BE & GG, Nanang Firmansyah, Hapzi Ali, Philosopical Ethics and Business, Universitas Mercu Buana, 2017
1. Philosophical Ethics and Business
Nanang Firmansyah 55117110214
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hapzi Ali, MM, CMA
Philosophical Ethics and Business Di Indonesia
Penerapan philosophical ethics yang baik dan seimbang adalah landasan dasar dan salah satu kunci
terwujudnya Good Governance.
Sternberg (1994) mendefinisikan etika bisnis sebagai suatu bidang filosofi yang berhubungan dengan
pengaplikasian ethical reasoning terhadap berbagai praktik dan aktivitas dalam berbisnis. Dalam kaitan
ini, etika bisnis merupakan upaya untuk mencarikan jalan keluar atau paling tidak mengklarifikasikan
berbagai moral issues yang secara spesifik muncul atau berkaitan dengan aktivitas bisnis tersebut.
Dengan demikian prosesnya dimulai dari analisis terhadap the nature and presuppositions of business
hingga berimplikasi sebagai prinsip-prinsip moral secara umum dalam upaya untuk mengidentifikasi
apa yang “benar” di dalam berbisnis. Sternberg (1994) memberikan argumen bahwa prinsip-prinsip
moral ini akan menjadi kriteria di dalam menilai berbagai tingkah laku bisnis yang dianggap acceptable,
yang akan diaplikasikan secara konsisten oleh seluruhpelaku bisnis, dimana dan kapan saja.
Penerapan Filosofi Etika Bisnis di Indonesia dapat tercermin dari kondisi bangsa ini sekarang. Krisis
multidimensi yang terjadi sekarang ini adalah imbas dari belum berjalannya tata kelola yang baik di
sektor pemerintahan ataupun di sektor perusahaan swasta serta di dalam masyarakat itu sendiri.
Belum berjalannya tata kelola yang baik ini salah satunya disebabkan oleh penerapan etika bisnis yang
buruk.
Kendala paling mendasar dalam penerapan Good Corporate Governance di Indonesia berhubungan
dengan moral dan etika. Misalnya, perusahaan publik di Indonesia umumnya berpola kepemilikan yang
terkonsentrasi (Lukviarman 2003a) dengan basis hubungan keluarga (family ownership) serta pada
umumnya bergabung dalam suatu jaringan kelompok bisnis berbasis keluarga (family business groups).
Dengan bercirikan keluarga sebagai pemilik mayoritas perusahaan, maka kekuatan tawar menawar
pihak ini menjadi sangat kuat. Terlepas dari efektif atau tidaknya perangkat hukum dan peraturan yang
ada mampu membatasi ruang gerak mereka, tanpa basis moral dan etika yang kuat, peluang untuk
mendahulukan kepentingan kelompok –pemilik mayoritas- dengan mengorbankan kepentingan pihak
lain –misalnya pemilik minoritas, bahkan masyarakat/public menjadi sangat besar.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa setiap kelompok bisnis/ konglomerat di Indonesia paling tidak
memiliki atau mempunyai hubungan afiliasi paling tidak dengan satu buah bank (Patrick 2002). Secara
teoretis, sebagai lembaga yang mendasarkan aktivitasnya pada asas “kepercayaan”, bank berfungsi
sebagai mediator dalam memfasilitasi kepentingan para deposan/debitur dengan kreditur. Namun
dalam kasus ini, kepercayaan dimaksud “dimanfaatkan” oleh pemilik mayoritas kelompok bisnis
dimana lembaga perbankan ini terafiliasi, dengan menjadikan lembaga perbankan tersebut sebagai
“kasir” atau “sapi perahan” (cash cows) bagi kepentingan mereka. Dengan memanfaatkan momentum
deregulasi perbankan, para konglomerat ini melakukan berbagai praktik curang dengan cara menyerap
dana masyarakat (deposan) untuk kemudian menyalurkankannya ke perusahaan lainnya yang berada
di bawah bendera kelompok bisnis mereka sendiri.
Peran Pemerintah, melalui Bank Indonesia, sebagai pengemban amanat untuk mengawasi berbagai
aktivitas perbankan di Indonesia, menetapkan adanya Batasan Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
atassuatu bank kepada berbagai perusahaan yang terafiliasi dengan mereka. Namun, sekuat apapun
2. aturan yang ada, landasan penting dalam hal ini adalah seberapa jauh moral dan etika digunakan di
dalam proses pengambilan keputusan.
Kesimpulan :
Etika bisnis adalah landasan dari terciptanya Good Governance. Pada intinya etika bisnis bukan lagi
merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku bisnis tetapi menjadi suatu kebutuhan
yang harus terpenuhi. Salah satu contohnya pada prinsip-prinsip GCG mencerminkan etika bisnis yang
dapat memenuhi keinginan seluruh stakeholdernya. Peran setiap individu untuk benar-benar
memahami prinsip dasar dari etika bisnis dan menerapkannya dengan penuh tanggung jawab adalah
kunci dari terciptanya Good Governance baik di pemerintahan ataupun di perusahaan.
Resume dan Rekomendasi :
Etika bisnis adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan cara melakukan kegiatan bisnis yang
mencakup seluruh aspek yang masih berkaitan dengan personal, perusahaan ataupun masyarakat.
atau bisa juga diartikan pengetahuan tentang tata cara ideal dalam pengaturan dan pengelolaan bisnis
yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal secara ekonomi maupun
sosial.
Pada dasarnya, manusia berperilaku etis dengan latar belakang motivasi yang belum tentu sama, hal
ini dikarenakan adanya self-interest yang secara alami dimiliki oleh manusia. Namun, secara umum,
ada beberapa dasar yang dijadikan teori dalam berperilaku etis, seperti utilitarianism &
consequentialism, deontological, justice & fairness, dan virtue ethics.
Utilitarianism: mendefinisikan bahwa perilaku etis akan menghasilkan kebahagian yang paling tinggi
dan kesedihan yang paling sedikit. Teori ini berorientasi pada kepentingan orang banyak. Kelemahan
dari teori ini adalah kebahagiaan dan kesedihan yang sulit diukur dan bersifat relatif dan subjektif.
Deontological: menjelaskan tentang motivasi yang mendasari seseorang berbuat etis. Hal ini sesuai
dengan teori Kant bahwa sesuatu yang baik didasarkan pada niat baik. Dengan logika ini, maka baik
atau buruknya sesuatu dinilai dari motivasi diri sendiri. Namun, bisa jadi, seseorang bertindak sesuai
etika karena mematuhi hukum yang berlaku dan takut dengan hukuman jika melanggarnya (terjadi
ketika hukum dibuat dengan dasar nilai-nilai etika). Salah satu hal yang menjadi kelemahan deontology
antara lain tidak adanya guidelines yang jelas untuk mendefnisikan baik atau buruk ketika ada konflik
hukum satu dengan lainnya.
Justice and fairness: teori ini dikembangkan oleh David Hume (1711-1776) yaitu bahwa kebutuhan
akan keadilan itu muncul karena manusia tidak selalu mendapatkan manfaat atau tercukupi
kebutuhannya sedangkan sumber daya jumlahnya terbatas. Salah satu pengembangan teori justice
adalah distributive justice yaitu menyesuaikan apa yang telah dilakukan seseorang dengan apa yang
akan dia peroleh.
Virtue ethics: menginternalisasi nilai-nilai etika ke dalam jiwa atau pribadi individu dalam bentuk
karakter, integritas, kepatuhan, dan sebagainya.
Teori-teori yang telah disebutkan di atas sangat dibutuhkan ketika dihadapkan dengan dilema etika
atau proses pembuatan keputusan. Kontribusi ilmuwan yang nyata yang merupakan pengembangan
dari teori tersebut ditunjukkan dengan EDM (Ethical Decision–Making Fraework). Selain itu,
3. pembuatan keputusan juga harus dilakukan dengan analisis stakeholders yang meliputi shareholders,
activist, governments, creditors, lenders, employees, customers, suppliers, dan lain-lain. Apa saja yang
harus dianalisis? Salah satunya adalah impact atau dampak keputusan yang kita buat terhadap pihak-
pihak tersebut.
Penerapan etika bisnis dalam kaitannya dengan good governance di Indonesia belumlah berjalan
dengan baik. Menurut penulis ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk membenahi
penerapannya yaitu :
- Untuk Pemerintahan (governant) Diperlukan adanya suatu pedoman etika bisnis yang jelas dan
terinci agar setiap pelanggaran moral bisa dipertanggung jawabkan di hadapan hukum formal.
Disamping itu pemerintah seharusnya tidak hanya berfungsi sebagai pembuat aturan
perundang-undangan tetapi juga menjadi teladan dalam penerapan etika bisnis yang baik.
Tentunya pelaku bisnis akan lebih segan jika berurusan dengan pemerintahan yang baik dan
bersih.
- Sistem yang baik hanya akan berjalan jika individu didalam system tersebut dapat
melaksanakan aturan dengan kesadaran dan tanggung jawab. Untuk itu individu memainkan
peran penting dalam terciptanya system dengan etika bisnis yang baik. Diperlukan adanya
pemahaman mendalam mengenai etika bisnis dan efeknya untuk masyarakat.
Pendidikan tentang etika bisnis harus dilakukan sejak dini. Bukan hanya dalam pendidikan
formal seperti disekolah tetapi dapat dimulai lebih awal lagi dari keluarga. Hendaknya
penanaman integritas dan tanggungjawab pribadi masing-masing dimulai dari kehidupan
sehari-hari.
Daftar Pustaka :
Lilawaty,2015. http://lilawatyy95.blogspot.co.id/2015/12/hubungan-etika-bisnis-dan-good.html 16
September 2017
Niki Lukviarman.2004. Etika Bisnis Tak Berjalan di Indonesia: Ada Apa Dengan Corporate
Governance?. Padang. JSB No. 9.Vol 2:139-156.
Sakina,2013. https://sakinatantri.wordpress.com/2013/03/13/filosofi-etika-sedikit-berteori/ 16
September 2017