Ringkuman dokumen tersebut dalam 3 kalimat atau kurang:
Dr. Tri Widodo membahas penggunaan Instrumen Penilaian Kualitas Kebijakan (IKK) sebagai alat untuk mengukur kualitas perumusan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan pemerintah. IKK terdiri dari dimensi dan indikator tertentu untuk menilai berbagai aspek kebijakan. Hasil pengukuran IKK 2021 menunjukkan capaian dan tantangan dalam
IKK Sebagai Instrumen Penilaian Kualitas Kebijakan Pemerintah
1. Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi
Administrasi Ngara LAN-RI
IK
KSebagai Instrum
enPenilaian
K
ualitasK
ebijakanPem
erintah
Disampaikan pada “Rapat Koordinasi Peningkatan Penilaian
Kualitas Kebijakan di Kementerian PUPR”
Jakarta, 11 April 2023
2. Framework
Framework
Framework
Framework IKK
IKK
IKK
IKK
Formulasi
Kebijakan
Agenda
Setting
Implementasi
Kebijakan
Evaluasi
Kebijakan
PELAKSANAAN KEBIJAKAN
Pengukuran
implementasi
kebijakan dengan
berfokus pada
dimensi
pengorganisasian,
komunikasi
kebijakan dan
monitoring
kebijakan.
Pengukuran
formulasi kebijakan
dengan melihat
pada proses
pengambilan
keputusan
kebijakan
berdasarkan
beberapa kriteria
yang terukur.
Pengukuran agenda
setting kebijakan
terhadap proses
identifikasi
masalah kebijakan,
analisis masalah
kebijakan, dan
partisipasi publik
dalam perumusan
kebijakan.
Pengukuran
evaluasi kebijakan
dengan melihat
pada efektivitas,
efisiensi, dampak
dan kemanfaatan,
penerimaan dan
responsivitas
kebijakan.
IKK PERENCANAAN KEBIJAKAN
Instrumen IKK
terdiri dari:
2 Dimensi
4 Sub Dimensi
13 Indikator
39 Pertanyaan
6. Best Practices
Best Practices
Best Practices
Best Practices IKK 2021
IKK 2021
IKK 2021
IKK 2021
Kategori Inovatif: 1) Permen Pertanian No. 26/2020 tentang Tindakan Karantina Hewan terhadap
Pemasukan atau Pengeluaran Sarang Burung Walet ke dan dari Dalam Wilayah NKRI; 2) Peraturan Bupati
Kubu Raya No. 25/2020 Tentang Pelaksanaan Kesiapsiagaan Pencegahan dan Penanganan Covid2019 di
Kubu Raya.
Kategori Berbasis Bukti: 1) Permen Kominfo No. 2/2020 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi; 1)
Pergub Jawa Barat No. 28/2020 Tentang Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia di Provinsi Jawa Barat.
Kategori Komunikatif: 1) PMK No. 6/PMK.05/2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan yang dibiayai
melalui Penerbitan SBSN; 2) Perwal Payakumbuh No. 56/2020 Tentang Upaya Pelestarian Rumah Gadang.
Kategori Inklusif: 1) Peraturan BPJS Kesehatan No. 2/2020 tentang Prosedur Penjaminan Pelayanan Refraksi
dan Kacamata pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dalam Program Jaminan Kesehatan; 2) Peraturan
LAN No. 13/2019 tentang Pelatihan Kewidyaiswaraan bagi Widyaiswara yang diangkat melalui Perpindahan
dari Jabatan Lain dan Penyesuaian/Inpassing.
Kategori Responsif:1) Peraturan BPOM No. 7/2019 tentang Penilaian Pemenuhan Persyaratan Cara
Pembuatan Obat yang Baik Terhadap Fasilitas Pembuatan Obat Impor; 2) PMK tentang Penjaminan UMKM
dalam rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional.
7. Beberapa
Beberapa
Beberapa
Beberapa Prinsip
Prinsip
Prinsip
Prinsip Kebijakan
Kebijakan
Kebijakan
Kebijakan yang
yang
yang
yang Baik
Baik
Baik
Baik
Forward looking;
Outward looking;
Innovative and creative;
Using evidence;
Inclusive;
Joined-up;
Evaluated;
Reviewed;
Based on ‘what works’.
Siobhan Campbell, Siobhan Benita, Elizabeth Coates, et.,al.,
2007, Analysis for Policy: Evidence-base Policy in Practice,
www.gsr.gov.uk
Siobhan Campbell, Siobhan Benita, Elizabeth Coates, et.,al.,
2007, Analysis for Policy: Evidence-base Policy in Practice,
www.gsr.gov.uk
• Clarity on goals;
• Open and evidence-based idea
generation;
• Rigorous policy design;
• Responsive external engagement;
• Thorough appraisal;
• Establishment of effective mechanisms
for feedback and evaluation.
Michael Hallsworth and Jill Rutter, Making Policy Better:
Improving Whitehall’s Core Business, Institute for
Government, http://www.instituteforgovernment.org.uk/
Michael Hallsworth and Jill Rutter, Making Policy Better:
Improving Whitehall’s Core Business, Institute for
Government, http://www.instituteforgovernment.org.uk/
9. Mengapa
Mengapa
Mengapa
Mengapa Kebijakan
Kebijakan
Kebijakan
Kebijakan yang
yang
yang
yang Baik
Baik
Baik
Baik Penting
Penting
Penting
Penting?
?
?
?
Negara yang berhasil dan
menang adalah negara yang
membangun kebijakan unggul.
Kebijakan publik menentukan
keberhasilan sebuah negara,
apapun ideologi dan politiknya”.
Mengapa kebijakan publik
penting? Kebijakan publik yang
gagal, membawa negara dalam
krisis.”
Hatta Rajasa pada Pidato penganugerahan Doktor
Kehormatan dari ITB,
25 November 2019
11. Beragam
Beragam
Beragam
Beragam Masalah
Masalah
Masalah
Masalah dalam
dalam
dalam
dalam K
K
K
Kebijakan
ebijakan
ebijakan
ebijakan
Terdapat pasal atau ketentuan yang nyata-nyata
bertentangan dengan peraturan lainnya
Konflik
Terdapat ketentuan atau pengaturan yang tidak
konsisten dalam satu peraturan perundang-undangan
beserta turunannya
Inkonsisten
Terdapat ketidakjelasan pada objek dan subjek yang
diatur sehingga menimbulkan ketidakjelasan rumusan
bahasa serta sistematika yang tidak jelas.
Multitafsir
Regulasi tersebut tidak memiliki daya guna, namun
peraturan tersebut masih berlaku atau peraturan
tersebut belum memiliki peraturan pelaksana.
Tidak
operasional
KEBIJAKAN
YANG
BERBASIS
BUKTI
(masih kurang)
Sumber: Bappenas (2015)
12. WGI:
WGI:
WGI:
WGI: Regulatory Quality
Regulatory Quality
Regulatory Quality
Regulatory Quality
Sumber: World Bank, 2021
REGULATORY QUALITY Percentile rank countries (ranges from 0
(lowest) to 100 (highest) rank)
WGI:
1. Voice and
Accountability:
2. Political Stability and
Absence of Violence;
3. Government
Effectiveness;
4. Regulatory Quality;
5. Rule of Law;
6. Control of Corruption
Indonesia; 51,44
Singapore; 100,00
Brunei; 73,08
Malaysia; 73,56
Thailand; 60,58
Vietnam; 41,83
Philippines; 55,29
Myanmar; 21,63
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
100,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Rank
13. Sejarah EBP
Terdapat proposisi bahwa pengetahuan yang handal adalah instrumen
untuk mewujudkan kebijakan yang berkualitas. Ilmu sosial (ekonomi,
sosiologi, politik, psikologi dll) berkembang pesat dan ilmuwan sosial
terlibat dalam berbagai aktivitas reformasi kebijakan.
Namun, hasilnya masih belum optimal karena penelitian sosial yang
tidak memadai, serta kapasitas implementasi dan koordinasi yang buruk
dari lembaga pemerintah. Itulah sebabnya, penggunaan data kuantitatif
dan metode eksperimental sangat dianjurkan sebagai sarana untuk
memberikan bukti (evidence) yang lebih tepat dan andal bagi para
pembuat keputusan.
Sumber: Brian W. Head (2010), Reconsidering evidence-based policy: Key issues and challenges,
“Policy and Society”, 29:2, 77-94
14. Karakteristik Evidence yang Baik
ROBUST
METHODOLOGY
Research Capacity.
SUFFICIENT TIME
Good Data
TRANSPARENCY
Independence
“Essential ingredients” of evidence
Sumber: Banks, 2009
Court et.al.
(2006: 33)
Availability,
Accuracy,
Objectivity,
Credibility,
Generalizability,
Relevance.
15. Urgensi Kebijakan Berbasis Bukti
ANALISIS YANG TIDAK
AKURAT
ANALISIS YANG TIDAK
SELESAI (TIDAK
DILAKUKAN)
Kebijakan berbasis bukti sangat penting untuk mencegah kegagalan
kebijakan (policy failures) dan munculnya konsekuensi yang tidak
diinginkan, yang biasanya terjadi karena 2 hal:
16. Unintended Consequences of Policy
Pada tahun 1989, Pemda Mexico City
menerapkan kebijakan pengendalian
polusi udara dengan melarang para
pengemudi mengendarai satu hari
kerja/minggu. Pelanggarnya dikenakan
denda besar.
Ternyata, banyak orang membeli mobil
yang lain – pada umumnya mobil bekas
dengan emisi tinggi – hanya untuk
menghindari dari pelanggaran terhadap
kebijakan tsb.
Dalam hal ini, keputusan pengemudi
untuk menambah mobil justru
menimbulkan eksternalitas negatif
berupa polusi udara yang semakin parah.
Kajian kebijakan diperlukan untuk
menghindari atau meminimalisir “dampak
tak termaksud” atau konsekuensi yang
tidak direncanakan (konsep ini salah
satunya diperkenalkan oleh Robet K.
Morten dalam tulisannya berjudul The
Unanticipated Consequences of Purposive
Social Action).
17. Idealita vs Realita Penyusunan Kebijakan
Idealita Realita
Policy making is based on
EVIDENCE
Policy making is based on:
Intuition
Common sense
Experience
Ideology
Public opinion
Political interests that can swing from
one end of the spectrum to the other
for the sake of rent seeking.
18. Relasi Policy Analyst – Policy Maker
Policy
Makers
Policy
Analysts
o Keengganan pengambilkebijakan
menggunakan hasil penelitian kebijakan;
o Pelaku kebijakan tidakcukup memiliki
kapasitas dan idealismemelakukan
reformasikebijakan;
o Kedekatan denganbirokrasi akan
mendistorsi idealisme & visi jangka
panjang darI kerja akademis.
o Peneliti kebijakan tidak mengerti detil
persoalan di lapangan, serta gagal
menangkap komplikasi realitas politik
mikro & prosedur administrasi yang
renik;
o Hasil kajian para peneliti kebijakan
terlalu akademis, normatif, dan
abstrak.
Evidence-
basedpolicy
Sumber: Fadillah Putra dan Anwar Sanusi, 2019, Analisis Kebijakan Publik Neo-Institusionalisme: Teori dan Praktek, Jakarta: LP3ES
19. Saya ingin mengakhiri
mengambil kebijakan yang
berwarna ideologi.
Kebijakan publik dibawah
pemerintahan saya haruslah
yang problem solving. Ia
harus evidence-based
policy. Ia harus kebijakan
yang berdasar pada bukti,
pada data, dan pada riset.
Saya meyakini, kebijakan
publik akan lebih melayani
kepentingan masyarakat
jika ia bersandar pada
prosedur ilmiah, bukan
giringan ideologi.
Tony Blair (PM Inggris,
2 Mei 1997 – 27 Juni 2007)
Sumber: UK Cabinet Office, 1999, Professional
policy making for the twenty first century.
London.
20. Epilog
IKK hanyalah instrumen untuk membantu memperbaiki tata kelola atau business proses
pembuatan kebijakan. Faktor yang lebih dominan dalam menentukan kualitas kebijakan
adalah integritas dan komitmen pembuat kebijakan dalam mendedikasikan kebijakan
bagi kemajuan institusi dan negerinya.
IKK bertujuan membiasakan (habituasi) praktik baik dalam perumusan kebijakan publik.
Skor IKK yang rendah pada tahun tertentu, bukan cerita akhir tentang sebuah
instansi/daerah. Pengalaman 2021 harus menjadi lesson learned untuk membuktikan
kualitas kebijakan yang jauh lebih baik pada 2023.
Kualitas kebijakan bukanlah tujuan akhir dari pengukuran IKK. Tujuan utamanya tetap
untuk meningkatkan keunggulan dan daya saing bangsa terhadap bangsa lain, sekaligus
mewujudkan cita-cita nasional dalam UUD 1945.
Keberadaan JF Analis Kebijakan perlu didayagunakan untuk mengawal pelaksanaan IKK
di tingkat instansi, sekaligus meningkatkan kualitas kebijakan secara progresif.