2. 1
KEGIATAN BELAJAR 1. BIBIT TERNAK RUMINANSIA PERAH
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi Singkat
Ternak perah adalah ternak yang diperihara dengan tujuan sebagai
penghasil susu baik ternak sapi maupun kambing (ternak ruminansia perah).
Sistem perkawinan sangat penting bagi ternak ruminansia perah karena akan
berhubungan dengan produksi susu. Ternak perah secara langsung maupun tidak
langsung sangat tergantung dengan kemampuan reproduksinya karena susu adalah
hasil dari reproduksi. Ketika ternak tersebut dikawinkan dan dipelihara dengan
manajemen yang sesuai maka akan berdampak positif pada produktivitas. Modul
ini menjelaskan tentang agribisnis ternak ruminansia perah yang berisi tentang
teori, konsep, contoh macam-macam bangsa ternak ruminansia perah, pengukuran
skor Body Condition Score (BCS) dan pola perkawinan ternak ruminansia perah,
pemilihan pola perkawinan yang sesuai dan memprioritaskan pola perkawinan
yang sesuai untuk ternak ruminansia perah dan seleksi bibit ternak ruminansia
perah. Dalam modul ini juga diberikan rangkuman materi untuk mempermudah
pembelajaran secara mandiri dan dan uji formatif untuk mengukur penguasahaan
materi dalam modul ini. Tugas diberikan sebagai bahan untuk pendalam materi
yang dapat dikerjakan melalui referensi tambahan untuk memperkaya
pengetahuan dan wawasan yang menunjang materi dalam modul ini.
2. Relevansi
Modul ini berisikan tentang teori-teori pola perkawinan ternak ruminansia
perah yang dapat dijadikan sebagai pengetahuan dasar dan acuan untuk
menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam sistem perkawinan ternak
ruminansia perah. Hasil akhir yang diharapkan adalah dapat memilih dan
memprioritaskan pola perkawinan yang sesuai untuk ternak ruminansia perah.
3. 2
3. Petunjuk Belajar
Pembelajaran materi dalam modul dilakukan secara berurutan mulai dari
pengenalan ternak sampai dengan macam-macam metode perkawinan ternak.
Pembelajaran dapat dilakukan secara mandiri maupun tim dengan tambahan
referensi lain baik dari berbagai publikasi ilmiah yang terpercaya. Tes formatif
sebagai tolok ukur penguasaan materi dalam modul ini.
B. INTI
1. Capaian Pembelajaran
Mampu menganalisis prinsip agribisnis ternak ruminansia dan aplikasinya
dalam pembelajaran bidang studi agribisnis ternak.
2. Sub Capaian Pembelajaran
Mampu menentukan pola perkawinan ternak ruminansia perah untuk
menghasilkan bibit ternak ruminansia perah yang unggul dan produktif. Selain itu
peserta juga mampu memprioritaskan pola perkawinan yang sesuai untuk ternak
ruminansia perah.
3. Uraian Materi
Breed Manakah yang bisa Digunakan sebagai Ternak Ruminansia Perah?
Semua sapi atau mamalia betina dapat menghasilkan susu, namun
produksi susu ternak tersebut mungkin hanya bisa digunakan untuk memenuhi
kebutuhan anaknya. Beberapa ternak ruminansia perah unggul yang dapat
memproduksi susu berlebih untuk anaknya bahkan dapat dijual misalnya breed
friesian holstein dan shorthorn. Kedua breed sapi perah tersebut banyak
ditemukan di peternak-peternak skala kecil. Beragamnya bangsa sapi perah ini
kemudian akan memunculkan pertanyaan “Bangsa apakah yang cocok
dipelihara?”, “Bagaimana produksi bangsa-bangsa sapi perah tersebut?”. Berikut
adalah beberapa breed unggul yang banyak dibudidayakan:
4. 3
Friesien Holstein atau Fries Holland (FH)
Ketika Anda menyebutkan sapi perah, apa yang ada dibenak dan imaginasi
Anda? Mungkin sapi dengan pola putih bercak hitam. Ya, sapi perah holstein ini
adalah salah satu sapi perah yang sangat terkenal, hampir 90% sapi perah di
Amerika adalah jenis ini. Di Indonesia sapi perah yang banyak dikembangkan
juga jenis ini. Darimanakah sapi perah ini berasal? Sapi bercorak hitam putih atau
coklat putih ini berasal dari negara Belanda yang terkenal memiliki
pastura/padang rumput berkualitas baik. Ciri khas yang dimiliki sapi FH asli ini
adalah bagian kaki putih (carpus ke bawah), tanduk pendek, warna rambut ujung
ekor putih, bobot badan sapi FH ini pada saat dewasa dan dapat dijadikan sebagai
bibit adalah 550 - 625 kg untuk betina dan pejantan 900 - 1000 kg serta produksi
susunya bisa mencapai lebih dari 5000 kg pada saat laktasi pertama. Kekurangan
sapi ini adalah kadar lemaknya yang relatif rendah yaitu 3.5 - 3.7% dengan
karakteristik globular lemak yang kecil dan berwarna kuning (Blakely dan Bade,
1991). Sapi perah tipe FH sangat baik untuk ternak perah karena betina memiliki
temperamen yang tenang, jinak sedangkan pejantan agak agresif. Sapi ini
sebenarnya adalah sapi sub tropis yang kurang tahan terhadap panas, namun jenis
sapi ini mudah beradaptasi dengan keadaan lingkungan (Makin, 2011). Sudono et
al. (2003) menjelaskan bahwa bangsa sapi FH merupakan top milk producer
dibanding sapi-sapi perah lainnya.
Seiring berkembangnya sapi perah di Indonesia sapi FH di Indonesia
kemudian di kembangbiakkan menjadi sapi perah Peranakan Friesian Holstein
(PFH) yang merupakan hasil grading up. Adapun ciri-ciri sapi PFH adalah
(Rustamaji, 2004) adalah: 1) Ukuran tubuh dan bobot hampir sama dengan FH;
2) Mempunyai sifat tenang dan jinak sesuai dengan induknya; 3) Warna rambut
belang hitam dan putih, kadar lemak susu yang rendah seperti FH; 4) Mempunyai
sifat tenang dan jinak sesuai dengan induknya 5) Produksi susu tinggi sekitar 15 -
20 liter per hari per masa laktasi; 6) Lebih tahan panas jika dibandingkan dengan
sapi FH, sehingga lebih cocok di daerah tropis; 7) Mudah beradaptasi di
lingkungan barunya.
5. 4
Gambar 1. Sapi FH
Sumber: Garman (2019)
Sapi Guernsey
Negara Inggris juga memiliki sapi perah andalan, jenis sapi yang
dikembangkan di pulau Guernsey Inggris ini memiliki karakteristik warna coklat
muda bercorak totol putih pada dahi, ekor, kaki, lipatan paha dan perut bagian
bawah. Karakteristik susunya yang terkenal dengan kadar karotennya yang tinggi
“creamy golden milk”. Produksi susu sapi ini bisa mencapai sekitar 6300 kg per
tahun. Karena susunya yang mengandung tinggi karoten, kebanyakan peternak
yang memelihara ternak ini digunakan sebagai bahan baku pembuatan keju dan
butter. Kondisi kerangka tubuh yang cukup kecil menjadi keuntungan tersendiri
karena pakan yang dibutuhkan untuk memproduksi susu tidak sebanyak sapi
dengan kerangka besar. Bobot dewasa mencapai 490 kg (Blakely dan Bade,
1991).
6. 5
Gambar 2. Sapi guernsey
Sumber: Agrinak (2015)
Sapi Jersey
Seringkali sapi perah bangsa jersey ini dipilih sebagai produsen susu sapi
skala keluarga. Jenis sapi ini berasal dari French Isle of Jersey. Bentuk dan
kerangka tubuh sapi jersey jauh lebih kecil dari sapi-sapi perah yang lain,
tingginya sekitar empat kaki. Berat dewasa adalah antara 800 dan 1.200 pound.
Ciri khas sapi jersey ini adalah warna cokelat kekuningan dan cokelat, dengan
bayangan putih dan hitam di sekitar hidung dan mulut. Penelitian telah
menunjukkan bahwa jersey jauh lebih baik dalam mengkonversi pakan hijauan
menjadi susu daripada FH. Kualitas susu yang dihasilkan sapi jersey memiliki
kandungan lemak dan protein paling banyak dari semua bangsa sapi perah.
Produksi rata-rata adalah enam galon susu per hari (Blakely dan Bade 2003)
Gambar 3. Sapi jersey
Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Jersey_cattle
7. 6
Brown Swis
Sapi brown swiss berasal dari Swiss dan merupakan salah satu ras sapi
perah yang berkerangka besar. Sapi brown swiss ini lambat untuk dewasa, yang
berarti bahwa usia pada melahirkan pertama jauh lebih tua daripada holstein dan
jersey. Sapi adalah jenis ini berwarna keabu-abuan yang disebut brown swiss.
Brown swiss berukuran besar sekitar 1500 pound. Produksi susu rata-rata adalah
2200 pound per tahun. Susu yang dihasilkan banyak digunakan sebagai bahan
baku mentega karena lemak dan proteinnya cukup tinggi.
Gambar 4. Sapi brown swiss
Sumber: Garman (2019)
Ayrshire
Bangsa sapi perah ini memiliki produksi yang cukup bagus hampir setara
dengan FH dan jersey. Ternak perah bangsa ayrshire memiliki pola warna
campuran putih yang dan cokelat. Ternak ini berasal dari Skotlandia dan dalam
perkembangannya ternak ini banyak disilangkan dengan berbagai bangsa
termasuk holstein. Keturunan ayrshires murni hanya akan menghasilkan
keturunan merah dan putih. Bobot ayshire sekitar 1.200 pound rata-rata produksi
susu sebanyak 17.000 pound per tahun.
8. 7
Gambar 5. Sapi ayrshire
Sumber: Garman (2019)
Milking Shorthon
Asal ternak ini adalah dari negara Inggris, namun pada tahun 1700-an
dilakukan impor pertama milking shorthorn ke Virginia. Awalnya jenis ternak ini
digunakan sebagai penghasil daging dan pembajak sawah. Ciri khas yang dimiliki
yaitu campuran pewarnaan khas merah dan putih dan pola roan yang hanya ada
pada bangsa sapi Shorthorn. Seiring perkembangan jaman ternak ini menjadi
terkenal dan tersebar luas di seluruh Amerika (AMSS, 2019)
Gambar 6. American milking shorthon
Sumber: AMSS (2019)
Australian Milking Zebu
Ternak ini merupakan hasil persilangan antara red sindhi, sahiwal, dan
sapi jersey. Persentase darah sapi Australian Milking Zebu (AMZ) ini adalah sapi
9. 8
zebu 20 - 40% dan jersey 60 - 80%. Ciri khas sapi AMZ adalah pola warna bulu
dominan kuning emas sampai coklat kemerah-merahan. Adapun produksi susu
rata-rata kisaran 7 - 10 liter per hari.
Gambar 7. Persentase darah sapi AMZ
Sumber: Stephens et al. (1984)
Gambar 8. Sapi perah AMZ
Sumber: Stephens et al. (1984)
Body Condition Score (BCS) Ternak Ruminansia Perah
Mengapa pengukuran BCS pada sapi perah penting?
Penilaian atau pengukuran BSC ini merupakan penilaian secara visual
untuk menetapkan standarisasi kegemukan atau kekurusan ternak. Hal ini
dilakukan untuk menghitung dan menetapkan cadangan energi dan protein yang
sapi. Melalui BCS dapat diketahui sejarah tingkat pemberian pakan, kemungkinan
produktivitas, dan pengelolaan kondisi tubuh kinerja reproduksi, produksi susu,
efisiensi konversi pakan, dan peningkatan kesehatan dan kesejahteraan ternak.
Dari segi reproduksi, ternak sapi yang terlalu kurus akan melahirkan anak sapi
yang kurang subur dan menghasilkan lebih sedikit susu. Sapi yang terlalu gemuk
10. 9
juga sering mengalami gangguan keseatan, misalnya keguguran ketika
melahirkan, gangguan metabolisme dan memiliki nafsu makan yang lebih buruk
sehingga dapat melahirkan sapi/anakan yang kurus (Edmonson et al., 1989).
Kondisi tubuh sapi perah selama lakstasi banyak mengalami perubahan terkait
dengan kebutuhan nutrisi ternak tersebut (Wright et al., 1987). Pada awal laktasi
cadangan lemak dalam tubuh ternak mengalami penurunan yang signifikan
kemudian pada saat pertengahan dan akhir laktasi akan dibentuk cadangan lemak
kembali (Gallo et al., 1996).
Pengukuran frame pada sapi perah atau biasa dikenal Body Condition
Score (BCS) adalah salah satu teknik evaluasi untuk mengetahui skor kegemukan
pada ternak sapi perah melalui pengamatan 8 titik penonjolan tulang, yaitu
processus transversus, processus spinosus, tuber coxae (hooks), legok lapar
(thurl), antara tuber coxae kanan dan kiri (tailhead) dan pangkal ekor ke tuber
ischiadicus (pins), antara tuber coxae (hooks), dan tuber ischiadicus (pins).
Pengurukuran BCS pada ternak sapi perah ada beberapa variasi skala yang
digunakan, yaitu Autralia 8 skala, Amerika 9 skala, dan Inggris 5 skala. Skala 0
menunjukkan ternak tersebut sangat kurus dan skor 5 menunjukkan ternak
tersebut sangat gemuk. Di Indonesia sendiri penentuan BCS ternak ruminansia
perah mengikuti skala dari Inggris yaitu 5 skor.
Penilaian kondisi tubuh (BCS) adalah penilaian visual dari jumlah lemak dan
otot yang menutupi tulang sapi, tanpa memperhatikan dari ukuran tubuh.
Pengukuran BCS tidak dipengaruhi oleh isi usus atau kondisi kebuntingan.
Penilaian BCS pada lokasi-lokasi spesifik yang menggambarkan seberapa
kurus atau gemuk ternak.
11. 10
Gambar 9. Sketsa titik penonjolan tulang untuk pengamatan BCS
Sumber: http://infovets.com/books/beef/A/A085.htm
Gambar 10. BCS ruminansia perah difokuskan pada bagian loin dan rump
Sumber: Klopčič et al. (2011)
Gambar 11. Beberapa penilaian BCS sapi perah 1, 5, dan 9 (Skala 1 - 9)
Sumber: Klopčič et al. (2011)
12. 11
Gambar 12. Beberapa penilaian BCS sapi perah 1, 3, dan 5 (Skala 1 - 5)
Sumber: Klopčič et al. (2011)
Gambar 13. Hubungan BCS dengan produksi susu
Sumber: Klopčič et al. (2011)
Penilaian BCS dengan 5 skala menurut Sukandar (2008)
Grade 1 (Sangat Kurus)
Pangkal ekor terlihat sangay kecil/kurus/menyusut kedalam dan vulva
terlihat sangat menonjol keluar. Prosessus spinosusu, tuber coxae, dan tuber
ischiadicus terlihat jelas.
13. 12
Gambar 14. BCS skor 1 (sangat kurus)
Sumber: Pujiastuti (2016)
Grade 2 (Kurus)
Penonjolan prosessus spinosusu pendek dan dapat diraba dengan baik,
tuber coxae dan tuber ischiadicus menonjol sedang dan bagian diantaranya tidak
terlalu cekung. Pada grade ini kondisi vulva tidak terlalu menonjol keluar.
BCS 2.25 nampak lengkungan antara rusuk pendek
BCS 2.50 bagian pin tidak tertutup lemak
BCS 2.75 rusuk pendek terlihat dan bentuk hook adalah angular.
Bagian pin sangat sedikit tertutup lemak.
Gambar 15. BCS skor 2 (kurus)
Sumber: Pujiastuti (2016)
Grade 3 (sedang)
Bagian tulang ekor, tuber coxae, dan tuber ischiadicus terlihat membulat
dan lebih halus denegan kondisi vulva yang tidak menonjol (rata) dan bagian anus
14. 13
tidak ada lemak yang menutupi. Penonjolan tulang prosessus spinosus akan terasa
apabila diraba dengan sedikit penekanan.
Gambar 16. BCS skor 3 (3 - 3.75)
Sumber: Pujiastuti (2016)
15. 14
Grade 4 (Gemuk)
Penonjolan tulang prosesus spinosus ditekan dengan kuat untuk
merasakannya. Penonjolan tuber coxae membulat dan tertutupi lemak (ada deposit
lemak).
Gambar 17. BCS skor 4
Sumber: Pujiastuti (2016)
Grade 5 (sangat gemuk)
Lemak terdeposisi pada costae dan stenum. Tulang ekor juga terlihat
deposisi lemak sehingga ruas tulang ekor tidak terlihat. Tidak terlihat lagi
penonjolan tulang bagian atas tuber ischiadicus, tuber coxae, dan processus
spinosus.
Gambar 18. BCS skor 5
Sumber: Pujiastuti (2016)
16. 15
Menurut Webster (1987) BCS induk sapi perah memiliki skor rata-rata 2.5
- 3.5 saat melahirkan. Berikut adalah rataan BCS untuk sapi perah di berbagai
status fisiologi:
Tabel 1. BCS sapi perah
No Status fisiologi Skor
1 Masa kering 3.5 - 4
2 Calving (sapi yang sudah beberapa kali beranak) 3.5 - 4
3 Post partum ( umur1 bulan) 2.5 - 3
4 Akhir masa laktasi 3.25 - 3.75
5 Pertengahan masa laktasi 3
6 Calving (laktasi pertama) 3.5
Sumber: Pujiastuti (2016)
BCS pada ternak ruminansia perah FH di BPTU-Baturaden memiliki skor
optimum BCS 2 sampai 3 untuk periode laktasi ketiga (Yuari, 2009). Nilai BCS
memiliki hubungan dengan banyak sifat yang penting bagi peternak sapi perah.
Sapi yang mendapat skor di kelas-kelas ekstrem, yang terlalu gemuk atau terlalu
kurus, tidak baik untuk produksi susu. Adapun hubungan dengan kesuburan
adalah salah satu yang penting baik ternak perah. Sapi yang memiliki selisih 1
skor lebih tinggi menunjukkan calving interval 5 hari lebih pendek (De Jong dan
Hamoen, 2009)
Pengukuran BCS merupakan pengukuran penting dalam menilai efektifitas
pemberian pakan (Grant dan Keown, 1993). Cadangan lemak tubuh yang
memadai dapat meningkatkan produksi susu, efisiensi reproduksi, dan masa
produksi. Sapi lemak berlebih atau sapi yang terlalu kurus berisiko lebih besar
mengalami masalah metabolisme, produksi susu yang lebih rendah, tingkat
konsepsi yang buruk, dan distosia (kesulitan melahirkan). Sapi yang gagal
mencapai kondisi tubuh yang layak/ideal pada masa awal menyusui menunjukkan
masalah dalam kesehatan ternak atau manajemen pakan, sehingga skor kondisi
harus dipantau pada setiap siklus reproduksi.
Penelitian menunjukkan bahwa sapi yang terlalu gemuk saat melahirkan
dengan BCS > 4 (skala 5) lebih rentan terhadap serangan penyakit reproduksi
seperti sulit melahirkan, sulit dipertahankan setelah melahirkan, ovarium sistic,
17. 16
dan infeksi rahim. Penyakit-penyakit tersebut lebih sering muncul ke ternak
terlalu gemuk dibandingkan sapi dengan BCS lebih rendah. Sapi yang kehilangan
lebih dari 1 (skala 5 poin) BCS, mengalami penurunan kesuburan. Namun
kemampuan reproduksi tidak terpengaruh oleh hilangnya BCS sebanyak 0.5
(skala 5). Loeffler et al. (2010) mempresentasikan data yang menunjukkan sapi
dengan BCS 3.0 mencapai tingkat konsepsi pertama tertinggi. Sapi di atas dan di
bawah 3.0 mencapai tingkat konsepsi yang lebih buruk (De Jong dan Hamoen,
2009)
Gambar 19. Perubahan status kebutuhan pakan, produksi susu, cadangan energi,
pertumbuhan janin, dan BCS pada status fisiologi tersebut.
Sumber: Klopčič et al. (2011)
Pentingnya mengetahui BCS pada setiap tahapan produksi ternak perah:
Pre-calving-
masa kering
Kondisinya harus "fit not fat", dan harus mendapatkan
suplementasi sedang untuk mempersiapkan sapi untuk
18. 17
menyusui diawal laktasi.
Calving Sapi seharusnya tidak partus dengan kondisi lemak berlebih.
Sapi gemuk berpeluang terkena penyakit hati berlemak atau
ketosis dan lebih rentan terhadap demam susu, mastitis,
infertilitas, lameness, asupan nutrisi terbatas.
Laktasi awal Sapi perah berada di bawah tekanan nutrisi yang cukup dan
memadai sangat penting untuk menghindari penurunan berat
badan yang berlebihan. Sapi yang sangat kurus juga tidak
baik dan akan menimbulkan lameness (masalah metabolik
yang dapat mempengaruhi bentuk panggung sebagai
konsekuensi komplikasi stres nutisi termasuk infeksi seperti
mastitis)
Kawin Sapi perah seharusnya tidak mengalami defisit energi pada
tahap ini karena ini dapat menurunkan kesuburan.
19. 18
Pencatatan BCS pada setiap status fisiologi akan mendukung dalam
melakukan penilaian dan manajemen pemeliharaan termasuk pengaturan
kebutuhan nutrisi, manajemen reproduksi dan juga produksi susu. Berikut adalah
contoh kartu pencatatan BCS pada sekelompok sapi. Penjelasan lebih lanjut
mengenai BCS dapat diakses pada link berikut:
1. https://extension.psu.edu/body-condition-scoring-as-a-tool-for-dairy-herd-
management
2. http://www.omafra.gov.on.ca/english/livestock/dairy/facts/00-109.htm
Gambar 20. Catatan skor BCS ternak-ternak dalam kelompok (skor 1 - 9)
Sumber: Dairy Australia (2013)
20. 19
Gambar 21. Ciri-ciri bentuk penonjolang tulang untuk mengetahui BCS
Sumber: Klopčič et al. (2011)
Pembibitan dan Pola Perkawinan Ternak Ruminansia Perah
Apa yang diharapkan oleh peternak ketika memelihara sapi perah? Anakan
pejantan? Anakan betina? Atau hanya produksi susu dari induknya? Ketika
memelihara ternak ruminansia perah ada tiga hal yang dapat dipertimbangkan
sebagai hasil (output) budidaya ternak perah yaitu: 1). Anakan jantan yang dapat
dijadikan sebagai pejantan penggati atau sebagai ternak pedaging jika kualitas
dirasa kurang untuk pejantan sapi perah, 2). Anakan betina yang dapat dijadikan
sebagai calon induk untuk memproduksi susu, dan 3). Susu yang diproduksi dari
hasil proses reproduksi (perkawinan, kebuntingan dan laktasi). Untuk
mendapatkan produksi susu yang maksimal, budidaya ternak ruminansia perah ini
membutuhkan perhatian besar untuk membiakkan ternak-ternak tersebut. Dalam
pelaksanaan budidaya sapi perah diperlukan beberapa perencanaan, pengamatan,
pencatatan perkawinan dan pencatatan teratur produksi susu.
21. 20
Bibit unggul merupakan incaran para peternak dan pengusaha sapi perah
(on farm). Hal tersebut dikarenakan adanya faktor genetik yang merupakan
potensi dari dalam yang menunjukkan ternak tersebut mampu berproduksi dan
bereproduksi dengan baik. Genetik yang unggul ini tidak akan maksimal apabila
tidak didukung dengan lingkungan yang memadahi. Untuk mendapatkan ternak
ruminansia perah yang berkualitas dan berproduksi tinggi, perlu dilakukan
manajemen pembibitan ternak melalui pemuliaan baik pemurnian rumpun
maupun grading up dan persilangan. Sistem perkawinan yang diterapkan pada
ternak ruminansia perah yaitu perkawinan alami dan perkawinan inseminasi
buatan. Kedua perkawinan tersebut dapat digunakan dalam pembibitan ternak
ruminansia perah. Perkawinan secara alami membutuhkan pejantan unggul yang
masih produktif. Gambar berikut menunjukkan bibit sapi perah FH menurut SNI
2735: 2014
Gambar 22. Bibit sapi perah holstein Indonesia
Sumber: BSN (2014)
Ada empat pertimbangan penting dalam pemuliaan untuk produksi susu
berdasarkan FAO yaitu:
Memilih sapi betina/indukan terbaik
Memilih bull/pejantan terbaik
Pengebirian anak sapi dan memilih sapi jantan dan sapi pengganti
terbaik
Mencapai efisiensi pemuliaan terbaik
22. 21
. Pembibitan ini bertujuan untuk melestarikan ternak-ternak unggul dan
meningkatkan produksi dengan cara memilih dan mendesain ternak yang unggul
sebagai indukan atau pejantan. Sistem pembibitan di Indonesia menerapkan
skema village breeding centre yang merupakan pembibitan berbasis peternakan
rakyat. Skema pembibitan yang dapat diterapkan salah satunya menggunakan
skema inti-plasma. Tiga sistem pemeliharaan ternak dengan penggembalaan
dengan perbandingan jantan : betina (1 : 20 - 30); semi intensif 1 : 15 - 20; dan
intensif cut and carry 1 : 10 - 15 dengan mempertimbangkan kapasitas tampung
ternak kawasan sekitarnya. Untuk memperoleh bibit yang berkualitas,
dilaksanakan sebagai berikut:
a. Menggunakan pejantan unggul dan produktif;
b. Kawin alam dengan rasio jantan dan betina 1 : 10;
c. Inseminasi Buatan (IB) menggunakan semen beku atau semen cair dari
pejantan yang sudah teruji kualitasnya dan dinyatakan bebas dari penyakit
hewan menular yang dapat ditularkan melalui semen;
d. Menghindari perkawinan dengan kerabat dekat (inbreeding), seperti antara
bapak/induk dengan anak, saudara sekandung, dan antara saudara tiri,
kakek/nenek dengan cucu.
23. 22
Gambar 23. Skema pembibitan ternak tahap 1 - 3
Sumber: Thalib et al. (2011)
Macam-macam Teknik Perkawinan Ternak Perah
Dalam upaya memperoleh bibit yang sesuai standar, teknik perkawinan
dapat dilakukan dengan cara intensifikasi kawin alam atau Inseminasi Buatan
(IB). Pola perkawinan melalui intensifikasi kawin alam dapat dilakukan dengan
empat cara (Affandhy et al., 2007) yaitu: 1). Kawin alam dalam kandang
individu dengan cara mengikat sapi betina yang sudah siap dikawinkan (muncul
tanda-tanda estrus) kemudian didatangkan pejantan unggul untuk mendekati
betina tersebut dan diamati sampai minimal dua kali ejakulasi. Setelah 21 hari,
ternak-ternak yang dikawinkan diamati apakah birahi lagi atau tidak, sapi yang
tidak menunjukkan gejala estrus/birahi sampai 2 siklus (42 hari) menunjukkan
ternak tersebut kemungkinan bunting setelah 60 hari semenjak dikawinkan dapat
dilakukan palpasi rektal. 2). Kawin alam yang dilakukan dalam kandang
paddock (mini rench). Metode perkawinan ini memerlukan ren berpagar ukuran
. Penggemukan3.1
ternak bakalan
jantan lepas sapih,
ternak afkiran
betina dan pejantan
. Sosialisasi3.3
cara rekording
secara bertahap
Planner/breeder
TAHAP III
. Perbaikan pakan3.2
sesuai dengan
karakteristik ternak dan
target produksi
. Seleksi2.4
induk dan
pemanfaatannya
TAHAP II
pelaksanaan rencana
2.3. Seleksi
pejantan dan
penggunaannya
2.1. Menentukan
target akhir yaitu
kambing muda
tumbuhcepat
. Ternak bibit2.5
lebih baik dari
ternak di luar
Planner/breeder
TAHAP I
. Pentuan lokasi1.1
dan bangsa/rumpun/
galur ternak
. Para peternak1.2
partisipatif dan
pengalaman
1.4. Sistem manajemen
yang akan diterapkan
)kesepatakan bersama(
1.3. Potensi pakan:
Kapasitas tampung dan
kelebihan atau
kekurangan
. Sistem2.2
perbibitan dan
pemeliharaan
24. 23
30 x 9 m2
yang berisi 1 ekor pejantan dan 30 betina (1 : 30). Pencampuran
dilakukan selama 2 bulan kemudian diamati ada kebuntingan atau tidak, ternak
yang bunting dipindahkan ke kandang bunting sedangkan ternak yang tidak
bunting dikembalikan lagi kekandang paddock dan bisa juga ditambahkan ternak
betina lain yang tidak bunting dari luar sampai mencapai rasio jantan : betina
sebesar 1 : 30. Pejantan diganti setahun sekali untuk menjegah terjadinya
inbreeding. 3). Perkawinan alami dalam kandang kelompok. Induk yang siap
kawin diletakkan pada kandang kelompok dan dicampurkan dengan pejantan
unggul dengan perbandingan ternak (1 pejantan : 10 betina), pencampuran ini
dilakukan selama dua bulan. Setelah dua bulan dilakukan Pemeriksaan
Kebuntingan (PKB) melalui palpasi rektal. Induk yang diketahui bunting
dipisahkan dari kelompok. 4.) Perkawinan alami di ladang penggembalaan
(pastura), metode ini adalah untuk ternak yang dipelihara di ladang
penggembalaan (angonan) ternak yang terlihat birahi kemudian dibawa di
kandang yang tersedia atau yang ada di rumah untuk dikawinkan. Setelah
dikawinkan dikembalikan lagi ke ladang penggembalaan (angonan). Pada model
ini pejantan diganti ketika betina sudah 3 kali beranak. Sapi bunting tua sebaiknya
dipisahkan ke dalam kandang supaya mudah dalam memenuhi kebutuhan
nutrisinya.
Teknik perkawinan lainnya yaitu dengan cara Inseminasi Buatan (IB)
menggunakan semen beku (frozen semen) atau semen cair (chilled semen). Teknik
perkawinan ini bertujuan menghasilkan ternak ternak berkualitas dan juga
meningkatkan kuantitas ternak. Sperma dalam straw yang digunakan berasal dari
ternak-ternak pejantan unggul pilihan, selain itu teknik perkawinan dengan IB
juga dapat menghindari penularan penyakit dan mencegah terjadinya inbreeding.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan kawin dengan cara IB
adalah:
Handling/Penanganan Semen Beku
Semen beku dalam kontainer perlu diperhatikan untuk mencegah
penurunan kualitas dan kematian sperma sehingga straw tetap dalam kondisi baik
ketika digunakan. Kontainer straw harus dipastikan terisi nitrogen cair yang
25. 24
merendam straw, setiap minggu harus dilakukan pengecekan apakah nitrogen cair
mencukupi atau perlu ditambah. Ketika akan mengambil straw dari kontainer
tidak boleh melebihi leher kontainer dan dijaga supaya tidak terkena matahari
langsung (Affandhy et al., 2007).
Thawing Straw dan Waktu IB
Straw beku yang akan digunakan direndam dalam air hangat bersuhu
37.5o
C atau air biasa selama 25 - 30 detik (kurang dari 1 menit) untuk mencairkan
straw tersebut. Waktu pelaksanaan penyuntikan IB yang tepat adalah 10 - 22 jam
setelah terlihat tanda birahi pada ternak betina. Misalkan diketahui pagi hari
muncul gejala birahi, pada sore hari dikawinkan dan apabila ditemukan birahi
pada sore hari dapat dikawinkan pada pagi hari (besok pagi). Untuk IB yang
menggunakan straw cair, penyimpanan dilakukan dalam termos suhu dingin (5o
C)
dan dapat bertahan sekitar 1 minggu (Affandhy et al., 2007).
Pelaksanaan IB
Ternak betina yang terlihat birahi diletakkan pada kandang individu atau
kandang jepit. Ketika akan di IB feses dibersihkan dari rektum dengan
memasukkan tangan ke rektum, bersihkan vulva dengan kain basah dan
desinfektan (alkohol 70%). Masukkan straw ke dalam Artificial Insemination (AI)
gun kemudian masukkan ke dalam vagina betina estrus sampai cornua uteri (1 cm
dari serviks) kemudian secara perlahan AI gun ditarik dari saluran vagina.
Penyuntikan AI gun dipandu sengan kangan kiri yang dimasukkan kedalam rektal
(palpasi rektal) untuk menemukan posisi yang tepat untuk menyuntikkkan AI gun
(Affandhy et al., 2007).
Dalam melakukan IB alat-alat dan bahan yang harus disiapkan adalah:
Container
Container merupakan alat yang digunakan untuk menyimpan straw.
Container berisi nitrogen cair yang bersuhu -196o
C sehingga sperma yang
berada di dalam straw dalam keadaan dorman tidak mati.
Gun
Gun adalah alat yang menyerupai alat suntik yang berfungsi untuk
memasukan sperma ke dalam uterus. Gun ini dimasukkan menembus servik
26. 25
dan masuk ke dalam uterus kemudian di tekan pada bagian pangkal gun
sehingga sperma keluar dan langsung menuju servik.
Speculum
Speculum merupakan suatu alat yang menyerupai bibir bebek atau berbentuk
corong yang digunakan untuk membuka vagina.
Plastic sheet
Insemination gun dimasukan ke dalam plastic sheet kemudian dikunci dengan
ring kusus agar plastic sheet tidak lepas. Plastic sheet digunakan untuk
menahan straw agar tidak keluar dari insemination gun sehingga yang keluar
hanyalah spermanya saja.
Straw
Straw adalah suatu alat yang digunakan untuk tempat sperma yang telah
diencerkan. Straw berisi sperma yang merupakan peluru dari insemination
gun. Straw mempunyai dua penutup yaitu factory plug yang merupakan
penutup yang dibuat oleh pabrik dan laboratory
plug yang dibuat oleh laboratorium. Pada straw
ini diberi label nama pejantan, kode pejantan,
dan nama tempat produksi.
Memilih Indukan
Bagaimana betina yang baik untuk
dijadikan sebagai indukan? Bibit bangsa apa
yang sesuai untuk digunakan dalam usaha
ternak perah? Setiap indukan pasti
memproduksi susu namun kualitas dan
kuantitatsnya tidak akan sama. Hal tersebut
dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan. Beberapa sapi perah yang banyak digunakan baik yang murni
maupun hasil silangan misalnya bangsa friesian holstein dan shorthorn ini dapat
ditemukan di peternakan sapi perah skala kecil. Pemilihan jenis ternak
disesuaikan dengan tujuan, kondisi lingkungan berhubungan dengan daya adaptasi
thermoregulasi, dan ketersediaan pakan untuk ternak. Daerah tropis biasanya akan
Bagaimana bentuk
kerangka sapi perah yang
baik?
Perhatikan bentuk kerangka
tubuhnya akan terlihat
seperti bentuk segitiga dan
garis punggung lurus
(tidak melengkung), kepala
kecil, halus, ambing besar
dan urat susu serta puting
memiliki jarak yang baik
dan seimbang.
27. 26
memelihara sapi-sapi yang tahan terhadap kondisi lingkungan tropis atau memang
berasal dari daerah tropis sendiri misalnya sapi sahiwal (Pakistan dan India), red
sindi (Kohistan), dan gir (India). Atau sapi-sapi sub tropis misalnya holstein,
jersey, dan guernsey. Jika sudah memiliki jenis ternak unggul, kemudian untuk
mencapai produksi susu yang optimal pemberian berkualitas juga merupakan hal
penting dalam budidaya sapi perah baik untuk pembibitan maupun produksi.
Tanpa pakan yang sesuai, sebagus apapun potensi genetik ternak tidak akan
terekspresi secara optimal. Betina dara akan siap untuk dikawinkan pertama kali
pada umur 12 - 15 bulan. Manajemen ternak pengganti atau replacement stock
dalam kelompok juga harus diperhatikan dengan mengganti ternak-ternak yang
sudah afkir serta bersamaan dengan itu, disiapkan calon indukan yang baik atau
lebih baik dari tetuanya. Adapun karakteristik indukan yang baik adalah:
Keturunan galur murni atau silangan sapi perah
Lebih baik sudah pernah beranak minimal 1 kali
Sekali yang menunjukkan sapi tersebut dapat bereproduksi
Memiliki ambing dan puting yang baik
Memiliki temperament yang baik, mudah dihandling
Memilih Pejantan
Cara teraman dan paling efisien untuk mendapatkan seekor sapi jantan
adalah menjual (atau mengebiri) semua sapi jantan yang ada di peternakan Anda,
dan menggantinya dengan sapi jantan jenis susu yang baik dari peternakan
pembibitan swasta atau pemerintah, jika mengalami kesulitan untuk mendapatkan
keturunan murni, Anda harus menggunakan salah satu yang memiliki setidaknya
setengah dari susu. Dengan cara ini dapat dipastikan, keturunan dalam populasi
yang ada di kandang akan menghasilkan produksi susu yang lebih baik dari pada
sebelumnya.
Bagaimana cara memilih sapi perah pejantan yang baik? Karakteristik
berikut perlu diperhatikan ketika memilih dan menggunakan sapi perah:
Pilih pejantan yang baik dari sumber yang dikenal (peternakan pembibitan,
instansi pemerintah, perusahaan),
28. 27
Pastikan pejantan sehat, tidak timpang dan dapat bereproduksi dengan
baik,
Pejantan merupakan ternak yangterseleksi baik sapi lokal maupun impor,
Mencegah sapi jantan dari luar datang ke peternakan dan kawin dengan
sapi dalam peternakan,
Jangan biarkan sapi jantan kawin dengan anakannya dan ganti pejantan
setelah sekitar tiga tahun (mencegah inbreeding),
Ternak berumur dua tahun atau lebih dan bebas dari berbagai penyakit
reproduksi (leptospirosis, eenzootic bovine leucosis, brucellosis, infectious
bovine rhinotracheitis),
Pilih pejantan pengganti dari jenis yang berbeda (jika tersedia).
Pencatatan (Recording)
Pencatatan (recording) berfungsi sebagai dokumen atau rekaman hidup
ternak, berisi silsilah, rekaman pemeliharaana, rekaman pemberian pakan,
rekaman performa, rekaman perkawinan, kelahiran, dan lain-lain. Pencatatan yang
baik harus dilakukan pada seluruh ternak. Ternak yang baru lahir harus dicatat
tetua (jantan dan betina). Kode ternak diberikan setelah lahir untuk mempermudah
identifikasi ternak dengan diberikan nomor atau kode untuk setiap ternak dengan
cara dipasangkan nomor telinga (ear tag) atau tattoo. Pencatatan (recording)
meliputi:
a) Galur atau rumpun ternak yang digunakan;
b) Penyapihan (tanggal, bobot badan);
c) Silsilah/kekerabatan (minimum satu generasi di atasnya);
d) Perkawinan (tanggal, pejantan yang digunakan, IB/kawin alam);
e) Kelahiran (tanggal, jenis kelamin, bobot lahir);
f) Selang beranak;
g) Produksi susu per laktasi (menurut periode laktasi);
h) Jumlah anak sekelahiran (tunggal, kembar dua);
i) Bobot lahir, sapih, dewasa;
29. 28
j) Mutasi ternak (upaya penggantian dengan memasukan atau
mengeluarkan ternak);
k) Vaksinasi, pengobatan (tanggal, perlakuan/treatment).
Seleksi Bibit Ruminansia Perah
Bagaimana cara mendapatkan bibit yang unggul? Apakah semua ternak
dapat dikatakan bibit unggul? Nah, itu lebih jelas mengenai cara mendapatkan
bibit unggul salah satu cara akan dibahan secara rinci pada bab ini. Dua cara untuk
mendapatkan bibit unggul yaitu menseleksi ternak-ternak yang beragam dan
dipilih satu atau beberapa rangking yang memiliki skor tertinggi. Cara kedua yaitu
dengan persilangan, yaitu mengawinkan ternak dengan galur murni atau dengan
ternak lain yang lebih unggul dengan tujuan anakannya akan lebih unggul dari
tetuanya.
Seleksi merupakan upaya yang dilakukan untuk mendapatkan ternak
unggul. Dengan cara apa? Melalui berbagai macam kriteria penilaian sesuai
dengan tujuan seleksi. Tentu saja untuk ternak ruminansia perah, seleksi yang
dilakukan adalah untuk meningkatkan produksi susu. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan cara menyeleksi ternak perah berdasarkan skor BCS. Seleksi ternak betina
dilakukan melalui pemilihan ternak terbaik dengan minimal darah 87.5% dan
dilihat bagaimana pertumbuhan meliputi bobot lahir, weaning weight (bobot
sapih), yearling weight (bobot setahun), data-data mengenai performa reproduksi
termasuk kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan. Sedangkan seleksi untuk
sapi pejantan dilakukan berdasarkan persentase darah minimal 93,75% dan dilihat
bobot badan saat lahir, sapih dan setahun, data-data reproduksi seperti uji kualitas
sperma, uji libido dan uji zuriat. Calon bibit unggul juga harus bebas dari cacat
genetik, cacat fisik dan penyakit, ternak calon bibit pejantan memiliki catatan
silsilah sampai dua generasi diatasnya dan calon bibit betina memiliki catatan
silsilah 1 generasi diatasinya. Memiliki ambing yang simetris, jumlah puting 4,
bentuk puting normal untuk calon bibit betina. Bibit betina juga tidak boleh
berasal dari kelahiran kembar jantan dan betina (freemartin) (SNI 2735:2014).
Proses seleksi yang dilakukan dapat menggunakan metode independent culling
30. 29
level atau calon bibit yang tidak memenuhi syarat akan disisihkan dari calon bibit
(Direktorat Perbibitan Ternak, 2014). Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai
bibit ternak sapi perah tipe holstein Indonesia berdasarkan SNI 2735:2014 dapat
diakses pada link berikut http://bibit.ditjenpkh.pertanian.go.id/content/bibit-sapi-
perah-holstein-indonesia.
Seleksi dapat dilakukan dengan mengkombinasi potensi genetik ternak dan
teknik perkawinan inseminasi buatan untuk meningkatan produksi susu. Ternak
jantan unggul dapat berkontribusi pada ratusan, atau bahkan ribuan, betina dalam
kelompok sapi perah, secara nasional atau bahkan pada skala internasional.
Peningkatan dalam produksi susu ini telah melalui beberapa fase perkembangan,
selanma 25 - 30 tahun terakhir didasarkan pada perkiraan “nilai” genetik ternak
berdasarkan produktivitas dari keturunan. Beberapa tahun terakhir ini banyak
dikembangkan seleksi ternak berdasarkan data-data genomik atau dalam beberapa
kasus diganti, dengan pengenalan metode berdasarkan seleksi. Seleksi genom
menggunakan metode berbasis DNA daripada pengujian progeni dan mulai
dilakukan pengembangan terkait dari alat deteksi genotipe yang akurat dan murah.
Apa pun metode yang digunakan, prosedur seleksi dikembangkan untuk
meningkatkan keuntungan bagi peternak dengan membuat sistem peternakan lebih
efisien terhadap sifat-sifat produksi yang menghasilkan lebih banyak susu, atau
susu dengan kualitas tertentu misalnya peningkatan lemak susu, atau hasil protein
susu yang lebih tinggi. Pemahaman lebih lanjut dapat diakses pada link berikut:
https://milkgenomics.org/article/ups-downs-genetic-selection-dairy-cattle/.
4. Forum Diskusi
Pola pembibitan dan perkawinan ternak ruminansia perah adalah salah
satu kunci untuk berhasilnya budidaya dan produksi susu berkelanjutan.
Deskripsikan pola perkawinan yang sesuai untuk ternak ruminansia perah mulai
dari pemilihan bibit, sistem perkawinan, sistem pembibitan termasuk seleksi bibit
unggul menggunakan kriteria penilaian BCS.
31. 30
C. PENUTUP
1. Rangkuman
Beberapa bangsa ternak ruminansia perah unggul yang digunakan dalam
budidaya ternak perah adalah bangsa Frisien Holstein (FH), jersey, ayshire,
gguersey, brown swiss, milking shorton, dan australian milking zebu. Di
indonesia sendiri dikembangkan sapi perah peranakan FH. Body condition score
ternak perah mengikuti skala skor 1 - 5 yang menunjukkan ternak kurus-gemuk.
Penilaian BCS melalui pengamatan 8 titik penonjolan tulang yaitu processus
transversus, processus spinosus, tuber coxae (hooks), legok lapar, antara tuber
coxae kanan dan kiri dan pangkal ekor ke tuber ischiadicus, antara tuber coxae
dan tuber ischiadicus (pins). Pada masa laktasi BCS yang dibutuhkan adalah skor
3, saat kering BCS 3.5 - 4. Pola perkawinan melalui kawin alami ada beberapa
metode, yaitu kawin alam di kandang individu, di kandang rench (paddock),
ladang penggembalaan, dan di kandang kelompok. Perkawinan juga dapat
dilakukan dengan teknik inseminasi buatan dengan straw beku atau cair yang
merupakan hasil dari pejantan terseleksi. Pencatatan penting untuk mengetahui
silsilah ternak dalam sistem reproduksi, BCS untuk menentukan kebutuhan nutrisi
dan juga manajemen pemeliharaan.
Daftar Pustaka
Affandhy L, DM Dikman, Aryogi. 2007. Petunjuk Teknis Manajemen
Perkawinan Spai Potong. Pusat penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Agrinak. 2015. Internet. diakses pada 10 September 2019.
https://www.agrinak.com/2015/10/bangsa-sapi-guernsey-sikuning-dari.html
American Milking Shorton Society. 2019. 2019 Sire Catalog. Internet. Diakses
pada 9 September 2019.
http://www.milkingshorthorn.com/uploads/7/8/7/9/78798376/amss_sire_cat
alog__2719_digital.pdf
Bewley J. M. & M. M. Schutz, 2008. Review: An Interdisciplinary Review of
Body Condition Scoring for Dairy Cattle. The Professional Animal Scientist
24: 507–529
32. 31
Blakely, J dan D.H Bade. 1991. Ilmu peternakan(terjemahan). Edisi ke -4. Gadjah
Mada University Press; Yogyakarta.
Dairy Australia. 2013. Cow Body condition scoring book
De Jong G. dan Hamoen, A., 2009. Body condition score, an extra service from
hedbook organisation for farmers and cattle improvement. NRS The
Netherlands, 6 p.
Direktorat Perbibitan Ternak. 2014. Pedoman Pembibitan Sapi Perah yang Baik.
Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan. Kementrian
Pertanian
Gallo L, Carnier P, Cassandro M, Mantovani R, Bailoni L, Bittante G. 1996.
Change in Body Condition Score of Holstein cows as Affected by parity and
mature equivalent milk yield. J. Dairy Sci. 79:1009-1015.
Garman, J. 2019. Choosing Dairy Cow Breeds for Your Farm. How to Start Dairy
Farming with the Right Dairy Cow. Internet. Diakses pada 10 September
2019. https://iamcountryside.com/cattle/choosing-dairy-cow-breeds/
Grant R.J. & J.F. Keown, 1993. Feeding Dairy Cattle for Proper Body Condition
Score.•
http://extension.missouri.edu/publications/DisplayPub.aspx?P=G3170
Klopčič M, A Hamoen dan J Bewley. 2011. Body Condition Scoring of Dairy
cows. University of Ljubljana
Loefler et al., 2010. Why It’s Important to Use Body Condition Scoring•
http://www.dairywellness.com/Dairywellness.aspx?drug=HD&species=DA
&sec=225
Makin M. 2011. Tata Laksana Peternakan Sapi Perah. Graha iIlmu.Yogyakarta.
Pujiastuti, R. 2016. Perhitungan Body Scoring Condition (BCS) pada sapi perah.
UPT Inseminasi Buatan. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur.
Standar Nasional Indoensia. SNI 2735:2014. Bibit Spai Perah Indonesia. Bandan
Standarisasi Nasional. Jakarta.
Sudono, A., F. Rosdiana, dan B.S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah secara
Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta
Sukandar, A., Purwanto, B. P., dan Anggraeni, A. 2008. Keragaan Body
Condition Score dan Produksi Susu Sapi Perah Friesian-Holstein Di
Peternakan Rakyat KPSBU Lembang, Bandung. Seminar Nasional
Teknologi Teknologi Peternakan dan Veteriner. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor: Bogor
Wright LA, Russel AJF, Whyte TK, McBean AJ, McMillen. 1987. Effects of
body condition, food intake and temporary calf separation on duration of the
post-partum anoestrus period and associated LH, FSH and prolaktin
concentration in beef cows. Anim. Prod. 45: 395-402.
33. 32
Yuari, T. 2009. Kondisi fisiologi dan pengaruh body condition score terhadap
kinerja reproduksi dan produksi susu 305 hari sapi Friesian Holstein. Tesis.
S2 Ilmu Peternakan UGM. Yogjakarta.