SlideShare a Scribd company logo
1 of 4
Download to read offline
TINJAUAN PUSTAKA
675
CDK-244/ vol. 43 no. 9 th. 2016
Alamat Korespondensi email:
PENDAHULUAN
Onikomikosis merupakan infeksi jamur
pada kuku yang disebabkan oleh jamur
dermatofita (tinea unguium), kapang non-
dermatofita, dan ragi. Penyakit ini dapat
terjadi pada matriks, nail bed, atau nail plate.
Onikomikosis dapat mengakibatkan rasa nyeri,
tidak nyaman, dan terutama tampilan kurang
baik.1
Kejadian onikomikosis meningkat
seiring bertambahnya usia, dikaitkan dengan
menurunnya sirkulasi perifer, diabetes, trauma
berulang pada kuku, pajanan lebih lama
terhadap jamur, imunitas yang menurun, serta
menurunnya kemampuan merawat kuku.1
Gambar 1. Anatomi kuku.2
KEJADIAN
Insidens onikomikosis pada populasi umum
di Amerika Serikat sekitar 2-8% dan meningkat
menjadi 14-28% pada usia di atas 60 tahun.3
Di Kanada, prevalensinya diperkirakan 6,5%.3
Prevalensi di Inggris, Spanyol, dan Finlandia
berkisar 3 – 8 %.3
Infeksi jamur ini lebih sering
terjadi pada kuku kaki dibandingkan kuku
tangan. Sebanyak 30% pasien infeksi jamur
pada kulit, juga mengalami infeksi jamur
pada kuku. Prevalensi onikomikosis berkisar
2,6% pada anak di bawah usia 18 tahun,
mencapai 90% pada usia lanjut. Sebanyak
70% infeksi jamur pada kuku disebabkan
oleh Trichophyton rubrum dan 20% oleh
Trichophyton mentagrophytes.4
KLINIS
Onikomikosis dikelompokkan dalam empat
gambaran klinis yang berkaitan dengan jenis
patogen serta jalur masuknya (Tabel 1).5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sebelum pengobatan, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis. Dua pemeriksaan penunjang utama
yaitu pemeriksaan mikroskopik dan kultur.
Pemeriksaan mikroskopik dapat menghasilkan
email: radityoanugrah85@gmail.com
Diagnostik dan Tatalaksana Onikomikosis
Radityo Anugrah
Bamed Skin Care, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Infeksi jamur pada kuku terjadi pada 30% pasien infeksi jamur kulit; dapat disebabkan oleh jamur dermatofita dan non-dermatofita. Diagnosis
mikroskopis dan kultur sebaiknya dilakukan sebelum pengobatan. Modalitas pengobatan injeksi jamur pada kuku dapat topikal atau sistemik,
sesuai subtipe infeksi jamur, anatomi kuku yang terinfeksi, dan lokasi. Tinjauan ini membahas subtipe, diagnosis, dan pilihan pengobatan infeksi
jamur pada kuku.
Kata kunci: Dermatofita, itraconazole, laser, onikomikosis, terbinafine
ABSTRACT
Fungal nail infections occurred in 30% patients with fungal skin infections; may be caused by dermatophyte and non-dermatophyte. Diagnosis
should be done by microscopic and culture examination before treatment. Treatment modalities for fungal nail infection can be topical or
systemic, tailored to the fungal infection subtypes, the infected nail anatomy, and location. This review discussed subtype, diagnosis, and
treatment options of fungal nail infection. Radityo Anugrah. Diagnosis and Management of Onychomycosis
Keywords: Dermatophyte, itraconazole, laser, onychomycosis, terbinafine
Tabel 1. Manifestasi klinis onikomikosis5
Gambaran Klinis Patogen Tersering Patogen Lain
OSD Onikolisis dan penebalan subungual.
Diskolorasi kuning kecokelatan.
Trichophyton rubrum T. mentagrophytes
OSPT Warna keputihan pada lempeng kuku
("white island")
Trichophyton
mentagrophytes
Aspergillus terreus
Acremonium potronii
Fusarium oxysporum
OSP dan OSPP Hiperkeratotik subungual Trichophyton rubrum
Onikolisis proksimal
Leukonikia
Onikomikosis
distrofik total
Kuku menebal dan distrofik Dapat merupakan hasil akhir
dari OSDL, OSPT, dan OSP
OSD, onikomikosis subungual lateral; OSPT, onikomikosis superfisial putih; OSP, onikomikosis subungual proksimal; OSPP,
onikomikosis subungual putih proksimal
TINJAUAN PUSTAKA
676 CDK-244/ vol. 43 no. 9 th. 2016
10% negatif palsu dan pemeriksaan kultur
dapat menghasilkan 30% negatif palsu.6
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan
preparat KOH 20%. Sampel diambil dari
kerokan jaringan dasar kuku yang terinfeksi.
Pada mikroskop akan tampak elemen
jamur berupa hifa atau ragi, tetapi tidak bisa
membedakan spesies; untuk itu diperlukan
pemeriksaan tambahan, yaitu kultur.6
PENGOBATAN
Pengobatan tergantung jenis klinis, jamur
penyebab, jumlah kuku yang terinfeksi,
dan tingkat keparahan keterlibatan kuku.
Pengobatan sistemik selalu diperlukan pada
pengobatan subtipe OSP (Onikomikosis
Subungual Proksimal) dan subtipe OSD
(Onikomikosis Subungual Distal) yang
melibatkan daerah lunula. OSPT (Onikomikosis
Superfisial Putih) dan OSD (Onikomikosis
Subungual Distal) yang terbatas pada distal
kuku dapat diobati dengan agen topikal.
Kombinasi pengobatan sistemik dan topikal
akan meningkatkan kesembuhan. Tingkat
kekambuhan tetap tinggi, bahkan dengan
obat-obat baru, sehingga dibutuhkan
kerjasama yang baik antara pasien dan tenaga
kesehatan.7
British Association of Dermatologists
menerbitkan pedoman diperbarui8
yang akan
dibahas berikut ini.
Antijamur Topikal
Struktur keras keratin dan kompak kuku
menghalangi difusi obat topikal ke dalam
dan melalui lempeng kuku. Konsentrasi obat
topikal dapat berkurang 1000 kali dari luar ke
dalam.8
Penggunaan agen topikal harus dibatasi pada
kasus-kasus yang melibatkan kurang dari
setengah lempeng kuku distal atau jika tidak
dapat mentoleransi pengobatan sistemik.
Agen yang tersedia termasuk amorolfine,
ciclopirox, tioconazole, dan efinaconazole.8
Amorolfine (Strength of Recommendation D;
Level of Evidence 3)8
Amorolfine termasuk obat antijamur golongan
morpholine sintetis dengan spektrum
fungisida yang luas. Obat ini menghambat
enzim delta 14 reduktase dan delta 8 dan delta
7 isomerase dalam jalur biosintesis ergosterol
dan bersifat fungisida terhadap C. albicans
dan T. mentagrophytes. Obat ini dioleskan
pada kuku yang terkena sekali atau dua kali
seminggu selama 6-12 bulan. Amorolfine
telah terbukti efektif pada sekitar 50% kasus
infeksi jamur kuku distal. Efek samping lacquer
amorolfine jarang dan terbatas, berupa rasa
terbakar, pruritus, dan eritema.9
Ciclopirox (SoR D; LoE 3).8
Ciclopiroxmerupakanturunanhydroxypyridone
dengan aktivitas antijamur spektrum luas
terhadap T. rubrum, S. brevicaulis, dan Candida
spesies. Obat dioleskan pada kuku sekali
sehari selama 48 minggu. Ciclopirox sekali
sehari terbukti lebih efektif daripada plasebo
(34% ciclopirox vs 10% plasebo).10
Durasi
pengobatan yang dianjurkan adalah hingga
24 minggu untuk kuku tangan dan sampai 48
minggu untuk kuku kaki. Tidak ada uji klinik
yang membandingkan amorolfine dengan
ciclopirox untuk onikomikosis. Efek samping
yang sering adalah eritema periungual dan
lipat kuku.11
Tioconazole (SoR D; LoE 3).8
Tioconazole adalah antijamur imidazole,
tersedia sebagai larutan 28%. Dalam sebuah
studi terbuka atas 27 pasien onikomikosis,
kesembuhan klinik dan mikologi dicapai
pada 22% pasien.12
Efek samping yang sering
adalah dermatitis kontak alergi.13
Eficonazole (SoR D; LoE 3).8
Eficonazole 10% adalah obat antijamur
golongan triazole. Obat ini diaplikasikan sekali
sehari pada kuku. Sebuah uji klinik baru-
baru ini menunjukkan bahwa eficonazole
menghasilkan tingkat kesembuhan mikologi
mendekati 50% dan kesembuhan klinik
mencapai 15% setelah 48 minggu aplikasi.14
Pengobatan Sistemik
Obat sistemik utama yang diindikasikan dan
secara luas digunakan untuk pengobatan
onikomikosis adalah terbinafine dan
itraconazole. Griseofulvin juga diindikasikan,
tetapi lebih jarang digunakan.8
Griseofulvin (SoR C; LoE 2+).8
Griseofulvin adalah obat fungistatik lemah,
bertindak menghambat sintesis asam
nukleat dan menghambat sintesis dinding
sel jamur. Pada orang dewasa, dosis yang
dianjurkan adalah 500-1000 mg per hari
selama 6-9 bulan untuk infeksi kuku tangan
dan 12-18 bulan untuk infeksi kuku kaki.15
Sebaiknya dikonsumsi dengan makanan
berlemak untuk meningkatkan penyerapan
dan bioavailabilitas. Tingkat kesembuhan
mikologi untuk infeksi kuku hanya 30-40%.
Efek samping antara lain mual dan ruam
kulit pada 8-15% pasien.16
Uji klinik yang
membandingkan terapi griseofulvin dengan
terbinafine dan itraconazole menunjukkan
bahwa tingkat kesembuhan griseofulvin lebih
rendah dari terbinafine dan itraconazole.
Griseofulvin memiliki beberapa keterbatasan
termasuk kesembuhan lebih rendah, durasi
pengobatan panjang, risiko interaksi obat
yang lebih besar dibandingkan obat antijamur
yang lebih baru. Oleh karena itu, griseofulvin
tidak lagi menjadi pilihan kecuali obat lain
tidak tersedia atau kontraindikasi.17
Gambar 4. Manifestasi klinis OSP (Onikomikosis
Subungual Proksimal).1,6
Gambar 2. Manifestasi klinis OSD (Onikomikosis Subungual Distal).1,6
Gambar 3. Manifestasi klinis OSPT (Onikomikosis
Superfisial Putih).1,6
TINJAUAN PUSTAKA
677
CDK-244/ vol. 43 no. 9 th. 2016
Terbinafine (SoR A; LoE 1+)8
Terbinafine bekerja menghambat enzim
squalene epoxidase yang penting untuk
biosintesis ergosterol, komponen integral
dinding sel jamur. Lebih dari 70% terbinafine
diserap setelah pemberian oral, dan tidak
terpengaruh asupan makanan. Terbinafine
dimetabolisme sebagian besar melalui ginjal
dan diekskresikan dalam urin. Terbinafine
sangat lipofilik, sehingga terdistribusi dengan
baik di kulit dan kuku. Pengobatan biasanya
dengan dosis 250 mg per hari selama 6
bulan untuk infeksi jamur kuku tangan dan
12 bulan untuk infeksi jamur kuku kaki.18
Terbinafine memiliki efek fungisida yang luas
dan kuat terhadap dermatofita, terutama T.
rubrum dan T. mentagrophytes, tetapi memiliki
aktivitas fungistatik rendah terhadap spesies
Candida dibandingkan golongan azole.19
Sebuah penelitian surveilans postmarketing
mengungkapkan bahwa efek samping yang
paling umum adalah gastrointestinal (4 - 9%)
seperti mual, diare, atau gangguan rasa, dan
dermatologis (2 - 3%) seperti ruam, pruritus,
urtikaria, atau eksim.8
Itraconazole (SoR A; LoE 1+)8
Itraconazole aktif terhadap berbagai jamur
termasuk ragi dan dermatofita.18
Mekanisme
kerja itraconazole sama dengan antijamur
azole lainnya, yaitu menghambat mediasi
sitokrom P450 oksidase untuk sintesis
ergosterol, yang diperlukan untuk dinding
sel jamur.20
Itraconazole diserap optimal pada
pemberian bersama makanan dan pH asam.
Obat ini sangat lipofilik dan dimetabolisme
di hati oleh sitokrom P450 3A4, yang
meningkatkan risiko interaksi dengan obat
lain yang dimetabolisme oleh enzim ini.
Seperti terbinafine, obat ini dikonsumsi sekali
sehari (200 mg per dosis) selama 6 bulan
untuk infeksi jamur kuku tangan dan selama 9
bulan untuk infeksi jamur kuku kaki.8
Laser
Onikomikosis banyak terjadi pada pasien
dengan beberapa penyakit sistemik lain yang
sulit diberi obat antijamur sistemik jangka
panjang. Terapi laser merupakan salah satu
pilihan terapi.21
Terapi laser sejak tahun 2010 diteliti baik
secara in vitro maupun in vivo. Food and
Drug Administration (FDA) telah menyetujui
beberapa jenis laser untuk onikomikosis,
di antaranya: PinPointeTM FootLaserTM
(PinPointe USA, Inc.), Cutera GenesisPlusTM
(Cutera, Inc.), Q-ClearTM (Light Age, Inc.),
CoolTouch VARIATM (CoolTouch, Inc.),
dan JOULE ClearSenseTM (Sciton, Inc.).11-15
Laser mempunyai efek bakterisidal. Energi
yang disalurkan menyebabkan hipertermia
lokal, destruksi mikroorganisme patogen,
dan stimulasi proses penyembuhan.21
Energi laser bekerja melalui mekanisme
denaturasi molekul, baik total maupun
parsial pada organisme patogen.30
Energi
laser menghasilkan reaksi fotobiologi atau
fotokimia yang merusak sel patogen atau
melalui mekanisme yang memicu respons
imun yang menyerang organisme patogen.21
Mekanisme kerja laser pada onikomikosis
belum diketahui dengan pasti.25
Diduga
berdasarkan prinsip fototermolisis selektif.22
Absorpsi laser tidak sama antara infeksi
jamur dan jaringan sekitarnya, menyebabkan
konversi energi tersebut menjadi energi panas
atau mekanik.23
Hasil penelitian menunjukkan laser dapat
memberikan “perbaikan sementara pada
kasus onikomikosis”. Laser belum dikatakan
sebagai terapi onikomikosis serta masih
sedikit penelitian mengenai peran laser pada
onikomikosis.22
Laser yang banyak digunakan
pada penelitian onikomikosis antara lain
Nd:YAG, titanium safir (Ti:Sapphire), dan
laser diode. Energi laser dapat diberikan
secara terpulsasi untuk menghasilkan energi
yang lebih besar dalam waktu lebih singkat.
Durasi pulsasi mulai dari milidetik (10-3
detik)
sampai femtodetik (10-15
detik) telah dipelajari
penggunaannya pada kasus onikomikosis.23
PROGNOSIS
Pengobatan sistemik menghasilkan
kesembuhan lebih baik. Itraconazole
menghasilkan angka kesembuhan sekitar
63% dan terbinafine menghasilkan angka
kesembuhan sekitar 76%.28
Dibandingkan
dengan terapi topikal ataupun sistemik, laser
mampu memberikan hasil yang lebih baik.
SIMPULAN
Infeksi jamur pada kuku memiliki spektrum
luas, dengan empat subtipe. Diagnosis
perlu dilakukan secara mikroskopis atau
kultur sebelum pengobatan. Pengobatan
disesuaikan dengan subtipe infeksi, spesies
jamur, anatomi kuku yang terinfeksi dan lokasi
(tangan atau kaki). Secara umum pengobatan
sistemik lebih baik dibandingkan dengan
pengobatan topikal. Laser dapat digunakan
untuk tatalaksana onikomikosis.
DAFTAR PUSTAKA :
1.	 	
Onychomycosis: Practice essentials, background, pathophysiology [Internet]. 2015 Aug 11 [cited 2015 Aug 18]. Available from: http://emedicine.medscape.com/
article/1105828-overview
2.	 	
Nail anatomy. Nailsatpanache’s Blog [Internet]. [cited 2015 Aug 18]. Available from: https://nailsatpanache.wordpress.com/nail-anatomy/
3.	 	
Cohen AD, Medvesovsky E, Shalev R, Biton A, Chetov T, Naimer S, et al. An independent comparison of terbinafine and itraconazole in the treatment of toenail
onychomycosis. J Dermatol Treat. 2003;14(4):237–42.
4.	 	
Crawford F,Young P, Godfrey C, Bell-Syer SEM, Hart R, Brunt E, et al. Oral treatments for toenail onychomycosis: A systematic review. Arch Dermatol. 2002;138(6):811–
6.
Tabel 2. Penelitian in vitro dan in vivo laser pada onikomikosis.
Penelitian Jenis Jenis Laser Hasil
Vural (2008)24
in vitro Q-switched Nd: YAG 532 nm
dan 1064 nm
Menghambat pertumbuhan koloni T.
rubrum
Manevitch (2010)25
in vitro Titanium safir femtodetik Eliminasi sempurna T. rubrum setelah
4 minggu
Kozarev dan Mitrovica (2009)21
in vivo Nd: YAG 1064 nm 25-milidetik Kesembuhan 100% pada 42 kuku
setelah 4 sesi terapi.
Hochman (2011)26
in vivo Nd: YAG 1064 nm 0,65-milidetik 7 dari 8 kuku sembuh setelah 9 minggu
terapi.
Landsman (2010)27
in vivo Laser diode panjang gelombang
ganda 870 nm dan 930 nm
22 dari 26 menunjukkan perbaikan
setelah 4 bulan terapi.
TINJAUAN PUSTAKA
678 CDK-244/ vol. 43 no. 9 th. 2016
5.	 	
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 3rd ed. Universitas Indonesia; 1999.
6.	 	
Rodgers P, Bassler M. Treating onychomycosis. Am Fam Physician 2001;63(4):663–72, 677–8.
7.	 	
Gupta AK, Drummond-Main C, Cooper EA, Brintnell W, Piraccini BM, Tosti A. Systematic review of nondermatophyte mold onychomycosis: Diagnosis, clinical types,
epidemiology, and treatment. J Am Acad Dermatol. 2012;66(3):494–502.
8.	 	
Ameen M, Lear JT, Madan V, Mohd Mustapa MF, Richardson M. British Association of Dermatologists’guidelines for the management of onychomycosis 2014. Br J
Dermatol. 2014;171(5):937–58.
9.	 	
Zaug M, Bergstraesser M. Amorolfine in the treatment of onychomycoses and dermatomycoses (an overview). Clin Exp Dermatol. 1992;17 (Suppl 1):61–70.
10.	 	
Gupta AK, Fleckman P, Baran R. Ciclopirox nail lacquer topical solution 8% in the treatment of toenail onychomycosis. J Am Acad Dermatol. 2000;43(4 Suppl):70–80.
11.	 	
Bohn M, Kraemer KT. Dermatopharmacology of ciclopirox nail lacquer topical solution 8% in the treatment of onychomycosis. J Am Acad Dermatol. 2000;43(4
Suppl):57–69.
12.	 	
Hay RJ, Mackie RM, Clayton YM. Tioconazole nail solution--an open study of its efficacy in onychomycosis. Clin Exp Dermatol. 1985;10(2):111–5.
13.	 	
Stubb S, Heikkilä H, Reitamo S, Förström L. Contact allergy to tioconazole. Contact Dermatitis. 1992;26(3):155–8.
14.	 	
Elewski BE, Rich P, Pollak R, Pariser DM, Watanabe S, Senda H, et al. Efinaconazole 10% solution in the treatment of toenail onychomycosis: Two phase III multicenter,
randomized, double-blind studies. J Am Acad Dermatol. 2013;68(4):600–8.
15.	 	
Roobol A, Gull K, Pogson CI. Griseofulvin-induced aggregation of microtubule protein. Biochem J. 1977;167(1):39–43.
16.	 	
Davies RR, Everall JD, Hamilton E. Mycological and clinical evaluation of griseofulvin for chronic onychomycosis. Br Med J. 1967 ;3(5563):464–8.
17.	 	
Walsøe I, Stangerup M, Svejgaard E. Itraconazole in onychomycosis. Open and double-blind studies. Acta Derm Venereol. 1990;70(2):137–40.
18.	 	
Debruyne D, Coquerel A. Pharmacokinetics of antifungal agents in onychomycoses. Clin Pharmacokinet. 2001;40(6):441–72.
19.	 	
Bueno JG, Martinez C, Zapata B, Sanclemente G, Gallego M, Mesa AC. In vitro activity of fluconazole, itraconazole, voriconazole and terbinafine against fungi causing
onychomycosis. Clin Exp Dermatol. 2010;35(6):658–63.
20.	 	
Vanden Bossche H, Marichal P, Gorrens J, Coene MC,Willemsens G, Bellens D, et al. Biochemical approaches to selective antifungal activity. Focus on azole antifungals.
Mycoses. 1989;32 (Suppl 1):35–52.
21.	 	
Kozarev J, Mitrovica S. Laser treatment of nail fungal infection. Proc Berl Conf Eur Acad Dermatol Venereol. 2009;
22.	 	
Anderson R, Parrish J. Selective photothermolysis: Precise microsurgery by selective absorption of pulsed radiation. Science. 1983;220(4596):524–7.
23.	 	
Altshuler GB, Anderson RR, Manstein D, Zenzie HH, Smirnov MZ. Extended theory of selective photothermolysis. Lasers Surg Med. 2001;29(5):416–32.
24.	 	
Vural E, Winfield HL, Shingleton AW, Horn TD, Shafirstein G. The effects of laser irradiation on Trichophyton rubrum growth. Lasers Med Sci. 2008;23(4):349–53.
25.	 	
Manevitch Z, Lev D, Hochberg M, Palhan M, Lewis A, Enk CD. Direct antifungal effect of femtosecond laser on Trichophyton rubrum onychomycosis. Photochem
Photobiol. 2010;86(2):476–9.
26.	 	
Hochman LG. Laser treatment of onychomycosis using a novel 0.65-millisecond pulsed Nd:YAG 1064-nm laser. J Cosmet LaserTher Off Publ Eur Soc Laser Dermatol.
2011;13(1):2–5.
27.	 	
Landsman AS, Robbins AH, Angelini PF, Wu CC, Cook J, Oster M, et al. Treatment of mild, moderate, and severe onychomycosis using 870- and 930-nm light
exposure. J Am Podiatr Med Assoc. 2010;100(3):166–77.
28.	 	
Gupta AK, Ryder JE, Johnson AM. Cumulative meta-analysis of systemic antifungal agents for the treatment of onychomycosis. Br J Dermatol. 2004;150(3):537–44.

More Related Content

What's hot

Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergiDermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergiUsqi Krizdiana
 
Pemeriksaan psikiatri
Pemeriksaan psikiatriPemeriksaan psikiatri
Pemeriksaan psikiatrifikri asyura
 
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit DalamPanduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit DalamDokter Tekno
 
Case Report BPPV
Case Report BPPVCase Report BPPV
Case Report BPPVKharima SD
 
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)fikri asyura
 
Edema paru
Edema paruEdema paru
Edema parusu darto
 
118936363 ppt-hemoroid
118936363 ppt-hemoroid118936363 ppt-hemoroid
118936363 ppt-hemoroidsohapi
 
Check list pemeriksaan neurologi 2
Check list pemeriksaan neurologi 2Check list pemeriksaan neurologi 2
Check list pemeriksaan neurologi 2cokordawahyu
 
Kaspan katarak senilis imatur
Kaspan   katarak senilis imaturKaspan   katarak senilis imatur
Kaspan katarak senilis imaturKarin Survival
 
Impetigo Bullosa
Impetigo BullosaImpetigo Bullosa
Impetigo BullosaPhil Adit R
 
Parotid Tumor (Indonesian Language)
Parotid Tumor (Indonesian Language)Parotid Tumor (Indonesian Language)
Parotid Tumor (Indonesian Language)meducationdotnet
 
Status Dermatologikus
Status DermatologikusStatus Dermatologikus
Status Dermatologikuspeternugraha
 
Pendekatan diagnosis limfadenopati
Pendekatan diagnosis limfadenopatiPendekatan diagnosis limfadenopati
Pendekatan diagnosis limfadenopatiMerdy Prianda
 
peningkatan Tekanan IntraCranial
peningkatan Tekanan IntraCranialpeningkatan Tekanan IntraCranial
peningkatan Tekanan IntraCranialNoorahmah Adiany
 

What's hot (20)

Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergiDermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergi
 
Pemeriksaan psikiatri
Pemeriksaan psikiatriPemeriksaan psikiatri
Pemeriksaan psikiatri
 
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit DalamPanduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam
 
Case Report BPPV
Case Report BPPVCase Report BPPV
Case Report BPPV
 
Herniasi Otak
Herniasi OtakHerniasi Otak
Herniasi Otak
 
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
 
Edema paru
Edema paruEdema paru
Edema paru
 
Appendicitis)
Appendicitis)Appendicitis)
Appendicitis)
 
118936363 ppt-hemoroid
118936363 ppt-hemoroid118936363 ppt-hemoroid
118936363 ppt-hemoroid
 
Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroikDermatitis seboroik
Dermatitis seboroik
 
Tanatologi
TanatologiTanatologi
Tanatologi
 
Check list pemeriksaan neurologi 2
Check list pemeriksaan neurologi 2Check list pemeriksaan neurologi 2
Check list pemeriksaan neurologi 2
 
Kaspan katarak senilis imatur
Kaspan   katarak senilis imaturKaspan   katarak senilis imatur
Kaspan katarak senilis imatur
 
Impetigo Bullosa
Impetigo BullosaImpetigo Bullosa
Impetigo Bullosa
 
Parotid Tumor (Indonesian Language)
Parotid Tumor (Indonesian Language)Parotid Tumor (Indonesian Language)
Parotid Tumor (Indonesian Language)
 
Status Dermatologikus
Status DermatologikusStatus Dermatologikus
Status Dermatologikus
 
Pendekatan diagnosis limfadenopati
Pendekatan diagnosis limfadenopatiPendekatan diagnosis limfadenopati
Pendekatan diagnosis limfadenopati
 
peningkatan Tekanan IntraCranial
peningkatan Tekanan IntraCranialpeningkatan Tekanan IntraCranial
peningkatan Tekanan IntraCranial
 
Peritonitis generalisata
Peritonitis generalisataPeritonitis generalisata
Peritonitis generalisata
 
Prurigo nodularis
Prurigo nodularisPrurigo nodularis
Prurigo nodularis
 

Similar to Onikomikosis.pdf

ANTI JAMUR TOPIKAL 4.pdf
ANTI JAMUR TOPIKAL 4.pdfANTI JAMUR TOPIKAL 4.pdf
ANTI JAMUR TOPIKAL 4.pdfSuparMan98
 
Epulis Fibromatosa ,Clinical Case (Oral surgery)
Epulis Fibromatosa ,Clinical Case (Oral surgery)Epulis Fibromatosa ,Clinical Case (Oral surgery)
Epulis Fibromatosa ,Clinical Case (Oral surgery)Univ.Moestopo
 
Onikomikosis otomikosis otomikosis otominosis
Onikomikosis otomikosis otomikosis otominosisOnikomikosis otomikosis otomikosis otominosis
Onikomikosis otomikosis otomikosis otominosiskknmulyodadi
 
Acute Necrotizing Ulceration Ginggivitis
Acute Necrotizing Ulceration GinggivitisAcute Necrotizing Ulceration Ginggivitis
Acute Necrotizing Ulceration GinggivitisCaninus Unlam
 
FARMOKOLOGI ANTIFUNGI (1) (1).pptx
FARMOKOLOGI ANTIFUNGI (1) (1).pptxFARMOKOLOGI ANTIFUNGI (1) (1).pptx
FARMOKOLOGI ANTIFUNGI (1) (1).pptxVerine1
 
Obat obat anti jamur
Obat obat anti jamurObat obat anti jamur
Obat obat anti jamurfikri asyura
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS) ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS) pjj_kemenkes
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS) ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS) pjj_kemenkes
 
DESENSITASI new.docx
DESENSITASI new.docxDESENSITASI new.docx
DESENSITASI new.docxauliaadila4
 
Ulkus Kornea.pptx
Ulkus Kornea.pptxUlkus Kornea.pptx
Ulkus Kornea.pptxeyeeasy
 
ppt refrat 2 rsk1 epos.pptx
ppt refrat 2 rsk1 epos.pptxppt refrat 2 rsk1 epos.pptx
ppt refrat 2 rsk1 epos.pptxirbahkhoirunisa2
 
responsi penyakit periodontal evita resky
responsi penyakit periodontal evita reskyresponsi penyakit periodontal evita resky
responsi penyakit periodontal evita reskyasrioktavinawulandar
 
JURDING PFT SNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN
JURDING PFT SNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNJURDING PFT SNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN
JURDING PFT SNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNChairulLatief2
 

Similar to Onikomikosis.pdf (20)

ANTI JAMUR TOPIKAL 4.pdf
ANTI JAMUR TOPIKAL 4.pdfANTI JAMUR TOPIKAL 4.pdf
ANTI JAMUR TOPIKAL 4.pdf
 
Epulis Fibromatosa ,Clinical Case (Oral surgery)
Epulis Fibromatosa ,Clinical Case (Oral surgery)Epulis Fibromatosa ,Clinical Case (Oral surgery)
Epulis Fibromatosa ,Clinical Case (Oral surgery)
 
Tinea kapitis AKPER PEMKAB MUNA
Tinea kapitis AKPER PEMKAB MUNA Tinea kapitis AKPER PEMKAB MUNA
Tinea kapitis AKPER PEMKAB MUNA
 
Keratitis
KeratitisKeratitis
Keratitis
 
Tinea kapitis
Tinea kapitisTinea kapitis
Tinea kapitis
 
Onikomikosis otomikosis otomikosis otominosis
Onikomikosis otomikosis otomikosis otominosisOnikomikosis otomikosis otomikosis otominosis
Onikomikosis otomikosis otomikosis otominosis
 
Acute Necrotizing Ulceration Ginggivitis
Acute Necrotizing Ulceration GinggivitisAcute Necrotizing Ulceration Ginggivitis
Acute Necrotizing Ulceration Ginggivitis
 
Anestesi lokal
Anestesi lokalAnestesi lokal
Anestesi lokal
 
FARMOKOLOGI ANTIFUNGI (1) (1).pptx
FARMOKOLOGI ANTIFUNGI (1) (1).pptxFARMOKOLOGI ANTIFUNGI (1) (1).pptx
FARMOKOLOGI ANTIFUNGI (1) (1).pptx
 
Obat_Anti_Jamur(1).ppt
Obat_Anti_Jamur(1).pptObat_Anti_Jamur(1).ppt
Obat_Anti_Jamur(1).ppt
 
Obat obat anti jamur
Obat obat anti jamurObat obat anti jamur
Obat obat anti jamur
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS) ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS) ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
 
DESENSITASI new.docx
DESENSITASI new.docxDESENSITASI new.docx
DESENSITASI new.docx
 
Ulkus Kornea.pptx
Ulkus Kornea.pptxUlkus Kornea.pptx
Ulkus Kornea.pptx
 
ppt refrat 2 rsk1 epos.pptx
ppt refrat 2 rsk1 epos.pptxppt refrat 2 rsk1 epos.pptx
ppt refrat 2 rsk1 epos.pptx
 
responsi penyakit periodontal evita resky
responsi penyakit periodontal evita reskyresponsi penyakit periodontal evita resky
responsi penyakit periodontal evita resky
 
lapkas dellla.pptx
lapkas dellla.pptxlapkas dellla.pptx
lapkas dellla.pptx
 
Catatan scenario 2
Catatan scenario 2Catatan scenario 2
Catatan scenario 2
 
JURDING PFT SNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN
JURDING PFT SNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNJURDING PFT SNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN
JURDING PFT SNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN
 

Recently uploaded

Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptxPresentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptxPeniMSaptoargo2
 
PPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptx
PPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptxPPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptx
PPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptxhellokarin81
 
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptxTren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptxcheatingw995
 
Obat Aborsi Bandung 081901 222272 Obat Penggugur Kandungan Bandung
Obat Aborsi Bandung 081901 222272 Obat Penggugur Kandungan BandungObat Aborsi Bandung 081901 222272 Obat Penggugur Kandungan Bandung
Obat Aborsi Bandung 081901 222272 Obat Penggugur Kandungan BandungHalo Docter
 
CRS OBG - AUB e.c Hiperplasia endometrium.pptx
CRS OBG - AUB e.c Hiperplasia endometrium.pptxCRS OBG - AUB e.c Hiperplasia endometrium.pptx
CRS OBG - AUB e.c Hiperplasia endometrium.pptxalfareese93
 
materi tentang airway management terbaru
materi tentang airway management terbarumateri tentang airway management terbaru
materi tentang airway management terbaruPrajaPratama4
 
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacyChapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacyIkanurzijah2
 
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptx
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptxpemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptx
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptxFerawatiPhea1
 
Tata laksana batuk disesuaikan dengan penyakit dasar.pptx
Tata laksana batuk disesuaikan dengan penyakit dasar.pptxTata laksana batuk disesuaikan dengan penyakit dasar.pptx
Tata laksana batuk disesuaikan dengan penyakit dasar.pptxseptimanzebua
 
PPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptx
PPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptxPPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptx
PPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptxDwiDamayantiJonathan1
 
PPS (perencanaan perbaikan strategis) PUSKESMAS.pptx
PPS (perencanaan perbaikan strategis) PUSKESMAS.pptxPPS (perencanaan perbaikan strategis) PUSKESMAS.pptx
PPS (perencanaan perbaikan strategis) PUSKESMAS.pptxwijayanti1974
 
Pengantar kepemimpinan dalam kebidanan.pptx
Pengantar kepemimpinan dalam kebidanan.pptxPengantar kepemimpinan dalam kebidanan.pptx
Pengantar kepemimpinan dalam kebidanan.pptxcholiftiara1
 
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.ppt
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.pptepidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.ppt
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.pptAnisyahHariadi
 
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...NenkRiniRosmHz
 
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024PyrecticWilliams1
 
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptx
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptxAsuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptx
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptxIrfanNersMaulana
 
KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR KEPERAWATAN D3
KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR KEPERAWATAN D3KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR KEPERAWATAN D3
KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR KEPERAWATAN D3NadhifahRahmawati
 
distribusi obat farmasi manfar rumah sakit
distribusi obat farmasi manfar rumah sakitdistribusi obat farmasi manfar rumah sakit
distribusi obat farmasi manfar rumah sakitPutriKemala3
 

Recently uploaded (20)

Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptxPresentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
 
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
 
PPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptx
PPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptxPPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptx
PPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptx
 
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptxTren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
 
Obat Aborsi Bandung 081901 222272 Obat Penggugur Kandungan Bandung
Obat Aborsi Bandung 081901 222272 Obat Penggugur Kandungan BandungObat Aborsi Bandung 081901 222272 Obat Penggugur Kandungan Bandung
Obat Aborsi Bandung 081901 222272 Obat Penggugur Kandungan Bandung
 
CRS OBG - AUB e.c Hiperplasia endometrium.pptx
CRS OBG - AUB e.c Hiperplasia endometrium.pptxCRS OBG - AUB e.c Hiperplasia endometrium.pptx
CRS OBG - AUB e.c Hiperplasia endometrium.pptx
 
materi tentang airway management terbaru
materi tentang airway management terbarumateri tentang airway management terbaru
materi tentang airway management terbaru
 
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacyChapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
 
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptx
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptxpemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptx
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptx
 
Tata laksana batuk disesuaikan dengan penyakit dasar.pptx
Tata laksana batuk disesuaikan dengan penyakit dasar.pptxTata laksana batuk disesuaikan dengan penyakit dasar.pptx
Tata laksana batuk disesuaikan dengan penyakit dasar.pptx
 
PPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptx
PPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptxPPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptx
PPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptx
 
PPS (perencanaan perbaikan strategis) PUSKESMAS.pptx
PPS (perencanaan perbaikan strategis) PUSKESMAS.pptxPPS (perencanaan perbaikan strategis) PUSKESMAS.pptx
PPS (perencanaan perbaikan strategis) PUSKESMAS.pptx
 
Pengantar kepemimpinan dalam kebidanan.pptx
Pengantar kepemimpinan dalam kebidanan.pptxPengantar kepemimpinan dalam kebidanan.pptx
Pengantar kepemimpinan dalam kebidanan.pptx
 
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.ppt
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.pptepidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.ppt
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.ppt
 
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...
 
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024
 
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptx
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptxAsuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptx
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptx
 
KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR KEPERAWATAN D3
KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR KEPERAWATAN D3KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR KEPERAWATAN D3
KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR KEPERAWATAN D3
 
Nama : obat penggugur kandungan wa " 087776558899
Nama : obat penggugur kandungan wa " 087776558899Nama : obat penggugur kandungan wa " 087776558899
Nama : obat penggugur kandungan wa " 087776558899
 
distribusi obat farmasi manfar rumah sakit
distribusi obat farmasi manfar rumah sakitdistribusi obat farmasi manfar rumah sakit
distribusi obat farmasi manfar rumah sakit
 

Onikomikosis.pdf

  • 1. TINJAUAN PUSTAKA 675 CDK-244/ vol. 43 no. 9 th. 2016 Alamat Korespondensi email: PENDAHULUAN Onikomikosis merupakan infeksi jamur pada kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita (tinea unguium), kapang non- dermatofita, dan ragi. Penyakit ini dapat terjadi pada matriks, nail bed, atau nail plate. Onikomikosis dapat mengakibatkan rasa nyeri, tidak nyaman, dan terutama tampilan kurang baik.1 Kejadian onikomikosis meningkat seiring bertambahnya usia, dikaitkan dengan menurunnya sirkulasi perifer, diabetes, trauma berulang pada kuku, pajanan lebih lama terhadap jamur, imunitas yang menurun, serta menurunnya kemampuan merawat kuku.1 Gambar 1. Anatomi kuku.2 KEJADIAN Insidens onikomikosis pada populasi umum di Amerika Serikat sekitar 2-8% dan meningkat menjadi 14-28% pada usia di atas 60 tahun.3 Di Kanada, prevalensinya diperkirakan 6,5%.3 Prevalensi di Inggris, Spanyol, dan Finlandia berkisar 3 – 8 %.3 Infeksi jamur ini lebih sering terjadi pada kuku kaki dibandingkan kuku tangan. Sebanyak 30% pasien infeksi jamur pada kulit, juga mengalami infeksi jamur pada kuku. Prevalensi onikomikosis berkisar 2,6% pada anak di bawah usia 18 tahun, mencapai 90% pada usia lanjut. Sebanyak 70% infeksi jamur pada kuku disebabkan oleh Trichophyton rubrum dan 20% oleh Trichophyton mentagrophytes.4 KLINIS Onikomikosis dikelompokkan dalam empat gambaran klinis yang berkaitan dengan jenis patogen serta jalur masuknya (Tabel 1).5 PEMERIKSAAN PENUNJANG Sebelum pengobatan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis. Dua pemeriksaan penunjang utama yaitu pemeriksaan mikroskopik dan kultur. Pemeriksaan mikroskopik dapat menghasilkan email: radityoanugrah85@gmail.com Diagnostik dan Tatalaksana Onikomikosis Radityo Anugrah Bamed Skin Care, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Infeksi jamur pada kuku terjadi pada 30% pasien infeksi jamur kulit; dapat disebabkan oleh jamur dermatofita dan non-dermatofita. Diagnosis mikroskopis dan kultur sebaiknya dilakukan sebelum pengobatan. Modalitas pengobatan injeksi jamur pada kuku dapat topikal atau sistemik, sesuai subtipe infeksi jamur, anatomi kuku yang terinfeksi, dan lokasi. Tinjauan ini membahas subtipe, diagnosis, dan pilihan pengobatan infeksi jamur pada kuku. Kata kunci: Dermatofita, itraconazole, laser, onikomikosis, terbinafine ABSTRACT Fungal nail infections occurred in 30% patients with fungal skin infections; may be caused by dermatophyte and non-dermatophyte. Diagnosis should be done by microscopic and culture examination before treatment. Treatment modalities for fungal nail infection can be topical or systemic, tailored to the fungal infection subtypes, the infected nail anatomy, and location. This review discussed subtype, diagnosis, and treatment options of fungal nail infection. Radityo Anugrah. Diagnosis and Management of Onychomycosis Keywords: Dermatophyte, itraconazole, laser, onychomycosis, terbinafine Tabel 1. Manifestasi klinis onikomikosis5 Gambaran Klinis Patogen Tersering Patogen Lain OSD Onikolisis dan penebalan subungual. Diskolorasi kuning kecokelatan. Trichophyton rubrum T. mentagrophytes OSPT Warna keputihan pada lempeng kuku ("white island") Trichophyton mentagrophytes Aspergillus terreus Acremonium potronii Fusarium oxysporum OSP dan OSPP Hiperkeratotik subungual Trichophyton rubrum Onikolisis proksimal Leukonikia Onikomikosis distrofik total Kuku menebal dan distrofik Dapat merupakan hasil akhir dari OSDL, OSPT, dan OSP OSD, onikomikosis subungual lateral; OSPT, onikomikosis superfisial putih; OSP, onikomikosis subungual proksimal; OSPP, onikomikosis subungual putih proksimal
  • 2. TINJAUAN PUSTAKA 676 CDK-244/ vol. 43 no. 9 th. 2016 10% negatif palsu dan pemeriksaan kultur dapat menghasilkan 30% negatif palsu.6 Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan preparat KOH 20%. Sampel diambil dari kerokan jaringan dasar kuku yang terinfeksi. Pada mikroskop akan tampak elemen jamur berupa hifa atau ragi, tetapi tidak bisa membedakan spesies; untuk itu diperlukan pemeriksaan tambahan, yaitu kultur.6 PENGOBATAN Pengobatan tergantung jenis klinis, jamur penyebab, jumlah kuku yang terinfeksi, dan tingkat keparahan keterlibatan kuku. Pengobatan sistemik selalu diperlukan pada pengobatan subtipe OSP (Onikomikosis Subungual Proksimal) dan subtipe OSD (Onikomikosis Subungual Distal) yang melibatkan daerah lunula. OSPT (Onikomikosis Superfisial Putih) dan OSD (Onikomikosis Subungual Distal) yang terbatas pada distal kuku dapat diobati dengan agen topikal. Kombinasi pengobatan sistemik dan topikal akan meningkatkan kesembuhan. Tingkat kekambuhan tetap tinggi, bahkan dengan obat-obat baru, sehingga dibutuhkan kerjasama yang baik antara pasien dan tenaga kesehatan.7 British Association of Dermatologists menerbitkan pedoman diperbarui8 yang akan dibahas berikut ini. Antijamur Topikal Struktur keras keratin dan kompak kuku menghalangi difusi obat topikal ke dalam dan melalui lempeng kuku. Konsentrasi obat topikal dapat berkurang 1000 kali dari luar ke dalam.8 Penggunaan agen topikal harus dibatasi pada kasus-kasus yang melibatkan kurang dari setengah lempeng kuku distal atau jika tidak dapat mentoleransi pengobatan sistemik. Agen yang tersedia termasuk amorolfine, ciclopirox, tioconazole, dan efinaconazole.8 Amorolfine (Strength of Recommendation D; Level of Evidence 3)8 Amorolfine termasuk obat antijamur golongan morpholine sintetis dengan spektrum fungisida yang luas. Obat ini menghambat enzim delta 14 reduktase dan delta 8 dan delta 7 isomerase dalam jalur biosintesis ergosterol dan bersifat fungisida terhadap C. albicans dan T. mentagrophytes. Obat ini dioleskan pada kuku yang terkena sekali atau dua kali seminggu selama 6-12 bulan. Amorolfine telah terbukti efektif pada sekitar 50% kasus infeksi jamur kuku distal. Efek samping lacquer amorolfine jarang dan terbatas, berupa rasa terbakar, pruritus, dan eritema.9 Ciclopirox (SoR D; LoE 3).8 Ciclopiroxmerupakanturunanhydroxypyridone dengan aktivitas antijamur spektrum luas terhadap T. rubrum, S. brevicaulis, dan Candida spesies. Obat dioleskan pada kuku sekali sehari selama 48 minggu. Ciclopirox sekali sehari terbukti lebih efektif daripada plasebo (34% ciclopirox vs 10% plasebo).10 Durasi pengobatan yang dianjurkan adalah hingga 24 minggu untuk kuku tangan dan sampai 48 minggu untuk kuku kaki. Tidak ada uji klinik yang membandingkan amorolfine dengan ciclopirox untuk onikomikosis. Efek samping yang sering adalah eritema periungual dan lipat kuku.11 Tioconazole (SoR D; LoE 3).8 Tioconazole adalah antijamur imidazole, tersedia sebagai larutan 28%. Dalam sebuah studi terbuka atas 27 pasien onikomikosis, kesembuhan klinik dan mikologi dicapai pada 22% pasien.12 Efek samping yang sering adalah dermatitis kontak alergi.13 Eficonazole (SoR D; LoE 3).8 Eficonazole 10% adalah obat antijamur golongan triazole. Obat ini diaplikasikan sekali sehari pada kuku. Sebuah uji klinik baru- baru ini menunjukkan bahwa eficonazole menghasilkan tingkat kesembuhan mikologi mendekati 50% dan kesembuhan klinik mencapai 15% setelah 48 minggu aplikasi.14 Pengobatan Sistemik Obat sistemik utama yang diindikasikan dan secara luas digunakan untuk pengobatan onikomikosis adalah terbinafine dan itraconazole. Griseofulvin juga diindikasikan, tetapi lebih jarang digunakan.8 Griseofulvin (SoR C; LoE 2+).8 Griseofulvin adalah obat fungistatik lemah, bertindak menghambat sintesis asam nukleat dan menghambat sintesis dinding sel jamur. Pada orang dewasa, dosis yang dianjurkan adalah 500-1000 mg per hari selama 6-9 bulan untuk infeksi kuku tangan dan 12-18 bulan untuk infeksi kuku kaki.15 Sebaiknya dikonsumsi dengan makanan berlemak untuk meningkatkan penyerapan dan bioavailabilitas. Tingkat kesembuhan mikologi untuk infeksi kuku hanya 30-40%. Efek samping antara lain mual dan ruam kulit pada 8-15% pasien.16 Uji klinik yang membandingkan terapi griseofulvin dengan terbinafine dan itraconazole menunjukkan bahwa tingkat kesembuhan griseofulvin lebih rendah dari terbinafine dan itraconazole. Griseofulvin memiliki beberapa keterbatasan termasuk kesembuhan lebih rendah, durasi pengobatan panjang, risiko interaksi obat yang lebih besar dibandingkan obat antijamur yang lebih baru. Oleh karena itu, griseofulvin tidak lagi menjadi pilihan kecuali obat lain tidak tersedia atau kontraindikasi.17 Gambar 4. Manifestasi klinis OSP (Onikomikosis Subungual Proksimal).1,6 Gambar 2. Manifestasi klinis OSD (Onikomikosis Subungual Distal).1,6 Gambar 3. Manifestasi klinis OSPT (Onikomikosis Superfisial Putih).1,6
  • 3. TINJAUAN PUSTAKA 677 CDK-244/ vol. 43 no. 9 th. 2016 Terbinafine (SoR A; LoE 1+)8 Terbinafine bekerja menghambat enzim squalene epoxidase yang penting untuk biosintesis ergosterol, komponen integral dinding sel jamur. Lebih dari 70% terbinafine diserap setelah pemberian oral, dan tidak terpengaruh asupan makanan. Terbinafine dimetabolisme sebagian besar melalui ginjal dan diekskresikan dalam urin. Terbinafine sangat lipofilik, sehingga terdistribusi dengan baik di kulit dan kuku. Pengobatan biasanya dengan dosis 250 mg per hari selama 6 bulan untuk infeksi jamur kuku tangan dan 12 bulan untuk infeksi jamur kuku kaki.18 Terbinafine memiliki efek fungisida yang luas dan kuat terhadap dermatofita, terutama T. rubrum dan T. mentagrophytes, tetapi memiliki aktivitas fungistatik rendah terhadap spesies Candida dibandingkan golongan azole.19 Sebuah penelitian surveilans postmarketing mengungkapkan bahwa efek samping yang paling umum adalah gastrointestinal (4 - 9%) seperti mual, diare, atau gangguan rasa, dan dermatologis (2 - 3%) seperti ruam, pruritus, urtikaria, atau eksim.8 Itraconazole (SoR A; LoE 1+)8 Itraconazole aktif terhadap berbagai jamur termasuk ragi dan dermatofita.18 Mekanisme kerja itraconazole sama dengan antijamur azole lainnya, yaitu menghambat mediasi sitokrom P450 oksidase untuk sintesis ergosterol, yang diperlukan untuk dinding sel jamur.20 Itraconazole diserap optimal pada pemberian bersama makanan dan pH asam. Obat ini sangat lipofilik dan dimetabolisme di hati oleh sitokrom P450 3A4, yang meningkatkan risiko interaksi dengan obat lain yang dimetabolisme oleh enzim ini. Seperti terbinafine, obat ini dikonsumsi sekali sehari (200 mg per dosis) selama 6 bulan untuk infeksi jamur kuku tangan dan selama 9 bulan untuk infeksi jamur kuku kaki.8 Laser Onikomikosis banyak terjadi pada pasien dengan beberapa penyakit sistemik lain yang sulit diberi obat antijamur sistemik jangka panjang. Terapi laser merupakan salah satu pilihan terapi.21 Terapi laser sejak tahun 2010 diteliti baik secara in vitro maupun in vivo. Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui beberapa jenis laser untuk onikomikosis, di antaranya: PinPointeTM FootLaserTM (PinPointe USA, Inc.), Cutera GenesisPlusTM (Cutera, Inc.), Q-ClearTM (Light Age, Inc.), CoolTouch VARIATM (CoolTouch, Inc.), dan JOULE ClearSenseTM (Sciton, Inc.).11-15 Laser mempunyai efek bakterisidal. Energi yang disalurkan menyebabkan hipertermia lokal, destruksi mikroorganisme patogen, dan stimulasi proses penyembuhan.21 Energi laser bekerja melalui mekanisme denaturasi molekul, baik total maupun parsial pada organisme patogen.30 Energi laser menghasilkan reaksi fotobiologi atau fotokimia yang merusak sel patogen atau melalui mekanisme yang memicu respons imun yang menyerang organisme patogen.21 Mekanisme kerja laser pada onikomikosis belum diketahui dengan pasti.25 Diduga berdasarkan prinsip fototermolisis selektif.22 Absorpsi laser tidak sama antara infeksi jamur dan jaringan sekitarnya, menyebabkan konversi energi tersebut menjadi energi panas atau mekanik.23 Hasil penelitian menunjukkan laser dapat memberikan “perbaikan sementara pada kasus onikomikosis”. Laser belum dikatakan sebagai terapi onikomikosis serta masih sedikit penelitian mengenai peran laser pada onikomikosis.22 Laser yang banyak digunakan pada penelitian onikomikosis antara lain Nd:YAG, titanium safir (Ti:Sapphire), dan laser diode. Energi laser dapat diberikan secara terpulsasi untuk menghasilkan energi yang lebih besar dalam waktu lebih singkat. Durasi pulsasi mulai dari milidetik (10-3 detik) sampai femtodetik (10-15 detik) telah dipelajari penggunaannya pada kasus onikomikosis.23 PROGNOSIS Pengobatan sistemik menghasilkan kesembuhan lebih baik. Itraconazole menghasilkan angka kesembuhan sekitar 63% dan terbinafine menghasilkan angka kesembuhan sekitar 76%.28 Dibandingkan dengan terapi topikal ataupun sistemik, laser mampu memberikan hasil yang lebih baik. SIMPULAN Infeksi jamur pada kuku memiliki spektrum luas, dengan empat subtipe. Diagnosis perlu dilakukan secara mikroskopis atau kultur sebelum pengobatan. Pengobatan disesuaikan dengan subtipe infeksi, spesies jamur, anatomi kuku yang terinfeksi dan lokasi (tangan atau kaki). Secara umum pengobatan sistemik lebih baik dibandingkan dengan pengobatan topikal. Laser dapat digunakan untuk tatalaksana onikomikosis. DAFTAR PUSTAKA : 1. Onychomycosis: Practice essentials, background, pathophysiology [Internet]. 2015 Aug 11 [cited 2015 Aug 18]. Available from: http://emedicine.medscape.com/ article/1105828-overview 2. Nail anatomy. Nailsatpanache’s Blog [Internet]. [cited 2015 Aug 18]. Available from: https://nailsatpanache.wordpress.com/nail-anatomy/ 3. Cohen AD, Medvesovsky E, Shalev R, Biton A, Chetov T, Naimer S, et al. An independent comparison of terbinafine and itraconazole in the treatment of toenail onychomycosis. J Dermatol Treat. 2003;14(4):237–42. 4. Crawford F,Young P, Godfrey C, Bell-Syer SEM, Hart R, Brunt E, et al. Oral treatments for toenail onychomycosis: A systematic review. Arch Dermatol. 2002;138(6):811– 6. Tabel 2. Penelitian in vitro dan in vivo laser pada onikomikosis. Penelitian Jenis Jenis Laser Hasil Vural (2008)24 in vitro Q-switched Nd: YAG 532 nm dan 1064 nm Menghambat pertumbuhan koloni T. rubrum Manevitch (2010)25 in vitro Titanium safir femtodetik Eliminasi sempurna T. rubrum setelah 4 minggu Kozarev dan Mitrovica (2009)21 in vivo Nd: YAG 1064 nm 25-milidetik Kesembuhan 100% pada 42 kuku setelah 4 sesi terapi. Hochman (2011)26 in vivo Nd: YAG 1064 nm 0,65-milidetik 7 dari 8 kuku sembuh setelah 9 minggu terapi. Landsman (2010)27 in vivo Laser diode panjang gelombang ganda 870 nm dan 930 nm 22 dari 26 menunjukkan perbaikan setelah 4 bulan terapi.
  • 4. TINJAUAN PUSTAKA 678 CDK-244/ vol. 43 no. 9 th. 2016 5. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 3rd ed. Universitas Indonesia; 1999. 6. Rodgers P, Bassler M. Treating onychomycosis. Am Fam Physician 2001;63(4):663–72, 677–8. 7. Gupta AK, Drummond-Main C, Cooper EA, Brintnell W, Piraccini BM, Tosti A. Systematic review of nondermatophyte mold onychomycosis: Diagnosis, clinical types, epidemiology, and treatment. J Am Acad Dermatol. 2012;66(3):494–502. 8. Ameen M, Lear JT, Madan V, Mohd Mustapa MF, Richardson M. British Association of Dermatologists’guidelines for the management of onychomycosis 2014. Br J Dermatol. 2014;171(5):937–58. 9. Zaug M, Bergstraesser M. Amorolfine in the treatment of onychomycoses and dermatomycoses (an overview). Clin Exp Dermatol. 1992;17 (Suppl 1):61–70. 10. Gupta AK, Fleckman P, Baran R. Ciclopirox nail lacquer topical solution 8% in the treatment of toenail onychomycosis. J Am Acad Dermatol. 2000;43(4 Suppl):70–80. 11. Bohn M, Kraemer KT. Dermatopharmacology of ciclopirox nail lacquer topical solution 8% in the treatment of onychomycosis. J Am Acad Dermatol. 2000;43(4 Suppl):57–69. 12. Hay RJ, Mackie RM, Clayton YM. Tioconazole nail solution--an open study of its efficacy in onychomycosis. Clin Exp Dermatol. 1985;10(2):111–5. 13. Stubb S, Heikkilä H, Reitamo S, Förström L. Contact allergy to tioconazole. Contact Dermatitis. 1992;26(3):155–8. 14. Elewski BE, Rich P, Pollak R, Pariser DM, Watanabe S, Senda H, et al. Efinaconazole 10% solution in the treatment of toenail onychomycosis: Two phase III multicenter, randomized, double-blind studies. J Am Acad Dermatol. 2013;68(4):600–8. 15. Roobol A, Gull K, Pogson CI. Griseofulvin-induced aggregation of microtubule protein. Biochem J. 1977;167(1):39–43. 16. Davies RR, Everall JD, Hamilton E. Mycological and clinical evaluation of griseofulvin for chronic onychomycosis. Br Med J. 1967 ;3(5563):464–8. 17. Walsøe I, Stangerup M, Svejgaard E. Itraconazole in onychomycosis. Open and double-blind studies. Acta Derm Venereol. 1990;70(2):137–40. 18. Debruyne D, Coquerel A. Pharmacokinetics of antifungal agents in onychomycoses. Clin Pharmacokinet. 2001;40(6):441–72. 19. Bueno JG, Martinez C, Zapata B, Sanclemente G, Gallego M, Mesa AC. In vitro activity of fluconazole, itraconazole, voriconazole and terbinafine against fungi causing onychomycosis. Clin Exp Dermatol. 2010;35(6):658–63. 20. Vanden Bossche H, Marichal P, Gorrens J, Coene MC,Willemsens G, Bellens D, et al. Biochemical approaches to selective antifungal activity. Focus on azole antifungals. Mycoses. 1989;32 (Suppl 1):35–52. 21. Kozarev J, Mitrovica S. Laser treatment of nail fungal infection. Proc Berl Conf Eur Acad Dermatol Venereol. 2009; 22. Anderson R, Parrish J. Selective photothermolysis: Precise microsurgery by selective absorption of pulsed radiation. Science. 1983;220(4596):524–7. 23. Altshuler GB, Anderson RR, Manstein D, Zenzie HH, Smirnov MZ. Extended theory of selective photothermolysis. Lasers Surg Med. 2001;29(5):416–32. 24. Vural E, Winfield HL, Shingleton AW, Horn TD, Shafirstein G. The effects of laser irradiation on Trichophyton rubrum growth. Lasers Med Sci. 2008;23(4):349–53. 25. Manevitch Z, Lev D, Hochberg M, Palhan M, Lewis A, Enk CD. Direct antifungal effect of femtosecond laser on Trichophyton rubrum onychomycosis. Photochem Photobiol. 2010;86(2):476–9. 26. Hochman LG. Laser treatment of onychomycosis using a novel 0.65-millisecond pulsed Nd:YAG 1064-nm laser. J Cosmet LaserTher Off Publ Eur Soc Laser Dermatol. 2011;13(1):2–5. 27. Landsman AS, Robbins AH, Angelini PF, Wu CC, Cook J, Oster M, et al. Treatment of mild, moderate, and severe onychomycosis using 870- and 930-nm light exposure. J Am Podiatr Med Assoc. 2010;100(3):166–77. 28. Gupta AK, Ryder JE, Johnson AM. Cumulative meta-analysis of systemic antifungal agents for the treatment of onychomycosis. Br J Dermatol. 2004;150(3):537–44.