3. Anamnesis
Riwayat Penyakit Sekarang:
● Onset
● Durasi
● Keparahan gejala
● Faktor risiko
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Pengobatan
Keluhan Utama
● Mata merah
● Nyeri
● Fotofobia
● Sensasi benda asing
● Penurunan tajam penglihatan
● Ada bagian yang berwarna putih di
mata
4. Pemeriksaan Fisik
● Pemeriksaan visus
● Pemeriksaan Tekanan Intra Okular (TIO)
● Pemeriksaan eksternal
○ Kelopak mata
○ Bulu mata
○ Aparatus nasolakrimal
○ Alignment mata
● Pemeriksaan slit-lamp
○ Evaluasi margin kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, bilik mata
depan, dan vitreous
● Sensibilitas kornea, tes fluoroscein dan tes fistel bila dicurigai adanya perforasi
● Menilai keparahan derajat ulkus
5. Derajat Keparahan Ulkus Kornea
Stadium 1
(Ringan)
Stadium 2
(Sedang)
Stadium 3
(Berat)
Lokasi Di luar aksis visual Sentral / perifer Sentral / perifer
Area 2 mm 2 - 6 mm > 6 mm
Kedalaman ⅓ superfisial ⅔ superfisial Sampai profunda
Inflamasi
Segment Anterior
Ringan Sedang-berat (fibrin) Sampai ⅓ profunda
Progresivitas Lambat Sedang Cepat
Perforasi Tidak Tidak Ya/impending
Supurasi Sklera Tidak Ya Ya
Rawat Inap Tidak Mungkin Mungkin
6. Pemeriksaan Penunjang
Pewarnaan Rutin
● Gram
● KOH 10%
Pewarnaan Khusus
(tidak rutin)
● Giemsa
● Calcofluor White
Apusan dan Pewarnaan Kultur dan Sensitivitas*
Indikasi:
● Infiltrat mencapai atau di
sentral kornea
● Infiltrat melibatkan stroma
profunda
● Diameter infiltrat > 2mm
● Pasien dengan riwayat atau
gambaran klinis yang
mengarah jamur, amuba,
mycobacterial atau suspek
organisme resisten obat
● Kronis dan tidak responsif
terhadap pemberian
antibiotik spektrum luas
Ultrasonografi
Indikasi:
● Apabila segmen
posterior tidak dapat
dinilai dengan slit
lamp
● Apabila ulkus kornea
dicurigai adanya
endoftalmitis
*Gold standard
8. ● Infeksi pada kornea dengan progresivitas cepat → dapat menimbulkan
kerusakan jaringan yang semakin meluas, perforasi kornea maupun jaringan
yang berada di sekitarnya
● Nyeri, fotofobia, pandangan buram, sekret, mata merah, berair
● Faktor risiko:
○ Penggunaan lensa kontak
○ Kontaminasi bakteri dari pengobatan topikal pada kornea
○ Kelainan struktur kornea
○ Permasalahan imun yang sistemik
Keratitis Bakterialis
Weisenthal RW, et al. (2020). American Academy of Ophthalmology: 2020-2021 Basic and Clinical Science Course, Section 8: External Disease and Cornea.
9. Keratitis Bakterialis
● Bakteri penyebab keratitis hanya terbatas pada lapisan epitel, patogen awalnya
harus menempel terlebih dahulu pada kornea
● Bakteri yang mampu penetrasi langsung ke epitel kornea: N. gonorrheae, N.
meningitidis, C. diphteriae, Shigella, H. Influenza, dan Listeria
● Bakteri difasilitasi oleh matrix metalloproteinase (ekskresi inaktif dari keratosit
stroma yang akan menjadi aktif saat ada infeksi bakteri) → mampu
menghancurkan membran basal dan matriks ekstraselular
● Tahap dari keratitis bakterialis:
○ Stage of progressive infiltration
○ Stage of active ulceration: hyperemia, descemetoele
○ Stage of regression
○ Stage of cicatrization: scars - nebula, macula, leukoma
10. Etiologi
Salmon C, Porco TC, Lietman TM, et al. The Clinical Differentiation of Bacterial and Fungal Keratitis: A Photographic Survey. Cornea, 2012. P. 1787-91.
11. Gambaran Klinis
Defek epitelial dengan
infiltrat luas
Anterior uveitis dengan
hipopion
Ulserasi berat →
perforasi
● Slit lamp: infiltrat stromal supuratif (terutama yang berukuran >1 mm), batas tidak
tegas, edema, dan infiltrasi sel darah putih di sekeliling stroma, defek epitel (+),
peradangan di COA
Kanski JJ. Synopsis of Clinical Ophthalmology. 2013. P. 90-4.
12. Penatalaksanaan
Antibiotik Topikal
Diberikan setiap jam pada 24 - 48 jam,
kemudian tapering off sesuai dengan
perkembangan gejala klinis
Operasi
Antibiotik Sistemik
● Berpotensi menjadi infeksi
sistemik
● Penipisan kornea yang berat
dengan ancaman perforasi
● Keterlibatan sklera
Jika tidak perbaikan secara
klinis dengan semua
medikamentosa, terjadi
perforasi, atau ancaman
perforasi
14. Intervensi Bedah
1. Aplikasi glue/tissue adhesive
● Indikasi:ancaman (impending) perforasi/perforasi kornea kecil dengan diameter <3 mm
2. Amnion membrane transplantation
● Perforasi kornea kecil dengan diameter <5 mm, descemetocele
3. Flap konjungtiva
● Ulkus di perifer kornea dengan descemetocele atau perforasi kecil
4. Patch graft (fascia lata graft, periosteal graft)
● Perforasi kornea luas dengan diameter >5 mm, apabila belum atau tidak tersedia donor kornea
tektonik
5. Penetrating keratoplasti
● Tektonik dan terapetik (perforasi kornea >3 mm atau tidak respon terhadap terapi medikamentosa
maksimal).
6. Eviserasi bulbi
● Ulkus kornea dengan komplikasi endoftalmitis atau panoftalmitis yang nyeri disertai visus no light
perception (NLP)
16. ● Infeksi pada kornea yang disebabkan oleh peradangan akibat jamur,
dipengaruhi oleh lokasi geografis dan status imun
● Etiologi: candida sp, aspergillus sp, fusarium sp
● Curiga pada pasien yang didiagnosis keratitis bakterialis namun tidak
merespon terhadap antibiotik spektrum luas
● Nyeri, fotofobia, pandangan buram, sekret, mata merah, berair
● Faktor risiko:
○ Trauma okular dari vegetative matter
○ Penggunaan lensa kontak yang terkontaminasi
○ Penggunaan steroid topikal
○ Permasalahan imun yang sistemik
Keratitis Fungal
17. Gambaran Klinis
Terlihat kering, infiltrasi stroma berwarna
keputihan dengan feathery margins pada
keratitis akibat F. solani. Terdapat
gambaran lesi satelit
Infiltrat supuratif yang
padat berwarna putih
kekuningan pada
keratitis akibat Candida
Kanski JJ. Synopsis of Clinical Ophthalmology. 2013. P. 90-4.
18. Identifikasi hifa menggunakan KOH 10%
dari scraping kornea
10x 40x
● Pewarnaan gram atau
giemsa
● Pewarnaan silver
● Kultur menggunakan agar
Sabouraud
● Kultur lensa kontak
● Biopsi kornea
● Mikroskop konfokal
Pemeriksaan Penunjang
19. Terapi
Mold/filamen (Fusarium)
Topikal:
● Natamycin 5%
● Amphotericin B 0,15–0,3%
(hanya sensitif terhadap Aspergillus
sp)
● Vorikonazole 1%
Oral:
● Ketokonazol 200-600 mg/hari; atau
● Itraconazole 1x200 mg sehari, kemudian
dikurangi 100 mg sehari; atau
● Vorikonazole 2x400 mg untuk satu hari,
selanjutnya 2x200 mg sehari
Sitompul R, Susiyanti M, Nora RLD, Aziza Y. Panduan praktis klinis ulkus kornea. Jakarta : RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo; 2018.h.13-4.
Yeast (Candida)
Topikal :
● Amphotericin B 0,15%,
● Fluconazole 0,2%,
● Vorikonazole 1%
Oral:
● Flukonazole 2x200 mg sehari; atau
● Itraconazole 1x200 mg sehari, kemud
dikurangi 100 mg sehari; atau
● Vorikonazole 2x400 mg untuk satu h
selanjutnya 2x200 mg sehari.
20. Anti Jamur Topikal dan Sistemik
● Voriconazole topikal (1%; 2%) memiliki penetrasi yang baik ke BMD
● Anti-jamur topikal diberikan selama 4-8 minggu, disesuaikan dengan respon
klinis dan efek samping.
● Antifungal sistemik → Ketokonazole (200-600 mg/hari); Fluconazole (200-
400 mg/hari)
○ Untuk 6-8 minggu
○ Indikasi: ulkus berukuran sangat besar atau sangat dalam, skleritis, dan
endoftalmitis.
○ Cek fungsi liver /2 minggu
Weisenthal, R. W.. American Academy of Ophthalmology : 2020-2021 Basic and Clinical Science Course, Section 8: External Disease and Cornea. 2020. P.275
Sitompul R, S. Made, Nora RLD, Aziza Y. Panduan praktis klinis ulkus kornea. Jakarta : RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo; 2018.h.14.
21. Terapi
Indikasi tindakan yang lebih invasif, yaitu:
● Injeksi anti jamur intrakameral (dengan atau tanpa irigasi aspirasi): bila
terdapat keterlibatan intraokuler.
○ amphotericin B (5–10 µg/0,1cc), untuk yeast dan Aspergillus
○ voriconazole (50–100 µg/ 0,1 cc), broad spectrum
● Injeksi anti jamur intrastromal: ulkus kornea jamur yang dalam (dapat
dilakukan setiap 48–72 jam)
○ amphotericin B (5–10 µg/0,1cc), untuk yeast dan Aspergillus
○ voriconazole (50–100 µg/ 0,1 cc), broad spectrum
Weisenthal, R. W.. American Academy of Ophthalmology : 2020-2021 Basic and Clinical Science Course, Section 8: External Disease and Cornea. 2020. P.275
Sitompul R, S. Made, Nora RLD, Aziza Y. Panduan praktis klinis ulkus kornea. Jakarta : RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo; 2018.h.14.
23. Keratitis Achantamoeba
● Jarang terjadi
● Pengguna lensa kontak yang berenang dengan lensa masih terpasang
● Nyeri, fotofobia, buram, sekret, mata merah, berair
● Etiologi: A. castellanii and A polyphaga
● Tahap awal: epiteliopati pungtata difus, lesi epitel dendritik, atau infiltrat
superfisial non-supuratif berwarna putih keabuan
● Tahap selanjutnya: ring-shaped stromal infiltrate di sentral kornea
24. Keratitis Acanthamoeba memiliki 2 bentuk yaitu tropozoid dan
kista.
Jenis tropozoid membentuk kista berdinding ganda yang tahan
terhadap berbagai macam metode pemusnahan (termasuk
mendinginkan, memanaskan, dan penyinaran). Jenis tropozoid
bersifat mobile.
Feldman B, Kozak L, Door WT, et al. Acanathamoeba keratitis [internet]. 2022 (updated 2022 Apr 6; cited 2022 Jul 30). Available from: https://eyewiki.aao.org/Acanthamoeba_Keratitis
Keratitis Achantamoeba
25. Terapi
● Anti mikroba yang dapat digunakan
○ Diamidin: Propamidine isethionate 0,1% solution (Prolene, Brolene)
○ Biguanide: Chlorhexidine 0,02%, Polyhexamethylene Biguanide (PHMB)
0,01 - 0,02%
● Terapi inisial yang direkomendasikan: Biguanide
● Dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan Diamidine
● Efektif apabila diberikan dalam 1 bulan sejak onset, dengan cara pemberian:
○ Setiap jam 3-4 hari pertama
○ Setiap 2 jam selama 2-4 minggu
○ Diturunkan menjadi 4x1 selama 6-12 bulan
27. Keratitis Herpes Simpleks
● Etiologi: Herpes Simplex Virus tipe I, double-stranded DNA virus
● Faktor risiko: kontak dengan sekret atau lesi yang terinfeksi HSV
● Tanda khas: infiltrat di epitel kornea berbentuk dendrit, lesi bercabang
● Gejala klinis: pandangan kabur, fotofobia, nyeri, kemerahan, dan/atau mata
berair
Nijm, Lisa M. 2022. “Herpes Simplex Epithelial Keratitis, ” https://eyewiki.aao.org/Herpes_Simplex_Epithelial_Keratitis, diakses pada 30 Juli 2022
28. Anti-Viral Topikal
● Pasien dengan gangguan
ginjal
● Pasien usia ≥ 65 tahun
dengan gangguan ginjal
atau fungsi ginjal tidak
diketahui
● Pasien hamil
● Ibu menyusui
Anti-Viral Oral
● Pasien sulit menggunakan gel atau
tetes mata (tremor, artritis)
● Menggunakan lensa kontak
● Pasien pediatrik refrakter anti-viral
topikal
● Pasien yang memerlukan terapi
anti-viral > 21 hari
● Pasien dengan penyakit okular
yang rentan toksisitas okular
● Terapi profilaksis sebelum operasi
okular
Dasar Pemilihan Anti-Viral
29. Terapi Anti-Viral
Anti-Viral Topikal
Asiklovir salep mata: 1 tetes
pada mata yang sakit, 5 x 1
tetes sampai ulkus kornea
sembuh, diikuti 3x/hari selama
7 hari
Anti-Viral Oral
● Asiklovir tablet: 400mg
3-5x/hari, selama 7-10
hari
● Valasiklovir tablet :
500mg, 2x/hari, selama
7-10 hari
Keratitis Epitelial
Dendritik
Keratitis Epitelial
Geografik
Anti-Viral Topikal
Asiklovir salep mata: 1 tetes
pada mata yang sakit, 5 x 1
tetes sampai ulkus kornea
sembuh, diikuti 3x/hari selama 7
hari
Anti-Viral Oral
● Asiklovir tablet: 800mg,
5x/hari, selam 14-21 hari
● Valasiklovir tablet: 1g,
3x/hari, selam 14-21 hari
Keratitis Stromal
HSV
Non-Necrotizing
● Prednisolon 1%; 6-8x/hari,
tapering off dalam >10
minggu, dan
● Asiklovir: 400mg 2x.hari atau
valasiklovir: 500mg 1x/hari
Necrotizing Herpetic Keratitis
● Prednisolon 1%: 2x/hari, dan
● Asiklovir 800mg 3-5x/hari
selama 7-10 hari ATAU
Valasiklovir 3x/hari selama 7-
10 hari
RPS:
Ulkus Bakteri : lebih akut, nyeri
Ulkus jamur : akut namun progresif lambat, jarang nyeri
Faktor Risiko:
Lensa kontak, terutama jenis extended (over night wear), kebersihan buruk
Trauma: objek vegetatif (tanah), pasca bedah refraktif (LASIK)
Riwayat penggunaan obat topikal maupun sistemik (Kortikosteroid, tetes mata anestesi)
Riwayat penggunaan obat-obatan tradisional lokal (rambang air sirih atau urin)
RPD dan medikasi
Keratitis infeksi:
Ocular surface disase (keratitis herpetik, bullous keratopathy, mata kering, blefaritis kronik, trikiasis, kelainan kelopak)
Penyakit alergi
Kondisi immunosupresif (HIV/AIDS), diabetes, keganasan
Pemeriksaan slit-lamp untuk menilai:
Defek epitel
Infiltrat kornea:
- lokasi (sentral, perifer, perineural), densitas, ukuran, kedalaman
- bentuk (punched-out, dendritik, ring-shaped), jumlah (lesi satelit)
- karakteristik tepi infiltrat (supurasi, nekrosis, feathery, soft, kristalin)
Derajat/keparahan edema stroma
Keterlibatan sklera
Reaksi peradangan bilik mata depan hingga hipopion
Pewarnaan khusus (tidak rutin dilakukan):
Giemsa: membedakan bakteri dari jamur; visualisasi badan inklusi chlamydia, serta kista dan trofozoit Acanthamoeba
Calcofluor white: visualisasi jamur, kista dan trofozoit Acanthamoeba
Kultus dan sensitivitas: Scraping ulang atau biopsi dilakukan apabila tidak adanya perbaikan klinis setelah 3-7 hari
Nyeri: adalah tanda utama infeksi bakteri. Karena vaskularization karena infeksi bakterinya bisa masuk pada beberapa lapisan kornea, bisa menyebabkan iridosiklitis (uveitis), di mana hal ini menyebabkan photophobia
Sering ada bakteri pseudomonas
Pd LASIK surgery -> remold cornea shape, berisiko terjadi infeksi
Pd pasien yg menggunakan ophthalmic corticosteroids
progressive infiltration: damage di epitel kornea, abrasi
Active ulceration: sudah ada defek di epitel lalu ditambah ada jaringan nekrotik di bawahnya → ulcer aktif. Bowmann dan stroma bisa terkena.
Regression: perlahan2 mulai ada antibodi kita
Stage of Cicatrization = sebetulnya proses healing. Epithelization ada di sana.
Nebula
Makula
Leukoma
Adherent leucoma (iris menempel pada kornea)
Streptococcus dan staph: white ulcer → a. Strep pneumonia
Pseudomonas: green, ground glass, hypopion, perforates fast → b and c. Pseudomonas aeruginosa
Pada infeksi pseudomonas aeroginosa biasanya terdpaat lesi berupa nekrosis dari stroma dengan permukaan yang tidak beraturan dan eksudat mukopurulen. Terdapat plak peradangan pada endotelial
E. Coli, proteus, klebshiella: dangkal ulcernya, greyish white pleomorfik suppuration, ring shaped corneal infiltrate (oleh infeksi gram neg)
Terdapat hypopion (pyo=pus) yaitu penumpukan leukosit pada COA. Pusnya selalu steril dan mobile (no bacteria) karena bakteria tidak dapat penetrasi ke descemet membrane. Beda sama fungal, dia bisa penetrasi. Hipopion yang sebenernya bisa bergerak ketika kepala pasien dimiringkan.
Semua bakteri bisa menyebabkan terbentuknya hypopion, namun salah 1 contoh yang menyebabkan prominent hypopion adalah infeksi pneumococcus (hypopion corneal ulcer/ulcus serpens). Yang lainnya disebut sbg Corneal Ulcer with Hypopion.
(a) monotherapy with a fluoroquinolone (e.g. ciprofloxacin, ofloxacin, moxifloxacin, gatifloxacin);
(b) duotherapy (e.g. cefuroxime 5%, gentamicin 1.5%) may be preferred as first-line empirical treatment in aggressive disease or if streptococci suspected;
(c) if no improvement is evident after 24–48 hr, the regimen should be reviewed; and
(d) if there is still no improvement after a further 48 hr, suspension of treatment should be considered for 24 hr and then re-scraping performed, with investigation for nonbacterial infection (additional stains and culture media). Corneal biopsy for histology and culture may be necessary in difficult
NOTES : Corticosteroids should not be used in the absence of appropriate antibiotic therapy.
• The patient must be able to return for frequent follow-up examinations and demonstrate adherence to appropriate antibiotic therapy.
• No other associated virulent or difficult-to-eradicate organism is found or suspected.
Pilihan terapi empirik inisial dengan antibiotik spektrum luas topikal:
Levofloxacin 0.5% (dosis dewasa dan anak ≥6 tahun)
1-2 tetes/30 menit- 1 jam
Moxifloxacin 0.5% (dosis dewasa dan anak ≥4 bulan):
Merupakan fluorokuinolon generasi empat yang memiliki cakupan gram positif yang lebih luas dibandingkan generasi sebelumnya. 1-2 tetes/30 menit- 1 jam
Signs > symptoms
Tanda khas yang membedakan fungal dan bacterial ulcer: Ulkus fungal itu dry looking, greyish in color, elevated margins (oleh karena absence of vascularization)
Hypopion pada fungal ulcer: non sterile dan non mobile
• Topical: initially hourly for 48 h and then reduced as signs permit; most antifungals are only fungistatic, so treatment should be continued for at least 12 weeks. Improvement may be slower than in bacterial infection; removal of epithelium over the lesion may enhance drug penetration.
• Candida infection: amphotericin B 0.15% or econazole 1%; alternatives include natamycin 5%,fluconazole 2%, and clotrimazole 1%.
• Filamentous infection: atamycin 5% or econazole 1%; alternatives include amphotericin B 0.15% and miconazole 1%.
• Systemic antifungals: (voriconazole, itraconazole, fluconazole) should be considered in (a) severe cases, (b) lesions near the limbus, or (c) suspected endophthalmitis.
• Other measures: (a) systemic tetracycline for significant thinning, (b) superficial keratectomy can be effective for de-bulking, and (c) therapeutic keratoplasty (penetrating or deep anterior lamellar) when medical therapy is ineffective or following perforation.
Jarang tapi berpotensi mengancam penglihatan
Ditemukan di lingkungan yang bermacam2: kolam renanng, hot tubs, tap water, shower water, and contact lens solution
Temuan radial perineuritis atau radial keratoneuritis adalah patognomonik ulkus kornea akantamuba