3. “Kepemimpinan” tidak dimaknakan dalam arti umum, namun lebih
spesifik Kepemimpinan Perubahan.
“Budaya Kerja” juga bukan dalam konteks membuat cara kerja yang
lebih efektif, namun lebih pada Budaya Kerja yang Inovatif, atau
budaya kerja yang merangsang tumbuhnya inovasi dalam organisasi.
Hubungan “Budaya Kerja” dengan “Efektivitas Kepemimpinan” tidak
bersifat searah, namun timbal balik. Maka, harus disinggung juga
“peran pemimpin dalam membangun budaya kerja inovatif”.
KARENA MATA DIKLAT INI BERADA PADA AGENDA INOVASI, MAKA SEBAIKNYA
DIARAHKAN UNTUK MEMPERKUAT SASARAN KOMPETENSI DI AGENDA INDUKNYA
4. Nurdin Abdullah (Bantaeng): mengubah lahan kritis menjadi perkebunan apel dan
strawberry dll.
Ridwan Kamil (Kota Bandung): membangun kota berbasis kolaborasi multi-
stakeholder, dll.
Dahlan Iskan: “Belakangan ini inovasi luar biasa pesatnya. Sekarang waktunya inovasi
mendapat tempat terbaik”.
Deddy Mizwar: “Jadikan inovasi sebagai ibadah, siapa tahu inovasilah yang akan
menyelamatkan kita kelak di akherat”.
Presiden Jokowi: “Kita harus berani membuat terobosan. Jangan rutinitas, jangan
monoton. Harus selalu ada pembaharuan, selalu ada inovasi”.
Presiden Jokowi: “Kalau kita ingin maju, ya harus berubah. Kalau mau berubah tapi
diam saja, namanya kemunduran”.
KARENA KEPEMIMPINAN DIMAKNAKAN SEBAGAI KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASI, MAKA PERLU DIBERI CONTOH2 SIKAP, PEMIKIRAN & KARYA
INOVASI DARI PARA PEMIMPIN NEGERI.
5. Masing2 dimensi / ruang lingkup budaya inovasi tadi perlu dijabarkan dalam
keadaan apa dapat menghambat (constraining factors) dan dalam keadaan
apa bisa menjadi faktor pendukung (enabling factors).
Saran kami, (kerja) budaya inovasi dimaknakan sebagai “seperangkat
kebijakan atau aturan, kebiasaan, sikap, kondisi lingkungan, dan faktor-faktor
organisasi (risk taking, resources, knowledge, goals, rewards, tools, serta
relationship) yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya kreativitas
dan inovasi secara progresif dan berkelanjutan dalam sebuah organisasi”.
Peserta dapat diminta mengidentifikasi kondisi masing2 faktor/dimensi di
unit/instansi terpilih, kemudian mengusulkan upaya perbaikannya dan peran
pemimpin untuk membangun budaya tersebut.
KARENA BUDAYA KERJA DIDEFINISIKAN SEBAGAI “BUDAYA (KERJA) INOVASI”,
PERLU PERUMUSAN MAKNA DAN RUANG LINGKUP BUDAYA INOVASI TSB
6. Meskipun budaya inovasi lebih berhubungan dengan budaya organisasi
yang bersifat internal, namun dapat pula ditempatkan pada konteks yang
lebih luas, seperti budaya antri, tertib lalu lintas, membuang sampah, dan
lain-lain.
Ketika membahas budaya kerja dalam konteks beyond organisasi tadi,
upayakan untuk selalu dikaitkan dengan upaya / kebutuhan untuk
melakukan inovasi. Misalnya, jika teridentifikasi adanya “budaya malas”
pada masyarakat tertentu, inovasi apa yang dapat diperkenalkan untuk
mengatasi kultur tsb, dst.
Dengan demikian, maka Inovasi = perubahan budaya.
BUDAYA KERJA DAPAT DIPANDANG DALAM KONTEKS YANG LEBIH LUAS, YAKNI
BUDAYA MASYARAKAT TERTENTU ATAU BUDAYA BANGSA
8. Sajikan data-data makro yang menyiratkan sangat minimnya inovasi di
sektor publik.
Manfaatkan berbagai sumber yang menjustifikasi perlunya inovasi, seperti
hasil survey Bank Dunia tentang faktor2 yang menyebabkan majunya sebuah
negara/ daerah/instansi; pernyataan pakar dalam & luar negeri, dsb.
Kalau memungkinkan bisa memberi kasus-kasus perbandingan satu situasi
tertentu yang berhasil inovasinya dengan situasi lain yang mengalami
kegagalan. Dari kasus yang disajikan kemudian peserta diminta menganalisis
dan menemukan faktor2 yang menyebabkan keberhasilan atau kegagalan
inovasi.
KARENA ESELON III MERUPAKAN TINGKATAN JABATAN MENENGAH DAN
MERUPAKAN KADER UNTUK JENJANG YANG LEBIH TINGGI, ADA BAIKNYA
DIBERIKAN KONTEKS YANG LEBIH LUAS MENGAPA INOVASI DIBUTUHKAN
9. Apakah gagasan perubahannya memenuhi unsur inovasi? (ada
kebaruan, bermanfaat secara internal dan eksternal, mampu
menjawab masalah/ tantangan yang ada, tidak bertentangan dengan
sistem lain, dapat dijaga kesinambungannya, dll).
Cara penggunaan dan contoh-contoh Teknik Kanvas Inovasi.
MATERI DALAM MODUL SEBAIKNYA JUGA DIKAITKAN DENGAN PROYEK
PERUBAHAN
10. Adanya contoh-contoh model inovasi itu selain untuk menumbuhkan
inspirasi, juga untuk meyakinkan bahwa inovasi itu adalah sesuatu
yang mungkin, mudah, dan murah.
Contohnya:
o Model Inovasi Pedesaan dengan mengembangkan Desa Tematik.
o Model Inovasi Pengelolaan Sampah.
o Model Inovasi Pelayanan Kesehatan, dll.
AKAN LEBIH BAIK JIKA ADA MODEL2 INOVASI YANG DIJELASKAN SEKILAS
NAMUN BUKAN HANYA DAFTAR INOVASI
12. Mengkaitkan Mata Diklat dengan produk pembelajaran Diklatpim
merupakan sebuah keniscayaan. Ini penting agar setiap Mata Diklat
benar2 memberi manfaat langsung terhadap Proyek Perubahan.
Dari Mata Diklat ini peserta diminta melakukan refleksi, misalnya
bertanya pada diri sendiri:
o Apakah gagasan perubahan mereka cukup kreatif?
o Apakah mereka telah memanfaatkan teknik2 berpikir kreatif untuk
menghasilkan gagasan inovatif?
o Apakah dengan menerapkan teknik berpikir kreatif menjadikan
gagasan awal mereka menjadi lebih baik?
SEBAIKNYA “BERPIKIR KREATIF” LANGSUNG DIKAITKAN DENGAN “INOVASI”
PESERTA PIM IV, YAKNI PROYEK PERUBAHAN MEREKA
13. Adanya contoh konkrit atas setiap teknik berpikir yang diperkenalkan
sangat baik agar terjadi proses mentransformasi knowledge menjadi
inspirasi. Memberi materi teknik berpikir kreatif tanpa contoh sama
artinya hanya memberi knowledge saja.
Brainstorming? Synectics? Asosiasi? Berangan-angan? Buku Catatan
Kreatif? perlu contoh aplikasinya.
Sekedar pembanding, DIAN sering memperkenalkan teknik berpikir
kreatif lain yakni: Template (Fast Idea Generation), Innovation
Shopping, Analisis Morphology, atau Kombinasi Masalah+Template.
AKAN LEBIH BAIK KALAU TEKNIK BERPIKIR KREATIF YANG DIPERKENALKAN DAPAT
DIBERI CONTOH APLIKASINYA
14. Selain contoh untuk masing2 teknik, bagus juga untuk memberi visualisasi
karya2 kreatif, sehingga sedini mungkin (sejak awal pertemuan) peserta sudah
diberi efek kejutan (shock therapy) bahwa diluar dirinya sudah begitu banyak
kreasi2 unik, sementara kita masih begitu jauh dari cara berpikir kreatif.
Akan lebih baik juga jika ada materi untuk memprovokasi peserta akan tidak
minder dalam berinovasi. Dengan beragam kisah (story telling) kita bisa
membangkitkan awareness and willingness to innovate dari para peserta.
Kisah “orang2 manusia bodoh yang mengubah dunia”, atau “sikap gigih
pantang menyerah untuk membuat mimpi menjadi realita”, atau “manusia
lemah mengalahkan manusia kuat” dll akan bisa memantik semangat dan
kepercayaan diri dari peserta bahwa mereka adalah para pemimpin perubahan
yang sangat potensial.
SARAN LAIN UNTUK DIPERTIMBANGKAN
16. MODUL memiliki kelemahan mendasar, yakni aktualitasnya yang cepat sekali
melemah. Meski ada program revisi modul setiap tahunnya, tetap tidak bisa
mengikuti perkembangan ilmu dan dinamika masyarakat, terutama di bidang
INOVASI.
MODUL Diklatpim harus dipahami hanya sebagai referensi yang sama
kedudukannya dengan bahan bacaan lain. MODUL sangat tidak dianjurkan
menjadi pegangan satu-satunya bagi Widyaiswara/fasilitator.
Peserta-pun tetap memiliki kebebasan yang seluas-luasnya untuk
mengembangkan substansi, metode, atau perspektif yang berbeda atau yang
tidak ada dalam MODUL.
MODUL sebaiknya terus di-update oleh semua pihak yang terkait.
CARA MEMAHAMI & MENGGUNAKAN MODUL