Paradigma pendidikan agama Islam berkembang melalui beberapa tahapan, yaitu:
1. Menghancurkan paradigma dan kebiasaan jahiliyah dengan mengajarkan ajaran Islam seperti shalat, puasa, dan zakat
2. Berkembangnya ilmu-ilmu keagamaan seperti fiqih, hadits, dan tafsir serta munculnya lembaga pendidikan seperti madrasah dan universitas
3. Tidak ada paradigma pendidikan Islam yang usang karena
1. PARADIGMA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
By: Anggi Pratiwi & Rizqina
Istilah paradigma popular oleh pemikiran Thomas khun dalam bukunya the structure
of scientific revolution (Kuhn, 2008). Thomas Kuhn telah membawa sains ke wilayah
sejarah. Untuk itu Kuhn melihat pentingnya Fisafat Ilmu berguru pada sejarah ilmu, sebagai
upaya menelusuri proses pembentukan paradigmanya, sekaligus mengetahui
perkembangannya.
Ketika menjelaskan revolusi ilmu pengetahuan menurut Zainudin Maliki (Maliki,
2010, hal. 15-16) Kuhn menjelaskan ilmu pengetahuan berkembang dari masa awal
pembentukkannya. Setelah melalui masa pembentukan, ilmu pengetahuan ilmu pengetahuan
memdapatkan pengakuan, lalu berkembang kemudian menjadi paradigma. Pada tahap ini
ilmu pengetahuan diakui sebagai suatu kebenaran dan dijadikan suati acuan pada masyarakat.
Pada saat inilah sebuah teori ditetapkan sebagai sebuah paradigm, yakni sebuah pandangan
mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subjeck matter) dari suatu cabang ilmu.
Normal science adalah periode berikutnya, yang dalam hal ini terjadi akumulasi ilmu
pengetahuan. Para ilmuan bekerja berdasarkan paradigma yang berpengaruh pada zamannya.
Asumsi yang mendasari dijadikan sebagai dasar memahami kenyataan. Namun dalam
perkembangannya, sejalan dengan perkembangan masyarakat, apa yang diyakini sebagai
kebenaran kemudian mengalami kegoncangan hingga kemudian mengalami kekacauan
(anomali) karena asumsi-asumsi paradigma lama tidak mampu lagi menjawab persoalan yang
muncul. Akibatnya timbul krisis karena validitas paradigma lama tidak lagi dapat
dipertahankan. Pada tahap inilah terjadi apa yang disebut Kuhn sebagai revolusi ilmu
pengetahuan, maka asumsi dan dasar-dasar pemikiran paradigma yang berlaku saat itu tidak
lagi dianggap relevan untuk merumuskan pertanyaan dan mengajukan jawaban terhadap
fenomena atau kehidupan yang ada. Setelah terjadi revolusi akan ditemukan teori baru, dan
disinilah dimulai munculnya paradigm baru.
Bila diilustrasikan revolusi ilmu pengetahuan menurut Thomas Kuhn ialah:
Pada tabel dibawah ini penulis ilustrasikan pula paradigma Pendidikan Agama Islam
sebagai berikut:
Paradigma
Normal
Science
Anomali Krisis Revolusi
Paradigma
Baru
2. Paradigma
1
Normal
Science
Anomali Krisis Revolusi
Paradigma
II
Peradaban
masa
jahiliyah
mitos
tradisi
nenek
moyang
Shalat
Puasa
Zakat
Naik haji
Ilmu Fiqh
Ilmu
Hadits
Ilmu Tafsir
Mantiq
Tasawuf
Unversitas
cordoba,
universitas
al-Azhar,
madrasah,
pondok
pesantren
Q.S al-
Alaq 1-5,
S adz-
Zariyat:56
al-Anbiya
107,
Pada tabel diatas penulis paparkan bahwa, fenomena pendidikan agama Islam muncul
sebagai upaya merontokkan paradigma dan kebiasaan adab-adab jahiliyyah yang telah
terakumulasi berabad-abad lamanya diantaranya; menjamurnya mitos dan tradisi sesat, riba,
pembunuhan, perbudakan, perzinahan apalagi kesesatan serta kemusyrikan, bahkan
ketidakadilan sosial merajalela dibelahan dunia.
Dari fenomena tersebut, diutuslah Rasulullah saw sebagai founding fathers nilai-nilai
keselamatan diberbagai dimensi bagi umat manusia itu sendiri, dengan adanya shalat kita
diajarkan untuk mentauhidkan Allah, dengan Zakat kita dibiasakan untuk peka terhadap
solidaritas yang tinggi. Pembiasaan Puasa untuk menahan amarah dan keegoisan hingga aksi
kesewenang-wenangan, baik itu perbudakan, pencurian, pembunuhan bahkan tindak asusila
dapat ditekan hingga hilang dengan sendirinya. Selain itu ritual haji sendiri diakui sebagai
ekspresi seseorang yang mencerminkan kebutuhanya menajamkan tingkat ketauhidan dari
segi harta dan waktu yang dimiliknya dengan khusyuk menjalani ritual haji yang telah
disunnahkan.
Sunah Nabi hingga detik ini masih dilestarikan oleh umat Islam sebagai ciri dari
peradaban Islam, dimana peradaban umat Muslim adalah kristalisasi pencapaian akal dan hati
yang ditujukan semata-mata untuk memelihara bumi beserta isinya serta menjalankan
kesehari-harian secara damai dan harmoni berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Hal ini telah
mengkristal dengan ikhtiar para ulama untuk mengkodifikasi Alqur’an hingga pengembangan
ilmu-ilmu yang mendukung seperti ilmu Fiqih, Tafsir, Hadits, Mantiq dan Tasawwuf.
Ramainya aktifitas edukatif umat muslim tersebut telah memberikan revolusi yang
nyata bagi peradaban umat muslim khususnya pada aktivitas keilmuan dengan merebaknya
sarana pendidikan yang jauh lebih memadai dan ilmiah seperti dari kuttab, madrasah hingga
menjadi sebuah Universitas yang intensif mengkaji mengenai masalah keagaaman khususnya
3. dibidang pendidikan. Hal ini secara telak meruntuhkan paradigma awal dari adab jahiliyah ke
peradaban qur’ani yang tercermin dalam Q.S. Al-‘Alaq: 1-5 bahwa ajaran Islam mendorong
kita untuk melakukan kegiatan belajar dan mengajar bernuansakan Tauhid untuk siapapun
dan kapanpun kita berada (long life education), pada QS. Adz-Dzariyat:56 manusia juga
diperingatkan untuk lebih memahami tujuanya diberikan hidup oleh Allah swt untuk
beribadah (taat, patuh, tunduk) kepada-Nya dan ini lebih diperjelas lagi diturunkanya rasul
dengan kata lain adalah Mahaguru umat Muslim sebagai Rahmatan lil ‘Alaamin.
Sampai di sini bisa dikatakan bahwa konsep dan praksis pendidikan agama Islam ternyata
memiliki mata rantai yang erat sebagai konteks meruntuhkan paradigma peradaban jahiliyah dari
zaman nabi bahkan hingga akhir zaman dengan komprehensifnya al-qur’an itu sendiri. Kritisisme
atau pembacaan sturktur paradigma dari Thomas Kuhn secara tersirat tidak begitu relevan jika
disejajarkan dengan kontekstual Al-Qur’an sebagai folosofis sistem kehidupan beragama umat
Muslim didunia, karena hingga saat ini tidak ada ajaran nabi untuk saling menjatuhkan antara
satu dengan yang lainya, contohnya dari beberapa gagasan istilah metode pendidikan Islam
seperti; Tarbiyah, Ta’lim, Tadris, Tazkiyah, Ta’dib dan Riyadah kesemuanya masih relevan
untuk dipakai sebagai metode pendidikan, hingga akhirnya penulis menyimpulkan bahwa tidak
ada yang usang penjelasan dalam dalam al-qur’an sebagai pedoman hidup manusia khusunya
sebagai filosofis pendidikan adapun hasil produk revolusi dalam pendidikan Islam adalah
menguatkan dan mengembangkan yang telah ada.