaitu 10,56 - 16,49% melalui integrasi usaha ternak dengan perkebunan kelapa sawit. Yuwanta (2009) dan Bangun (2010) juga melaporkan peningkatan pendapatan dengan pola integrasi sawit-sapi dibandingkan dengan tanpa integrasi. Daerah Kampar, Riau, peternak juga bisa menurunkan biaya pupuk kimia 35% (Saleh, 2012). Pola integrasi sawit-sapi juga
  • 20. 20 menurunkan biaya pengendalian gulma sebesar 20 - 50% dari biaya produksi. Integrasi sawit-sapi juga memiliki potensi peningkatan populasi sapi potong. Luas area pengembangan perkebunan kelapa sawit yang semakin besar, akan meningkatkan pula potensi bertambahnya populasi ternak. Pola integrasi sawit- sapi dapat membuat populasi sapi meningkat dengan tingkat kelahiran 14 - 87%, peningkatan skala usaha ternak menjadi 3 - 5 ekor, ketersediaan pupuk organik baik padat maupun cair bertambah, biaya pembelian pupuk kimia berkurang dan gulma lebih sedikit, serta pertumbuhan tanaman kelapa sawit lebih baik sehingga produksinya meningkat 25 - 30% (Ditjen PKH 2012). Gambar 6. Sapi bali yang dipelihara CBI Group dalam programnya integritas sapi sawit di perkebunan kelapa sawit PT Sawit Sumbermas Sarana (SSMS) Tbk Sumber: Herdi (2017) Industri Ternak Sapi Perah Industri sapi perah memiliki prospek untuk dapat dikembangkan di Indonesia. Permintaan susu berkembang seiring pertumbuhan penduduk dan perekonomian masyarakat saat ini. Indonesia memiliki padang-padang penggembalaan dan produksi hijauan baik dari hijauan pakan ternak maupun limbah pertanian yang melimpah. Industri sapi perah memiliki kelengkapan keorganisasian dimulai dari adanya peternak, adanya pabrik pakan dan pabrik
  • 21. 21 pengolahan susu yang relatif sudah maju dan memiliki kapasitas produksi yang tinggi. Kelembagaan susu sapi perah tergabung dalam suatu koperasi yang disebut GKSI atau gabungan koperasi susu Indonesia. Industri Ternak Sapi Perah Terintegrasi Integrasi tanaman dengan ternak menunjukkan adanya sinergisme dan keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dan ternak dengan nilai hasil pendapatan yang lebih optimal. Industri ternak sapi perah dapat diintegrasikan dengan tanaman baik tanaman hortikutura maupun tanaman hijauan pakan ternak. Pola integrasinya mengusung konsep zero waste, yaitu dengan memanfaatkan limbah ternak berpa kotoran ternak atau manure menjadi pupuk organik bagi tanaman. Selain menjadi pupuk, kotoran ternak juga dapat dibuat biogas sebagai substitusi bahan bakar dan mereduksi efek gas rumah kaca. Proses integrasi tani-ternak selalu bermuara pada peningkatan pendapatan petani dan peternak. Pola integrasi menurut FAO (2001) terdiri dari beberapa komponen antara lain tanaman dan ternak yang hidup berdampingan secara independen antara satu dengan lainnya. Beberapa daerah yang sudah menerapkan sistem integrasi ternak sapi perah rakyat dengan pertanian seperti tanaman sayur dan hijauan pakan ternak adalah di Nongkojajar kecamatan Tutur kabupaten Pasuruan (Osak et al., 2016). Pola integrasi sapi perah dengan tanaman sayuran atau hortikultura dengan sebagian komponen memiliki keterkaitan antara yang satu dengan lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Program pengolahan limbah menjadi biogas dengan fasilitas digester biogas menjadi komponen percepatan integrasi antar komponen dalam pola integrasi sapi perah dengan hortikultura.
  • 22. 22 Gambar 7. Interaksi antar komponen Sistem Integrasi Sapi Perah dengan Tanaman Hortikultura (SISPTA) Sumber: Osak et al. (2016) Pola integrasi sapi perah dengan tanaman hortikultura yang biasa dilakukan oleh peternak terdiri atas empat komponen utama antara lain komponen usaha ternak sapi perah, komponen usaha tani tanaman hortikultura, komponen tanaman Hijauan Makanan Ternak (HMT), dan komponen digester biogas dan bioslurry. Proses integrasi sudah jelas akan meningkatkan pendapatan peternak dan mempertahankan kualitas sumber daya pertanian dan peternakan serta sebagai bagian dari pengembangan pertanian peternakan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Indikator interaksi kualitatif yang terjadi baik langsung maupun tidak langsung yaitu: a. Produk sampingan dan limbah tanaman digunakan sebagai pakan ternak. b. Tanaman sela, penutup tanah atau pinggiran lahan yaitu HMT yang digunakan untuk pakan ternak sapi perah. c. Pupuk organik dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara tanaman hortikultura. d. Produk hasil ternak dapat dijual sebagai tambahan pendapatan yang biasanya digunakan untuk membeli pupuk dan pestisida.
  • 23. 23 e. Hasil tanaman hortikultura dijual sebagai tambahan pendapatan dalam pembelian input untuk usaha ternak sapi perah. Gambar 8. Model integrasi sapi perah dengan ubi kayu Sumber: Amir (2017) Model integrasi sapi perah dan ubi kayu berpotensi diterapkan di Jawa Barat didukung dengan adanya populasi sapi perah dan produksi ubi kayu dengan potensi limbahnya yang dapat diguakan sebagai pakan ternak. Model zero waste dengan limbah dari sapi perah dan ubi kayu didaur ulang dan dimanfaatkan kembali ke dalam siklus produksi. Siklus produksi yang bersih dari penerapan konsep zero waste tersebut mengarah pada konsep food, feed, fuel dan fertilizer. Konsep tersebut mampu menurunkan biaya produksi seperti efesiensi pakan ternak, pemanfaatan biogas sebagai gas LPG dan energi listrik, meningkatkan produktivitas lahan, mengurangi pembelian pupuk kimia dengan tujuan akhir mendorong pada peningkatan pendapatan peternak. Peningkatan SDM peternak dapat didukung melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan dan perilakunya dalam memajukan usaha ternaknya sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarganya. Industri sapi perah sangat erat kaitannya dengan industri pengolahan susu. Peran penting industri pengolahan susu adalah menyediakan dan pemenuhan gizi
  • 24. 24 masyarakat dengan produk susu. Produksi susu di indonesia dapat di lihat pada Gambar 9. Industri pegolahan susu umumnya menggunakan bahan baku utama, yaitu susu segar dengan penambahan bahan-bahan lain seperti gula, minyak nabati, krim dan lainnya untuk dapat diproses menjadi produk olahan lainnya seperti susu bubuk, susu fermentasi, susu pasteurisasi dan lainnya. Industri peternakan sapi perah berpotensi dimajukan atau diintegrasikan dengan bidang pertanian dan pariwisata. Sebagai contoh pengembangan agrowisata sapi perah di Poncokusumo-Malang. Konsep integrasi tani ternak dalam bentuk agrowisata dapat menjadi bagian dari objek wisata dengan pemanfaatan usaha pertanian sebagai objek wisata dengan tujuan dapat meningkatkan objek yang dikunjungi sehingga wisatawan dapat memperluas pengalaman rekreasi, pengetahuan, dan juga hubungan usaha di bidang pertanian. Agrowisata sapi perah dapat mengusung konsep pengetahuan dalam cara membudidayakan sapi perah, merawat kandang dan ternak, kegiatan pemerahan susu sapi sampai pada pengolahan susu sapi. Kabupaten Malang memiliki jumlah populasi sapi perah terbanyak kedua setelah kabupaten Pasuruan di provinsi Jawa Timur, dengan jumlah populasinya hingga 93.922 ekor di tahun 2012 (BPS Jatim, 2014). Gambar 9. Produksi susu segar Indonesia tahun 2009 - 2017 Sumber : Badan Pusat Statistik (2017)
  • 25. 25 Terdapat tiga syarat dalam konsep agrowisata untuk meningkatkan daya tariknya yaitu: 1. Adanya sesuatu yang dapat dilihat (something to see) 2. Adanya sesuatu yang dapat dikerjakan (something to do) 3. Adanya sesuatu yang dapat dibeli (something to buy) Rangkaian konsep perjalanan wisata di peternakan sapi perah juga merupakan strategi dalam penampilan daya tarik wisata mulai dari pembibitan hingga pengolahan pasca panen. Perjalanan wisata di peternakan sapi perah terintegrasi ini, wisatawan akan disuguhkan perjalanan supaya dapat mengamati semua kegiatan yang ada di dalam kandang sapi, setelah itu wisatawan akan diberi pilihan dengan mencoba aktivitas manajemen peternakan, pemerahan susu dan interaksi dengan sapi, setelah keluar dari kandang wisatawan diberi kesempatan melihat proses produksi susu olahan, dan disajikan beberapa makanan dan produk olahan susu yang dapat dinikmati sambil menikmati pemandangan alam sekitar atau aktivitas sapi yang sedang merumput (Widodo et al., 2015). Fasilitas wisata lain yang disediakan dan dinikmati adalah berkuda dan bersantai, tempat pembelian oleh-oleh asal produk peternakan, seperti produk susu dan produk pupuk kandang. Peran Industri Pabrik Susu Produksi susu di Indonesia masih bergantung dari peternakan sapi perah rakyat yaitu sebesar 90%. Kualitas dari susu yang berdasarkan jumlah dari mikroba susu dalam negeri umumnya masih belum dapat mencapai standar mutu nasional. Kebijakan peningkatan produksi dari susu nasional akan berdampak pada kesejahteraan peternak, perbaikan gizi masyarakat dan penurunan angka pengangguran, terutama di pedesaan Indonesia, kebangkitan ekonomi di pedesaan, dan pengembangan industri minuman asal susu. Berdasarkan tren laju pertumbuhan penduduk di Indonesia, berdasarkan sensus 2010 jumlah penduduk mencapai 237,6 juta jiwa atau 3,5 juta lebih dari prediksi sebelumnya dan jika diprediksi kenaikan populasi sebesar 1,66%, maka pada tahun 2020 akan mencapai 288 juta orang.
  • 26. 26 Gambar 10. Perkembangan jumlah penduduk Indonesia Sumber: Sanny (2011) Berdasarkan Peraturan Presiden No.28 Tahun 2008 mengenai Kebijakan Industri Nasional, pengembangan industri pengolahan susu sebagai kelompok industri pengolahan susu terbagi menjadi dua, yaitu pengembangan jangka menengah dan pengembangan jangka panjang. Pengembangan jangka menengah diakukan dengan: 1. Pengembangan industri pakan ternak yanag masih berskala kecil dengan pemanfaatan sumber bahan pakan lokal dalam negeri. 2. Peningkatan kualitas pakan ternak sapi perah sebagai upaya peningkatan produktivitas susu segar. 3. Peningkatan jumlah populasi ternak sapi perah. 4. Peningkatan status kepemilikan dari sapi perah oleh peternak dari jumlah 2 - 5 sapi/peternak menjadi sebanyak 10 sapi/peternak. 5. Peningkatan produktivitas ternak sapi perah dengan menghasilkan susu dari 8 - 12 liter per ekor/hari menjadi 20 liter per ekor/hari. 6. Peningkatan mutu dari susu segar melalui peningkatan ketrampilan cara perah, bantuan alat (cooling unit), dan menerapkan Good Farming Practices (GFP) serta Good Handling Practices (GHP). 7. Peningkatan pola kemitraan industri pengolah susu dengan peternak sapi perah dan koperasi susu.
  • 27. 27 8. Peningkatan daya saing industri olahan susu dengan harmonisasi tarif bea masuk antara produk hasil olahan susu dengan bahan baku. 9. Peningkatan kompetensi sumber daya manusia dalam ketrampilan teknis dan teknologi pakan ternak serta usaha peternakan. 10. Mengembangkan skema pembiayaan dalam kepemilikan bibit sapi unggul. 11. Mengembangkan industri permesinan dalam pengolahan susu. 12. Meningkatkan daya konsumsi susu nasional. Pengembangan jangka panjang dilakukan dengan: 1. Peningkatan jumlah populasi ternak sapi perah. 2. Peningkatan jumlah kepemilikan sapi perah oleh peternak dari 2 - 5 sapi/peternak menjadi diatas 10 sapi/peternak. 3. Peningkatan produktivitas ternak sapi dalam menghasillkan susu dari 8 - 12 liter per ekor/hari menjadi lebih dari 20 liter per ekor/hari. 4. Peningkatan penguasaan teknologi dalam upaya peningkatan mutu/kualitas dari olahan susu. 5. Pengembangan diversifikasi dari produk olahan susu yang memiliki daya saing yang tinggi baik di pasar dunia maupun ekspor. 6. Peningkatan kerjasama dengan industri lain dalam upaya berkembangnya teknologi proses dan diversifikasi produk. Jumlah konsumsi susu per kapita saat ini di Indonesia hanya 10,5 kg per kapita per tahun. Jumlah konsumsi di negara ASEAN yaitu 28 kg per kapita per tahun. Sebagian besar masyarakat Indonesia cenderung menyukasi susu bubuk yaitu sebesar 82% sedangkan konsumsi susu segar yaitu 18% dari total konsumsi susu. Pada saat ini, produksi susu di Indonesia hanya dapat dipenuhi sebanyak 25 - 30% dari total permintaan susu nasional, sehingga kekurangannya diperoleh dengan impor dari negara lain seperti New Zealand yang merupakan salah satu negara eksportir susu terbesar di dunia. New Zealand mampu mengekspor sebanyak 70% dari total impor susu di Indonesia, sedangkan 30% sisanya masuk dari Australia dan Philipina. Buruknya kualitas dan mutu susu pada peternak sapi perah rakyat di Indonesia, membuat sebanyak 70% bahan baku dari industri susu yang berada di
  • 28. 28 dalam negeri seperti lactose, skim milk powder, whey protein concentrate, dan butter milk powder, masih harus diimpor. Secara geografis Indonesia memiliki daerah yang sangat luas dan memiliki industri yang strategis sehingga industri susu dapat tumbuh dan berkembang serta menjadi industri peternakan susu yang mandiri. Industri susu di Indonesia mempunyai struktur yang lengkap mulai dari peternak, pabrik pakan hingga pengolahan susu yang harus diimbangi dengan peningkatan produktivitas serta kualitas dari susu sebagai bahan baku. Program pembinaan terhadap para peternak sapi perah perlu dilakukan untuk dapat meningkatkan produktivitas peternakan sapi perah, hal ini disebabkan 90% dari produksi susu sapi dihasilkan dari para peternak rakyat. Bahan Baku Industri Pengolahan Susu Susu merupakan hasil sekresi dari kelenjar susu binatang yang menyusui anaknya dan menjadi salah satu sumber protein hewani dengan daya cerna yang tinggi dan memiliki kandungan protein, laktosa, mineral dan vitamin yang tinggi (Buckle et al, 1987; Varnam and Sutherland, 1994). Lemak susu akan membentuk suatu emulsi dan terdistribusi dalam susu sebagai globula-globula lemak, yang dapat secara bersama-sama membentuk “cluster” dan apabila timbul ke permukaan membentuk suatu lapisan krim jika susu segar dibiarkan/didiamkan. Berikut ini adalah perkiraan komposisi dari susu:  87.3% air (85.5 - 88.7%)  3.9 % lemak (2.4 - 5.5%)  8.8% bahan kering tanpa lemak (7.9 - 10.0%):  Protein 3.25% (3/4 casein)  Laktosa 4.6%  Minerals 0.65% - Ca, P, citrate, Mg, K, Na, Zn, Cl, Fe, Cu, sulfate, bicarbonate  Asam 0.18% - citrate, formate, acetate, lactate, oxalate  Enzim - peroxidase, catalase, phosphatase, lipase  Gas - oxygen, nitrogen  Vitamin - A, C, D, thiamine, riboflavin
  • 29. 29 Susunan susu adalah sebagai berikut: Tabel 2. Rataan zat makanan dalam susu dari berbagai bangsa sapi perah (%) Sumber: www.foodsci.uoguelph.ca/dairyedu Struktur susu apabila dilihat pada mikroskop akan terlihat seperti titik-titik bulat lemak globular dan casein micellas. Jumlah lemak di dalam susu terdapat dalam bentuk jutaan bola kecil yang berdiameter antara 1 - 20 mikron dan rata- rata berdiameter 3 mikron. Setiap ml susu mengandung sekitar 1000 x 106 butiran lemak. Lemak susu memiliki peran sebagai lubrication dan pemberi citarasa creamy pada mulut seperti pada citarasa dari produk olahan susu mentega. Asam- asam lemak rantai pendek yang terdapat dalam jumlah sedikit akan membentuk rasa creamy di mulut, sedangkan apabila jumlahnya banyak maka menimbulkan citarasa tengik.
  • 30. 30 Gambar 11. Struktur susu Sumber: www.foodsci.uoguelph.ca/dairyedu Protein dalam susu dapat dibedakan menjadi dua kelompok utama menurut Buckle dkk (1987) yaitu casein (protein yang yang dapat diendapkan oleh asam dan enzim rennin) dan protein whey (protein yang dapat mengalami denaturasi oleh panas pada suhu sekitar 65°C). Adapun konsentrasi protein dalam susu seperti yang terdapat pada Tabel 3. Tabel 3. Konsentrasi protein pada susu Sumber: www.foodsci.uoguelph.ca/dairyedu
  • 31. 31 Kasein terdapat dalam bentuk partikel koloid yang disebut dengan casein micelle, yang memiliki fungsi secara biologi untuk membawa kalsium dan fosfor untuk hewan mamalia dalam bentuk cair dan untuk membentuk gumpalan dalam perut agar lebih efisien dalam membawa zat-zat nutrisi. Casein micelle terdiri dari protein casein, kalsium, fosfat, sitrat, minor ion, enzim lipase dan plasmin dan juga serum susu. Bentuk dari misel adalah berlubang-lubang dan berisi sekitar 4 ml/g. Gambar 12. Struktur casein micelle Sumber: www.foodsci.uoguelph.ca/dairyedu Protein whey terbentuk setelah proses pemisahan protein susu pada pH 4,6. Globular protein whey lebih mudah larut dalam air dibandingkan dengan kasein, tetapi globular protein juga terdenaturasi oleh panas. Protein whey memiliki daya gel yang baik dan dapat mengembang. Denaturasi protein akan meningkatkan daya mengikat air. Protein whey terdiri atas ß -lactoglobulin, alpha- lactalbumin, Bovine Serum Albumin (BSA), dan Immunoglobulins (Ig). Komposisi protein whey terdiri atas protein laktalbumin (10% dari total protein susu) dan laktoglobulin. Laktosa dalam susu terdapat sejumlah 4,8 - 5,2% susu, 52% SNF dan 70% whey dan tidak semanis sukrosa. Laktosa adalah karbohidrat utama yang terdapat di dalam susu dan merupakan disakarida yang terdiri atas glukosa dan galaktosa serta terdapat dalam fase larutan sesungguhnya sehingga mudah diasimilasikan
  • 32. 32 sebagai makanan dengan proses hidrolisa menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase (â – galaktosidase). Gambar 13. Struktur kimia laktosa Sumber: www.foodsci.uoguelph.ca/dairyedu Produk Olahan Susu Produk olahan susu merupakan semua produk asal susu yang mengalami proses pengolahan seperti pemanasan, pendinginan, pengentalan, fermentasi dan penambahan bahan tertentu. Produk olahan susu yang dilakukan melalui pengolahan fermentasi yang dilakukan dengan bantuan mikroorganisme (Buckle et al., 1987) diantaranya yogurt, kefir dan susu asam dan lain lain. Produk olahan susu yang dihasilkan melalui proses pengeringan yaitu susu bubuk yang umumnya diolah melalui proses roller drying dan spray drying. Susu bubuk terbagi menjadi dua macam yaitu susu bubuk skim (tanpa lemak) dan susu bubuk full cream. Pengolahan susu melalui penguapan yaitu susu evaporasi dengan istilah lain condensed milk (susu kental) dan sweetened condensed milk (susu kental manis). Pengolahan susu dengan koagulasi enzimatis dari protein susu disebut dengan istilah keju. Keju dibuat dari curd yang terbentuk jika susu dikoagulasikan dengan asam laktat atau rennet, dan cairannya (whey) telah ditiriskan. Rennet merupakan ekstrak lambung anak sapi dan didalamnya mengandung enzim rennin. Enzim ini bekerja sama dengan acid dalam hal kemampuannya menyebabkan kasein susu terkoagulasi. Jenis-jenis keju baik hard meupun semi hard yaitu cheddar, caerphily, cheshire, derby, double gloucester, lancashire, leicester, white wensleydale, emmental dan gruyere.edam, gouda dan parmesan. contoh keju lunak atau blue veined cheese yaitu roquefort dari prancis. Jenis keju soft cheese
  • 33. 33 yaitu Cottage cheese, Cream cheese, dan Whey cheese. Olahan lain produk susu yaitu tahu susu, kerupuk susu, krim susu, es krim, mentega, dodol susu, permen susu dan lain lain. C. PENUTUP 1. Rangkuman Industri ternak sapi perah dan sapi pedaging berpotensi untuk dapat dikembangkan di Indonesia. Industri peternakan sapi pedaging dan perah menghasilkan komoditas utama daging dan susu yang merupakan komoditas unggulan pangan asal hewani dalam program pembangunan nasional. Pertumbuhan penduduk dan peningkatan perekonomian juga berpengaruh terhadap permintaan kedua komoditi ini. Pengembangan industri ternak ruminansia ini dapat diintegrasikan dengan bidang lain yang mendukung seperti pertanian dan perkebunan dengan istilah integrated farming system atau integrasi tani-ternak. Pemilihan bakalan merupakan langkah awal penentu dalam keberhasilan usaha peternakan. Pemilihan bakalan harus disesuaikan dengan tujuan dari pemeliharaan misalnya sebagai ternak perah, ternak pedaging, calon indukan maupun calon pejantan. Kualitas bibit yang baik dapat dilihat dari tingkat produktivitasnya seperti pertambahan bobot badan harian pada ternak potong dan produksi susu per ekor per laktasi. Industri ternak sapi potong erat kaitannya dengan sistem penggemukan atau feedlot sapi pedaging. Kandungan nutrien penting yang perlu diperhatikan antara lain Bahan Kering (BK), Total Digestible Energi (TDN), Protein Kasar (PK), Serat Kasar (SK) utamanya Neutral Detergent Fiber (NDF), Lemak Kasar (LK) dan beberapa vitamin dan mineral (Ca dan P). Setiap bahan pakan yang diberikan memiliki kandungan nutrien yang berbeda- beda. Pencampuran bahan bakan yang beraneka ragam dari beberapa jenis bahan pakan akan memperbaiki komposisi pakan sesuai dengan kebutuhan. Bisnis industri feedlot memiliki peluang dalam adanya peningkatan pendapatan rata-rata perkapita di masyarakat, peningkatan pada industri olahan daging sapi,
  • 34. 34 peningkatan industri perhotelan, peningkatan industri pariwisata, peningkatan pada supermarket/swalayan/meat shop dan peningkatan penanaman modal asing. Industri peternakan sapi pedaging tidak selalu dilakukan oleh perusahaan besar tapi juga oleh peternak rakyat. Bahkan lebih dari 90% pasokan daging lokal yang ada di Indonesia berasa dari peternakan rakyat. Strategi pembangunan industri peternakan rakyat sangat perlu dilakukan diantaranya dengan langkah sebagai berikut: 1. Pengadaan fasilitas pasar peternakan dan sistem transportasi, 2. Penyediaan teknologi, 3 Menciptakan pasar produk ternak, 4. Terbentuknya subsistem lembaga pembiayaan tingkat perdesaan. Pola pengembangan industri ternak sapi potong mulai dapat dilakukan dengan mengintegrasikannya dengan bidang lain seperti bidang pertanian dan perkebunan dengan mengusung konsep zero waste. Pola integrasi usaha industri sapi potong di Indonesia salah satunya dilakukan dengan industri perkebunan kelapa sawit. Integrasi sawit-sapi dalam sistem pemeliharaan secara finansial dapat menguntungkan yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani. Integrasi tanaman dengan ternak menunjukkan adanya sinergisme dan keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dan ternak dengan nilai hasil pendapatan yang lebih optimal. Industri peternakan sapi perah berpotensi dimajukan atau diintegrasikan dengan bidang pertanian dan pariwisata. Sebagai contoh pengembangan agrowisata sapi perah di Poncokusumo-Malang. Konsep integrasi tani ternak dalam bentuk agrowisata dapat menjadi bagian dari objek wisata dengan pemanfaatan usaha pertanian sebagai objek wisata dengan tujuan dapat meningkatkan objek yang dikunjungi sehingga wisatawan dapat meningkatkan pengetahuan, menambah pengalaman rekreasi dan peningkatan hubungan usaha di bidang pertanian. Daftar Pustaka Amir P. dan Knipscheer HC. 1989. Conducting on-farm animal research. Procedure dan economi analysis. Singapore (Singapore): Singapore National Printed Ltd. Amir, A. 2017. Potensi model zero waste dengan integrasi sapi perah dan ubi kayu di jawa barat. Puslitbang 17 – 26
  • 35. 35 Arinto. 2004. Usaha dan efisiensi pemasaran sapi potong di wilayah pembibitan dan pembesaran (studi kasus di wilayah Grobogan, Jawa Tengah) [Disertasi]. [Yogyakarta (Indonesia)]: Universitas Gadjah Mada Aryanto, 1998. Daya Dukung Ternak Sapi sebagai Tenaga Kerja Usahatani di Desa Kalawara Kecamatan Sigi Biromaru. Laporan Praktek Umum. Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian Universitas Tadulako, Palu. Badan Agribisnis. 1995. Sistem, Strategi dan Program Pengembangan Agribisnis Departemen Pertanian. Jakarta. Bangun, R. 2010. Pengembangan sistem integrasi sapi-kebun kelapa sawit dalam peningkatan pendapatan petani di Provinsi Riau. Jurnal Teroka 10(2): 161- 174. BPS Jatim. 2014. (http://jatim.bps.go.id/) diakses 10 September 2019. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. UI Press. Jakarta. Direktorat Pangan dan Pertanian. 2011. Strategi dan kebijakan dalam percepatan pencapaian swasembadadaging sapi 2014 (suatu penelaahan konkrit). Info Kaji Bappenas. 8:70-77. Ditjen PKH. 2012. Dukungan pemerintah dalam pengembangan integrasi sawit- sapi. Makalah disampaikan pada Rountable Discussion (RTD) 8 Juni 2012. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Diwyanto, K. 2011. Selamatkan Sapi Betina Produktif. Sinar Tani Edisi 30 Maret–5 April 2011 No. 3399 Tahun XLI. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Diwyanto, K., D.M. Sitompul, I. Manti, IW. Mathius, dan Soentoro. 2004. Pengkajian Pengembangan Usaha Sistem Integrasi Kelapa Sawit- Sapi. Dalam Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit- Sapi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Edy, H. 1994. Strategi pengembangan feedlot di Indonesia studi kasus pada APFINDO. Tesis. Sekolah Bisnis. Institut Pertanian Bogor. Ekowati T, Darwanto DH, Nurtini S, Suryantini A. 2011. The analysis of beef cattle subsystem agribusiness implementation in Central Java Province, Indonesia. JITAA. 36:281-289. FAO. 2001. Mixed crop-livestock farming: A review of traditional technologies based on literature and field experience. Animal Production and Health Papers 152. Rome. Ginting, S.P. dan J. Elizabeth. 2003. Teknologi pakan berbahan dasar hasil sampingan perkebunan kelapa sawit. hlm. 129-136. Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit- Sapi, Bengkulu, 9-10 September 2003. Kerja Sama Departemen Pertanian, Pemerintah Provinsi Bengkulu, dan PT Agricinal.
  • 36. 36 Herdi, C. 2017. 700 ekor sapi potong milik CBI group siap jual. https://www.borneonews.co.id/berita/63728-700-ekor-sapi-potong-milik- cbi-group-siap-jual Khairunnas, 2018. Integrasi sawit- sapi saling menguntungkan https://www.holding-perkebunan.com/integrasi-sawit-sapi-saling- menguntungkan Manti, I., Azmi, E. Priyotomo, dan D. Sitompul. 2004. Kajian sosial ekonomi sistem integrasi sapi dengan kelapa sawit (SISKA). hlm. 245−260. Prosiding Lokakarya Nasional Kelapa Sawit-Sapi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Mathius, I W. 2008. Pengembangan sapi potong berbasis industri kelapa sawit. Pengembangan Inovasi Pertanian 1(2): 206−224. Mathius, I W. 2003. Perkebunan kelapa sawit dapat menjadi basis pengembangan sapi potong. Warta Penelitian dan Pengembangan pertanian 25(5): 1−4. Osak, REMF, Hartono B, Fanani Z dan Utami HD. 2016. Profil sistem integrasi usaha sapi perah dengan tanaman hortikultura di Nongkojajar Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 25 (2): 49 – 61 Saleh. 2012. Sistem integrasi sapi dengan kelapa sawit (siska). Materi disajikan pada Rountable Discussion (RTD) 8 Juni 2012, Puslitbangnak, Bogor. Saptana Dan Ilham N. 2015. Pengembangan Sistem Integrasi Tanaman Tebu-Sapi Potong Di Jawa Timur. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 13 Nomor 2, Desember 2015: 147-165 Sukanata IW, Suparta N, Parimartha KW, Budiartha IW, Suciani. 2013. Strategi peningkatan efisiensi pemasaran sapi potong pada kelompok peternak sapi Mekar Jaya di Desa Puhu-Payangan. Udayana Mengabdi. 12:5- 9.Tangendjaja. 2009. Teknologi pakan dalam menunjang industri peternakan di Indonesia. Pengembangan Inovasi Pertanian 2(3): 192−207. Purba, A. dan S.P. Ginting. 1995. Nilai nutrisi dan manfaat pelepah kelapa sawit sebagai pakan ternak. J. Penelitian Kelapa Sawit 5(3): 161-177. Umar, S. 2009. Potensi perkebunan kelapa sawit sebagai pusat pengembangan sapi potong dalam merevitalisasi dan mengakselerasi pembangunan peternakan berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Reproduksi Ternak pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Utomo, B.N. dan E. Widjaja. 2004. Limbah padat pengolahan minyak sawit sebagai sumber nutrisi ternak ruminansia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 23(1): 22−28. Widjaja, E. 2005. Kandungan kolesterol, vitamin A dan profil asam-asam lemak karkas broiler yang diberi solid sawit dalam ransumnya. Thesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
  • 37. 37 Whiteman, P.C. 1980. Tropical Pasture Science. Oxford University Press, Oxford. Widiati R, Kusumastuti TA. 2013. Manajemen agribisnis: Aplikasi pada industri peternakan. Edisi ke-1. Yogyakarta (Indonesia): CGS Press-PT Citra Gama Sakti. Widiati R, Suranindyah YY, Haryadi T. 2014. Development of micro finance institutions model in the rural farmer groups to support sustainable agribusiness of dairy goats: A pilot study. In: Wiryawan KG, Liang JB, Takahashi J, Orskov ER, Devendra C, Toharmat T, Sutama K, Kustantinah, Purnomoadi A, Manalu W, et al., editors. The role of dairy goat industry on food security, sustainable agricultural production and economic communities. Proceeding The 2nd Asian- Australasian Dairy Goat Conference. Bogor, 25-27 April. 2014. Bogor (Indonesia): Bogor Agricultural University. p. 352-354. Widiati, R. 2014. Membangun industri peternakan sapi potong rakyat dalam mendukung kecukupan daging sapi. WARTAZOA vol 24 no 4 : (191 – 200). Widodo, U., Nugroho AM, dan Purwono EH. 2015. Bangunan Industri Peternakan Sapi Perah Berkonsep Agrowisata di Poncokusumo – Malang Wijono, D.B., L. Affandhy, dan A. Rasyid. 2003. Integrasi ternak dengan perkebunan kelapa sawit. hlm. 146-155. Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi, Bengkulu, 9-10 September 2003. Kerja Sama Departemen Pertanian, Pemerintah Provinsi Bengkulu, dan PT Agricinal. www.foodsci.uoguelph.ca/dairyedu. 14 September 2019. Yuwanta. 2009. Integrasi pola peternakan sapi pada kandang kelompok dengan perkebunan kelapa sawit untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Sosialisasi Integrasi Sawit-Sapi. Bappeda Kabupaten Kotawaringin Timur, Sampit.