Dokumen tersebut membahas tentang pengantar lanskap linguistik dan aplikasinya. Lanskap linguistik merupakan studi tentang penggunaan bahasa dalam bentuk tertulis di ruang publik dan memiliki fungsi informasional dan simbolik."
1. LANSKAP LINGUISTIK:
Pengenalan dan Aplikasinya
Kuliah Umum Magister Linguistik, FIB UNDIP
23 September 2022
oleh
Ketut Artawa & Ketut Widya Purnawati
Program Studi Linguistik Program Doktor
FIB Universitas Udayana
5. Landscape
A large area of countryside, especially in relation to
its appearance (Cambridge)
A picture representing a view of natural inland
scenery (Webster)
All the features that are important in a particular
situation ( Collins).
A picture representing an area of countryside.
(Oxford)
6. SCAPE
Suffix is used to form
nouns referring to a wide
view of a place, often
one represented in
a picture.
a view or picture of
a scene —usually
used in combination
7. TANAH KELAHIRAN LL
Studi awal dengan objek ‘public
signs’ dilakukan oleh Rosenbaum,
dkk (1977) dan Spolsky & Cooper
(1991) di Israel.
Rosenbaum, dkk (1977)
memberikan dasar klasifikasi
‘public signs’ yang penting :
‘private signs’ dan ‘public signs’
8. TANAH KELAHIRAN LL
Rodrigue Landry and Richard Y. Bourhis. 1997
menulis ‘Linguistic landscape and ethnolinguistic
vitality: An empirical study’
Penelitian ini dilakukan di Kanada
Kedua penulis inilah yang dikenal sebagai
pencetus studi LL: definisi dan fungsi LL
9. DEFINISI
Pada artikel Landry and Bourhis tersebut
terdapat definisi LL dengan dua versi.
Gorter (2018) mengklasifikasikan definisi LL
yang terdapat dalam artikel Laundry dan
Bourhis menjadi:
(1)versi singkat’ dan
(2)‘versi daftar
10. DEFINISI
DEFINISI SINGKAT:
Pada definisi singkat dikatakan bahwa: ‘LL mengacu pada
visibilitas serta ciri khas bahasa pada tanda-tanda publik
dan komersial di suatu wilayah tertentu’ (Landry &
Bourhis 1997: 23).
DEFINISI DAFTAR:
LL merupakan bahasa yang terdapat pada rambu-rambu
jalan umum, papan iklan, nama jalan, nama tempat,
tanda toko komersial, dan papan informasi publik di
gedung-gedung pemerintah yang bergabung membentuk
LL suatu wilayah atau aglomerasi perkotaan tertentu’
(Landry & Bourhis 1997: 25).
11. DEFINISI RANGKUMAN
Gorter (2006: 2) merangkum
dan memberikan definisi
singkat lainnya untuk LL, yaitu
‘penggunaan bahasa dalam
bentuk tertulis di ruang
publik’.
12. Definisi journal of linguistic landscape
“ Field of linguistic landscape attempts to
understand the motives, uses, ideologies,
language varieties, and contestations of
multiple forms of languages as they
displayed in public spaces”
13. Pilihan terhadap kedua definisi
Dari dua definisi tersebut: definisi daftar cukup
menarik perhatian
karena memiliki item umum yang terkait dengan
tanda-tanda tekstual di ruang publik.
karena ketika diperhatikan lebih cermat, definisi
daftar ini memberi peluang untuk menambahkan
jenis tanda lainnya di ruang publik.
14. Nama Alternatif
Huebner 2006 "environmental print”
Ben-Rafael,
dkk. 2006
“the decorum of the public
life”
Gorter, 2006 “multilingual cityscape”
Jaworski &
Thurlow, 2010)
“semiotic landscape”
15. FUNGSI LL
1 fungsi informasional:
dipahami sebagai kapasitas LL untuk
"berfungsi sebagai penanda khas wilayah
geografis yang dihuni oleh komunitas bahasa
tertentu"
2. fungsi simbolik:
dipahami untuk menunjukkan kekuatan atau
dominasi simbolik yang dipegang oleh satu
komunitas linguistik atas komunitas lainnya.
16. Information function
The information function of the availability of out-door
signs found is to inform the readers that communication
and service can be carried out using the languages used in
the out-door signs.
17. Symbolic Function
The texts making up the LL may be monolingual,
bilingual or multilingual, reflecting the diversity
of the language groups present in a given territory
or region. However, language or code preference
is never the result of an arbitrary decision.
The linguistic code choices in the public sphere
serve to index broader societal and governmental
attitudes towards different languages and their
speakers.
18. LL Fisik (LLF) vs Virtual (LLV)
Sejalan dengan perkembangan teknologi tanda
luar ruang tidak hanya mencakup tanda luar ruang
yang dipasang di suatu daerah, tetapi juga
mencakup media publik seperti website, yang
juga menyajikan bahasa yang ditujukan kepada
pembaca umum dan diistilahkan LL virtual
(Ivkovic & Lotherington, 2009).
19. LLF
LL adalah visibilitas dan arti penting (salience) bahasa-
bahasa pada tanda luar ruang publik dan komersial pada
suatu wilayah tertentu (Landry & Bourhis, 1997: 23).
Malinowski (2015) mengadopsi pandangan Trumper-Hecht
(2010) yang menyatakan bahwa dalam LL terdapat relasi
spasial yang terdiri atas tiga tipe hubungan yaitu: 1) ruang
yang terlihat (perceived space), 2) ruang yang dipahami
(conceived space), (3) ruang dimensi eksperiensial guyub
tutur (lived space).
20. LLF
Ruang yang terlihat (perceived space) adalah aktualisasi peraturan dalam
media luar ruang yang bisa dilihat dan didokumentasikan dengan kamera
dalam bentuk foto.
Ruang yang dipahami (conceived space) dapat diartikan bahwa konsep media
luar ruang yang dibuat dan dikembangkan berasal dari aturan pemegang
kekuasaan melalui penerapan peraturan perundang-undangan yang
dikeluarkan oleh pemerintah.
Dimensi eksperiensial guyub tutur (lived space) menyangkut sudut pandang
dan pengalaman para aktor LL sehubungan dengan keberadaan media luar
ruang.
21. LLF VS LLV
LL fisik memiliki beberapa perbedaan dasar apabila
dibandingkan dengan LLV. Tanda luar ruang fisik relatif
stabil dari waktu ke waktu. Hal ini tentunya mengacu
pada tanda luar ruang yang dipasang secara permanen.
Perbaikan atau perubahan tanda tersebut memerlukan
tenaga, biaya, dan bahan yang relatif banyak. Di lain
pihak, konten website bisa di-update setiap waktu tanpa
memerlukan biaya dan usaha tinggi seperti yang dilakukan
pada LL fisik.
22. LLF VS LLV
Konten linguistik yang menunjukkan kepemilikan,
identitas, dan peraturan yang digunakan pada tanda luar
ruang fisik bersifat lebih permanen dan stabil
dibandingkan dengan LLV.
lanskap linguistik menyatu dengan pembaca dalam
aktivitas sehari-hari karena dipasang di tempat-tempat
umum, sedangkan LLV bersifat delokalisasi, yaitu tidak
adanya batasan wilayah untuk melihat tanda yang
ditampilkan pada dunia maya, kecuali dibatasi dengan
membership atau keanggotaan.
23. lanskap linguistik Virtual (LLV)
LLV adalah penggunaan bahasa pada komunikasi virtual yang
pada umumnya dilakukan melalui website, online software,
yang memiliki ciri tersendiri, tetapi analog dengan LL fisik, yang
juga berperan sebagai penanda semiotik, serta indikasi
sosiolinguistik dan hubungan sosio-politik (Ivkovic &
Lotherington, 2009: 18).
lanskap linguistik virtual mendeskripsikan linguistik dunia maya
(cyberspace) sama seperti LL mendeskripsikan fenomena
linguistik suatu daerah yang di antaranya berfokus pada
penanda identitas, penyediaan pilihan akses tekstual dan
ekspresi (Ivkovic & Lotherington, 2009).
24. LLV
Berbagai fitur media online dari berbagai platforms
tersedia dan memberikan paparan multilingualisme
kepada pemakai LLV. lanskap linguistik virtual merupakan
sebuah kekuatan yang penting dalam ekologi bahasa
global di masa internet seperti sekarang (Ivkovic &
Lotherington, 2009: 17).
25. LLV
lanskap linguistik virtual secara garis besar analog
dengan LL fisik yang menggambarkan masyarakat
linguistik di suatu wilayah dan untuk menandai
status bahasa dalam hubungan kekuasaan di
antara pilihan-pilihan linguistik yang ada dalam
dunia maya.
26. LLV
lanskap linguistik virtual mendeskripsikan
linguistik dunia maya (cyberspace) sama seperti
LL mendeskripsikan fenomena linguistik suatu
daerah yang di antaranya berfokus pada penanda
identitas, penyediaan pilihan akses tekstual dan
ekspresi (Ivkovic & Lotherington, 2009).
27. Lanskap Linguistik
Secara teoritis, keberadaan bahasa dalam media luar ruang sejak tahun 1997
dikenal dengan nama lanskap linguistik (selanjutnya disingkat LL) (Landry &
Bourhis, 1997).
Kajian LL utamanya bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengidentifikasi
pola sistematis tentang kehadiran dan ketidakhadiran suatu bahasa di ruang
publik dan untuk menggali motif, tekanan, ideologi, reaksi dan keputusan
aktor pembuat tanda (Shohamy, 2012: 538).
LL tidaklah arbitrer dan acak karena di dalamnya terdapat hubungan
sistematis antara LL dan masyarakat, politik, ideologi, ekonomi, kebijakan,
kelas, identitas, multilingualisme, multimodalitas dan berbagai bentuk
presentasinya (Shohamy, 2012: 538).
28. Fokus LL
Menurut Gorter (2006) dalam bukunya yang berjudul ‘Linguistic Landscape: A
New Approach to Multilingualism’ LL adalah bentuk kajian relatif baru yang
berfokus pada penggunaan bahasa pada ranah publik yang sering dihubungkan
dengan kajian sosiolinguistik dan linguistik terapan.
29. Perkembangan Penelitial LL
Penelitian LL berkembang sangat pesat meliputi berbagai tempat dan situasi
bahasa di seluruh dunia. Penelitian LL paling banyak dilakukan di kota-kota
besar (sebagai contoh Papen (2012), Shang dkk., (2017), Hires-László (2019),
Karam dkk. (2020).
Kemudian, kajian LL juga dilakukan di daerah-daerah pusat pertemuan orang
dari berbagai negara seperti tempat wisata dan bandara (misalnya Bilá dkk.,
(2019), Prasert dkk. (2019), Woo dkk. (2020), Artawa dkk. (2020).
30. LL Kampus
Penelitian LL kampus sudah pernah dilaksanakan di beberapa negara. Wang
(2015) meneliti tiga dimensi LL kampus di Jepang yaitu dimensi konstruksi
fisik LL, dimensi regulasi, dan dimensi perspektif pembaca.
penelitian ini meliputi multilingualisme yang terdapat di kampus, yang
merupakan bagian dari program internasionalisasi kampus. Para mahasiswa,
baik asing maupun lokal, menunjukkan sikap yang positif terhadap
penggunaan papan nama multilingual di kampus.
31. LL Kampus
. Penelitian lain dilaksanakan oleh Keles dkk. (2020) tentang konten bilingual
LL virtual sebuah kampus di Turki dari sudut pandang kebijakan bahasa secara
de jure dan de facto.
Temuan penelitian ini adalah terdapatnya ketidaklinearan kebijakan bahasa di
kampus tersebut dengan implementasinya. Penelitian lain dilakukan oleh Im
(2020) pada media promosi pendidikan di jurusan Kajian Asia Timur di sebuah
universitas di Amerika.
32. LL Kampus
Penelitian LL kampus sudah pernah dilaksanakan di beberapa negara. Wang
(2015) meneliti tiga dimensi LL kampus di Jepang yaitu dimensi konstruksi
fisik LL, dimensi regulasi, dan dimensi perspektif pembaca.
Temuan penelitian ini meliputi multilingualisme yang terdapat di kampus,
yang merupakan bagian dari program internasionalisasi kampus. Para
mahasiswa, baik asing maupun lokal, menunjukkan sikap yang positif
terhadap penggunaan papan nama multilingual di kampus.
34. UNIT ANALISIS
Secara umum peneliti LL menjadikan berbagai
bentuk bahasa yang dikategorikan sebagai ‘tanda’
yang ditampilkan di ruang publik sebagai titik awal
penyelidikan.
Backhaus (2007: 4-9; 61) menyatakan bahwa tanda di
ruang publik bersifat alami dan merefleksikan bahasa,
untuk itu tanda dapat dijadikan sebagai ‘unit analisis’
dalam kajian LL.
Menurut Mensel, dkk (2016), pemilihan pendekatan
untuk pengumpulan data sebagai unit analisis LL
adalah dengan cara mendefinisikan fenomena bahasa
di ruang publik yang dapat dan akan diamati.
35. UNIT ANALISIS
Sejak penelitian LL pertama oleh Spolsky dan Cooper
(1991), ‘rambu-rambu jalan’ telah menempati bagian
yang signifikan dan terus menjadi bidang penyelidikan
yang penting dalam LL (lihat Amos, 2015).
Sifat unit analisis dalam LL telah berkembang secara
dramatis, dan sekarang mencakup sejumlah besar tanda
yang dapat ditemukan di ruang publik.
Landry dan Bourhis (1997: 25) mengidentifikasi enam
jenis tanda dalam LL, yaitu: ‘tanda jalan umum’, ‘papan
iklan’, ‘nama jalan’, ‘nama tempat’, ‘tanda toko
komersial’, dan ‘tanda publik di gedung-gedung
pemerintah’
36. Unit Analisis
Tanda pada LL juga termasuk:
objek yang memiliki mobilitas (tidak tetap)
atau sesuatu yang tidak stabil dan bergerak
seperti:
‘selebaran (leaflet)’ yang didistribusikan
(barangkali dicampakkan), ‘iklan pada truk
atau bus’ yang berlalu-lalang di jalan raya,
di kereta ataupun pesawat, dan di semua
tempat lainnya yang berpotensi terbaca
oleh banyak orang (Torkington, 2009:124).
37. Unit Analisis
Upaya untuk penyeleksian tanda-tanda ini
biasanya mengarah pada pengadopsian
definisi 'unit analisis'.
Bagaimana menentukan tanda untuk
dijadikan unit analisis?
Bukankah banyak sekali bentuk tanda
yang terbentang di ruang publik?
Apakah semuanya itu harus
dimasukkan sebagai unit analisis?
38. LL PENDEKATAN INTERDISIPLINER
Sehubungan dengan pendapat itu, Barni & Bagna (2015: 7) dalam artikelnya
yang berjudul ‘The Critical Turn in LL’ menyatakan pendapat senada yaitu LL
harus dilihat dari pendekatan interdisipliner yang meliputi pendekatan
semiotik, sosiologis, politis, geografis, dan ekonomis. lanskap linguistik tidak
bisa dikaji secara kuantitatif semata tetapi harus dipandang secara kualitatif
yang mempertimbangkan aspek bahasa verbal dan tulis, manusia sebagai
penulis, aktor, dan pengguna.
40. Kajian LL
lanskap linguistik mengkaji visibilitas dan pengutamaan
bahasa pada tanda luar ruang (public signs) pada suatu
daerah. Public signs mengungkapkan informasi dan
simbol-simbol pemegang kekuasaan dan status linguistik
komunitas yang tinggal di daerah tertentu (Nash, 2016).
Public signs membantu menciptakan dan menyampaikan
hal-hal yang berhubungan dengan tempat di mana mereka
terpasang, pencerminan masyarakat, kekuasaan,
kontestasi dan negosiasi (Huebner, 2016).
41. LL Bukan Sekedar Kuantifikasi Bahasa
lanskap linguistik tidak hanya meliputi
kuantifikasi bahasa dalam suatu wilayah tetapi
terus berkembang dengan analisis tanda-tanda
semiotik yang mengindeks vitalitas etnolinguistik,
konstruksi dan representasi identitas,
penyampaian ideologi yang dilakukan melalui
textual/ linguistic/semiotic artifacts.
42. Kebijakan berkaitan dengan Bahasa
1. UUD 1945 Pasal 36: Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia
2. UU RI NO. 24 TAHUN 2009 Pasal 1 ayat 2: Bahasa Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang selanjutnya disebut Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi
nasional yang digunakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
43. Lanjut
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2014 tentang
Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta
Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia
BAB II Kedudukan dan Fungsi Bahasa
Pasal 4
1) Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi
negara.
2) Bahasa-bahasa di Indonesia selain Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing
berkedudukan sebagai Bahasa Daerah.
3) Bahasa-bahasa di Indonesia selain Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah
berkedudukan sebagai Bahasa asing
44. Lanjut
4. Perpres RI No 63 tahun 2019, bagian 12, pasal 33.
Dalam politik bahasa nasional, bahasa Indonesia adalah bahasa yang utama.
Bahasa Indonesia digunakan untuk nama perhotelan, penginapan, pabrik, tempat
usaha, dsb. Apabila memiliki nilai sejarah, dapat ditulis dalam bahasa daerah,
tetapi bahasa daerah tersebut harus ditulis dengan huruf latin dan dapat disertai
dengan aksara daerah
45. Lanjut
5.Peraturan Pemerintah Daerah, misalnya Peraturan Gubernur Bali Nomor
80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan
Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa.
Penggunaan aksara Bali yang ditempatkan di atas huruf latin dalam penulisan
nama tempat persembahyangan umat Hindu, lembaga adat, prasasti
peresmian gedung, gedung, lembaga pemerintahan, lembaga swasta, jalan,
sarana pariwisata, fasilitas umum lainnya
47. LL Wujud dari Politik/kebijakan bahasa
Secara lebih eksplisit, Shohamy (2006: 112) menyatakan
bahwa LL adalah sebuah ‘bukti perwujudan dari politik
bahasa’ dan merupakan mekanisme yang memengaruhi
kebijakan bahasa secara de facto atau sebagai mekanisme
utama dalam rekayasa bahasa (language manipulation
Kebijakan bahasa dituangkan pada tanda luar ruang
seperti rambu dan petunjuk jalan, papan reklame, nama
jalan, nama tempat, nama toko, papan nama kantor
pemerintah dalam suatu wilayah (Landry & Bourhis, 1997).
48. LL dan Perencanaan Bahasa
Landry & Bourhis (1997), menyebut suatu hubungan yang sangat dekat antara
LL dan politik bahasa dengan memakai istilah ‘language planning’
(perencanaan bahasa) yang tidak dibedakan secara jelas dengan ‘language
policy’ atau kebijakan bahasa (Du Plessis, 2012).
Salah satu temuan Landry dan Bourhis adalah para pemegang kebijakan dan
aktivis bahasa tidak mampu menghindari isu LL sebagai alat untuk mendukung
pemertahanan bahasa dan mencegah pergeseran bahasa (Du Plessis, 2012:
265).
49. LL dan Multilingulisme
lanskap linguistik dan multilingualisme berhubungan sangat erat. Kajian
tentang bahasa-bahasa yang dipakai dalam tanda luar ruang memberikan
warna tersendiri dalam kajian multilingualisme, sehingga banyak kajian LL
menyangkut keberadaan bahasa-bahasa dan persilangannya di ruang publik
(Shohamy, 2012). Selain pilihan bahasanya, kajian LL juga menelusuri
representasi, motif, dan reaksi dari penggunaan berbagai bahasa pada tanda
luar ruang.
50. LL adalah Kajian Sosiolinguistik?
Kajian LL mencakup rentangan yang luas dari bahasa media luar ruang
tertentu yang berperan sebagai bahasa nasional, bahasa daerah, bahasa
resmi, bahasa warisan yang bukan secara langsung merefleksikan bahasa yang
dipakai oleh masyarakat pada wilayah tersebut dalam komunikasi verbal
(Shohamy, 2012:539).
lanskap linguistik adalah sebuah konsep sosiolinguistik yang mencakup
hubungan kekuasaaan, penandaan identitas pada pewujudan linguistik di
ruang publik, terutama daerah perkotaan (Ivkovic & Lotherington, 2009).
51. LL dan Multilingulisme
Multilingualisme merupakan salah satu permasalahan penelitian LL yang dikaji
dalam penelitian LL, sehingga disebut sebagai sebuah pendekatan baru dalam
kajian multilingualisme (Gorter, 2006; Ivkovic & Lotherington, 2009).
Dalam kajian LL, bahasa yang dipakai dalam publik signs merupakan studi
literal terhadap bahasa-bahasa tersebut dan juga merupakan representasi
bahasa-bahasa yang berhubungan dengan identitas dan globalisasi budaya
sebagai dampak perkembangan bahasa Inggris dan revitalisasi bahasa-bahasa
minoritas (Gorter, 2006).
52. LL sebagai Puncak Gunung Es
Kajian LL merupakan sebuah puncak gunung es yang terlihat dari banyak
fenomena di masyarakat (Shohamy, 2012). lanskap linguistik mencerminkan
banyak kepentingan yang ada di masyarakat. Kepentingan tersebut
berkompetisi dan bernegosiasi untuk muncul dalam ruang publik.
lanskap dibangun dengan berbagai diskursus masyarakat dengan ideologi yang
beragam dan sering bertentangan satu dengan yang lainnya, pada suatu
wilayah yang sama.
53. Bahasa dan Ideologi
Ketika berbicara tentang perbedaan ideologi, tentu saja tidak ada lagi ruang
publik yang bersifat netral, semua dibangun dengan ideologi tertentu
(Shohamy, 2012). Dalam konteks multilingualisme, terdapat bahasa yang
berhubungan dengan ideologi tertentu sehingga bahasa tersebut banyak
digunakan di ruang publik yang diistilahkan dengan situasi diglosik (Artawa &
Sartini, 2018).
55. Bahasa Inggris Global
Misalnya, keberadaan bahasa Inggris di papan nama
toko, selain bersifat informatif karena bahasa Inggris
secara fungsional digunakan sebagai lingua franca,
dapat berfungsi simbolis karena dapat melambangkan
selera, mode, atau asosiasi asing dengan budaya
berbahasa Inggris. Ini juga dapat menandai persepsi
bahasa Inggris sebagai "lebih modern dan bergengsi
daripada bahasa lokal" (Torkington, 2009: hal.124)
56. • Sayer (2009) mencatat enam arti bahasa Inggris di LL (Oaxaca,
Meksiko): “Bahasa Inggris bahasa maju dan canggih”, “Bahasa
Inggris adalah mode”, “Bahasa Inggris adalah keren”, “Bahasa
Inggris adalah seksi”, “Bahasa Inggris untuk ekspresi cinta",
dan "Bahasa Inggris untuk mengekspresikan identitas
subversif"
• m hal tanda komersial, banyak analis telah mencatat bahwa bahasa Inggris di
lanskap yang tidak berbahasa Inggris melambangkan kosmopolitanisme,
kecanggihan, atau modernitas (misa
lnya, Ben Rafael et al. 2006 ; Huebner 2006 ; Leeman dan Modan 2010b ; Papen 2015
Lanjut
57. • DalaAkan tetapi, tidak realistis untuk berasumsi bahwa
• Lanskap Linguistik sebagai Ruang Penerjemahan
Ruang publik selalu menjadi ruang yang ramah
untuk mentransmisikan informasi bilingual dan
multibahasa, terutama di lingkungan perkotaan di
mana komunitas multibahasa dan multietnis ada
• m hal tanda komersial, banyak analis telah mencatat bahwa bahasa Inggris di
lanskap yang tidak berbahasa Inggris melambangkan kosmopolitanisme,
kecanggihan, atau modernitas (misa
lnya, Ben Rafael et al. 2006 ; Huebner 2006 ; Leeman dan Modan 2010b ; Papen 2015
).
Penerjemahan
58. • Teks tertulis multibahasa tentang tanda-tanda
publik telah dijelaskan dan dianalisis dari perspektif
yang berbeda. Misalnya, Reh (2004) mengusulkan
tipologi strategi penulisan multibahasa yang
berorientasi pada pembaca: duplicating,
fragmentary, overlapping, and complementary.,
(menduplikasi terpisah-pisah, tumpang tindih, dan
saling melengkapi).
• m hal tanda komersial, banyak analis telah mencatat bahwa bahasa Inggris di
lanskap yang tidak berbahasa Inggris melambangkan kosmopolitanisme,
Lanjut
59. • d
• Edeleman (2010) proposed a more translation
oriented model in which ‘duplicating’ is divided into
two translation strategies: word-for-word
translation’ and ‘free translation’; fragmentary
strategies relabelled as ‘partial translation’, and
complementary multilingual writing as ‘no
translation’ (omission) due to lack of translational
content iulang (diterjemahkan) dalam bahasa
Lanjut
60. • d
• From a traditional perspective, signs have been
divided into three main categories: icons (pictures),
indexes (signs pointing to meaning), and symbols
(written text). It is through the use of such signs or a
combination of them that meaning is interpreted
and made.
• iulang (diterjemahkan) dalam bahasa lain.
Semiotika
61. • Preferensi kode/bahasa: dalam tanda bilingual atau
Preferensi kode: dalam tanda bilingual atau multilingual,
urutan susunan bahasa dan hubungan posisi spasial satu
sama lain mencerminkan status bahasa dalam komunitas
linguistiknya.
• Dalam tata letak horizontal, kode penting menempati bagian
atas, dan kode sekunder menempati bagian bawah; dalam
tata letak potret, kode penting ada di sebelah kiri dan kode
sekunder di sebelah kanan; atau kode penting berada di
tengah, dan kode sekunder berada di tepi.
•
Lanjut
62. • Warna
• Cendekiawan Cina Qian Chaoyang (2007) percaya
bahwa merah proaktif dan mewakili warna
dominan dari semua emosi kehidupan yang positif;
putih adalah warna yang sempurna dari semua
warna, melambangkan kemurnian, ketenangan,
kesucian, dan kesempurnaan;
Lanjut
63. Makna simbolis kuning adalah positif, dan emosi
indah yang terkait dengannya adalah: mulia, cerah,
cemerlang, dan kegembiraan; emas sering dikaitkan
erat dengan kehormatan, kecemerlangan,
keberhargaan, pencapaian, dan keberuntungan;
Lanjut
64. Hitam memiliki emosi simbolis keanggunan dan
kemewahan, stabilitas, kedalaman, keseriusan,
ketekunan, otoritas, dan kemuliaan; biru mewakili
kepintaran, ketepatan, ketepatan waktu,
pengetahuan, dan merupakan warna simbolis dari
pekerjaan dan kualitas spiritual; hijau adalah simbol
vitalitas muda
Lanjut
65. Karena lanskap berisi beragam teks dalam
format yang berbeda, studi tentang aspek
linguistik lingkungan mereka memberi siswa
kesempatan untuk mengembangkan
pengetahuan mereka tentang genre, dan
kesesuaian penggunaan bahasa dalam domain
aktivitas sosial.
Pembelajaran
66. Penggunaan bahasa dapat dilihat sebagai sistem
semiotik yang beroperasi sebagai sistem
pemosisian sosial dan hubungan kekuasaan
karena tidak ada pilihan yang netral dalam
dunia sosial.
LL dapat memberikan cara untuk melihat
hubungan kekuasaan dalam komunitas tertentu
dan juga mencerminkan kekuatan relatif dan
status bahasa yang berbeda dalam konteks
Power
67. Dinamika multibahasa menyebabkan
kontestasi. Pavlenko dan Blackledge (2004)
menekankan bahwa negosiasi identitas selalu
terkait dengan dimensi kekuasaan di ruang
publik.
Lanjut
68. Salah satu perspektif tentang kekuasaan
adalah cara atau bagaimana kekuasaan
diberlakukan, diekspresikan, dijelaskan,
disembunyikan, atau dilegitimasi oleh
teks/wacana yang direpresentasikan dalam
bentu public signs dalam konteks sosial.
Lanjut
69. Riset LL di Bali
1. LL Kawasan Heritage
2. LL Kawasan Destinasi Wisata
86. Publikasi
Words and images of Covid-19 prevention (A case study of tourism new normal
protocols signs) I Wayan Mulyawan & Ketut Artawa (2021)
87. Publikasi
Analysis of the grammatical errors of English public signs translations in Ubud,
Bali, Indonesia
Ni Made Ariani , Ketut Artawa
88. Publikasi
The Application of Translation Procedures in Translating Five Public Signs in
Ubud
Ni Made Ariani &Ketut Artawa
Faculty of Humanities, Udayana University, Bali, Indonesi
89. Publikasi
Linguistic Landscape of Jalan Gajah Mada Heritage Area in Denpasar City
Ketut Widya Purnawati , Ketut Artawa , Made Sri Satyawati 2022