Orasi Ilmiah Disampaikan Dalam Rangka Wisuda Sarjana ke-XVI dan Magister ke-X STIA Bandung
Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
(Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara
LAN RI)
Bandung, 1 Agustus 2023
1. TRANSFORMASI ORGANISASI: PENINGKATAN INTEGRITAS
DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA MUTU
Orasi Ilmiah Disampaikan Dalam Rangka Wisuda Sarjana
ke-XVI dan Magister ke-X STIA Bandung
Bandung, 1 Agustus 2023
Oleh:
Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
(Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara
LAN RI)
SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
STIA BANDUNG, 2023
2. TRANSFORMASI ORGANISASI: PENINGKATAN INTEGRITAS
DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA MUTU
Oleh: Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
Yth. Kepala L2DIKTI Wilayah IV atau yang mewakili;
Yth. Ketua Pembina Yayasan Bina Administrasi (Bapak Dr.
Dada Rosada);
Yth. Ketua Pengurus Yayasan Bina Administrasi (Bapak Dr. Uce
Sugandha) dan jajarannya;
Yth. Senat Akademik STIA Bandung;
Yth. Ketua STIA Bandung, Dr. Barkah Rosadi, dan jajarannya;
Para undangan dan hadirin yang saya hormati,
Serta seluruh Wisudawan/wati beserta keluarga yang
berbahagia,
Assalamu'alaikum wr. Wb.,
Selamat pagi,
Salam sejahtera untuk semua,
Shalom,
Om Swastiastu,
Namo Budaya,
Salam Kebajikan.
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan
dengan segala kerendahan hati, perkenankanlah saya berdiri
dihadapan jajaran sivitas akademika STIA Bandung serta
hadirin yang saya hormati, untuk menyampaikan beberapa
pokok buah pikiran dalam orasi ilmiah pada rangkaian Wisuda
Sarjana dan Magister STIA Bandung ini. Namun sebelumnya,
3. perkenankanlah saya menghaturkan ucapan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya atas kepercayaan yang
diberikan kepada saya untuk menyampaikan orasi ilmiah
dengan judul “Transformasi Organisasi: Peningkatan Integritas
dalam Mewujudkan Budaya Mutu”.
Tema ini bagi saya pribadi adalah tema yang berat dan
menantang. Saya katakan berat karena 2 (dua) alasan.
Pertama, mencari keterkaitan antar 3 (tiga) variabel yakni
transformasi organisasi, integritas, dan budaya mutu, sungguh
membutuhkan intellectual exercise yang besar. Kedua,
dukungan penelitian terdahulu tentang hubungan ketiga
variable tersebut beserta good practices-nya, juga sangat
terbatas.
Meskipun demikian, saya ingin mencoba untuk membangun
sebuah kerangka pikir bahwa integritas merupakan fondasi
bagi suatu organisasi untuk membangun budaya kualitas.
Mustahil rasanya budaya mutu bisa terlahir dari habitat
organisasi yang tidak berbasis integritas. Selanjutnya,
integritas dan budaya kualitas tadi menjadi syarat mutlak bagi
sebuah organisasi yang ingin melakukan transformasi menuju
sosok organisasi yang lebih cerdas, lincah, dan berkinerja
tinggi (smart, agile, and high-performing organization).
Sejalan dengan kerangka pikir tersebut, ijinkan saya
mengelaborasi lebih lanjut tentang kondisi integritas sector
publik di Indonesia. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), indeks integritas nasional pada tahun 2022
adalah sebesar 71,94 poin. Skor ini mengalami penurunan
0,67% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 72,43 poin.
4. Indeks ini diperoleh dari survei penilaian integritas (SPI) yang
dilakukan KPK terhadap 98 kementerian/lembaga, 34
pemerintah provinsi, dan 508 pemerintah kabupaten/kota,
pada periode Juli-September 2022.
Selain penilaian integritas, KPK juga rutin mengukur tingkat
kepatuhan LHKPN di berbagai lingkungan pejabat, baik
eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Kepatuhan itu diukur
dari jumlah laporan LHKPN yang berstatus "lengkap", dibagi
dengan total jumlah pejabat yang wajib lapor. Untuk LHKPN
periode 2022 batas waktu pelaporannya sudah berakhir pada
31 Maret 2023. Namun, sampai batas waktu tersebut belum
ada satupun kementerian yang memiliki kepatuhan 100%.
Selaras dengan publikasi KPK, Ombudsman RI juga memiliki
instrumen untuk mengukur integritas pelayanan publik, yakni
Indeks Persepsi Maladministrasi. Pada triwulan I tahun 2022,
ORI menerima laporan/pengaduan masyarakat atas dugaan
maladministrasi dalam pelayanan publik sebanyak 2.706
laporan/pengaduan. Sepanjang triwulan I tersebut, 3 (tiga)
urutan tertinggi laporan masyarakat berdasarkan dugaan
maladministrasi yaitu Penundaan Berlarut 59,62%, Tidak
Memberikan Pelayanan 13,92%, dan Penyimpangan Prosedur
13,72%.
Sementara itu, Transparency International kembali merilis
laporan Global Corruption Barometer (GCB). Ini adalah survei
mengenai opini publik terkait korupsi dan praktik suap
berdasarkan persepsi dan pengalaman masyarakat. Survei
yang sebelumnya dilakukan pada tahun 2017 dan 2013 ini
menilai berbagai praktik korupsi dan suap seperti koneksi
5. personal, institusi yang paling korup, tingkat korupsi dalam
kurun waktu 12 bulan terakhir, kinerja pemerintah dalam
memberantas korupsi, serta peran masyarakat dalam
membuat perubahan untuk memberantas korupsi.
Survei GCB Indonesia yang dilakukan pada periode 15 Juni
sampai 24 Juli 2020 ini menghasilkan 10 kesimpulan sebagai
berikut:
1. Kinerja Pemerintah dalam melakukan pemberantasan
korupsi dianggap stagnan.
2. Hanya 51% publik yang disurvei menilai kinerja KPK cukup
baik dalam satu tahun terakhir.
3. DPR dipersepsikan sebagai lembaga terkorup di Indonesia.
4. Sebanyak 3 dari 10 responden mengaku pernah membayar
suap ketika mengakses layanan publik.
5. Pengalaman suap masyarakat paling tinggi terjadi di
layanan Kepolisian (41%), jauh diatas rata-rata Asia (23%).
6. Lebih dari 80% responden yang disurvei menganggap
koneksi pribadi penting jika ingin mendapatkan kualitas
pelayanan publik yang lebih baik.
7. 1 dari 3 responden mengaku pernah ditawari untuk
menjualbelikan suaranya ketika Pemilu.
8. Lebih dari setengah korban pemerasan seksual yang
mengakses layanan publik adalah perempuan.
9. Sebanyak hampir 60% responden meyakini bahwa warga
biasa dapat membuat perubahan.
10. Kurang dari setengah responden sadar bahwa dirinya
memiliki hak atas akses informasi publik.
6. Tentu masih banyak data yang bisa kita observasi untuk
mengetahui gambaran integritas di negeri kita. Namun dari
sedikit data diatas kiranya kita dapat menarik kesepakatan
bahwa penguatan integritas terutama di sektor publik masih
membutuhkan kerja keras.
Bapak/ibu dan hadirin yang saya hormati,
Sebagaimana saya sampaikan diatas, integritas dan budaya
mutu saling berkaitan erat dan saling menguatkan satu sama
lain dalam menciptakan lingkungan kerja organisasi yan sehat.
Melalui keterpaduan antara integritas dan budaya mutu,
sebuah organisasi dapat mencapai keunggulan dan kesuksesan
jangka panjang. Kita dapat belajar dari beberapa perusahaan
di dunia yang dikenal memiliki budaya mutu yang tinggi
karena faktor integritas dari pimpinannya. Pemimpin yang
jujur, etis, dan memiliki integritas tinggi cenderung
menciptakan lingkungan di mana nilai-nilai tersebut
dipromosikan dan diterapkan dengan konsisten.
Berikut beberapa contoh perusahaan yang sering dianggap
memiliki budaya mutu tinggi karena peran pemimpin yang
berintegritas:
1. Johnson & Johnson (J&J): Perusahaan kesehatan dan
farmasi multinasional ini telah lama diakui karena budaya
mutunya yang tinggi. Pada tahun 1982, ketika muncul
krisis terkait produk Tylenol yang dicemari sianida,
Johnson & Johnson dengan cepat menarik semua produk
Tylenol dari pasar. Hal ini menunjukkan komitmen mereka
yang tinggi terhadap keselamatan konsumen.
7. Kemudian pada tahun 2021, J&J telah membayar ganti rugi
senilai lebih dari USD 2 miliar (Rp 133 triliun) terkait
dengan salah satu produk ikoniknya yang dindikasikan
mengandung asbes, yaitu bahan berbahaya penyebab
kanker ovarium. Asbes adalah mineral alami yang pernah
digunakan dalam beberapa bentuk bedak bayi dan
kosmetik di masa lalu. Karena kasus ini, pada akhirnya J&J
dinyatakan bangkrut atau pailit.
Sebenarnya para ilmuwan masih belum sepenuhnya setuju
tentang hubungan antara penggunaan bedak bayi dan
risiko kanker ovarium. Namun, tindakan J&J ini telah
dianggap sebagai contoh integritas dan tanggung jawab
perusahaan yang luar biasa terhadap pelanggan meski
menghadapi risiko kebangkrutan.
2. Toyota: perusahaan otomotif Jepang ini pernah
menghadapi masalah serius yang melibatkan penarikan
produk karena adanya cacat pada beberapa model mobil
mereka. Peristiwa ini disebut sebagai "Toyota Unintended
Acceleration Recall" yang terjadi pada tahun 2009 hingga
awal 2010.
Awalnya, beberapa pelanggan melaporkan bahwa mobil
Toyota mereka mengalami percepatan tak terduga
(akselerasi yang tidak diinginkan) padahal mereka
menginjak pedal gas. Masalah ini menyebabkan beberapa
kecelakaan, termasuk insiden yang fatal. Pihak berwenang
dan media mulai menyelidiki masalah ini, dan Toyota
kemudian mengumumkan penarikan massal mobil untuk
mengatasi masalah ini. Toyota menegaskan komitmen
mereka terhadap kualitas produk dan keselamatan
pelanggan. Mereka berjanji untuk meningkatkan sistem
8. pengujian dan kualitas produksi untuk mencegah masalah
serupa terjadi di masa depan.
Disamping contoh-contoh keberhasilan, ada juga
contoh-contoh perusahaan yang gagal menegakkan integritas
sehingga gagal pula dalam membangun budaya mutu.
Beberapa contoh kegagalan ini diantaranya adalah:
1. Volkswagen Dieselgate, produsen mobil terkenal asal
Jerman, terlibat dalam skandal yang dikenal sebagai
"Dieselgate" pada tahun 2015. Perusahaan ini
memanipulasi perangkat lunak di kendaraan diesel mereka
untuk mengurangi emisi nitrogen oksida selama pengujian,
sehingga terlihat lebih ramah lingkungan daripada
kenyataannya. Kejadian ini melibatkan ketidakjujuran dan
kekurangan integritas dari sejumlah karyawan dan
manajemen perusahaan, yang mengakibatkan dampak
serius pada reputasi dan kredibilitas Volkswagen.
2. Enron Corporation, perusahaan energi dan komoditas
Amerika Serikat, mengalami kegagalan besar-besaran pada
awal tahun 2000-an akibat skandal akuntansi yang
melibatkan manipulasi laporan keuangan. Praktek
akuntansi yang tidak jujur dan tidak etis ini dilakukan
untuk mengelabui investor dan menciptakan gambaran
palsu tentang keuangan perusahaan. Kegagalan dalam
memelihara budaya mutu yang berfokus pada etika dan
kejujuran menyebabkan keruntuhan perusahaan.
3. Wells Fargo, sebuah bank besar di Amerika Serikat,
menghadapi kontroversi besar pada tahun 2016 ketika
ditemukan bahwa sejumlah karyawan mereka membuat
rekening palsu tanpa persetujuan nasabah untuk
9. mencapai target penjualan yang ditetapkan oleh
manajemen. Skandal ini mengekspos masalah dalam
budaya perusahaan yang menempatkan tekanan terlalu
tinggi pada kinerja dan penjualan, yang pada gilirannya
mengorbankan integritas dan kepercayaan pelanggan.
Beberapa contoh baik keberhasilan maupun kegagalan diatas
menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi oleh
perusahaan atau organisasi dalam hal kualitas produk,
keamanan, dan integritas bisa menjadi kritis dan dapat
berdampak besar pada reputasi perusahaan/organisasi.
Respon dan tindakan perusahaan dalam menghadapi masalah
ini sangat menentukan bagaimana perusahaan dapat
memperbaiki dan memulihkan kepercayaan pelanggan dan
pemangku kepentingan lainnya. Bagi perusahaan, integritas
dan fokus pada budaya mutu adalah kunci untuk mencegah
dan mengatasi beragam masalah secara efektif.
Pertanyaannya, bagaimanakah suatu perusahaan atau
organisasi sektor publik dapat menjaga integritasnya agar
budaya mutu bisa ditingkatkan semakin baik? Dalam hal ini,
paling tidak terdapat 7 (tujuh) strategi dalam manajemen
mutu yang perlu dilakukan oleh setiap organisasi yang ingin
menjadi pemenang di era yang yang semakin kompetitif saat
ini. Ketujuh strategi tersebut meliputi:
1. Pemahaman terhadap Pelanggan. Setiap organisasi harus
memahami kebutuhan dan harapan pelanggan atau
stakeholders mereka dengan mendengarkan umpan balik,
melakukan survei, dan berinteraksi secara aktif dengan
pelanggan. Dengan memahami apa yang diinginkan
10. pelanggan, organisasi dapat menyesuaikan produk dan
layanan mereka sesuai dengan kebutuhan.
2. Penetapan Standar Kualitas. Setiap organisasi harus
menetapkan standar kualitas yang jelas untuk produk dan
layanan mereka. Standar ini harus mencakup segala hal
sejak pendaftaran, proses layanan, hingga delivery-nya.
Standar kualitas ini harus terukur dan dapat diukur untuk
memastikan pencapaian konsistensi mutu.
3. Pelatihan dan Pengembangan Pegawai. Pegawai dalam
suatu organisasi harus diberikan pelatihan yang sesuai
untuk memastikan mereka memahami dan mampu
mencapai standar kualitas yang ditetapkan. Kompetensi
yang tepat akan memberi kontribusi terhadap peningkatan
tanggung jawab masing-masing pegawai dalam mencapai
standar mutu secara menyeluruh.
4. Proses Kontrol Kualitas. Kontrol kualitas yang ketat sangat
penting untuk memastikan bahwa setiap produk atau
layanan memenuhi standar kualitas yang ditetapkan.
Proses ini melibatkan pemeriksaan, pengujian, dan
pemantauan secara berkala untuk mengidentifikasi dan
mengatasi masalah mutu sebelum mencapai pelanggan.
5. Pengukuran Kinerja. Mengukur kinerja kualitas adalah
langkah penting untuk mengevaluasi apakah sebuah
organisasi mencapai tujuan kualitasnya dan memuaskan
pelanggan. Indikator Kinerja Utama (Key Performance
Indicators) yang relevan harus dipantau secara teratur
untuk memastikan organisasi berada pada jalur yang
benar.
6. Perbaikan Berkelanjutan. Setiap organisasi wajib
menganut filosofi perbaikan berkelanjutan (continues
improvement). Ini berarti ia harus selalu mencari cara
11. untuk meningkatkan proses, mengidentifikasi penyebab
akar masalah, dan mengadopsi inovasi yang dapat
meningkatkan mutu produk dan layanan mereka secara
berkesinambungan.
7. Responsif terhadap Masalah Pelanggan. Jika ada masalah
atau keluhan dari pelanggan atau masyarakat pengguna
layanan, organisasi harus merespons dengan cepat dan
memberikan solusi yang memuaskan. Menghadapi
masalah dengan jujur dan transparan serta menawarkan
kompensasi jika diperlukan akan meningkatkan
kepercayaan dan kepuasan stakeholders.
Bapak/ibu dan hadirin yang saya hormati,
Kini saatnya kita mencoba mengkaitkan antara integritas dan
budaya mutu dengan transformasi sekor publik. Dalam
konteks transformasi, integritas dan budaya mutu memegang
peran kunci dalam menciptakan fondasi yang kuat dan
berkelanjutan untuk perubahan atau inovasi yang berdampak.
Kebetulan sekali, saat ini pemerintah telah memiliki Visi
Jangka Panjang hingga tahun 2045 yang sering kita kenal
dengan Visi Indonesia Emas. Saat kita merayakan
kemerdekaan yang ke-100 tahun nanti, Indonesia
diproyeksikan telah menjadi negara maju dengan pendapatan
per kapita sebesar US$ 23,199, kelas menengah mencapai 70%
total penduduk, serta produk domestik bruto (PDB) terbesar
ke-5 di dunia. Tidak hanya itu. Kemiskinan dan tingkat
pengangguran terbuka juga sudah harus mendekati 0%, tidak
ada lagi kabupaten dan desa tertinggal (saat ini masih
terdapat 62 kabupaten dan 14.566 desa tertinggal), tidak ada
12. lagi daerah yang kurang inovatif, tidak ada lagi
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dengan kualitas
kebijakan yang masih berada pada kategori kurang, dan
seterusnya.
Untuk mencapai itu semua, inovasi saja tidak cukup. Kita
membutuhkan perubahan yang berskala lebih besar, yang
lebih sistemik, dan lebih berdampak luas. Dan itulah yang kita
maknakan dengan transformasi. Era inovasi sudah berlalu, dan
kini saatnya kita merancang program transformasi untuk
mengakselerasi output dan outcomes dari program-program
pemerintah.
Mengapa kita harus mulai bergeser dari inovasi ke
transformasi? Sebab, inovasi lebih fokus pada penciptaan dan
penerapan ide baru atau konsep yang menghasilkan nilai
tambah, yang pada umumnya terjadi pada ruang lingkup yang
sempit. Sementara transformasi mengacu pada perubahan
yang mendasar dan menyeluruh dalam organisasi.
Hal ini selaras dengan pendapat Robert Gass (2012) yang
mengatakan bahwa transformasi adalah “profound,
fundamental change, altering the very nature of something.
Transformational change is both radical and sustainable”.
Demikian pula pendapat John Palinkas (2013) yang
menyatakan bahwa ”change can be small and incremental, or
it can be large and complex. Transformation is always large
and significant”.
Secara singkat, perbedaan transformasi dan inovasi dapat
dibedakan berdasarkan dimenasi sebagai berikut.
13. 1. Ruang Lingkup: Transformasi lebih berfokus pada
perubahan menyeluruh dan besar, sementara inovasi lebih
berfokus pada penciptaan ide atau cara baru untuk
mencapai tujuan tertentu.
2. Sifat Perubahan: Transformasi melibatkan perubahan
struktural dan strategis dalam organisasi atau proses,
sementara inovasi dapat berarti perubahan inkremental
atau bahkan disrupsi yang lebih kecil.
3. Fokus: Transformasi berorientasi pada perbaikan besar
dalam kinerja dan adaptasi organisasi, sementara inovasi
berfokus pada penciptaan nilai dan keunikan baru.
4. Waktu: Transformasi sering berlangsung dalam jangka
waktu yang lebih lama, sedangkan inovasi dapat terjadi
dalam waktu yang lebih singkat, tergantung pada ide atau
produk yang dikembangkan.
Meskipun transformasi sektor publik sangat penting dalam
menunjang program pemerintahan saat ini, namun ia harus
dilakukan secara cermat dan hati-hati. Sebab, kajian dari
McKinsey (2021) menunjukkan bahwa hanya 22% dari
transformasi yang berhasil mencapai tujuannya, sementara
78% lainnya mengalami kegagalan.
Itulah sebabnya, harus dipahami bahwa transformasi
dilakukan bukan untuk transformasi, sebagaimana inovasi
dilakukan bukan untuk inovasi itu sendiri. Transformasi dan
inovasi hanyalah sebuah alat, instrumen, cara, atau metode
yang lebih cerdas untuk mencapai cita-cita organisasi. Dalam
kaitan ini, maka transformasi harus berlangsung dalam koridor
learning organization.
14. Dalam perspektif organisasi pembelajar, kemampuan
menghasilkan inovasi itu baru kesuksesan pada level first-loop.
Sementara pembelajaran yang baik mestinya harus
menjangkau sampai ke double-loop. Itulah sebabnya, output
inovasi harus menjadi input bagi proses pembelajaran tahapan
selanjutnya, dan begitu seterusnya. Dan perubahan output
menjadi input itu bukan perubahan istilah saja. Pada
hakikatnya itu juga sebuah transformasi sebuah sistem.
Dengan melakukan siklus “daur ulang” seperti ini (output
diolah menjadi input baru), maka output dari sebuah program
tidak mudah terjebak dalam sindrom keusangan. Sebagaimana
dikatakan oleh Alfin Toffler, segala sesuatu di dunia ini sangat
mudah obsolete alias usang, bahkan termasuk teknologi dan
inovasi itu sendiri. Kita bisa melihat ke belakang, berapa ribu
inovasi yang sudah dihasilkan dan tidak lagi diketahui
nasibnya, apalagi manfaatnya. Hal itu terjadi karena kegagalan
melakukan transformasi dari first-loop ke double-loop bahkan
multiple-loop tadi.
Transformasi organisasi juga membutuhkan kemampuan
adaptasi yang tinggi. Ketika lingkungan strategis organisasi
berubah, maka pimpinan organisasi harus mampu melakukan
mitigasi terhadap dampak perubahan tadi, untuk selanjutnya
menentukan respon terbaik berupa perubahan kebijakan.
Kegagalan melakukan mitigasi terhadap proses disrupsi, hanya
menjadikan organisasi tadi sebagai penonton yang gagal
mengambil manfaat dari perubahan tadi.
15. Ilustrasi kegagalan melakukan adaptasi bisa kita simak dari
pengalaman negara dan perubahan berikut ini:
1. Venezuela mengalami krisis ekonomi dan politik yang
parah karena kegagalan dalam melakukan transformasi
ekonomi yang diperlukan. Ketergantungan berlebihan
pada sumber daya alam, korupsi, dan kebijakan ekonomi
yang buruk menyebabkan inflasi tinggi, kemiskinan, dan
resesi yang berkepanjangan sejak tahun 2014 hingga 2021.
2. Uni Soviet sebenarnya memiliki potensi untuk menjadi
negara industri maju. Sayangnya, ia gagal dalam
melakukan transformasi ekonomi dan politik yang
diperlukan. Perekonomian yang terpusat, birokrasi yang
besar, dan kurangnya insentif bagi inovasi dan usaha
individu menyebabkan stagnasi ekonomi dan akhirnya
runtuhnya negara ini pada tahun 1991.
3. Kodak adalah perusahaan yang pernah menjadi raksasa
dalam industri fotografi, gagal untuk beradaptasi dengan
cepat dengan perubahan teknologi digital. Mereka lebih
fokus pada film fotografi tradisional daripada
menginvestasikan dalam teknologi digital. Kegagalan
mereka untuk bertransformasi menyebabkan penurunan
tajam dalam pangsa pasar dan akhirnya menyebabkan
kebangkrutan perusahaan.
4. Blockbuster adalah salah satu penyedia utama rental
video fisik di dunia. Namun, ketika streaming video mulai
menjadi populer, Blockbuster gagal untuk melakukan
transisi ke model bisnis yang lebih digital. Mereka terus
mengandalkan toko fisik dan terlambat memasuki pasar
streaming. Akibatnya, mereka kehilangan pangsa pasar
dan menghadapi kebangkrutan.
16. Satu dimensi lagi yang teramat penting bagi keberhasilan
sebuah transformasi adalah komitmen dan integritas terhadap
transformasi itu sendiri. Pola pikir silo, egois, merasa diri lebih
baik dibanding orang/instansi lain, sudah harus dibuang
jauh-jauh. Sebaliknya, kerjasama, sinergi, kolaborasi, atau
gotong royong, harus menjadi opsi pertama dalam setiap
pelaksanaan program dan kegiatan.
Mari kita ambil analogi dari Tim Oranye Belanda yang berhasil
merebut Piala Eropa (Euro) pada tahun 1988. Tim asuhan
Rinus Michels tadi menerapkan filosofi total football, dimana
pemain tidak selfish di posisi masing-masing. Ada Ruud Gullit
dan Marco van Basten sebagai striker (penyerang), atau Frank
Rijkaard dan Ronald Koeman di posisi back (bek). Mereka
menyadari sepenuhnya bahwa penyerang sangat
membutuhkan gelandang, pemain sayap (winger)
membutuhkan bek, dan seterusnya. Mereka tidak berprinsip
“yang penting wilayah saya aman”, namun mereka juga saling
mengamankan wilayah pemain lainnya. Mereka tidak boleh
cuek dengan masalah orang lain.
Kapanpun mereka dibutuhkan oleh temannya, mereka siap
melapis dan memberikan backup. Dengan kolaborasi dan
mutual-trust diantara pemain, maka Belanda meraih juara
dengan mengalahkan Uni Soviet 2-0, setelah di semi final
mengalahkan Jerman Barat 2-1. Van Basten menjadi pemain
terbaik sekaligus top scorer dengan 5 gol. Tendangan voli kaki
kananya dari sudut sempit yang terkonversi menjadi gol ke
gawang Uni Soviet juga dinobatkan sebagai gol terindah.
17. Pengalaman Belanda dengan total football-nya terbukti
mampu mengubah tim yang tadinya biasa-biasa saja menjadi
tim terkuat di dunia pada saat itu. Itulah transformasi konkrit
tim Belanda yang ditopang oleh soliditas dan kekompakan
semua pemainnya. Namun ketika mereka gagal untuk
mempertahankan karakter total football tadi, maka hingga
sekarang Belanda tidak lagi sanggup meraih gelar-gelar
bergengsi.
Bapak/Ibu dan hadirin yang saya hormati,
Demikianlah beberapa pokok pikiran yang dapat saya
sampaikan, dengan permohonan maaf yang sebesar-besarnya
jika ada hal-hal yang kurang berkenan dihati hadirin sekalian,
serta ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas
perhatian Bapak Ibu sekalian untuk sekedar mendengarkan
gagasan-gagasan singkat saya. Akhir kata, Semoga Tuhan Yang
Maha Kuasa senantiasa menunjukkan jalan dan merestui
segala tindakan kita dalam membangun bangsa Indonesia
yang inovatif, berintegritas, maju dan sejahtera.
Wabilahittaufiq wal hidayah
Wassalamu'alaikum wr.wb.
Bandung, 1 Agustus 2023
Tri Widodo W. Utomo
18. DAFTAR BACAAN
John Palinkas, 2013, Change vs Transformation: What are the Differences?,
CIA Insight,
https://www.cioinsight.com/news-trends/the-difference-bet
ween-change-and-transformation/
John Vrushi, 2020, Global Corruption Barometer Asia 2020: Indonesia,
Jakarta, Transparency International Indonesia.
Komisi Pemberantasan Korupsi, 2022, Ikhtisar Kepatuhan LHKPN,
https://elhkpn.kpk.go.id/portal/user/petakepatuhan
Ombudsman RI, 2022, Laporan Triwulan I Tahun 2022, Jakarta.
Roberts Gass, 2012, What is Transformation? And How It Advances Social
Change, Social Tranformation Project
https://www.strategiesforsocialchange.com/wp-content/upl
oads/2016/01/what_is_transformation_2.0_lowrres.pdf
Roland Dillon, Elizabeth Murray, Scott Blackburn, and Neil Christie, 2022,
Public Sector Practice, Transforming government in a new
era: How engaged public servants, enabled by technology,
can deliver better outcomes in a time of disruption, McKinsey
& Company.