2. 1
KEGIATAN BELAJAR 3. PAKAN TERNAK RUMINANSIA PERAH
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi Singkat
Pakan merupakan faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi ternak. Setiap ternak memiliki standar kebutuhan
pakan yang berbeda-beda bergantung pada jenis atau bangsa, umur, status
fisiologis (bunting, laktasi atau masa kering). Kebutuhan nutrien ini dapat
dipenuhi dengan cara memberikan pakan yang berkualitas baik dari jenis hijauan,
konsentrat maupun campuran hijauan dan konsentrat. Dalam modul ini juga
dibahas kebutuhan nutrien sapi perah laktasi dan bagaimana cara
memformulasikan ransum berdasarkan kandungan nutrien bahan.
2. Relevansi
Modul ini berisikan tentang materi tentang pakan hijauan ternak
ruminansia perah. Dalam modul ini dapat digunakan sebagai acuan untuk
pembelajaran hijauan pakan ternak perah dan menjadi referensi kandungan nutrien
bahan pakan hijuan.
3. Petunjuk Belajar
Peserta didik dapat menggunakan modul ini sebagai acuan dalam
pemahaman materi ternak ruminansia khususnya sub bab pakan ternak ruminansia
perah (sapi perah laktasi) yang disajikan dalam modul ini. Peserta didik juga dapat
menggunakan tes formatif untuk mengukur pemahaman materi. Tugas dan forum
diskusi dalam modul ini juga disajikan untuk memperdalam dan juga
mempermudah pemahaman materi secara berkelompok. Peserta didik dapat
mempermudah mengingat poin-poin materi dalam rangkuman. Link-link yang
berisikan contoh-contoh dan materi lebih luas dapat diakses sebagai referensi
tambahan. Selain modul ini, peserta didik juga dapat menggunkaan buku teks,
3. 2
jurnal hasil penelitian dan juga artikel ilmiah lainnya dapat digunakan sebagai
referensi.
B. INTI
1. Capaian Pembelajaran
Mampu menganalisis prinsip agribisnis ternak ruminansia dan aplikasinya
dalam pembelajaran bidang studi agribisnis ternak.
2. Sub Capaian Pembelajaran
1. Peserta didik mampu mendeskripsikan komponen nutrien.
2. Peserta didik mampu mejelaskan saluran pencernaan sapi perah.
3. Peserta didik mampu menjelaskan kebutuhan nutrien sapi perah laktasi.
4. Peserta didik mampu mendeskripsikan bahan pakan hijauan.
3. Uraian Materi
Pada pelajaran sebelumnya sudah dibahas bahwa performa atau fenotipe
suatu ternak dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan atau populer dirumuskan
sebagai P= G+L dimana P adalah fenotipe, G adalah faktor genetik dan L adalah
faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang paling mempengaruhi performa adalah
pakan.
Kenapa ternak harus makan? Apa sih kegunaan pakan sendiri?
Pakan mengandung nutrien yang dibutuhkan ternak untuk tumbuh,
berkembang dan bereproduksi. Bahan-bahan yang digunakan sebagai pakan harus
memiliki kandungan nutrien yang mampu memenuhi kebutuhan ternak tersebut
yaitu ada pakan sebagai sumber energi, sumber protein, sumber mineral dan
pakan suplemen serta pakan aditif. Masing-masing bahan pakan mengandung air,
energi, lemak, mineral dan vitamin. Energi digunakan sebagai bahan baku
metabolisme dan juga diperlukan untuk produksi susu. Protein adalah material
yang digunakan untuk pertumbuhan otot, janin dan juga produksi susu. Mineral
dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang, janin dan juga produksi susu. Vitamin
berguna untuk metabolisme dalam tubuh sapi perah dan digunakan untuk
4. 3
mencerna nutrien dalam pakan. Dan tidak kalah penting, ternak sapi perah juga
memerlukan asupan air untuk mengatur metabolisme dan juga produksi susu,
karena kandungan susu sekitar 90% adalah air (Vietnam belgium dairy project,
2009). Adapun fungsi pakan sendiri adalah:
Untuk kelangsungan hidup ternak (hidup pokok)
Untuk tumbuh
Untuk perkembangbiakan janin
Dan untuk memproduksi susu.
Reproduksi
Gambar 1. Overview kebutuhan pakan
Sumber: Pandey et al. (2011)
Sistem Pencernaan Sapi Perah
Sebelum Kita berbicara tentang pakan sapi perah, marilah Kita bahas
saluran pencernaan sapi perah terlebih dahulu. Saluran pencernaan sapi perah
terdiri dari mulut, kerongkongan (esophagus), rumen, retikulum, omasum,
abomasum, usus halus, usus besar dan rektum. Masing-masing saluran pencernaan
tersebut memiliki tugas dan fungsi masing-masing sehingga pakan yang
dikonsumsi dapat dimanfaatkan oleh ternak dengan baik.
5. 4
Gambar 2. Saluran pencernaan sapi perah
Sumber: https://www.gurupendidikan.co.id/ruminansia/
Mulut, digunakan untuk makan, mengunyah dan mesekresi saliva untuk
mempermudah proses pencernaan pakan di dalam mulut seperti menelam dan
proses pencernaan pakan disaluran selanjutnya. Saliva ini mengkondisikan pH
dalam keadaan basa untuk mencerna nutrien dan juga menjaga pertumbuhan
mikroba. Esofagus membantu menyalurkan pakan (digesta) dari mulut ke
lambung melalui gerakan peristaltik. Lambung sapi perah dibagi menjadi 4 bagian
yaitu: 1. Rumen, merupakan lambung yang paling besar dan terdapat papila pada
permukaan rumen yang mampu meningkatkan absorbsi nutrien dengan cara
memperluas bidang permukaan rumen. Di dalam rumen inilah proses fermentasi
pakan oleh mikroba rumen terjadi. 2. Retikulum disebut juga dengan julukan
“honey comb”. Rumen dan retikulum tidak terdapat pemisah yang jelas sehingga
pakan terkadang keluar masuk kedua lambung ini. Di dalam rumen, terdapat
mikroba-mikroba yang membantu proses pencernaan pakan sehingga sangat
penting menjaga lingkungan di dalam rumen karena rumen seperti suatu
ekosistem yang berisi jutaan mikroorganisme. Didalam rumen terdapat
mikroorganisme yang mensintesis enzim selulase dan hemiselulase yang mampu
6. 5
mendegradasi pakan hijauan yang banyak mengandung selulosa dan hemiselulosa.
Selulosa dan hemiselulosa kemudian dikonversi menjadi volatil fatty acid (VFAs)
seperti asetat, propionat dan butirat yang merupakan sumber energi. Mikroba
rumen juga mampu mengubah non-protein nigrogen (NPN) sebagai sumber
protein bagi sapi seperti urea sehingga sumber protein dapat dipenuhi dengan
lebih murah dibanding menggunakan sumber protein dari tanaman maupun
hewan. Selain itu, protein yang digunakan oleh ternak juga berasal dari
mikroorganisme rumen sehingga disebut sebagai microbial protein. Nilai pH
rumen mendekati netral yaitu 6.5, di dalam rumen juga tidak terdapat oksigen. 3.
Omasum bertugas dalam absorbsi air yang berbentuk seperti lembaran buku, di
omasum air diserap sebanyak 60 - 70% sedangkan 4. Abomasum atau disebut
sebagai perut sejati bertugas dalam mencerna makanan secara enzimatis seperti
pada moonogastrik. Saluran pencernaan selanjutnya yaitu usus yang bertugas
dalam pencernaan dan penyerapan nutrien dan sisa-sisa pencernaan dikeluarkan
melalui rektum. Pada pedet (anak sapi) rumen dan retikulum belum berkembang
sempurna, sehingga susu dan pakan yang dikonsumsi melalui esofagus langsung
ke omasum. Perkembangan rumen dan retikulum pada pedet dipacu oleh
konsumsi hijauan dan biji-bijian (grain) yang mengawali proses fermentasi.
Semakin lama pedet mengkonsumsi hijauan maka rumen akan semakin membesar
dan dinding rumen semakin menebal serta terbentuk papila. Rumen dan retikulum
akan berfungsi sempurna ketika ternak umur 6 - 9 bulan.
Rumen Retikulum Omasum
Gambar 3. Morfologi lambung
Sumber: Foto diambil dari koleksi Dr. Karen Petersen, University of Washington
7. 6
Komponen-komponen Nutrien
Dari pakan yang dikonsumsi, ternak mendapatkan nutrien-nutrien esensial
yang digunakan untuk tumbuh, berkembang, berproduksi dan bereproduksi.
Pemberian nutrien ke ternak harus seimbang sesuai dengan kebutuhan. Adapun
nutrien-nutrien esensial yang dibutuhkan berdasarkan Pandey et al. (2011) yaitu:
Air merupakan komponen penting untuk ternak perah karena 71-73%
bobot sapi adalah air. Air ini berfungsi dalam memecahkan makanan, transport
nutrien, membantu reaksi kimia dan juga membantu menjaga suhu tubuh Pandey
et al. (2011).
Energi merupakan komponen utama nutrien yang dibutuhkan ternak untuk
memproduksi susu, tumbuh, mengatur kerangka dan tubuh, menjaga kebuntingan,
dll. Energi dapat diberoleh dari protein, karbohidrat dan lemak. Lemak
menyediakan energi terbanyak dibandingkan protein dan yang paling rendah
adalah karbohidrat.
Gambar 4. Kebutuhan energi sapi perah
Sumber: Holstein Foundation (2015)
Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi utama dalam bahan
pakan. Jaringan tanaman kaya akan karbohidrat seperti pati, selulosa, dan
hemiselulosa. Ketika sapi perah mengkonsumsi karbohidrat, mikroba rumen akan
menghasilkan enzim untuk memecah karbohidrat tersebut menjadi gula sederhana
8. 7
(monosakarida) yang diubah oleh mikroba rumen menjadi Volatile Fatty Acids
(VFA). Nilai VFA inilah yang diserap oleh dinding rumen yang nantinya
digunakan sebagai sumber energi (Holstein Foundation, 2015).
Protein juga merupakan sumber energi. Protein ini ditemukan dalam
konsentrasi tinggi pada makhluk hidup baik hewan maupun tanaman. Protein
sangat bermanfaat bagi ternak, seperti membentuk komponen otot, tulang dan
darah, beberapa hormon juga merupakan protein seperti insulin dan somatotropin.
Enzim-enzim pencernaan, dan metabolisme juga merupakan protein. Protein
sendiri tidak dapat diserap oleh tubuh ternak, namun penyerapan dilakukan dalam
bentuk asam amino (Holstein Foundation, 2015)
Lemak (fats atau lipids) merupakan sumber energi dan sangat umum
ditemui dalam bahan pakan misalnya minyak kedelai, lemak hewani, dan lain-
lain. Lemak sangat penting bagi ternak terutama pedet karena merupakan sumber
energi yang dibutuhkan untuk tumbuh. Selain itu, lemak juga penting dalam
penyerapan vitamin-vitamin yang larut lemak. Lemak sendiri dapat
diklasifikasikan menjadi lemak jenuh (saturated fat) dan lemak tidak jenuh
(unsaturated fat) (Holstein Foundation, 2015; Pandey et al., 2011).
Vitamin dibutuhkan untuk pertumbuhan, beberapa berperan dalam
absorbsi dan metabolisme karbohidrat protein, lemak dan mineral. Vitamin ini
juga penting untuk fungsi otak, resistensi terhadap penyakit, fertilitas dan sistem
pencernaan. Kolostrum mengandung tinggi vitamin untuk memastikan pedet
mendapatkan cukup nutrien di awal kehidupannya. Vitamin ini dikelompokkan
menjadi dua yaitu vitamin larut air dan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K)
(Pandey et al., 2011).
Mineral dikategorikan menjadi makromineral (mineral yang dibutuhkan
dalam jumlah banyak, lebih dari 100 ppm) dan mikromineral (mineral yang
dibutuhkan dalam jumlah sedikit, kurang dari 100 ppm). Mineral ini harus
diberikan sesuai kebutuhan supaya ternak tidak kekurangan atau bahkan tidak
menjadi racun karena diberikan secara berlebih (Pandey et al., 2011).
9. 8
Tabel 1. Perbedaan pakan sapi muda dan dewasa
Sapi Muda
(Pre Ruminant)
Dewasa
(Ruminant)
Pakan Cair Padat
Nutrien:
Protein Protein susu Protein pakan, NPN
Lemak Lemak susu Lemak tanaman
Karbohidrat Gula susu dan glukosa
Glukosa darah: 100-110
mg%
VFA
Glukosa darah: 40-60
mg%
Sumber: Pandey et al. (2011)
Kebutuhan Nutrien Sapi Perah Laktasi
Kebutuhan pakan ternak sapi perah laktasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu: bobot badan, produksi suus dan perubahan bobot badan. Hal ini
berkaitan dengan kemampuan ternak mengkonsumsi Bahan Kering (BK),
tahapan-tahapan laktasi dan produksi susu karena ketika awal laktasi produksi
susu melimpah, fase ini membutuhkan nutrien yang lebih berkualitas dan lebih
banyak. Sistem produksi sapi perah ini adalah jangka panjang sehingga perlu
diperhatikan setiap tahapan produksi, karena ketika ada kesalaha pemenuhan
diawal maka akan berakibat pada tahapan-tahapan selanjutnya. Sistem pencernaan
sapi perah laktasi dibagi menjadi 5 tahapan, yaitu Pandey et al. (2011):
1. 10 minggu pertama laktasi merupakan puncak produksi, cadangan
energi digunakan untuk mengembalikan kondisi tubuh dari kekekurangan
nutrien.
2. 10 - 20 minggu laktasi Ternak sapi membutuhkan asupan energi
maksimum.
3. Laktasi akhir konsumsi yang tinggi diperlukan untuk produksi dan
cadangan nutrien dalam tubuh untuk persiapan laktasi berikutnya.
4. Masa kering periode akhir perbaikan bobot badan yang diikuti
regenerasi kelenjar sekretori di ambing.
5. Akhir masa kering yaitu peternak mulai mempersiapkan sapi perah
untuk laktasi yaitu 1 - 3 minggu sebelum beranak (calving). Fase ini
dikenal sebagai fase transisi.
10. 9
Pemberian pakan harus disesuaikan dengan kebutuhan ternak sapi sesuai
dengan status fisiologinya berdasarkan suatu indikator seberapa banyak ternak
tersebut makan. Jumlah kebutuhan ini terhitung berdasarkan BK karena
kandungan air dalam bahan pakan dihitung sebagai air minum karena tidak
mempengaruhi nilai nutrien pakan yang dikonsumsi. Konsumsi BK ini tergantung
pada umur, produksi susu, kebuntingan, bangsa, kualitas dan kuantitas pakan,
suplai pakan, frekuensi pemberian pakan, ransum, ketersediaan air, dan
lingkungan termasuk suhu dan cuaca. Kebutuhan pakan hijauan segar untuk sapi
perah sebanyak 10% dari bobot badan, misalnya sapi FH bobot 450 kg
membutuhkan hijauan segar sebanyak 45 kg per hari. Kita juga bisa mengukur
kebutuhan sapi perah berdasarkan BK pakan yaitu sebanyak 2 - 3% dari bobot
badan. Misalnya sapi perah bobot 450 kg maka kebutuhan pakan (BK) yang harus
dipenuhi adalah antara 9 - 13.5 kg BK per hari.
Selain berdasarkan konsumsi BK, pemberian pakan sapi perah juga bisa
dilakukan berdasarkan kecernaan bahan pakan karena tidak semua bahan pakan
dapat dicerna. Bahan pakan yang tidak dapat dicerna akan dikeluarkan dalam
bentuk feses. Hijauan muda memiliki kandungan serat kasar rendah sangat mudah
dicerna (nilai kecernaan tinggi), bahan pakan lain seperti hijauan tua, jerami dan
jerami kacang tanah tua (rendeng) berserat kasar tinggi dan sulit dicerna sehingga
nilai kecernaannya rendah. Nilai nutrien dari pakan ditentukan dari kandungan
energi dan proteinnya. Negara-negara tropis umumnya menggunakan nilai
kecernaan suatu bahan atau Total Digestible Nutrient (TDN) untuk
memformulaiskan pakan sapi perah. Nilai TDN ini merepresentasikan jumlah
energi yang dapat dicerna dalam pakan. Kandungan protein ditunjukkan dari nilai
kecernaan protein (Digestible Crude Protein/DCP) yang merupakan kandungan
protein dalam pakan yang dapat dicerna dan digunakan oleh ternak.
Pemenuhan kebutuhan pakan sangat berhubungan dengan bobot badan
ternak. Pandey et al. (2011) menjelaskan sapi perah bobot 450 kg yang dipelihara
dengan sistem grazing membutuhkan 3400 g TDN dan 275 g DCP per hari. Jika
dihubungkan dengan produksi susu, kebutuhan nutrien sapi perah laktasi
bergantung pada persentasi lemak susu yang di standarkan pada 4% FCM (4% fat
11. 10
corrected milk). Pada kondisi ini sapi perah membutuhkan 330 g TDN dan 51 g
DCP per kg susu (Pandey et al., 2011). Tabel 11 menunjukkan kebutuhan sapi
perah berdasarkan SNI Nomor 3148.1:2009.
Tabel 2. Kebutuhan nutrien sapi perah
Ternak Ka Abu
maks
PK
min
LK
maks
Ca (%) P (%) NDF
Maks
(%)
UDP
min
(%)
TDN
min
(%)
Dara 14 10 15 7 06-0.8 0.5-0.7 30 5.6 70
Laktasi 14 10 18 7 0.8-1.0 0.6-0.8 35 6.4 70
Laktasi
produksi
tinggi
14 10 18 7 1.0-1.2 0.6-0.8 35 7.2 75
Kering
bunting
14 10 14 7 0.6-0.8 0.6-0.8 30 5.6 65
Pejantan 14 12 12 6 0.5-0.7 0.3-0.5 30 4.2 65
Ket: Ka = kadar air, PK = protein kasar, SK= serat kasar, LK = lemak kasar, NDF
= neutral detergent fiber, P = fosfor, Ca= Kalsium, TDN = total digestible nutrien,
UDP = Undegraded dietary protein (presentase protein tak tercerna dalam pakan)
Sumber: SNI 3148.1: 2009
Selain berdasarkan SNI 3148.1:2009 untuk membuat formulasi ransum
komplit untuk sapi perah dapat juga menggunakan acuan dari NRC (2001) yang
membedakan berdasarkan bobot dan kondisi laktasi. Tabel 12 dan Tabel 13
adalah acuan kebutuhan nutrien sapi perah laktasi yang dapat digunakan untuk
memformulaiskan ransum. Kebutuhan nutrien sapi perah dengan bobot besar (680
kg) dengan produksi susu dan TDN yang berbeda dapat diakses pada link website
berikut
https://profsite.um.ac.ir/~kalidari/software/NRC/HELP/NRC%202001.pdf atau
mengacu pada NRC dairy cattle 2001.
Tabel 3. Kebutuhan nutrien harian sapi laktasi bangsa tipe kecil (bobot 454 kg)
pada periode laktasi awal (1 - 11 hari laktasi), TDN 78%
Produksi susu (kg) Lemak (%) DMI (kg) PK (%)
15 4.0 9.4 18.0
15 4.0 9.4 19.4
15 4.5 9.7 16.3
15 4.5 9.7 17.6
15 4.5 9.7 18.9
15 5.0 9.9 16.0
13. 12
Produksi susu (kg) Lemak susu (%) DMI (kg) PK (%)
40 5.0 25.2 18.0
Ket: DMI: dry matter intake, PK: protein kasar
Sumber: NRC (2001)
Pakan Hijauan Sapi Perah
Ternak ruminansia mampu memanfaatkan serat kasar dalam pakannya
karena ternak ruminansia memiliki tipe lambung yang mampu mencerna pakan
dengan kandungan serat kasar lebih tinggi dibanding ternak unggas. Jika dilihat
dari kandungan serat kasar dalam bahan pakan, pakan dikategorikan menjadi dua,
yaitu pakan konsentrat dan pakan hijauan. Pakan konsentrat atau disebut juga
sebagai pakan penguat berasal dari berbagai macam sumber misalnya dari
tanaman yaitu jagung, padi, gandung, kacang hijau, kacang kedelai, umbi-umbian,
kelapa, kelapa sawit. Konsentrat yang berasal dari hewan misalnya tepung ikan,
tepung tulang dan tepung bulu. Selain itu, pakan jenis konsentrat juga ada yang
berasal dari limbah pertanian dan industri pertanian misalnya dedak padi, pollard,
bungkil kedelai, bungkil kelapa, ampas tahu dan ampas bir.
Pakan hijauan untuk ternak digolongkan dari jenis rumput-rumputan,
legum, limbah pertanian. Hiajuan pakan ternak memiliki komposisi nutrien yang
sangat beragam, tergantung dari jenis, umur tanaman, iklim dan pemupukan.
Misalnya protein kasar pada rumput muda akan lebih tinggi jika dibanding
rumput tua (protein kasar sekitar kurang dari 3%). Kadar air tanaman muda juga
lebih tinggi kisaran 75 - 90% namun ketika sudah tua akan menurun menjadi
65%. Asal tempat juga mempengaruhi kandungan nutrien hijauan, misalnya
rumput yang berada didaerah tropis lebih banyak mengandung karbohidrat dalam
bentuk pati dan umumnya disimpan dibagian daun, namun rumput yang ada
didaerah subtropis karbohidratnya adalah fruktan yang banyak terdeposisi pada
batang. Oleh karena itu, Water Soluble Carbohydrate (WSC) rumput daerah tropis
lebih rendah karena pati sulit larut dalam air.
Hijauan Rumput-rumputan
Rumput gajah (Pennisetum purpureum) dikenal juga sebagai rumput
Uganda adalah salah satu pakan ternak yang populer dibudidayakan baik oleh
14. 13
peternak rakyat ataupun peternak sapi perah industri. Jenis rumput ini cocok
ditanam di daerah tropis baik didaratan rendah maupun tinggi, namun penanaman
dan hasilnya bergantung pada kondisi tanah. Tanah marginal memerlukan pupuk
untuk meningkatkan kesuburan lahan supaya rumput yang ditanam berproduksi
optimal. Perbanyakan rumput ini dapat dilakukan dengan stek, biji dan pols
batang. Umur potong pertama rumput gajah pada umur 60 hari dilakukan untuk
memacu pertumbuhan seragam dan memacu pertumbuhan anakan. Selama
produksi, setiap 40 hari rumput gajah ini dapat dipanen. Pemanenan dapat
dilakukan dengan menyisakan batang setinggi 10 - 15 cm (Vanis, 2007). Rumput
yang tua akan mengandung serat kasar tinggi dan rumput yang muda memiliki
kandungan air yang tinggi sehingga diperlukan rumput dengan umur pas supaya
kandungan nutrien yang ada di dalam rumput dapat dimanfaatkan oleh ternak
(Dairy feed online, 2017). Rumput gajah ini memiliki morfologi yang daun
panjang dan sejajar, merumpun dengan lebat, tinggi tanaman mampu mencapai 7
m. Rumput ini juga memiliki bunga seperti bunga alang-alang. Terdapat 20 - 50
batang berdiameter 2.3 cm. Ciri khas rumput ini adalah daun memiliki perisai
daun yang berbulu (Vanis, 2007).
Rumput raja (Pennisetum typhoides) adalah persilangan dari rumput P.
purpureum dan P. americanum (Amerika tropis) yang berasal dari Afrika tropis.
Di Indonesia rumput raja juga berkembang dengan baik. Kualitas hijauan ini lebih
tinggi dibandingkan dengan rumput gajah terutama protein kasarnya 25% lebih
tinggi dari rumput gajah demikian juga dengan kandungan gulanya yang lebih
tinggi. Kandungan protein kasar berkisar 11.68%, tapi ada juga yang melaporkan
sekitar 8 - 11%. Kecernaan BK hijauan ini adalah sekitar 65.6%.
Rumput lapang adalah salah satu pakan ternak non budidaya,
maksudnya rumput ini tumbuh liar di lahan yang tidak dikelola. Rumput lapang
ini dapat tumbuh di bekas sawah, sawah yang tidak ditanami, tanah lapang, daerah
pekebunan, atau tegalan. Dalam satu lahan bisa terdapat berbagai macam jenis
rumput sehingga kualitas akan berbeda-beda (Dairy Feed Online, 2017). Peternak
rakyat sering menggunakan rumput ini karena tidak memiliki lahan budidaya
rumput.
15. 14
Rumput Signal atau rumput BD (Brachiaria decumbens) banyak
ditanam di lahan penggembalaan karena tahan injakan dan kekeringan. Selama
produksi masa panen setiap 40 hari dan dipotong 5 - 15 cm dari permukaan tanah
(Dairy feed online, 2017). Taksonomi rumput signal ini termasuk dalam filum:
Spermatophyta, sub filum: Angiospermae, kelas: Monocotyledoneae, ordo:
Graminaea, genus: Brachiaria dan spesies Brachiaria decumbens. Rumput signal
ini berkembangbiak melalui stolon yang dapat menyebar dengan cepat di lahan.
Sama halnya dengan rumput gajah, rumput signal ini mengandung serat kasar
tinggi seiring bertambahnya umur.
Rumput Gajah (pennisetum
purpureum)
Rumput Raja (pennisetum purpureum)
Rumput lapang Rumput Signal/ BD (Brachiaria
decumbens)
16. 15
Rumput odot (pennisetum purpureum
cv Mott)
Rumput Benggala (Panicum maximum)
Tabel 5. Kandungan nutrien rumput-rumputan
Hijauan BK Abu PK LK SK BetaN TDN Ca P
Rumput gajah 22.20 12.00 8.69 2.71 32.20 43.70 52.40 0.48 0.35
Rumput raja* 22.40 13.50 11.68 1.70 32.49 66.04
Rumput
Benggala
23.60 12.47 10.9 2.43 32.90 41.30 53.60 0.62 0.27
Rumput Signal 27.50 7.11 9.84 2.36 28.90 51.80 61.70 0.34 0.18
Rumput lapang 24.40 14.5 8.2 1.44 31.70 44.20 56.20 0.37 0.23
Rumput odot 20.00 8.00 11.00 2.27 30.00 40.00 65.00 0.50 0.40
Sumber: http://Dairy Feed Online.ipb.ac.id/feeds/detail/58#
*http://bptu-hptindrapuri.com/site/index.php/media-top/artikel-top/159-tentang-
rumput-raja-king-grass
Hijauan Leguminosa
Gamal (Gliricida sepium) salah satu jenis legum pohon yang tingginya
bisa mencapai 10-15 m yang mengandung protein tinggi. Selain sebagai pakan
ternak, gamal juga digunakan sebagai pohon naungan dan pupuk hijau.
Perbanyakan tanaman ini dilakukan dengan cara biji atau stek. Hijauan gamal ini
dapat dipanen setiap 3 bulan guna mendapatkan hijauan yang maksimal. Gamal
diberikan ke ternak sebagai pakan hijauan tunggal atau hijauan sumber protein
yang mensuplementasi pakan hijauan lain yang berkualitas rendah (Speedy,
1995). Berikut adalah link buku yang menjelaskan tentang tanaman gamal
http://www.bodley.ox.ac.uk/users/millsr/isbes/ODLF/TFP33.pdf.
Kaliandra (Calliandra calothyrsus) juga digunakan sebagai hijauan yang
berprotein tinggi (20.8%). Asal tanaman ini dari negara Meksiko. Tinggi tanaman
umumnya 4-6 m namun ada juga yang sampai 12 m jika kondisi mendukung.
Tanaman ini berjenis kanopi dengan daun majemuk lebat. Umur panen pertama
17. 16
yaitu 9-12 bulan kemudian dapat dipanen 4 kali setiap tahunnyan (Paterson et al.
1999). Berikut adalah link tentang ekologi dan cara budidaya kaliandra
http://old.worldagroforestry.org/sea/Publications/files/manual/MN0006-04.pdf
dan https://www.forda-mof.org/files/buku_1_caliandra.pdf.
Tabel 6. Kandungan nutrien leguminosa
Hijauan BK Abu PK LK SK BetaN TDN Ca P
Gamal 25.3 10 22.3 4.2 19.7 43.8 73 11.9 2.3
Turi 18.3 8.19 29.2 5.41 17.1 40.1 67.2 1.2 2.2
Kaliandra 34.9 6.3 20.8 2.4 25.2 45 67 7.1 2.8
Indigofera 20 7.18 29.56 1.22 19.5 42.45 68.89 0.22 0.14
Lamtoro 24.8 7.5 24.2 3.72 43.1 74.4 1.68 0.21
Sumber: http://Dairy Feed Online.ipb.ac.id/feeds/detail/58#
Daun Turi (Sesbania grandiflora) adalah legum pohon tingginya
mencapai 8 - 15 m digunakan sebagai pakan hijauan. Bentuk daun menyirip genap
sebanyak 12 - 20 pasang helai daun. Turi memiliki dua warna bunga yaitu merah
dan putih.
Gambar 5. Turi berbunga merah/pink dan putih
Indigofera zollingeriana adalah legum pohon yang berprotein tinggi dan
dapat produksi sebesar 100 - 150 ton BK/ha/tahun. Kandungan nutrien tepung
daun indigofera menurut Akbarillah (2002) memiliki nutrien serat kasar 15.25%,
protein kasar sebesar 27.97%; mineral Ca 0.22% dan P 0.18%. Indigofera juga
memiliki pigmen xantofil dan carotenoid yang tinggi.
18. 17
Lamtoro (Leucaena leucochepala) atau dikenal sebagai petai cina
banyak yang banyak tumbuh di hampir seluruh daerah di Indonesia yang
dimanfaatkan bijinya sebagai sayuran. Daun lamtoro digunakan sebagai pakan
ternak ruminansia dan mengandung tinggi protein (Tabel 15) serta palatabilitas
yang cukup baik. Daun lamtoro tidak diperbolehkan diberikan secara berlebih
karena mengandung mimosin yang dapat menyebabkan rontok bulu dan kembung
(Dairy feed online, 2017)
Stylo (Stylosanthes guianensis atau kacang stilo) merupakan legum
pendek dengan ketinggian 1 - 1.5 m. Tanaman ini berakar tunggang kuat dan
batang banyak cabang. Tanamna ini berasal dari Argentina. Tanaman ini tumbuh
dnegan baik di daerah subtropis dan tropis. Jenis hijauan ini dapat diberikan ke
ternak dalam bentuk hay, sistem pemberian cut and carry dan pastura (Hauze et
al., 2015). Penjelasan lebih detail mengenai stylosanthes dapat diakses pada link
berikut: https://agritrop.cirad.fr/582517/1/ID582517.pdf.
Hijauan Asal Limbah Pertanian
Jerami padi merupakan salah satu sumber hijuan yang didapat dari hasil
samping tanaman padi. Tanaman padi hanya diambil bijinya sebagai tanaman
pangan, batang dan daun padi merupakan biomassa yang besar dan salah satunya
dimanfaatkan sebagai hijuan pakan ternak. Sebagai pakan ternak, jerami padi
memiliki kelemahan yaitu serat kasar yang tinggi dan sebagian besar seratnya
berbentuk lignin serta mengandung silika yang tingi sehingga sulit didegradasi
oleh mirkoba rumen (Sarnklong et al., 2010). Adapun kandungan nutrien jerami
padi yaitu SK 31.38%, PK 5.61%, abu 18,44%, dan BETN 29,14% (Agustono et
al., 2017). Jerami padi ini memiliki faktor pembatas yaitu fraksi serat yang terdiri
dari 15% lignin, 30% hemiselulosa, 40% selulosa, dan 15% silika karena jerami
merupakan tanaman tua yang memiliki ikatan kompleks antara lignin, selulosa,
dan hemiselulosa (lignifikasi). Upaya untuk mengatasi faktor pembatas tersebut
yaitu dengan pengolahan. Berbagai macam pengolahan seperti pengolahan fisik
(pencacahan, penggilingan, dan pemotongan), pengolahan kimia seperti asam,
reagen oksidatif dan alkali (Doyle et al., 1996) atau delignifikasi menggunakan
19. 18
NaOH/KOH (Gunam dan Antara 1999) serta pengolahan dengan fermentasi
menggunakan jamur atau bakteri (pengolahan biologis) yang mampu
meningkatkan nilai nutrien karena jamur atau mikroba yang digunakan
mempunyai kemampuan mencerna lignin (delignifikasi) (Liu and Orskov, 2000).
Karena nilai nutriennya yang rendah, maka jerami padi tidak dapat digunakan
sebagai pakan basal tunggal. Jika tetap dipaksakan sebagai pakan tunggal, maka
akan menurunkan performa ternak seperti penurunan bobot badan (Sarnklong et
al., 2010). Van Soest (1983) menyatakan bahwa setiap peningkatan 1%
kandungan silika bahan akan menyebabkan penurunan kecernaan sebesar 2 - 3%
pada ternak ruminansia. Kandungan silika yang tinggi dapat menurunkan
palatabilitas dan menyulitkan penguraian jerami padi dalam rumen karena silika
dapat mencegah kolonisasi mikroba rumen (Agbagla-Dohnani et al., 2003).
Artikel berikut membahas ulasan mengenai potensi jerami padi sebagai pakan
ternak https://media.neliti.com/media/publications/100423-ID-potensi-jerami-
sebagai-pakan-ternak-rumi.pdf.
Gambar 6. Jerami padi
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Jerami
Jerami jagung atau tebon jagung adalah bahan organik sisa dari
tanaman jagung yang telah dipanen buahnya (tongkol jagung). Jerami jagung ini
tidak termasuk akar yaitu hanya batang dan daun. Hijauan ini memiliki nilai
nutrien yang hampir mirip dengan rumput gajah, dan dapat diberikan dalam
20. 19
bentuk segar maupun kering. Kandungan nutrien jerami jagung muda adalah BK
90%, PK 11.33%, SK 28%, LK 0.68%, BETN 49,23%, abu 10,76%, NDF
64.40%, ADF 53%, dan TDN 53% (Sudirman dan Imran, 2007). Tanaman jagung
yang siap panen memiliki 30% batang dan 13% daun yang dapat digunakan
sebagai hijuan serta komponen lain terdiri 38% biji, 7% tongkol, 12% kulit buah
(Murni dan Suparjo, 2008). Jerami jagung ini biasa digunakan sebagai pengganti
hijauan rumput dan diberikan bersamaan dengan konsentrat. Karena kelimpahan
jerami jagung hanya pada musim panen jagung, maka jerami jagung ini banyak
diolah menjadi pakan fermentasi.
Gambar 7. Tanaman jagung
Sumber: https://www.kabarjawatimur.com/pakan-ternak-dimusim-kemarau-
tebon-jagung-laris-manis/
Gambar 8. Silase jerami jagung
Sumber: http://southeastagnet.com/2018/05/22/uf-uga-corn-silage-forage-field-
day/
21. 20
Jerami kacang-kacangan sangat berpotensi sebagai hijauan pakan ternak
karena mengandung protein yang tinggi. Kacang-kacangan hasil pertanian ini
termasuk jenis leguminosa namun dibudidayakan untuk produksi bahan pangan.
Rendeng kacang-kacangan yang dapat dijadikan sebagai pakan adalah kacang
kedelai, kacang tanah, kacang hijau. Produksi hijauan kacang-kacangan tanaman
pangan menurut Soeharsono (1983) adalah jerami kedelai 1 ton/ha, jerami kacang
tanah 0.52 ton/ha, jerami kacang hijau 1 ton/ha, daun ubi kayu 1 ton/ha dan daun
ubi jalar 0.41 ton/ha. Tabel 16 menyajikan nilai nutrisi hijauan dari beberapa jenis
limbah tanaman pangan kacang-kacangan. Link berikut mengulas berbagai limbah
dan hasil samping pertanian sebagai pakan http://www.fao.org/3/X6553E04.htm.
Tabel 7. nilai nutisi hijauan dari hasil samping dan limbah pertanian
Hijauan SK BK PK LK BETN Abu
Daun uji kayu 14.93 - 8.39 5.58 45.86 14.75
Jerami ubi jalar 16,20 - 19,20 2,60 45,90 16,10
Kulit ubi jalar 12.20 - 6.77 5.84 46.52 12.41
Jerami kacang tanah segar* 30 86 14.7 - - -
Jeramikacang hijau* 22.5 86 16.6 - - -
Sumber: Agustono et al. (2017); *Hartadi et al. (1986): TDN jerami kacang tanah
50%
Artikel di link berikut membahas lebih lanjut mnegenai limbah dan hasil
samping pertanian yang dapat digunakan sebagai pakan ternak ruminansia.
http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2015/05/899-
907_Bambang-1.pdf
https://pdfs.semanticscholar.org/c976/43fa4a06ea1b03abcfcc2e79926ce85
74570.pdf
https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Thohawi_Elziyad_Purn
ama/publication/322095385_Identification_of_Agricultural_and_Plantatio
n_Byproducts_as_Inconventional_Feed_Nutrition_in_Banyuwangi/links/5
a4480c90f7e9ba868a7a483/Identification-of-Agricultural-and-Plantation-
Byproducts-as-Inconventional-Feed-Nutrition-in-Banyuwangi.pdf
22. 21
C. PENUTUP
1. Rangkuman
Sesuai dengan rumus fenotipik yaitu P = G + L dimana lingkungan juga
berpengaruh terhadap performa. Salah satu faktor lingkungan yang memiliki
peran besar yaitu pakan. Simbol P merupakan faktor lingkungan yang
mempengaruhi performa ternak. Pakan mengandung nutrien yang dibutuhkan
ternak untuk tumbuh, berkembang dan bereproduksi. Bahan-bahan yang
digunakan sebagai pakan harus memiliki kandungan nutrien yang mampu
memenuhi kebutuhan ternak tersebut yaitu ada pakan sebagai sumber energi,
sumber serat, sumber protein, sumber mineral dan pakan suplemen serta pakan
aditif. Pakan yang diberikan ke ternak disesuaikan dengan anatomi dan fisiologi
saluran percernaan sapi perah. Saluran pencernaan sapi perah terdiri dari mulut,
kerongkongan (esophagus), rumen, retikulum, omasum, abomasum, usus halus,
usus besar dan rektum. Ternak ruminansia mampu memanfaatkan serat kasar
dalam pakannya karena ternak ruminansia memiliki tipe lambung yang mampu
mencerna pakan dengan kandungan serat kasar lebih tinggi dibanding ternak
unggas. Hijauan pakan ternak berasal dari rumput-rumputan (rumput gajah,
rumput raja, rumput lapang, rumput benggala, rumput odot, dan lain-lain),
leguminosa (turi, kaliandra, lamtoro, gamal, indigofera, stylosanthes) dan limbah
pertanian (jerami padi, jerami jagung, rendeng kedelai, rendeng kacang tanah, dan
lain-lain). Pemberian pakan dapat dilakukan berdasarkan konsumsi Bahan Kering
(BK) dan Total Digestible Nutrient (TDN). Selain itu, produksi susu juga
mempengaruhi kebutuhan pakan.
Daftar Pustaka
Agbagla-Dohnani, A., Noziere, P., Gaillard-Martinie, B., Puard, M., and Doreau.
M. 2003. Effect of silica content on rice straw ruminal degradation. J. Anim.
Sci. 140:183-192.
Agustono B, Lamid M, Ma A, Elziyad MT. 2017. Identifikasi Limbah Pertanian
dan Perkebunana sebagai Bahan Pakan Inkonvensional di Banyuwangi.
23. 22
Identification of Agricultural and Plantation Byproducts as Inconventional
Feed Nutrition in Banyuwangi Jurnal Medika Veteriner. 1:12–22.
Akbarillah, T., D. Kaharuddin dan Kusisiyah. 2002. Kajian tepung daun
Indigofera sebagai suplemen pakan terhadap produksi dan kualitas telur.
Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Dairy feed. 2017. Sistem Indormasi Pakan Ternak. Internet. diakses 11 Oktober
2019. http://Dairy Feed Online.ipb.ac.id/feeds/detail/3
Doyle, P.T., Devendra, C., and Pearce, G.R. 1996. Rice straw as a feed for
ruminants. International Development Program of Australian Universities
and Colleges Limited (IDP), Canberra, Australia.
Gunam, I.B.W., and Antara, N.S. 1999. Study on Sodium Hydroxide Treatment of
Corn Stalk to Increase Its Cellulose Saccharification Enzymatically by
Using Culture Filtrate of Trichoderma reesei. Gitayana Agric. Technol. J. 5
(1): 34-38.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, dan A.D. Tillman., 1986. Tabel Komposisi
Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Heuzé V., Tran G., Boudon A., Labussière E., Bastianelli D., Lebas F., 2015.
Stylo (Stylosanthes guianensis). Feedipedia, a programme by INRA,
CIRAD, AFZ and FAO. http://www.feedipedia.org/node/251 L
Holstein Foundation. 2015. World of Dairy Cattle Nutrition. Developing dairy
leaders for tomorrow. Internet. diakses pada 12 Oktober 2019.
http://www.holsteinfoundation.org/pdf_doc/workbooks/DairyCattleNutritio
n.pdf
Liu, JX., dan Orskov ER. 2000. Cellulase treatment of untreated and steam pre-
treated rice straweffect on in vitro fermentation characteristics. Animal Feed
Science and Technology. 88: 189- 200.
Murni, R., Suparjo, Akmal, dan B.L. Ginting. 2008. Metode Pengolahan Limbah
Untuk Pakan Ternak. Universitas Jambi. Jambi
National Research Council. 2001. Nutrient requirements of Dairy Cattle. Seventh
revised edition.
Pandey GS dan GCJ Voskuil. 2011. Manual on improved feeding of dairy cattle
by smallholder farmers. Golden Valley Agricultural Research Trust.
Zambia.
Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik.
Penerbit BPFE. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Indonesia.
Sarnklong C, Cone JW, Pellikaan W dan Hendriks WH. 2010. Utilization of Rice
Straw and Different Treatments to Improve Its Feed Value for Ruminants: A
Review. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 23 (5) : 680 – 692.
24. 23
Speedy A. 1995. Gliricida sepium. Tropical Feeds and Feeding Systems, First
FAO Electronic Conference. Internet. diakses pada
http://www.fao.org/livestock/agap/frg/ECONF95/PDF/GLIRICID.PDF
Standar Nasional Indonesia. 2009. Pakan Konsentrat – Bagian 1: Sapi Perah.
Badan Standarisasi Nasional. Indonesia
Sudirman dan Imran. 2007. Kerbau Sumbawa: sebagai konverter sejati pakan
berserat. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program
Kecukupan Daging Sapi. Fakultas Peternakan Universitas Mataram, Nusa
Tenggara Barat.
Van Soest PJ . 1983. Nutritional Ecology of the Ruminant. O&B Books, Inc .
Corvalis, Oregon.
Vanis, D R. 2007. Pengaruh Pemupukan dan Interval Defoliasi Terhadap
Pertumbuhan Dan Produktivitas Rumput Gajah ( Pennisetum purpureum) di
bawah tegakan pohon segon (Paraserianthes falcataria). Skripsi. Fakultas
perternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Indonesia.
Vietnam Belgium Dairy Project. 2009. Nutrition and feeding management in dairy
cattle. Practical manual for small scale dairy farmer in Vietnam. Second
edition. Hanoi.